Anda di halaman 1dari 6

Teori Discounted Cash Flow

Discounted Cash Flow atau biasa disingkat DCF adalah salah satu metode untuk
menghitung prospek pertumbuhan suatu instrumen investasi dalam beberapa waktu ke depan.
Konsep DCF ini didasarkan pada pemikiran bahwa jika anda menginvestasikan
sejumlah dana, maka dana tersebut akan tumbuh sebesar sekian persen atau mungkin sekian
kali lipat setelah beberapa waktu tertentu. Disebut ‘discounted cash flow’ atau ‘arus kas yang
terdiskon’, karena cara menghitungnya adalah dengan meng-estimasi arus dana dimasa
mendatang untuk kemudian di-cut dan menghasilkan nilai dana tersebut pada masa
kini. Atau,Discounted Cash Flow adalah metode perhitungan nilai wajar yang di hitung
berdasarkan konsep bahwa nilai suatu bisnis berasal dari jumlah cash flow (arus uang) yang di
dapat selama masa hidup bisnis tersebut dan di diskontokan kembali terhadap ke nilai uang
sekarang. DCF juga merupakan salah satu model valuasi yang paling populer dikalangan
investor.
Model valuasi DCF sangat cocok bila dipakai untuk menghitung nilai wajar suatu
perusahaan yang pemasukan laba/cash flow-nya stabil, sehingga kestabilan pemasukan dan
pertumbuhannya menjadi lebih bisa diprediksi.

1.Kelebihan dan Kelemahan Metode DCF


Metode DCF dalam aplikasinya tidak terlepas dari kelebihan dan kekurangannya.Hal inilah
yang membuat terjadinya perkembangan valuasi dalam dunia keuangan, salah satunya
adalah real option analysis yang merupakan modifikasi dari metode DCF.

Menurut Mun (2006) terdapat kelebihan dari metode DCF yaitu


•Jelas serta konsisten dalamdecision criteria untuk seluruh proyek
•Terdapat factor time value of money serta struktur risiko yang sudah terkandung didalamnya
•Mudah dalam menjelaskan kepada pihak manajemen.

Namun diantara kelebihan tersebut, metode DCF juga memiliki banyak kekurangan seperti:
•Ketidakpastian dimasa yang akan datang membuat hasil dari metode DCF yang statis menjadi
kurang dinamis
•Proyek-proyek yang dinilai berdasarkan metode DCF bersifat lebih pasif, padahal proyek-
proyek tersebut harus secara rutin dikendalikan melalui project life cycle.
. •Seluruh tingkat risiko diasumsikan sudah diwakilkan oleh factor discount rate,padahal dalam
kenyataannya tingkat risiko tersebut dapat berubah tiap waktu
•Metode DCF mengasumsikan Cash flow dimasa depan dapat diramalkan dengan tepat,
padahal sangat sulit untuk melakukan estimasi cash flow dimasa depan karena sangat berisiko.

Misalnya anda punya duit sebesar Rp100 juta yang akan anda investasikan pada suatu usaha,
katakanlah toko baju, dimana toko tersebut berdasarkan historisnya mampu mencetak
pertumbuhan modal (yang dihasilkan dari peningkatan saldo laba) sebesar 50% per tahun.
Dengan asumsi di tahun berikutnya toko baju tersebut akan kembali mencetak pertumbuhan
50%, maka dana anda akan tumbuh 50% menjadi 1.5 kali lipat dalam setahun, alias Rp150
juta. Bagaimana kalau setelah tiga tahun? Maka kenaikan sebesar 1.5 kali lipat per tahun tadi
dipangkatkan tiga (1.5 x 1.5 x 1.5 = 3.37), kemudian dikali dana awal yaitu Rp100 juta,
sehingga hasilnya adalah Rp337 juta.

Sebenarnya, anda bisa menyederhanakan DCF ini dengan menggunakan dua ukuran utama
dalam analisis fundamental, yaitu Return on Equity (ROE), dan pertumbuhan laba bersih,
selain tentunya PBV tadi. Jadi pertama-tama, lihat ROE-nya. Perusahaan yang bagus adalah
yang ROE-nya diatas 20%, syukur-syukur 30%. ROE ini penting, sebab menunjukkan
seberapa besar laba bersih dapat meningkatkan modal (dengan catatan laba bersih ini tidak
digunakan seluruhnya untuk dividen). Setelah itu, lihat net profit growth-nya. Idealnya juga
diatas 20%. Kalau anda berorientasi pada investasi jangka panjang, maka lihat juga rata-rata
pertumbuhan laba bersih dalam jangka panjang, katakanlah 5 tahun (dikenal sebagai CAGR,
singkatan dari compound annual growth rate). Mengingat modal akan tumbuh jika saldo
labanya tumbuh, maka pertumbuhan laba bersih ini akan mewakili pertumbuhan modal bersih
tersebut.

Kesimpulannya jika sebuah saham mencatat ROE 30%, dan CAGR 20%, maka prospek
pertumbuhannya tentu lebih baik ketimbang saham yang ROE sama-sama 30%, tapi CAGR-
nya cuma 10%, atau saham yang CAGR-nya 50%, tapi ROE-nya cuma 10%. ‘Prospek’ yang
dimaksud disini memang hanya dihasilkan dari number crunching dari data-data historis,
dalam artian tetap akan terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi. Paling tidak terdapat
asumsi bahwa ROE dan CAGR yang bagus tersebut akan terus berlanjut dimasa mendatang.
Makanya, PBV tadi tetap penting untuk diperhatikan. Sebagus apapun rasio-rasio
fundamental sebuah saham, sebaiknya tetap usahakan untuk membelinya pada
harga riil (harga berdasarkan kondisi barangnya saat ini, bukan saat yang akan datang) yang
murah, misalnya kalau bisa pada PBV 1 kali saja (setiap beberapa waktu tertentu, ada saja
saham-saham murah seperti ini). Kalau memang saham yang anda beli pada harga murah
tersebut laba riil-nya memang tumbuh dan ROE-nya juga nggak jelek-jelek amat (dan tentu
saja, sahamnya likuid), maka cepat atau lambat harganya akan naik juga lho, trust me

Anda mungkin juga menyukai