Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR FEMUR

1. Konsep Penyakit
A. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan
luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur tendon, kerusakan pembuluh darah,
dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur
jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya
(Smeltzer, 2001)

FRAKTUR FEMUR ATAU PATAH TULANG PAHA ADALAH RUSAKNYA


KONTINUITAS TULANG PANGKAL PAHA YANG DISAEBABKAN OLEH
TRAUMA LANGSUNG, KELELAHAN OTOT, DAN KONDISI TERTENTU,
SEPERTI DEGENERASI TULANG ATAU OSTEOPOROSIS (MUTTAQIN,
2008). SEDANGKAN menurut Sjamsuhidajat & Jong (2005) fraktur femur adalah
fraktur pada tulang femur yang disebabkan oleh benturan atau trauma langsung maupun
tidak langsung.

B. Etiologi
Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan daya
pegas untuk menahan tekanan. Penyebab fraktur batang femur antara lain (Muttaqin,
2011) :
1. Fraktur femur terbuka
Fraktur femur terbuka disebabkan oleh trauma langsung pada paha.
2. Fraktur femur tertutup
Fraktur femur tertutup disebabkan oleh trauma langsung atau kondisi tertentu, seperti
degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau keganasan tulang paha yang
menyebabkan fraktur patologis.

C. Klasifikasi
Dua tipe fraktur femur adalah sebagai berikut:
1. Fraktur interkapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul, dan melalui
kepala femur (fraktur kapital).

1
2. Fraktur ekstrakapsular
a) Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokanter femur yang lebih besar / lebih
kecil/ pada daerah intertrokanter.
b) Terjadi di bagian distal menuju leher femur, tetapi tidak lebih dari 2 inci di
bawah trokanter minor.
Jenis – jenis fraktur femur menurut Muttaqin (2008) yaitu :
1. Fraktur leher femur
Fraktur leher femur merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan pada orang tua
terutama wanita usia 60 tahun ke atas disertai tulang yang osteoporosis. Fraktur leher
femur pada anak anak jarang ditemukan fraktur ini lebih sering terjadi pada anak laki-
laki daripada anak perempuan dengan perbandingan 3:2. Insiden tersering pada usia
11-12 tahun.
2. Fraktur subtrokanter
Fraktur subtrokanter dapat terjadi pada semua usia, biasanya disebabkan trauma yang
hebat. Pemeriksaan dapat menunjukkan fraktur yang terjadi dibawah trokanter minor.
3. Fraktur intertrokanter femur
Pada beberapa keadaan, trauma yang mengenai daerah tulang femur. Fraktur daerah
troklear adalah semua fraktur yang terjadi antara trokanter mayor dan minor. Frkatur
ini bersifat ekstraartikular dan sering terjadi pada klien yang jatuh dan mengalami
trauma yang bersifat memuntir. Keretakan tulang terjadi antara trokanter mayor dan
minor tempat fragmen proksimal cenderung bergeser secara varus. Fraktur dapat
bersifat kominutif terutama pada korteks bagian posteomedial.
4. Fraktur diafisis femur
Fraktur diafisis femur dapat terjadi pada daerah femur pada setiap usia dan biasanya
karena trauma hebat, misalnya kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian.
5. Fraktur suprakondilar femur
Daerah suprakondilar adalah daerah antar batas proksimal kondilus femur dan batas
metafisis dengan diafisis femur. Trauma yang mengenai femur terjadi karena adanya
tekanan varus dan vagus yang disertai kekatan aksial dan putaran sehingga dapat
menyebabkan fraktur pada daerah ini. Pergeseran terjadi karena tarikan otot.

D. Manifetasi Klinis
Tanda dan gejala fraktur femur (Brunner & Suddarth, 2001) terdiri atas:
1. Nyeri
Nyeri yang terjadi terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
dimobilisasi. Terjadi karena adanya spasme otot tekanan dari patahan tulang atau
kerusakan jaringan sekitarnya. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan
bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Pemendekan tulang
Terjadi pada fraktur panjang karena kontraksi otot yang melekat di atas dan
dibawah tempat fraktur. Leg length discrepancy (LLD) atau perbedaan panjang
tungkai bawah adalah masalah ortopedi yang biasanya muncul di masa kecil, di
mana dua kaki seseorang memiliki panjang yang tidak sama. Penyebab dari
masalah Leg length discrepancy (LLD), yaitu osteomielitis, tumor, fraktur,
hemihipertrofi, di mana satu atau lebih malformasi vaskular atau tumor (seperti
hemangioma) yang menyebabkan aliran darah di satu sisi melebihi yang lain.
3. Krepitus tulang (derik tulang)
Krepitasi tulang terjadi akibat gerakan fragmen satu dengan yang lainnya.
4. Pembengkakan dan perubahan warna tulang
Pembengkakan muncul dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah
fraktur dan ekstravasi daerah jaringan sekitarnya. Pembengkakan dan perubahan
warna tulang terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda
ini terjadi setelah beberapa jam atau hari
5. Spasme otot
Merupakan kontraksi involunter yang terjadi disekitar fraktur.
6. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot,
paralisis dapat terjadi karena kerusakan saraf.
7. Mobilisasi abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian yang pada kondisi normalnya tidak
terjadi pergerakan.

E. Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi, luasnya fraktur, trauma, dan jenis fraktur.
2. Scan tulang, temogram, CT scan/MRI :memperlihatkan tingkat keparahan fraktur, juga
dan mengidentifikasi kerusakan jaringan linak.
3. Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
4. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada multipel trauma)
peningkatan jumlah SDP adalah proses stres normal setelah trauma.
5. Kretinin : trauma otot meningkatkan beban tratinin untuk klien ginjal.
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilingan darah, tranfusi mulpel atau
cedera hati (Lukman & Ningsih, 2009).

G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang mengalami fraktur femur (Muttaqin, 2008),
antara lain:
1. Fraktur leher femur
Komplikasi yang bersifat umum adalah trombosis vena, emboli paru, pneumonias, dan
dekubitus. Nekrosis avaskular terjadi pada 30% klien fraktur femur yang disertai
pergeseran dan 10% fraktur tanpa pergeseran. Apabila lokasi fraktur lebih ke proksimal,
kemungkinan terjadi nekrosis avaskular lebih besar.
2. Fraktur diafisis femur
Komplikasi dini yang biasanya terjadi pada fraktur diafisis femur adalah sebagai berikut:
a) Syok terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walapun fraktur
bersifat tertutup.
b) Emboli lemak sering didapatkan pada penderita muda dengan
fraktur femur.
c) Trauma pembuluh darah besar. Ujung fragmen tulang
menembus jaringan lunak dan merusak arteri femoralis sehingga
menmyebakan kontusi dan oklusi atau terpotong sama sekali.
d) Trauma saraf pada pembuluh darah akibat tusukan fragmen
dapat disertai kerusakan saraf yang bervariasi dari neuropraksia
sampai ke aksonotemesis. Trauma saraf dapat terjadi pada
nervus iskiadikus atau pada cabangnya, yaitu nervus tibialis dan
nervus peroneus komunis.
e) Trombo emboli. Klien yag mengalami tirah baring lama,
misalnya distraksi di tempat tidur dapat mengalami komplikasi
trombo-emboli.
f) Infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang terkontaminasi. Infeklsi dapat
pula terjadi setelah dilakukan operasi.
H. Penatalaksanaan
1. Fraktur femur terbuka harus dinilai dengan cermat untuk mengetahui ada tidaknya
kehilangan kulit, kontaminasi luka, iskemia otot, cedera pada pembuluh darah dan
saraf. Penatalaksanaan tersebut meliputi
a. Profilaksis antibiotic
b. Debridemen
Pembersihan luka dan debridemen harus dilakukan dengan sedikit mungkin
penundaan. Jika terdapat kematian jaringan yang mati dieksisi dengan hati-hati.
Luka akibat penetrasi fragmen luka yang tajam juga perlu dibersihkan dan
dieksisi.
c. Stabilisasi dilakukan pemasangan fiksasi interna atau eksterna.

2. Fraktur femur tertutup

Pengkajian ini diperlukan oleh perawat sebagai peran kolaboratif dalam melakukan
asuhan keperawatan.
a. Fraktur diafisis femur, meliputi:
1. Terapi konservatif
2. Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi
definitif untuk mengurangi spasme otot.
3. Traksi tulang berimbang denmgan bagian pearson pada sendi lutut.
Indikasi traksi utama adalah faraktur yang bersifat kominutif dan
segmental.
4. Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah union fraktur secara
klinis.
3. Terapi Operasi

a. Pemasangan plate dan screw pada fraktur proksimal diafisis atau distal femur
1. Mempengaruhi k nail, AO nail, atau jenis lain, baik dengan operasi tertutup
maupun terbuka. Indikasi K nail, AO nail terutama adalah farktur diafisis.
2. Fiksassi eksterna terutama pada fraktur segmental, fraktur kominutif, infected
pseudoarthrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang
hebat.

4. Fraktur suprakondilar femur, meliputi:


1. Traksi berimbang dengan menggunakan bidai Thomas dan penahan lutut
Pearson, cast bracing, dan spika panggul.
2. Terapi operatif dilakukan pada fraktur yang tidak dapat direduksi secara
konservatif. Terapi dilakukan dengan mempergunakan nail-phorc dare screw
dengan berbagai tipe yang tersedia (Muttaqin, 2011).
2 Rencana Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Pemeriksaan fisik: data focus
a) Primery survey
1. Airway: Memastikan kepatenan jalan napas tanpa adanya
sumbatan atau obstruksi,
2. Breathing: memastikan irama napas normal atau cepat, pola
napas teratur, tidak ada dyspnea, tidak ada napas cuping
hidung,dan suara napas vesikuler,
3. Circulation: nadi lemah/ tidak teraba, cepat >100x/mt, tekanan
darah dibawah normal bila terjadi syok, pucat oleh karena
perdarahan, sianosis, kaji jumlah perdarahan dan lokasi,
capillary refill >2 detik apabila ada perdarahan.
4. Disability: kaji tingkat kesadaran sesuai GCS, respon pupil
anisokor apabila adanya diskontinuitas saraf yang berdampak
pada medulla spinalis.
5. Exposure/Environment: fraktur terbuka di femur dekstra, luka
laserasi pada wajah dan tangan, memar pada abdomen, perut
semakin menegang.

b) Secondary survey
1. Fokus Asesment
a. Kepala: Wajah, kulit kepala dan tulang tengkorak, mata,
telinga, dan mulut. Temuan yang dianggap kritis: Pupil
tidak simetris, midriasis tidak ada respon terhadap cahaya ?
Patah tulang tengkorak (depresi/non depresi,
terbuka/tertutup)? Robekan/laserasi pada kulit kepala?
Darah, muntahan atau kotoran di dalam mulut? Cairan
serebro spinal di telinga atau di hidung?

b. Battle sign dan racoon eyes?


1. Leher: lihat bagian depan, trachea, vena jugularis, otot-
otot leher bagian belakang. Temuan yang dianggap
kritis: Distensi vena jugularis, deviasi trakea atau
tugging, emfisema kulit
2. Dada: Lihat tampilan fisik, tulang rusuk, penggunaan
otot-otot asesoris, pergerakan dada, suara paru. Temuan
yang dianggap kritis: Luka terbuka, sucking chest
wound, Flail chest dengan gerakan dada para doksikal,
suara paru hilang atau melemah, gerakan dada sangat
lemah dengan pola napas yang tidak adekuat (disertai
dengan penggunaaan otot-otot asesoris).
3. Abdomen: Memar pada abdomen dan tampak semakin
tegang, lakukan auskultasi dan palpasi dan perkusi pada
abdomen. Temuan yang dianggap kritis ditekuannya
penurunan bising usus, nyeri tekan pada abdomen bunyi
dullness.
4. Pelvis: Daerah pubik, Stabilitas pelvis, Krepitasi dan
nyeri tekan. Temuan yang dianggap kritis: Pelvis yang
lunak, nyeri tekan dan tidak stabil serta pembengkakan
di daerah pubik
5. Extremitas: ditemukan fraktur terbuka di femur dextra
dan luka laserasi pada tangan. Anggota gerak atas dan
bawah, denyut nadi, fungsi motorik, fungsi
sensorik.Temuan yang dianggap kritis: Nyeri, melemah
atau menghilangnya denyut nadi, menurun atau
menghilangnya fungsi sensorik dan motorik.
6. Pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi suhu, nadi,
pernafasan dan tekanan darah.
7. Pemeriksaan status kesadaran dengan penilaian GCS
(Glasgow Coma Scale): terjadi penurunan kesadaran
pada pasien.

b. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1) Pre operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder
pada fraktur
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan
sekitar/fraktur
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan
kerusakan jaringan lunak
d. Ansietas berhubungan dengan prosedur pengobatan atau
pembedahan

2) Intra operasi
Resiko syok hipovolomik berhubungan dengan perdarahan akibat
pembedahan
3) Post operasi
a. Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma
jaringan post pembedahan
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi

Anda mungkin juga menyukai