Abstract.
Background: Fever is a condition where the body temperature rises above normal and is the
body's response to infection. At the age of five, children are vulnerable to various diseases,
especially infections. Fever can be treated by pharmacological action in the form of
antipyretic drugs and non-phamacologic actions. In handling fever, the family is the initial
factor. This study aims to analyze how family members’ handling fever in child. Method: This
study used a qualitative descriptive method by conducting interviews with a doctor as a
resource person and five respondents, namely mothers who have children under five in Desa
Songgalan. Results: The results of the study showed that four out of five respondents had used
a thermometer as a marker of fever. All of the respondents took physical action to reduce
fever such as giving warm water compresses, putting on thin clothes, taking a warm bath,
drinking lots of water, and giving grated onions. Respondents also knew when to take the
toddlers to a doctor when they have a fever. Conclusion: Mothers have been able to handle
fever in children well by giving antypyretik and other physical actions.
1. PENDAHULUAN
Anak Balita (Bawah Lima Tahun) adalah anak yang telah berusia diatas satu tahun
namun kurang dari lima tahun atau usia 12 – 59 bulan. Para ahli mengatakan pada usia ini anak-
anak rentan terkena berbagai penyakit terutama penyakit infeksi. Penyakit infeksi akan
direspons oleh tubuh dengan mekanisme demam (Kementerian Kesehatan RI, 2015).
Demam merupakan suatu keadaan saat suhu tubuh manusia berada di atas normal atau
diatas 37oC dan merupakan salah satu gejala saat tubuh manusia terserang penyakit
(Cahyaningrum dan Putri, 2017). Demam dapat disebabkan karena adanya kelainan pada
pengaturan suhu di otak atau karena adanya mikroba dan makrofag yang mengeluarkan pirogen
endogen yang dapat meningkatkan set-point pada thermostat di hipotalamus (Guyton,2016 dan
Sherwood,2014). Menurut Setiawati (2009) demam merupakan respon normal saat tubuh
terkena infeksi, yaitu saat mikroorganisme seperti virus, bakteri, jamur, dan parasit masuk ke
dalam tubuh. Selain disebabkan oleh infeksi, penyebab demam yang lainnya adalah terkena
panas yang berlebihan, dehidrasi, alergi, dan gangguan system imun juga (Cahyaningrum dan
Putri, 2017).
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, demam dapat menimbulkan dampak
positif dan dampak negatif. Dampak positif yang ditimbulkan yaitu jumlah leukosit yang
bertambah dan fungsi interferon yang meningkat. Dua hal ini dapat meningkatkan kerja
leukosit dalam melawan mikroorganisme. Sedangkan dampak negatif yang muncul adalah
demam dapat menyebabkan anak mengalami dehidrasi, kekurangan oksigen, kerusakan
neurologis, dan kejang demam/febrile convulsions. Karena dapat menimbulkan dampak
negative, demam harus ditangani dengan benar untuk meminimalisir dampak negatif yang
muncul (Cahyaningrum, dan Putri, 2017).
2. METODE
Berdasakan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap lima responden
dan satu narasumber, didapatkan hasil sebagai berikut :
Pertanyaan kedua mengenai bagaimana cara ibu mengatahui bahwa anak sedang
terkena demam didapatkan hasil : empat responden menggunakan thermometer untuk
mengecek suhu tubuh anak dan satu responden menggunakan tangan yang ditempelkan di dahi
anak untuk mengetahui bahwa anak memiliki suhu yang lebih tinggi. Menurut narasumber, cara
mengecek demam yang akurat adalah menggunakan thermometer, bila hanya menggunakan
tangan yang ditempelkan di dahi maka hasil yang didapat tidak akurat karena tidak ada angka
pasti yang didapat dan suhu badan ibu tidak bisa dijadikan sebagai standard pengukuran suhu.
Narasumber juga memberi saran bahwa pengukuran thermometer sebaiknya menggunakan
thermometer air raksa, namun bila ada hanya thermometer digital maka sudah cukup.
Pengukuran yang paling mendekati suhu inti tubuh bila dilakukan di rectal, namun bila tidak
memungkinkan dapat dilakukan di aksila (ketiak) dengan perbedaan suhu 0,5 oC lebih rendah
dari pengukuran suhu di rectal.
Pertanyaan ketiga mengenai bagaimana cara keluarga menangani anak yang terkena
demam didapatkan hasil : empat responden memberikan kompres hangat kepada anak dan satu
responden memberikan kompres plester penurun panas. Lalu lima responden memberikan
pakaian yang tipis atau pakaian yang biasa anak kenakan ketika anak demam, tidak diberi
pakaian yang tebal. Lalu lima responden juga memberikan asupan cairan yang cukup kepada
anak ketika demam, bila anak tidak mau minum air maka dibujuk terus agar mau minum. Lima
responden juga tetap membiarkan anak mandi dengan air hangat ketika demam, yang mana satu
responden mengatakan anak tetap dimandikan meskipun durasi mandi dipercepat. Lalu untuk
pemberian obat, empat responden memberikan obat antipiretik (paracetamol, ibuprofen) ketika
anak demam dengan dosis yang sesuai dengan petunjuk. Satu reponden memberi jawaban tidak
memberikan obat kepada anak ketika demam, melainakan anak diberi parutan bawang merah,
maka didapatkan tiga responden yang memberikan parutan bawang di kepala, perut, dan
punggung anak ketika anak terkena demam.
Dari hasil wawancara dengan narasumber, beliau mengatakan bahwa bila anak
demam maka anak diberi kompres hangat terlebih dahulu, lalu diberi selimut bila merasa
meriang dan lepas selimut bila anak sudah merasa gerah. Untuk pemberian plester penurun
panas, narasumber belum pernah mendengar sebelumnya. Anak juga dipastikan untuk minum
air yang banyak agar tidak dehidrasi. Narasumber juga menyarankan agar anak tetap mandi
dengan air hangat saat terkena demam. Narasumber mengatakan anak dapat diberikan obat
antipiretik (paracetamol, ibuprofen) sesuai dosis yang ada pada petunjuk obat. Untuk
pemberian parutan bawang, narasumber belum membaca secara pasti mengenai efektivitas
untuk penurun panas.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wowor, Katuuk, dan Kallo (2017, p.6)
kompres air hangat lebih efektif untuk menurunkan demam dibanding dengan kompres plester,
dengan hasil rata-rata kompres hangat dapat menurunkan suhu sebesar 0,8 oC dan kompres
plester dapat menurunkan suhu sebesar 0,4 oC. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Permatasari pada tahun 2013.
Menurut penelitian yang dilakukan Cahyaningrum dan Putri pada tahun 2017,
pemberian bawang merah memberikan perbedaan suhu yang cukup signifikan pada penderita
demam. Hal ini dijelaskan oleh Tusilawati (2010) dan Utami (2013) karena terdapat berbagai
kandungan pada bawang merah yang dapat menyehatkan tubuh dan mengobati demam, seperti :
floroglusin, sikloaliin, metialiin, dan kaemferol yang dapat menurunkan suhu tubuh; serta
minyak atsiri untuk memperlancar aliran darah.
Menurut Guyton (2007) penurunan suhu tubuh dapat dilakukan dengan aliran udara
yang baik, membuat tubuh berkeringat, dan mengeluarkan panas dari dalam tubuh ke tempat
lain. Pemberian selimut dapat membuat tubuh berkeringat, namun membuka pakaian yang tebal
dan selimut dapat mempercepat proses radiasi dan evaporasi untuk perpindahan panas tubuh
(Rasinta, 2017). Menurut Sodikin (2012), pakaian yang dikenakan saat demam sebaiknya
pakaian tipis agar panas mudah keluar. Namun bila anak merasa kedinginan dapat diberikan
selimut (Prasetyo, 2017)
Dari wawancara dengan narasumber, beliau mengatakan bila 3 hari demam belum
mengalami penurunan dan bila ada komplikasi yang timbul seperti mual muntah, BAB cair,
nyeri di belakang mata, muncul bintik-bintik merah, dan bila ada pendarahan maka anak harus
segera dibawa ke dokter.
4. SIMPULAN
Dari wawancara yang telah dilakukan dengan satu narasumber dan lima responden,
dapat disimpulkan bahwa keluarga di desa Songgalan sudah mampu melakukan penanganan
demam pada balita dengan baik, yaitu dengan pemberian obat antipiretik dengan dosis yang
sesuai dan ditambah dengan tindakan non farmakologik yang benar.
5. SARAN
6. DAFTAR PUSTAKA
Buku
Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem (Edisi ke 8). Jakarta : EGC.
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2015, 8 April).
Situasi Kesehatan Anak Balita di Indonesia. Infodatin. 1.
Guyton, A. C., dan Hall, J.E. (2016). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi Revisi Berwarna
Ke 12. Singapura : Elsevier.
Kurniawan, A.L. (2013). Studi Kasus Asuhan Keperawatan Keluarga pada An.S dengan
Demam Tifoid pada Keluarga Tn.S di Desa Tuban Kidul Kecamatan Gondangrejo
Kabupaten Karanganyar [karya tulis ilmiah]. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma
Husada ; Surakarta.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2017, Januari 1). Program Indonesia Sehat
dengan Pendekatan Keluarga.
http://www.depkes.go.id/article/view/17070700004/program-indonesia-sehat-dengan-
pendekatan-keluarga.html
Cahyaningrum, E.T., dan Putri, D. (2017). Perbedaan Suhu Tubuh Anak Demam Sebelum dan
Setelah Kompres Bawang Merah. MEDISAINS : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Kesehatan.
15 (2) : 66-74.
Wowor, M., Katuuk, M., dan Kallo, V. (2017). Efektivitas Kompres Air Hangat dengan
Kompres Plester Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Anak Demam Usia Pra-Sekolah di
Ruang RS Bethesda GMIM Tomohon. E-Journal Keperawatan (eKp). 5 (2) : 1-8.
Prasetyo, H. (2017). Upaya Penanganan Hipertermi Pada Anak dengan Typoid Abdominalis
[naskah publikasi]. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Surakarta :
Surakarta.
Rasinta, H. (2017). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Demam Dengan Cara
Penanganan Demam pada Balita di Desa Bedoro Kecamatan Sambungmacan Sragen
[skripsi]. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Surakarta : Surakarta.
Lampiran
P : Peneliti
R : Responden
N : Narasumber