Anda di halaman 1dari 17

Laporan Praktikum Hari / tanggal : Senin, 28 Februari 2011

M. K. Evaluasi Nilai Gizi Tempat : Lab ENG lt. II

PENGUKURAN INDEKS GLIKEMIK

Oleh :
Kelompok 3B
Ade Yuliani I14080012
Dian Rizki Eka Rizal I14080060
Trikorian Ade Sanjaya I14080093
Ika Meilati I14080120

Asisten :
Faiz Nur Hanum
Zahra Juwita

Penanggung Jawab Praktikum :


Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS

MAYOR ILMU GIZI


DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Situasi kesehatan manusia belakangan ini semakin memburuk.
Disebabkan oleh beberapa faktor dan diantaranya yang paling penting adalah
semakin buruknya pola konsumsi makan seseorang. Seseorang tidak lagi
memperdulikan apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh tubuh, tetapi hanya
memikirkan apa yang ingin mereka makan saja.
Berbagai cara belakangan ini dilakukan oleh produsen makanan dan
pihak kesehatan untuk menekan laju pertumbuhan kesehatan yang buruk ini.
Salah satunya dengan menghitung kadar indeks glikemik suatu bahan pangan.
Indeks Glikemik adalah angka yang menunjukkan potensi peningkatan
glukosa darah dari karbohidrat yang tersedia pada suatu pangan atau secara
sederhana dapat dikatakan sebagai tingkatan atau rangking pangan menurut
efeknya terhadap kadar glukosa darah ( Powell 2002).
Makanan yang memiliki IG yang tinggi berarti makanan tersebut
meninggikan gula darah dalam waktu yang lebih cepat, lebih fluktuatif, lebih
tinggi, dari makanan yang memiliki IG yang rendah. Perlu diketahui bahwa
naiknya gula darah atau glukosa darah hanya disebabkan oleh zat karbohidrat
saja sementara protein dan lemak tidak meninggikan glukosa darah setelah
konsumsi. Jadi indeks glikemik ini paling penting untuk memilih makanan yang
mengandung banyak karbohidrat sebagai sumber tenaga (Sarwono 2003).
Makanan yang sangat kurang atau tidak mengandung karbohidrat tidak
memiliki nilai IG seperti ikan, daging, telur, alpukat, minyak goreng, margarine
dan lain-lain. Badan Kesehatan Dunia WHO bersama dengan FAO
menganjurkan konsumsi makanan dengan IG rendah untuk mencegah penyakit-
penyakit degeneratif yang terkait dengan pola makan seperti penyakit jantung,
diabetes, dan obesitas. Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi IG pada
pangan antara lain cara pengolahan, perbandingan amilosa dan amilopektin,
tingkat keasaman dan daya osmotik, kadar serat, kadar lemak dan protein,
serata kadar zat anti gizi- pangan ( Rimbawan & Siagan 2004).
Pada Praktikum ini akan dihitung kadar indeks glikemik beberapa bahan
pangan, agar dapat diketahui bahan pangan mana yang memiliki indeks glikemik
rendah dan tinggi. Sehingga masyarakat dapat mengkonsumsinya sesuai
dengan kebutuhan mereka.
Tujuan
Praktikum pengukuran indeks glikemik bertujuan untuk mengetahui
indeks glikemik dari beberapa jenis bahan pangan yang akan diujikan.
TINJAUAN PUSTAKA

Indeks Glikemik
Indeks glikemik (IG) adalah tingkatan pangan menurut efeknya terhadap
gula darah. Pangan yang menaikkan kadar gula darah dengan cepat memiliki IG
tinggi. Sebaliknya, pangan yang menaikkan kadar gula darah dengan lambat
memiliki IG rendah. Indeks glikemik bahan pangan dipengaruhi oleh kadar
amilosa, protein, lemak, serat, dan daya cerna pati. Daya cerna pati merupakan
kemampuan pati untuk dapat dicerna dan diserap dalam tubuh. Karbohidrat yang
lambat diserap menghasilkan kadar glukosa darah yang rendah dan berpotensi
mengendalikan kadar glukosa darah.
Produk Nilai indeks glikemik Golongan IG
Jagung * 59 Sedang
Tepung jagung * 68 Sedang
Beras * 69 Sedang
Gandum * 30 Rendah
Semolina * 55 Sedang
Mi jagung varietas Srikandi putih ** 57 Sedang
Mi instan (dari gandum) * 47 Rendah
Mi kacang hijau * 26 Rendah
Mi atau pasta beras * 61 Sedang
Mi sagu *** 28 Rendah
Spageti (dari semolina) * 59 Sedang

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Indeks Glikemik


Para ahli telah mempelajari faktor-faktor penyebab perbedaan IG antara
pangan yang satu dengan lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu cara
pengolahan (tingkat gelatinisasi pati dan ukuran partikel), perbandingan amilosa
dan amilopektin, gizi pangan.
a. Proses Pengolahan
Dewasa ini teknik pengolahan pangan menjadikan pangan tersedia dalam
bentuk, ukuran dan rasa yang lebih enak. Proses penggilingan menyebabkan
struktur pangan menjadi halus sehingga pangan tersebut mudah dicerna dan
diserap. Pangan yang mudah cerna dan diserap menaikan kadar gula darah
dengan cepat.
Penumpukan dan penggilingan biji-bijian memperkecil ukuran partikel
sehingga mudah menyerap air menurut Liljeberg dalam buku Indeks Glikemik
Pangan, makin kecil ukuran partikel maka IG pangan makin tinggi. Butiran utuh
serealia, seperti gandum menghasilkan glukosa dan insulin yang rendah. Namun
ketika biji-bijian digiling sebelum direbus, respon glokusa dan insulin mengalami
peningkatan yang bermakna (Rimbawan dan Siagian 2004).
b. Kadar Amilosa dan Amilopektin
Amilosa adalah polimer gula sederhana yang tidak bercabang. Struktur
yang tidak bercabang ini membuat amilosa terikat lebih kuat sehingga sulit
tergelatinisasi akibatnya mudah cerna.Sementara Amilopektin-polimer gula
sederhana memiliki ukuran molekul lebih besar dan lebih terbuka sehingga
mudah tergelatinisasi akibatnya mudah cerna.
Penelitian terhadap pangan yang memiliki kadar amilosa dan amilopektin
berbeda menunjukkan bahwa kadar glukosa darah dan respon insulin lebih
rendah setelah mengkonsumsi pangan berkadar amilosa tinggi daripada pangan
berkadar amilopektin tinggi. Sebaliknya bila kadar amilopektin pangan lebih tinggi
daripada amilosa,respon gula darah lebih tinggi (Rimbawan dan Siagian 2004).
c. Kadar Gula dan Daya Osmotik Pangan
Pengaruh gula secara alami terdapat didalam pangan dalam berbagai
porsi terhadap respon gula darah sangat sulit diprediksi. Hal ini dikarenakan
pengosongan lambung diperlambat oleh peningkatan konsumsi gula apapun
strukturnya (Sarwono 2002).
d. Kadar Serat Pangan
Menurut Miller dalam buku Indeks Glikemik Pangan, Pengaruh serat pada
IG pangan tergantung pada jenis seratnya.bila masih utuh serat dapat bertindak
sebagai penghambat fisik pada pencernaan. Akibatnya IG cenderung melebihi
rendah. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa kacang-kacangan atau
tepung biji-bijian memiliki IG rendah (30 – 40).
Menurut Rimbawan dan Siagian (2004) serat kasar mempertebal
kerapatan atau ketebalan campuran makanan dalam saluran pencernaan. Hal ini
memperlambatnya lewatnya makanan pada saluran pencernaan dan
menghambat pergerakan enzim. Dengan demikian proses pencernaan menjadi
lambat dan akhirnya respon gula darah menjadi lebih rendah.
e. Kadar Lemak dan Protein Pangan
Pangan berkadar lemak dan protein tinggi cenderung memperlambat laju
pengosongan lambung. Dengan demikian laju pencernaan makanan di usus
halus juga diperlambat. Oleh karena itu pangan berkadar lemak tinggi cenderung
memiliki IG lebih rendah daripada sejenis berkadar lemak lebih rendah
(Rimbawan dan Siagian 2004).
f. Kadar Anti Gizi Pangan
Menurut Rimbawan dan Siagian (2004) beberapa pangan secara alamiah
mengandung zat yang dapat menyebabkan keracunan bila jumlahnya besar. Zat
tersebut dinamakan zat anti gizi. Beberapa zat anti gizi tetap aktif walaupun
sudah melalui proses pemasakan. Zat anti gizi pada biji-bijian dapat
memperlambat pencernaan karbohidrat didalam usus halus. Akibatnya IG
pangan menurun.
Metode Pengukuran Indeks Glikemik
Pengukuran Indeks Glikemik menggunakan pangan acuan dan pangan
standar. Prosedur penentuan IG pangan dilakukan dengan prosedur baku (Miller
et.al 1997). Selama pengukuran IG subyek berada dalam keadaan sntai atau
aktivitas ringan. Kurva polinomial respon glikemik masing-masing pangan uji
ditentukan dengan pendekatan trial and error dengan bantuan Microsoft Excel.
Model polinomial yang terpilih adalah yang memiliki nilai R2 yang paling tinggi
(Rimbawan dkk 2004).
Jagung
Jagung manis ( Zae mays saccharata) termasuk family Gramineae dari
suku Maydeae. Jagung manis adalah jagung tipe gigi kuda (dent corn), mutiara
(flint corn) atau berondong (pop corn) yang kehilangan kemampuan untuk
menghasilkan pati. Jagung manis merupakan jagung yang digolongkan
berdasarkan sifat endospermanya. Endosperma jagung manis mempunyai kadar
gula lebih tinggi daripada kadar pati serta transparan dan keriput saat kering
(Berger 1962). Nilai indeks glikemik jagung manis berdasarkan penelitian Foster-
Powell et.al. (2002), yang dibandingkan dengan standar glukosa adalah 60.
Sementara nilai indeks glikemik jagung dengan standar roti putih adalah 86.
Beras
Secara umum IG beras ditentukan oleh varietas atau jenis padi dan
gabahnya, yang ada hubungannya dengan sifat fisiko kimia, namun bisa juga
dipengaruhi oleh proses pengolahan, di antaranya pada proses parboiling. Beras
dari beberapa varietas unggul padi yang telah berkembang dewasa ini memiliki
indeks glikemik yang rendah. Nilai indeks glikemik bahan pangan dikelompokkan
menjadi rendah (<55), sedang (55-70), dan tinggi (>70). Berdasarkan kandungan
amilosa, beras dapat dibedakan menjadi beras ketan (kadar amilosa 10- 20%),
beras beramilosa sedang (kadar amilosa 20-25%), dan beras beramilosa tinggi
(>25%).
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin tanggal 28 Februari 2011 dan
21 Februari 2011, pada pukul 10.00 sampai dengan pukul 13.00 WIB. Praktikum
Mata Kuliah evaluasi Nilai Gizi ini dilaksanakan di Laboratorium evaluasi Nilai
Gizi lantai 2, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah strip analisis glukosa, lancet, kapas
swab, sampel darah, nasi, nasi ketan, roti tawar, jagung. Sedangkan alat-alat
yang digunakan pada praktikum ini adalah glukometer one touch glucose blood
system dan laptop.
Prosedur Percobaan
Pengukuran Indeks Glikemik
Diambil darah subjek, lalu diukur BB, TB, dan IMT subjek.

Diberikan pangan yang akan diukur IG nya


kepada subjek yang sudah menjalani puasa kurang lebih 10 jam.

Dibutuhkan minimal 6 orang subjek untuk mengukur


satu jenis bahan pangan yang diukur IG nya.

Diambil sampel darah menggunakan finger frick


sebelum 2 jam pangan diberikan dan setelah pemberian pangan
pada menit ke 0, 15, 30, 45, 60, 90, dan 120.

Ditebarkan kadar gula darah dalam dua sumbu


Yaitu sumbu waktu dan kadar glukosa darah.

Ditentukan IG dengan membandingkan luas daerah di bawah kurva


antara pangan yang diukur IG nya dengan pangan acuan dan kontrol.

Pengolahan Data Hasil pengukuran IG


Diolah data kadar glukosa darah subjek menggunakan Ms. Excel.
Dientri data kadar glukosa darah subjek
pada kolom yang tersedia di active sheet Ms. Excel.
( seperti pada tabel 2)

Dibuat tabel perbandingannya dari data yang telah dirata-ratakan


sesuai waktu pengambilan sampel.
( seperti pada tabel 3 dan 4)

Ditebarkan pada data tersebut pada dua sumbu yaitu


sumbu x ( waktu) dan sumbu y ( kadar glukosa darah)
( akan timbul gambar seperti chart 1 dan 2)

Diikuti tahan yang muncul pada tampilan chat wizard.

Di klik kanan pada salah satu garis grafik


pada active sheet lalu pilih add trendline.

Dilakukan penentuan IG dengan cara membandingkan


luas daerah dibawah kurva antara pangan yang diukur IG nya.

Dihitung luas daerah dibawah kurva dengan cara


mengintegralakn pers yang diperoleh.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Indeks glikemik (IG) adalah tingkatan pangan menurut efeknya terhadap
gula darah. Dengan kata lain indeks glikemik adalah respon glukosa darah
terhadap makanan dibandingkan dengan respon glukosa darah terhadap glukosa
murni. Indeks glikemik berguna untuk menentukan respon glukosa darah
terhadap jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi (Sarwono 2002).
Pangan yang menaikkan kadar gula darah dengan cepat memiliki IG
tinggi. Sebaliknya, pangan yang menaikkan kadar gula darah dengan lambat
memiliki IG rendah. Indeks glikemik bahan pangan dipengaruhi oleh kadar
amilosa, protein, lemak, serat, dan daya cerna pati. Daya cerna pati merupakan
kemampuan pati untuk dapat dicerna dan diserap dalam tubuh. Karbohidrat yang
lambat diserap menghasilkan kadar glukosa darah yang rendah dan berpotensi
mengendalikan kadar glukosa darah (Rimbawan dan Siagian 2004).
IG dikategorikan tinggi jika memiliki nilai 70 atau lebih, sedang antara 56-
69 dan rendah jika nilainya 55 ke bawah (Powel, Holt dan Miller 2002). Nilai IG
dianggap penting karena konsumsi makan yang memiliki IG tinggi akan
meningkatkan secara cepat gula darah yang akan menyebabkan gangguan
sensivitas insulin, obesitas, peningkatan tekanan darah, peningkatan lipid darah
dan meningkatkan resiko DM tipe 2 (Dolson 2006).
Prinsipnya pengukuran indeks glikemik pangan dilakukan melalui
pengambilan darah subjek setelah mengkonsumsi pangan (pangan uji dan
pangan standar) selama selang waktu tertentu. Kemudian kadar glukosa darah
subjek diplotkan ke dalam grafik dan dibandingkan luas daerah dibawah kurva
antara pangan uji dengan pangan standar.
Pada penentuan indeks glikemik pangan uji dan pangan standar
(glukosa) diperlukan satu untuk masing-masing jenis pangan sehingga total
subjek adalah 3 subjek. Subjek tersebut harus berada dalam kriteria IMT normal
dan tidak menderita diabetes karena pada orang yang gemuk cenderung cepat
lapar dimana kadar glukosa darah mereka cepat turun sebagai respon terhadap
kebutuhan energi dan metabolisme basal yang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan orang yang lebih kurus (Ravussin et al. (1986) dalam Rimbawan, Syarief
H, Dalimunthe D, dan Siagian A 2004). Sedangkan pada orang yang penderita
diabetes, hormon insulin yang ada di dalam tubuh tidak mencukupi atau tidak
efektif sehingga tidak dapat mengatur kadar glukosa darah secara normal.
Pangan yang diujikan adalah nasi dari beras varietas BMW Cianjur dan
jagung pipil merah. Subjek terlebih dahulu diharuskan menjalani puasa penuh
(over night fasting) minimal selama 10 jam (kecuali air putih) sebelum praktikum
dilaksanakan. Keesokan harinya, dilakukan pengukuran kadar glukosa darah
puasa. Subjek diminta untuk mengonsumsi pangan uji, yang mengandung 50 g
karbohidrat. Selama dua jam pasca pemberian pangan uji, sampel darah subjek
diambil setiap 30 menit menggunakan finger prick cappillary blood samples
method sebanyak 50 μl untuk diukur kadar glukosanya (pengukuran kadar
glukosa menit ke-30, ke-60, ke-90 dan ke-120). Pengambilan darah dilakukan
melalui pembuluh darah kapiler yang terdapat pada jari tangan subjek. Pembuluh
darah kapiler dipilih karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ragnhild
et al. (2004) dalam Sri Widowati, B.A.Susila Santosa, Made Astawan and Akhyar
(2009), menunjukkan bahwa darah yang diambil dari pembuluh kapiler memiliki
variasi kadar glukosa darah pada panelis yang lebih kecil dibandingkan darah
yang diambil dari pembuluh vena.
Kadar glukosa darah (setiap waktu sampling) diplot pada dua sumbu,
yaitu sumbu waktu (X) dan sumbu kadar glukosa darah (Y). IG ditentukan
dengan membandingkan luas daerah di bawah kurva antara pangan yang diuji
IG-nya dengan pangan acuan dikalikan 100.
Pada praktikum kali ini dilakukan penetapan indeks glikemik glukosan,
nasi, dan jagung. Nasi dan jagung sebagai pangan uji sedangkan glukosa
sebagai pangan acuan atau standar. Berikut adalah grafik hasil pengukuran
kadar glukosa darah subjek setelah mengonsumsi glukosa, jagung, dan nasi:
Gambar 1 Grafik hasil pengukuran kadar glukosa darah subjek setelah
mengonsumsi glukosa dan jagung
Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa hasil pengukuran
indeks glikemik jagung tidak membentuk suatu garis parabola. Pada 15 menit
pertama, kadar glukosa darah subjek mengalami peningkatan yang signifikan
namun 45 menit berikutnya kadar glukosa darah subjek mengalami penurunan
yang cukup signifikan juga dan 60 menit terakhir kadar glukosa darah subjek
penurunan yang cukup konstan sampai kadar glukosa darah subjek kembali
normal. Hal ini dapat disebabkan karena subjek dalam penetapan indeks
glikemik jagung tidak sesuai dengan prosedur yaitu pada proses mengonsumsi
jagung yang akan diujikan tidak berlangsung secara terus menerus namun
terdapat jeda waktu selama mengonsumsi jagung tersebut.
Gambar 2 Grafik hasil pengukuran kadar glukosa darah subjek setelah
mengonsumsi glukosa dan nasi

Berdasarkan grafik diatas, dapat diketahui bahwa hasil pengukuran kadar


glukosa darah subjek untuk penetapan indeks glikemik nasi hampir membentuk
suatu garis parabola. Hal ini dapat disebabkan karena proses mengonsumsi nasi
yang akan diujikan berlangsung secara terus menerus, tidak terdapat jeda waktu
selama mengonsumsi nasi tersebut sehingga pada awal menit pengukuran,
tingkat kadar glukosa darah subjek mengalami peningkatan dan pada menit
berikutnya mengalami penurunan sampai kadar glukosa darah subjek kembali
normal.
Hasil pengukuran kadar glukosa darah subjek setelah mengonsumsi
glukosa dapat diketahui dari kedua grafik di atas hampir membentuk suatu garis
parabola. Namun, pada pengukuran ke-4 (45 menit) sampai ke-5 (60 menit)
mengalami penurunan yang signifikan tetapi hasil pengukuran berikutnya
mengalami penurunan yang cukup konstan.
Tabel 1 Nilai indeks glikemik glukosa, nasi, dan jagung hasil penelitian
Indeks
Pangan
Glikemik
Glukosa 100
Nasi (Beras BMW
81.7
Cianjur)
Jagung pipil merah
79.36
kukus
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa hasil pengukuran indeks
glikemik glukosa, nasi, dan jagung secara berturut-turut adalah 100, 81.7, dan
79. 36. Nasi yang digunakan pada penetapan indeks glikemik kali ini berasal dari
beras BMW Cianjur sedangkan jagung yang digunakan adalah jagung pipil
merah kukus. Nilai indeks glikemik jagung manis berdasarkan penelitian Foster-
Powell et.al. (2002), yang dibandingkan dengan standar glukosa adalah 60
(sedang) sedangkan nilai indeks glikemik beras adalah 69 (sedang). Dengan
demikian, hasil penetapan nilai indeks glikemik pada jagung dan nasi pada
praktikum kali ini memiliki nilai yang berbeda dengan nilai indeks glikemik jagung
dan nasi berdasarkan literatur yang diperoleh. Hal tersebut dapat disebabkan
karena proses pemasakan. Jagung yang digunakan pada praktikum ini adalah
jagung manis rebus dan beras yang digunakan sudah diolah menjadi nasi.
Proses pengolahan mempengaruhi IG karena proses pengolahan akan
mempengaruhi daya cerna dan daya serap suatu bahan pangan. Semakin
tingginya daya cerna dan daya serap suatu makanan maka semakin cepat
menaikkan kadar gula darah, sehingga semakin tinggi pula nilai IG makanan
tersebut. Proses pengolahan yang dapat mempengaruhi IG diantaranya adalah
pengecilan ukuran (penepungan) dan pemasakan. Penelitian yang dilakukan
oleh Liljeberg (1992) dikutip oleh Rimbawan dan Siagian (2004), menunjukkan
bahwa serealia yang berada dalam bentuk utuh menghasilkan respon glukosa
yang lebih rendah dibandingkan pada serealia yang melalui tahap penggilingan.
Pemasakan mempengaruhi IG karena proses pemasakan akan menggelatinisasi
pati sehingga lebih mudah dicerna oleh enzim dalam usus, sehingga dapat
mempercepat kenaikan kadar gula darah. Berdasarkan hal tersebut maka
makanan yang mengandung pati tergelatinisasi penuh memiliki nilai IG yang
lebih tinggi dibandingkan makanan tersebut dalam bentuk mentah.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Praktikum kali ini adalah pengukuran kadar indeks glikemik pada bahan
pangan. Indeks glikemik (IG) adalah tingkatan pangan menurut efeknya terhadap
gula darah. Pada praktikum ini bahan yang digunakan yaitu glukosa, beras,
jagung. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa nilai IG paling besar yaitu pada
bahan pangan glukosa 100, sedangkan pada nasi 81,7, dan pada jagung 79,36.
Bahan makanan tersebut tergolong pada IG tinggi, karena nilai IG nya lebih
besar dari 70. Sehingga dapat dilihat bahwa nasi yang memiliki bahan
tergelatinisasi penuh memiliki IG yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahan
pangan jagung.
Saran
Praktikan sebaiknya harus lebih teliti dalam melakukan perhitungan data,
dalam menggunakan software, dan dalam melakukan percobaan, sehingga tidak
terjadi kesalahan yang diakibatkan oleh kesalahan-kesalahan kecil.

DAFTAR PUSTAKA
Berger.1962. Maize production and The Manuring of Maize. Centre d’Etude de
L’azote. 315p
Dolson L. 2006. Is the glycemic index useful?. http://lowcarbdiets.abou.com
[11 Maret 2011]
Foster-Powell K, Holt Susanna HA, Brand-Miller JC. 2002. International table of
glyemic index and glycemic load values : 2002. [Jurnal] www.ajcn.org.
Miller JCB, Powel KF, Colagiuri S. 1997. The GI Factor : The GI Solution Hodder
and Stoughton. Australia : Hodder Headine Australia Pty Limited.
Powel KF, Holt SH and Miller JC. 2002. International table of glycemic index load
values. Am J Clin Nutr 2002;76:5-56
Ragnhild, A.L., N.L. Asp, M. Axelsen, and A. Raben. 2004. Glycemic Index
:Relevance for Health, Dietary Recommendations, and Nutritional
Labelling. Scandinavian J. Nutr. 48 (2): 84-94.
Ravussin E, Lillioja S, Anderson T. 1986. Determinants of 24-hour energy
expenditure in man: methods and results using respiratory chamber. J
Clin Invest 78: 1568-1578.
Rimbawan, Siagian A. 2004. Indeks Glikemik Pangan. Jakarta : Penerbit
Swadaya
Rimbawan, Syarief H, Dalimunthe D, Siagian A. 2004. Pengaruh Indeks Glikemik,
Komposisi, dan Cara Pemberian Pangan Terhadap Respons Glikemik
[Jurnal]. Ejournal.usu.ac.id
Sarwono W. 2003. Pengkajian Status Gizi. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI
Syaidah Iin. 2010. Pengaruh Pengolahan beras (Oryza Sativa L) varietas
Ciherang menjadi Nasi, ketupat dan lontong terhadap nilai indeks
glikemik. [Skripsi]. FEMA : IPB.

LAMPIRAN
Grafik
Gambar 1 Grafik hasil pengukuran kadar glukosa darah subjek setelah
mengonsumsi glukosa dan jagung

Gambar 2 Grafik hasil pengukuran kadar glukosa darah subjek setelah


mengonsumsi glukosa dan nasi

Tabel
Tabel 1 Nilai indeks glikemik glukosa, nasi, dan jagung hasil penelitian
Indeks
Pangan
Glikemik
Glukosa 100
Nasi (Beras BMW
81.7
Cianjur)
Jagung pipil merah
79.36
kukus

Tabel 2 Data pengukuruan indeks glikemik kelas paralel pagi


TB BB 1 2 3 4 5 6 7
No. Nama Pangan Uji
(cm) (kg) (0) (15) (30) (45) (60) (90) (120)
1 Tagor Nasi (126,9 g) 168,9 57,6 101 134 144 143 127 123 114
Jagung
2 Ika (180,5 g) 159 52,4 110 188 152 133 108 106 99
3 Adit Glukosa 168 56,5 110 163 197 204 162 132 101

Tabel 3 Perbandingan jagung vs glukosa


Pangan 0 15 30 45 60 90 120
Jagung 110 188 152 133 108 106 99
glukosa 110 163 197 204 162 132 101

Tabel 4 Perbandingan nasi vs glukosa


Pangan 0 15 30 45 60 90 120
Nasi 101 134 144 143 127 123 114
glukosa 110 163 197 204 162 132 101

Perhitungan

Anda mungkin juga menyukai