PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak tunarungu merupakan salah satu klasifikasi dari anak yang
dikategorikan luar biasa yang mempunyai kelainan dalam pendengarannya
sehingga memberikan dampak negatif bagi perkembangannya, terutama
dalam kemampuan berbicara dan berbahasa. Namun demikian, mereka
mempunyai hak yang sama sebagaimana warga negara lainnya dalam
memperoleh layanan pendidikan untuk mengembangkan potensinya
seoptimal mungkin.
Perkembangan layanan pendidikan bagi anak tunarungu dewasa ini sudah
mulai menunjukan kemajuan. Hal itu ditunjukkan dengan adanya anak
tunarungu yang belajar di sekolah biasa. Namun, mereka belum memperoleh
layanan yang memadai karena para guru biasa umumnya tidak dibekali
dengan keilmuan tentang siapa dan bagaimana layanan pendidikan bagi anak
tunarungu.
Untuk menjamin bahwa anak tunarungu yang berada di sekolah biasa,
termasuk di SD biasa mendapat layanan pendidikan yang sesuai dengan
karakteristiknya maka para guru seyogianya mempunyai wawasan tentang
karakteristik dan kebutuhan pendidikan anak tunarungu.
B. Rumusan masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan anak tunarungu dan bagaimana karakteristiknya?
2. Apa penyebab terjadinya ketunarunguan dan upaya apa yang dapat dilakukan
untuk mencegah ketunarunguan tersebut?
3. Bagaimana klasifikasi tunarungu?
4. Bagaiman layanan bimbingan yang dapat diberikan pada penderita tunarungu
dan assesmen seperti apa yang cocok bagi penderita tunarungu?
Karena kondisi yang dialami oleh anak tunarungu sulit untuk mencapai
kematangan oleh karenanya tidak jarang lingkungan memperlakukan mereka
dengan tidak wajar. Hal ini akan menyebabkan mereka cenderung memiliki
rasa curiga pada lingkungan, memiliki perasaan tidak aman dan memiliki
kepribadian yang tertutup, kurang percaya diri, menafsirkan sesuatu secara
negatif, memiliki perasaan rendah diri dan merasa disingkirkan, kurang
mampu mengontrol diri dan cenderung mementingkan diri sendiri.
C. Penyebab Ketunarunguan
Banyak faktor yang menyebakan seseorang mengalami ketunarunguan,
sebagaimana diungkapkan dalam buku petunjuk praktis penyelenggaraan
Sekolah Luara Biasa bagian B atau tuna rungu, Depdikbud (1985: 23)
mengemukakan bahwa :
1. Sebelum anak dilahirkan atau masih dalam kandungan (masa prenatal)
2. Pada waktu proses kelahiran dan baru dilahirkan (neo natal).
3. Sesudah anak dilahirkan (post natal).
Penyebab ketuna runguan tersebut dijabarkan sebagai berikut :
1. Masa Prenatal
Pada masa prenatal pendengaran anak menjadi tuna rungu disebakan
oleh:
E. Klasifikasi Ketunarunguan
Menurut Hallahan dan Kauffman klasifikasi ketunarunguan berdasarkan
tingkat kehilangan pendengaran di bagi kedalam dua kelompok besar yaitu
tuli (deaf) dan kurang dengar (hard of hearing). Klasifikasi lain
dikemukakan oleh Streng yang dikutip Somad dan Hernawati ( 1997 : 28-31 )
sebagai berikut:
1. Mild Loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 20-30 dB
yang memiliki ciri- ciri :
a. Sukar mendengar percakapan yang lemah.
b. Menuntut sedikit perhatian khusus dari sistem sekolah
tentang kesulitannya.
c. Perlu latihan membaca ujaran dan perlu diperhatikan
perkembangan penguasaan perbendaharaan kata.
2. Marginal Loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 20-30 dB yang
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Mengerti percakapan biasa pada jarak satu meter.
b. Mereka sulit menangkap percakapan dengan pendengaran pada jarak normal
dan kadang-kadang mereka mendapat kesulitan dan menangkap
percakapan kelompok.
c. Mereka akan sedikit mengalami kelainan bicara dan perbendaharaan kata
yang terbatas.
d. Kebutuhan dalam program pendidikan antara lain belajar membaca,
penggunaan alat bantu dengar, latihan bicara, latihan artikulasi dan perhatian
dalam perkembangan perbendaharaan kata.
3. Moderat loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 40-60 dB
yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Mereka mengerti percakapan keras pada jarak satu meter.
b. Perbendaharaan kata terbatas
4. Severa loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 60-70 dB. Memiliki
ciri-ciri :
Mereka masih biasa mendengar suara keras dari jarak yang dekat misalnya
klakson mobil dan lolongan anjing. Mereka diajar dalam suatu kelas khusus
untuk anak-anak tunarungu. Diperlukan latihan membaca ujaran dan
pelajaran yang dapat mengembangkan bahasa dan bicara dari guru kelas
khusus.
5. Profound loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 75 dB keatas.
Memiliki ciri :
Mendengar suara yang keras pada jarak 1 inci (2,24 cm) atau sama sekali
tidak mendengar walaupun menggunakan alat bantu dengar.
4) komunikasi total
dengan komunikasi total setiap anak tunarungu memiliki kesempatan
mengembangkan setiap sisa pendengarannya dengan alat bantu dengar dan
atau sistem terpercaya untuk memperbesar kemampuan mendengarnya ( high
fidality group amplification system ) ( Denton, 1970, hlm.3 )
d. strategi dan media pembelajaran
1) strategi pembelajaran
strategi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran anak tunarungu, yaitu
meliputi:
Strategi individualisasi
Merupaka strategi pembelajaran dengan mempergunakan suatu program
yang disesuaikan dengan perbedaan individu, baik karakteristik, kebutuhan
maupun kemampuannya secara perorangan.
Strategi kooperatif
Merupakan strategi pembelajaran yang menekankan unsur gotong royong
atau saling membantu satu sama lain dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Strategi modifikasi perilaku
Strategi ini bertujuan untuk mengubah perilku siswa ke arah yang lebih
positif melalui conditioning ( pengondisian ) dan membantunya agar lebih
produktif sehingga menjadi individu yang mandiri.
2) Media pembelajaran
Media yang digunakan dalam pembelajaran bagi anak tunarungu, lebih
menekankan pada media yang bersifat visual. Bagi anak tunarungu yang
tergolong kurang dengar, dapat digunakan pula media audio dan audiovisual,
tetapi keterserapan pada unsur audionya terbatas.
http://husadaindah.wordpress.com/2012/03/15/makalah-tunarungu-i