Anda di halaman 1dari 4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Gel
Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih,
tembus cahaya dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid
mempunyai kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan
pada fase terdispersi (Ansel, 1989). Zat-zat pembentuk gel digunakan sebagai
pengikat dalam granulasi, koloid pelindung dalam suspensi, pengental untuk
sediaan oral dan sebagai basis supositoria. Secara luas sediaan gel banyak
digunakan pada produk obat-obatan, kosmetik dan makanan juga pada
beberapa proses industri. Pada kosmetik yaitu sebagai sediaan untuk
perawatan kulit, sampo, sediaan pewangi dan pasta gigi (Herdiana, 2007).
Makromolekul pada sediaan gel disebarkan keseluruh cairan sampai
tidak terlihat ada batas diantaranya, disebut dengan gel satu fase. Jika masa
gel terdiri dari kelompok-kelompok partikel kecil yang berbeda, maka gel ini
dikelompokkan dalam sistem dua fase (Ansel, 1989). Polimer-polimer yang
biasa digunakan untuk membuat gel-gel farmasetik meliputi gom alam
tragakan, pektin, karagen, agar, asam alginat, serta bahan-bahan sintetis dan
semisintetis seperti metil selulosa, hidroksietilselulosa, karboksimetilselulosa,
dan karbopol yang merupakan polimer vinil sintetis dengan gugus karboksil
yang terionisasi. Gel dibuat dengan proses peleburan, atau diperlukan suatu
prosedur khusus berkenaan dengan sifat mengembang dari gel (Lachman.,
dkk, 1994).
Gel adalah sistem dua komponen berbentuk setengah padat yang
banyak mengandung air. Pada gel yang bersifat polar (berasal dari polimer
alam atau sintetik) dalam konsentrasi rendah (<10%) membentuk matriks tiga
dimensi pada keseluruhan masa hidrofilik. Karena zat pembentuk gel tidak
larut sempurna atau karena membentuk agregat yang dapat membiaskan
cahaya maka sistem ini dapat bersifat jernih atau keruh. Polimer ini terdiri
atas: gom alam, tragakan, karagen, pektin, agar, asam alginat; bahan
semisintetik antara lain metil selulosa, hidroksietil selulosa, CMC; polimer
sintetik antara lain carbopol dan juga digunakan beberapa jenis ”clay”
(Agoes, 1993).
2.2 Klasifikasi gel
Klasifikasi gel didasarkan pada pertimbangan karakteristik dari
masing-masing kedua fase gel dikelompokkan pada gel organik dan
anorganik berdasarkan sifat fase koloidal. Gel organik dibagi menjadi gom
alam (seperti gom arab, karagen, dan gom xantan), dan gom hasil sintesa
(seperti hidroksipropil selulosa dan metilhidroksipropil selulosa). Sifat pelarut
akan menentukan apakah gel merupakan hidrogel (dasar air) atau organogel
(dengan pelarut bukan air). Gel padat dengan konsentrasi pelarut rendah
dikenal sebagai ”xero gel”, sering dihasilkan dengan cara penguapan pelarut,
sehingga menghasilkan kerangka gel (Agoes & Darijanto, 1993).
2.3 Senyawa Pembentuk Gel
Sejumlah polimer digunakan dalam pembentukan struktur berbentuk
jaringan (jala) yang merupakan bagian penting dari sistem gel. Termasuk
dalam kelompok ini adalah: gom alam, turunan selulosa, dan karbomer.
a. Gom alam
Gom yang digunakan sebagai pembentuk gel dapat mencapai
sasaran yang diinginkan dengan cara dispersi sederhana dalam air (misal
tragakan) atau melalui cara interaksi kimia (misal Na.alginat dan kalsium).
Secara keseluruhannya, keberadaan gel disebabkan karena ikatan sambung
silang yang mengikat molekul polisakarida sesamanya, sedangkan sisanya
tersolvasi. Beberapa gom alam yang digunakan sebagai pembentuk gel
antara lain: alginat, karagen, tragakan, pektin, gom xantan, dan gelatin
(Agoes & Darijanto, 1993).
b. Carbomer
Carbomer membentuk gel pada konsentrasi 0,5%. Dalam media air,
yang diperdagangkan dalam bentuk asam, pertama-tama didispersikan
terlebih dahulu. Sesudah udara terperangkap keluar sempurna, gel akan
terbentuk dengan cara netralisasi dengan basa yang sesuai. Pemasukan
muatan negatif sepanjang rantai polimer menyebabkan kumparan lepas
dan berekspansi (Agoes & Darijanto, 1993).
c. Turunan selulosa
Turunan selulosa mudah terurai karena reaksi enzimatik dan karena
itu harus terlindung dari kontak dengan enzim. Sterilisasi dari sistem
dalam air atau penambahan pengawet merupakan cara yang lazim untuk
mencegah penurunan viskositas yang disebabkan karena terjadi
depolimerisasi akibat pengaruh enzim yang dihasilkan oleh mikroba.
Turunan selulosa yang dapat digunakan untuk membentuk gel adalah
metilselulosa, Na CMC, hidroksietilselulosa dan hidroksipropilselulosa
(larut dalam cairan polar organik) (Agoes & Darijanto, 1993).
2.4 Dasar Gel
Dasar gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan gel
hidrofilik.
1. Dasar gel hidrofobik
Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel
anorganik, bila ditambahkan ke dalam fase pendispersi, hanya sedikit
sekali interaksi antara kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan
hidrofobik tidak secara spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan
prosedur yang khusus (Ansel, 1989).
2. Dasar gel hidrofilik
Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul-molekul organik
yang besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase
pendispersi. Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut. Umumnya daya
tarik menarik pada pelarut dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak
adanya daya tarik menarik dari bahan hidrofobik. Sistem koloid hidrofilik
biasanya lebih mudah untuk dibuat dan memiliki stabilitas yang lebih
besar (Ansel, 1989). Gel hidrofilik umummnya mengandung komponen
bahan pengembang, air, humektan dan bahan pengawet (Voigt, 1994).
2.5 Keuntungan Sediaan Gel
Beberapa keuntungan sediaan gel (Voigt, 1994) adalah sebagai
berikut:
 Kemampuan penyebarannya baik pada kulit
 Efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit
 Tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis
 Kemudahan pencuciannya dengan air yang baik
 Pelepasan obatnya baik
Tingginya kandungan air dalam sediaan gel dapat menyebabkan
terjadinya kontaminasi mikrobial, yang secara efektif dapat dihindari dengan
penambahan bahan pengawet. Untuk upaya stabilisasi dari segi mikrobial di
samping penggunaan bahan-bahan pengawet seperti dalam balsam,
khususnya untuk basis ini sangat cocok pemakaian metil dan propil paraben
yang umumnya disatukan dalam bentuk larutan pengawet. Upaya lain yang
diperlukan adalah perlindungan terhadap penguapan yaitu untuk menghindari
masalah pengeringan. Oleh karena itu untuk menyimpannya lebih baik
menggunakan tube. Pengisian ke dalam botol, meskipun telah tertutup baik
tetap tidak menjamin perlindungan yang memuaskan (Voigt, 1994).

Anda mungkin juga menyukai