Anda di halaman 1dari 12

ENZIM

Oleh: Hendri Djafar/85AK18010/ hendridjafar0@gmail.com


Program Studi D-III Analis Kesehatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Gorontalo
Alamat: Jl. Prof. Dr. Aloe Saboe No. 173 Kelurahan Wongkaditi, Kota Gorontalo 96122
Gorontalo, Indonesia

a. Latar Belakang
Enzim memegang peranan penting dalam berbagai reaksi dalam sel. Sebagai
protein, enzim diproduksi dan digunakan oleh sel hidup untuk mengkatalisis reaksi
seperti konversi energi dan metabolisme pertahanan sel. Enzim amilase memiliki
kemampuan untuk memecah molekul-molekul pati dan glikogen. Molekul pati yang
merupakan polimer dari alfa-D-glikopiranosa akan dipecah oleh enzim pada ikatan
alfa-1,4- dan alfa-1,6-glikosida. Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa factor,
terutama adalah substrat, suhu, keasaman, kofaktor dan inhibitor. Tiap enzim
memerlukan suhu dan pH (tingkat keasaman) optimum yang berbeda-beda karena
enzim adalah protein yang dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan
keasaman berubah, diluar suhu atau pH yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja
secara optimal atau struktur akan mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan
enzim kehilangan fungsinya sama sekali. Kerja enzim juga dipengaruhi oleh
molekul lain. Inhibitor adalah molekul yang menurunkan ativasi enzim, sedangkan
activator adalah yang meningkatkan aktifitas enzim. Banya obat dan racun adalah
inhibitor enzim. (Hafiz Soewoto, 2000).
Produksi enzim amilase dapat menggunakan berbagai sumber karbon.
Contoh-contoh sumber karbon yang murah adalah sekam, molase, tepung jagung,
jagung, limbah tapioka dan sebagainya. Jika digunakan limbah sebagai substrat,
maka limbah tadi dapat diperkaya nutrisinya untuk mengoptimalkan produksi
enzim. Sumber karbon yang dapat digunakan sebagai suplemen antara laian: pati,
sukrosa, laktosa, maltosa, dekstyrosa, fruktosa, dan glukosa. Sumber nitrogen
sebagai suplemen antara lain: pepton, tripton, ekstrak daging, ekstrak khamir,
amonium sulfat, tepung kedelai, urea dan natrium nitrat. (Pujiyanti, 2007).

1
Suatu enzim bekerja secara khas terhadap suatu substrat tertentu. Kekhasan
inilah cirri suatu enzim. Ini sangat berbeda dengan katalis lain (bukan enzim) yang
dapat bekerja terhadap berbagai macam reaksi. Fungsi suatu enzim adalah sebagai
katalis untuk proses biokimia yang terjadi didalam sel maupun diluar sel. Suatu
enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011 kali lebih cepat dari pada apabila
reaksi tersebut dilakukan tanpa katalis. Jadi enzim dapat berfungsi sebagai katlis
yang sangat efisien, disamping itu mempunyai derajar kekhasan yang tinggi.
Seperti juga katalis lainnya, maka enzim dapat menurunkan energy aktivitas suatu
reaksi kimia. Reaksi kimia ada yang membutuhkan energy (energi endorgani) dan
ada pula yang menghasilkan energy atau mengeluarkan energy (eksorgonik).
(Poedjadi, 2005).
b. Tujuan
Adapun tujuan dalam praktikum ini yaitu:
1. Untuk mengetahui cara kereja enzim amylase pada saliva
2. Untuk mengetahui reaksi penyabunan pada lemak dan menentukan angka
penyabunan
3. Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi
enzimatik
c. Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum ini yaitu:
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui cara kereja enzim amylase pada saliva.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui reaksi penyabunan pada lemak dan
menentukan angka penyabunan
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi kecepatan
reaksi enzimatik
d. Teori
Pengetahuan tentang enzim telah dirintis oleh Berzelius pada tahun 1837. Ia
mengusulkan nama "katalis" untuk zat-zat yang dapat mempercepat reaksi tetapi zat
itu sendiri tidak ikut bereaksi. Namun, proses kimia yang terjadi dengan
pertolongan enzim telah dikenal sejak zaman dahulu misalnya pembuatan anggur
dengan cara fermentasi atau peragian, dan pembuatan asam cuka. Lois Pasteur
salah seorang yang banyak bekerja dalam fermentasi ini dan ketika mengkaji
fermentasi gula menjadi alkohol oleh ragi, Louis Pasteur menyimpulkan bahwa
fermentasi ini dikatalisasi oleh gaya dorong vital yang terdapat dalam sel ragi,
disebut sebagai "ferment", dan diperkirakan hanya berfungsi dalam tubuh

2
organisme hidup. Ia menulis bahwa "fermentasi alkoholik adalah peristiwa yang
berhubungan dengan kehidupan dan organisasi sel ragi, dan bukannya kematian
ataupun putrefaksi sel tersebut" (Girindra, 1986).
Pada tahun 1878, ahli fisiologi Jerman Wilhelm Kühne (1837–1900) pertama
kali menggunakan istilah "enzyme", yang berasal dari bahasa yunani yang berarti
"dalam bahan pengembang" (ragi), untuk menjelaskan proses ini. Kata "enzyme"
kemudian digunakan untuk merujuk pada zat mati seperti pepsin, dan kata ferment
digunakan untuk merujuk pada aktivitas kimiawi yang dihasilkan oleh organisme
hidup (Girindra, 1986).
Enzim adalah senyawa organik yang tersusun atas protein yang peristiwa
metabolisme bertindak sebagai katalisator, artinya zat yang mampu mempercepat
reaksi kimia tetapi zat tersebut tidak ikut bereaksi. Menurut Shahib (1992), enzim
adalah katalisator yang mempercepat reaksi kimia dalam makhluk hidup atau badan
system biological. Lakitan (2001) menyatakan, enzim merupakan salah satu
lintasan metabolisme yang dapat mempercepat laju reaksi dan berkemampuan
sebagai katalisator, artinya ion-ion dan senyawa organik yang diserap dari dalam
tanah oleh tumbuhan. Enzim merupakan katalis yang lebih khas dan lebih kuat
dibandingkan dengan ion-ion logam atau senyawa lainnya yang diserap tumbuhan
dari tanah (Salisbury, 1995).
Enzim memiliki tenaga katalitik yang luar biasa dan biasanya lebih besar dari
katalisator sintetik. Spesifitas enzim sangat tinggi terhadap substratnya. Tanpa
pembentukan produk samping enzim merupakan unit fungsional untuk metabolisme
dalam sel, bekerja menurut urutan yang teratur. Sistem enzim terkoordinasi dengan
baik menghasilkan suatu hubungan yang harmonis diantara sejumlah aktivitas
metabolic yang berbeda (Cartono,2004).
Suatu enzim bekerja secara khas terhadap suatu substrat tertentu. Kekhasan
inilah cirri suatu enzim. Ini sangat berbeda dengan katalis lain (bukan enzim) yang
dapat bekerja terhadap berbagai macam reaksi. Fungsi suatu enzim adalah sebagai
katalis untuk proses biokimia yang terjadi didalam sel maupun diluar sel. Suatu
enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011 kali lebih cepat dari pada apabila
reaksi tersebut dilakukan tanpa katalis. Jadi enzim dapat berfungsi sebagai katlis
yang sangat efisien, disamping itu mempunyai derajar kekhasan yang tinggi.

3
Seperti juga katalis lainnya, maka enzim dapat menurunkan energy aktivitas suatu
reaksi kimia. Reaksi kimia ada yang membutuhkan energy (energi endorgani) dan
ada pula yang menghasilkan energy atau mengeluarkan energy (eksorgonik)
( Poedjadi, 2006).
Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa factor, terutama adalah substrat, suhu,
keasaman, kofaktor dan inhibitor. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH (tingkat
keasaman) optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein yang dapat
mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah, diluar suhu atau pH
yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau struktur akan mengalami
kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama sekali.
Kerja enzim juga dipengaruhi oleh molekul lain. Inhibitor adalah molekul yang
menurunkan ativasi enzim, sedangkan activator adalah yang meningkatkan aktifitas
enzim (Soewoto,2000).
Dalam mempelajari mengenai enzim, dikenal beberapa istilah diantaranya
holoenzim, apoenzim, kofaktor, gugus prostetik, koenzim, dan substrat. Apoenzim
adalah suatu enzim yang seluruhnya terdiri dari protein, sedangkan holoenzim
adalah enzim yang mengandung gugus protein dan gugus non protein. Gugus yang
bukan protein tadi dikenal dengan istilah kofaktor. Pada kofaktor ada yang terikat
kuat pada protein dan sukar terurai dalam larutan yang disebut gugus prostetik dan
adapula yang tidak terikat kuat pada protein sehingga mudah terurai yang disebut
koenzim. Baik gugus prostetik maupun koenzim, keduanya merupakan bagian yang
memungkinkan enzim bekerja pada substrat. Substrat merupakan zat-zat yang
diubah atau direaksikan oleh enzim (Poedjadi, 2006).
Pada enzim terdapat bagian protein yang tidak tahan panas yaitu disebut
dengan apoenzim, sedangkan bagian yang bukan protein adalah bagian yang aktif
dan diberi nama gugus prostetik, biasanya berupa logam seperti besi, tembaga ,
seng atau suatu bahan senyawa organic yang mengandung logam.Apoenzim dan
gugus prostetik merupakan suatu kesatuanyang disebut holoenzim, tetapi ada juga
bagian enzim yang apoenzim dan gugus prospetiknya tidak menyatu. Contoh
koenzim adalah vitamin atau bagian vitamin (misalnya : vitamin B1, B2, B6, niasin
dan biotin) (Kartasapoetra, 1994).

4
Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa factor, terutama adalah substrat, suhu,
keasaman, kofaktor dan inhibitor. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH (tingkat
keasaman) optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein yang dapat
mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah, diluar suhu atau pH
yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau struktur akan mengalami
kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama sekali.
Kerja enzim juga dipengaruhi oleh molekul lain. Inhibitor adalah molekul yang
menurunkan ativasi enzim, sedangkan activator adalah yang meningkatkan aktifitas
enzim (Wirahadikusumah, 1989).
Enzim urease disebut juga urea amidohidrolases. Enzim urease merupakan
enzim yang mengkatalis hidrolisis dari urea menjadi karbon dioksida dan ammonia.
Enzim urease juga terdapat pada beberapa jaringan binatang dan pencernaan
mikroorganisme. Urea merupakan salah satu sumber nitrogen non-protein (NPN)
yang umum digunakan adalah urea. Urea dibuat dengan jalan mereaksikan
ammonia dan karbondioksida. Urea merupakan sumber amoniak dari senyawa
spesifik, kandungan urea yang tinggi akan dirombak menjadi basa menguap oleh
aktivitas bakteri. Tingginya kandungan urea akan membentuk sejumlah besar
amoniak yang mempengaruhi kenormalan kandungan total volatile basa.Selama
penyimpanan, jumlah amoniak yang terbentuk relatif tidak dipengaruhi oleh suhu
(Fardiaz, 1992).
Urease merupakan enzim yang spesifik mengkatalisis reaksi hidrolisis urea
sehingga dapat digunakan sebagai biosensor. Dalam pengembangan biosensor urea,
urease dapat diimmobilisasi dalam suatu matrik dengan berbagai teknik seperti
adsorpsi, entrapment, ikatan kovalen, cross linking, dan enkapsulasi. Barhoumi et
al., (2004) mengembangkan biosensor urea dengan mengimmobilisasi urease dalam
polimer lateks menggunakan teknik entrapment. Antonia dan Toressi (1999)
menggunakan polipirol untuk mengimmobilisasi urease dengan teknik cross linking
dan entrapment (Fauziyah, 2012).

e. Metode Praktikum
1. Alat dan Bahan

5
Adapun alat yang dipakai pada praktikum yaitu Rak tabung reaksi, Tabung
reaksi, Beker gelas, Gelas ukur, Thermometer, Pipet tetes, Hot plate, Liur
(Saliva).
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum yaitu Es batu, Air panas, ,
Larutan amilum 0,5% dan 1%, Larutan iodium, HCl 2M, Na2CO3 2 M dan tisu.

2. Prosedur Kerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim :

 Pengaruh temperature terhadap aktivitas enzim amylase liur


a. Dengan suhu 150C
Masukkan 0,25 mL saliva saring ke adalam tabung 1 dan segera masukkan ke
dalam beker gelas berisi air bersuhu 150C. Siapkan tabung 2 yang telah diisi
dengan 5 mL pati 1%. Gabungkanlah larutan pada tabung 1 dan tabung 2.
Teteskan iodium sebanyak 3 tetes ke dalam campuran larutan tabung 1 dan
tabung 2. Pertahankan suhunya agar tetap konstan. Aduk, amati dan catat
perubahan yang terjadi per 30 detik (dengan menggunakan stopwatch)

b. Dengan suhu 600C


Masukkan 0,25 mL saliva saring ke dalam tabung 1dan segera masukkan ke
dalam beker gelas berisi air bersuhu 600C. Siapkan tabung 2 yang telah diisi
dengan 5 mL pati 1 %. Gabungkanlah larutan pada tabung1 dan tabung 2.
Teteskan iodium sebanyak 3 tetes kedalam campuran larutan tabung 1 dan
tabung 2. Pertahankan suhunya agar tetap konstan. Aduk, amati, dan catat
perubahan yang terjadi per 30 detik (dengan menggunakan stopwatch).

Bandingkan pengamatan anda terhadap pengaruh 150C dan 600C

 Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim amylase liur


a. Menggunakan HCl (pH asam)
Masukkan 5 mL pati 1% dan 5 mL HCl 2 M serta tambahkan 0,25 mL saliva
saring ke dalam tabung reaksi. Segera masukkan tabung reaksi tersebut ke dalam
penangas dengan suhu 400C dan berikan 3 tetes iodium. Pertahankan suhunya
agar tetap konstan. Aduk, amati dan catat perubahan yang terjadi per 30 detik
(dengan menggunakan stopwatch)

6
b. Menggunakan basa Na2CO3 (pH basa)
Masukkan 5 mL pati 1% dan 5 mL Na2CO3 2M serta tambahkan 0,25 mL saliva
saring ke dalam tabung reaksi. Segera masukkan tabung reaksi tersebut ke dalam
penangas dengan suhu 400C dan berikan 3 tetes iodium. Pertahankan suhunya
agar tetap konstan. Aduk, amati dan catat perubahan yang terjadi per 30 detik
(dengan menggunakan stopwatch). Bandingkan pengaruh hasil pengamatan anda
antara pengaruh pH asam dan basa terhadap aktivitas enzim amilase.

 Pengaruh jumlah enzim terhadap aktivitas kerja enzim amylase liur


a. Menggunakan 0,25 mL saliva saring
Masukan 5 mL pati 1% dan tambahkan 0,25 mL saliva saring ke dalam tabung
reaksi. Masukkan tabung reaksi tersebut kedalam waterbatch yang berisi air
bersuhu 370C dan tambahkan 3 tetes iodium. Pertahankan suhunya agar tetap
konstan. Aduk, amati dan catat perubahan yang terjadi per 30 detik (dengan
menggunakan stopwatch)

b. Menggunakan 1 mL saliva saring


Masukan 5 mL pati 1% dan tambahkan 0,5 mL saliva saring ke dalam tabung
reaksi. Masukkan tabung reaksi tersebut kedalam waterbatch yang berisi air
bersuhu 370C dan tambahkan 3 tetes iodium. Pertahankan suhunya agar tetap
konstan. Aduk, amati dan catat perubahan yang terjadi per 30 detik (dengan
menggunakan stopwatch)

 Pengaruh jumlah substrat terhadap aktivitas kerja enzim


a. Menggunakan 5 mL pati 0,5%
Masukkan 5 mL pati 0,5% dan tambahkan 0,25 mL saliva saring ke dalam
tabung reaksi. Masukkan tabung reaksi tersebut ke dalam waterbatch yang berisi
air bersuhu 370C dan tambahkan 3 tetes iodium. Pertahankan suhunya agar tetap
konstan. Aduk, amati, dan catat perubahan yang terjadi per 30 detik (dengan
menggunakan stopwatch)

b. Menggunakan 5 mL pati 1%
Masukkan 5 mL pati 1% dan tambahkan 0,25 mL saliva saring ke dalam tabung
reaksi. Masukkan tabung reaksi tersebut ke dalam waterbatch yang berisi air

7
bersuhu 370C dan tambahkan 3 tetes iodium. Pertahankan suhunya agar tetap
konstan. Aduk, amati, dan catat perubahan yang terjadi per 30 detik (dengan
menggunakan stopwatch).

f. Hasil
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai
berikut:
No. Sampel Perilaku Perubahan

1. Saliva + Pati 0,5% Dipanaskan di hotplate Terdapat endapan


dengan suhu 37 selama 30 warna hitam
detik pekat.

2. Saliva + Pati 1% Dipanaskan di hotplate Terdapat endapan


dengan suhu 37 selama 30 warna hitam
detik pekat.

g. Pembahasan
Enzim adalah senyawa protein yang dapat mempercepat atau mengkatalis
reaksi kimia. Enzim berperan dalam mengubah laju reaksi, sehingga kecepatan
reaksi yang dihasilkan dapat dijadikan keukuran keaktifan enzim. Enzim hanya
dapat bereaksi pada pH dan temperature tertentu. Karena enzim adalah protein,
maka enzim dalam pakan rentan terdenaturasi atau rusak oleh enzim pencernaan
atau sesuatu yang dapat mengubah struktur enzim. Selain dari itu enzim juga
sebagai katalisator organik yang dihasilkan oleh sel hidup. Katalisator adalah
substansi yang dapat merubah kecepatan reaksi kimiawi tetapi tidak merubah hasil
reaksi. Ciri yang khas dari enzim ditandai oleh adanya spesifikasi untuk substrat
yang mirip secara biologis.
Cara kerja dari enzim ini sendiri sangat tergantung dari suhu serta lamanya
waktu reaksi yang diberikan. Enzim adalah sekelompok protein yang berfungsi
sebagai katalisator untuk berbagai reaksi kimia dalam sistem biologik. Hampir tiap
reaksi kimia dalam sistem biologis dikatalisis oleh enzim.Sintesis enzim terjadi
didalam sel dan sebagian besar enzim dapat diekstraksi dari sel tanpa merusak
fungsinya. Salalh satu contohnya yaitu enzim amylase. Enzim amilase dapat

8
diperoleh dari sekresi air liur atau saliva. Saliva adalah suatu cairan oral yang
kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah
besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva dapat disebut juga kelenjar ludah
atau kelenjar air liur. Dari praktikum yang telah dilaksanakan bahwa yang paling
paling mempengaruhi yaitu dari beberapa hal yaitu suhu, Keasaman, Kebasaan dan
lain sebagainya.
Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim,
dimana enzim bekerja pada suhu optimum yaitu sekitar 37oC – 50oC. Suhu
mempengaruhi aktivitas katalisis enzim. Diluar suhu optimum aktivitas enzim
menjadi tidak maksimal. Bila suhu terlalu rendah, enzim menjadi tidak aktif, karena
tidak terjadi benturan antara molekul enzim dengan substrat. Sedangkan bila suhu
terlalu tinggi, dimana benturan yang terjadi semakin banyak maka struktur tiga
dimensi dari enzim tersebut akan terganggu sehingga enzim akan mengalami
denaturasi, atau dapat dikatakan enzim akan kehilangan sifat alamiahnya. Semua
enzim membutuhkan suhu yang cocok agar dapat bekerja dengan biak. Laju reaksi
biokimia meningkat seiring kenaikan suhu. Hal ini karena panas meningkatkan
energi kinetik dari molekul sehingga menyebabkan jumlah tabrakan diantara
molekul-molekul meningkat. Sedangkan dalam kondisi suhu rendah, reaksi menjadi
lambat karena hanya terdapat sedikit kontak antara substrat dan enzim. Namun,
suhu yang ekstrim juga tidak baik untuk enzim. Di bawah pengaruh suhu yang
sangat tinggi, molekul enzim cenderung terdistorsi, sehingga laju reaksi pun jadi
menurun.
pH merupakan salah satu faktor yang juga mempengaruhi kinerja enzim.
Enzim bekerja pada pH tertentu, umumnya pada pH sekitar 6-8. Setiap enzim
mempunyai pH optimum yang berbeda. Jika enzim terlalu terlalu asam atau pH nya
di bawah 6 dari pHoptimum enzim akan mengalami denaturasi dan juga akan
menghambat enzim berikatan dengan substrat. Ketika pH medium tertentu berubah,
hal ini akan mengarah ke perubahan bentuk enzim,tidak hanya pada enzim, tingkat
pH juga dapat mempengaruhi sifat muatan dan bentuk substrat.Jika hanya terjadi
sedikit perubahan pH, perubahan bentuk struktural enzim dan substrat mungkin
reversibel (bisa diperbaiki), tetapi perubahan tingkat pH yang signifikan akan
membuat enzim dan substrat mengalami denaturasi (kerusakan).Setiap enzim

9
membutuhkan pH optimum agar bisa berfungsi optimal.Pada tingkat pH optimum,
enzim mampu mengkatalisis reaksi pada tingkat tercepat dibandingkan pada tingkat
pH lainnya.
Jika pH dan suhu suatu sistem enzim adalah konstan, dan jumlah substrat
berlebihan, maka laju reaksi adalah sebanding dengan jumlah enzim yang ada.
Sebaliknya jika pH, suhu dan konsentrasi enzim konstan, maka laju reaksi adalah
sebanding dengan jumlah substrat. Apabila konsentrasi enzim lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah substratnya, maka reaksi yang terjadi akan semakin
cepat. Artinya dengan jumlah enzim yang lebih banyak aktivitas enzim tidak
melambat melainkan semakin cepat.
h. Kesimpulan
Enzim merupakan biokatalis. Enzim meningkatkan kecepatan reaksi
dengan cara menyediakan jalur reaksi alternatif yang memerlukan sedikit energy.
Enzim adalah protein yang diproduksi dari sel hidup dan digunakan oleh sel-sel
untuk mengkatalisis reaksi kimia yang spesifik. Semakin tinggi suhu, maka energi
kinetik substrat dan enzim meningkat, sehingga mempermudah keduanya saling
berikatan. Aktivitas enzim meningkat pada suhu optimum sampai suatu suhu
maksimum (sekitar 40oC). Suhu yang terlalu tinggi (>40oC) menyebabkan enzim
tidak bekerja karena struktur enzim rusak akibat mengalami denaturasi protein.
Enzim yang mengalami denaturasi tidak dapat digunakan kembali. Suhu yang
terlalu rendah (<30oC) menyebabkan enzim tidak bekerja karena enzim mengalami
inaktivasi. Enzim yang mengalami inaktivasi masih dapat digunakan jika suhu
kembali normal.
pH dapat mempengaruhi struktur protein pada sisi aktif, sehingga substrat
untuk berikatan. pH optimum enzim berbeda-beda, dan jika tidak pada pH
optimum, enzim dapat mengalami denaturasi protein. Konsentrasi enzim yang lebih
besar dari substrat akan mempercepat laju reaksi (mempercepat pembentukan
produk). Konsentrasi substrat yang lebih besar dari enzim akan menimbulkan
konsentrasi substrat jenuh (laju reaksi maksimum), yang menyebabkan ada substrat
yang tidak dikatalisis.
i. Saran

10
Adapun saran untuk praktikum selanjutnya adalah praktikan harus
menguasai langkah-langkah kerja untuk meminimalisir kesalahan pada saat
melakukan pengamatan.

11
DAFTAR PUSTAKA
Cartono, M.Pd. 2004. Biologi Umum. Bandung: PRISMA PRESS. 10 April 2019.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjut. Direktorat Jendral

Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor: Institut
Pertanian Bogor. 10 April 2019.

Fauziyah, Begum. 2012. “Optimasi parameter analitik biosensor urea berbasis

immobilisasi urease dalam membran polianlin” Jurnal Kimia Volume 1 (1)


Hal.66, Di akses 10 April 2019.

Girindra, Aisjah. 1986. Biokimia 1. Jakarta: Erlangga. 10 April 2019.

Kartasapoetra,a.g, 1994. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Jakarta: Rineka Cipta.


10 April 2019.

Lakitan, B. 2001. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 10


April 2019.

Poedjiadi. Anna dan Supriyanti. F.M. Titin., 2009, Dasar-Dasar Biokimia, Jakarta;
Universitas Indonesia (UI-Press). 10 April 2019.

Poedjiadi, Anna., 2004, Dasar-Dasar Biokimia, Jakarta; UI-Press. 10 April 2019.

Sadikin M. 2002. Seri biokimia: biokimia enzim.Widya Medika. Jakarta. 10 April 2019.

Salirawati et al., 2007, belajar kimia menarik, Jakarta; Grasindo 10 April 2019.

Santoso. Anwar., 2008. Rumus Lengkap Kimia SMA. Jakarta; PT. Wahyu. 10 April 2019.

Salisbury, F.B. dan Ross, C.W., 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung:

Institut Teknologi Bandung Press. 10 April 2019.

Shahib, M.N. 1992. Pemahaman Seluk Beluk Biokimia dan Penerapan Enzim.

Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 10 April 2019.

Soewoto, hafiz, dkk. 2000. Biokimia eksperimen laboratorium. Jakarta: Widya Medika.
10 April 2019.

Wirahadikusumah, m. 1989. Biokimia Protein, Enzim, dan Asam Nukleat.


Bandung: Institut Teknologi Bandung. 10 April 2019.

12

Anda mungkin juga menyukai