Anda di halaman 1dari 40

I.

JUDUL PRAKTIKUM :Pengaruh pH dan Konsentrasi Enzim Terhadap


Aktivitas Enzim
II. TANGGAL PRAKTIKUM : Kamis, 19 September 2019, pukul 07.0 WIB
III. SELESAI PRAKTIKUM : Kamis, 19 September 2019, pukul 09.00 WIB
IV. TUJUAN PRAKTIKUM : Membuktikan bahwa pH dan konsentrasi
enzim mempengaruhi aktivitas enzim
V. DASAR TEORI :
Enzim
Enzim, seperti protein lain, mempunyai berat molekul yang berkisar
dari kira-kira 12.000 sampai lebih dari 1 juta. Oleh karena itu, enzim
berukuran sangat besar dibandingkan dengan substrat atau gugus fungsional
targetnya. Beberapa enzim hanya terdiri dari polipeptida dan tidak
mengandung gugus kimiawi selain residu asam amino, contohnya adalah
ribonuklease pankreas. Akan tetapi, enzim lain memerlukan tambahan
komponen kimia bagi aktivitasnya. Komponen ini disebut Kofaktor
(Lehninger, 1990).
Enzim atau biokatalisator adalah katalisator organik yang dihasilkan
oleh sel. Enzim merupakan katalisator protein yang mempercepat reaksi
kimia dalam makhluk hidup atau dalam sistem biologik (Suhartono,
Suswanto, & Widjaja, 1992). Suatu enzim dapat mempercepat laju reaksi
kira-kira 108 sampai 1011 kali lebih cepat dibandingkan dengan reaksi yang
tidak dikatalisisis. Dalam reaksi tersebut enzim mengubah senyawa yang
slanjutnya disebut substrat menjadi suatu senyawa yang baru yaitu produk,
namun enzim tidak ikut berubah dalam reaksi tersebut Setiap enzim memiliki
aktivitas maksimum pada suhu tertentu, aktivitas enzim akan semakin
meningkat dengan bertambahnya suhu hingga suhu optimum tercapai.
Setelah itu kenaikan suhu lebih lanjut akan menyebabkan aktivitas enzim
menurun (Megiandari, 2009).
Hampir semua enzim dalam tubuh merupakan protein. Enzim
memegang peranan yang sangat penting dalam reaksi metabolisme dalam
tubuh. Reaksi-reaksi kimia kompleks dalam tubuh akan berlangsung sangat
sangat lambat jika tanpa enzim. Enzim ini bekerja dalam cairan larutan encer,

1
suhu, dan pH yang sesuai dengan kondisi fisiologis biologis. Melalui
aktivitasnya, sistem enzim terkoordinasi dengan baik sehingga menghasilkan
hubungan yang harmonis diantara sejumlah aktivitas metabolik yang berbeda,
semuanya mengacu untuk menunjang kehidupan. Enzim merupakan suatu
protein, maka sintesisnya dalam tubuh diatur dan dikendalikan oleh sistem
genetik, seperti halnya dengan sintesis protein pada umumnya (Santoso,
2010).
Kecepatan reaksi enzim dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya
suhu, pH, konsentrasi enzim, dan konsentrasi substrat. Pada konsentrasi
substrat tertentu, penambahan enzim dengan konsentrasi bertingkat akan
meningkatkan jumlah kompleks ES sehingga jumlah produk yang terbentuk
juga meningkat (Tim Dosen Praktikum Biokimia, 2018).
Berikut ini adalah penjelasan faktor-faktor yang mempegaruhi aktivitas
enzim:
1. Suhu
Aktivitas enzim dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu rendah mendekati
titik beku tidak merusak enzim, namun enzim tidak dapat bekerja. Dengan
kenaikan suhu lingkungan, enzim mulai bekerja sebagian dan mencapai suhu
maksimum pada suhu tertentu. Bila suhu ditingkatkan terus, jumlah enzim
yang aktif akan berkurang karena mengalami denaturasi. Kecepatan reaksi
enzimatik mencapai puncaknya pada suhu optimum. Enzim dalam tubuh
manusia mempunyai suhu optimum sekitar 35°- 40° C. Sebagian besar enzim
menjadi tidak aktif pada pemanasan sampai ± 60° C, karena terjadi denaturasi
(Hafiz Soewoto, 2000).
Jika semakin besar perbedaan suhu reaksi dengan suhu optimum,
semakin rendah pula laju reaksinya. Akan tetapi, keadaan yang menyebabkan
rendahnya suhu di luar suhu optimum berbeda antara suhu yang lebih rendah
dengan suhu yang lebih tinggi. Pada suhu yang lebih rendah penyebab
kurangnya laju reaksi enzimatik yaitu kurangnya gerak termodinamik, yang
menyebabkan kurangnya tumbukan antara molekul enzim dengan substrat.
Jika kontak antara kedua jenis molekul itu tidak terjadi, kompleks ES tidak
terbentuk. Padahal kompleks ini sangat penting untuk mengolah S menjadi P.

2
Oleh karena itu, makin rendah suhu, gerak termodinamik tersebut akan
makin berkurang.
Pada daerah suhu yang lebih tinggi gerak termodinamik akan lebih
meningkat, sehingga tumbukan antara molekul akan lebih sering. Akan tetapi
laju reaksi tidak terus meningkat, melainkan malah menurun dengan cara
yang lebih kurang sebanding dengan selisih nilai dan suhu optimum. Dalam
peningkatan suhu ini, selain gerak termodinamik meningkat, molekul protein
enzim juga mengalami denaturasi, sehingga bangun tiga dimensinya berubah
secara bertahap. Jika suhu jauh lebih tinggi dari suhu optimum, maka makin
besar deformasi struktur tiga dimensi tersebut dan makin sukar bagi substrat
untuk menempati secara tepat di bagian aktif molekul enzim. Akibatnya,
kompleks E-S akan sukar terbentuk, sehingga produk juga makin sedikit.
2. pH
Kecepatan reaksi enzim sangat dipengaruhi oleh pH larutan baik secara
in vivo maupun secara in vitro. Jika dilakukan pengukuran aktivitas enzim
pada beberapa macam pH yang berlainan, sebagian besar enzim di dalam
tubuh akan menunjukkan aktivitas maksimum antara pH 5,0 sampai 9,0.
Kecepatan reaksi enzimatik mencapai puncaknya pada pH optimum. Ada
enzim yang mempunyai pH optimum yang sangat rendah, seperti pepsin,
yang mempunyai pH optimum 2. Pada pH yang jauh di luar pH optimum,
enzim akan terdenaturasi. Selain itu pada keaadan ini baik enzim maupun
substrat dapat mengalami perubahan muatan listrik yang mengakibatkan
enzim tidak dapat berikatan dengan substrat ( Hafiz Soewoto, 2000).
Jenis hubungan antara kecepatan reaksi dan pH ditunjukkan dengan
kurva berbentuk lonceng. Setiap enzim mempunyai pH optimum yang
berbeda - beda.

3
Enzim bekerja pada kisaran pH tertentu dan menunjukkan kerja
maksimum pada pH optimum. Diluar pH optimum aktivitas enzim akan
terganggu (Tim Dosen Praktikum Biokimia, 2018).
3. Konsentrasi Enzim
Peningkatan konsentrasi enzim akan meningkatkan kecepatan reaksi
enzimatik. Dapat dikatakan bahwa kecepatan reaksi enzimatik (v) berbanding
lurus dengan konsentrasi enzim [E]. Makin besar konsentrasi enzim, reaksi
makin cepat (Hafiz Soewoto, 2000).
Hubungan antara laju reaksi dengan konsentrasi enzim ternyata
berbanding lurus. Jadi, makin besar konsentrasi enzim, maka makin cepat laju
reaksi. Namun kadang-kadang terjadi penyimpangan dari persamaan ini,
sehingga diperoleh garis agak melengkung. Biasanya, penyimpangan ini
terjadi jika enzim yang dipelajari tidak dalam keadaan murni, sehingga
mungkin terdapat senyawa-senyawa penghambat reaksi dalam jumlah yang
sangat kecil. Sebaliknya, penyimpangan juga terdapat dalam sediaan enzim
dengan kemurniaan yang tinggi. Dalam keadaan ini, penyimpangan
disebabkan oleh senyawa pengaktif (aktivator), misalnya tidak adanya ion
tertentu, meskipun pH yang diperlukan sudah dipastikan dengan
menggunakan larutan dapar dan tidak hanya sekedar larutan dengan pH yang
diperlukan tersebut (Mohamad Sadikin, 2002).

4
Hubungan grafik antara konsentrasi enzim dan kecpatan reaksi dapat
digambarkan sebagai berikut :

4. Konsentrasi Substrat
Pada konsentrasi substrat yang amat rendah, kecepatan reaksipun amat
rendah, tetapi kecepatan ini akan meningkat dengan meningkatnya
konsentrasi substrat. Namun, kecepatan ini meningkat dengan nilai yang
semakin kecil. Pada akhirnya, akan tercapai titik batas, dan setelah titik batas
ini dilampaui, kecepatan reaksi hanya akan meningkat sedemikian kecil
dengan bertambahnya konsentrasi substrat.pada batas inilah yang disebut
kecepatan maksimum (Vmaks), enzim menjadi jenuh oleh substratnya, dan
tidak dapat berfungsi lebih cepat (Lehninger, 1990).
Dalam suatu reaksi enzimatik, enzim akan mengikat substrat
membentuk kompleks enzim-substrat [ES], kemudian kompleks ini akan
terurai menjadi [E] dan produk [P]. Makin banyak kompleks [ES] terbentuk,
makin cepat reaksi berlangsung sampai batas kejenuhan [ES]. Pada
konsentrasi substrat [S] melampaui batas kejenuhan kecepatan reaksi akan
konstan. Dalam keadaan itu seluruh enzim sudah berada dalam bentuk
kompleks E-S. Penambahan jumlah substrat tidak menambah jumlah
kompleks E-S.

5
Enzim Amilase
Salah satu enzim yang diperlukan untuk pertumbuhan adalah amilase,
khususnya pada tanaman yang mengandung banyak karbohidrat seperti
pisang dan beberapa serealia serta bahan makanan pokok. Dimana amilase ini
akan mengkatalis hidrolisis karbohidrat yang berupa pati menjadi dekstrin
dan kemudian menjadi maltosa, yang terjadi saat perkecambahan serealia.
Pati yang merupakan polisakarida dan tidak larut dalam air dingin serta
membentuk koloid pada air panas memiliki reaksi spesifik dengan iodium.
Kecepatan reaksi enzim dipengaruhi oleh berbagai kondisi fisik dan kimia.
Beberapa faktor penting yang mempengaruhi kerja enzim adalah konsentrasi
berbagai komponen (seperti substrat, produk, enzim, kofaktor, dll), pH,
temperatur, dan gaya irisan. Bagi seseorang yang tidak mampu memproduksi
cukup amilase untuk benar memecah pati, suplemen kesehatan yang
mengandung amilase dapat membantu mengkompensasi kekurangan tubuh
(Wikipedia. 2017)
Amilase adalah enzim pemecah karbohidrat dari bentuk mejemuk
menjadi bentuk yang lebih sederhana. Misalnya, pati dan glikogen dipecah
menjadi maltosa, maltotriosa atau oligosakarida. Enzim ini terdapat dalam air
liur (ptialin) dan getah pankreas yang membantu pencernaan karbohidrat
dalam makanan. Darah normal juga mengandung sedikit amilase dari hasil
pemecahan sel yang berlangsung secara normal. Pada penyakit radang
pankreas, gondongan, kencing manis, kadarnya dalam darah meningkat.
Sebaliknya pada penyakit hati, kadarnya menurun.
Pada Enzim amilase dapat memecah ikatan pada amilum hingga
terbentuk maltosa.Ada tiga macam enzim amilase, yaitu α amilase, β amilase
dan γ amilase. Yang terdapat dalam saliva (ludah) dan pankreas adalah α
amilase. Enzim ini memecah ikatan 1-4 yang terdapat dalam amilum dan
disebut endo amilase sebab enzim ini bagian dalam atau bagian tengah
molekul amilum (Poedjiadi, 2006).
Beberapa sifat enzim amilase, antara lain :
a. Di dalam larutan pati, kehilangan daya viskositas yang lebih cepat.
b. Warna iodine akan lebih cepat hilang.

6
c. Proses produksi maltosa lebih lambat.
d. Tidak memproduksi glukosa. Suhu tinggi konsentrasi α amylase akan
mempercepat proses kerja dari viskositas dan perubahan warna iodine
Amilum
Larutan pati merupakan larutan yang tidak berwarna. Pati mengandung
dua jenis polimer glukosa, amilosa, dan amilopektin. Amilosa terdiri dari
rantai unit-unit D- glukosa yang panjang dan tidak bercabang, digabungkan 6
oleh ikatan (1-4). Rantai ini beragam dalam berat molekulnya, dari beberapa
ribu sampai 500.000 Amilopektin juga memiliki berat molekul yang tinggi,
tetapi strukturnya bercabang tinggi. Ikatan glikosidik yang menggabungkan
residu glukosa yang berdekatan di dalam rantai amilopektin adalah ikatan (1-
4), tetapi titiik percabangan amilopektin merupakan ikatan (1-6) (Poedjiadi.
1994).
Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri merupakan metode analisis yang didasarkan pada
absorpsi radiasi elektromagnet. Spektrofotometri UV-Vis merupakan
gabungan antara spektrofotometri UV dan Visible. Alat ini menggunakan dua
buah sumber cahaya yang berbeda, yaitu sumber cahaya UV dan sumber
cahaya Visible. Prinsip kerja spektrofotometri berdasarkan Hukum Lambert
Beer, bila cahaya monokromatik melewatisuatu media, maka sebagian
cahaya tersebut diserap, sebagian dipantulkan, dan sebagian dipancarkan.
Hukum Lambert-Beer (Beer`s law) adalah hubungan linearitas antara
absorban dengan konsentrasi larutan sampel. Konsentrasi dari sampel di
dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang
gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer. Biasanya
hukum Lambert-Beer ditulis dengan:
A=kxcxl
Dimana :
A : absorbansi (serapan cahaya)
k : koefisien ekstintik molar larutan
l : tebal kuvet
c : konsentrasi sampel

7
Menurut Dachriyanus (2004), Hukum Lambert-Beer terbatas karena
sifat kimia dan faktor instrumen. Penyebab non linearitas ini adalah:
 Deviasi koefisien ekstingsi pada konsentrasi tinggi (>0,01 M), yang
disebabkan oleh interaksi elektrostatik antara molekul karena jaraknya
yang terlalu dekat.
 Hamburan cahaya karena adanya partikel dalam sampel.
 Flouresensi atau fosforesensi sampel.
 Berubahnya indeks bias pada konsentrasi yang tinggi.
 Pergeseran kesetimbangan kimia sebagai fungsi dari konsentrasi.
 Radiasi non-monokromatik; deviasi bisa digunakan dengan menggunakan
bagian datar pada absorban yaitu pada panjang gelombang maksimum.
Prinsip kerja dari Spektrofotometer UV-Vis yaitu cahaya dipancarkan
dari lampu deuterium maupun wolfram yang bersifat polikromatis di teruskan
melalui lensa menuju ke monokromator pada spektrofotometer dan filter
cahaya pada fotometer. Monokromator akan mengubah cahaya polikromatis
menjadi monokromatis. Kemudian cahaya dengan panjang gelombang
tertentu akan dilewatkan pada sampel yang mengandung suatu zat dalam
konsentrasi tertentu. Setelah itu, cahaya akan diserap sebagian dan sebagian
lainnya akan diteruskan dan diterima oleh detektor. Detektor akan
menghitung cahaya yang diterima dan dapat mengetahui berapa cahaya yang
diserap analit dalam sampel. Cahaya yang diserap sebanding dengan
konsentrasi zat yang terkandung dalam sampel sehingga akan diketahui
konsentrasi zat dalam sampel secara kuantitatif (Suhartono, 1989).

VI. ALAT DAN BAHAN


Alat :
 Waterbath 1 buah
 Spektrofotometer UV-Vis 1 set
 Gelas kimia 100 mL 5 buah
 Tabung reaksi 12 buah
 Gelas ukur 10 mL 2 buah
 Pipet tetes 20 buah

8
 Rak tabung reaksi 1 buah
Bahan :
 Air liur sebagai sumber amilase 5 mL
 Larutan pati 0,4 mg/ml secukupnya
 Larutan Iodium secukupnya
 Larutan pati dalam pH (1,3,5,7,9) secukupnya

VII. ALUR PRAKTIKUM


1. Pengenceran Larutan Enzim

1 mL air liur

- Dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL


- Diencerkan 10 kali dengan aquades

Larutan air liur (larutan


enzim) pengenceran 10x

2. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim


Blanko

1 mL larutan pati

- Dimasukkan dalam tabung reaksi


- Ditambahkan 0,5 mL aquades
- Didiamkan ±3 menit pada suhu 370C
- Ditambah 2 tetes larutan iodium
- Ditambah 6 mL aquades
- Dibaca absorbansinya pada λ 680 nm

Nilai absorbansi

9
Uji

1 mL larutan pati dalam berbagai pH

- Dimasukkan dalam 5 tabung reaksi berbeda


- Ditambahkan 0,5 mL larutan enzim 10x pengenceran
- Didiamkan ±3 menit pada suhu 370C
- Ditambah 2 tetes larutan iodium
- Ditambah 6 mL aquades
- Dibaca absorbansinya pada λ 680 nm
Nilai absorbansi

3. Pengaruh konsentrasi enzim terhadap aktivitas enzim


Blanko

1 mL larutan pati + 1 mL larutan pH optimum

- Dimasukkan dalam tabung reaksi


- Ditambah 0,5 mL aquades
- Didiamkan 3 menit pada suhu 37⁰C dalam water bat
- Didiamkan 3 menit pada suhu >60⁰C dalam penangas
- Ditambahkan 2 tetes iodium
- Ditambah 6 mL aquades
- Dibaca absorbansinya pada λ 680 nm
Nilai absorbansi

Uji

1 mL larutan pati + 1 mL larutan pH optimum

- Dimasukkan dalam 5 tabung reaksi berbeda


- Ditambah 0,5 mL enzim 10 – 50x pengenceran
- Didiamkan 3 menit pada suhu 37⁰C dalam water bat
- Didiamkan 3 menit pada suhu >60⁰C dalam penangas
- Ditambahkan 2 tetes iodium
- Ditambah 6 mL aquades
- Dibaca absorbansinya pada λ 680 nm

Nilai absorbansi

10
VIII. HASIL PENGAMATAN

No. Hasil Pengamatan


Prosedur Percobaan Dugaan/Reaksi Kesimpulan
Perc. Sebelum Sesudah
1 Pengenceran Larutan Enzim - Aquades: - Aquades + air Larutan enzim
larutan tidak liur: larutan dalam dilarutkan
berwarna tidak berwarna dalam air
- Air liur: tidak
berwarna

2 Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim - Aquades: - Larutan pati + Berdasarkan


larutan tidak aquades: percobaan 1 maka
berwarna larutan tidak dapat
- Larutan pati: berwarna disimpulkam
larutan keruh - Setelah di bahwa pH dapat
tidak waterbath tetap mempengaruhi
berwarna tidak berwarna aktivitas enzim.
- I2: larutan - Ditambah Pada pH optimum
berwarna iodium maka enzim akan
kuning menjadi warna bekerja secara
kecoklatan biru (++++) maksimal.
- Larutan enzim - Ditambah
pengenceran aquades

11
10x tidak menjadi warna
berwarna biru (+++)
- Larutan pH 1, - Nilai
3, 5, 7, 9 tidak absorbansi =
berwarna 0,9937

- Larutan pati + Pembentukan kompleks


larutan pH 1, 3, iod-amilum
5, 7, 9 =
larutan keruh
(+)
- Ditambah
larutan enzim: +
larutan keruh nI2 →
(+)
- Diwaterbath
tidak terjadi
perubahan
- Ditambah 4
tetes larutan
iodium +
aquades:
Uji pH 1= biru
(++++)
Uji pH 3= biru
(++++)

12
Uji pH 5= biru
(+++)
Uji pH 7= biru
(++)
Uji pH 9=biru
(+)

-Nilai
absorbansi
Uji pH 1=
0,9336
Uji pH 3=
0,8738
Uji pH 5=
0,1758
Uji pH 7=
0,0149
Uji pH 9=
0,0025

-Nilai ∆A:

13
∆A pH 1=
0,0601
∆A pH 3=
0,1199
∆A pH 5=
0,8179
∆A pH 7=
0,9788
∆A pH 9=
0,9912
3 Pengaruh konsentrasi enzim terhadap - Aquades: - Larutan pati + Pembentukan kompleks Berdasarkan
aktivitas enzim larutan tidak pH 9: larutan iod-amilum percobaan 2,
berwarna tidak berwarna dapat disimpulkan
- Larutan pati: - Diwaterbath + bahwa
larutan keruh dipanaskan konsentrasi enzim
tidak tidak terjadi mempengaruhi
berwarna perubahan + aktivitas enzim.
- I2: larutan - Ditambah 8 nI2 →
berwarna tetes I2 +
kuning aquades:
kecoklatan larutan
- Larutan enzim berwarna biru
pengenceran (++++)
10x, 20x, 30x,

14
40x, 50x tidak - Nilai
berwarna absorbansi =
- Larutan pH 9 1,2051
tidak
berwarna

- Larutan pati +
pH 9= larutan
tidak berwarna
- Ditambah
larutan enzim
pengenceran
10x, 20x, 30x,
40x, 50x =
larutan tidak
berwarna
- Diwaterbath +
dipanaskan
tidak terjadi
perubahan
- Ditambah 8
tetes I2 +
aquades:
10x: biru (+++)
20x: biru (+++)
30x: biru (++)

15
40x: biru (+)
50x: biru
- Nilai
absorbansi:
10x = 0,0132
20x = 0,0311
30x = 0,0665
40x = 0,0379
50x = 0,0233
- Nilai ∆A:
∆A 10x =
1,1919
∆A 20x = 1,174
∆A 30x =
1,1386
∆A 40x =
1,1672
∆A 50x =
1,1818

16
IX. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Praktikum ini berjudul “Pengaruh pH dan Konsentrasi Enzim terhadap
Aktivitas Enzim” dengan tujuan untuk membuktikan bahwa pengaruh pH dan
Konsentrasi Enzim mempengaruhi aktivitas enzim. Pada percobaan ini enzim
yang digunakan adalah enzim amilase yang berada di dalam mulut. Salah satu
tujuan enzim amilase adalah untuk mendegadrasi karbohidrat polisakarida
menjadi karbohidrat monoksida, yaitu dari amilum menjadi glukosa. Dalam
tubuh manusia, enzim amilase mencerna karbohidrat (polisakarida) menjadi
unit-unit disakarida yang lebih kecil dan akhirnya mengubahnya menjadi
monosakarida seperti glukosa (Muchtadi, 1992).
Enzim akan menghidrolisis larutan pati. Larutan pati merupakan larutan
yang tidak berwarna, sehingga saat pengujian dengan spektrofotometer UV-
Vis, larutan pati akan direaksikan dengan larutan I2 agar membentuk
kompleks iod-amilum yang berwarna. Dengan demikian dapat diukur
absorbansinya dan dapat diamati aktivitas enzim dalam menghidrolisis
larutan pati.
Pada percobaan ini dalam mengukur absorbansi menggunakan
spektrofotometer UV-Vis dilakukan pada panjang gelombang 680 nm.
Panjang gelombang tersebut merupakan panjang gelombang yang optimum
untuk kompleks iod amilum. Pada panjang gelombang tersebut, kompleks
iod-amilum akan menyerap secara maksimal.
1. Pengenceran Enzim
Pertama dilakukan pengambilan enzim, pada air liur. Air liur diukur
menggunakan gelas ukur sebanyak 1 mL. Selanjutna dimasukkan ke dalam
labu ukur 10 mL dan dilakukan pengenceran 10 kali. Gelas ukur yang telah
digunakan dibilas menggunakna aquades dan air bilasan dimasukkan ke
dalam labu ukur 10 mL. Kemudian ditambahkan aquades sampai tanda batas.
Dilakukan pengocokan dan dihasilkan air liur encer. Fungsi pengenceran
yaitu memperkecil konsentrasi enzim agar tetap dapat diamati Reaksi yang
terjadi yaitu :

17
+ H2O
2. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim
Pada percobaan ini bertujuan untuk membuktikan pH optimum dari
enzim amilase yang ada di dalam mulut dengan menggunakan larutan pati
sebagai substratnya. Secara umum, α-amilase stabil pada pH 5,5-8,0 dan
aktivitas optimum secara normal pada pH 6,8-7. (Guyton , 1997). Aktivitas
enzim akan meningkat hingga mencapai pH optimum dan menurun setelah
pH lebih besar dari pH optimum. Pada kondisi asam protein enzim
mengambil struktur 3 dimensi yang sangat tepat, sehingga dapat mengikat
dan mengolah substrat. Di luar nilai pH optimum struktur 3 dimensi tersebut
mulai berubah, sehingga substrat tidak dapat lagi menempati posisinya
dengan tepat pada bagian sisi aktif enzim. Oleh karena itu, struktur enzim
akan berubah akibat pH yang tidak optimum.

Larutan Blanko
Larutan blanko berfungsi sebagai pembanding larutan sampel untuk
mengetahui keadaan utuh tanpa adanya enzim. Dikarenakan pada larutan
sampel terdapat enzim yang mendegradasi/ memecah amilum menjadi
glukosa. Pertama-tama menyiapkan tabung reaksi kemudian dimasukkan 1
mL larutan pati tidak berwarna. Setelah itu, dimasukkan 0,5 mL aquades dan
dipanaskan selama 3 menit pada suhu 37oC di dalam waterbath. Tujuan
dipanaskan pada suhu 37oC karena suhu tersebut merupakan suhu optimum
dari amilase untuk mendegradasi amilum menjadi glukosa.
Langkah selanjutnya menambahkan larutan I2 2 tetes dan mengalami
perubahan warna menjadi biru (+++). Larutan I2 berfungsi sebagai sebagai
indikator yang menunjukkan adanya sisa amilum dan memberi warna.
Pemberian warna dikarenakan uji yang digunakan adalah uji absorbansi
dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Setelah itu ditambahkan 6
ml aquades agar larutan tidak terlalu pekat dan mempertahankan nilai LOD

18
(Limit of Detection) 0,1-1 sehingga bisa terdeteksi oleh Spektrofotometer
UV-Vis.
Reaksi amilum dengan Iodium menghasilkan berwarna biru, dengan
terbentuknya kompleks iod amilum.

+ nI2 →
Kemudian dilakukan pengukuran absorbansi menggunakan
spektrofotometer UV-Vis. Sebelumnya, spektrofotometer tersebut telah
dikalibrasi menggunakan aquades. Lalu diukur absorbansi pada panjang
gelombang 680 nm. Karena pada panjang gelombang tersebut merupakan
panjang gelombang maksimum spesifik dari kompleks iod-amilum. Pada
panjang gelombang tersebut, warna yang diserap yaitu hijau dan warna yang
dipancarkan yaitu biru. Nilai absorbansi yang didapatkan untuk larutan
blanko yaitu 0,9937.

Larutan Uji
Pertama disiapkan 5 tabung reaksi yang telah dicuci dan sudah kering.
Lalu ditambahkan 1 mL larutan pati ke dalam masing-masing tabung reaksi,
larutan pati tidak berwarna dan keruh. Selanjutnya ditambahkan 1 mLlarutan
pati dengan berbagai pH yaitu pH 1, 3, 5, 7, 9. Kelima larutan pada tabung
reaksi tidak berwarna. Kemudian ditambahkan 0,5 mL larutan enzim yang
telah dilakukan pengenceran 10 kali. Kemudian didiamkan ke lima tabung
reaksi tersebut selama 3 menit dan tabung reaksi serta rak tabung di masukkan
ke dalam waterbath pada suhu 37C. Tujuan dipanaskan pada suhu 37oC
karena suhu tersebut merupakan suhu optimum dari amilase untuk
mendegradasi amilum menjadi glukosa. Setelah 3 menit, tabung reaksi
diangkat dan ditiriskan, kemudian ditambahkan larutan I2 2 tetes dan
mengalami perubahan warna menjadi biru (+++). Larutan I2 berfungsi sebagai
indikator sisa amilum dan memberi warna. Pemberian warna dikarenakan uji
yang digunakan adalah uji absorbansi dengan menggunakan
Spektrofotometer UV-Vis. Langkah selanjutnya, ditambahkan 6 mL aquades

19
yang diukur menggunakan gelas ukur 10 mL. dan dimasukkan ke dalam tiap-
tiap tabung sebanyak 6 mL. lalu dikocok perlahan, sampai homogen.
Penambahan aquades bertujuan agar larutan tidak terlalu pekat dan
mempertahankan nilai LOD (Limit of Detection) 0,1-1 sehingga bisa
terdeteksi oleh Spektrofotometer UV-Vis.
Perubahan yang terjadi pada masing-masing tabung reaksi :
pH Setelah penambahan Setelah penambahan
I2 aquades
1 Biru (+++) Biru (++)
3 Biru (+++) Biru (++)
5 Biru (++) Biru (+)
7 Biru (+) Biru pudar
9 Biru Biru pudar
Tabel 2. Penambahan I2 dan aquades
Berikut reaksi yang terjadi antara sisa amilum dengan I2 membentuk
kompleks iod-amilum.

Kemudian dilakukan pengukuran absorbansi menggunakan


spektrofotometer UV-Vis. Sebelumnya, spektrofotometer tersebut telah
dikalibrasi menggunakan aquades. Lalu diukur absorbansi pada panjang
gelombang 680 nm. Karena pada panjang gelombang tersebut merupakan
panjang gelombang maksimum spesifik dari kompleks iod-amilum. Pada
panjang gelombang tersebut, warna yang diserap yaitu hijau dan warna yang
dipancarkan yaitu biru. Nilai absorbansi yang didapatkan yaitu:
pH Nilai absorbansi
1 0.9336
3 0.8738
5 0.1758

20
7 0.0149
9 0.0025
Tabel 3. Nilai absorbansi setiap pH
Dengan nilai absorbansi yang telah didapat maka dapat ditentukan grafik pH
vs absorbansi

pH vs Absorbansi
1.2

0.8
Absorbansi

0.6

0.4

0.2

0 y = -0.1361x + 1.0804
0 2 4 6R² = 0.8552 8 10
-0.2
pH

Setelah itu nilai absorbansi tiap larutan pH, di cari nilai A melalui
persamaan berikut ini :

A = Ablanko – ApH
pH A
1 0.0601
3 0.1199
5 0.8179
7 0.9788
9 0.9912
Tabel 4. A pada setiap pH
Dengan nilai  absorbansi yang telah didapat maka dapat ditentukan grafik
pH vs  absorbansi

21
pH vs ∆ Absorbansi
1.2
y = 0.1361x - 0.0867
1
R² = 0.8552

∆ Absorbansi
0.8

0.6

0.4

0.2

0
0 2 4 6 8 10
pH

Cara menentukan pH optimum pada larutan pati dengan berbagai pH


yaitu dicari nilai absorbansi larutan terkecil. Karena ketika nilali absorbansi
larutan kecil maka warna yang dihasilkan oleh larutan menuju tidak
berwarna.
Berdasarkan nilai absorbansi di atas menunjukkan pH optimum pada
percobaan ini yaitu pH 9. Hasil ini tidak sesuai dengan teori. Pada teori
(Guyton, 1997) menyatakan bahwa enzim amilase bekerja optimum pada pH
6,8 – 7. Ada beberapa faktor yang menyebabkan adanya kekeliruhan atau
adanya kesalahan pada saat perlakuan larutan pada pH 9.

3. Pengaruh konsentrasi terhadap aktivitas enzim


Pada percobaan ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh konsentrasi
enzim terhadap aktvitas enzim. Secara teori, pada konsentrasi substrat
tertentu, penambahan enzim dengan konsentrasi bertingkat akan
meningkatkan jumlah kompleks ES, sehingga jumlah produk yang terbentuk
juga meningkat. Sehingga apabila semakin besar konsentrasi larutan enzim
yang digunakan maka aktivitas enzim akan semakin besar ditandai dengan
jumlah substrat yang terdegradasi semakin banyak pula. Sebelum membuat
larutan blanko diambil 1 ml dan dilakukan pengenceran 10 kali. Fungsi
pengenceran yaitu memperkecil konsentrasi enzim dengan cara melakukan
pengenceran dengan aquades agar partikel enzim dapat bergerak lebih bebas

22
dan tetap dapat diamati. Setelah itu dilakukan hal yang sama dengan
pengenceran 20, 30, 40, dan 50 kali. Pada percobaan kali ini akan
dikondisikan dalam pH optimum enzim yang telah didapatkan yaitu saat pH
9. Berikut penjelasan masing-masing pengenceran :
Pengenceran 10 kali
Air liur diukur menggunakan gelas ukur sebanyak 1 mL. selanjutnya di
pindah di labu ukur 10 mL dan dilakukan pengenceran 10 kali. Gelas ukur
yang telah digunakan dibilas menggunakan aquades dan air bilasan
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL. ditambahkan aquades sampai tanda
batas. Dilakukan pengocokan dan dihasilkan air liur encer.
Pengenceran 20 kali
Air liur diukur menggunakan gelas ukur sebanyak 1 mL. selanjutnya di
pindah dilabu ukur 10 mL dan dilakukan pengenceran 10 kali. Gelas ukur
yang telah digunakan dibilas menggunakan aquades dan air bilasan
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL. Ditambahkan aquades sampai tanda
batas. Lalu hasil pengenceran dituangkan pada gelas kimia 50 mL. Kemudian
labu ukur 10 mL yang sebelumnya ditambahkan aquades sampai tanda batas,
lalu dikocok. Selanjutnya aquades yang ada di labu ukur dituang pada gelas
kimia 50 mL dan campuran tersebut diaduk menggunakan spatula hingga
homogen. Pada gelas kimia 50 mL tersebut dihasilkan pengenceran air liur
20 kali dan dihasilkan air liur encer.
Pengenceran 30 kali
Air liur diukur menggunakan gelas ukur sebanyak 1 mL. Selanjutnya
dipindah di labu ukur 10 mL dan dilakukan pengenceran 10 kali. Gelas ukur
yang telah digunakan di bilas menggunakan aquades dan air bilasan
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL. Ditambahkan aquades sampai tanda
batas. Lalu hasil pengenceran di tuangkan pada gelas kimia 50 mL. lalu labu
ukur 10 mL yang sebelumnya di tambahkan aquades sampai tanda batas, lalu
di kocok. Selanjutnya aquades yang ada di labu ukur di tuang pada gelas
kimia 50 mL. penambahan aquades sampai tanda batas dilakukan lagi, lalu
dituangkan pada gelas kimia 50 mL dan campuran tersebut diaduk

23
menggunakan spatula hingga homogen. Pada gelas kimia 50 mL tersebut
dihasilkan pengenceran air liur 30 kali dan dihasilkan air liur encer.
Pengenceran 40 kali
Air liur diukur menggunakan gelas ukur sebanyak 1 mL. selanjutnya
dipindah di labu ukur 10 mL dan dilakukan pengenceran 10 kali. Gelas ukur
yang telah digunakan di bilas menggunakan aquades dan air bilasan
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL. Ditambahkan aquades sampai tanda
batas. Lalu hasil pengenceran di tuangkan pada gelas kimia 50 mL. lalu labu
ukur 10 mL yang sebelumnya di tambahkan aquades sampai tanda batas, lalu
di kocok. Selanjutnya aquades yang ada di labu ukur di tuang pada gelas
kimia 50 mL. penambahan aquades sampai tanda batas dilakukan 2 kali lagi,
lalu di tuangkan pada gelas kimia 50 mL dan campuran tersebut diaduk
menggunakan spatula hingga homogen. Pada gelas kimia 50 mL tersebut
dihasilkan pengenceran air liur 40 kali dan dihasilkan air liur encer.
Pengenceran 50 kali
Air liur diukur menggunakan gelas ukur sebanyak 1 mL. selanjutnya
dipindah di labu ukur 10 mL dan dilakukan pengenceran 10 kali. Gelas ukur
yang telah digunakan di bilas menggunakan aquades dan air bilasan
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL. Ditambahkan aquades sampai tanda
batas. Lalu hasil pengenceran di tuangkan pada gelas kimia 50 mL. lalu labu
ukur 10 mL yang sebelumnya di tambahkan aquades sampai tanda batas, lalu
di kocok. Selanjutnya aquades yang ada di labu ukur dituang pada gelas kimia
50 mL. Penambahan aquades sampai tanda batas dilakukan 3 kali lagi, lalu
dituangkan pada gelas kimia 50 mL dan campuran tersebut diaduk
menggunakan spatula hingga homogen. Pada gelas kimia 50 mL tersebut
dihasilkan pengenceran air liur 50 kali dan dihasilkan air liur encer.

Larutan Blanko
Larutan blanko berfungsi sebagai pembanding larutan sampel untuk
mengetahui keadaan utuh tanpa adanya enzim. Dikarenakan pada larutan
sampel terdapat enzim yang mendegradasi/ memecah amilum menjadi
glukosa. Pertama-tama siapkan tabung reaksi yang telah dicuci dan kering.

24
Selanjutnya dimasukkan 1 mL larutan pati keruh yang telah diukur
menggunakan gelas ukur. Selanjutnya dimasukkan 1 mL larutan pati dengan
pH optimum yaitu pH 9, warna larutan pati dengan pH 9 yaitu larutan tidak
berwarna. Lalu ditambahkan 0,5 mL aquades (tidak berwarna). Larutan
menjadi tidak berwarna. Kemudian, dilakukan pengocokan dan dibiarkan 3
menit pada suhu 37C dalam penangas air. Perubahan yang d hasilkan yaitu
larutan tetap tidak berwarna. Tujuan dipanaskan pada suhu 37oC karena suhu
tersebut merupakan suhu optimum dari amilase untuk mendegradasi amilum
menjadi glukosa.
Langkah selanjutnya dibiarkan selama 3 menit di dalam penangas air
dengan suhu >60C. Tujuan dimasukkan ke dalam penangas air pada suhu
tersebut yaitu karena pada 25anjang25r25e tersebut enzim akan mengalami
denaturasi (pemutusan ikatan dari tinggi ke rendah) atau dihentikan kerja
enzim. Karena jika tidak dilakukan denaturasi maka enzim akan terus
memecah amilum menjadi glukosa. Maka tidak ada sisa amilum yang
digunakan untuk identifikasi dengan larutan iodium. Namun, jika diatas
rentang 80C enzim akan mengalami perubahan struktur sekunder, tersier,
dan kwartener. Struktur tersebut akan menjadi struktur yang lebih sederhana.
Maka ketika struktur berubah maka kerja enzim akan menurun yang berakibat
meng-in aktifkan kerja enzim.
Selanjutnya ditambahkan 2 tetes larutan iodium yang berwarna kuning
kemerahan, dan perubahan yang terjadi yaitu larutan berwarna biru (+++).
Fungsi penambahan larutan iodium yaitu menunjukkan adanya sisa amilum
yang ditunjukkan adanya perubahan warna larutan menjadi biru. Lalu
ditambahkan 6 mL aquades aquades (tidak berwarna), perubahan yang terjadi
yaitu larutan berwarna biru (++).
Fungsi penambahan 6 mL aquades agar larutan tidak terlalu pekat dan
mempertahankan nilai LOD (Limit of Detection) 0,1-1 sehingga terdeteksi
oleh Spektrofotometer UV-Vis. Kemudian diukur absorbansi larutan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Yang sebelumnya telah dikalibrasi
menggunakan aquades hingga nilai absorbansi yang tertera sebesar 0. Diukur
nilai absrobansi pada panjang gelombang 680 nm. Karena pada panjang

25
gelombang tersebut merupakan panjang gelombang maksimum. Pada
panjang gelombang tersebut, warna yang diserap yaitu hijau dan warna yang
dipancarkan yaitu biru. Dan didapatkan hasil absorbansi dari larutan blanko
sebesar 1,2051.

Larutan Uji
Langkah awal pada percobaan ini adalah menyiapkan 5 tabung reaksi
dan menambahkan 1 mL amilum pada masing-masing tabung reaksi.
Kemudian diberi 1 mL pH optimum yang telah didapatkan sebelumnya yaitu
pH 9. Kemudian ditambah larutan enzim 0,5 mL dengan berbagai konsentrasi
yaitu 10x, 20x, 3x, 40x, dan 50x. Penambahan larutan enzim pada masing-
masing tabung tidak menghasilkan perubahan yang signifikan, yaitu tetap
berupa larutan tidak berwarna. Enzim yang ditambahkan berupa enzim
amilase dari air liur, hal ini dikarenakan substrat yang digunakan adalah
larutan pati. Kemudian, dimasukkan ke dalam waterbath pada suhu 37C
selama 3 menit. Perubahan yang dihasilkan yaitu larutan tetap tidak berwarna.
Tujuan dipanaskan pada suhu 37oC karena suhu tersebut merupakan suhu
optimum dari amilase untuk mendegradasi amilum menjadi glukosa.
Langkah selanjutnya dibiarkan selama 3 menit di dalam penangas air
dengan suhu >60C. Tujuan dimasukkan ke dalam penangas air pada suhu
tersebut yaitu karena pada suhu tersebut enzim akan mengalami denaturasi
(pemutusan ikatan dari tinggi ke rendah) atau dihentikan kerja enzim. Karena
jika tidak dilakukan denaturasi maka enzim akan terus memecah amilum
menjadi glukosa. Sehingga nantinya tidak ada sisa amilum yang digunakan
untuk identifikasi dengan larutan iodium. Namun, jika diatas rentang 80C
enzim akan mengalami perubahan struktur sekunder, tersier, dan kwartener.
Struktur tersebut akan menjadi struktur yang lebih sederhana. Maka ketika
struktur berubah maka kerja enzim akan menurun yang berakibat meng-in
aktifkan kerja enzim.
Selanjutnya ditambahkan 2 tetes larutan iodium yang berwarna kuning
kecoklatan. Fungsi penambahan larutan iodium yaitu sebagai indikator yang
menunjukkan adanya sisa amilum yang ditunjukkan adanya perubahan warna

26
larutan menjadi biru. Selain itu penambahan larutan I2 mampu memberikan
warna yang nantinya dapat diserap oleh foton. Perubahan yang terjadi pada
masing-masing tabung yaitu :
- Tabung uji pengenceran 10 kali = biru (++)
- Tabung uji pengenceran 20 kali = biru (++)
- Tabung uji pengenceran 30 kali = biru (+)
- Tabung uji pengenceran 40 kali = biru (+)
- Tabung uji pengenceran 50 kali = biru
Hal ini menunjukkan bahwa kadar amilum yang terdapat pada masing-
masing tabung berbeda. Semakin tinggi tingkat pengenceran maka kepekatan
warnanya semakin tinggi, hal ini menandakan bahwa aktivitas enzim semakin
berkurang, sehingga konsentrasi substrat (amilum) semakim besar. Untuk
lebih akurat dibuktikan lagi dengan menggunakan spektofotometer UV
dengan panjang gelombang 680 nm, sebagai penghitungan kadar amilum
yang terkadung di dalam masing-masing larutan uji.
Persamaan reaksi yang terjadi antara amilum dan I2 adalah :

Kompleks Iod-amilum

Kemudian ditambahkan 6 mL aquades aquades (tidak berwarna), perubahan


yang terjadi yaitu :
- Tabung uji pengenceran 10 kali = biru (+)
- Tabung uji pengenceran 20 kali = biru (+)
- Tabung uji pengenceran 30 kali = biru
- Tabung uji pengenceran 40 kali = biru
- Tabung uji pengenceran 50 kali = biru pudar

27
Fungsi penambahan 6 mL aquades agar larutan tidak terlalu pekat dan
mempertahankan nilai LOD (Limit of Detection) 0,1-1 sehingga 28anj
terdeteksi oleh Spektrofotometer UV-Vis.
Kemudian diukur absorbansi larutan menggunakan spektrofotometer
UV-Vis. Yang sebelumnya telah dikalibrasi menggunakan aquades hingga
nilai absorbansi yang tertera sebesar 0. Diukur nilai absrobansi pada panjang
gelombang 680 nm. Karena pada panjang gelombang tersebut merupakan
panjang gelombang maksimum spesifik dari kompleks iod-amilum. Pada
panjang gelombang tersebut, warna yang diserap yaitu hijau dan warna yang
dipancarkan yaitu biru. Dan didapatkan hasil absorbansi yaitu :
Pengenceran Nilai absorbansi
10x 0.0132
20x 0.0311
30x 0.0665
40x 0.0379
50x 0.0233
Tabel 5. Nilai absorbansi setiap pengenceran
Dengan nilai absorbansi ang telah didapat maka dapat ditentukan grafik
konsentrasi vs absorbansi
Grafik Pengenceran vs Absorbansi

Konsentrasi vs Absorbansi
0.07
0.06
0.05
Absorbansi

y = 0.0003x + 0.0263
0.04
R² = 0.0448
0.03
0.02
0.01
0
0 10 20 30 40 50 60
Pengenceran (kali)

Berdasarkan grafik yang dihasilkan, aktivitas optimum enzim berada


pada pengenceran 30x, dibuktikan dengan nilai Absorbansi yang tinggi, yakni

28
sebesar 0,0665. Nilai absorbansi menunjukkan seberapa banyak amilum yang
tersisa. Semakin tinggi konsentrasi enzim maka amilum yang dipecah oleh
enzim akan semakin banyak, sebanding dengan sisa amilum semakin sedikit.
Dengan itu maka sinar yang diserap oleh kompleks iod amilum akan semakin
sedikit. Sehingga nilai absorbansinya akan kecil.
Secara teori, semakan kecil konsentrasi enzim, maka kadar amilum yang
terkandung semakin besar dan menyebabkan kompleks iod amilum yang
terbentuk semakin banyak dan menyebabkan warna pada larutan juga
semakin pekat sehingga nilai absorbansi akan meningkat. Namun, pada
percobaan yang telah dilakukan tidak sesuai dengan teori. Dari grafik yang
dihasilkan, pada konsentrasi (pengenceran) 50 kali, yang seharusnya menjadi
yang terbesar malah menunjukkan nilai absorbansi lebih kecil daripada
pengenceran 40 kali. Hal ini terjadi dikarenakan beberapa faktor yaitu
ketelitian saat pengenceran air liur sebagai larutan enzim, sehingga proses
degradasi amilum tidak sesuai seperti yang seharusnya. Pada percobaan ini
proses pengenceran air liur sangat berperan penting dalam penentuan
konsentrasi larutan enzim yang terbentuk.
Setelah itu nilai absorbansi tiap larutan dicari nilai A melalui persamaan
berikut ini :
A = Ablanko – Apengenceran
Pengenceran A
10x 1.1919
20x 1.174
30x 1.1386
40x 1.1672
50x 1.1818
Tabel 6. Nilai A pada setiap pengenceran

Grafik Pengenceran vs ∆ Absorbansi

29
Konsentrasi vs ∆ Absorbansi
1.2
1.19

∆ Absorbansi
1.18
1.17 y = -0.0003x + 1.1788
1.16 R² = 0.0448
1.15
1.14
1.13
0 10 20 30 40 50 60
Pengenceran (kali)

Pada grafik konsentrasi vs  Absorbansi bertujuan untuk mengetahui


data jumlah amilum yang terdegradasi. Berdasarkan hasil percobaan
disimpulkan bahwa pengaruh konsentrasi enzim terhadap perombakan
substrat dilihat pada katalis, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim
tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat
tertentu, kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi
enzim, begitupun sebaliknya.

X. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan, analisis data dan pembahasan, dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1. pH terbukti mempengaruhi aktivitas enzim amilase. Semakin besar pH
aktivitas enzim akan semakin besar hingga mencapai pH optimum dan
setelah melewati pH optimum, aktivitas enzim akan menurun. pH
optimum dari percobaan ini dari enzim amilase yaitu pada pH 9, hal ini
dibuktikan dengan absorbansi sebesar 0,0025. Namun hasil tersebut tidak
sesuai dengan teori yang ada.
2. Konsentrasi enzim mempengaruhi aktivitas enzim. Semakin tinggi
konsentrasi enzim, maka nilai absorbansinya semakin kecil. Aktivitas
enzim amilase optimum pada pengenceran enzim 30x dibuktikan dengan
absorbansi sebesar 0,0665.
2 percobaan diatas tidak sesuai teori dikarenakan adanya 2 faktor yaitu
chemical factor dan human error.

30
XI. DAFTAR PUSTAKA
Day, R.A., dan Underwood, A.L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi
Keenam. Jakarta. Erlangga.
Girindra, A. (1990). Biokimia I. Jakarta: PT. Gramedia.
Lehninger AL. 1990. Dasar – Dasar Biokimia Jilid I. Maggy Thenawijaya,
penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of
Biochemistry.
Maharani, Endang Triwahyuni dan Yusrin, 2 Kadar Protein Kista Artemi
Curah Yang Dijual Petambak Kota Rembang Dengan Variasi Suhu
Penyimpanan, Prosiding Seminar Nasional UNIMUS 2010, Universitas
Muhammadiyah.
Megiandari, A. (2009). Isolasi dan Pencirian Enzim Protease Keratinolitik
dari Usus Biawa Air. Bogor: Kimi FMIPA IPB.
Page, D. S. (1997). Prinsip-prinsip Biokimia. Jakarta: Erlangga.
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : UI Press.
Sadikin, Mohamad. 2002. Biokimia Enzim. Jakarta : Widya Medika.
Santoso. 2010. Enzimologi. Semarang : Universitas Diponegoro.
Soewoto, Hafiz, dkk. 2000. Biokimia Eksperimen Laboratorium.Jakarta:
Widya Medika.
Sudarmaji, Slamet, dkk. (2007). Analisis bahan Makanan dan Pangan.
Penerbit Liberty.
Suhartono, M. T., Suswanto, A., & Widjaja, H. (1992). Diktat Struktur dan
Biokimia Protein. Bogor: PAU IPB.
Syabatini Annisa. 2010. Analisis Campuran Dua Komponen Tanpa
Pemisahan Dengan Spektrofotometer. Pontianak : UNLAM Press.
Tim Kimia. 2019. Petunjuk Praktikum Biokimia 1. Surabaya : UNESA.

XII. JAWABAN PERTANYAAN


1. Buatlah kurva yang menggambarkan hubungan antara kecepatan reaksi
enzimatik (V=ΔA/ menit) dengan pH !
Jawab:

31
Berdasarkan Teori :

Berdasarkan eksperimen :

pH vs ∆ Absorbansi
1.2
1 y = 0.1361x - 0.0867
R² = 0.8552
∆ Absorbansi

0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 2 4 6 8 10
pH

2. Buatlah kurva antara konsentrasi/ pengenceran enzim dengan kecepatan


enzimatik (ΔA/ menit) !
Jawab:
Berdasarkan Teori :

Berdasarkan eksperimen :

32
Konsentrasi vs ∆ Absorbansi
1.2
1.19

∆ Absorbansi
1.18
1.17 y = -0.0003x + 1.1788
1.16 R² = 0.0448
1.15
1.14
1.13
0 10 20 30 40 50 60
Pengenceran (kali)

33
LAMPIRAN PERHITUNGAN
1. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim
Diketahui : Absorbansi Ph blanko = 0.9937
Absorbansi pH 1 = 0.9336
Absorbansi pH 3 = 0.8738
Absorbansi pH 5 = 0.1758
Absorbansi pH 7 = 0.0149
Absorbansi pH 9 = 0.0025
Ditanya : Delta Absorbansi pada setiap pH ...?
Dijawab :
 ∆A pH 1 = Absorbansi blanko – Absorbansi pH 1
= 0.9937 - 0.9336
= 0.0601
 ∆A pH 3 = Absorbansi blanko – Absorbansi pH 3
= 0.9937 - 0.8738
= 0.1199
 ∆A pH 5 = Absorbansi blanko – Absorbansi pH 5
= 0.9937 - 0.1758
= 0.8179
 ∆A pH 7 = Absorbansi blanko – Absorbansi pH 7
= 0.9937 - 0.0149
= 0.9788
 ∆A pH 9 = Absorbansi blanko – Absorbansi pH 9
= 0.9937 - 0.0025
= 0.9912
pH ∆A
1 0.0601
3 0.1199
5 0.8179
7 0.9788
9 0.9912

34
2. Pengaruh konsentrasi terhadap aktivitas enzim
Diketahui : Absorbansi konsentrasi blanko = 1.2051
Absorbansi konsentrasi pengenceran 10x = 0.0132
Absorbansi konsentrasi pengenceran 2 x = 0.0311
Absorbansi konsentrasi pengenceran 30x = 0.0665
Absorbansi konsentrasi pengenceran 40x = 0.0379
Absorbansi konsentrasi pengenceran 50x = 0.0233
Ditanya : Delta Absorbansi pada setiap pengenceran ...?
Dijawab :
 ∆A 10x = Absorbansi blanko – Absorbansi konsentrasi pengenceran 10x
= 1.2051 - 0.0132
= 1.1919
 ∆A 20x = Absorbansi blanko – Absorbansi konsentrasi pengenceran 20x
= 1.2051 - 0.0311
= 1.174
 ∆A 30x = Absorbansi blanko – Absorbansi konsentrasi pengenceran 30x
= 1.2051 - 0.0665
= 1.1386
 ∆A 40x = Absorbansi blanko – Absorbansi konsentrasi pengenceran 40x
= 1.2051 - 0.0379
= 1.1672
 ∆A 50x = Absorbansi blanko – Absorbansi konsentrasi pengenceran 50x
= 1.2051 - 0.0233
= 1.1818
pengenceran ∆A
10 x 1.1919
20 x 1.174
30 x 1.1386
40 x 1.1672
50 x 1.1818

35
LAMPIRAN GAMBAR
A. Pengenceran 10-50 x
No Alur Gambar Keterangan
1. 1 mL air liur Memasukkan 1 mL
air liur dalam labu
ukur 10 mL

2. - Ditambahkan aquades 1 mL air liur


ditambahkan
aquades sampai
tanda batas menjadi
larutan tidak
berwarna (diulangi
hingga pengenceran
10-50 x)
Pengenceran 10-50 x
3. Hasil percobaan

B. Pengaruh Ph Terhadap Aktivitas Enzim


Uji
Dimasukkan ke
1. - 1 mL larutan pati + 1
dalam masing-
mL larutan Ph
masing tabung reaksi
(1,3,5,7,9)

Ditambahkan 0,5 mL
2. - 0,5 mL enzim 10 x
enzim 10 x
pengenceran
pengenceran menjadi
larutan tidak
berwarna

36
tabung reaksi yang
3. - dibiarkan 3 menit
dimasukkan dalam
pada suhu 37̊ ̊ C
waterbath selama 3
menit dalam suhu
37̊ ̊ C

-ditambahkan 2 tetes larutan berwarna:


4.
larutan iodium uji pH 1=biru (++)
- ditambahkan 6 mL uji pH 3=biru (++)
uji pH 5=biru (+)
aquades
uji pH 7=biru pudar
uji pH 9=biru pudar

Nilai absorbansi =
5.
uji pH 1=0,9336
uji pH 3=0,8738
-dibaca absorbasi pada uji pH 5=0,1758
uji pH 7=0,0149
panjang gelombang
uji pH 9= 0,0025
680 nm dari nilai ini
diketahui nilai pH
optimumnya adalah
pH 9
C. Pengaruh Konsentrasi Enzim Terhadap Aktivitas Enzim
Blanko
Dimasukkan ke
1. - 1 mL larutan pati + 1
dalam tabung reaksi
mL larutan pH
optimum

2. - 0,5 mL aquades Ditambahkan 0,5 mL


aquades menjadi
larutan tidak
berwarna

37
tabung reaksi yang
3. - dibiarkan 3 menit
dimasukkan dalam
pada suhu 37̊ ̊ C waterbath selama 3 menit
- dibiarkan 3 menit dalam suhu 37̊ ̊ C dan
pada suhu > 60 ̊ C suhu > 60 ̊ C

-ditambahkan 2 tetes ditambah 8 tetes


4.
larutan iodium iodium dan aquades
- ditambahkan 6 mL menjadi larutan
berwarna biru (++)
aquades

5. Dimasukkan dalam
spetrofotometri UV-
-dibaca absorbasi pada VIS menghasilkan
panjang gelombang Nilai absorbansi =
680 nm 1,2051

D. Pengaruh Konsentrasi Enzim Terhadap Aktivitas Enzim


Uji
Dimasukkan ke
1. - 1 mL larutan pati + 1
dalam tabung reaksi
mL larutan pH
optimum

Ditambahkan enzim
2. - 0,5 mL enzim 10-50
10-50 x pengenceran
x pengenceran
menjadi larutan tidak
berwarna

38
tabung reaksi yang
3. - dibiarkan 3 menit
dimasukkan dalam
pada suhu 37̊ ̊ C waterbath selama 3 menit
- dibiarkan 3 menit dalam suhu 37̊ ̊ C dan
pada suhu > 60 ̊ C suhu > 60 ̊ C

-ditambahkan 2 tetes ditambah 8 tetes


4.
larutan iodium iodium dan aquades
- ditambahkan 6 mL menjadi larutan
berwarna biru (+)
aquades

Nilai absorbansi =
5.
uji 10 x=0,0132
-dibaca absorbasi pada uji 20 x=0,0311
panjang gelombang uji 30 x=0,0665
680 nm uji 40 x=0,0379
uji 50 x= 0,0233

39
E. Pengaruh Ph Terhadap Aktivitas Enzim
Blanko
Dimasukkan ke
1. - 1 mL larutan pati
dalam tabung
reaksi

Ditambahkan 0,5
2. - 0,5 mL aquades
mL aquades
menjadi larutan
tidak berwarna

tabung reaksi yang


3. - dibiarkan 3 menit
dimasukkan dalam
pada suhu 37̊ ̊ C waterbath selama 3
menit dalam suhu 37̊ ̊
C

-ditambahkan 2 tetes ditambah 4 tetes


4.
larutan iodium iodium dan
- ditambahkan 6 mL aquades menjadi
larutan berwarna
aquades
biru (+++)

Dimasukkan dalam
5.
spetrofotometri
-dibaca absorbasi UV-VIS
pada panjang menghasilkan Nilai
gelombang 680 nm absorbansi =
0,9937

40

Anda mungkin juga menyukai