Anda di halaman 1dari 11

TUGAS RESUME KUSTA

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Epidemiologi Penyakit Menular

DISUSUN OLEH :

Nama : Deva Nindya Larasati

NIM : 6411418093

Kelas : 3B

JURUSAN ILMU KEOLAHRAGAAN

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2019
A. Kusta
Kusta, yang juga dikenal dengan nama lepra atau penyakit Morbus Hansen, adalah penyakit
yang menyerang kulit, sistem saraf perifer, selaput lendir pada saluran pernapasan atas, serta
mata. Kusta bisa menyebabkan luka pada kulit, kerusakan saraf, melemahnya otot, dan mati rasa.
Kusta disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri ini memerlukan waktu 6 bulan
hingga 40 tahun untuk berkembang di dalam tubuh. Tanda dan gejala kusta bisa saja muncul 1
hingga 20 tahun setelah bakteri menginfeksi tubuh penderita.
Lepra termasuk penyakit tertua dalam sejarah, dikenal sejak tahun 1400 sebelum masehi.
Infeksi ini menyerang saraf tepi dan kulit, kemudian saluran pernapasan atas, dan bisa juga
menyerang organ lain kecuali otak.
Jumlah penderita lepra di dunia pada tahun 2007 diperkirakan 2-3 juta orang lebih. Pada
2008, penderita penyakit lepra di Indonesia diperkirakan sebanyak 22.359 atau 0,73 kasus dari
setiap 100.000 penduduk, dengan jumlah kasus baru sebanyak 16.668. Penyakit ini banyak
ditemukan terutama di pulau Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Penemuan kasus baru untuk penyakit kusta di Indonesia tergolong tinggi. Indonesia
menempati uratan ketiga, setelah India dan Brasil, untuk penemuan kasus baru penyakit kusta
pada tahun 2015. Sebenarnya kusta adalah penyakit yang dapat diobati, namun adanya stigma
negatif di masyarakat seringkali menyebabkan munculnya diskriminasi terhadap penderitanya.
Stigma negatif dan diskriminasi ini berakibat kepada penemuan kasus baru dan pengobatan yang
tertunda.
Penyakit ini terdiri dari dua jenis, yaitu kusta kering atau pausi basiler (PB) dan kusta basah
atau multi basiler (MB).

 Kusta kering atau pausi basiler (PB). Penyakit kepra jenis ini ditandai dengan
kemunculan sekitar 1-5 bercak putih di kulit. Bercak putih yang muncul tampak mirip
sekali dengan panu.
 Kusta basah atau multi basiler (MB). Gejala penyakit ini yang paling ketara adalah
munculnya bercak kemerahan dan disertai penebalan pada kulit yang mirip dengan kadas.
Bercak kemerahan ini bisa muncul dan menyebar lebih dari lima buah.

Kusta merupakan salah satu penyakit yang ditakuti karena dapat menyebabkan kecacatan,
mutilasi (misalnya terputusnya salah satu anggota gerak seperti jari), ulserasi (luka borok), dan
lainnya. Infeksi kulit ini disebabkan karena adanya kerusakan saraf besar di daerah wajah,
anggota gerak, dan motorik; diikuti dengan rasa baal yang disertai kelumpuhan otot dan
pengecilan massa otot.

B. Gejala penyakit kusta, di antaranya adalah:


Gejala dan tanda kusta tidak nampak jelas dan berjalan sangat lambat. Bahkan, gejala kusta
bisa muncul 20 tahun setelah bakteri berkembang biak dalam tubuh penderita. Beberapa di
antaranya adalah:

 Mati rasa, baik sensasi terhadap perubahan suhu, sentuhan, tekanan ataupun rasa sakit.
 Muncul lesi pucat dan menebal pada kulit.
 Muncul luka tapi tidak terasa sakit.
 Pembesaran saraf yang biasanya terjadi di siku dan lutut.
 Kelemahan otot sampai kelumpuhan, terutama otot kaki dan tangan.
 Kehilangan alis dan bulu mata.
 Mata menjadi kering dan jarang mengedip, serta dapat menimbulkan kebutaan.
 Hilangnya jari jemari.
 Kerusakan pada hidung yang dapat menimbulkan mimisan, hidung tersumbat, atau
kehilangan tulang hidung.

Berdasarkan tingkat keparahan gejala, kusta dikelompokkan menjadi enam jenis, yaitu:

 Intermediate leprosy. Jenis kusta ini ditandai dengan beberapa lesi datar yang kadang
sembuh dengan sendirinya, namun dapat berkembang menjadi jenis kusta yang lebih
parah.
 Tuberculoid leprosy. Jenis kusta ini ditandai dengan beberapa lesi datar yang di
antaranya berukuran besar dan mati rasa. Selain itu, beberapa saraf juga dapat
terkena. Tuberculoid leprosy dapat sembuh dengan sendirinya, namun bisa berlangsung
cukup lama atau bahkan berkembang menjadi jenis kusta yang lebih parah.
 Borderline tuberculoid leprosy. Lesi yang muncul pada kusta jenis ini serupa dengan lesi
yang ada pada tuberculoid leprosy, namun berukuran lebih kecil dan lebih banyak. Kusta
jenis borderline tuberculoid leprosy dapat bertahan lama atau berubah menjadi
jenis tuberculoid, bahkan berisiko menjadi jenis kusta yang lebih parah lagi. Pembesaran
saraf yang terjadi pada jenis ini hanya minimal.
 Mid-borderline leprosy. Jenis kusta ini ditandai dengan plak kemerahan, kadar mati rasa
sedang, serta membengkaknya kelenjar getah bening. Mid-borderline leprosy dapat
sembuh, bertahan, atau berkembang menjadi jenis kusta yang lebih parah.
 Borderline lepromatous leprosy. Jenis kusta ini ditandai dengan lesi yang berjumlah
banyak (termasuk lesi datar), benjolan, plak, nodul, dan terkadang mati rasa. Sama
seperti mid-borderline leprosy, borderline lepromatous leprosy dapat sembuh, bertahan,
atau berkembang menjadi jenis kusta yang lebih parah.
 Lepromatous leprosy. Ini merupakan jenis kusta paling parah yang ditandai dengan lesi
yang mengandung bakteri dan berjumlah banyak, rambut rontok, gangguan saraf, anggota
badan melemah, serta tubuh yang berubah bentuk. Kerusakan yang terjadi
pada lepromatous leprosy tidak dapat kembali seperti semula.

C. Penyebab dan Faktor Risiko Kusta


Kusta disebakan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri ini tumbuh pesat pada bagian
tubuh yang bersuhu lebih dingin seperti tangan, wajah, kaki, dan lutut. M. leprae termasuk jenis
bakteri yang hanya bisa berkembang di dalam beberapa sel manusia dan hewan tertentu.
Sebelum ditemukan pada tahun 1873 bahwa kusta disebabkan oleh kuman, penyakit ini sangat
erat dengan stigma negatif, yaitu suatu hukuman atau kutukan yang diberikan kepada penderita
karena dosa atau kesalahan yang diperbuat oleh orang tersebut. Dampak stigma tersebut
berlanjut hingga saat ini, sehingga penderita seringkali mengalami diskriminasi dan dikucilkan
dari kehidupan sosial.
Cara penularan kusta adalah sebagai berikut :

1. Bakteri masuk ke dalam tubuh

Mula-mula bakteri penyebab kusta akan masuk ke dalam hidung dan kemudian organ
pernapasan manusia. Setelah itu, bakteri akan berpindah ke jaringan saraf dan masuk ke
dalam sel-sel saraf. Karena bakteri penyebab penyakit kusta suka dengan tempat yang
bersuhu dingin, maka bakteri akan masuk ke sel saraf tepi dan sel saraf kulit yang memiliki
suhu yang lebih dingin, misalnya saja di sekitar selangkangan atau kulit kepala.

Kemudian bakteri penyebab kusta akan menjadikan sel saraf sebagai ‘rumah’ dan mulai
berkembang biak di dalamnya. Bakteri ini memerlukan waktu 12-14 hari untuk membelah
diri menjadi dua. Biasanya sampai di tahap ini, seseorang yang terinfeksi belum
memunculkan gejala kusta secara kasat mata.

2. Sistem kekebalan tubuh pun bereaksi

Seiring berjalannya waktu, bakteri penyebab penyakit kusta akan berkembang semakin
banyak. Secara otomatis, sistem imun secara alami memperkuat pertahannya. Sel-sel darah
putih yang menjadi pasukan pelindung utama tubuh pun diproduksi semakin banyak untuk
menyerang bakteri penyebab penyakit kusta.

Saat sistem kekebalan tubuh sudah menyerang bakteri, barulah timbul gejala kusta yang
dapat dilihat pada tubuh, seperti munculnya bercak-bercak putih pada kulit. Pada tahap ini,
gejala kusta seperti mati rasa sudah mulai muncul. Jika gejala kusta yang satu ini tidak
segera ditangani, maka bakteri dengan cepat akan menimbulkan berbagai gangguan lain di
tubuh.

Perlu ditekankan bahwa kusta adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri dan
seseorang tidak akan tertular kusta hanya karena bersalaman dengan penderita, duduk
bersebelahan dengan penderita, duduk bersama di meja makan, atau bahkan berhubungan
seksual dengan penderita. Kusta juga tidak ditularkan dari ibu ke janin.
Ada beberapa faktor-faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang untuk menderita
penyakit ini. Beberapa faktor risiko tersebut di antaranya adalah:

 Melakukan kontak fisik dengan hewan penyebar bakteri kusta tanpa sarung tangan.
Hewan perantara tersebut di antaranya adalah armadillo dan simpanse.
 Bertempat tinggal di kawasan endemik kusta.
 Memiliki kelainan genetik yang berakibat terhadap sistem kekebalan tubuh.
C. Etiologi Penyakit Kusta

Klasifikasi Ilmiah

 Kerajaan : Bacteria
 Filum : Actinobacteria
 Ordo : Actinomycetales
 Subordo : Corynebacterineae
 Famili : Mycobacteriaceae
 Genus : Mycobacterium
 Spesies : M.Leprae

Kusta merupakan penyakit yang disebabkan oleh mycobacterium leprae. Penyakit kusta telah
menyerang manusia sepanjang sejarah. Banyak para ahli percaya bahwa tulisan pertama tentang
kusta muncul dalam sebuah dokumen Papirus Mesir distulis sekitar tahun 1550 SM. Sekitan
tahun 600 SM, ditemukan sebuah tulisan berbahasa india menggambarkan penyakit menyerupai
kusta. Di Eropa, kusta pertama kali muncul dalam catatan Yunan Kuno setelah tentara Alexander
Agung kembali ke India. Kemudian di Roma pada 62 SM bertepatan dengan kembalinya
pasukan Pompei dari Asia kecil.
Pada tahun 1973, Dr Gerhard Armauer Henrik Hanen dari Norwegia adalah orang
pertama yang mengidentifikasikan kuman yang menyebabkan penyakit kusta di bawah
mikroskop. Penemuan Mycrobacterium Leprae membuktikan bahwa kusta disebabkan oleh
kuman . dan dengan demikian tidak turun menurun, dari kutukan atau dari dosa.
Penyakit kusta disebut dengan penyakit Hansen bukan hanya untuk menghargai
penemunya, tetapi juga mengganti kata leprosy yang memiliki makna negatif. Hal tersebut
bertujuan untuk mengurangi stigma sosial yang seharusnya tidak dialami oleh seseorang yang
mengidap kusta.
Di beberapa daerah, seorang pengidap kusta masih dikucilkan, atau dipisahkan dari masyarakat.
Padahal, seharusnya tindakan ini tidak perlu dilakukan. Selain itu, beberapa kelompok orang
yang mengidap penyakit kusta masih ditemukan di beberapa negara, seperti India, Indonesia, dan
Vietnam.
D. Epidemiologi Kusta

Di seluruh dunia, dua hingga tiga juta orang diperkirakan menderita kusta. India adalah negara
dengan jumlah penderita terbesar, diikuti oleh Brasil dan Myanmar. Tetapi untuk kasus kusta baru,
Indonesia menduduki posisi nomor-3 dengan 16.825 kasus dan angka kecacatan 6,82 orang per
sejuta penduduk. Kasus kusta baru tertinggi terdapat di India dengan 134.752 kasus, kemudian
diikuti oleh Brazil dengan 33.303 kasus.
Pada 1999, insidensi penyakit kusta di dunia diperkirakan 640.000, pada 2000, 738.284 kasus
ditemukan. Pada 1999, 108 kasus terjadi di Amerika Serikat. Pada 2000, WHO membuat daftar 91
negara yang endemik kusta. 70% kasus dunia terdapat di India, Myanmar, dan Nepal. Pada 2002,
763.917 kasus ditemukan di seluruh dunia, dan menurut WHO pada tahun itu, 90% kasus kusta
dunia terdapat di Brasil, Madagaskar, Mozambik, Tanzania dan Nepal.
Kelompok yang berisiko tinggi terkena kusta adalah yang tinggal di daerah endemik dengan
kondisi yang buruk seperti tempat tidur yang tidak memadai, air yang tidak bersih, asupan gizi yang
buruk, dan adanya penyertaan penyakit lain seperti HIV yang dapat menekan sistem imun. Pria
memiliki tingkat terkena kusta dua kali lebih tinggi dari wanita.
Sebagaimana yang dlaporkan oleh WHO pada 115 negara dan teritori pada 2006 dan
diterbitkan di Weekly Epidemiological Record, prevalensi terdaftar kusta pada awal tahun 2006
adalah 219.826 kasus. Penemuan kasus baru pada tahun sebelumnya adalah 296.499 kasus.
Alasan jumlah penemuan tahunan lebih tinggi dari prevalensi akhir tahun dijelaskan dengan adanya
fakta bahwa proporsi kasus baru yang terapinya selesai pada tahun yang sama sehingga tidak lagi
dimasukkan ke prevalensi terdaftar. Penemuan secara globa terhadap kasus baru menunjukkan
penurunan.

E. Faktor Timbulnya Penyakit Kusta

Timbulnya penyakit kusta bagi seseorang tidak mudah dan tidak perlu ditakuti tergantung
dari beberapa faktor antara lain:

1. Faktor kuman kusta

Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa kuman kusta yang masih utuh (solid) bentuknya,
lebih besar kemungkinan menyebabkan penularan daripada kuman yang tidak utuh
lagi. Mycobacterium leprae bersifat tahan asam, berbentuk batang dengan panjang 1-8
mikron dan lebar 0,2-0,5 mikron, biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu,
hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin. Kuman kusta dapat hidup di luar
tubuh manusia antara 1 sampai 9 hari tergantung suhu atau cuaca dan diketahui hanya kuman
kusta yang utuh (solid) saja dapat menimbulkan penularan (Depkes RI, 2002).
2. Faktor imunitas

Sebagian manusia kebal terhadap penyakit kusta (95%). Dari hasil penelitian menunjukan
bahwa dari 100 orang yang terpapar, 95 orang yang tidak menjadi sakit, 3 orang sembuh
sendiri tanpa obat dan 2 orang menjadi sakit. Hal ini belum lagi mempertimbangkan
pengaruh pengobatan (Depkes RI, 2002).

3. Keadaan lingkungan

Keadaan rumah yang berjejal yang biasanya berkaitan dengan kemiskinan, merupakan
faktor penyebab tingginya angka kusta. Sebaliknya dengan meningkatnya taraf hidup dan
perbaikan imunitas merupakan faktor utama mencegah munculnya kusta.

4. Faktor umur

Penyakit kusta jarang ditemukan pada bayi. Risiko penyakit ini meningkat sesuai umur
dengan puncak pada umur 10 sampai 20 tahun dan kemudian menurun. Prevalensinya juga
meningkat sesuai dengan umur dengan puncak umur 30 sampai 50 tahun dan kemudian
secara perlahan-lahan menurun.

5. Faktor jenis kelamin

Insiden maupun prevalensi pada laki-laki lebih banyak dari pada wanita, kecuali di
Afrika dimana wanita lebih banyak dari pada laki-laki. Faktor fisiologis seperti pubertas,
monopause, kehamilan, infeksi dan malnutrisi akan mengakibatkan perubahan klinis
penyakit kusta.

F. Jenis Cacat Akibat Kusta

Berdasarkan Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit Kusta yang dikeluarkan


oleh Kementerian Kesehatan Nasional, cacat akibat penyakit ini terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Cacat primer

Cacat primer adalah jenis cacat yang disebabkan langsung oleh infeksi bakteri M.
leprae dalam tubuh. Cacat jenis ini menyebabkan penderitanya mengalami mata rasa, kulit
kering dan bersisik serta claw hand alias tangan dan jari-jari membengkok.
Pada cacat primer, kemunculan bercak kulit yang mirip panu biasanya terjadi secara
cepat dalam waktu yang relatif singkat. Bercak ini lama-lama menjadi meradang, membengkak,
dan disertai dengan gejala demam. Selain itu, bisul yang muncul sebagai salah satu tanda dari
gejala lepra bisa pecah dan berkembang menjadi borok. Kelemahan otot dan sensasi kulit mati
rasa (kebas/ baal) biasanya terjadi dalam kurun waktu enam bulan terakhir semenjak paparan
infeksi awal.

Bila Anda mengalami gejala-gejala di atas, segera periksa ke dokter untuk mendapatkan
perawatan terbaik.

2. Cacat sekunder

Cacat sekunder adalah perkembangan dari cacat primer, terutama yang diakibatkan
oleh kerusakan saraf. Kerusakan saraf ini dapat menyebabkan bisul ulkus (luka terbuka di kulit
alias borok) dan keterbatasan gerak sendi. Hal ini terjadi sebagai akibat kerusakan fungsional
pada persendian dan jaringan lunak di sekitar area yang terinfeksi.

Kecacatan pada tahap ini terjadi melalui dua proses, yaitu:

 Adanya aliran langsung bakteri M.leprae ke susunan saraf tepi dan organ tertentu
 Melalui reaksi lepra

Jika bakteri sudah masuk ke dalam saraf, maka fungsi saraf lambat laun akan berkurang
bahkan hilang. Secara umum, saraf berfungsi sebagai sensorik, motorik, dan otonom. Kelainan
yang terjadi akibat infeksi kulit satu ini bisa menimbulkan gangguan pada masing-masing saraf
atau kombinasi di antara ketiganya. Berikut beberapa gangguan atau kelainan pada masing-
masing saraf akibat penyakit lepra:

 Gangguan saraf motorik. Saraf motorik berfungsi memberikan kekuatan pada otot.
Gangguan atau kelainan pada saraf motorik bisa berupa kelumpuhan pada tangan dan
kaki, jari-jari tangan maupun kaki membengkok, serta mata tidak bisa berkedip. Jika
infeksi terjadi pada bagian mata, maka penderita bisa mengalami kebutaan.
 Gangguan saraf sensorik. Saraf fungsi sensorik bertugas untuk memberi sensasi dalam
meraba, merasakan nyeri, dan merasakan suhu. Gangguan pada saraf sensorik dapat
mengakibatkan tangan dan kaki mati rasa serta refleks kedip berkurang.
 Gangguan saraf otonom. Saraf otonom bertanggung jawab atas kelenjar keringat dan
minyak di dalam tubuh. Gangguan pada bagian saraf ini mengakibatkan kekeringan dan
keretakan pada kulit akibat adanya kerusakan pada kelenjar minyak dan aliran darah.

G. Tingkat Keparahan Cacat Kusta

Selain dibedakan berdasarkan jenisnya, penyakit ini juga bisa dibedakan dari tingkat keparahan
cacat yang terjadi. Tiap organ yang terpengaruh infeksi penyakit ini (umumnya mata, tangan,
dan kaki) ada tingkat cacatnya tersendiri.

Adapun tingkat cacat penyakit lepra menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) yaitu:
Tingkat 0. Pada tingkat ini organ seperti mata, tangan, dan kaki masih berfungsi secara normal
karena belum/ tidak mengalami kelainan apa pun.

Tingkat 1. Kerusakan pada kornea mata umumnya sudah terjadi. Umumnya sudah terjadi
gangguan ketajaman penglihatan tetapi tidak dalam tahap yang parah. Penderita masih dapat
melihat sesuatu dari jarak 6 meter. Kelemahan otot dan mati rasa pada tangan dan kaki sudah
mulai terasa.

Tingkat 2. Pada tingkat ini kelopak mata tidak dapat menutup dengan sempurna. Penglihatan
sudah sangat terganggu karena biasanya pasien dengan tingkatan ini tidak lagi mampu melihat
sesuatu dari jarak 6 meter atau lebih. Kemudian terjadi juga kecacatan pada tangan dan kaki
seperti luka terbuka dan jari membengkok permanen.

H. Diagnosis Kusta

Hal pertama yang bisa dilakukan dokter untuk mendiagnosis penyakit ini adalah dengan
menanyakan seputar riwayat medis Anda dan mengecek kondisi kesehatan Anda secara
menyeluruh. Pemeriksaan fisik maupun laboratorium juga diperlukan untuk memantabkan
diagnosis.

Jika dari hasil pemeriksaan dokter menemukan bahwa Anda memiliki kelainan kulit yang
mencurigakan, beliau mungkin akan mengambil sejumlah sampel kecil kulit yang tidak normal
dan mengirimkannya ke laboratorium untuk diperiksa. Prosedur ini disebut biopsi kulit.

Pada kusta pausibasiler, tidak ada bakteri yang akan terdeteksi. Sebaliknya, bakteri
mungkin akan ditemukan di tes hapusan kulit dari orang dengan kusta multibasiler.

Berikut beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan:

 Pemeriksaan bakterioskopik dibuat dari kerokan jaringan kulit di beberapa tempat, diperiksa
di bawah mikroskop untuk melihat adanya bakteri M. Lepra.
 Pemeriksaan histopatologis bertujuan untuk melihat perubahan jaringan dikarenakan
infeksi.
 Pemeriksaan serologis didasarkan atas terbentuknya antibodi pada tubuh seseorang akibat
infeksi.

Untuk dapat menegakkan diagnosis, dokter biasanya mencari 3 tanda utama (cardinal signs)
dari lepra: kelainan kulit yang mati rasa, penebalan saraf tepi, dan hasil pemeriksaan
bakterioskopik yang hasilnya positif.

I. Pencegahan Kusta

Menurut teori Leavell dan Clark (1956) ada 5 langkah pencegahan kusta:
 Promosi kesehatan, berupa edukasi mengenai kusta.
 Perlindungan khusus, contohnya imunisasi BCG.
 Diagnosis dini dan pengobatan segera. Menggunakan metode Multi DrugTheraphy
(penggabungan dapson, klofazimin, dan rifampisin sekaligus untuk mengobati
kusta. Guna mencegah kekebalan/resistensi bakteri seperti yang sebelumnya
terjadi, masing-masing obat tidak boleh digunakan secara tunggal)
 Pembatasan cacat.
 Rehabilitasi

Banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegah. Membangun perekonomian bangsa salah
satunya, ditambah perlindungan hukum dan perlindungan hak asasi pengidap kusta harus
diperjuangkan.

Ada pula strategi WHO dalam eliminasi kusta :

a. Memastikan akses dan tidak terganggunya pelayanan MDT yang tersedia untuk penderita
dengan pengantaran obat ke pasien atau pasien bisa mengambil di tempat pelayanan
kesehatan.
b. Memberikan pelaporan untuk mendapatkan pengobatan segera dengan mempromosikan
tingkat kesadaran komunitas dan presepsi tentang kusta.
c. Memantau pelayanan MDT, kualitan pelayanan pasien dan menciptakan progress dari
penyakit
d. Kesinambungan dan komitmen oleh program nasional dengan terus dukungan secara
nasional maupun internasional. Menaikan pemberdayaan mantan pengidap kusta, bersama-
sama membuat mereka lebih mengambil peran pada lingkungannya akan membawa dunia
tanpa kusta.

J. Pencegahan Kusta

K. Pengobatan Kusta

Guna mengatasi penyakit lepra, dokter biasanya akan melakukan terapi obat multiple (multi-
drug therapy/MDT) yang membutuhkan waktu dari 6 bulan sampai 2 tahun, atau bahkan
terkadang lebih lama. Terapi ini diyakini efektif untuk memperpendek masa pengobatan,
memutuskan rantai penularan lepra, serta mencegah komplikasi yang serius.

Beberapa obat-obatan yang sering diresepkan dokter dalam melakukan terapi MDT di antaranya:

Rifampicin

Rifampicin adalah antibiotik yang bekerja menghambat pertumbuhan bakteri kusta di


dalam tubuh. Obat ini berbentuk kapsul dan dikonsumsi secara oral, alias melalui mulut.
Minumlah obat ini dengan segelas air putih 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan.
Meski terbilang efektif mengobati kusta, obat ini juga memiliki sejumlah efek samping
seperti perubahan warna urin menjadi merah, sakit perut, demam, dan menggigil. Efek samping
obat ini umumnya bersifat sementara dan dapat hilang sendiri tanpa pengobatan lainnya.

Clofazimine

Clofazimine juga merupakan obat yang umum digunakan untuk mengatasi penyakit
lepra. Dokter mungkin akan meresepkan obat ini dengan obat lain seperti kortison untuk
mengobati luka dari penyakit lepra. Obat ini bisa diminum bersamaan dengan makanan atau
susu.

Minumlah obat sesuai dengan resep dokter. Jangan mengonsumsi obat ini terlalu sedikit
ataupu berlebihan karena hal tersebut mungkin bisa memperparah kondisi Anda. Beberapa efek
samping yang mungkin terjadi setelah minum obat ini di antaranya, perubahan warna feses dan
urin, produksi belek (kotoran mata) dan air mata berlebih, serta berkeringat terus-terusan.

Dapsone

Dapsone adalah antibiotik golongan sulfona. Antibiotik ini bekerja dengan cara
mengurangi peradangan (inflamasi) dan menghentikan pertumbuhan bakteri penyebab
lepra. Anda bisa mengonsumsi obat ini dengan/atau tanpa makan.

Biasanya, obat ini diminum sehari sekali atau sesuai yang diresepkan dokter. Gunakan
obat ini secara teratur dan usahakan pada jam yang sama agar mendapatkan manfaat yang
optimal. Mual, muntah, telinga berdengung, sakit kepala, penglihatan kabur merupakan beberapa
efek samping obat Dapsone yang paling sering dikeluhkan orang.

Anda mungkin juga menyukai