Anda di halaman 1dari 36

Journal Reading

Understanding Rates of Genital-Anal Injury: Role of Skin


Color and Skin Biomechanics

Marilyn S. Sommers, Yadira Regueira, Deborah A. Tiller, Janine S. Everett, Kathleen Brown, Emily Brignone, Jamison D.
Fargo

Oleh:

Mohamad Asyraf Bin Mohd Rosly 1740312406


Khairunnisa 1940312025
Salmafairuz Fernando 1940312030
Majesty Anita Imran 1940312034

Preseptor :

Dr. dr. Rika Susanti, Sp. F

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


RSUP DR M.DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur penulis ucapkan kepada


Allah SWT dan shalawat beserta salam untuk Nabi Muhammad S.A.W, berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas journal reading dengan
judul “Understanding Rates of Genital-Anal Injury: Role of Skin Color and Skin
Biomechanics” yang merupakan salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Dalam usaha penyelesaian tugas journal reading ini, penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak Dr. dr. Rika Susanti, Sp.F selaku
pembimbing dalam penyusunan tugas ini.
Kami menyadari bahwa di dalam penulisan ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menerima semua saran dan
kritik yang membangun guna penyempurnaan tugas journal reading ini. Akhir kata,
semoga referat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Padang, 26 September 2019

Penulis

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1


DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................... 1
DAFTAR ISI..................................................................................... 2
JURNAL............................................................................................ 3
ABSTRAK......................................................................................... 10
1. Pendahuluan................................................................................... 11
2. Metode dan Material...................................................................... 14
2.1 Desain Penelitian dan Prosedur................................................... 14
2.2 Sampel dan Prosedur Pengambilan Sampel................................ 15
2.3 Pengukuran.................................................................................. 16
4.1. Warna kulit................................................................................. 19
4.2. Viskoelastisitas kulit dan hidrasi kulit....................................... 20
4.3. Pemeriksaan dasar dan follow-up.............................................. 20
4.4. Keterbatasan............................................................................. 21
5. Kesimpulan.................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA...................................................................... 24
CRITICAL APPRAISAL JURNAL................................................ 28

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2


Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 3
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 4
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 5
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 6
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 7
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 8
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 9
Memahami Tingkat Cedera Genital-Anal: Peran Warna Kulit Dan
Biomekanika Kulit
Abstrak
Tujuan: Serangkaian penelitian menunjukkan bahwa wanita kulit putih non-
hispanik memiliki lebih banyak luka daripada wanita kulit hitam non-hispanik
setelah kekerasan seksual dan hubungan seksual konsensual. Satu penjelasan untuk
perbedaan ini adalah bahwa tingkat perlindungan kulit dapat bervariasi karena
mekanis dan pigmentasi kulit yang bervariasi. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menentukan hubungan antara cedera genital-anal, warna kulit,
viskoelastisitas kulit dan hidrasi kulit pada wanita yang melakukan hubungan
seksual konsensual saat mengontrol usia, riwayat merokok, indeks massa tubuh
(IMT), paparan sinar matahari, dan status kesehatan.
Prosedur: Kami menggunakan desain penelitian kohort prospektif untuk
mengikutsertakan wanita berusia 21 tahun atau lebih di dua lokasi penelitian.
Mereka menjalani dua sesi pengumpulan data, permulaan, dan tindak lanjut setelah
hubungan seksual konsensual. Dasar identifikasi cedera genital-anal dilakukan
dengan pemeriksaan forensik standar (visualisasi langsung, pewarnaan nuklir
dengan kontras toluidin biru, dan pemeriksaan kolposkopi), dan pengukuran
variabel lain (warna kulit, viskoelastisitas kulit, hidrasi kulit, usia, riwayat merokok,
indeks massa tubuh, paparan sinar matahari, dan status kesehatan). Partisipan
kemudian diminta untuk melakukan hubungan seksual konsensual dengan
pasangan pria pilihan mereka dan kembali dilakukan pemeriksaan forensik yang
kedua untuk mendeteksi cedera. Cedera genital-anal menurun pada warna kulit,
viskoelastisitas kulit, hidrasi kulit, usia, riwayat merokok, IMT, paparan sinar
matahari, dan status kesehatan.
Temuan: Kami mengikutsertakan 341 peserta, 88 orang kulit putih non-hispanik
(25,8%), 54 orang kulit hitam non-hispanik (15,8%), 190 orang Hispanik / Latina
(55,7%), dan 9 lainnya. Pada permulaan, prevalensi cedera genital-anal adalah
57,77% dan pada tindak lanjut setelah hubungan seksual konsensual, prevalensi
cedera adalah 72,73%. Prevalensi cedera genitalia eksterna dikaitkan dengan
peningkatan nilai L* (lightness) (Adjusted Odd Ratio [AOR] = 1,98, 95%

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 10


Confidence Interval [CI] = 1,03, 4,04) dan penurunan elastisitas kulit (AOR = 0,96,
95% CI = 0,93, 0,99) pada permulaan. Peningkatan hidrasi kulit dikaitkan dengan
frekuensi yang secara signifikan lebih tinggi di eksterna, interna, anal, dan cedera
total genital-anal (Adjusted Rate Ratio [ARR] >1,27) pada tindak lanjut. Dan juga
pada pemeriksaan tindak lanjut, partisipan Hispanik / Latina secara signifikan
prevalensi dan frekuensi cedera genitalia eksterna dan cedera total genital-anal
lebih rendah dibandingkan dengan partisipan kulit putih non-hispanik (AOR <
0,40).
Kesimpulan: Temuan kami memberikan dukungan yang baik terhadap pentingnya
warna kulit selama pemeriksaan forensik. Wanita dengan warna kulit yang lebih
terang mungkin memiliki kulit yang lebih mudah terluka daripada wanita dengan
warna kulit lebih gelap. Sebaliknya, cedera genitalia eksterna lebih mudah
diidentifikasi pada wanita dengan warna kulit lebih terang dibandingkan dengan
kulit gelap, sebuah situasi yang penting dalam sistem kesehatan dan peradilan.
Selain itu, wanita dengan penurunan viskoelastisitas dan peningkatan hidrasi
mungkin lebih mudah luka. Temuan ini mendukung kebutuhan untuk
mengembangkan prosedur forensik yang efektif pada orang-orang dengan berbagai
warna kulit dan untuk menginterpretasikan temuan forensik dengan
mempertimbangkan sifat bawaan kulit.

Kata Kunci : kekerasan seksual, cedera genital-anal, warna kulit, biomekanik kulit,
pemeriksaan forensik

1. Pendahuluan
Deteksi dan pendokumentasian cedera genital-anal karena kekerasan
seksual merupakan komponen penting dari pemeriksaan forensik kekerasan seksual
dari sudut pandang kesehatan dan peradilan.1-5 Cedera perlu dinilai dan diobati.
Jaksa mencatat bahwa bukti cedera dapat menguatkan pernyataan korban kekerasan
seksual dan/atau membantu jaksa melawan tersangka pelaku, dan menunjukkan
bahwa insiden tersebut merupakan hal yang serius.1 Penelitian menggunakan
metode prospektif untuk meneliti cedera setelah hubungan seksual konsensual

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 11


dapat menunjukkan temuan forensik dan memperluas pemahaman kita tentang sifat
cedera genital-anal setelah terjadi kekerasan seksual.
Sebelumnya pada sebagian besar sampel wanita non-hispanik Afrika-
Amerika / kulit hitam (diidentifikasi sebagai Afrika-Amerika atau kulit hitam, tetapi
bukan Hispanik atau Latino) dan non-hispanik kulit putih (diidentifikasi berkulit
putih tetapi bukan Hispanik atau Latino) telah ditemukan perbedaan signifikan
dalam prevalensi cedera genital-anal berdasarkan kategori ras / etnis. Setelah
hubungan seksual konsensual dan kekerasan seksual (hubungan non-konsensual),
wanita kulit putih non-hispanik memiliki prevalensi cedera yang secara signifikan
lebih tinggi daripada wanita kulit hitam non-hispanik.4,6-8 Namun, ras atau etnis
mungkin tidak menjelaskan perbedaan dalam prevalensi cedera. Setelah melakukan
hubungan seksual konsensual dengan pasangan pria, peneliti menemukan
prevalensi dan frekuensi cedera yang lebih tinggi pada wanita kulit putih non-
hispanik dibandingkan dengan wanita kulit hitam non-hispanik. Perbedaan-
perbedaan ini dijelaskan lebih lengkap dengan variasi warna kulit dibandingkan
dengan ras / etnis.6 Peneliti mencatat bahwa, ketika menambahkan variabel warna
kulit (L* = terang / gelap; a* = kemerahan / kehijauan, b* = kekuningan / kebiruan)
diturunkan dari spektrofotometri ke model statistik, efek ras / etnis menjadi tidak
signifikan. Mereka juga menetapkan bahwa nilai L* yang lebih tinggi (warna kulit
yang lebih terang) secara signifikan terkait dengan cedera pada genitalia eksterna.6
Dalam pelaksanaan difokuskan pada sampel remaja setelah terjadi kekerasan
seksual, peneliti menemukan bahwa ketika ras / etnis dikaitkan dengan frekuensi
cedera genital-anal, warna kulit juga dikaitkan dengan cedera di banyak lokasi
anatomis. Korban kekerasan seksual dengan warna kulit yang lebih terang
mengalami cedera genitalia eksterna yang lebih signifikan daripada yang memiliki
kulit warna gelap.7
Beberapa pertimbangan dapat menjelaskan hubungan prevalensi /
frekuensi cedera dengan warna kulit. Cedera mungkin lebih terlihat pada kulit
terang dibandingkan pada kulit gelap.7 Teknik pewarnaan nuklir seperti toluidine
blue yang digunakan selama pemeriksaan forensik mungkin lebih efektif pada kulit
berpigmen terang dibandingkan dengan kulit berpigmen gelap.4 Selain itu, ilmu
kulit klasik menunjukkan bahwa prevalensi cedera dan frekuensi dapat berbeda

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 12


berdasarkan ras / etnis karena perbedaan biomekanik pada kulit. Weigand et al.
menemukan bahwa jumlah pita yang diperlukan untuk menghapus stratum corneum
(SC, lapisan terluar kulit) secara signifikan lebih tinggi pada partisipan kulit hitam
non-hispanik daripada partisipan kulit putih non-hispanik (p <0,01). Mereka
menyimpulkan bahwa, tidak hanya individu kulit hitam non-hispanik yang
memiliki lebih banyak lapisan dalam SC mereka (rata-rata 21,87, min / maks 19/27)
daripada individu kulit putih non-Hispanik (rata-rata 16,7, min / maks 13/20), tetapi
mereka juga memiliki berat dan kepadatan SC yang lebih berat.9 Perbedaan ras /
etnis telah ditunjukkan antara sampel kulit hitam non-hispanik, sampel kulit putih
non-hispanik, dan Hispanik / Latina sehubungan dengan konduktansi kulit,
ketebalan kulit, ekstensibilitas, pemulihan elastis, dan viskoelastisitas, tetapi
penulis mencatat bahwa konsekuensi klinis perbedaan-perbedaan ini tidak
diketahui.10 Kami tidak dapat menemukan studi yang menjelaskan peran warna
kulit dan biomekanik sehubungan dengan cedera setelah terjadi kekerasan seksual.
Biomekanik kulit adalah sifat biologis, fisik, dan kimia yang
memungkinkan kulit melindungi tubuh.11 Fokus makalah ini adalah pada dua sifat
biomekanik kulit: viskoelastisitas kulit dan hidrasi kulit, dan bagaimana mereka
berhubungan dengan warna kulit dan cedera genital-anal pada beragam sampel
wanita. Viskoelastisitas memiliki dua komponen. Elastisitas adalah kecenderungan
zat padat untuk kembali ke bentuk dan ukuran aslinya setelah diberikan gaya.
Viskositas adalah ukuran resistensi fluida untuk mengalir ketika gaya geser atau
tegangan diberikan pada fluida.11 Dibandingkan dengan elastisitas saja,
viskoelastisitas melindungi kulit terhadap cedera dan memungkinkan gerakan
tambahan menjauh dari dan kembali ke bentuk semula tanpa cedera.12
Hidrasi kulit, didefinisikan sebagai kadar air SC, mempertahankan
plastisitas kulit, sehingga melindunginya dari kerusakan.13 Karena viskoelastisitas
dan hidrasi kulit dapat dipengaruhi oleh usia,14 riwayat merokok, 15
indeks massa
tubuh (IMT),16,17 paparan sinar matahari,18 dan kesehatan umum,11,15 variabel-
variabel ini memerlukan pertimbangan selama studi kulit. Untuk memahami
relevansi cedera genital-anal, warna kulit, dan biomekanik kulit (viskoelastisitas
dan hidrasi) setelah terjadi kekerasan seksual, kami meneliti variabel-variabel ini
secara prospektif dalam kelompok wanita yang melakukan hubungan seksual

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 13


konsensual. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan hubungan antara
cedera genital-anal, warna kulit, viskoelastisitas kulit dan hidrasi kulit pada wanita
yang melakukan hubungan seksual konsensual ketika mengendalikan usia, riwayat
merokok, IMT, paparan sinar matahari, dan status kesehatan.

2. Metode dan Material


2.1 Desain Penelitian dan Prosedur
Kami menggunakan desain penelitian kohort prospektif di dua lokasi
(Philadelphia, PA dan San Juan, PR) dengan dua sesi pengumpulan data, baseline
dan tindak lanjut setelah hubungan seksual konsensual. Dasar identifikasi cedera
genital-anal dilakukan dengan pemeriksaan forensik standar (visualisasi langsung,
pewarnaan nuklir dengan kontras toluidin biru,19 dan pemeriksaan kolposkopi)4,20
dan pengukuran variabel lain (warna kulit, viskoelastisitas kulit, hidrasi kulit, usia,
riwayat merokok, IMT, paparan sinar matahari, dan status kesehatan) di
laboratorium kulit kami. Partisipan kemudian diminta untuk melakukan hubungan
seksual konsensual dengan pasangan pria pilihan peserta di lokasi pilihan mereka.
Kami tidak mendikte jenis dan sifat interaksi seksual, tetapi meminta kepada para
partisipan: “Silakan melakukan hubungan seksual dengan pasangan Anda."
Partisipan kembali ke laboratorium sebentar, pengulangan pemeriksaan forensik
dan sesi pengumpulan data pada waktu yang ditentukan (lihat di bawah) setelah
hubungan seksual. Semua pemeriksaan dilakukan oleh perawat yang
berpengalaman pada kasus kekerasan seksual yang telah melakukan setidaknya 10
pemeriksaan di bawah pengamatan oleh ahli sebelum pendaftaran peserta dan setiap
enam bulan selama pendaftaran. Semua prosedur disetujui oleh Dewan Peninjauan
Institusional dari universitas yang berafiliasi, dan semua partisipan perempuan
menandatangani persetujuan tertulis dalam bahasa Inggris atau Spanyol. Semua
pasangan pria memberikan persetujuan lisan untuk berpartisipasi dalam bahasa
Inggris atau Spanyol. Peserta perempuan diberi kompensasi $ 50 untuk wawancara
awal, $ 150 untuk pemeriksaan pertama, dan $ 150 untuk pemeriksaan kedua.
Pasangan pria tidak diwawancarai atau diberi kompensasi.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 14


2.2 Sampel dan Prosedur Pengambilan Sampel
Peserta diambil dari pusat kesehatan perkotaan dan sekitarnya dengan
brosur dan dari mulut ke mulut. Calon partisipan yang berminat dilakukan skrining
via telepon untuk menentukan apakah mereka memenuhi kriteria inklusi / eksklusi.
Peserta adalah yang mampu berbahasa Inggris dan Spanyol, perempuan (identitas
dan ekspresi gender disesuaikan dengan yang tercantum pada akta kelahiran
mereka), berusia 21 tahun atau lebih. Kami menyertakan wanita yang sebelumnya
telah pulih setelah berbagai prosedur seperti konisasi serviks, histerektomi parsial
atau total, atau pengobatan untuk kanker ginekologi untuk meningkatkan
perbandingan dengan korban kekerasan seksual. Kriteria eksklusi meliputi cedera
pada genitalia atau rektum / anus pada bulan lalu (cedera yang sudah ada dapat
mengubah temuan cedera setelah hubungan seks konsensual), kehamilan (untuk
menghindari risiko komplikasi karena pemeriksaan), menstruasi berat pada saat
pemeriksaan yang mengaburkan temuan cedera,20 dan alergi terhadap media
kontras karena pemberian toluidine blue. Semua peserta, tanpa memandang usia,
mendapatkan tes kehamilan dan tes infeksi menular seksual sebelum pemeriksaan
pertama dan rujukan ke praktisi dan / atau departemen kesehatan untuk temuan yang
positif.
Untuk mendapatkan sampel yang representatif, kami merekrut perempuan
yang sesuai dengan usia dan ras / etnis korban kekerasan seksual di departemen
darurat yang ada pada daftar kekerasan seksual (N> 1000 kasus). Pada langkah 1,
kami menentukan proporsi wanita dalam berbagai kelompok umur (21-24, 25-34,
35-44, 45-54, 55-64, ≥65 tahun) dan ras / kategori etnis dari daftar. Pada langkah 2,
kami mendistribusikan total ukuran sampel yang diproyeksikan di seluruh kategori
dari langkah 1. Pada langkah 3, ketika peserta direkrut ke dalam penelitian, mereka
dimasukkan ke dalam kategori tersebut hingga terisi. Pada langkah 4, karena
kategori yang diberikan diisi, peserta yang sesuai dengan usia dan ras / etnis
dikeluarkan. Studi kedua didanai untuk menguji tujuan kami dengan sampel
Hispanik / Latina, memungkinkan 200 peserta Hispanik / Latina tambahan untuk
didaftarkan. Kategori usia dan interval waktu antara hubungan seksual dan
pemeriksaan dari daftar kekerasan seksual juga diterapkan pada sampel Hispanik /
Latina.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 15


Kami meminta peserta kami untuk mengidentifikasi ras dan etnis
mereka menggunakan kategori yang disediakan oleh Institut Kesehatan
Nasional Amerika Serikat.21 Etnis diklasifikasikan sebagai Hispanik / Latino
atau non-Hispanik / Latino. Kategori ras termasuk Afrika-Amerika atau kulit
hitam, kulit putih, dan lainnya (American Indian atau Alaska Native, Asia,
Native Hawaiian atau Other Pacific Islander). Kami menyadari bahwa
identifikasi diri menggunakan kategori ini bukan merupakan indikator
biologis ras / etnis, melainkan indikasi afiliasi dengan suatu kelompok atau
kelompok.
Setelah menerapkan kriteria inklusi dan eksklusi, kami merekrut 88
wanita non-Hispanik kulit putih, 54 wanita non-Hispanik kulit hitam, 190 orang
Hispanik, dan 9 peserta dari ras / etnis lain atau campuran menjadi sampel kami,
dengan total 341 wanita. Sampel 341 wanita menghasilkan lebih dari 90% kekuatan
untuk mendeteksi odds dan rate ratios sekecil 1.50 dalam model statistik kami (lihat
di bawah), diberikan alpha ≤ 0.05. Periode pembersihan 24 jam digunakan antara
pemeriksaan awal dan hubungan seksual konsensual untuk mengurangi cedera
genital-anal yang mungkin terjadi dari pemeriksaan awal itu sendiri. Setelah
hubungan seksual konsensual, peserta ditanya apakah penetrasi vagina atau anal
terjadi. Mereka juga diminta untuk menggambarkan kekasaran atau kelembutan
dari perilaku pada skala 1 (lembut) hingga 10 (kasar).

2.3 Pengukuran
Cedera ditentukan oleh jumlah total robekan, ekimosis, lecet, kemerahan,
dan pembengkakan (klasifikasi TEARS) pada bagian eksterna, interna, dan anal.
Beberapa sistem klasifikasi tersedia untuk mengkategorikan cedera dalam
pemeriksaan forensik kekerasan seksual.3,23,24 Kurikulum inti untuk Keperawatan
Forensik tidak merekomendasikan satu sistem pun; alih-alih penulis Kurikulum Inti
merekomendasikan penggunaan terminologi yang konsisten, strategi untuk
memperkirakan tingkat keparahan cedera, dan nomenklatur yang terstandarisasi.23
Kami memilih klasifikasi TEARS karena prevalensinya dalam literatur forensik
baru-baru ini,4,19,20,25 penggunaan terminologi yang konsisten, dan kemampuan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 16


kami untuk membandingkan temuan kami dengan karya yang diterbitkan
sebelumnya menggunakan kategori TEARS.6,7,19,20,22,26,27
Robekan didefinisikan sebagai kerusakan pada integritas jaringan
termasuk celah, retakan, laserasi, atau luka. Ekimosis didefinisikan sebagai
perubahan warna kulit atau selaput lendir, yang dikenal sebagai “memar,” karena
kerusakan pembuluh darah kecil di bawah kulit atau permukaan selaput lendir.
Abrasi didefinisikan sebagai ekskoriasi kulit yang disebabkan oleh pengangkatan
lapisan epidermis dan dengan tepi yang jelas. Kemerahan didefinisikan sebagai
kulit eritemosa yang meradang secara abnormal karena iritasi atau cedera tanpa
batas yang ditentukan. Pembengkakan didefinisikan sebagai edema jaringan yang
transien.3 Prevalensi cedera didefinisikan sebagai proporsi partisipan dengan
kejadian cedera genital-anal. Frekuensi cedera didefinisikan sebagai jumlah total
cedera yang dihitung oleh pemeriksa selama visualisasi langsung, pewarnaan nuklir
dengan kontras toluidine biru, dan pemeriksaan kolposkopi. Cedera yang terdeteksi
dengan lebih dari satu metode dihitung sekali.
Semua pengukuran kulit (viskoelastisitas, hidrasi, warna) dilakukan pada
paha kanan atas, dua inci di bawah selangkangan (daerah inguinal) selama
pemeriksaan awal. Daerah ini dipilih karena proksimal ke daerah genital-anal.
Daerah genital-anal secara langsung mengandung sejumlah besar kelembaban yang
dikeluarkan dari selaput lendir dan tidak dapat digunakan untuk pengukuran kulit.
Kelembaban merusak instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan warna
kulit, viskoelastisitas, dan hidrasi dan mengakibatkan kesalahan dalam
pengukuran.28–30
Untuk menentukan warna kulit, kami menggunakan spektrofotometer
reflektansi (ColorTec® PSM hand-held spectrophotometer, Clinton, NJ).
Pengukuran warna didasarkan pada ruang warna yang diterima secara umum,
CIELAB 1976 (CIE L * a * b *), model tiga dimensi yang mewakili warna relatif
terhadap titik referensi putih.31 Ruang warna CIELAB terdiri dari tiga sumbu di
sudut kanan satu sama lain: sumbu L * mewakili komponen warna terang / gelap (0
[hitam] hingga 100 [putih]), sumbu a * mewakili komponen warna merah / hijau
(+127 hingga −127), dan sumbu b * mewakili komponen warna kuning / biru (+127
ke −127). Warna kulit manusia ditemukan dalam kuadran a * (merah) dan b *

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 17


(kuning) positif dari ruang warna CIELAB; nilai L * warna kulit umumnya berkisar
antara 25 (gelap) dan 70 (terang).32 Sebelum setiap sesi pengumpulan data dengan
spektrofotometer, kami melakukan prosedur kontrol kualitas warna untuk
memastikan bahwa nilai L * adalah 100 (putih / terang) dan 1 (hitam / gelap) dengan
tidak lebih dari ± 5% kesalahan.
Pengukuran viskoelastisitas kulit dilakukan dengan Cutometer® MPA
580 (Courage + Khazaka electronic GmbH, Kőln, Jerman),30 dipandang sebagai
standar emas untuk pengukuran elastisitas kulit.14,33 Viskoelastisitas lapisan atas
epidermis diukur dengan respon deformasi kulit di bawah tekanan negatif yang
telah ditentukan dalam aperture melingkar probe kulit.16 Tekanan negatif mengubah
bentuk kulit ketika ia ditarik ke dalam lubang probe. Setelah periode waktu yang
ditentukan, kulit dilepaskan lagi. Kami menggunakan probe dengan bukaan 2 mm
untuk menerapkan vakum 5s dari 400 mbar, diikuti oleh periode relaksasi 5 detik.
Viskoelastisitas kulit dioperasionalkan sebagai elastisitas biologis, digambarkan
sebagai pengukuran “R7” oleh pabrikan dan didefinisikan sebagai rasio pemulihan
elastis (Ur, dalam milimeter, 0,1 detik setelah pelepasan tekanan negatif) dan
deformasi elastis (Uf, dalam milimeter, total perpindahan dari posisi awal pada
tekanan negatif maksimum).16,33,34 Nilai yang lebih tinggi menunjukkan kulit yang
lebih elastis.16
Pengukuran hidrasi kulit dilakukan dengan Corneometer® CM825
(Courage + Khazaka electronic GmbH, Kőln, Jerman),29 dianggap sebagai standar
emas untuk pengukuran hidrasi kulit.14,35 Korneometer digunakan untuk
menentukan kapasitansi kulit dan mencerminkan kadar air dari lapisan epidermis
superfisial ke kedalaman sekitar 0,01 hingga 0,04 mm.36,37 Pengukuran didasarkan
pada prinsip bahwa konstanta dielektrik air (81) dan zat lain (umumnya kurang dari
7) sangat berbeda.36,38 Pengukuran corneometer dinyatakan sebagai unit arbitrer
(au) dari 0 hingga 130,29,39 yang secara teori sebanding dengan kadar air stratum
korneum. Tipe kulit yang dilembabkan ditentukan sebagai berikut: kulit yang
sangat kering ditandai memiliki satuan korneometer di bawah 30 au, kulit kering
antara 30 dan 40 au, dan kulit normal lebih tinggi dari 40 au.40

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 18


Seperti disebutkan sebelumnya, viskoelastisitas dan hidrasi kulit dapat
dipengaruhi oleh usia, riwayat merokok, IMT, dan paparan sinar matahari; oleh
karena itu, kami mengontrol variabel-variabel ini. Status merokok ditentukan oleh
pertanyaan berikut: Dalam 6 bulan terakhir, rata-rata, berapa banyak rokok /
tembakau yang Anda konsumsi dalam sehari? IMT ditentukan oleh pengukuran
tinggi dan berat badan yang diperoleh di laboratorium kulit oleh staf penelitian yang
terlatih. Paparan sinar matahari ditentukan oleh pertanyaan berikut: Dalam 12 bulan
terakhir, berapa kali Anda memiliki
51,32%, dengan frekuensi cedera genital eksternal 0,77 pada awal dan 1,61 pada
tindak lanjut. Demikian pula, peneliti lain telah menemukan bahwa area genital
eksternal adalah area yang paling sering cedera setelah hubungan sensual dan non-
6,22,45
konsensual. Mengingatkan prevalensi dan frekuensi cedera genital eksternal
dalam sampel kami dan kekuatan temuan kami, banyak dari diskusi berikut akan
fokus pada cedera genital eksternal.
2.4 Analisis Data
Indikator untuk setiap jenis cedera dan area anatomi dicatat untuk membuat
seperangkat biner komposit dan variabel hitung untuk cedera genital eksternal,
cedera genital internal, cedera anal, dan cedera pada area mana pun. Variabel biner
mewakili ada atau tidaknya dan variabel hitung mewakili jumlah cedera pada area
anatomi yang diberikan. Statistik deskriptif dihitung untuk semua variabel
penelitian. Jenis cedera genital (eksternal, internal, anal, dan apa pun), dimodelkan
dalam dua cara. Pertama, analisis regresi logistik biner digunakan untuk
memodelkan peluang untuk ada atau tidaknya masing-masing jenis cedera genital-
anal. Selanjutnya, analisis regresi proses jumlah binomial negatif digunakan untuk
memodelkan jumlah setiap jenis cedera genital-anal. Untuk kedua set model, set
penuh prediktor termasuk usia, ras (Putih non-hispanik, Hitam non-Hispanik,
Hispanik / Latina, Identitas Lainnya), nilai warna kulit (L *, a *, dan b *), kulit
viskoelastisitas, hidrasi kulit, status merokok saat ini (ya / tidak), IMT, terbakar
matahari dalam 12 bulan terakhir (ya / tidak), status kesehatan, dan prevalensi atau
frekuensi cedera pemeriksaan awal. Satu set analisis menggunakan hasil cedera dari
pemeriksaan awal sebagai hasil, dan satu set analisis lainnya menggunakan hasil

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 19


cedera dari pemeriksaan tindak lanjut sebagai hasil, mengendalikan antara nilai
warna kulit, hidrasi, dan elastisitas juga dievaluasi dalam model kami, tetapi efek
sebagian besar ditemukan tidak signifikan secara statistik atau sangat kecil sehingga
tidak relevan secara klinis, dan, sebagai hasilnya, tidak termasuk di antara hasil.
Selain itu, meskipun model disesuaikan dengan durasi hubungan seksual (menit),
variabel ini tidak disajikan dalam tabel karena tidak berpengaruh (rasio odds dan
rasio tingkat = 1.0). Rasio odds yang disesuaikan (AOR) dan interval kepercayaan
95% mereka dihitung untuk semua model regresi logistik, dan rasio tingkat yang
disesuaikan (ARR) dan interval kepercayaan 95% mereka dihitung untuk semua
model binomial negatif. Analisis dilakukan dengan menggunakan lingkungan R
untuk komputasi statistik.
3. Hasil
Tabel 1 menyajikan statistik deskriptif untuk semua variabel penelitian. Pada
pemeriksaan tindak lanjut, 72,73% wanita dalam sampel memiliki setidaknya satu
cedera kelamin-anal, dan jumlah rata-rata cedera adalah 2,49 (SD = 2,96). Cedera
genital eksternal diamati sebesar 51,32% (M = 1,61, SD = 2,45), cedera genital
internal diamati sebesar 44,57% (M = 0,61, SD = 0,82), dan cedera anal diamati
sebesar 12,90% (M = 0,26 cedera, SD = 0,99) dari sampel. Prevalensi dan frekuensi
cedera pada pemeriksaan awal lebih rendah untuk semua daerah genital (lihat Tabel
1).
Hasil model regresi logistik yang memprediksi prevalensi cedera genital-anal
disajikan pada Tabel 2. Untuk pemeriksaan awal, peningkatan elastisitas kulit
dikaitkan dengan penurunan yang signifikan dalam prevalensi cedera, cedera
genital eksternal, dan cedera anal. Non-hispanik, perempuan kulit hitam memiliki
prevalensi yang signifikan lebih besar dari cedera dan cedera dubur, sedangkan
perempuan dari Identitas Lain memiliki prevalensi yang lebih besar secara
signifikan dari hanya cedera anal, seperti yang diamati selama pemeriksaan awal.
Nilai L * yang lebih tinggi dikaitkan dengan prevalensi yang lebih besar dari cedera
genital eksternal, seperti yang diamati selama pemeriksaan awal. Untuk
pemeriksaan tindak lanjut, wanita Hispanik / Latina memiliki prevalensi yang
secara signifikan lebih rendah dari cedera, cedera genital eksternal, dan cedera
genital internal, sementara wanita Identitas Lain memiliki prevalensi yang secara

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 20


signifikan lebih rendah dari hanya cedera genital internal. Non-perokok dan wanita
dengan peningkatan elastisitas memiliki prevalensi cedera genital internal yang
secara signifikan lebih besar, seperti yang diamati selama pemeriksaan tindak
lanjut. Juga dari pemeriksaan lanjutan, wanita dengan sengatan matahari dalam 12
bulan terakhir memiliki prevalensi yang lebih besar dari cedera.
Hasil model regresi binomial negatif yang memprediksi frekuensi cedera genital-
anal disajikan pada Tabel 3. Untuk pemeriksaan awal, dan serupa dengan hasil
untuk prevalensi cedera, peningkatan elastisitas dikaitkan dengan penurunan
signifikan dalam frekuensi cedera, cedera eksternal genital, dan cedera anal. Nilai
a * yang lebih tinggi dikaitkan dengan frekuensi yang lebih rendah dari cedera dan
cedera genital internal, seperti yang diamati selama pemeriksaan awal. Selain itu,
status kesehatan yang lebih positif dikaitkan dengan frekuensi yang lebih rendah
dari cedera dan cedera genital eksternal. Untuk pemeriksaan lanjutan, wanita
Hispanik / Latina memiliki frekuensi yang lebih rendah secara signifikan dari
cedera dan cedera genital eksternal, sedangkan wanita Identitas Lainnya memiliki
frekuensi cedera anal yang jauh lebih tinggi. Meskipun nilai a * yang lebih tinggi
dikaitkan dengan frekuensi cedera genital eksternal yang secara signifikan lebih
rendah, nilai b * yang lebih tinggi dikaitkan dengan frekuensi cedera yang lebih
tinggi dan cedera genital eksternal, seperti yang diamati selama pemeriksaan
lanjutan. Dari pemeriksaan lanjutan, wanita dengan sengatan matahari dalam 12
bulan terakhir memiliki frekuensi cedera yang jauh lebih besar.
4. Pembahasan
Setelah hubungan seksual, para peserta memiliki peningkatan yang signifikan
dalam prevalensi cedera dari awal. Sekitar 73% wanita memiliki setidaknya satu
cedera pada genitalia eksternal, genitalia internal, atau area anus pada pemeriksaan
lanjutan (meningkat dari 58% pada awal). Beberapa studi cedera setelah hubungan
seksual konsensual melaporkan prevalensi cedera dalam kisaran yang lebih rendah
(30-60%), 42-44 sementara Jones et al. menemukan prevalensi cedera 73% pada
remaja setelah hubungan seksual konsensual, 45 mirip dengan temuan kami.
Tingkat cedera kami yang relatif tinggi pada awal dan tindak lanjut mengejutkan.
Kami mengusulkan bahwa mereka mungkin mencerminkan aktivitas seksual
sebelum pendaftaran pada awal atau bahwa wanita secara rutin memiliki beberapa

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 21


tingkat kemerahan atau cedera kelamin-anal yang tidak terkait dengan hubungan
seksual. Kami tidak meminta peserta kami untuk tidak melakukan hubungan
seksual sebelum pemeriksaan dasar kami karena kami mencari sampel wanita yang
sebanding dengan yang terlihat oleh program kekerasan seksual. Namun, waktu
rata-rata dari hubungan terakhir ke pemeriksaan awal adalah 205,6 jam (MDN =
71,0 jam, SD = 692,67 jam, minimum = 3,0 jam, maksimum = 9040,0 jam),
menunjukkan bahwa cedera awal kemungkinan tidak berhubungan dengan
hubungan seksual. Sebaliknya, sebagian besar cedera intercourserelated akan
memiliki rata-rata 8-9 hari (205,6 jam) untuk sembuh sebelum pemeriksaan awal,
yang mengarah ke penyembuhan total.46 Lokasi yang paling umum untuk cedera
genital-anal dalam sampel adalah area genital eksternal. Prevalensi cedera genital
eksternal awal adalah 34,02% dan prevalensi cedera genital eksternal tindak lanjut
adalah 51,32%, dengan frekuensi cedera genital eksternal 0,77 pada awal dan 1,61
pada tindak lanjut. Demikian pula, peneliti lain telah menemukan bahwa area
genital eksternal adalah area yang paling sering terluka setelah hubungan seksual
konsensual dan non-konsensual. 62,22,45 Mengingat prevalensi dan frekuensi
cedera genital eksternal dalam sampel kami dan kekuatan temuan kami, banyak dari
pembahasan berikut akan fokus pada eksternal
cedera genital.
4.1. Warna kulit
Nilai L* yang lebih tinggi (kulit lebih terang) secara positif terkait dengan
prevalensi cedera genitalia eksternal dalam data dasar kami. Beberapa penjelasan
telah ditawarkan dalam literatur yang menjelaskan peningkatan prevalensi dan
frekuensi cedera pada wanita dengan kulit cerah dibandingkan dengan kulit gelap.
Para penyelidik telah mencatat non-Hispanik, Hitam / Afrika, Orang Amerika
memiliki lapisan tambahan SC, 10 yang berfungsi sebagai perlindungan dari cedera.
Dokter telah menyarankan bahwa nuclear staining digunakan dalam pemeriksaan
forensik, terutama yang gelap, boleh menerangkan cedera genitalia external lebih
baik pada orang berkulit cerah dibandingkan dengan orang berkulit gelap. 5
Menegakkan kembali teori bahwa kulit yang terang mungkin lebih rentan
cedera genital-anal daripada kulit gelap, peserta kami yang melaporkan sunburn
dalam 12 bulan sebelumnya juga secara signifikan lebih tinggi prevalensi cedera

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 22


keseluruhan dan frekuensi dalam pemeriksaan tindak lanjut setelah hubungan
seksual konsensual. Sementara cedera URV terjadi pada orang tanpa mengira warna
kulit, orang dengan kulit yang cerah dikenal lebih peka terhadap sinar matahari
47
daripada orang dengan kulit yang lebih gelap, dan kulit mereka mungkin lebih
rentan untuk cedera. 10
Selain dari penemuan ini, kemerahan (positif a *nilai) dan kekuningan (nilai b
* positif) kurang jelas. Menurun tingkat kemerahan dikaitkan dengan lebih sedikit
cedera di beberapa lokasi dan titik waktu, dan meningkatkan tingkat kekuningan
dengan lebih banyak cedera. Kami tidak dapat menemukan literatur yang
mendukung perubahan dalam deteksi cedera berdasarkan jenis warna kulit ini.

4.2. Viskoelastisitas kulit dan hidrasi kulit


Data dari pemeriksaan dasar menunjukkan bahwa menurun viskoelastisitas
kulit secara signifikan dikaitkan dengan peningkatan prevalensi cedera genitalia
eksternal. Seperti yang ditunjuk literatur, viscoelasticity kulit lebih tinggi mungkin
memiliki efek perlindungan terhadap cedera.11 Individu dengan tingkat
viskoelastisitas yang tinggi, kulit dapat kembali ke kondisi semula bentuk setelah
stres, sedangkan viskoelastisitas rendah dikaitkan dengan histeresis, deformasi
residu kulit yang meningkatkan risiko cedera. 48
Data dari pemeriksaan tindak lanjut menunjukkan bahwa peningkatan hidrasi
kulit dikaitkan dengan peningkatan frekuensi cedera genital eksternal dan frekuensi
cedera di area anatomi apa pun setelah hubungan seksual konsensual. Peran hidrasi
kulit relatif belum diketahui sehubungan dengan cedera kulit kecuali untuk
serangkaian penelitian yang diselidiki hubungan antara hidrasi dan perubahan
dermatologis tyang menyebabkan kedutan wajah.48,49 Kami menduga bahwa
hubungan positif antara tween hydration dan cedera banyak terjadi karena terjadi
udem pada jaringan yang disebabkan oleh trauma ringan selama hubungan intim,
meskipun penjelasan lain seperti perubahan kelembaban, peningkatan kelembaban
permukaan kulit, atau kesalahan instrumen mungkin telah terjadi.

4.3. Pemeriksaan dasar dan follow-up

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 23


Cedera eksternal, internal, dan anal pada awal semuanya signifikan terkait
dengan cedera yang ditemukan dalam pemeriksaan follow-up. Ada tiga
kemungkinan penjelasan untuk temuan ini. Orang yang sangat rentan terhadap
cedera pada awal karena faktor-faktor seperti viskoelastisitas yang meningkat
mungkin lebih rentan terhadap cedera setelah hubungan seksual konsensual,
meskipun kami tidak menemukan hubungan yang signifikan antara variabel-
variabel dalam pemeriksaan follow-up. Kedua, cedera yang terdeteksi selama
pemeriksaan awal tetapi tidak lagi terlihat ditindak lanjut mungkin membuat kulit
sensitif, sehingga berkontribusi pada cedera sewaktu follow-up. Akhirnya, cedera
yang terdeteksi pada awal mungkin terjadi tetap dan dihitung lagi selama
pemeriksaan follow-up.
Sampel Hispanik / Latina memiliki prevalensi yang jauh lebih rendah dan
frekuensi cedera genital eksternal pada pemeriksaan follow-up dari sampel non-
Hispanik Putih. Nilai tengah L * (nilai terang) untuk kelompok Hispanik / Latina
lebih rendah (M = 55,9, SD = 3,4) daripada berarti L * untuk kelompok referensi
non-hispanik Putih (M = 64,4, SD = 3.4), yang dapat menjelaskan perbedaan tingkat
cedera. Seperti dicatat sebelumnya, ada beberapa bukti bahwa wanita dengan kulit
lebih cerah memiliki lebih banyak cedera terdeteksi daripada wanita dengan kulit
lebih gelap,4 yang dapat menjelaskan hal ini temuan.
Status kesehatan dan BMI juga merupakan faktor yang berhubungan dengan
cedera. Peserta dengan status kesehatan yang lebih tinggi mengalami penurunan
frekuensi cedera di baseline, menunjukkan bahwa kesehatan yang baik dapat
melayani fungsi perlindungan melawan cedera. Meningkatnya prevalensi cedera
dubur yang kami temukan di sampel Hitam non-Hispanik kami dibandingkan
dengan kelompok lain mungkin terkait dengan BMI mereka. BMI pada peserta kulit
hitam non-Hispanik (M = 31.2, SD = 8.6) lebih tinggi daripada kelompok lain (non-
Hispanik Putih: M = 25,9, SD = 7,1; Hispanik = 29,3, SD = 8,0; Lain Identitas M =
27,6, SD = 7,9). Peningkatan BMI berhubungan positif dengan peningkatan cedera,
terutama pada pasien obesitas.50 Yang penting peningkatan prevalensi cedera
keseluruhan di semua lokasi di non-Hispanik Peserta kulit hitam dibandingkan
dengan peserta kulit putih non-Hispanik adalah didorong oleh tingginya tingkat
cedera anal pada sampel non-hispanik berkulit hitam.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 24


4.4. Keterbatasan
Penelitian kami dibatasi oleh beberapa faktor. Terlepas dari kualiti kontrol
untuk instrumen kami, kami mungkin mengalami kesalahan pada kulit
viskoelastisitas, hidrasi kulit, dan pengukuran warna kulit. Karena kami melakukan
penelitian di Puerto Riko dan AS, dua lokasi mungkin memberikan kontribusi bias
geografis pada temuan kami. Bias respons mungkin terjadi dengan langkah-langkah
riwayat merokok yang dilaporkan sendiri /penggunaan tembakau, paparan sinar
matahari, dan kesehatan umum. Metode penelitian kami adalah bersifat
observasional dan tidak memungkinkan kita untuk menentukan hubungan sebab
akibat antar variabel. Sementara kami tidak menentukan jenis dan sifat dari
interaksi seksual, lamanya hubungan seksual tidak berpengaruh pada model statistic
kami tetapi mungkin telah menciptakan kesalahan. Kami melakukan kontrol untuk
kekasaran / kelembutan hubungan intim dan penetrasi vagina dan ana; pada (Tabel
1 ) berdasarkan data yang dilaporkan sendiri. Temuan penelitian kami tidak sesuai
untuk pria.
Kami tidak dapat melakukan pengukuran viskoelastisitas kulit dan hidrasi pada
selaput lendir area genital eksternal karena kelembaban akan menyebabkan
kesalahan instrumen.29,30 Sebaliknya pengukuran kulit diambil di lokasi di paha
atas, yang proksimal tetapi di luar daerah genital-anal. Di tingkat seluler, luas
permukaan genitalia eksternal sebanding dalam struktur area lain dari kulit tubuh
yang terpapar.51 Ketebalan kulit lebih tinggi pada labia majora dan perineum tetapi
menurun dari luar ke dalam permukaan menuju labia minora dan struktur genital
bagian dalam. 52, 53 Secara umum, SC dari kulit vulva lebih tipis dari pada kulit yang
tidak terpajan. tetapi pengukuran dilakukan pada paha yang menyediakan data
representatif untuk jaringan vulva dan genital-anal. 52, 53
Kami tidak mengontrol keparahan cedera. Walker mencatat bahwa laserasi,
lecet, dan memar sangat penting untuk menindikasikan cedera, sedangkan
kemerahan dan pembengkakan mungkin lebih subyektif dalam interaksi mereka.54
Tabel 1 memberikan informasi tentang prevalensi cedera berdasarkan ras / etnisitas.
Saat mempertimbangkan jumlah robekan genital eksternal, chymosis (memar), dan
lecet saja (tidak termasuk kemerahan dan bengkak), peserta Kulit Putih Hispanik

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 25


dan non-Hispanik (rata-rata kulit masing-masing level 55,93 dan 64,38) memiliki
prevalensi yang lebih tinggi robekan (21-22%), ekimosis, (0-2,3%) dan lecet (4-
16%). Di Sebaliknya, peserta kulit hitam non-hispanik (rata-rata tingkat kecerahan
kulit 41.05) memiliki prevalensi lebih rendah dari robekan ekstragenital, ekimosis
dan abrasi (masing-masing 11,11% 0,0%, dan 9,26%.) Tingkat prevalensi
menunjukkan bahwa, ketika menghilangkan cedera diklasifikasikan sebagai
kemerahan dan pembengkakan, peserta dengan warna kulit lebih muda masih
memiliki tingkat lebih tinggi cedera dibandingkan mereka yang memiliki warna
kulit lebih gelap.
Identifikasi diri ras dan etnis adalah batasan dari belajar. Peserta dari ras
campuran atau multi-etnis dan etnis tidak bisa mengidentifikasi semua aspek
leluhur mereka. Selain itu, identifikasi diri adalah bukan indikator biologis ras /
etnis, tetapi lebih merupakan indikasi afiliasi dengan grup atau grup.47

5. Kesimpulan
Temuan kami memberikan dukungan bahwa pentingnya warna kulit selama
pemeriksaan forensik. Wanita dengan warna kulit terang mungkin memiliki kulit
yang lebih mudah terluka daripada wanita dengan warna lebih gelap. Penguji dapat
lebih mudah mendeteksi cedera genital eksternal wanita berkulit cerah
dibandingkan dengan kulit gelap. Cedera yang terdeteksi dapat diperlakukan secara
medis dan berfungsi sebagai bukti untuk menguatkan seksual pernyataan
penyerangan korban dan / atau membantu jaksa membangun kasus. Wanita dengan
viskoelastisitas yang menurun dan peningkatan hidrasi mungkin lebih mudah
terluka. Temuan ini mendukung kebutuhan untuk mengembangkan forensik.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 26


Daftar Pustaka

1. Alderden M, Cross TP, Vlajnic M, Siller L. Prosecutors' perspectives on


biological evidence and injury evidence in sexual assault cases. J Interpers
Violence. 2018886260518778259.
2. Laitinen F, Grundmann O, Ernst E. Factors that influence the variability in
findings of anogenital injury in adolescent/adult sexual assault victims: a
review of the forensic literature. Am J Forensic Med Pathol. 2013;34(3):286–
294.
3. Sommers MS, Brown K, Buschur C, et al. Injuries from intimate partner and
sexual violence: significance and classification systems. J Forensic Leg
Med.2012;19:250–263.
4. Rossman L, Solis S, Rechtin C, Bush C, Wynn B, Jones J. The effects of skin
pigmentation on the detection of genital injury from sexual assault. Am J Emerg
Med. 2019;37:974–975.
5. Sommers MS. Defining patterns of genital injury from rape and sexual assault:
a review. Trauma Violence Abuse. 2007;8(3):270–280.
6. Sommers MS, Zink T, Fargo J, et al. Forensic sexual assault examination and
genital injury: is skin color a source of health disparity? Am J Emerg Med.
2008;26(8):857–866.
7. Baker RB, Fargo JD, Shamblye-Ebron DZ, Sommers MS. Source of healthcare
disparity:race, skin color, and injuries after rape among adolescents and young
adults. J Forensic Nurs. 2010;6(3):144–150.
8. Sommers MS, Zink T, Baker R, et al. The effects of age and ethnicity on physical
injury from rape. J Obstet Gynecol Neonatal Nurs. 2006;35(2):199–207.
9. Weigand DA, Haygood BS, Gaylor JR. Cell layers and density of negro and
caucasian stratum corneum. J Investig Dermatol. 1974;62(6):563–568.
10. Berardesca E, Maibach HI. Racial differences in skin pathophysiology. J Am
Acad Dermatol. 1996;34(4):667–672.
11. Hussain S, Limthongkul B, Humphreys T. The biomechanical properties of the
skin. Dermatol Surg. 2013;39:193–203.
12. Clancy NT, Nilsson GE, Anderson CD, Leahy MJ. A new device for assessing
changes in skin viscoelasticity using indentation and optical measurement. Skin
Res Technol.2010;16(2):210–228.
13. Bazin R, Fanchon C. Equivalence of face and volar forearm for the testing of
moisturizing and firming effect of cosmetics in hydration and biomechanical
studies.Int J Cosmet Sci. 2006;28(6):453–460.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 27


14. Tamura E, Ishikawa J, Sugata K, Tsukahara K, Yasumori H, Yamamoto T.
Age-related differences in the functional properties of lips compared with skin.
Skin Res Technol. 2018;24(3):472–478.
15. Addor FAS. Beyond photoaging: additional factors involved in the process of
skin aging. Clin Cosmet Investig Dermatol. 2018;11:437–443.
16. Smalls LK, Randall Wickett R, Visscher MO. Effect of dermal thickness, tissue
composition,and body site on skin biomechanical properties. Skin Res
Technol.2006;12(1):43–49.
17. Ezure T, Amano S. Increment of subcutaneous adipose tissue is associated with
decrease of elastic fibres in the dermal layer. Exp Dermatol. 2015;24(12):924–
929.
18. Lastowiecka-Moras E, Bugajska J, Mlynarczyk B. Occupational exposure to
natural UV radiation and premature skin ageing. Int J Occup Saf Ergon.
2014;20(4):639–645.
19. Hirachan N. Use of toluidine blue in dye detection of anogenital injuries in
consensual sexual intercourse. J Forensic Leg Med. 2019;64:14–19.
20. Rossman L, Solis S, Stevens J, Wynn B, Jones JS. Effect of menstrual bleeding
on the detection of anogenital injuries in sexual assault victims. Am J Emerg
Med. 2018.
21. NIH. Racial and Ethnic Categories and Sefinitions for NIH Diversity Programs
and for Other Reporting Purposes. 2015;
2015https://grants.nih.gov/grants/guide/noticefiles/NOT-OD-15-089.html.
22. Slaughter L, Brown CR, Crowley S, Peck R. Patterns of genital injury in female
sexual assault victims. Am J Obstet Gynecol. 1997;176(3):609–616.
23. Price B, Maguire K. Core Curriculum for Forensic Nursing. Phildelphia, PA:
Wolters Kluwer; 2016.
24. Carter-Snell C. Injury documentation: using the BALD STEP mnemonic and
trheRCMP sexual assault kit. Outlook. 2011;34:15–20.
25. Kjaerulff M, Bonde U, Astrup BS. The significance of the forensic clinical
examination on the judicial assessment of rape complaints- developments and
trends. Forensic SciInt. 2019;297:90–99.
26. Jones JS, Wynn BN, Kroeze B, Dunnuck C, Rossman L. Comparison of sexual
assaults by strangers versus known assailants in a community-based
population. Am J Emerg Med. 2004;22(6):454–459.
27. Jones JS, Rossman L, Diegel R, Van Order P, Wynn BN. Sexual assault in
postmenopausal women: epidemiology and patterns of genital injury. Am J
Emerg Med. 2009;27(8):922–929.
28. Everett JS, Sommers MS. Skin viscoelasticity: physiologic mechanisms,
measurement issues, and application to nursing science. Biol Res Nurs.
2013;15(3):338–346.
29. Courage Khazaka. CM - corneometer@ CM 825. Koln, Germany. Courage &
Khazaka Electronic; 2019.
30. Courage Khazaka. Information and instruction manual for Cutometer@ dual
MPA580. Koln, Germany. Courage & Khazaka Electronic; 2019.
31. Fairchild MD. Color Appearance Models. Hoboken, NJ: Wiley; 2005.
32. Chardon A, Cretois I, Hourseau C. Skin colour typology and suntanning
pathways. Int J Cosmet Sci. 1991;13(4):191–208.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 28


33. Visscher MO, Burkes SA, Adams DM, Hammill AM, Wickett RR. Infant skin
maturation:preliminary outcomes for color and biomechanical properties. Skin
Res Technol. 2017;23(4):545–551.
34. Ezure T, Amano S. Influence of subcutaneous adipose tissue mass on dermal
elasticityand sagging severity in lower cheek. Skin Res Technol.
2010;16(3):332–338.
35. Yimam M, Lee YC, Jiao P, Hong M, Brownell L, Jia Q. A randomized, active
comparator-controlled clinical trial of a topical botanical cream for skin
hydration, elasticity, firmness, and cellulite. J Clin Aesthet Dermatol.
2018;11(8):51–57.
36. Alanen E, Nuutinen J, Nicklen K, et al. Measurement of hydration in the stratum
corneum with the MoistureMeter and comparison with the Corneometer. Skin
Res Technol. 2004;10(1):32–37.
37. Dobrev H. Use of Cutometer to assess epidermal hydration. Skin Res Technol.
2000;6(4):239–244.
38. Batisse D, Giron F, Leveque JL, Batisse D, Giron F, Leveque JL. Capacitance
imaging of the skin surface. Skin Res Technol. 2006;12(2):99–104.
39. Fluhr JW, Lazzerini S, Distante F, Gloor M, Berardesca E. Effects of prolonged
occlusion on stratum corneum barrier function and water holding capacity. Skin
Pharmacol Appl Skin Physiol. 1999;12(4):193–198.
40. Heinrich U, Koop U, Leneveu-Duchemin MC, et al. Multicentre comparison
of skin hydration in terms of physical-, physiological- and product-dependent
parameters by the capacitive method (Corneometer CM 825). Int J Cosmet Sci.
2003;25(1-2):45–53.
41. Team RDC. A Language and Environment for Statistical Computing. Vienna,
Austria: R Foundation for Statistical Computing; 2012.
42. Zink T, Fargo JD, Baker RB, Buschur C, Fisher BS, Sommers MS. Comparison
of methods for identifying ano-gential injury after consensual intercourse. J
Emerg Med.2010;39(1):113–118.
43. Anderson S, McClain N, Riviello RJ. Genital findings of women after
consensual and nonconsensual intercourse. J Forensic Nurs. 2006;2(2):59–65.
44. Fraser IS, Lahteenmaki P, Elomaa K, et al. Variations in vaginal epithelial
surface appearance determined by colposcopic inspection in healthy, sexually
active women. Hum Reprod. 1999;14(8):1974–1978.
45. Jones JS, Rossman L, Hartman M, Alexander CC. Anogenital injuries in
adolescents after consensual sexual intercourse. Acad Emerg Med.
2003;10(12):1378–1383.
46. Anderson S, Parker B, Bourguignon C. Changes in genital injury pattern over
time in women after consensual intercourse. J Forensic Leg Med.
2008;15(5):306–311.
47. Eilers S, Bach DQ, Gaber R, et al. Accuracy of self-report in assessing
Fitzpatrick skin phototypes I through VI. JAMA Dermatol.
2013;149(11):1289–1294.
48. Choi JW, Kwon SH, Huh CH, Park KC, Youn SW. The influences of skin
visco-elasticity, hydration level and aging on the formation of wrinkles: a
comprehensive and objective approach. Skin Res Technol. 2013;19:e349–e355.
49. Kim EJ, Han JY, Lee HK, et al. Effect of the regional environment on the skin

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 29


properties and the early wrinkles in young Chinese women. Skin Res
Technol.2014;20(4):498–502.
50. Sen CK, Gordillo GM, Roy S, et al. Human skin wounds: a major and
snowballing threat to public health and the economy. Wound Repair Regen.
2009;17(6):763–771.
51. Farage M, Maibach HI. Lifetime changes in the vulva and vagina. Arch Gynecol
Obstet.2006;273:195–202.
52. Deliveliotou A, Cretsas G. Anatomy of the vulva. Anatomy, Physiology and
Pathology The Vulva; 2006:1–7.
53. Elsner P, Wilhelm D, Maibach HI. Frictional properties of human forearm and
vulvar skin:influence of age and correlation with transepidermal water loss and
capacitance. Dermatologica. 1990;181:88–91.
54. Walker G. The (in) significance of genital injury in rape and sexual assault. J
Forensic Leg Med. 2015;35:173–178.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 30


Telaah Kritis (Critical Appraisal) Jurnal

Tabel Check List Umum Struktur dan Isi Masalah

Ya Tidak TR
Judul Makalah
1. Tidak terlalu panjang atau terlalu pendek V
2. Menggambarkan isi utama penelitian V
3. Cukup menarik V
4. Tanpa singkatan, selain yang baku V
Pengarang & Institusi
5. Nama-nama dituliskan sesuai dengan aturan jurnal V
Abstrak
6. Abstrak satu paragraf atau terstruktur V
7. Mencakup komponen IMRAD V
8. Secara keseluruhan informatif V
9. Tanpa singkatan, selain yang baku V
10. Kurang dari 250 kata V

Pendahuluan
11. Ringkas, terdiri 2-3 paragraf V
12. Paragraf pertama mengemukakan alasan dilakukan penelitian V
13. Paragraf berikut menyatakan hipotesis atau tujuan penelitian V
14. Didukung oleh pustaka yang relevan V
15. Kurang dari 1 halaman V

Metode
16. Disebutkan desain, tempat, dan waktu penelitian V
17. Disebutkan populasi sumber (populasi terjangkau) V
18. Dijelaskan kriteria inklusi dan eksklusi V
19. Disebutkan cara pemilihan subjek (teknik sampling) V
20. Disebutkan perkiraan besar sampel dan alasannya V
21. Besar sampel dihitung dengan rumus yang sesuai V
22. Komponen-komponen rumus besar sampel masuk akal V
23. Observasi, pengukuran, serta intervensi dirinci sehingga V
orang lain dapat mengulanginya
24. Ditulis rujukan bila teknik pengukuran tidak dirinci V
25. Pengukuran dilakukan secara tersamar V
26. Dilakukan uji keandalan pengukuran (kappa) V

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 31


27. Definisi istilah dan variabel penting dikemukakan V
28. Ethical clearance diperoleh V
29. Persetujuan subjek diperoleh V
30. Disebutkan rencana analisis, batas kemaknaan, dan power V
penelitian
31. Disebutkan program komputer yang dipakai V
Hasil
32. Disertakan tabel karakteristik subjek penelitian V
33. Karakteristik subjek sebelum intervensi dideskripsi V
34. Tidak dilakukan uji hipotesis untuk kesetaraan pra-intervensi V
35. Disebutkan jumlah subjek yang diteliti V
36. Dijelaskan subjek yang dropout dengan alasannya V
37. Ketepatan numerik dijelaskan dengan benar V
38. Penulisan tabel dilakukan dengan tepat V
39. Tabel dan ilustrasi informatif dan memang diperlukan V
40. Tidak semua hasil didalam tabel disebutkan pada naskah V
41. Semua outcome yang penting disebutkan dalam hasil V
42. Subjek yang dropout diikutkan dalam analisis
43. Analisis dilakukan dengan uji yang sesuai V
44. Ditulis hasil uji statistika, degree of freedom, dan nilai P V
45. Tidak dilakukan analisis yang semula tidak direncanakan V
46. Disertakan interval kepercayaan V
47. Dalam hasil tidak disertakan komentar atau pendapat V
Diskusi
48. Semua hal yang relevan dibahas V
49. Tidak sering diulang hal yang dikemukakan pada hasil V
50. Dibahas keterbatasan penelitian dan dampaknya terhadap V
hasil
51. Disebut penyimpangan protokol dan dampaknya terhadap V
hasil
52. Diskusi dihubungkan dengan pertanyaan penelitian V
53. Dibahas hubungan hasil dengan teori/penelitian terdahulu V
54. Dibahas hubungan hasil dengan praktik klinis V
55. Efek samping dikemukakan dan dibahas V
56. Disebutkan hasil tambahan selama observasi V
57. Hasil tambahan tersebut tidak dianalisis secara statistika V
58. Disertakan simpulan utama penelitian V
59. Simpulan didasarkan pada data penelitian V
60. Simpulan tersebut sahih V
61. Disebutkan generalisasi hasil penelitian V
62. Disertakan saran penelitian selanjutnya V
Ucapan Terima Kasih
63. Ucapan terima kasih ditujukan pada orang yang tepat V
64. Ucapan terima kasih dinyatakan secara wajar V
Daftar Pustaka
65. Daftar pustaka disusun sesuai dengan aturan jurnal V
66. Kesesuaian sitasi pada nas dan daftar pustaka V

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 32


Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 33

Anda mungkin juga menyukai