Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi
anus, rectum atau keduanya. Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi
membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang
tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus
namun tidak berhubungan langsung dengan rectum.

Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus
(Donna L. Wong, 520 : 2003).

Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan.
Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang
badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak
adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh,
hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang
mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani.
Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus
imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk
membuat saluran seperti keadaan normalnya

Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:

1. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus


2. Membran anus yang menetap
3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak
dari peritoneum

Lubang anus yang terpisah dengan ujung


Etiologi

Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang
dubur

2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan

3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian
distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia
kehamilan.

Patofisiologi

Atresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan karena :

1) Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik

2) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang
dubur

3) Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan

4) Berkaitan dengan sindrom down

5) Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan

Ada 3 macam letak pada atresia ani:

a) Tinggi (supralevator)  rectum berakhir di atas M. Levator ani (m.puborektalis) dengan


jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1cm. letak supralevator biasanya
disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital
b) Intermediate  rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya
c) Rendah  rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung
rectum paling jauh 1 cm. pada wanita 90%dengan vistula ke vagina/perineum. Pada laki-
laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius.

Klasifikasi

1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus dehinggga feses tidak bisa
keluar
2. Membranosus atresia adalah terdapat membrane pada anus
3. Anal agenesis memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum

Diagnosis

Manifestasi Klinis

- Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran


- Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi
- Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya
- Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula)
- Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam
- Pada pemeriksaan rectal toucher terdapat adanya membrane anal
- Perut kembung

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan klinis, pasien malformasi anorektal tidak selalu menunjukkan gejala obstruksi
saluran cerna. Unutk itum diagnosis harus ditegakkan pada pemeriksaan klinis segera setelah
lahir dengan inspeksi daerah perianal dan dengan memasukkan thermometer melalui anus selain
untuk mengukur suhu tubuh bayi. Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi
dengan fistula rektoperineal hingga 16-24 jam.

Distensi abdomen tidak ditemukan selama beberapa jam pertama setelah lahir dan mekonium
harus dipaksa keluar melalui fistula rektoperineal atau fistula urinarius. Hal ini dikarenakan
bagian distal rectum pada bayi tersebut dikelilingi struktur otot-otot volunteer yang menjaga
rectum tetap kolaps dan kosong. Tekanan intraabdominal harus cukup tinggi untuk menandingi
tonus otot yang mengelilingi rectum. Oleh karena itu, harus ditunggu selama 16-24 jam untuk
menentukan jenis malformasi anorektal pada bayi untuk menentukan apakah akan dilakukan
colostomy atau anoplasty.

Inspeksi perianal sangat penting. Flat “bottom” atau flat perineum, ditandai dengan tidak adanya
garis anus dan anal dimple mengindikasikan bahwa pasien memiliki otot-otot perineum yang
sangat sedikit. Tanda ini berhubungan denganmalformasi anorektal letak tinggi dan harus
dilakukan colostomy. Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan malformasi
anorektal letak rendah meliputi adanya mekonium pada perineum, “bucket handle” (skin tag
terdapat pada anal dimple), dan adanya membrane pada anus (tempat keluarnya mekonium).

Pemeriksaan penunjang

Invertogram

Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang seperti


invertogram/wangenstein reis yang dapat dibuat setelah udara yang ditelan oleh bayi telah
mencapai rectum. Invertogram adalah teknik pengambilan foto unutk menilai jarak punting distal
rectum terhadap tanda timah atau logam lain pada tempat bakal anus di kulit perineum, yang
diambil pada bayi di letak inverse (pembalikan posisi), kedua kaki dipegang posisi badan vertical
dengan kepala dibawah, Cross table lateral view/ knee chest position (posisi sujud) dengan sinar
horizontal yang diarahkan ke trokanter mayor. Selanjutnya diukur jarak dari ujung udara yang
ada diujung distal rectum ke tanda logam di perineum.

Cara ini bertujuan agar udara berkumpul didaerah paling distal sehingga udara di kolon akan
naik sampai di ujung buntu rectum. Dilakukan setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisi
udara. Bila terdapat fistula lakukan fistulografi.
Penatalaksanaan

Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi harus
dilakukan kolostomy terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia ani
menggunakan prosedur Abdomino Perineal Pull Trough (APPT), tapi metode ini banyak
menimbulkan inkontinensia feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi.

Pena dan Defries (1982) memperkenalkan metode operasi yang baru, yaitu PSARP (Postero
Sagital Ano Recto Plasty), yaitu dengan cara membelah muskulus sfinter eksternus dan musklus
levator ani unutk memudahkan mobilisasi kantong rectum dan pemotongan fistel. Teknik dari
PSARP ini mempunyai akurasi yang sangat tinggi dibandingkan dengan APPT yang mempunyai
tingkat kegagalan yang tinggi.

Untuk menangani secara tepat, harus ditentukan ketinggian akhiran rectum yang dapat
ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG. Dari
berbagai klasifikasi penatalaksanannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rectum
dan ada tidaknya fistula.

Leape menganjurkan pada:

a) Atresia letak tinggi dan intermediate sebaiknya diakukan sigmoid kolostomy dahulu,
setelah 6-12 bulan baru dikerjakan tindakan definitive (PSARP)
b) Atresia letak rendah sebaiknya dilakukan perineal anoplasty, dimana sebelumnya
dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingetr ani
eksternus.
c) Bila terdapat fistula sebaiknya dilakukan cut back incicion
d) Stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana dikerjakan
minimal PSARP tanpa kolostomy.

Pena secara tegas menjelaskan bahwa, atresia ani letak tinggi dan intermediate sebaiknya
dilakkan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi definitive setelah
4-8 minggu. Saat ini tehnik yang paling banyak dipakai adalah PSARP, baik minimal,
limited, atau full postero sagital anorektoplasty.

Kolostomi
Kolostomi adalah pembuatan lubang sementara atau permanen dari usus besar melalui
dinidng perut untuk mengeluarkan feses. Tipe kolostomi yang dapat digunakan pada bayi
dengan atresia ani adalah kolostomi loop yaitu dengan membuat suatu lubang pada lengkung
kolon yang dieksteriorisasi.

Komplikasi kolostomi:

1. Obstruksi
2. Infeksi
3. Retraksi stoma/mengkerut
4. Prolaps pada stoma
5. Stenosis/penyempitan dari lumen stoma
6. Perdarahan stoma

PSARP (Posterosagital Anorectoplasty)

PSARP adalah suatu tindakan opersi definitve pada pasien atresia ani dengan teknik operasi
menggunakan irisan kulit secara sagital mulai dari tulang koksigeus sampai batas anterior bakal
anus.

Macam-macam PSARP:

- Minimal PSARP

Tidak dilakukan pemotongan otot levator maupun vertical fibre, yang penting
adalah memisahkan rectum dengan vagina dan yang dibelah hanya otot sfingter
eksternus. Indikasi dilakukan pada fistula perineal, anal stenosis, anal membrane,
bucket handle dan atresia ani tanpa fistula yang akhiran rectum kurang dari 1 cm
dari kulit

- Limited PSARP
Yang dibelah adalah otot sfingetr eksternus, muscle fiber, muscle complex serta
tidak membelah tulang coccygeus. Yang penting adalah diseksi rectum agar tidak
merusak vagina. Indikasi pada atresia ani dengan fistula rektovestibuler.
- Full PSARP

Dibelah otot sfingter eksternus, muscle complex, dan tulang coccygeus. Indikasi
pada atresia ani letak tinggi dengan gambaran invertogram gambaran akhiran
rectum lebih dari 1 cm dari kulit, pada fistula rektovaginalis, fistula rektouretralis,
atresia rectum dan stenosis rectum.

Komplikasi

a. Asidosis hiperkloremia
b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
d. Komplikasi jangka panjang
- Eversi mukosa anal
- Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
e. Masalah/kelambatan yang berhubungan dengan toilet training
f. Inkontinensia
g. Prolaps mukosa anorektal

Prognosis

Prognosis tergantung pada fungsi klinis. Dengan khusus dinilai pengendalian defekasi,
pencemaran pakaian dalam, sensibilitas rectum, dan kekuatan kontraksi otot sfingter pada colok
dubur. Fungsi kontinensia tidak hanya bergantung pada kekuatan sfingter atau sensibilitasnya,
tetapi juga pada usia serta kooperasi dan keadaan mental penderita.

Anda mungkin juga menyukai