Anda di halaman 1dari 5

PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini menguji bakteri Salmonella pada sampel telur ayam
dan susu sapi segar. Praktikum ini dilakukan sebab untuk mengetahui cemaran bakteri
pada produk makanan khususnya bakteri Salmonella. Selain itu uji bakteri Salmonela
penting untuk mengetahui sebab syarat penting kualitas produk asal hewan (termasuk
telur dan susu) yang bebas patogen mikrobiologi termasuk Salmonella dan Shigella.
Salmonella merupakan bakteri gram negatif berbentuk basil, tidak berspora,
panjangnya bervariasi, dan kebanyakan spesies bergerak dengan flagel peritrik.
Shigella juga merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk kokobasil, bersifat
fakultatif anaerob tetapi paling baik tumbuh secara aerob. Koloninya konveks, bulat,
transparan dengan pinggir utuh, mencapai kira-kira 2 mm dalam waktu 24 jam (Jawet,
1996).

Dalam pengamatan bakteri Salmonela ini menggunakan media SSA, digunakan


media SSA. Untuk mengidentifikasi Salmonella Shigella, digunakan medium selektif
yang disebut dengan medium SSA (Salmonella-Shigella Agar). Berdasarkan
komposisinya medium ini terdiri dari peptone, lab lemco/beef extract, laktosa, ox bile
dried, sodium citrate, sodium thisulfat, ammonium iron (III) citrate, brilliant green, dan
neutral red agar, yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri lain, sehingga dapat
dinyatakan dengan menggunakan medium selektif ini hanya Salmonella-Shigella yang
tumbuh dan berkembang biak (Maryantuti, 2007). Dalam mengidentifikasi bakteri
Salmonela yang terdapat pada sampel susu sapi sagar dan telur menggunakan masing-
masing 5 gram sampel dan dimasukkan kedalam pepton water sebanyak 45 ml yang
digunakan sebagai pengenceran 10-1, sementara pengenceran 10-2 hingga 10-5
menggunakan pepton water sebanyak 9 ml. Masing-masing dari pengenceran tersebut
kemudian diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam media SSA yang masih cair dengan
metode cawan tuang dan dihomogenkan dengan angka 8. Metode cawan tuang
merupakan teknik lain yang dapat digunakan untuk mendapatkan koloni murni
mikroorganisme. Kelemahan metode ini adalah membutuhkan waktu dan bahan yang
lama dan banyak, akan tetapi tidak memerlukan keterampilan tinggi. Biakan campuran
diencerkan dengan menggunakan medium agar yang telah dicairkan dan didinginkan.
Pengenceran dilakukan dalam beberapa tahap hingga diperoleh koloni tunggal
(Manurung, 2012). Isolasi bakteri dengan cara tuang ini umumnya dilakukan untuk
menentukan perkiraan jumlah bakteri hidup dalam cairan, misalnya air, susu, kemih
atau biakan bulyon. Hasilnya dinyatakan dalam jumlah koloni, yang berarti jumlah
bakteri hidup dalam tiap mililiter cairan yang diperiksa (Irianto, 2006).

Alasan lain menggunakan metode cawan tuang sebab bakteri Salmonela


merupakan bakteri anerob fakultatif. Salmonella adalah jenis bakteri yang bersifat
gram negatif, berbentuk batang bergerak serta mempunyai tipe metabolisme yang
bersifat fakultatif anaerob (Buckle, 1987). Setelah diinakulasi ke dalam media SSA,
kemudian diinkubasi selama 24 jam- 48 jam dengan suhu 37°C. Setelah 2x24 jam
diamati pertumbuhan koloni pada medium SSA terdapat pertumbuhan bakteri pada
medium, karena medium SSA adalah medium selektif, maka koloni yang tumbuh dapat
dinyatakan sebagai koloni Salmonella-Shigella saja. Isolasi bakteri pada media selektif
menggunakan media SSA (Salmonella Shigela Agar) yang merupakan tempat
tumbuhnya Salmonella sp. Adanya koloni Salmonella pada media dapat dilihat dengan
ciri koloni tak berwarna sampai merah muda, bening sampai buram dengan bintik
hitam di tengah (Hart dan Paul, 1997). Untuk konfirmasi hasil, dilakukan pewarnaan
gram pada koloni bakteri Salmonella- Shigella, dimana kedua bakteri ini adalah bakteri
gram negatif, Salmonella berbentuk basil dan Shighella berbentuk kokobasil (Jawet,
1996).

Berdasarkan hasil pengamatan pada sampel telur yaitu pada cawan pengenceran
10-1 sampai pengenceran 10-5 koloni yang berhasil tumbuh terdapat pada cawan dengan
tingkat pengenceran 10-4 dan pengenceran 10-5. Pada cawan dengan tingkat
pengenceran 10-4 terdapat koloni bakteri Salmonella sebanyak 3 koloni sementara pada
cawan dengan pengenceran 10-5 teridentifikasi terdapat 1 koloni bakteri Salmonela
Shigela. Cemaran Salmonella pada telur dapat berasal dari kotoran ayam dalam kloaka
atau dalam kandang. Infeksi bakteri Salmonella tersebut dapat menimbulkan wabah
penyakit, misalnya tifus oleh Salmonella typhi, paratifus oleh Salmonella paratyphi.
Disamping itu kontaminasi makanan oleh Shigella juga perlu diperhatikan, walaupun
kontaminasi oleh bakteri ini jarang ditemukan pada telur. Namun jika telur
terkontaminasi oleh Shigella dapat menimbulkan disentri yang menghasilkan respon
pada kolon. Kerusakan telur oleh bakteri terjadi ketika mikroorganisme masuk ke
dalam telur melalui lubang kecil yang terdapat pada permukaan kulit telur. Menurut
Winarno (2002: 42) bahwa “Ada dua cara masukknya Salmonella ke dalam telur, yaitu
secara langsung (vertical), melalui kuning telur dan albumen (putih telur dari ovari
induk ayam yang terinfeksi Salmonella, sebelum telur tertutup oleh kulit (cangkang)
telur. Yang kedua secara horizontal, Salmonella masuk melalui poripori kulit
(cangkang) setelah telur tertutup kulit (cangkang)”.

Sementara pengamatan pada sampel susu sapi segar yaitu pada cawan
pengenceran 10-1 sampai pengenceran 10-5, koloni yang berhasil tumbuh tidak dapat
dihitung. Sedangkan, jumlah koloni yang muncul untuk menjadi indeks di mana jumlah
bakteri yang memenuhi persyaratan untuk dihitung adalah berkisar 30 dianggap tidak
memenuhi syarat (lebih dari 300 juga dianggap tidak memenuhi syarat /terlalu banyak
(Yunita et al; 2015).

Bakteri yang tidak dapat dihitung ini dapat terjadi dikarenakan media rusak.
Media dapat rusak karena ditemukannya kesalahan melakukan prosedur. Kesalahan
prosedur terjadi ketika melakukan prosedur sterilisasi alat, alat tidak diletakkan di
dalam autoklaf, melainkan diletakkan pada inkubator. Sterilisasi dilakukan untuk
menghindari kontaminasi. Dengan kesalahan prosedur ini, dapat diasumsikan bahwa
media menjadi tidak steril sehingga mempengaruhi pertumbuhan bakteri Salmonella-
Shigella yang menjadi tidak dapat dihitung serta data yang dihasilkan menjadi tidak
valid.
Namun, susu sapi dapat terkontaminasi oleh bakteri Salmonella dan Shigella.
Susu menjadi media yang sangat baik bagi pertumbuhan bakteri dan mampu sebagai
sarana bagi penyebaran bakteri yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Karena
itu, susu akan mudah tercemar oleh mikroorganisme apabila penanganannya tidak
meperhatikan aspek kebersihan (Balia et al. 2008). Proses pencemaran mikroba pada
susu dapat dimulai sejak susu diperah oleh pekerja maupun mesin, karena dengan
adanya bakteri yang tumbuh di sekitar ambing, sehingga saat pemerahan bakteri
tersebut menjadi terbawa dengan susu. Menurut Rombaut (2005), pencemaran pada
susu mampu terjadi sejak proses pemerahan, dari berbagai sumber seperti kulit sapi,
ambing, air, tanah, debu, manusia, peralatan, dan udara. Bakteri yang mampu
mencemari susu terdiri atas dua golongan, yaitu bakteri patogen dan bakteri pembusuk.
Kedua golongan bakteri tersebut mampu menyebabkan penyakit yang ditimbulkan dari
susu (milkborne disease), seperti tuberkulosis, bruselosis, dan demam tifoid.
Mikroorganisme lain yang terdapat di dalam susu serta mampu menyebabkan penyakit
adalah Salmonella, Shigella, Bacillus cereus, dan S. aureus (Buckle et al. 1987).
Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam susu melalui alternatif udara, debu,
alat pemerah, dan manusia. Sumber-sumber pencemaran mikroorganisme dalam susu
juga melalui saluran ambing, lingkungan kandang, tubuh sapi, feses sapi, pakan,
peralatan pemerahan, serta sanitasi pekerja. Selain itu, pencemaran juga mampu terjadi
selama penyimpanan, pengangkutan, pemasaran dan transportasi (Widarto, 1991).
Jawet, Melnick dan Adelberg`s. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba Medica,
Jakarta.

Maryantuti. 2007. Bakteri Patogen yang Disebabkan oleh Lalat Rumah (Musca
domestica, L) di rumah Sakit Kota Pekan Baru

Buckle, K.A., Edwards, R.A, Flet, G.H., Wooton, M. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah
Hari Purnomo dan Adiano. Jakarta: UI-Press.

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, and M. Wootton. 1987. Food Technology.
International Development Program of Australian Universities and College.
Department of Education and Culture, Directorate General of Higher Education.

Balia, R., L., Harlia, E., dan Suryanto, D. 2008. Jumlah Bakteri Total dan Koliform
pada Susu Segar Peternakan Sapi Perah Rakyat dan Susu Pasteurisasi Tanpa Kemasan
di Pedagang Kaki Lima. Bandung: Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Winarno, F.G. dan Koswara, S. 2002. Telur: Komposisi, Penanganan Dan


Pengolahannya. Bogor. M-Brio press.

Hart, Tony. dan Shears, Paul. 1997. Atlas Berwarna Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta:
Hipokrates

Irianto, K. 2006. Mikrobiologi: Menguak Dunia Mikroorganisme. Jilid 2. CV. Yrama


Widya. Bandung.

Rombaut, R. 2005. Dairy Microbiology and Starter Cultures. Laboratory of Food


Technology and Engineering, Gent University, Belgium.

Yunita, M., Hendrawan, Y., dan Yulianingsih, R. 2015. Analisis Kuantitatif


Mikrobiologi Pada Makanan Penerbangan (Aerofood ACS) Garuda Indonesia
Berdasarkan TPC (Plate Count) Dengan Metode Pour Plate. Biosistem 3(3): 237-248.

Anda mungkin juga menyukai