Pada bagian Mining Department di PT Bontang Enenrgy terdapat beberapa tahapan dalam pelaksanaan kegiatan penambangan. Waktu kerja tim pengolahan terdiri 2 jam kerja (shift) yaitu : Shift A dan Shift B Tabel 6.1 Pembagian Jam Kerja Shift Jam Kerja Shift A 07.00 – 16.00 WIB Shift B 17.00 – 02.00 WIB Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar dapat mencapai target produksi yang sudah ditetapkan.
6.4 Peralatan Pengolahan (Jenis, Jumlah, dan Kapasitas Alat)
Teknologi pengolahan atau preparasi batubara terdiri dari berbagai proses yang dapat diaplikasikan dengan tujuan meningkatkan kualitas batubara sehingga dapat mememenuhi kebutuhan pasar. Pada awalnya proses benefisiasi batubara hanya bertujuan untuk memproduksi batubara yang dapat dijual dan memberikan nilai ekonomis untuk kegiatan pertambangan batubara. namun saat ini benefisiasi batubara juga membawa manfaat terhadap lingkungan yang cukup besar diantaranya mengurangi emisi sulfur dioksida (SO2), karbon dioksida (CO2), dan partikel pengotor melalui suplai batubara bersih untuk dimanfaatkan. proses peningkatan kualitas batubara pada prinsipnya meliputi pre-treatment, cleaning, sizing, dewatering, dan tailing treatment yang akan dibahas lebih lanjut pada subbab berikut. 6.4.1 Penanganan Material Padat Keberhasilan operasi pencucian batubara sangat tergantung pada pengotor yang harus dipisahkan dari batubara. Agar butiran pengotor dapat dipisahkan maka diperlukan usaha untuk memperkecil ukuran batubara. Proses untuk memperkecil ukuran material disebut kominusi. Dalam melaksanakan tahap kominusi, pengecilan ukuran dilakukan hingga ukuran yang diperlukan saja, tanpa harus memperkecil ukuran sehingga menjadi terlalu halus karena akan menambah biaya kominusi yang relatif mahal. Secara umum bagian-bagian yang ada pada proses kominusi adalah peremukan (crushing). Proses crushing memerlukan proses pendukung seperti hopper dan feeder agar dapat beroperasi secara optimal. 1. Hopper (Penampung) Hopper adalah bak penampung material padat sebelum diteruskan kedalam crusher (mesin penghancur) dengan bantuan feeder (mesin pengumpan). Hal yang harus dicermati dalam pemakaian hopper di industri pengolahan bahan galian adalah pengurangan daya tampung dari hopper. Hal ini merupakan kerugian karena hopper tidak dapat menampung material padat sebagaimana mestinya sehingga akan mempengaruhi proses kerja pengolahan bahan galian secara keseluruhan karena hopper merupakan tahap awal dari proses pengolahan bahan galian. Dua masalah utama yang terjadi dalam hopper adalah timbulnya arching dan rathole. Arching adalah fenomena yang terjadi dimana pada bagian atas keluaran hopper material padat membentuk cekungan ke dalam. Sedangkan rathole adalah lubang yang tidak terisi oleh material padat dan terdapat pada bagian tengah dari hopper. Pada dasarnya aliran keluar pada hopper dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu mass flow, funnel flow, expanded flow. Mass flow adalah bentuk aliran dimana seluruh material padat dalam hopper bergerak dengan serentak kebawah menuju keluaran hopper. Kondisi ini dapat terjadi bila dinding hopper memiliki kemiringan yang tajam dan halus. Funnel flow adalah bentuk aliran dimana hanya material solid yang berada diatas lubang keluaran hopper saja yang bergerak kebawah. Expanded flow adalah bentuk aliran mass flow 4 yang dilanjutkan dengan bentuk aliran funnel flow. Hal ini dapat terjadi karena terciptanya rathole yang stabil. Oleh sebab itu desain hopper sangatlah penting. Desain sebuah hopper ditentukan dari material apa yang akan mengisi hopper. Karakteristik material padat yang akan mengisi hopper akan menjadi acuan utama sehingga kita dapat menentukan panjang area silinder dan panjang area kerucut dari hopper. Karakteristik material juga akan menentukan lebar dari diameter keluaran hopper dan kemiringan selimut kerucut sehingga dengan desain yang tepat diharapkan tidak terbentuk arching dan rathole.Dengan desain yang tepat kita juga dapat menentukan bentuk aliran keluar yang akan terjadi. Pemilihan material sebagai liner untuk hopper memiliki peranan yang besar. Material yang bersifat sticky cenderung memiliki daya adhesi yang besar. Oleh karena itu penting untuk mendapatkan material liner yang memiliki permukaan yang bersifat smooth tetapi mampu menahan impact yang terjadi di dalam hopper. 2. Feeder (Pengumpan) Feeder adalah mesin pengumpan yang berfungsi untuk menghantarkan material padat kedalam crusher (mesin penghancur) dari hopper (bak penampung). Feeder diperlukan untuk menghasilkan laju masuk material padat yang relatif konstan atau variabel speed ke dalam crusher. Laju material padat yang masuk diharapkan teratur agar kerja crusher dapat menjadi optimal. Dengan laju material padat yang masuk teratur maka crusher akan terhindar dari kondisi crusher yang mendadak kosong ataupun mendadak penuh. Kondisi crusher yang kosong atau terlalu penuh akan mengurangi efektifitas kerja crusher. Terdapat beberapa jenis feeder yang dikenal di industri, diantaranya adalah belt feeder, apron feeder, rotary table feeder, chain feeder, rotary plow feeder, screw feeder,dan vibratory feeder. 3. Proses Crushing (Peremukan) Proses peremukan (crushing) bertujuan untuk menyesuaikan ukuran partikel batubara dengan ukuran yang dapat diterima oleh operasi pencucian dan untuk menyesuaikan ukuran partikel batubara dengan permintaan pasar. Operasi pengecilan harus dilakukan secara bertahap. Peremukan awal batubara umumnya menggunakan alat roller crusher karena sifat batubara yang relatif lunak tetapi liat. Alat ini mempunyai berbagai kelebihan dibandingkan dengan jaw crusher yaitu lebih efektif untuk menghancurkan batubara, yang dapat menghasilkan material halus, dan membuat batubara menjadi gepeng. 6.4.2 Proses Klasifikasi Batubara kotor yang diumpankan ke pabrik pencucian terdiri dari berbagai ukuran. Operasi alat pencucian akan sangat baik bila selang ukuran partikel terbesar dan terkecil relatif pendek. Oleh karena itu sebelum dilakukan pencucian harus dilakukan pengayakan agar partikel dapat dikelompokan berdasarkan ukurannnya atau dikenal dengan istilah klasifikasi. Kegiatan klasifikasi ke dalam kelompok-kelompok ukuran dilakukan baik sebelum, selama atau sesudah operasi pemisahan menjadi batubara bersih dan pengotor. Kegiatan klasifikasi dilakukan dengan mengayak atau screening, sedangkan pemisahan partikel halus dilakukan di dalam suatu media (air). 1. Screening Proses pengayakan adalah salah satu proses yang bertujuan untuk mengelompokan ukuran fraksi batubara, sehingga disebut juga dengan proses classification. Pengayakan primer dipakai pada awal proses untuk menyiapkan batubara kotor agar ukurannya sesuai dengan operasi pencucian. Alat yang dipakai untuk pengayakan biasanya ayakan getar (vibrating screen). Hasil yang diperoleh berupa kelompok batubara dengan berbagai klasifikasi ukuran seperti: a. Fraksi +125 mm atau tertahan pada pengayak berukuran 125 mm digunakan untuk operasi kominusi. b. Fraksi -125 mm atau lolos pada pengayak berukuran 125 mm digunakan untuk operasi pencucian dengan alat Jig. c. Fraksi -125mm +6mm untuk operasi pencucian dengan alat dense medium bath. d. Fraksi -50mm +0.5mm untuk operasi pencucian dengan alat dense medium separator. e. Fraksi -0.5mm untuk operasi pencucian dengan alat Flotasi. Pengayak sekunder biasanya dipakai untuk mengayak material diantara dua bagian tertentu dan jika pemisahan middling diperlukan. Contohnya seperti dari umpan batubara yang berukuran -125 mm diayak dengan pengayak -16 mm dan + 0.5 mm. Fraksi yang lolos 0.5 mm (-0.5 mm) langsung dialirkan ke sirkuit flotasi namun yang tidak lolos 16 mm (+16 mm) akan kembali dilakukan kembali penggerusan hingga ukurannya -16 mm +0.5 mm dan siap dipasarkan. Tetapi bila diperlukan, fraksi yang berukuran -125 mm + 16 mm ini dapat dicuci kembali dalam dense medium bath untuk memisahkan fraksi batubara bersihnya dari middling. Setelah batubara menjadi bersih dapat pula dilakukan pengayakan untuk mengelompokannnya secara terpisah-pisah sesuai dengan ukuran yang dikehendaki. 2. Pengayak Dewatering Pencucian menggunakan alat dense medium bath menggunakan media berat dan air sebagai pemisah antara batubara kotor dan bersih. Pengayak dewatering digunakan untuk mengurangi kadar moisture yang terdapat pada batubara dan mengambil kembali medium berat yang telah digunakan. Pengayak dewatering dapat berupa pengayak statis atau getar. Terkadang digunakan kedua pengayak tersebut dengan menempatkan sebuah sieve bend atau pengayak dewatering statis sebelum pengayak dewatering getar. Jika digunakan pengayak dewatering getar dua tingkat, pengayak pada bagian atas akan mengayak partikel kasar dan pengayak bagian bawah akan melakukan proses dewatering yang lebih efektif. Sistem pencucian yang memakai suspensi media berat berupa magnetit halus yang akan dibahas pada subbab pencucian dengan media berat. Magnetit tersebut setelah pencucian sebagian terbawa oleh batubara maupun pengotornya, oleh karena itu magnetite harus diambil kembali agar bisa digunakan ulang. Pengambilan kembali magnetit ini dilakukan dengan menggunakan pengayak deck wedge wire. Caranya sama dengan pemakaian pengayak dewatering tetapi digunakan penyemprot air untuk membilas sebanyak mungkin magnetit. Gerakan partikel di sepanjang permukaan pengayak dan getaran pengayak menyebabkan batubara seolah-olah mengalir di dalam air. Partikel akan turun di sela-sela partikel besar ke bawah hingga permukaan pengayak. Proses ini disebut stratifikasi yang merupakan dasar dari operasi pengayakan. Kemungkinan lolosnya partikel melalui lubang pengayak, setelah stratifikasi, disebut probabilitas pemisahan. Proses stratifikasi partikel lolos dengan kecepatan alir lolos dan panjang pengayak sebagai sumbu-sumbunya. Hal yang perlu diperhatikan pada saat melakukan desain dan konstruksi pengayak adalah efisiensi harus semaksimal mungkin, pemakaian tenaga per ton batubara, rangka harus kuat dan perawatan seefisien mungkin. Efisiensi pengayak harus dikaitkan dengan tujuannya yaitu apakah untuk mengeluarkan partikel kecil atau mengurangi kadar air atau apakah untuk membagi menjadi beberapa kelompok ukuran. Beberapa faktor yang mempengaruhi efisiensi dan kapasitas pengayakan adalah: a. Analisis Ukuran Umpan Partikel yang paling sulit dipisahkan adalah partikel yang ukurannya mendekati ukuran pemisahan. b. Panjang Dan Lebar Pengayak Semakin panjang pengayak maka semakin besar kemungkinan untuk lolos dan semakin lebar pengayak maka semakin banyak kapasitas yang dapat ditampung. c. Luas total lubang pengayak Hal ini dipengaruhi oleh jenis bahan pengayak dan jarak antar lubang. d. Kemiringan pengayak. e. Kecepatan gerak (getar) pengayak. f. Amplitudo pengayak. g. Hambatan pada daerah pengayak. h. Kadar lengas dalam umpan. i. Tonnase pengumpanan dalam pengayak.
6.5 Hasil Pengolahan dan Rencana Pemanfaatan Mineral Ikutan
6.6 Jenis Jumlah, Kualitas Hasil Pengolahan Dan Tailing
PT Bontang Energi yang bergerak di penambangan batubara memliki beberapa jenis batubara berdasarkan kalori yang dimiliki yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 6.1 Batubara produksi PT,Bontang Energy No Jenis Jumlah Kalori Kandungan (ton) (kkl/gr) air 1 Batubara Energi Rendah 5.00.000 <7000 Sangat (lignite) tinggi 2 Subbituminous C 350.000 8300-9500 tinggi 3 Subbituminus B 450.000 9500-10500 sedang 4 Subituminus A 900.000 10500-11500 rendah 5 Batubara Energi Tinggi 300.000 >14000 Sangat (Antrasit) rendah Total 2.500.000 Hasil pengolahan batubara yang di produksi tergantung kebutuhan perusahaan yang bekerja sama dengan beberapa PLTU sebagai berikut dapat di lihat pada tabel.6.2 berikut ini: Tabel.6.2 Produk dan Penjualan Nama Nama Daya Konsumsi Cv adb Kategori Mixer produk Perusahaan Produk (bb ton Kerja Sama pertahun) Labungan BT 1 200 500.000 9.400 Rendah Sub Angin (A +B +C) PT. Tenaga BT 1 200 400.000 9.400 Rendah Sub Listrik (A +B +C) Sibolga Cilacap BT 300 600.000 10.000 Sedang Sub (A+B) Platinum Indonesia BT Gold 600 500.000 13.000 Tinggi Sub Power A + Antrasit Untuk tailing dari penambangan batubara tidak ada. Tetapi pada kondisi PT Bontang Energy memiliki cadangan berupa lignit yang belum di di tambang karena belum ada perusahaan yang mengolah lignite menjadi briket di sekitaran kota Bontang.