Anda di halaman 1dari 23

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Atresia berasal dari kata : a = tidak, tresis = rongga. Jadi Atresia adalah tidak
memiliki rongga/lumen/lubang normal pada tubuh. Atresia Ani adalah suatu penyakit
kelainan bawaan pada bayi dimana tidak memiliki lubang anus (Levitt dan Pena, 2007).

B. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini dapat terjadi pada anak laki-laki maupun perempuan. Dapat melibatkan
hubungan antara rectum distal dengan saluran kemih maupun alat genitalia. Insidensinya
dapat terjadi 1 di antara 3000-4000 kelahiran (Levitt dan Pena, 2007).

C. ETIOLOGI
Etiologi atresia ani belum diketahui secara pasti. Atresia ani diduga merupakan
kelainan yang berhubungan dengan genetik dan lingkungan yang diturunkan secara resesif
autosomal, serta sering dikaitkan dengan sindrom VACTERL (anomali vertebra, cardio,
trakea, esophageal, renal, limb) yang memiliki keterkaitan dasar genetik (Sjamsuhidayat &
Jong, 2010).
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan
embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini
mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya.
Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga
terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius
menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara
rektum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina)
atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula
membran kloaka secara sempurna (Kliegman et al, 2007)

D. ANATOMI DAN FISIOLOGI ANOREKTUM


Rektum berawal kira-kira setinggi vertebra sakrum 3, mengikuti lengkungan
sacrococcygeus dengan menembus diafragma pelvis menjadi kanalis analis (saluran anus).
Ke arah proksimal rektum bersinambung dengan kolon sigmoid. Rektum berbentuk seperti
huruf S dan memiliki tiga lengkungan yang tajam sewaktu mengikuti lengkungan
sacrococcygeus. Bagian rektum yang diatas diafragma pelvis melebar, disebut ampulla recti
yang berperan menopang dan menyimpan massa tinja. Bagian akhir rektum membelok tajam
ke dorsal (lengkung anorektal) untuk beralih menjadi kanalis analis. Sebagian muskulus
levator ani / muskulus puborektalis membentuk jerat pada batas rektum-anus dan menarik
bagian ini ventral sehingga terjadi sudut anorektal (angulus anorektalis) (Susan, 2008).

Gambar 1.1 Rektum

a. Peritoneum pembungkus rektum


Peritoneum membungkus 1/3 bagian superior pada facies anterior dan
lateralis, 1/3 bagian media mempunyai peritoneum hanya pada facies anteriornya, 1/3
bagian rektum inferior tidak dibungkus peritoneum. Pada pria peritoneum melipat dari
facies anterior rektum ke dinding posterior vesika urinaria, pada tempat itu
peritoneum membentuk lantai kantung rektovesikalis. Pada anak laki-laki peritoneum
membentang ke inferior hingga dasar prostat. Pada wanita, peritoneum melipat ke
rektum menuju ke fornix posterior vagina dan pada tempat tersebut peritoneum
membentuk lantai kantung rektouterina (kavitas Douglasi). Pada pria dan wanita,
peritoneum melipat ke lateralis dari rektum membentuk fossa pararektalis pada tiap
sisi rektum dibagian 1/3 superiornya. Fossa pararektalis memungkinkan rektum untuk
menggelembung (Susan, 2008).

b. Vaskularisasi rektum
Percabangan arteri iliaca comunis membentuk arteri iliaka interna dan arteri
iliaka eksterna. Cabang arteri iliaka interna menyuplai darah kehampir seluruh
struktur pelvis. Arteri rektalis superior yang merupakan kelanjutan dari arteri
mesenterika inferior memasok darah ke rektum bagian tengah dan rektum distal, dan
arteri rektalis inferior mengatur perdarahan bagian distal rektum. Darah dari rektum
disalurkan kembali melalui vena rektalis superior, vena rektalis media, vena rektalis
inferior. Kira-kira setinggi vertebra S-3, a.rektalis superior membagi diri dalam dua
cabang yang menuruni tiap sisi rektum. Dua a.rektalis media merupakan cabang-
cabang aa. iliaka interna yang memasok rektum pars media dan inferior. Dua aa.
Rektalis inferior, cabang-cabang aa. Pudendi interna yang memasok pars inferior rekti
dan kanalis analis. Aliran vena rektum dialirkan melalui vv. Rektalis superior, media
dan inferior (Susan, 2008).

Gambar 1.2 Vaskularisasi arteri Rektum


Gambar 1.3 Vaskularisasi vena Rektum
Tabel 1.1 Fisiologi Anorektum anak yang normal dengan MAR
Fisiologi Anorektum Anak Normal Fisiologi Anorektum Anak dengan
Malformasi Anorektal
Sphincter Ani Sphinter Ani

Gambar 1.4 Rektum pada anak Normal Gambar 1.5 Rektum pada anak dengan MAR

Mekanisme sphincter ani ditentukan oleh Anak-anak dengan MAR tidak dapat dibedakan
struktur anatomi disekitarnya. Muskulus yang mana m. sphinter ani externus, levator ani
bekerja secara sadar (volunter) adalah m. karena muskulus tersebut menyatu yang
sphincter ani externus dan m. levator ani. disebut m. complex. Oleh karena itu selama
Muskulus yang bekerja secara tidak sadar bertahun-tahun operasi menggunakan
(involunter) adalah m. sphincter ani internus. pendekatan posterosagital untuk memperbaiki
Muskulus sphincter ani externus dipersyarafi MAR, dan diyakini bahwa m. sphincter
oleh n. pudendal cabang S2-S4, syaraf ini externus berjalan paramedian diantara m.
merangsang aktivitas sensorik maupun motoric complex.
muskulus ini. Dan untuk aktivitas autonomy MAR letak tinggi, rectum berada diatas m.
dipersyarafi oleh n. erigentes yang berasal dari levator ani dan m. sphincter ani externus. MAR
S2-S4. Sistem parasimpatis, memberikan letak rendah rectum dapat menembus sebagian
rangsang ketika feses sudah berada di rectum, m. sphincter externus.
sedangkan system simpatisnya belum diketahui Fisiologi Fungsi Sphincter Ani
mekanisme kerjanya. Anak-anak dengan MAR letak tinggi, jumlah
M. levator ani merupakan otot yang berbentuk syaraf-syaraf yang mempersyarafi musculus
lurus dan panjang yang berikatan pada sphincter ani dan muskulus kompleks di
ischiococcygeus, ileococcygeus, sekitarnya jumlahnya menurun.
pubococcygeus dan puborectalis. Innervasi Sensasi dan Proprioreseptif
motoric dan otonom muskulus ini berasal dari Agenesis ujung syaraf pada atresia ani tinggi,
S3 dan S4. menyebabkan kecacatan pada muskulus
M. spincter ani internus merupakan otot polos kompleks dalam sensasi dan proprioseptif.
yang berbentuk sirkuler (berasal dari lapisan Motilitas Colon dan Rektosigmoid
muskularis propia dari usus). Hanya memiliki Anak-anak dengan MAR akan mengalami
inervasi otonom, berupa kontrol simpatis sembelit akibat hipomotolitas segmen
(resting tone) dan parasimpatis (relaxation). rektosigmoid, Jika hal ini tidak ditangani maka
Persyarafan sensoris baik perasaan nyeri, suhu, akan terjadi megasigmoid, sehingga terjadi
tekanan, raba terletak ± 1 cm di bawah dentate inkontinesia.
line.
Fisiologi Fungsi Sphinter Ani
Ada mekanisme sphinter ani yaitu yang bersifat
volunter (m. sphincter ani externus) dan
involunter (m. sphincter ani internus). Ketika
tubuh kita beristirahat sphincter ani internus
berkontraksi maksimal. Ketika sphincter ini
relaksasi menunjukkan jika terjadi peningkatan
tekanan intraluminal, yang kemudian diikuti
kontraksi m. sphincter ani externus.
Penghambatan reflex rectoanal (RAIR)
merupakan suatu proses BAB.
Nitrit Oksida (NO) merupakan neurotransmitter
yang merangsang RAIR. Pada saat rectum
distensi, zat nonadrenergik tersebut
merangsang saraf parasimpatis noncholinergic
pada dinding sphincter ani internal sehingga
terjadi relaksasi m. sphincter ani internus. NO
berasal dari sel-sel ganglion pleksus
intermuskularis spincter ani internus pada
pleksus Auerbach.
Zat yang menghambat proses ini terdapat pada
ganglia myerentericus pada rectum.
Pada pasien Hirchsprung disease, serta pasien
atresia ani letak tinggi yang telah dioperasi
tidak memiliki reflex ini.
Sensasi dan Proprioreseptif
Pada awal kehidupan sat lahir, para ahli
meyakini bahwa pada anak normal persyarafan
dari anus dan kulit perianal tidak hadir pada sat
lahir, tetapi diperoleh ketika anak mulai belajar
BAB. Reseptor itu tidak dibutuhkan untuk
menjaga sphincter ani externus kontraksi,
karena pada bayi baru lahir punya reflex
phincter externus. Ada atau tidaknya reseptor
ini pada bayi baru lahir belum ada penjelasan.
Selain itu sulit dijelaskan bahwa persyarafan
dari anus dan kulit perianal tidak ada di awal
kehidupan, sebagaimana dibuktikan oleh
seringai wajah anak-anak ketika ingin BAB.
Motilitas Kolon dan Rektosigmoid
Dibutuhkan waktu 3-6 jam transit makanan dari
lambung ke usus kecil. Lalu isi usus masuk ke
sekum dalam keadaan cair. Membutuhkan
waktu 20-24 jam untuk feces mencapai rectum
dan terbentuk padat. Ada gelombang peristaltic
yang mendorong feces ke arah anus (bertujuan
untuk mengosongkan lumen) ± setiap 24 jam.
Motilitas Kolon dan rektosigmoid sangat
berpengaruh pada m. sphincter ani externus.
Dapat diukur dengan Tonic, phasic, High
amplitude propaganated contractions (HAPCs >
besar dari 80 mm Hg) dan rectal motor
complex (RMCs). Pada anak yang memiliki
HAPCs tinggi berimplikasi pada penurunan
BAB. Kedua hal ini dirangsang pada saat
setelah makan.

E. PATOFISIOLOGI
Anus dan rektum berasal dari embriologi yang di sebut kloaka. Kloaka berasal dari
pertemuan antara lapisan endoderm dan ektoderm.Pertumbuhan ke sebelah lateral
membentuk septum urorektum yang memisahkan rektum di sebelah belakang dan saluran
kencing di sebelah depan. Kedua sistem ( rectum dan saluran kencing ) menjadi terpisah
sempurna pada umur kandungan minggu ke 7,pada saat yang sama, bagian urogenital yang
berasal dari kloaka sudah mempunyai lubang eksternal,sedangkan bagian anus tertutup oleh
membran yang baru terbuka pada kehamilan minggu ke 8. Malformasi anorektal terjadi
akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan embrional. Kelainan dalam
perkembangan proses ini dapat menimbulkan suatu anomali, yang mengenai saluran usus
bawah , daerah genitourinaria dan bagian rectum sehingga menumbulkan fistula (Sadler,
1997).
Malformasi anorektal terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada
kehidupan embrional. Manifestasi klinis di akibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.
Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala
akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorsi
sehingga terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya feses mengalir ke arah truktus urinarius
menyebabkan infeksi berulang. Keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum
dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90 % dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau
perineum (Sadler, 1997).
F. KLASIFIKASI
Klasifikasi Malformasi Anorektal menurut Levitt dan Pena (2007) :

Tabel 1.2 Klasifikasi MAR pada Pria dan Wanita


Pria Wanita

Fistula perineum Fistula perineum


Fistula rektouretra Fistula vestibular
Bulbar Kloaka persisten
Prostatik ≤ 3 cm saluran umum
Fistula leher rektobladder >3cm saluran umum
Anus imperforata tanpa fistula Anus imperforata tanpa fistula
Atresia rektum Atresia rektum
Defek kompleks Defek kompleks
Gambar 1.7 Klasifikasi MAR antara Wanita dan Pria

Malformasi Anorektal pada laki-laki


1. Perineal Fistula, Adanya fistula pada perineum.

Gambar 1.8 Fistula Perineal

Bucket handle : atau disebut gagang ember yaitu daerah lokasi anus normal tertutup
kulit yang berbentuk gagang ember. Evakuasi feses tidak ada.
Gambar 1.9 Bucket Handle
2. Rectourethral fistula
a. Bulbar b. Prostatic

Gambar 1.10 Fistula Rectourethral tipe Bulbar dan Prostatic


Letak Bulbar : Rektum berhubungan dengan uretra pars posterior. Pada
kelainan ini biasanya memiliki sphincter ani yang normal,sacrum normal, anal dimple
dan garis tengah yang memisahkan antar pantat.
Letak Prostatik : Rektum berhubungan dengan uretra pars prostatika.
Sedangkan pada kelainan ini biasanya sphincter ani Abnormal, flat bottom, Abnormal
sacrum dan tidak adanya anal dimple.
3. Bladder-neck fistula

Gambar 1.11 Bladder-neck Fistula

Pada kelainan ini rectum terletak di atas m. levator ani, flat bottom, sacrum
distropik. Dan kelainan ini biasanya disertai penyakit kelainan kongenital lainnya.
4. No fistula : rektum buntu. Tidak ada evakuasi feses.
Gambar 1.12 MAR tanpa Fistula
Rektum biasanya terletak ±2 cm dari perineum. Mekanisme m.
sphincter ani normal, sacrum normal dan fungsi usus baik. Dan tidak ada
hubungan dengan organ seperti uretra, tetapi jaraknya antara uretra dengan
rectum tipis sekali.

Malformasi Anorektal pada perempuan


1. Perineal fistula : terdapat lubang antara vulva dan tempat dimana lokasi anus
normal.

Gambar 1.13 Fistula Perineal


2. Rectovestibuler fistula : muara fistel di vulva dibawah vagina. Umumnya evakuasi
feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai terhambat saat
penderita mulai makan makanan padat
Gambar 1.14 Fistula Rektovestibuler
3. Vagina fistula : mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feses bisa tidak
lancar.
a. Low b. high

1.15 Fistula Vagina Tipe Low dan High

4. Kloaka : pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus
tidak terjadi. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat
dilakukan kolostomi.

Gambar 1.16 Kloaka


5. Rectal atresia : kelainan dimana anus tampak normal, tetapi pada pemeriksaan colok
dubur jari tidak dapat masuk lebih dari 1 -2 cm.
Gambar 1.17 Rectal Atresia
6. Hidrocolpos : Hidrocolpos adalah distensi vagina yang disebabkan oleh akumulasi
cairan akibat obstruksi vagina bawaan

Gambar 1.18 Hidrocolpos

Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan malformasi


anorektal adalah:
1. Kelainan kardiovaskuler
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan anus imperforata. Jenis kelainan yang paling
banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus arteriosus, diikuti oleh
tetralogi of fallot dan vebtrikular septal defect.
2. Kelainan gastrointestinal
Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi duodenum
(1%-2%)
3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan lumbosakral seperti
hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan hemisacrum. Sedangkan kelainan
spinal yang sering ditemukan adalah myelomeningocele, meningocele, dan teratoma
intraspinal.
4. Kelainan traktus genitourinarius
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada malformasi
anorektal. Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan urogeital dengan
malformasi anorektal letak tinggi antara 50 % sampai 60%, dengan malformasi
anorektal letak rendah 15% sampai 20% (Kliegman et al, 2007).

G. DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA


1. Algoritma Pria

Gambar 1.19 Algoritma Pria dalam penanganan MAR

Pada laki-laki pemeriksaan fisik pada perineum sudah dapat menegakkan diagnosis
atresia ani. Kurang lebih 80-90% kasus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan fisik. Kasus
dipertanyakan bergantung pada keberadaan mekonium dalam urin, dan pemeriksaan
radiologis dengan posisi cross-table lateral. Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan setelah
18 jam kehidupan. Jika rektum terletak kurang dari 1 cm dari kulit perineal, ini dianggap
sebagai MAR letak rendah. Semua lesi lebih tinggi dari 1 cm berupa MAR letak tinggi
memerlukan kolostomi (Kliegman et al, 2007).
Biasanya diperlukan waktu 16 sampai 24 jam PADA bayi yang baru lahir untuk
mengeluarkan mekonium melalui fistula yang mempunyai komunikasi dengan kulit atau
uretra. Dengan demikian, kolostomi tidak harus dilakukan sebelum 24 jam kehidupan.
Untuk sementara, kasa dapat ditempatkan pada ujung penis melihat mekonium, dan USG
abdomen harus dilakukan untuk menyingkirkan kelainan ginjal dan hidronefrosis.
Ekokardiogram juga harus dilakukan jika ditemukan murmur jantung atau sianosis. MAR
letak rendah bisa melalui fistula atau tag kulit yang menonjol (Bucket Handle). MAR ini
biasanya dilakukan anoplasty perineum baik melalui pendekatan posterior sagittal atau
melalui dilatator. MAR letak lebih tinggi pada pemeriksaan ditandai dengan bagian bawah
yang sangat datar (Flat Bottom), mekonium dalam urin, atau udara di kandung kemih.
MAR letak tinggi memerlukan kolostomi pada masa neonatus dan perbaikan definitif pada
usia 3 bulan dengan syarat berat badan cukup dan tidak ada kelainan organ lainnya
(Kliegman et al, 2007).

2. Algoritma perempuan
Gambar 1.20 Algoritma Perempuan dalam penanganan MAR

Pada perempuan pemeriksaan fisik pada perineum sudah dapat menegakkan diagnosis
atresia ani, kurang lebih 90% kasus. Sebagai contoh, fistula kulit dan vestibular dapat
segera diidentifikasi selama pemeriksaan perineum. Satu harus memegang kaki bayi dan
menggunakan pencahayaan yang baik. Sebuah fistula lubang rectovestibular biasanya
dapat diidentifikasi di luar hymen. Sebuah fistula rektovaginal diidentifikasi dengan
mekonium yang berasal dari dalam vagina melalui hymen, tapi ini adalah malformasi
sangat jarang. Sebuah fistula perineum memiliki makna prognostik dan terapi yang sama
seperti pada laki-laki. Sebuah fistula vestibular cenderung kompeten dan tetap paten
dengan dilatasi serial (Kliegman et al, 2007).
Tergantung pada pengalaman dokter bedah, perbaikan utama pada masa neonatus
dapat dilakukan. Pendekatan paling aman adalah kolostomi dengan menghindari infeksi
yang telah terjadi pada fistula rectovestibular. Sebuah garis tengah, massa perut bagian
bawah pada bayi baru lahir ini adalah patognomonik untuk hydrocolpos. Sangat penting
untuk ahli bedah pediatrik berurusan dengan cloacas untuk menyadari fakta bahwa vagina
sangat dilatasi merupakan masalah yang signifikan bagi para bayi yang baru lahir. Selama
periode neonatal, bayi tidak boleh dibawa ke ruang operasi sampai saluran kemih secara
memadai dievaluasi dan adanya hydrocolpos telah dikesampingkan (Kliegman et al,
2007).
Jika bayi memiliki hydrocolpos, itu adalah wajib bagi ahli bedah tidak hanya untuk
membuka kolostomi, tetapi juga untuk memasukkan tabung ke dalam vagina melebar atau
vagina untuk dekompresi mereka dan dengan demikian mencegah komplikasi, seperti
pyocolpos atau obstruksi saluran kemih. Jika bayi perempuan tidak mengeluarkan
mekonium dalam 16 sampai 24 jam pertama, periksa radiografi dengan posisi cross-table
lateral. Selain itu, USG perut untuk mengevaluasi ginjal dan ureter juga diperlukan
(Kliegman et al, 2007).

H. TINDAKAN OPERATIF
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi
harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu.
Tabel 1.3 Indikasi Colostomy

Untuk melakukan tindakan kolostomi perlu dipertimbangkan pemeriksaan foto x-ray


lateral cross table dengan bayi berada pada posisi pronasi. namun sebelum itu perlu diketahui,
evaluasi radiologis tidak selalu menunjukkan anatomi nyata sebelum 24 jam karena rektum
tertutup oleh otot dari sfingter yang melingkar di bagian bawahnya. oleh karena itu evaluasi
radiologis dilakukan setelah 24 jam akan mungkin memperlihatkan "rektum letak tinggi" dan
akan menghasilkan diagnosis palsu(Oldham et al, 2004).
Gambar 1.21 Foto Cross Table Lateral

Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia ani menggunakan prosedur


abdominoperineal pullthrough, tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinensia feses dan
prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan defries pada tahun 1982 memperkenalkan
metode operasi dengan pendekatan postero sagital anorectoplasty, yaitu dengan cara
membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan
mobilisasi kantong rectum dan pemotongan fistel (Oldham et al, 2004).
Gambar 1.22 Colostomy

Gambar 1.23 Posterosagital Anorectoplasty (PSARP)

Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka panjang,
meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi trauma psikis.
Sebagai hasilnya adalah defekasi secara teratur dan konsistensinya baik. Untuk menangani
secara tepat, harus ditentukan ketinggian akhiran rectum yang dapat ditentukan dengan
berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG (Oldham et al,
2004).
Jenis Tindakan Operasi Pembuatan Anus
1. Minimal PSAP (Posterosagital Anoplasty)
Minimal PSAP merupakan tindakan operasi membuat lubang anus dimana dilakukan
pemotongan terhadap m. sphincter ani externus. Dilakukan pada Atresia Ani letak
rendah dengan Fistula Perineal, Anal Membranosa, maupun Bucket Handle (lihat
algoritma di depan).
2. Limited PSARP (Posterosagital Anorectoplasty)
Limited PSARP merupakan tindakan operasi membuat lubang anus dimana dilakukan
pemotongan m. sphincter ani externus, m. complex tanpa membelah coccygeus.
Dilakukan pada Atresia Ani dengan Fistula Rektovestibuler (lihat algoritma di depan).
3. Full PSARP (Posterosagital Anorectoplasty)
Full PSARP merupakan tindakan operasi membuat lubang anus dimana dilakukan
pemotongan m. sphincter ani externus, m complex serta memotong coccygeus.
Dilakukan pada Atresia Ani Letak Tinggi, Fistula Rektovaginalis, Rektouretralis (lihat
algoritma di depan).

Tatalaksana Post-Operatif pada Kasus Malformasi Anorektal


1. Perawatan Pasca Operasi PSARP
a. Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep antibiotik diberikan selama 8-
10 hari.
b. 2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2 kali
sehari dan Tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang dinaikan
sampai mencapai ukuran yang sesuai dengan umurnya. Businasi dihentikan bila busi
nomor 13-14 mudah masuk (Oldham et al, 2004).

Tabel 1.4 Tabel Ukuran Businasi Berdasarkan Umur

UMUR UKURAN

1 - 4 bulan #12

4 - 12 bulan #13

8 - 12 bulan #14

1 - 3 tahun #15

3 - 12 tahun #16

> 12 tahun #17

Tabel 1.5 Tabel Frekuensi Businasi Berdasarkan Umur

Frekuensi Dilatasi

tiap 1 hari 1x dalam satu bulan


tiap 3 hari 1x dalam satu bulan

tiap 1 minggu 2x dalam satu bulan

tiap 1 minggu 1x dalam satu bulan

tiap 1 bulan 1x dalam tiga bulan

Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejan serta tidak ada
rasa nyeri bila dilakukan 2 kali sehari selama 3-4 minggu merupakan indikasi tutup
kolostomi, secara bertahap frekuensi diturunkan (Levitt dan Pena, 2007).
Pada kasus fistula rektouretral, kateter foley dipasang hingga 5-7 hari. Sedangkan
pada kasus kloaka persisten, kateter foley dipasang hingga 10-14 hari. Drainase suprapubik
diindikasikan pada pasien persisten kloaka dengan saluran lebih dari 3 cm. Antibiotik
intravena diberikan selama 2-3 hari, dan antibiotik topikal berupa salep dapat digunakan pada
luka (Levitt dan Pena, 2007).
Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi. Untuk pertama kali dilakukan oleh
ahli bedah, kemudian dilatasi dua kali sehari dilakukan oleh petugas kesehatan ataupun
keluarga. Setiap minggu lebar dilator ditambah 1 mm tercapai ukuran yang diinginkan.
Dilatasi harus dilanjutkan dua kali sehari sampai dilator dapat lewat dengan mudah.
Kemudian dilatasi dilakukan sekali sehari selama sebulan diikuti dengan dua kali seminggu
pada bulan berikutnya, sekali seminggu dalam 1 bulan kemudian dan terakhir sekali sebulan
selama tiga bulan. Setelah ukuran yang diinginkan tercapai, dilakukan penutupan kolostomi .
Kolostomi ditutup jika luka operasi pembentukan anus sudah sembuh dan businasi ukuran 13
dan 14 mudah masuk (Levitt dan Pena, 2007).

I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan
menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan
anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi yang buruk dan
konstipasi. Dari berbagai klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak
ketinggian akhiran rektum dan ada tidaknya fistula. (Levitt dan Pena, 2007)
Secara umum ada komplikasi early dan late.
a. Early Complications
- Infeksi
- Neurogenic Bladder
- Injury Urethra, Vas Deferens dan Vagina
- Inkontinensia
- Obstruksi
b. Late Complications
- Stricture urethra
- Pembentukan Neoanus (bisa berbentuk Kloaka, Ureterovaginal)
- Prolaps usus
- Megasigmoid

J. PROGNOSIS
Prognosis bergantung dari fungsi klinis. Dengan khusus dinilai pengendalian
defekasi, Sensibilitas rektum dan kekuatan kontraksi otot sfingter pada colok dubur. Fungsi
kontinensia tidak hanya bergantung pada kekuatan sfingter atau ensibilitasnya, tetapi juga
bergantung pada usia serta kooperasi dan keadaan mental penderita Hasil operasi atresia ani
meningkat dengan signifikan sejak ditemukannya metode PSARP (Levitt dan Pena, 2007).
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidayat R, Jong W. 2011. Usus Halus, Appendik, Kolon dan Anorektum. Dalam
Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 3th. Jakarta : EGC. 667-70
2. Kliegman, R.M., Behrman, R.M., Jenson, H.B., dan Stanton, B.F. 2007. Nelson
Textbook of Pediatrics.. Philadelphia : Saunders, An Imprit of Elsevier.
3. Levitt MA, Pena A. 2007. Anorectal malformations. Orphanet Journal of Rare Diseases,
2:33.
4. Sadler, T.W. 1997. Embriologi Kedokteran Langman Edisi ke 7. Jakarta : EGC. 268-270.
5. Susan, S. 2008. Gray’s Anatomy, The Anatomical Basis of Clinical Practice 40th edition.
Spain : Churchill Livingstone Elsevier.
6. Oldham, K.T., Colombani,P.M., Foglia, R.P., dan Skinner, M.A. 2005. Principles and
Practice of Pediatric Surgery. New York : Lippincot Williams dan Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai