Anda di halaman 1dari 17

PERENCANAAN HYDRAULIC FRACTURING PADA FORMASI

SHALE HYDROCARBON

PROPOSAL
KOMPREHENSIF

DISUSUN OLEH:
PANDU ARIEF
113160013

JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2019
PERENCANAAN HYDRAULIC FRACTURING PADA FORMASI
SHALE HYDROCARBON

PROPOSAL
KOMPREHENSIF

Disusun Oleh:
PANDU ARIEF
113150013

Disetujui untuk Program Studi Teknik Perminyakan


Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta,
Oleh Dosen Pembimbing:

(Ir. Aris Buntoro M.T)


NIP. 196590318 198303 1 001
I. JUDUL
PERENCANAAN HYDRAULIC FRACTURING PADA FORMASI
SHALE HYDROCARBON

II. LATAR BELAKANG


Dalam dunia perminyakan diketahui bahwa hidrokarbon terakumulasi pada
reservoir yang terletak jauh dibawah permukaan tanah. Untuk memproduksikan
cadangan hidrokarbon tersebut dilakukanlah operasi pemboran. Dewasa ini,
pencarian cadangan hidrokarbon tidak semudah dahulu. Area eksplorasi yang
semakin jauh, bahkan terletak di laut dalam. Hal inilah yang kemudian memunculkan
pemahaman “there is no easy oil, now”. Kondisi ini disikapi dengan teknologi
pengeboran horizontal yang memiliki inklinasi (kemiringan) jika dibanding dengan
pemboran konvensional (vertikal).
Selama operasi pemboran kerap ditemui berbagai masalah yang menghambat,
diantaranya adalah pipe sticking, lost circulation dan ketidakstabilan lubang sumur.
Semua masalah tersebut akan berakibat pada tertundanya operasi pemboran yang
akan berdampak pada semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
operasi pemboran tersebut. Waktu tertundanya operasi pemboran ini disebut Non
Productive Time (NPT). Non productive time yang terjadi dalam operasi ekplorasi
sumur minyak rata-rata adalah 16% dari operasi drilling. Apabila dibuka penyebab
NPT yang saat operasi pemboran antara lain terakumulasi problem pemboran, yaitu
sekitar 76% berhubungan dengan stuck pipe, apakah itu akibat dari hole collapse
atau apakah karena itu over pressure, apakah itu karena drilling horizontal well di
arah yang tidak menjamin bahwa stabilitas wellbore itu stabil. Untuk menghindari
atau meminimalisir terjadinya masalah-masalah tersebut digunakanlah pendekatan
Geomechanic.
Pada masa sekarang ini, perkembangan tentang ketersediaan sumber
hidrokarbon dunia semakin mengalami penurunan yang signifikan, hal ini
dikarenakan sumber hidrokarbon konvensional sudah mulai sulit untuk ditemukan
keberadaannya untuk memenuhi kebutuhan akan energi minyak dan gas dunia.
Sumber daya migas konvensional lebih mudah dikembangkan namun sudah
mengalami penurunan yang pesat.
Oleh karena itu, untuk dapat mengatasi permasalahan tersebut,
dikembangkanlah pencarian sumber hidrokarbon non konvensional, antara lain shale
oil dan shale gas, immature oil (oil shale/solid bitumen atau bitumen padat), heavy
oil bitumen (oil sand/tar sand), dan coal bed methane (CBM atau gas metan
batubara). Perkembangan pencarian sumber hidrokarbon non konvensional ini juga
harus diikuti dengan ketersediaannya teknologi yang tepat yang dapat
memproduksikan cadangan hidrokarbon non konvensional tersebut. Sumber daya
migas non konvensional sangat berlimpah akan tetapi pengembangan dari migas non
konvensional membutuhkan teknologi-teknologi yang terbaru sehingga tidak mudah
untuk dikembangkan.
Pada komprehensif ini akan di bahas tentang keberadaan serta karakteristik
reservoir shale oil dan shale gas, identifikasi pengaruh sifat geomekanika batuan
terhadap operasi horizontal drilling serta perencanaan horizontal drilling pada
reservoir shale hydrocarbon.

III. MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud dari komprehensif ini untuk mengetahui keberadaaan sumber-sumber
minyak dan gas bumi non konvensional yaitu shale oil dan shale gas, dikarenakan
semakin maraknya eksploitasi dari sumber daya mineral unconventional.
Komprehensif ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan minyak dan gas
dunia dengan cara mengidentifikasi keberadaan reservoir shale oil dan shale gas,
mengetahui sifat dari geomekanika batuan shale sehingga operasi hydraulic
fracturing pada reservoir shale hydrocarbon dapat dilakukan dapat
memproduksikannya.

IV. TINJAUAN PUSTAKA


IV.1. Karakteristik Reservoir Hidrokarbon Unkonvensional
Reservoir Hidrokarbon Unkonvensional adalah hidrokarbon yang terkandung
dalam batuan induk dan terjebak matriks yang sangat kecil serta sering
diklasifikasikan sebagai Shale. Formasi Shale oil dan gas memiliki beberapa
karakteristik, yaitu: memiliki heterogenitas yang tinggi, matriks porositasnya yang
sangat rendah, dan permeabilitasnya yang sangat rendah. Jika ditinjau dari segi
respon log, pada zona tertentu Shale oil dan gas akan memiliki aktivitas gamma ray
yang sangat tinggi, resistivitas tinggi, memiliki respon log Pe dan bulk density yang
rendah. Shale oil dan gas umumnya ditemukan pada kedalaman 7000-10000 kaki di
bawah permukaan bumi, dimana air tanah atau aquifer maksimal berada 1000 kaki
dibawah permukaan bumi.
IV.1.1. Perbedaan Hidrokarbon Konvensional dan Nonkonvensional
Hidrokarbon atau sering disebut minyak dan gas bumi (migas), secara
klasifikasi umum dalam geologi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu migas
konvensional dan migas nonkonvensional. Migas konvensional adalah minyak dan
gas bumi yang dapat ditemukan pada reservoir dengan permeabilitas lebih besar dari
1 md dan telah bermigrasi dari batuan induk (source rock) ke dalam batuan reservoir
dengan permeabilitas sedang-tinggi dan terperangkap oleh kondisi struktur ataupun
stratigrafi.
Pada umumnya migas konvensional dapat diproduksi melalui teknologi
pengeboran vertikal biasa atau produksi primer (primary oil recovery) dan atau
teknologi produksi sekunder (secondary oil recovery). Minyak bumi dan gas bumi
yang umumnya kita gunakan saat ini adalah migas konvensional.
Migas nonkovensional adalah minyak dan gas bumi yang terkandung dalam
batuan induk itu sendiri maupun yang telah bermigrasi dan berkumpul pada batuan
lainnya (reservoir) yang berdekatan, dengan karakteristik permeabilitas rendah-sangat
rendah. Untuk memproduksi migas nonkonvensional diperlukan teknologi tinggi dan
biaya yang lebih besar, yaitu teknologi produksi tersier (tertiary oil recovery) dengan
cara pemboran horizontal (horizontal drilling) kemudian pembuatan rekahan dengan
cara menembakkan fluida campuran air dan zat kimia dalam lapisan target
(hydraulics fracturing) sehingga minyak dapat dialirkan melalui rekahan-rekahan
tersebut dan dipompa ke atas permukaan.
Jadi, pada prinsipnya migas konvensional dan nonkonvensional merupakan
barang yang sama, yang membedakannya hanya pada letak (posisi keterdapatan) dan
teknologi penambangannya. Jadi jenis-jenis minyak dan gas nonkonvensional pada
prinsipnya meliputi: shale oil and gas (minyak serpih dan gas serpih), tight oil and
gas, immature oil (oil shale/solid bitumen atau bitumen padat), heavy oil bitumen (oil
sand/tar sand), coal bed methane (CBM atau gas metan batubara).

IV.1.2. Karakteristik Shale Oil dan Shale Gas serta Batuan Induk
Batuan induk (Source Rock) sebagai sumber akumulasi hidrokarbon pada umumnya
didefinisikan sebagai batuan karbonat yang berasal dari za-zat organic yang
terendapkan oleh proses sedimentasi. Batuan induk inilah yang merupakan batuan
sedimen yang sedang, akan dan atau telah menghasilkan hidrokarbon. Oleh karena
itu, berbicara mengenai shale and tight hydrocarbons memang tidak dapat dilepaskan
dari keberadaan batuan induk.Parameternya dapat dilihat seperti dibawah ini:
PERMEABILITAS
Permeabilitas adalah salah satu parameter petrofisik yang berupa kemampuan
batuan untuk dapat meloloskan fluida. Skala permeabilitas di lapangan dapat juga
dilakukan klasifikasi sebagai berikut;
 Ketat (Tight), Kurang dari 5 Md
 Cukup (Fair), antara 5 sampai 10 Md
 Baik (Good),antara 10-100 Md)
 Baik Sekali (Very Good),antara 100-1000 Md
Untuk Reservoir hidrokarbon non konvensional mempunyai permeabilitas yang
rendah berkisar antara 1-100 Nanodarcy.
TEKANAN PORI
Terdapat tiga jenis tekanan bawah permukaan bumi. Yang pertama adalah
tekanan overburden yang merupakan tekanan pada kedalaman tertentu yang
diakibatkan oleh beban sedimen diatasnya. Yang kedua adalah tekanan pori yang
merupakan tekanan yang disebabkan oleh fluida yang berasal dari dalam pori-pori
batuan. Yang ketiga adalah tekanan efektif yang merupakan tekanan yang diakibatkan
oleh jarak antar butir suatu batuan. Tekanan overburden akan ditanggung bersama-
sama oleh tekanan pori dan tekanan efektif. Terdapat dua jenis tekanan pori, yaitu
tekanan overpressure dan tekanan underpressure. Tekanan Overpressure merupakan
tekanan pori yang bernilai melebihi tekanan hidrostatik, sedangkan tekanan
underpressure adalah tekanan pori yang bernilai kurang dari tekanan hidrostatik.
Prediksi tekanan pori merupakan analisis fundamental yang digunakan untuk
berbagai tujuan, seperti: Penentuan batuan induk yang telah matang, penentuan
migrasi fluida. Penentuan struktur dan patahan. Selain itu, memprediksi tekanan pori
juga sangat berguna pada proses pemboran untuk menentukan berat jenis lumpur
yang digunakan agar pemboran dapat berjalan dengan lancar.
BRITTLENES
Brittlenes sangat penting untuk menentukan sweetspot. Sweetspot adalah zona
yang kaya akan kandungan organic total (TOC) dan memiliki litologi yang retas.
Atribut geomekanik seperti Modulus Young (E) dan rasio Poisson (v) adalah contoh
atribut yang dapat menentukan keretasan suatu batuan untuk mendesain fracturing.
Modulus Young didefinisikan sebagai parameter yang dapat menentukan kekakuan
suatu material,Sedangkan Rasio Poisson merupakan rasio yang menunjukkan
kemampuan suatu material untuk merenggah pada arah longitudinal dan transversal.
Dengan menggabungkan kedua nilai retas dari kajian geomekanik,kemudian dapat
diperoleh harga nilai retas (Brittlenes)
Brittleness
 < 30% = Poor
 30-50%= Moderate
 > 50% =Good
MINERALOGY
Calcareous Claystone
Tampilan petrografi menunjukkan tekstur serpih, kebanyakan terdiri dari
lempung detrital seperti kuarsa, kalsit (Warna merah muda), siderite, dolomit, dan
pirit dicampur dengan mineral lempung. Shale dicirikan oleh tanah liat massif.
Kerangka komponen kuarsa, Fragmen batuan sedimen, dan butiran umumnya
mengambang di tanah liat detrital
Silty Claystone
Tampilan petrografi menunjukkan tekstur serpih , kebanyakan terdiri dari
lempung detrital seperti kuarsa, siderite, dan feldspar yang dicampuir dengan mineral
lempung. Shale ditandai dengan lempung yang dilaminasi. Kerangka Komponen
kuarsa, fragmen batuan sedimen, dan butiran umumnya mengambang di tanah liat
detrital.
Dua metode yang umum digunakan dalam analisa mineral shale adalah:
 XRD (X-ray Diffraction)
 FTIR (Infra Red Spectometry)
Mineral yang mempengaruhi pada brittleness
BI = (Q+ Dol) / (Q + Dol +Lm + Cl + TOC
Dimana:
BI = Brittlenes Index
Q = Kuarsa
Cl = Mineral Lempung
Dol = Dolomit
Lm = Batu Gamping (Kalsit)
TOC = Total Organic Carbon)
Mineral lainnya yang mempengaruhi secara minor adalah fosfat, pirit, organisme
(Kalsit, Silika, Kerang, dll)
THICKNESS
Dalam kategori Thickness (Ketebalan), Merupakan salah satu parameter
penting untuk mengetahui susah/tidaknya dalam melakukan fracturing. Dikarenakan
bila semakin tebal lapisan reservoirnya maka dalam melakukan metode fracturing
dapat berjalan sesuai prosedur yang diinginkan, Namun bila reservoirnya yang
diindikasikan mengandung hidrokarbon mempunyai/termasuk kategori reservoir yang
tipis, maka dalam melakukan fracturing sangat susah, diperlukan metode-metode
untuk menanggulangi masalah pada saat menembus lapisan yang tipis.
ORGANIC RICHNESS
Batuan yang mengandung banyak karbonnya ini yang disebut batuan induk
kaya kandungan unsur karbon (high TOC-Total Organic Carbon). Peter dan Cassa
(1994) membagi atas 5 jenis batuan induk, yaitu: Poor source rock 0 – 0,5 % TOC;
Fair source rock 0,5 – 1 % TOC; Good source rock 1-2 % TOC; Very good source
rock 2-4% TOC; dan Excellent >4 % TOC. Adapun syarat-syarat sebagai batuan
induk, yaitu mengandung kadar organik yang tinggi dan mempunyai jenis kerogen
yang berpotensi menghasilkan hidrokarbon dan telah mencapai kematangan tertentu
sehingga dapat menghasilkan hidrokarbon.
MATURATION
Untuk keperluan identifikasi batuan induk, maka parameter yang dinilai
dalam penginterpretasiannya ada beberapa hal. Pertama, kuantitas yang dapat
diperoleh dengan mengetahui persentase jumlah material organic di dalam batuan
sedimen. Semakin tinggi TOC maka batuan induk tersebut semakin baik dalam
menghasilkan hidrokarbon. Kedua,kualitas jenis kerogen. Kualitas/jenis diketahui
dengan indeks hydrogen yang dimiliki oleh batuan induk. Dengan mengetahui
besarnya maka tipe kerogennya dapat diketahui sehingga produk yang dihasilkan
pada puncak pemantangan dapat pula diketahui. Jenis kerogen meliputi keroge Tipe 1
Hingga Tipe IV,diantaranya:
a. Kerogen tipe I
1. Terbentuk di perairan dangkal
2. Berasal dari algae yang bersipat lipid
3. H/C > 1.5 dan O/C < 0,1
4. Menghasikan minyak
b. Kerogen tipe II
1. Terbentuk di marine sedimen
2. Berasal dari algae dan protozo
3. H/C antara 1,2 – 1,5 dan O/C antara 0,1-0,3
4. Menghasilkan minyak dan gas
c. Kerogen tipe III
1. Terbentuk di daratan
2. Berasal dari tumbuhan daratan
3. H/C < 1,0 dan O/C > 0,3
4. Menghasilkan gas
d. Kerogen tipe IV
1. Telah mengalami oksidasi sebelum terendapkan , sehingga kandungan
karbon telah terurai sebelum terendapkan
2. Tidak menghasilkan hidrokarbon
Ketiga kematangan (Maturity). Dengan mengetahui tingkat kematangan suatu
batuan induk maka dapat diperkirakan kemampuan batuan tersebut untuk
mengasilkan minyak atau gas bumi. Tingkat kematangan suatu batuan dapat diketahui
dengan pemantulan vitrinit (% Ro), Indeks alterasi thermal (TAI), dan temperature
maksimum pada pirolisis (T max)

4.2. Perencanaan Hydraulic Fracturing Pada Reservoir Shale Hydrocarbon.

Hydraulic fracturing merupakan salah satu metoda stimulasi sumur dengan


cara menginjeksikan fluida peretak ke dalam formasi dengan tekanan injeksi yang
lebih besar dari tekanan rekahnya sehingga diharapkan terbentuk rekahan. Fluida
perekah yang diinjeksikan harus disertai dengan material pengganjal (proppant) yang
berfungsi sebagai penyangga rekahan agar rekahan yang terbentuk tidak menutup
kembali dan aliran fluida yang melalui proppant yang berpermeabilitas besar dapat
memperkecil kehilangan tekanan terhadap aliran tersebut. Metoda hydraulic
fracturing dapat digunakan hingga radius > 10 ft dari lubang sumur, pada formasi
dengan permeabilitas rendah, atau sedang hingga tinggi dengan kerusakan formasi
yang signifikan.
Hydraulic fracturing dilakukan dengan tujuan untuk menaikan produktivitas,
terutama pada formasi dengan permeabilitas kecil dan untuk menghilangkan
formation damage, untuk permeabilitas kecil dan besar. Dalam pengerjaannya
biasanya dimulai dengan pre-pad, pad kemudian slurry dengan proppant dan flush.
Pada Reservoir shale hydrocarbon dikarenakan karakteristik dari reservoir shale
hydrocarbon memiliki permeabilitas yang sangat kecil maka perlu dilakukan operasi
hydraulic fracturing agar fluida dapat mengalir.
Dalam perencanaan hydraulic fracturing harus mengetahui beberapa hal
antara lain, mekanika batuan, mekanika fluida perekahan hidrolik, fluida perekah dan
additif, proppant agent, analisa tekanan perekahan, model geometri rekahan, operasi
perekahan hidrolik, dan evaluasi keberhasilan perekahan hidrolik.
Mekanika batuan merupakan ilmu pengetahuan yang secara teori maupun
pada prakteknya membahas tentang perilaku mekanis batuan. Berguna untuk
penentuan distribusi tegangan di tempat (in-situ stress) di sekitar lubang bor, untuk
memperkirakan tekanan awal rekahan dan orientasi rekahan, untuk menentukan
geometri rekahan termasuk hubungan antara tekanan dalam rekahan, in-situ stress,
keadaan batuan, dan dimensi rekahan, dan untuk mengevaluasi ketahanan rekahan
melalui studi tentang tegangan pada lapisan-lapisan yang berbatasan, variasi batuan,
dan kondisi permukaan.
Dalam mekanika fluida perekahan, fluida yang dipompakan pada perekahan
hidrolik pertama kali adalah adalah fluida perekah pertama yang disebut pad.
Tekanan di mana batuan pertama kali pecah disebut breakdown pressure. Selanjutnya
fluida perekah (fracturing fluids) digunakan untuk membuat rekahan dengan cukup
lebar sehingga proppant dapat masuk tanpa terjadi pemampatan (bridging) dan juga
tidak mengendap (settling). Untuk itu fluida perekah tersebut haruslah berviskositas
besar. Selain itu kehilangan fluida (fluid loss) harus diperkecil dengan sifat wall
building properties dengan menggunakan polymer.
Fluida perekah atau fracturing fluids adalah fluida yang digunakan pada
proyek perekahan hydraulic yang mana fluida perekah tersebut akan dipompakan
pada beberapa tingkat (stages) yang masing-masing mempunyai fungsi tersendiri.
Jenis-jenis fluida perekah ada 3 antara lain, water base fluid, oil base fluid, dan acid
base fluid. Merupakan jenis fluida perekah dengan bahan dasar air, water base fluid
ini dapat digunakan pada reservoir minyak maupun gas yang memiliki keuntungan
antara lain, tidak beresiko kebakaran, tersedia banyak dan murah, viscositas rendah,
SG air yang tinggi sebagai penopang propant dan viscositas rendah mempermudah
pemompaan. Oil base fluid digunakan sebagai fluida perekah mempunyai keuntungan
mempunyai viscositas yang tinggi sebagai sifat alamiahnya, rate injeksi yang rendah
untuk peretakan dangkal atau dalam, dan dapat dijual kembali setelah pemakaian.
Sedangkan pada acid base fluid keuntungannya sama dengan water base fluid karena
berbahan dasar air yang diberi zat kimia.
Additif pada fluida perekah adalah suatu fluida perekah seharusnya
menghasilkan friksi tekanan yang kecil dan tetap berviskositas besar agar dapat
menahan proppant serta bisa turun kembali viskositasnya setelah selesai pelaksanaan
perekahan dan penempatan proppant agar dapat memproduksi dari formasi dengan
mudah. Agar dapat memenuhi syarat tersebut maka additive perlu ditambahkan
thickener berupa polimer yang ditambahkan sebagai pengental fluida dasar,
crosslinker (pengikat molekul agar rantai menjadi panjang) diperlukan untuk
meningkatkan viskositas, buffer sebagai pengontrol pH, bactericides/biocides (anti
bakteri) untuk membunuh bakteri penyerang polimer yang merusak ikatan polimer
dan mengurangi viskositas, gelling agent untuk menghindari pengumpulan gel pada
formasi yang sensitif, fluid loss additive untuk memperkecil fluid loss, breakers
untuk memecahkan rantai polimer sehingga menjadi encer (viskositasnya kecil)
setelah penempatan proppant agar produksi aliran minyak kembali mudah dilakukan,
dan ada extenders, clean-up, dan energizing agents digunakan untuk mempermudah
produksi kembali setelah fase perekahan selesai dilaksanakan, terutama bila tekanan
dasar sumur kecil.
Proppant merupakan material untuk mengganjal agar rekahan yang terbentuk
tidak menutup kembali akibat closure pressure ketika pemompaan dihentikan dan
diharapkan mampu berfungsi sebagai media alir yang lebih baik bagi fluida yang
diproduksikan pada kondisi tekanan dan temperatur reservoir yang bersangkutan.
Jenis proppant yang umum digunakan sampai saat ini adalah pasir alami, pasir
berlapis resin (Resin Coated Sand), dan proppant keramik (Ceramic Proppant).
Dalam pelaksanaan hydraulic fracturing, pertama-tama perlu dilakukan
orientasi secara menyeluruh tentang rekahan yang akan dibuat. Masalah pertama
adalah model rekahan yang akan dibuat tersebut apakah rekahan horizontal ataukah
vertikal. Biasanya perekahan horizontal memang dilakukan namun bila berhadapan
dengan formasi yang cukup dalam maka yang dilakukan adalah perekahan vertikal,
dan jenis perekahan inilah yang biasanya dilakukan.
Model geometri dari perekahan hidrolik perlu dilakukan dengan mengetahui
berapa hasil produksi, material yang diperlukan, tekanan, fluid loss, dan lain-lain.
Model dibuat berdasarkan mekanika batuan, sifat-sifat fluida perekah, seperti kondisi
injeksi fluida (viskositas, laju injeksi, tekanan) dan stress-stress di batuan. Untuk
menghitung pengembangan rekahan, diperlukan prinsip hukum konversi momentum,
massa dan energi, serta kriteria berkembangnya rekahan, yang berdasarkan interaksi
batuan, fluida dan distribusi energi.
Evaluasi perekahan hidrolik dilakukan untuk mengetahui apakah pelaksanan
perekahan hidrolik berhasil untuk menaikan produktivitas sumur. Akan tetapi evaluasi
hydraulic fracturing pada reservoir shale hydrocarbon bertujuan untuk mengetahui
apakah permeabilitas yang terdapat pada formasi shale tersebut dapat mengalirkan
fluida hidrokarbon sehingga dapat diproduksikan.
V. RENCANA DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I. PENDAHULUAN
BAB II. KARAKTERISTIK BATUAN FORMASI
2.1. Litologi Formasi
2.1.1. Jenis Batuan Berdassarkan Genesa
2.1.1.1. Batuan Beku
2.1.1.1.1. Struktur Batuan Beku
2.1.1.1.2. Tekstur Batuan Beku
2.1.1.1.3. Komposisi Mineral Batuan Beku
2.1.1.2. Batuan Sedimen
2.1.1.2.1. Struktur Batuan Sedimen
2.1.1.2.2. Tekstur Batuan Sedimen
2.1.1.2.3. Pembagian Batuan Sedimen
2.1.1.3. Batuan Metamorf
2.1.1.3.1. Struktur Batuan Metamorf
2.1.1.3.2. Tekstur Batuan Metamorf
2.1.1.3.3. Pembagian Batuan Metamorf
2.1.2. Jenis Batuan Berdasarkan Kandungan Mineral
2.1.2.1. Batu Pasir
2.1.2.2. Batuan Karbonat
2.1.2.3. Batuan Shale
2.1.3. Stratigrafi
2.1.3.1. Prinsip - Prinsip Stratigrafi
2.1.3.2. Ketidakselarasan
2.1.4. Struktur Geologi
2.1.4.1. Kekar/Rekahan
2.1.4.2. Sesar (Fault)
2.1.4.3. Lipatan
2.2. Sifat Mekanik Batuan Formasi
2.2.1. Compressive Strength
2.2.2. Rock Drillibility
2.2.3. Hardness
2.2.4. Abrasiveness
2.2.5. Elastisity
2.2.6.Bailing Tendency
2.2.7. Fracturing
2.3. Sifat Fisik Batuan Reservoir
2.3.1. Porositas
2.3.2. Permeabilitas
2.3.3. Wetabilitas
2.3.4. Saturasi Fulida
2.3.5. Tekanan Kapiler
BAB III. GEOMEKANIK
3.1. Geomekanika Batuan
3.1.1. Stress dan Strain
3.1.1.1. Stress
3.1.1.2. Strain
3.1.2. Poisson’s Ratio
3.1.3. Young’s Modulus
3.1.4. Compressive Strength
3.1.5. Friction Angle
3.1.6. Cohesive Strength
3.2. Mekanika Kegagalan (Failure Mechanics)
3.2.1. Tensile Failure
3.2.2. Shear Failure
3.2.3. Compaction Failure

BAB IV. HOLE BORE STABILITY


4.1. Ketidakstabilan dan Pengeboran
4.1.1. Deskripsi Model Pengeboran
4.1.2. Jenis Hole Bore Stability
4.1.2.1. Mechanical-Inducec Hole Bore Stability
4.1.2.2. Chemical-Induced Borehole Instability
4.3. Ketidakstabilan Berdasarkan Jenis Formasi
4.3.1. Shale Formatioan
4.3.2. Unconsolidated Formation
4.3.3. Fractured Formation
4.3.4. Creeping Formations
4.3. Faktor yang Mempengaruhi Hole Bore Stability
4.3.1. In situ Stress Field
4.3.2. Wellbore Pressure
4.3.3. Fractures and Damages in the Formations
4.3.4. Thermal Effect
4.4. Hole Problem
4.4.1. Problem Shale
4.4.1.1. Jenis-Jenis Shale
4.4.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Shale Problem
4.4.1.3. Penyebab Shale Problem
4.4.2. Pipa Terjepit (Pipe Sticking)
4.4.2.1. Jenis-Jenis Pipe Sticking
4.4.2.2.1. Differential Pipe Sticking
4.4.2.2.2. Mechanical Pipe Sticking
4.4.2.2.3. Key Seat
4.4.3. Hilang Lumpur (Loss)
4.4.3.1. Penyebab Hilang lumpur
4.4.3.1.1. Formasi Pecah
4.4.3.1.2. Formasi Bergoa
4.4.3.1.3. Formasi Kasar
4.4.3.1.4. Formasi Rekah Secara Alamiah
4.4.3.2. Jenis – Jenis Loss Circulation
4.4.3.2.1. Seepage Loss
4.4.3.2.2. Partial Loss
4.4.3.2.3. Complete Loss of Returns
4.4.4. Kick dan Blow Out
4.4.4.1. Penyebab Wellkick
4.4.4.2. Peralatan Deteksi Wellkick
RENCANA DAFTAR PUSTAKA
1. Amyx, J. 1960. “Petroleum Reservoir Engineering”. McGraw-Hill Book
Company, Inc., USA.
2. Kristanto, Deddy. 2010. “Reservoir Engineering: Teori dan Aplikasi”. Jurusan
Teknik Perminyakan UPN “Veteran” Yogyakarta
3. Tiab, D and Donaldson E.E. 2004 “Petrophysic Theory an Practise of
Measuring Reservoir Rock”. Gulf Profesional Publishing
4. Mc Cain and William D. Jr. 1979. “The Properties of Petroleum Fluids” Penn
Well Publishing Company. Tulsa, Oklahoma.
5. Adams, N.J. 1985. “Drilling Engineering”. A Complete Well Planning
Approach Penn Well Publishing Co. Tulsa Oklahoma
6. Rubi Rubiandini. 2012. “Teknik Operasi Pemboran” Institut Teknologi
Bandung
7. Zobac, Mark D. 2007. “Reservoir Geomechanics”. Cambridge University
Press. IK.
8. Guangquan Xu, B. Eng., M. Sc. 2007. “WELLBORE STABILITY IN
GEOMECHANICS”. GEORGE GREEN LIBRARY OF SCIENCE AND
ENGINEERING The University of Nottingham
9. Jean-François. 2011. “GEOMECHANICS APPLIED TO THE PETROLEUM
INDUSTRY”. NAUROY IFP Energies TECHNIP 25 rue Ginoux, 75015
PARIS FRANCE
10. Ir. Kaswir Badu. 2000. “Pipe Sticlking”Jilid. PEM, AKAMIGAS CEPU
11. Ir. Kaswir Badu. 1999. “Mud Loss” PEM, AKAMIGAS CEPU
12. Harisson, J.P. Hudson J.A. 2000. “Engineering Rocks Mechanics.”
Technology and Medicine University of London, UK

Anda mungkin juga menyukai