Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERDAGANGAN IKAN HIU

Diajukan Guna Memenuhi Tugas Individu


Mata kuliah Hukum Dagang

Disusun Oleh:
ELSIFA BINTANG MADANIA
NIM.16340126
Dosen Pengampu:
Dr.H.Selamet B Hartanto, S.H, M.M

ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia terletak pada posisi geostrategis sebagai negara kepulauan yang
menjembatani dua samudra yaitu Pasifik dan Hindia dan dua benua yaitu Asia dan
Australia. Selain itu, Indonesia berbatasan darat atau laut dengan 10 negara dan
memiliki lebih dari 13 ribu pulau tersebar dari Sabang hingga Merauke yang
menempatkan Indonesia sebagai negara dengan keanekaragaman hayati terkaya di
dunia. Alam Indonesia terkenal dengan kekayaan flora dan fauna yang tersebar
diseluruh wilayahnya baik itu di darat maupun di laut. Keberadaan mereka sangat
mempengaruhi kelangsungan hidup ekosistem yang ada di sekitarnya. Dengan kata
lain makhluk hidup termasuk manusia mempunyai hubungan saling ketergantungan
satu sama lain untuk mempertahankan hidupnya. Kumpulan makhluk hidup yang
mendiami suatu tempat akan membentuk populasi. Populasi-populasi yang ada akan
membentuk keanekaragaman hayati di suatu wilayah. Eksplorasi dan eksploitasi
adalah cara yang dianjurkan untuk dapat menikmati kekayaan keanekaragaman hayati
baik di darat maupun di laut. Namun, memasuki era ekonomi global melakukan
eksplorasi dan eksploitasi pada wilayah daratan dan laut di bumi ini khususnya
Indonesia tanpa dibarengi dengan pengawasan maka akan menjadi suatu
kemudharatan. Salah satu contohnya adalah penangkapan dan perdagangan hiu baik
dilakukan secara legal maupun ilegal (melawan hukum). Kegiatan tersebut melibatkan
banyak pihak mulai dari pemburu hingga eksportir bahkan dikoordinasikan
perdagangannya antar negara. Nilai ekonomi yang menjanjikan dari perdagangan
komoditi ini cenderung meningkatkan aktifitas penangkapan dan perdagangan satwa
liar tersebut. Tujuan dilakukannya perdagangan satwa antara lain; 1) Dikonsumsi; 2)
Pembuatan obat tradisional China; 3) Dijadikan satwa peliharaan; 4) Dijadikan
hiasan; dan 5) Koleksi. Selama 30 tahun terakhir konsumsi akan sumber daya alam
dari keanekaragaman hayati telah meningkat, contohnya 10 dari 25 perusahaan obat
besar di dunia tahun 1997 memperoleh bahanbahan dari sumber keanekaragaman
hayati termasuk dari tumbuhan dan satwa liar. Keberadaan spesies ini juga menjadi
sumber pendapatan bagi nelayan karena dipicu oleh tingginya harga sirip hiu.
Akibatnya tingkat eksploitasi hiu terbesar di Asia
Tenggara terjadi di perairan Indonesia, dan penjualan pun terbesar di
dunia. Pemanfaatan hiu di Indonesia telah dilakukan sejak zaman penjajahan yaitu
dengan adanya ekspor hiu bersama dengan ekspor ikan asin. Hiu diburu oleh nelayan
untuk dimanfaatkan daging, sirip, kulit, minyak hati dan bagian-bagian lainnya.
Peningkatan keuntungan ekonomi yang didapat dari komoditi ini membuat spesies ini
terancam punah. Dampak kegiatan pemanfaatan tersebut meningkat seiring
meningkatnya kemajuan teknologi, peningkatan jumlah penduduk serta peningkatan
ragam dan mutu kebutuhan. Hal ini terjadi karena terdorong oleh usaha memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari kemudian berkembang menjadi suatu kegiatan yang
bersifat komersial. Sehingga pemanfaatan hiu sebagai komoditas perdagangan hayati
laut perlu dilakukan perlindungan. Mengingat ikan hiu merupakan ikan yang memiliki
pertumbuhan yang lambat dan memerlukan waktu yang lama untuk mencapai usia
dewasa dan untuk berkembangbiak. Saat ini penangkapan dan perdagangan ikan pari
manta juga tidak sedikit, di mana ikan tersebut dimanfaatkan untuk dijadikan
komoditas dalam memenuhi industri sup dan makanan lainnya yang berbasis hiu dan
pari manta. Manta merupakan spesies dengan reproduksi sangat rendah. Pari dengan
panjang 7-10 meter itu baru bereproduksi ketika usia menginjak 10 tahun. Dalam tiga
tahun hanya sekali bereproduksi, itupun satu sampai dua anakan. Cara penangkapan
hiu dan pari manta yaitu dengan melakukan pemotongan sirip (finning) baik yang
masih muda maupun sudah dewasa. Indonesia adalah salah satu negara penangkap
ikan hiu terbesar di dunia saat ini. Saat ini telah banyak terjadi eksploitasi berlebihan
karena menjadikan kedua spesies ikan ini sebagai komoditas perdagangan yang
menguntungkan. Pentingnya peranan hiu dapat dilihat pada fungsinya yaitu sebagai
predator teratas, hiu mengontrol populasi hewan laut dalam rantai makanan. Populasi
hiu yang sehat dan beragam berperan penting untuk menyeimbangkan ekosistem laut,
termasuk menjaga kelimpahan ikan-ikan bernilai ekonomis lainnya yang dikonsumsi
oleh manusia. Laporan TRRAFIC selama tahun 2000-2010 menyebutkan bahwa
Indonesia adalah penangkap hiu terbesar di dunia. Sebagian besar produk tersebut
diekspor dalam bentuk sirip, minyak, dan kulit. Penangkapan besar-besaran ini
diakibatkan oleh tingginya permintaan pasar terhadap produk hiu, sehingga dapat
menyebabkan terganggunya keseimbangan rantai makanan dalam ekosistem laut dan
berdampak negatif bagi ketahanan pangan Indonesia.tindakan eksploitasi berlebihan
pada hiu dan pari manta terjadi di wilayah perairan Indonesia.sehingga harusnya
terdapat produk-produk legislasi yang mendukung komitmen Indonesia tersebut baik
bersifat nasional maupun peraturan daerah masing-masing.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah perlindungan hukum Indonesia terhadap Hiu setelah ditetapkan
menjadi spesies liar ?
2. Bagaimana peluang dan tantangan yang dihadapi Indonesia dalam hal konservasi ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap Hiu setelah ditetapkan menjadi
spesies liar dalam hukum laut di Indonesia.
2. Bagaimana tantangan yang dihadapi Indonesia dalam hal konservasi ?
BAB II
PEMBAHASAN
Pasar global flora dan fauna liar sangat besar dan barang-barang yang
diperdagangkan adalah barang yang sangat mewah seperti mantel yang terbuat dari
kulit hewan dan ukiran yang terbuat dari gading selanjutnya dengan memberikan
perlindungan pada perdagangan internasional terhadap flora dan faun liar, makanya
dibutuhkan pengaturan yang tepat untuk mengatur para pelaku eksploitasi yang
digunakan untuk tujuan komersial. Sehingga badan administrasi yang bertanggung
jawab haruslah lebih ketat dalam implementasi penegakan hukum dengan
memberikan sanksi yang tinggi terhadap para pelanggar. Dalam hal ini badan judisial
harus lebih berperan aktif untuk melakukan checks and balances dengan badan
eksekutif, karena tanpa itu maka penegakan efektif konvensi secara penuh tidak akan
terwujud. tempayan (Caretta caretta). Sehingga dalam kesimpulan akhir penulis
mengatakan bahwa upaya konservasi hiu di Indonesia,merupakan proses penerapan
serangkaian aturan yang muncul melalui sebuah perjanjian atau kesepakatan. Dimana
Indonesia sebagai negara yg ikut meratifikasi kesepakatan tersebut, menerapkan
kewajiban-kewajiban kegiatan eksplorasi terjadi terus menerus tanpa ada pembatasan
maka ini akan berdampak negatif terhadap keberlanjutan kehidupan spesies ini dan
keberlanjutan ekosistem laut. Selain itu hiu adalah satwa mamalia liar laut yang
masuk dalam daftar perlindungan spesies.Hal ini didorong oleh dari kemiskinan,
banyaknya permintaan, perdagangan ilegal serta kurangnya kapabilitas dan
kemampuan pemerintah dalam pelaksanaan aturan hukum dan pengumpulan data
ilmiah membuat situasi Indonesia sulit dalam menerapkan aturan tersebut. Akan tetapi
dalam implementasinya sudah cukup berhasil dilihat dari wujudnya yang tertera
dalam peraturan-peraturan pemerintah Indonesia dan undangundnag yang
diberlakukan di Indonesia. Namun, dalam masalah hiu Indonesia dinilai kurang
efektif karena minimnya data ilmiah terkait penetapan kuota, illegal fishing,
penangkapan berlebihan serta minimnya regulasi dan kontrol pemerintah dalam hal
perdagangan dan pemanfatan hiu serta belum mengimplentasikan aturan kterkait
pemanfatan hiu dengan baik. Hal ini tentunya menjadi kajian yang menarik karena
otoritas kementrian yang diberikan kewenangan terhadap keamanan dan kelestarian
laut yaitu Kementrian Kelautan dan Perikanan telah mengeluarkan peraturan menteri
yang berhubungangan dengan kedua jenis spesies tersebut. Akan tetapi dalam
prakteknya masih banyak pelanggaran yang dilakukan dengan mengeksploitasi secara
berlebihan. Setiap orang dilarang menangkap hewan/satwa yang dilindungi dan bagi
siapa yang melanggarnya, maka merupakan suatu tindak pidana. Pasal 1 Angka 5
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya (“UU 5/1990”) memberikan definisi satwa, yakni semua jenis
sumber daya alam hewani yang hidup di darat dan/atau di air, dan/atau di udara.
Kemudian, Pasal 20 ayat (1) UU 5/1990 menggolongkan jenis satwa, yang
selengkapnya pasal tersebut berbunyi:
“Tumbuhan dan satwa digolongkan dalam jenis:
1. Tumbuhan dan satwa yang dilindungi;
2. Tumbuhan dan satwa yang tidak dilindungi.”
Lebih lanjut dikatakan dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 7
Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa (“PP 7/1999”) bahwa
satwa yang dilindungi adalah sebagaimana terlampir dalam Peraturan Pemerintah ini,
antara lain: orang utan, Harimau Jawa, Harimau Sumatera, Badak Jawa, Penyu, dan
sebagainya.
Pada dasarnya, larangan perlakuan secara tidak wajar terhadap satwa yang
dilindungi terdapat dalam Pasal 21 ayat (2) UU 5/1990 yang berbunyi:
“Setiap orang dilarang untuk
a. menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara,
mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan
hidup;
b. menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa
yang dilindungi dalam keadaan mati;
c. mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat
lain di dalam atau di luar Indonesia;
d. memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian
lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-
bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia
ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
e. mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau
memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi.”
Pemerintah juga harus mengembangkan penelitian untuk pengembangbiakan
jenis ikan hiu tertentu yang terancam punah yang dapat dilakukan melalui konservasi
jenis ikan sebagaimana telah diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 60 Tahun
2007 tentang Konservasi Ikan. Pasal 22 menyebutkan bahwa konservasi ikan dapat
dilakukan melalui; (1) penggolongan jenis ikan; (2) Penetapan status perlindungan
jenis ikan; (3) pemeliharaan; (4) pengembangbiakan; (5) penelitian dan
pengembangan. Namun karena jumlah hasil yang dibudidayakan tidak sebanding
dengan yang diburu oleh nelayan, maka ini yang menyebabkan jumlah ikan
hiumenjadi berkurang. Selain itu, pemerintah melalui kewenangannya juga
seharusnya tidak hanya berfokus pada pelarangan perburuan ikan hiu untuk
komersial, tetapi juga harus menertibkan pihak mana saja yang memanfaatkan hasil
perburuan tersebut untuk kepentingan komersial, misalnya restoran, produk kosmetik,
obat-obatan tradisional dan sebagainya. Apabila diperlukan, pemerintah harus
membuat regulasi yang melarang restoran menyajikan hidangan dengan bahan dasar
ikan hiu ataupun kosmetik-kosmetik berbahan bagian tubuh ikan hiu. Karena alasan
inilah yang menjadikan permintaan pasar terhadap ikan hiu dan pari semakin
meningkat yang mengakibatkan nelayan tidak berpikir dua kali untuk menangkap ikan
hiu di laut. Ditambah lagi harga ikan hiu dan ikan pari saat ini dihargai lebih tinggi
daripada hasil tangkapan ikan biasa. Sanksi sosial dapat dijadikan sebagai jalan
terakhir apabila para nelayan nekat melakukan perburuan terhadap ikan hiu dan ikan
pari yang dilindungi, . Namun, jika ternyata sanksi sosial ini efektif diterapkan maka
dapat dijadikan rujukan berbagai daerah di Indonesia dalam pembangunan hukum
adat terkait pengelolaan laut.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Masih sedikit regulasi yang memberikan perlindungan hukum terhadap


perburuan ikan hiu dan ikan pari. Beberapa regulasi yang secara tersirat ikut memberi
perlindungan terhadap keberadaan ikan hiu Upaya yang dapat dilakukan oleh
pemerintah adalah upaya represif dan upaya preventif. Upaya represif dilakukan
melalui penegakkan hukum dengan memberi sanksi yang sangat berat kepada pelaku
penangkap ikan hiu an ikan pari. Sedangkan upaya preventif dilakukan dengan cara
membuat wilayah konservasi ikan hiu dan melalui pendidikan dan penyadaran bagi
masyarakat. Apabila upaya preventif dan represif gagal dilakukan, maka pemerintah
dapat memberi sanksi lain berupa sanksi sosial .

Anda mungkin juga menyukai