PERILAKU KEKERASAN
2) Cyrcardian Rhytm
Cyrcardian rythm memegang peranan pada individu. Menurut
penelitian pada jam-jam tertentu manusia mengalami peningkatan cortsiol
terutama pada jam -jam sibuk seperti menjelang masuk kerja dan menjelang
berakhirnya pekerjaan sekitar jam 09.00 dan jam 13.00. pada jam tertentu
orang lebih mudah terstimulasi untukbersikap agresif.
3) Biochemistry
Faktor (faktor biokimia tubuh) seperti neurotransmitter di otak
(epinephrine, norephinephrine, asetikolin dan serotonin) sangat berperan dalam
penyampaian informasi melalui system persyarafan dalam tubuh.
DURRIYYATIN NABILA.P17210173045
4) Brain Area Disorder
Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, sindrom otak
organik, tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi di temukan
sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindakan kekerasan.
2. Faktor Psikologis
Teori psikonalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat di pengaruhi oleh riwayat tumbuh
kembang seseorang teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan
fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang
dan pemenuhan kebutuhan air susu yanag cukup cenderung
mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai
konpensansi ketidakpuasannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa
aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
konsep diri yang rendah.
Imitation
Modeling and information processing theory, menurut teori ini perilaku
kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang menolerir kekerasan.
Learning theory
Menurut teori ini perilaku kekerasan merupakan hasil belajar dari
individu terhadap lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana
respon ibu saat marah.
3. Faktor Sosial Budaya
1) Latar Belakang Budaya
a) Budaya
permissive: Kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima.
2) Agama dan Kenyakinan
a) Keluarga yang tidak solid antara nilai keyakinan dan praktek,serta tidak
kuat terhadap nilai-nilai baru yang rusak.
b) Kenyakinan yang salah terhadap nilai dan kepercayaan tentang marah
dalam kehidupan. Misal Yakin bahwa penyakit
merupakan hukuman dari Tuhan.
3) Keikutsertaan dalam Politik
a) Terlibat dalam politik yang tidak sehat
b) Tidak siap menerima kekalahan dalam pertarungan politik)
4) Pengalaman sosial
a) Sering mengalami kritikan yang mengarah pada penghinaan.
b) Kehilangan sesuatu yang dicintai ( orang atau pekerjaan ).
c) Interaksi sosial yang provaktif dan konflik
d) Hubungan interpersonal yang tidak bermakna
e) Sulit memperhatikan hubungan interpersonal.
5) Peran sosial
a) Jarang beradaptasi dan bersosialisasi.
b) Perasaan tidak berarti di masyarakat.
DURRIYYATIN NABILA.P17210173045
c) Perubahan status dari mandiri ketergantungan (pada lansia)
d) Praduga negatif.
6)Adanya budaya atau norma yang menerima suatu ekspresi marah.
2. Faktor Presipitasi
Yosep (2011) faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku keerasan
seringkali berkaitan dengan :
a. Ekspresi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian massal
dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalammengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik Ketidaksiapan seorang ibu dalam
merawat anaknya dan ketidakmampuan menempatkan dirinya sebagai seorang
yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangankeluarga.
Rentang respon
Adaptif Maldaptif
DURRIYYATIN NABILA.P17210173045
Agresif adalah perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol
individu.
Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan
kontrol diri.
F. Proses marah
Stres, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus
dihadapi oleh setiap individu. Stres dapat menyebabkan kecemasan yang
menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat
menimbulkan kemarahan. Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara,
yaitu: mengungkapkan secara verbal, menekan danmenantang. Kemarahan diawali
oleh adanya stressor yang berasal dari internal atau eksternal. Stressor internal seperti
penyakit, hormonal, dendam, kesal sedangkan stressor ekternal bisa berasal dari
ledekan, cacian, makian, hilangnya benda berharga, tertipu, penggusuran, bencana dan
sebagainya, hal tersebut akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada sistem
individu (disruption and loss). Videbeck (2008) mengatakan pemaknaan dari individu
pada setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan menjadi hal terpenting.
Triggering incidents
Ditandai dengan adanya pemicu sehingga muncul agresi klien. Beberapa
faktor yang dapat menjadi pemicu agresi antara laian: provokasi, respon
terhadap kegagalan, komunikasi yang buruk, situasi yang menyebabkan
DURRIYYATIN NABILA.P17210173045
frustrasi, pelanggaran batas terhadap jarak personal, dan harapan yang tidak
terpenuhi. Pada fase ini pasien dan keluarga baru datang.
Escalation phase
Ditandai dengan kebangkitan fisik dan emosional, dapat diseterakan
dengan respon fight or flight. Pada fase escalasi kemarahan pasien memuncak,
dan belum terjadi tindakan kekerasan. Pemicu dari perilaku agresif pasien
gangguan psikiatrik bervariasi misalnya: halusinasi, gangguan kognitif,
gangguan penggunaan zat, kerusakan neurologi/kognitif, bunuh diri dan
koping tidak efektif.
c. Crisis point
Sebagai lanjutan dari fase escalasi apabila negosiasi dan teknik de
escalation gagal mencapai tujuannya. Pada fase ini pasien sudah melakukan
tindakan kekerasan.
Settling phase
Pasien yang melakukan kekerasan telah melepaskan energi marahnya.
Mungkin masih ada rasa cemas dan marah dan berisiko kembali ke fase awal.
Post crisis depression
Pasien pada fase ini mungkin mengalami kecemasan dan depresi dan
berfokus pada kemarahan dan kelelahan.
Return to normal functioning
Pasien kembali pada keseimbangan normal dari perasaan cemas, depresi,
dan kelelahan.
G. Perilaku
- Menyerang atau menghindar (Fight of flight), respon fisiologis timbul karena
jeguatan sistem saraf otonom bereaksi tergadap sekresi ephineprin yang
menyebabkan TD meningkat, takikardia, wajah merah.
- Menyatakan secara asertif, dengan perilaku mengekspresikan kemarahanya dengan
perilaku pasif agresif tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis.
- Memberontak (acting out), perilaku yang muncuk biasanya disertai akibat konflik
perilaku memberontak untuk menarik perhatian orang lain.
- Perilaku kekerasan, tindak kekerasan yang ditujukkan kepada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan.
H. Mekanisme kopping
DURRIYYATIN NABILA.P17210173045
Mekanisme kopping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan
stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan
yang digunakan untuk melindungi diri (Stuart dan Sunndeen, 1998).
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karna adanya
ancaman. Beberapa mekanisme kopping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain:
- Sublimasi, misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya
pada objek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok, dsb untuk mengurangi
ketegangan akibat rasa marah.
- Proyeksi, menyalakan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang
tidak baik.
- Represi, mencegah pikiran menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar.
- Reaksi formasi, mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakan sebagai
rentangan.
- Displacement, melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada objek
yang tidak berbahaya seperti yang pada mulanya membangkitkan emosi.
DURRIYYATIN NABILA.P17210173045
- Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang
kesal atau marah.
- Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif:
- Mata merah, wajah agak merah.
- Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
- Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
- Merusak dan melempar barang-barang.
J. Diagnosa Keperawatan
Perilaku kekerasan b.d gangguan psikologis d.d bahasa tubuh negatif (mengepalkan
tangan) ketika diajak berbicara
DURRIYYATIN NABILA.P17210173045
Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap
tenang.
3) Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek
samping).
Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat, dosis,
cara dan waktu).
Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
4) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.
Observasi tanda perilaku kekerasan.
Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang dialami klien.
5) Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?"
6) Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
7) Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.
Tindakan :
Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang
kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal / tersinggung
Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi
kesabaran.
8) Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
DURRIYYATIN NABILA.P17210173045
Bantu memilih cara yang paling tepat.
Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
L. Konsep Pengkajian
1. Identitas
Meliputi data-data demografi seperti nama, usia, pekerjaan, dan tempattinggal klien.
2. Keluhan utama
Biasanya klien memukul anggota keluarga atau orang lain, juga dirinya sendiri.
3. Alasan masuk
Tanyakan pada klien atau keluarga:
a. Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang ke rumah sakit?
b. Apa yang sudah dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi masalah ini?
c. Bagaimana hasilnya?
4. Tinjau kembali riwayat klien untuk adanya stressor pencetus dan datasignifikan
tentang:
a. Kerentanan genetika-biologik (misal, riwayat keluarga)
b. Peristiwa hidup yang menimbulkan stress dan kehilangan yang barudialami
c. Episode-episode perilaku kekerasan di waktu masa lalu
d. Riwayat pengobatan
e. Penyalahgunaan obat dan alkohol
f. Riwayat pendidikan dan pekerjaan
5. Faktor predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan
faktor predisposisi, artinya mungkin terjadi / tidak terjadi perilaku kekerasan jika
faktor tersebut dialami oleh individu:
a. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasiyang kemudian
dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan
yaitu perasaan ditolak, dihina,dianiaya atau saksi penganiayaan.
b. Perilaku, reinforcement yang diterima saat melakukan kekerasan,sering
mengobservasi kekerasaan dirumah atau diluar rumah,semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilakukekerasan.
DURRIYYATIN NABILA.P17210173045
c. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasifagresif) dan
kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelakukekerasan akan menciptakan seolah-
olah perilaku kekerasanditerima (permisive).
d. Bioneurologis, banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik,lobus frontal,
lobus temporal dan ketidakseimbanganneurotransmiter berperan dalam terjadinya
perilaku kekerasan
6. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien , lingkungan atau interaksidengan
orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik, keputusasaan,ketidakberdayaan,
percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian
pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang
mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yangdicintai/ pekerjaan dan kekerasan
merupakan faktor penyebab yang lain.Interaksi sosial provokatif dan konflik dapat
memicu perilaku kekeraaan.
7. Tanda dan gejala
Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien dibawakerumah sakit
adalah perilaku kekersan dirumah. Kemudian perawatdapat melakukan pengkajian
dengan cara obsevasi dan wawancara
Data perilaku kekerasan yang diperoleh melalui observasi dan wawancara tentang
perilaku berikut ini:
a. Muka merah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Mengatupkan rahang dengan kuat
d. Mengepalkan tangan
e. Jalan mondar-mandir
f. Bicara kasar
g. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
h. Mengancam secara verbal atau fisik
i. Melempar atau memukul benda/ orang lain
j. Merusak barang atau benda
k. Tidak mempunyai kemampuan untuk mencegah perilaku kekerasan.
l. Tanda-tanda kekambuhan serta tindakan perawatan sendiri.
8. Analisa Data
Masalah Keperawatan
DS : Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang, klien suka membentak dan
menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
DO : Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dank eras, pandangan tajam,
peilaku kekerasan
9. Diagnosa
Perilaku kekerasan b.d gangguan psikologis d.d bahasa tubuh negatif (mengepalkan
tangan) ketika diajak berbicara
10. Rencana Tindakan Keperawatan
DURRIYYATIN NABILA.P17210173045
Tujuan Umum : Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan Khusus :
1.) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat
dan jelaskan tujuan interaksi.
Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2.) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap
tenang.
3.) Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek
samping).
Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat, dosis,
cara dan waktu).
Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
DURRIYYATIN NABILA.P17210173045
Tindakan:
Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
7.) Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.
Tindakan :
Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang
kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal / tersinggung
Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi
kesabaran.
8.) Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
Bantu memilih cara yang paling tepat
Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
STRATEGI PELAKSANAAN
PERILAKU KEKERASAN
Pertemuan : Ke 1 (satu)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, klien mampu menjawab semua pertanyaan yang diajukan.
DURRIYYATIN NABILA.P17210173045
2. Diagnosa Keperawatan
Perilaku kekerasan b.d gangguan psikologis d.d bahasa tubuh negatif (mengepalkan tangan)
ketika diajak berbicara
3. Tujuan Khusus
a. Pasien dapat mengidentifikasi PK
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda PK
c. Pasien dapat menyebutkan jenis PK yang pernah dilakukannya
d. Pasien dapat menyebautkan akibat dari PK yang dilakukannya.
e. Pasien dapat menyebutka cara mencegah / mengendalikan PKny
4. Tindakan Keperawatan
SP 1 Klien :
Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab marah, tanda dan gejala yang
dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat dan cara mengendalikan perilaku
kekerasan dengan cara fisik pertama ( latihan nafas dalam).
B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Fase Orientasi :
“ Assalamu’alaikum, selamat pagi bu, perkenalkan nama saya Khairil Anwar, saya biaya
dipanggil Anwar. Saya perawat yang dinas diruang Madrim ini, saya dinas diruangan ini
selama 3 minggu. Hari ini saya dinas pagi dari jam 7 sampai jam 1 siang, jadi selama 3
minggu ini saya yang merawat ibu.
Nama ibu siapa? Dan senang nya dipanggil apa?”
“ Bagaimana perasaan ibu R saat ini?”
“masih ada perasaan kesal atau marah?
“ Baiklah sekarang kita akan berbincang-bincang tentang perasaan marah yang ibu rasakan,”
“ Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang ? bagaimana kalau 10 menit“ “Dimana kita
akan bincang-bincang?
“Bagaimana kalau diruang tamu?”
2. Fase Kerja :
“ apa yang menyebabkan ibu R marah?
Apakah sebelumnya ibu R pernah marah?
Terus penyebabnya apa?
Samakah dengan yang sekarang?
Pada saat penyebab marah itu ada, seperti rumah yang berantakan, makanan yang tidak
tersedia, air tak tersedia ( misalnya ini penyebab marah klien), apa yang ibu R rasakan?“
DURRIYYATIN NABILA.P17210173045
Apakah ibu R merasa kesal, kemudian dada ibu berdebar-debar, mata melotot, rahang terkatup
rapat, dan tangan mengepal?”“ apa yang ibu lakukan selanjutnya”
“ Apakah dengan ibu R marah-marah, keadaan jadi lebih baik?
“ Menurut ibu adakah cara lain yang lebih baik selain marah-marah?
“maukah ibu belajar mengungkapkan marah dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?
” ada beberapa cara fisik untuk mengendalikan rasa marah, hari ini kita belajar satu cara dulu,
“ begini bu, kalau tanda- marah itu sudah ibu rasakan ibu berdiri lalu tarik nafas dari hidung,
tahan sebentar, lalu keluarkan secara perlahan-lahan dari mulut seperti mengeluarkan
kemarahan, coba lagi bu dan lakukan sebanyak 5 kali. Bagus sekali ibu R sudah dapat
melakukan nya.
“ nah sebaiknya latihan ini ibu R lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa
marah itu muncul ibu R sudah terbiasa melakukannya”.
3. Fase Terminasi :
“ Bagaimana perasaan ibu R setelah berbincang-bincang tentang kemarahan ibu? ”
“ Coba ibu R sebutkan penyebab ibu marah dan yang ibu rasakan dan apa yang ibu lakukan
serta akibatnya.
“Baik, sekarang latihan tandi kita masukkan ke jadual harian ya Bu”
” berapa kali sehari ibu mau latihan nafas dalam ?” Bagus..
“Nanti tolong ibu tulis M, bila ibu melakukannya sendiri, tulis B, bila ibu dibantu dan T, bila
ibu tidak melakukan”
“baik Bu, bagaimana kalau besok kita latihan cara lain untuk mencegah dan mengendalikan
marah ibu R.
”Dimana kita akan latihan, bagaimana kalau tempatnya disini saja ya Bu?”
“Berapa lama kita akan lakukan, bagaimana kalau 10 menit saja”
“Saya pamit dulu Ibu…Assalamu’alaikum.”
Pertemuan : Ke 2 (dua)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, ada kontak mata saat berbicara.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
a. Melatih cara mencegah/ mengontrol perilaku kekerasan secara fisik kedua
DURRIYYATIN NABILA.P17210173045
b. Mengevaluasi latihan nafas dalam
c. Melatih cara fisik ke 2: pukul kasur dan bantal
d. Menyusun jadwal kegiatan harian cara kedua
4. Tindakan Keperawatan
SP 2 klien :
Membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik ke dua (evaluasi
latihan nafas dalam, latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik ke dua :
pukul kasur dan bantal), menyusun jadwal kegiatan harian cara ke dua.
1. Fase Orientasi
“ Assalamu’alaikum Ibu R, masih ingat nama saya” bagus Ibu,,,ya saya Anwar”
“sesuai dengan janji saya kemarin, sekarang saya datang lagi.
“Bagaimana perasaan ibu saat ini, adakah hal yang menyebabkan ibu marah?”
“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengendalikan perasaan marah dengan kegiatan
fisik untuk cara yang kedua.”
“ mau berapa lama? Bagaimana kalau 10 menit?”
“ Dimana kita bicara? Bagaimana kalau di ruang tamu ini ya Bu”
2. Fase Kerja
“ Kalau ada yang menyebabkan ibu marah dan muncul perasaan kesal, selain nafas dalam ibu
dapat memukul kasur dan bantal.”“ Sekarang mari kita latihan memukul bantal dan kasur
mari ke kamar ibu? Jadi kalau nanti ibu kesal atau marah, ibu langsung kekamar dan
lampiaskan marah ibu tersebut dengan memukul bantal dan kasur.Nah coba ibu lakukan
memukul bantal dan kasur, ya bagus sekali ibu melakukannya!”“ Nah cara ini pun dapat
dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah, kemudian jangan lupa merapikan tempat tidur
Ya!”
3. Fase Terminasi
“ Bagaimana perasaan ibu setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”“ Coba ibu sebutkan
ada berapa cara yang telah kita latih? Bagus!”
“ Mari kita masukkan kedalam jadwal kegiatan sehari-hari ibu. Pukul berapa ibu mau
mempraktikkan memukul kasur/bantal?
Bagai mana kalau setiap bangun tidur? Baik jadi jam 5 pagi dan jam 3 sore, lalu kalau ada
keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya Bu.“ sekarang ibu istirahat, 2 jam
DURRIYYATIN NABILA.P17210173045
lagi kita ketemu ya Bu, kita akan belajar mengendalikan marah dengan belajar bicara yang
baik. Sampai Jumpa!” Assalamu’alaikum
Pertemuan : Ke 3 (tiga)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien kooperatif, tenang, ada kontak mata saat berbicara, sesekali nada bicara agak
tinggi.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
a. Melatih cara mencegah/ mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal
b. Mengevaluasi jadual harian untuk dua cara fisik
c. Melatih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik, meminta
dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik
d. Menyusun jadwal latihan mengungkapkan secara verbal
4. Tindakan Keperawatan
SP3 klien :
Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara sosial/verbal (evaluasi
jadwal harian tentang dua cara fisik mengendalikan perilaku kekerasan, latihan
mengungkapkan rasa marah secara verbal ( menolak dengan baik, meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan baik), susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara
verbal)
DURRIYYATIN NABILA.P17210173045
2. Fase Kerja
“Sekarang kita latihan cara bicara ibu baik untuk mencegah marah. Kalau marah sudah
disalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal, dan sudah lega, maka kita
perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah. Ada tiga caranya bu: 1. Meminta
dengan baik tanpa marah dengan suara yang rendah serta tidak menggunakan kata-kata kasar.
Kemarin ibu mengatakan penyebab marahnya karena makanan tidak tersedia, rumah
berantakan, Coba ibu minta sediakan makan dengan baik:” bu, tolong sediakan makan dan
bereskan rumah” Nanti biasakan dicoba disini untuk meminta baju, minta obat dan lain-lain.
Coba ibu praktekkan . Bagus bu. “
Yang kedua : Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan ibu tidak ingin
melakukannya, katakan: ‘maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan’.
Coba ibu praktekkan . Bagus bu.”
Yang ketiga Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat
kesal ibu dapat mengatakan:’Saya jadi ingin marah karena perkataan mu itu’. Coba
praktekkan. Bagus.”
3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan ibu setelah bercakap-cakap tentang cara mengontrol marah dengan
bicara yang baik?’
“Coba ibu sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari.”“Bagus sekali,
sekarang mari kita masukkan dalam jadwal. Berapa kali sehari ibu mau latihan bicara yang
baik? bisa kita buat jadwalnya?”
“Coba masukkan dalam jadwal latihan sehari-hari, misalnya meminta obat, makanan dll.
Bagus nanti dicoba ya bu!”
“ Bagaimana kalau besok kita ketemu lagi?”
“ besok kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah ibu yaitu dengan cara
ibadah, ibu setuju? Mau dimana bu? Disini lagi? Baik sampai nanti ya Ibu…
Assalamu’alaikum
Pertemuan : Ke 4 (empat)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, bicara jelas.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
DURRIYYATIN NABILA.P17210173045
3. Tujuan khusus
Pasien dapat mencegah/ mengendalikan PKnya secara spiritual,
4. Tindakan Keperawatan
SP 4 klien :
Bantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual (diskusikan hasil
latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik dan sosial/verbal, latihan beribadah dan
berdoa, buat jadwal latihan ibadah/ berdoa)
3. Fase terminasi
“Bagaiman perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang ketiga ini?”“ Jadi
sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan ibu. Mau berapa kali ibu sholat.
Baik kita masukkan sholat …….dan ……(sesuai kesebuatan pasien).”
“Coba ibu sebutkan lagi cara ibadah yang dapat ibu lakukan bila ibu sedang marah”“Setelah
ini coba ibu lakukan sholat sesuai jadwal yang telah kita buat tadi”
“ 2 jam lagi kita ketemu ya bu,nanti kita bicarakan cara keempat mengontrol rasa marah,
yaitu dengan patuh minum obat! “
DURRIYYATIN NABILA.P17210173045
“Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk mengontrol rasa
marah ibu, setuju bu?”….Assalamu’alaikum
Pertemuan : Ke 5 (lima)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, kontak mata ada saat komunikasi.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasa
3. Tujuan khusus
Pasien dapat mencegah/ mengendalikan PKnya dengan terapi psikofarmaka
4. Tindakan Keperawatan
SP 5 klien :
Membantu klien latihan mengendalikan PK dengan obat ( bantu pasien minum obat secara
teratur dengan prinsip 5 benar ( benar pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar
waktu dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna minum obat dan akibat berhenti minum
obat, susun jadwal minum obat secara teratur)
DURRIYYATIN NABILA.P17210173045
ibu minum 3x sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam”“Bila nanti setelah minum
obat mulut ibu terasa kering, untuk membantu mengatasinya ibu bias mengisap-isap es
batu”.“Bila terasa berkunang-kunang, ibu sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas dulu”.
“Nanti dirumah sebelum minum obat ini ibu lihat dulu label di kotak obat apakah benar nama
ibu tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum, jam berapa saja harus diminum, baca
juga apakah nama obatnya sudah benar? Disini minta obatnya pada suster kemudian cek lagi
apakah benar obatnya”.
“Jangan penah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter ya bu, karena
dapat terjadi kekambuhan.”“ Sekarang kita masukkan waktu minum obat kedalam jadwal ya
bu”.
3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara kita minum obat yang
benar?”“Coba ibu sebutkan lagi jenis jenis obat yang ibu minum! Bagaiman cara minum obat
yang benar?”“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari?
Sekarang kita tambahkan jadual kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa laksanakan
semua dengan teratur ya”.“Baik, besok kita ketemu lagi untuk melihat sejauh mana ibu
melaksanakan kegiatan dan sejauh mana dapat mencegah rasa marah. Selamat siang bu,
sampai jumpa.”…. Assalamu’alaikum
DAFTAR PUSTAKA
Dadang Hawari, 2001. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizoprenia, FKUI :
Jakarta.
Keliat Budi Anna, 2002. Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan. FKUI : Jakarta.
DURRIYYATIN NABILA.P17210173045
Stuart, GW dan Sunden, S. J, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Buku Kedokteran
EGC : Jakarta.
Nanda. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2018-2020 Edisi 11 editor T
Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.
DURRIYYATIN NABILA.P17210173045