Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut WHO (World Health Organization), masalah gangguan jiwa di


dunia ini sudah menjadi masalah yang semakin serius. Paling tidak, ada satu dari
empat orang di dunia ini mengalami gangguan jiwa. WHO memperkirakan ada
sekitar 450 juta orang di dunia ini ditemukan mengalami gangguan jiwa.
Berdasarkan data statistik, angka pasien gangguan jiwa memang sangat
mengkhawatirkan (Yosep, 2007).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran ) dan rangsangan ekternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa objek atau rangsangan
yang nyata. Sebagai contoh klien mendengarkan suara padahal tidak ada orang
yang berbicara ( Kusumawati & Hartono 2010).
Halusinasi pendengaran atau akustik adalah kesalahan dalam
mempersepsikan suara yang di dengar klien. Suara bisa menyenangkan, ancaman,
membunuh dan merusak (Yosep, 2007).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merumusan masalah


bagaimana konsep teori dan asuhan keperawatan jiwa tentang halusinasi.

1.3. Tujuan penulisan


1.3.1. Tujuan Umum

1
Secara umum makalah ini bertujuan untuk menjadi salah satu
sumber informasi atau pengetahuan mengenai konsep teori dan asuhan
keperawatan pada pasien halusinasi dalam blok keperawatan jiwa II.

1.3.2. Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui apa pengertian dari halusinasi
2. Untuk mengetahui apa penyebab dari halusinasi
3. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis dari halusinasi
4. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya halusinasi
5. Untuk mengetahui apa saja tanda dan gejala dari halusinasi
6. Untuk mengetahui bagaimana penilaian stressor dari halusinasi
7. Untuk mengetahui bagaimana psikopatologi dari halusinasi
8. Untuk mengetahui rentang respon dari halusinasi
9. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan medis dari halusinasi
10. Untuk mengetahui bagimana pohon masalah dari halusinasi

1.4. Manfaat Penulisan


Manfaat yang terdapat dalam makalah ini adalah :
1. Bagi Mahasiswa

Sebagai bahan materi referensi pembelajaran dan menambah


pengetahuan konsep teori dan asuhan keperawatan pada pasien halusinasi
khususnya bagi mahasiswa atau masyarakat umum yang membacanya.

2. Bagi institusi

Sebagai referensi bagi institusi pendidikan khususnya prodi


keperawatan universitas jambi.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian
Persepsi adalah proses akhir dari pengamatan oleh proses pengindraan
(Sunaryo, 2004). Sensori adalah mekanisme neurologis yang terlibat dalam
pengindraan (Sunaryo, 2004). Gangguan persepsi sensori diantaranya adalah
halusinasi. Halusinasi diantaranya merasakan sensasi berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penghiduan tanpa stimulus nyata (Keliat, 2011).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran ) dan rangsangan ekternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa objek atau rangsangan
yang nyata. Sebagai contoh klien mendengarkan suara padahal tidak ada orang
yang berbicara ( Kusumawati & Hartono 2010).
Halusinasi pendengaran atau akustik adalah kesalahan dalam
mempersepsikan suara yang di dengar klien. Suara bisa menyenangkan, ancaman,
membunuh dan merusak (Yosep, 2007).
Berdasarkan pengertian halusinasi pendengaran diatas penulis
menyimpulkan bahwa halusinasi pendengaran adalah kesalahan mempersepsikan
rangsangan yang diterima oleh klien melalui indra pendengarannya yang
sebenarnya rangsangan tersebut tidak ada, tidak nyata dan tidak dapat dibuktikan.

2.2. Etiologi

1. Faktor predisposisi menurut (Yosep, 2011)


a. Faktor perkembangan
Perkembangan klien yang terganggu misalnya kurangnya
mengontrol emosi dan keharmonisan keluarga menyebabkan klien

3
tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi ,dan hilang percaya
diri.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak terima di lingkungan sejak bayi akan
membekas diingatkanya sampai dewasa dan di akan merasa
disingkirkan kesepian dan tidak percaya pada lingkungan.
c. Faktor Biokimia
Adanya stres yang berlebihan yang dialami oleh seseorang maka di
dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia buffofeno dan dimetytranferase sehingga
terjadi ketidak seimbangan asetilkolin dan dopamin.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian yang lemas dan tidak bertanggung jawab akan
mudah terjerumus pada penyalah gunaan zat adiktif. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dari alam nyata menuju alam khayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Hasil studi menunjukan bahwa faktor keluarga menunjukan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

2. Faktor penyebab halusinasi menurut Stuart (2007)


a. Faktor predisposisi
1) Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai di pahami.
Ditujukan oleh penelitian – penelitian yang berikut:
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia, luka pada
daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan
psikotik.
b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter
yang berlebihan dan masalah-masalah pada sistem reseptor

4
dopamin di kaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan masa kontrikal
menunjukan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis di
temukan pelebaran lateral ventrikel. Atropi korteks bagaian
depan dan atropi otak kecil ( cerebellum).Temuan kelainan
anatomi otak tersebut di dukung oleh otopsi ( post –mortem ).

2) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien.Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi ganggaun orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasandalam rentang hidup klien.

3) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi ganggaun orientasi realita
seperti : kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi di sertai stres.

b. Faktor presipitasi
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk
secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterprestasikan.

2) Stres lingkungan
Ambang toleransi terhadap stres yang berinteraksi terhadap
stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan.

5
3) Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menaggapi stresor.

2.3. Jenis –jenis halusinasi


Jenis halusinasi antara lain menurut Stuart (2007).
1. Halusinasi pendengaran
Karakteristik ditandai dengan suara, terutama suara –suara orang,biasanya
klien mendengar suara orang sedang berbicara apa yang sedang dipikirkan
dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometrik, gambaran kartun dan/atau panorama yang
luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi pengidu
Karakteristik di tandai dengan adanya bau busuk,amis dan bau yang
menjijikan seperti darah urine atau feses. Kadang–kadang bau harum.
Biasanya berhubungan dengan stroke tumor kejang dan dementia.
4. Halusinasi peraba
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat contoh merasa sensasi listrik datang dari tanah, benda
mati atau orang lain.
5. Halusinasi pengecap
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk,amis dan
menjijikan,merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.

2.4. Proses Terjadinya masalah


Halusinasi berkembang melalui empat fase menurut Stuart (2007),yaitu
sebagai berikut :

6
1) Fase Pertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada tahap
ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik dari fase ini adalah klien
mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, atau bersalah, kesepian yang
memuncak dan dapat di selesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-
hal yang menyenangkan , cara ini menolong sementara. Perilaku klien meliputi
tersenyum atau tertawa tidak sesuai, menggerakan bibir tanpa suara, penggerak
mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asik dengan halusinasinya
dan suka menyendiri.

2) Fase ke dua
Disebut dengan fase condemming yaitu halusinasi menjadi menjijikan.
Termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik dari fase ini pengalaman sensori
yang menjijikan dan menakutkan kecemasan meningkat, melamun dan berfikir
sendiri jadi dominan. Mulai ada bisikan yang tidak jelas, klien tidak ingin orang
lain tahu dan dapat mengontrolnya.

3) Fase ke tiga
Adalah fase controlling yaitu pengalaman sensori menjadi kuasa.Termasuk
dalam gangguan psikotik. Karakteristik difase ini bisikan, suara, isi halusinasi
semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan
tidak berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien difase ini kemampuan
dikendalikan halusinasinya, rentang perhatian lainya beberapa menit dan detik.
Tanda-tanda fisik berup klien berkeringat, tremor, dan tidak mampu memantau
perintah.

4) Fase ke empat
Adalah fase conquering atau panik yaitu klien kabur dengan halusinasinya.
Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik difase ini halusinasi berubah
menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien. Klien menjadi takut,
tidak berdaya, hilang control, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan

7
orang lain dilingkungan. Perilaku klien difase ini adalah perilaku teror akibat
panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, atau
katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks dan tidak mampu
berespon lebih dari satu orang.

2.5. Tanda dan gejala


Karakteristik perilaku yang dapat ditunjukan klien dan kondisi halusinasi
menurut Direja (2011).
1) Halusinasi pendengaran
Data subyektif :
Klien mendengarkan suara atau bunyi tanpa stimulus nyata, melihat
gambaran tanpa stimulus yang nyata, mencium nyata stimulus yang nyata,
merasa makan sesuatu, merasa ada sesuatu pada kulitnya,takut terhadap
suara atau bunyi yang di dengar,ingin memukul dan melempar barang
Data obyektif :
Klien berbicara, senyum dan tertawa sendiri,pembicaraan kacau dan
terkadang tidak masuk akal, tidak dapat membedakan hal yang nyata dan
tidak nyata, menarik diri dan menghindar dari orang lain, disorientasi, tidak
bisa memusatkan perhatian atau konsentrasi menurun, perasaan curiga,
takut,gelisah, bingung, ekpresi wajah tegang, muka merah dan pucat,tidak
mampu melakukan aktifitas mandiri dan kurang mengontrol diri,
menunjukan perilaku, merusak diri dan lingkungan.

2) Halusinasi penglihatan
Data subyektif :
Klien akan menunjuk- nunjuk kearah tertentu, akan merasa ketakutan
terhadap sesuatu yang tidak jelas.
Data obyektif :
Klien melihat bayangan seperti melihat hal-hal yang lain hantu atau lainya
yang sebenarnya tidak ada.

8
3) Halusinasi penghidu
Data Subyektif :
Klien membau-bauan seperti merasakan bau darah,urine kadang- kadang
bau terasa menyenangkan.
Data Objektif :
Klien menghidung seperti sedang membaui bau-bauan tertentu klie akan
menutup hidung.

4) Halusinasi pengecap
Data Subyektif : Klien merasakan seperti rasa darah, urin atau yang lainya
dalam mulutnya.
Data Obyektif : Klien sering meludah, dan muntah- muntah tanpa sebab.

5) Halusinasi Perabaan
Data Subyektif : Klien mengatakan merasa ada hewan atau ada sesuatu yang
melekat pada permukaan kulitnya.
Data Obyektif : Klien sering mengusap-usap kulitnya berharap hewan atau
yang lainya pergi dari kulitnya.

2.6. Penilaian terhadap setresor

1) Kognitif : tidak dapat berpikir logis, inkoheren, disorientasi, gangguan


memori jangka pendek maupun jangka panjang, konsentrasi rendah,
kekacauan alur pikir, ketidakmampuan mengambil keputusan, fligh of idea,
gangguan berbicara dan perubahan isi piker
2) Afektif : tidak spesifik, reaksi kecemasan secara umum, kegembiraan yang
berlebihan, kesedihan yang berlarut dan takut yang berlebihan, curiga yang
berlebihan dan defensif sensitive
3) Fisiologis : pusing, kelelahan, keletihan, denyut jantung meningkat,
keringat dingin, gangguan tidur, muka merah/tegang, frekuensi napas

9
meningkat, ketidakseimbangan neurotransmitter dopamine dan serotonine.
4) Perilaku : berperilaku aneh sesuai dengan isi halusinasi, berbicara dan
tertawa sendiri, daya tilik diri kurang, kurang dapat mengontrol diri,
penampilan tidak sesuai, perilaku yang diulang-ulang, menjadi agresif,
gelisah, negatif, melakukan pekerjaan dengan tidak tuntas, gerakan
katatonia, kaku, gangguan ekstrapiramidal, gerakan mata abnormal,
grimacvin, gaya berjalan abnormal, komat-kamit, menggerakkan bibir tanpa
adanya suara yang keluar
5) Sosial: ketidak mampuan untuk berkomunikasi, acuh dengan lingkungan,
penurunan kemampuan bersosialisasi, paranoid, personal hygiene jelek,
sulit berinteraksi dengan orang lain, tidak tertarik dengan kegiatan yang
sifatnya menghibur, penyimpangan seksual dan menarik diri.

2.7. Psikopatologi

Proses terjadinya halusinasi diawali dari atau dengan orang yang menderita
halusinasi akan menganggap sumber dari hasilnya berasal dari lingkungan atau
stimulus eksternal (Yosep, 2011). Pada fase awal masalah itu menimbulkan
peningkatan kecemasan yang terus dan sistem pendukung yang kurang akan
menghambat atau membuat persepsi untuk membedakan antara apa yang
dipikirkan dengan perasaan sendiri menurun.
Meningkatnya pada fase Comforting, klien mengalami emosi yang berlanjut
seperti cemas, kesepian, perasaan berdosa dan sensorinya dapat dikontrol bila
kecemasan dapat diatur. Pada fase ini klien cenderung merasa nyaman dengan
halusinasinya. Pada fase conderming klien mulai menarik diri. Pada fase
controlling klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya berhenti. Pada fase
conquering klien lama kelamaan sensorinya terganggu, klien merasa terancam
dengan halusinasinya terutama bila tidak menuruti perintahnya.
Gambar II.1 Psikopatologis, Neurobologi

10
Faktor Predisposisi

Biologi Psikologi Sosial


budaya
Stresor Presipitasi

Sifat Asal Waktu Jumlah

Penilaian Terhadap Stresor

Kognitif Afektif Fisiologis perilaku sosial Sumber-sumber Koping

Kemampuan Personal Dukungan Sosial Aset Materi Keyakinan positif

Mekanisme Koping

Construtive Destructive

Rentang Respon

Respon adaptif Respon maladaptif

2.8. Rentang Respon

Gambar II.2 Rentang respon

Adaptif Maladaptif

11
1. Respon adaptif
a. Pikiran logis a. proses pikir a. Waham, Halusinasi
b. Persepsi akurat terganggu b. Kerusakan proses
c. Emosi konsistensi b. Ilusi emosi
dengan Pengalaman c. Emosi berlebihan c. Perilaku tidak
d. Perilaku cocok terorganisasi
d. Perilaku yang tidak
e. Hubungan social biasa d. Isolasi sosial
humoris
e. Menarik diri

a. Respon adaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut (Yusuf,


Rizki & Hanik, 2015) Meliputi :

1) Pikiran logis berupa pendapat atau pertimbangan yang dapat di terima


akal.

2) Persepsi akurat berupa pandangan dari seseorang tentang sesuatau


peristiwa secara cermat dan tepat sesuai perhitungan.

3) Emosi konsisten dengan pengalaman berupa ke mantepan perasaan jiwa


yang timbul sesuai dengan peristiwa yang pernah di alami.

4) Perilaku sesuai dengan kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan


dengan individu tersebut di wujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan
yang tidak bertentangan denagn moral.

5) Hubungan sosial dapat di ketahui melalui hubungan seseorang dengan


orang lain dalam pergaulan di tengah masyarakat.

b. Respon maladaptive
Respon maladaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut (Yusuf, Rizki &
Hanik, 2015) meliputi :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh di pertahankan

12
walaupun tidak di yakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial.
2) Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang
salah terhadap rangsangan.
3) Tidak mampu mengontrol emosi berupa ketidak mampuan atau
menurunya kemampuan untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan,
keakraban, dan kedekatan.
4) Ketika teraturan perilaku berupa ketidak selarasan antara perilaku dan
gerakan yang di timbulkan.
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang di alami oleh individu
karna orang lain menyatakan sikap yang negativ dan mengancam

2.9. Penatalaksaaan medis

Terapi dalam jiwa bukan hanya meliputi pengobatan dan farmakologi, tetapi
juga pemberian psikoterapi, serta terapi modalitas yang sesuai dengan gejala atau
penyakit klien yang akan mendukung penyembuhan klien jiwa. Pada terapi
tersebut juga harus dengan dukungan keluarga dan sosial akan memberikan
peningkatan penyembuhan karena klien akan merasa berguna dalam masyarakat
dan tidak merasa diasingkan dengan penyakit yang di alaminya (Kusmawati &
Hartono, 2010).
1) Psikofarmakologis
Farmakoterapi adalah pemberian terapi dengan menggunakan obat. Obat
yang digunakan untuk gangguan jiwa disebut dengan psikofarmaka atau
psikotropika atau pherentropika. Terapi gangguan jiwa dengan
menggunakan obat-obatan disebut dengan psikofarmakoterpi atau medikasi
psikotropika yaitu obat yang mempunyai efek terapeutik langsung pada
proses mental penderita karena kerjanya pada otak / sistem saraf pusat. Obat
bias berupa haloperidol, Alprazolam, Cpoz, Trihexphendyl.

13
2) Terapi Somatis
Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan ganggua
jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladatif menjadi perilaku
adaptif dengan melakuakn tindakan yang di tujukan pada kondisi fisik
kien.Walaupun yang di beri perilaku adalah fisik klien,tetapi target adalah
perilaku klien. Jenis somatic adalah meliputi pengingkatan, terapi kejang
listrik,isolasi, dan fototerapi.
a. Pengikatan
Pengikatan adalah terapi menggunakan alat mekanik atau manual untuk
membatasi mobilitas fisik klien yang bertujuan untuk melindungi cedera
fisik sendiri atau orang lain.
b. Terapi kejang listrik / Elekrto convulsive Therapy (ECT)
Adalah bentuk terapi pada klien dengan menimbulkan kejang (grandma)
dengan mengalirkan arus listrik kekuatan rendah (2- 8joule) melalui
elektroda yang ditempelkan beberapa detik pada pelipis kiri / kanan
(lobus frontal) klien (Stuart, 2007).

3) Terapi Modalitas
Terapi Modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa.Tetapi
diberikan dalam upaya mengubah perilaku klien dan perilaku yang
maladaftif menjadi perilaku adaftif.Jenis terapi modalitas meliputi
psikoanalisis, psikoterapi.terapi perilaku kelompok, terapi keluarga, terapi
rehabilitas, terapi psikodrama, terapi lingkungan (Stuart, 2007).

2.10. Pohon Masalah

Risiko perilaku kekerasan………………………Effect

Gangguan Sensori Persepsi Hauisinasi Pendengaran …Core problem

14
Isolasi sosial ……………………………………Causa

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

Gambar II.2 Pohon masalah Keliat (2005).

2.11. Asuhan Keperawatan Teoritis Halusinasi

1. Pengkajian

Menurut Stuart dan Laraia pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar
utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data
dan perumusan kebutuhan, atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi
data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Data pengkajian kesehatan jiwa
dapat dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian
terhadap stressor, sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki klien
(Keliat, 2005).

Untuk dapat menjaring data yang diperlukan umunya, dikembangkan


formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar memudahkan dalam
pengkajian. Isi pengkajian meliputi :

a. Identitas klien
b. Keluhan utama atau alasan masuk
c. Faktor predisposisi
d. Aspek fisik atau biologis
e. Aspek psikososial
f. Status mental
g. Kebutuhan persiapan pulang
h. Mekanisme koping

15
i. Masalah psikososial dan lingkungan
j. Pengetahuan
k. Aspek medik
Kemudian data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua macam
sebagai berikut :
a) Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan
melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.
b) Data subjektif ialah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan
keluarga. Data ini diperoleh melalui wawancara perawat kepada klien dan
keluarga. Data yang langsung didapat oleh perawat disebut sebagai data
primer, dan data yang diambil dari hasil catatan tim kesehatan lain sebagai
data sekunder.
Perawat dapat menyimpulkan kebutuhan atau masalah klien dari kelompok
data yang dikumpulkan. Kemungkinan kesimpulan adalah sebagai berikut :
1) Tidak ada masalah tetapi ada kebutuhan
a. Klien tidak memerlukan peningkatan kesehatan, tetapi hanya
memerlukan pemeliharaan kesehatan dan memerlukan tindak lanjut
secara periodik karena tidak ada masalah serta klien telah
mempunyai pengetahuan untuk antisipasi masalah.
b. Klien memerlukan peningkatan kesehatan berupa upaya prevensi dan
promosi, sebagai program antisipasi terhadap masalah.
2) Ada masalah dengan kemungkinan
a. Resiko terjadi masalah karena sudah ada faktor yang dapat
menimbulkan masalah.
b. Aktual terjadinya masalah disertai data pendukung.
3) Data yang diperoleh kemudian dikelompokkan dan perawat langsung
merumuskan masalah keperawatan dan masalah kolaboartif. Menurut
FASID pada tahun 1983 dan INJF di tahun 1996, umumnya sejumlah
masalah klien saling berhubungan serta dapat digambarkan sebagai
pohon masalah (Keliat, 2005).

16
2. Diagnosa keperawatan
1) Gangguan persepsi sensori : Halusinasi Penglihatan dan Pendengaran

2) Isolasi Sosial : Menarik Diri

3) Gangguan Konsep diri : Harga diri rendah

4) Resiko Perilaku Kekerasan

3. Rencana tindakan keperawatan

Dx: Gangguan persepsi sensori halusinasi


Tujuan umum: klien tidak mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan
Tujuan Khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Intervensi :

a. Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/


komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara
verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan
nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan
pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima
klien apa adanya.

b. Dorong klien mengungkapkan perasaannya.

c. Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.

2) Klien dapat mengenal halusinasinya.


Intervensi :

a. Adakan kontak sering dan singkat.

17
b. Observasi segala perilaku klien verbal dan non verbal yang
berhubungan dengan halusinasi.

c. Terima halusinasi klien sebagai hal yang nyata bagi klien, tapi
tidak nyata bagi perawat.

d. Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan dan tidak


menimbulkan situasi.

e. Diskusikan dengan klien faktor predisposisi terjadinya halusinasi.

3) Klien dapat mengontrol halusinasi.

Intervensi :

Diskusikan dengan klien tentang tindakan yang dilakukan bila


halusinasinya timbul.

4) Klien dapat memanfaatkan obat dalam mengontrol halusinanya.

Intervensi :

a. Diskusikan dengan klien tentang cara memutuskan halusinasinya.


b. Dorong klien menyebutkan kembali cara memutuskan halusinasi.
c. Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan
kembali cara memutuskan halusinasinya.

5) Klien mendapat sistem pendukung keluarga dalam mengontrol


halusinasinya.

Intervensi :

a. Diskusikan dengan klien tentang cara memutuskan halusinasinya.

b. Dorong klien menyebutkan kembali cara memutuskan halusinasi.

18
c. Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan
kembali cara memutuskan halusinasinya.

d. Diskusikan dengan klien tentang obat untuk mengontrol


halusinasinya.

e. Kaji kemampuan keluarga tentang tindakan yg dilakukan dalam


merawat klien bila halusinasinya timbul.

f. Diskusikan juga dengan keluarga tentang cara merawat klien yaitu


jangan biarkan klien menyendiri, selalu berinteraksi dengan klien,
anjurkan kepada klien untuk rajin minum obat, setelah pulang
kontrol 1 x dalam sebulan.

4. Implementasi

a. Strategi pelaksanaan klien

Sp pasien:

1) SP 1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi (isi, frekuensi,


waktu), mengajarkan bahwa suara itu tidak nyata, bagaimana
respon dia, bsagaimana respon orang lain ketika halusinasinya
timbul, menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi, mengajarkan
pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama: menghardik
halusinasi.
2) SP 2 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara
kedua:bercakap-cakap dengan orang lain
3) SP 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara
ketiga: melaksanakan aktivitas terjadwal
4) SP 4 Pasien: Melatih pasien menggunakan obat secara teratur

b. Strategi pelaksanaan keluarga

19
1) SP 1 Keluarga : Pendidikan Kesehatan tentang pengertian
halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala
halusinasi dan cara-cara merawat pasien halusinasi.
2) SP 2 Keluarga: Melatih keluarga praktek merawat pasien
langsung dihadapan pasien
3) SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga

5. Evaluasi

a. Evaluasi pasien

Asuhan keperawatan klien dengan halusinasi berhasil jika klien


menunjukkan kemampuan mandiri untuk mengontrol halusinasi dengan cara
yang efektif yang dipilihnya. Klien juga diharapkan sudah mampu
melaksanakan program pengobatan berkelanjutan mengingat sifat
penyakitnya yang kronis

Evaluasi asuhan keperawatan berhasil jika keluarga klien juga


menunjukkan kemampuan menjadi sistem pendukung yang efektif untuk
klien mengatasi masalah gangguan jiwanya. Kemampuan merawat di rumah
dan menciptakan lingkungan kondusif bagi klien di rumah menjadi ukuran
keberhasilan asuhan keperawatan, di samping pemahaman keluarga untuk
merujuk ke fasilitas kesehatan yang sesuai jika muncul gejala-gejala relaps.

b. Evaluasi keluarga

Keluarga merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan


asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi. Dukungan keluarga
selama pasien di rawat di rumah sakit sangat dibutuhkan sehingga pasien
termotivasi untuk sembuh. Demikian juga saat pasien tidak lagi dirawat di
rumah sakit (dirawat di rumah). Keluarga yang mendukung pasien secara

20
konsisten akan membuat pasien mampu mempertahankan program
pengobatan secara optimal. Namun demikian jika keluarga tidak mampu
merawat pasien, pasien akan kambuh bahkan untuk memulihkannya lagi
akan sangat sulit. Untuk itu perawat harus memberikan pendidikan
kesehatan kepada keluarga agar keluarga mampu menjadi pendukung yang
efektif bagi pasien dengan halusinasi baik saat di rumah sakit maupun di
rumah. Tindakan keperawatan yang dapat diberikan untuk keluarga pasien
halusinasi adalah:

1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien

2) Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis


halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses
terjadinya halusinasi, dan cara merawat pasien halusinasi.

3) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara


merawat pasien dengan halusinasi langsung di hadapan pasien

4) Buat perencanaan pulang dengan keluarga

21
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1. Skenario Kasus

Tn.D umur 33 tahun,masuk RSJ pada tanggal 20 Oktober 2019, sebelumnya


klien sudah pernah dirawat di RSJ pada bulan mei 2019 dan pulang kerumah
karena kondisi sehat dan diperbolehkan pulang oleh dokter. Klien masuk lagi RSJ
diantar oleh keluarga dengan keluhan sering ngoceh- ngoceh sendiri, keluarga
juga mengatakan klien keluar rumah dan sering keluyuran, satu bulan sebelum
dibawa kerumah sakit klien tidak mau minum obat, klien sering marah – marah
dengan keluarga karena tidak mau minum obat. I hari sebelum masuk rumah sakit
klien memukul ayahnya karna ayahnya menyuruh klien untuk minum obat dan
tidak boleh keluyuran di luar rumah.

Perawat melakukan pengkajian tanggal 21 oktober 2019 di ruang yudistira,


klien mengatakan sering mendengar suara – suara yang menyuruh klien untuk
pergi dari RSJ, klien mengatakan suara – suara itu semakin sering di dengar bila
klien sendirian, klien mengatakan suara – suara itu sering terdengar di waktu
malam hari yang membuat klien ketakutan, suara- suara itu datang selama kurang
lebih 30 menit, klien menutup telinga dan mata bila suara itu datang. Klien
mengatakan malas untuk bercerita dengan orang lain karna tidak ada yang bisa
mengerti klien, klien mengatakan sedih semenjak ibunya meninggal satu bulan
yang lalu,klien merasa menyesal tidak bisa membantu mengurus ibunya yang
sakit, klien merasa tidak berguna karna tidak bisa membahagiakan ibunya
sebelum meninggal. berdasarkan observasi klien tampak sering mondar mandir,
klien tampak sering komat kamit, pembicaraan cepat, inkoheren, agitasi,
kompulsif, afek labil, Flight of idea. Klien senang menyendiri, tidak mau bergaul
dan sering bicara dan tertawa sendiri, klien mengatakan sering mendengar suara
yang menyuruh klien berantem sehingga membuat klien marah. Klien tampak
menutup telinga, klien menunjuk kearah tertentu, dan klien tampak ketakutan bila

22
halusinasinya muncul, klien lebih banyak menyendiri,berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik TD 120/80 mmHg, RR 20x/mnt, N 88 x/mnt, pada saat di tanya
klien juga mengatakan masih kesal sama ayahnya yang melarang klien untuk
keluar rumah.

1. Apa masalah utama dari kasus di atas


2. Dari kasus diatas masalah2 apa saja yang muncul?

3.2. Step 1 (Klarifikasi Istilah Sulit)

1. Agitasi

Suatu kecemasan berat yang disertai kegelisahan motorik.

2. Kompulsif

Suatu gangguan anxeietas (kecemasan) di mana pikiran dipenuhi


dengan pikiran yang menetap dan tidak dapat dikendalikan dan individu
dipaksa untuk terus-menerus mengulang tindakan tertentu,
menyebabkan distress yang signifikan dan mengganggu keberfungsian
sehari-hari.

3. Flight of idea

Pembicaraan yang melompat dari satu topik ke topik lainnya,


masih ada hubungan yang tidak logis dan tidak sampai pada tujuan.

4. Inkoheren

Suatu tindakan pembicaraan yang tidak logis sehingga sulit


dipahami.

5. Afek labil

Perubahan irama perasaan cepat dan tiba-tiba tidak berhubungan


stimuli eksternal.

23
3.3. Step 2 (Identifikasi Masalah)

1. Apakah pada ODGJ apabila sembuh harus tetap minum obat?

2. Apa yang menyebabkan pasien mendengarkan suara suara saat sendiri/


malam hari, apa pengaruhnya?

3. Bagaimana peran perawat terhadap pasien yang mengalami flight of


idea,agitasi,kompulsif?

4. Bagaimana peran perawat terhadap keluarga yang memiliki anggota


keluarga dengan gangguan jiwa?

5. Apa faktor lain pasien kambuh, selain minum obat?

6. Bagaimana peran perawat dalam mengatasi ketakutan pasien?

7. Bagaimana hubungan duka yang berkepanjangan dengan timbulnya


halusinasi?

8. Bagaimana cara seorang perawat menarik perhatian pasien yang seperti


pada kasus yaitu menyendiri?

9. Apa saja faktor yang memperberat halusinasi pasien?

10. Bagaimana intervensi untuk pasien dengan halusinasi pendengaran?

11. Adakah hal yang harus dilakukan Tn. D untuk mengatasi timbulnya
halusinasi?

12. Bagaimana proses terjadinya halusinasi pendengaran?

3.4. Step 3

1. Menurut dr Jaya Mualimin, Samarinda dari rsj Atma Husada, rata rata
pasien dengan gangguan jiwa harus mengonsumsi obat seumur hidupnya

24
agar gangguan jiwanya tidak kambuh. Obat yang diberikan kepada pasien
setiap hari meliputi obat antistres,antidepresi,anticemas,mood stabilizer,anti
gangguan emosi,obat tidur,antiobsesi kompulsit,vitamin otak dan obat
lainnya. Pasien gangguan jiwa pun tidak mengenal kata sembu, melainkan
pulih,artinya setiap orang yang telah dinyatakan mengalami gangguan jiwa
hanya dapat pulih dari gejala awalnya pasien tersebut alami gangguan jiwa,
sehingga menyebabkan pasien gangguan jiwa harus rutin minum obat agar
tidak mengakibatkan kekambuhan.
2. Karena tidak ada teman komunikasi, dan saat itu suasana sunyi, puncaknya
terjadi pada malam hari. Dan pada saat sendiri, pasien sedih, tidak enak
sehingga timbul halusinasi
3. Hal pertama yang harus dilakukan yang melakukan pendekatan terhadap
pasien, berusaha memfokuskan pasien ke satu topic dan perhatikan intonasi
yang pasien ucapkan.
4. LO
5. Faktor yang melindungi seseorang dari kambuh yaitu , tubuh yang sehta,
minum obat teratur, kemampuan mengatasi masalah dan adanya dukungan
sosial.
6. LO
7. Pada kasus Tn. D tersebut, pasien mengalami halusinasi yang biasa disebut
skizofrenia. Halusinasi juga bisa menyebabkan stress, stress berasal dari
dalam dirinya sendiri missal pasien berfikiran negative atau menyalahkan
dirinya sendiri, atau menyalahkan dirinya sendiri akibat duka kehilangan
ibunya. Apabila pasien dalam jangka waktu panjang dan juga tidak
didukung pengobatan secara optimal, maka akan sangat mempengaruhi
kesehatan jiwa seseorang (Nurjannah ,2008)
Pasien yang mengalami halusinasi sering mendengar suara suara dari luar
baik jelas maupun tidak jelas. Gejala tersebut apabila tidak mendapat
penanganan secara baik akan sangat beresiko munculnya gangguan dalam
diri seseorang khusunya resiko mencederai diri,orang lain dan lingkungan.
(Damaiyanthi,2012).

25
8. Sama seperti peran perawat jiwa untuk kasus seperti pasien Tn.D , yang
perlu dilakukan perawat yaitu melakukan standard asuhan keperawatan
yang mencakup penerapan strategi pelaksanaan halusinasi yaitu mencakup
kegiatan mengenal halusinasi, menghardik, bercakap cakap dan melakukan
aktivitas jadwal serta minum obat (kelliat,dkk 2010).
Untuk pasien Tn.D dengan kasus menyendiri, bisa dilakukan dengan
pendekatan yaitu berkomunikasi. Mengetahui hal hal apa yang disukai
pasien, lalu menyarankan kativitas aktivitas yang disukai.
9. Faktor yang memperberat antara lain ketidakpatuhan minum obat yang akan
menghambat pemulihan pasien, tidak adanya dukungan dari pihak keluarga
maupun lingkungan terhadap kondisi pasien.
10. Intervensi halusinasi pendengaran :
a. Bila hubungan saling percaya
b. Adakan kontak yang sering dan singkat secara bertahap
c. Observasi tingkahlaku klien terkait halusinansinya
d. Tanyakan keluhan yang dirasakan klien
e. Jika klien tidak sedang berhalusinasi,klarifikasi tentang adanya
pengalaman halusinasi
11. Hal utama dalam mengatasi halusinasi agar tidak kambuh yaitu dengan
selalu berpikir positif.
Untuk perawat :
Berikut adalah langkah langkah memperkuat keterampilan pasien dalam
mengatasi halusinasi

1) Pelajari seluk beluk penyakit halusinasi


2) Bantu agar pasien mau menyadari atau mengakui penyakitnya
3) Pelajari tanda tand awal kambuh dan faktor
4) Hindari situasi yang sering menimbulkan stress
5) Melakukan kegiatan yang menyenangkan dan membuat terlibat dalam
kegiatan
6) Melakukan latihan agar bisa santai dan rileks

26
7) Terlibat dalam pertemuan grup sesama penderita jiwa yang mulai pulih
8) Melakukan kegiatan pekerjaan rumah
9) Merawat binatang peliharaan
10) Melakukan kegiatan kebajikan sederhana
12. LO

3.5. Step 4

DEFINISI KLASIFIKASI

ETIOLOGI ASKEP

HALUSINASI

MANIFESTASI POHON

KLINIS MASALAH

PENATALAKSANAAN FAKTOR PREDISPOSISI &

PRESIPITASI

3.6. Step 5

LO KASUS

1. Masalah utama pada kasus adalah Halusinasi.


2. a) Gangguan persepsi sensori b.d gangguan pendengaran
b) Isolasi sosial b.d perubahan status mental
c) Perilaku kekerasan b.d ketidakmampuan mengendalikan dorongan marah

27
LO STEP 2

4. Memberikan terapi psikoedukasi kepada keluarga yang memiliki anggota


ODGJ seperti memberikan dukungan kepada keluarga dalam upaya
menurunkan angka kekambuhan atau serangan berulang pada penyakit
yang diderita contohnya memberi tau apa saja faktor pemicu penyakit pada
pasien dan mengedukasi keluarga tentang penyakit dan pengobatan.
6. Mendiskusikan kepada klien bagaimana cara menghadapi ketakutan, ajarkan
klien untuk tenang dalam situasi apapun, coba untuk teknik relaksasi nafas
dalam, kenali apa saja pemicu kecemasan / ketakutan klien, beritahu untuk
menjauhi stress, berfikir positif, beritahu klien jika memerlukan bantuan.
12. Dalam halusinasi terdapat 4 fase diantaranya :
a) Fase 1 : Comforting : Ansietas Sedang : halusinasi menyenangkan.
Karakteristik : Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas,
kesepian, rasah bersalah, takut, dan mencoba untuk berfokus pada
pikiran menyenangkan untuk meredakan ansietas. Individu mengenali
bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori berada dalam kendali
kesadaran jika ansietas dapat ditangani.
b) Fase II : Condemning : Ansietas Berat : Halusinasi menjadi
menjijikkan.
Karakteristik : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien
mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak
dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Klien mungkin mengalami
dipermalukan oleh pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain.
c) Fase III : Controlling : Ansietas berat : Pengalaman sensori menjadi
berkuasa
Karakteristik : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap
halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi
menarik. Klien mungkin mengalami pengalaman kesepian jika sensori
halusinasi berhenti.

28
d) Fase IV : Conquering : Panik : Umumnya menjadi melebur dalam
halusinasi.
Karakteristik : pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien
mengikuti perintah halusinasi. Halusinasi berakhir dari beberapa jam
atau hari jika tidak ada intervensi terapeutik.

3.7. Asuhan Keperawatan Jiwa

A. Identitas Klien
Nama : Tn.D (Laki-laki)
Umur : 33 Tahun
No. CM :-
Tanggal MRS : 20 Oktober 2019
Tanggal Masuk
Ruang I : yudistira
Ruang II :-
Ruang III :-
Tanggal pengkajian : 21 oktober 2019
Alamat :-

B. Alasan Masuk / Faktor Presipitasi

Klien masuk lagi RSJ diantar oleh keluarga dengan keluhan sering
ngoceh- ngoceh sendiri, keluarga juga mengatakan klien keluar rumah
dan sering keluyuran, satu bulan sebelum dibawa kerumah sakit klien
tidak mau minum obat, klien sering marah – marah dengan keluarga
karena tidak mau minum obat. I hari sebelum masuk rumah sakit klien
memukul ayahnya karna ayahnya menyuruh klien untuk minum obat dan
tidak boleh keluyuran di luar rumah.

29
C. Faktor Predisposisi

1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu?

YA

TI TIDAK

2. Pengobatan sebelumnya?
B Berhasil Ti Tidak berhasil

K Kurang berhasil

3. Trauma ( Tidak terkaji )


Usia Pelaku Korban Saksi

Aniaya fisik ........... ........... ........... ...........

Aniaya seksual ........... ........... ........... ...........

Penolakan ........... ........... ........... ...........

Kekerasan ........... ........... ........... ...........

dalam keluarga

Tindakan ........... ........... ........... ...........

criminal

4. Anggota keluarga yang gangguan jiwa ( Tidak terkaji )


YA

TIDAK

Jika ada

Hubungan keluarga :-

5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan


klien mengatakan sedih semenjak ibunya meninggal satu bulan yang
lalu,klien merasa menyesal tidak bisa membantu mengurus ibunya yang

30
sakit, klien merasa tidak berguna karna tidak bisa membahagiakan ibunya
sebelum meninggal.
Masalah Keperawatan:-

D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda Vital

TD : 120/80 mmHg

N : 88 kali / menit

S :-

RR : 20 kali / menit

2. Ukur ( Tidak terkaji )

BB : ..................... Kg

TB : ..................... cm

3. Keluhan fisik ( Tidak terkaji )

Masalah Keperawatan: -

E. PSIKOSOSIAL ( Tidak terkaji )


1. Genogram
Jelaskan :
Masalah Keperawatan: -
Konsep Diri:
a. Citra Tubuh : -
b. Identitas :-
c. Peran :-
d. Ideal Diri : -

31
e. Harga Diri : -
Masalah Keperawatan:-
1. Hubungan social
a. Orang yang berarti : Ibu Klien
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat : -
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Klien lebih banyak menyendiri.Klien mengatakan malas untuk bercerita
dengan orang lain karna tidak ada yang bisa mengerti klien.
Masalah Keperawatan:
1. Isolasi sosial
2. Spiritual ( Tidak terkaji )
a. Nilai dan keyakinan : -
b. Kegiatan ibadah : -
Masalah Keperawatan: -

F. STATUS MENTAL

1. Penampilan ( Tidak terkaji )

Bagaimana penampilan klien dalam hal berpakaian, mandi, toileting,


dan pemakaian sarana / prasarana atau instrumentasi dalam mendukung
penampilan, apakah klien: -

Tidak rapi

Penggunaan pakaian tidak sesuai

Cara berpakaian tidak seperti biasanya

Jelaskan : -

2. Pembicaraan
Cepat Apatis

32
Keras Lambat

Gagap Membisu

Inkoherensi Tidak mampu memulai

Pembicaraan

Jelaskan :
Klien tampak sering komat kamit, pembicaraan cepat, inkoheren, agitasi,
kompulsif, afek labil, Flight of idea.
Masalah Keperawatan:
1. Gangguan interaksi sosial

3. Aktivitas motoric
Lesu Tik

Tegang Grimasem

Gelisah Tremor

Agitasi Kompulsif

Jelaskan : -

Masalah Keperawatan: -

4. Alam perasaan
Sedih Khawatir

Ketakutan Gembira berlebihan

Putus asa

Masalah Keperawatan:

1. Risiko Mutilasi diri

33
5. Afek( Tidak terkaji )
Datar Labil

Tumpul Tidak sesuai

Jelaskan:

Masalah Keperawatan:-

6. Interaksi selama wawancara ( Tidak terkaji )


Bermusuhan Kontak mata kurang

Tidak kooperatif Curiga

Mudah tersinggung

Jelaskan: -

Masalah Keperawatan:-

7. Persepsi – Sensorik

Halusinasi : Ada

Pendengaran Pengecapan

Penglihatan Penghidu

Perabaan

Jelaskan

a. Data Subjektif

Isi Halusinasi :
Klien mengatakan sering mendengar suara – suara yang menyuruh
klien untuk pergi dari RSJ, klien mengatakan suara – suara itu semakin
sering di dengar bila klien sendirian, klien mengatakan suara – suara itu
sering terdengar di waktu malam hari yang membuat klien ketakutan

34
Frekuensi :
Klien mengatakan suara – suara itu semakin sering di dengar bila klien
sendirian sering terdengar di waktu malam hari
Waktu : 30 menit
Situasi saat muncul :
Klien ketakutan,dan klien mengatakan sering mendengar suara yang
menyuruh klien berantem sehingga membuat klien marah.
Respon pasien :
Klien tampak menutup telinga, klien menunjuk kearah tertentu, dan
klien tampak ketakutan bila halusinasinya muncul

b. Data Objektif :
Klien tampak menutup telinga, klien menunjuk kearah tertentu,klien
tampak ketakutan bila halusinasinya muncul, klien tampak sering komat
kamit, pembicaraan cepat, inkoheren, agitasi, kompulsif, afek labil, dan
Flight of idea

Masalah Keperawatan:

Gangguan Persepsi-sensori: pendengaran

8. Isi piker ( Tidak terkaji )

Obesi Depersonalisasi

Phobia Ide yang terkait

Hipokondria Pikiran magis

Waham :

Agama Nihilistik

Somatik Sisip pikir

Kebesaran Siar pikir

35
Curiga Kontrol pikir

Jelaskan :-

Masalah Keperawatan:

9. Proses pikir
Circumstansial Flight of idea
Tangensial Blocking
Kehilangan asosiasi Pengulangan
pembicaraan/ perseverasi
Jelaskan :-

Masalah Keperawatan:-

10. Tingkat Kesadaran( Tidak terkaji )


Bingung Disorientasi waktu

Sedasi Disorientasi orang

Stupor Disorientasi tempat

Jelaskan:-

Masalah Keperawatan:-

11. Memori( Tidak terkaji )


Gangguan daya ingat Gangguan daya ingat saat
ini
jangka panjang

Gangguan daya ingat Konfabulasi

jangka pendek

Jelaskan :-

Masalah Keperawatan:

36
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung( Tidak terkaji )
Mudah beralih

Tidak mampu berkonsentrasi

Tidak mampu berhitung sederhana

Jelaskan :-

Masalah Keperawatan:-

13. Kemampuan penilaian( Tidak terkaji )


Gangguan ringan

Gangguan bermakna

Jelaskan :-

Masalah Keperawatan:-

14. Daya Tilik Diri( Tidak terkaji )


Mengingkari penyakit yang diderita

Menyalahkan hal-hal di luar dirinya

Jelaskan :-

Masalah Keperawatan:-

F. Kebutuhan Perencanaan Pulang ( Tidak terkaji )


1. Kemampuan klien memenuhi kebutuhan
2. Kegiatan hidup sehari-hari
a. Perawatan diri

Jelaskan :-

Masalah Keperawatan:-

37
Nutrisi ( Tidak terkaji )

Apakah anda puas dengan pola makan anda?

Ya

Tidak

Frekuensi makan sehari : .......... kali

Frekuensi kedapan sehari : .......... kali

Nafsu makan :

Meningkat Berlebihan

Menurun Sedikit – sedikit

Berat badan :

Meningkat

Menurun

BB terendah : .......... Kg BB tertinggi : .......... Kg

Jelaskan :-

Masalah Keperawatan: -

b. Tidur ( Tidak terkaji )

Apakah ada masalah tidur ? YA / TIDAK

Apakah merasa segar setelah bangun tidur ? YA / TIDAK

Apakah ada kebiasaan tidur siang? YA / TIDAK

Lama tidur siang : ........ Jam

Apa yang menolong tidur ?

Tidur malam jam : ............................WIB , berapa jam :

38
Apakah ada gangguan tidur ?

Sulit untuk tidur Terbangun saat tidur


Bangun terlalu pagi Gelisah saat tidur
Somnambulisme Berbicara saat tidur
Jelaskan :-

Masalah Keperawatan:-
c. Penggunaan Obat
Bantuan minimal Bantuan total

Jelaskan:-

d. Pasien memiliki sistem pendukung: Ya Tidak


Keluarga

Profesional/terapis

Teman sejawat

Kelompok sosial

Jelaskan:-

Masalah Keperawatan: -

e. Apakah pasien menikmati saat bekerja, kegiatan yang


menghasilkan atau hobi( Tidak terkaji )
Ya Tidak

Jelaskan:

3. Pemeliharaan Kesehatan ( Tidak terkaji )

Ya Tidak

Perawatan lanjutan

Sistem pendukung

Jelaskan:-

39
1. MEKANISME KOPING ( Tidak terkaji )
Adaptif: Maladaptif:

Bicara dengan orang lain Minum alcohol

Mampu menyelesaikan masalah Reaksi lambat/berlebih

Teknik relokasi Berkerja berlebihan

Aktivitas konstruktif Menghindar

Olah raga Menciderai diri

Lainnya: ............................ Menciderai orang lain

2. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


Masalah dengan dukungan kelompok/keluarga, uraikan

Masalah berhubungan dengan lingkungan, uraikan


Klien mengatakan malas untuk bercerita dengan orang lain karna tidak
ada yang bisa mengerti klien, Klien senang menyendiri, tidak mau
bergaul dan sering bicara dan tertawa sendiri
Masalah berhubungan dengan pendidikan, uraikan

Masalah berhubungan dengan pekerjaan, uraikan

Masalah berhubungan dengan perumahan, uraikan

Masalah berhubungan dengan ekonomi, uraikan

Masalah berhubungan dengan pelayanan kesehatan, uraikan

Masalah berhubungan dengan lainnya, uraikan

Masalah Keperawatan:

1. Isolasi sosial

3. PENGETAHUAN KURANG TENTANG ( Tidak terkaji )

40
Penyakit jiwa

Sistem pendukung

Faktor presipitasi

Penyakit fisik

Koping

Obat-obatan

Lainnya: -

Masalah Keperawatan: -

4. ASPEK MEDIS ( Tidak terkaji )

Diagnosis medis : -

Terapi medis :-

5. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori pendengaran
2. Gangguan interkasi sosial
3. Isolasi sosial
4. Perilaku kekerasan
5. Risiko mutilasi diri

6. Rencana Asuhan Keperawatan

Nama Pasien : Tn.D

Ruang : yudistira

No. M.R. :-

41
Nama Pengkaji : sri rahayu putri

NIM : G1B117007

Diagnosa
Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Gangguan Setelah tindakan a. Membantu pasien
persepsi keperawatan, pasien mengenali halusinasi
sensori mampu melakukan dengan cara berdiskusi
pendengaran hal berikut : dengan pasien tentang isi
1. Pasien mengenali halusinasi (apa yang
halusinasi yang didengar/dilihat), waktu
dialaminya. terjadi halusinasi, frekuensi
2. Pasien dapat terjadinya halusinasi,
mengontrol situasi yang menyebabkan
halusinasinya. halusinasi muncul, dan
3. Pasien mengikuti respons pasien saat
program halusinasi muncul.
pengobatan b. Melatih pasien mengontrol
secara optimal. halusinasi. Untuk
membantu pasien agar
mampu mengontrol
halusinasi, Anda dapat
melatih pasien empat cara
yang sudah terbukti dapat
mengendalikan halusinasi,
yaitu sebagai berikut.
1. Menghardik halusinasi.
2. Bercakap-cakap dengan
orang lain.
3. Melakukan aktivitas
yang terjadwal.

42
4. Menggunakan obat
secara teratur.

2. Gangguan Setelah tindakan a. Membina hubungan saling


interkasi keperawatan, pasien percaya.
sosial mampu melakukan b. Membantu pasien menyadari
hal berikut : perilaku gangguan interaksi
1. Membina sosial.
hubungan saling c. Melatih pasien berinteraksi
percaya. dengan orang lain secara
2. Menyadari bertahap.
penyebab
gangguan
interaksi sosial.
3. Berinteraksi

43
dengan orang
lain.

3. Isolasi sosial Setelah tindakan a. Membina hubungan saling


keperawatan, pasien percaya.
mampu melakukan 1. Mengucapkan salam
hal berikut : setiap kali berinteraksi
1. Membina dengan pasien.
hubungan saling 2. Berkenalan dengan
percaya. pasien, seperti
2. Menyadari perkenalkan nama dan
penyebab isolasi nama panggilan yang
sosial. Anda sukai, serta
3. Berinteraksi tanyakan nama dan
dengan orang nama panggilan pasien.
lain. 3. Menanyakan perasaan
dan keluhan pasien saat
ini.
4. Buat kontrak asuhan,
misalnya apa yang
Anda akan lakukan

44
bersama pasien, berapa
lama akan dikerjakan,
dan tempatnya di mana.
5. Jelaskan bahwa Anda
akan merahasiakan
informasi yang
diperoleh untuk
kepentingan terapi.
6. Setiap saat tunjukkan
sikap empati terhadap
pasien.
7. Penuhi kebutuhan dasar
pasien bila
memungkinkan.

b. Membantu pasien
menyadari perilaku isolasi
sosial.
1. Tanyakan pendapat
pasien tentang
kebiasaan berinteraksi
dengan orang lain.
2. Tanyakan apa yang
menyebabkan pasien
tidak ingin berinteraksi
dengan orang lain.
3. Diskusikan keuntungan
bila pasien memiliki
banyak teman dan
bergaul akrab dengan
mereka.

45
4. Diskusikan kerugian
bila pasien hanya
mengurung diri dan
tidak bergaul dengan
orang lain.
5. Jelaskan pengaruh
isolasi sosial terhadap
kesehatan fisik pasien.

c. Melatih pasien berinteraksi


dengan orang lain secara
bertahap.
1. Jelaskan kepada pasien
cara berinteraksi
dengan orang lain.
2. Berikan contoh cara
berbicara dengan orang
lain.
3. Beri kesempatan pasien
mempraktikkan cara
berinteraksi dengan
orang lain yang
dilakukan di hadapan
Anda.
4. Mulailah bantu pasien
berinteraksi dengan
satu orang
teman/anggota
keluarga.
5. Bila pasien sudah

46
menunjukkan
kemajuan, tingkatkan
jumlah interaksi dengan
dua, tiga, empat orang,
dan seterusnya.
6. Beri pujian untuk setiap
kemajuan interaksi
yang telah dilakukan
oleh pasien.
7. Siap mendengarkan
ekspresi perasaan
pasien setelah
berinteraksi dengan
orang lain. Mungkin
pasien akan
mengungkapkan
keberhasilan atau
kegagalannya. Beri
dorongan terus-
menerus agar pasien
tetap semangat
meningkatkan
interaksinya.

4. Perilaku Setelah tindakan a. Bina hubungan saling


kekerasan keperawatan, pasien percaya.
mampu melakukan 1. Mengucapkan salam
hal berikut : terapeutik.
1. Pasien dapat 2. Berjabat tangan.
mengidentifikasi 3. Menjelaskan tujuan

47
penyebab interaksi.
perilaku 4. Membuat kontrak
kekerasan. topik, waktu, dan
2. Pasien dapat tempat setiap kali
mengidentifikasi bertemu pasien.
tanda-tanda
perilaku b. Diskusikan bersama pasien
kekerasan. penyebab perilaku
3. Pasien dapat kekerasan saat ini dan masa
menyebutkan lalu.
jenis perilaku
kekerasan yang c. Diskusikan perasaan pasien
pernah jika terjadi penyebab
dilakukannya. perilaku kekerasan.
4. Pasien dapat 1. Diskusikan tanda dan
menyebutkan gejala perilaku
akibat dari kekerasan secara fisik.
perilaku 2. Diskusikan tanda dan
kekerasan yang gejala perilaku
dilakukannya. kekerasan secara
5. Pasien dapat psikologis.
menyebutkan 3. Diskusikan tanda dan
cara gejala perilaku
mencegah/mengo kekerasan secara sosial.
ntrol perilaku 4. Diskusikan tanda dan
kekerasannya. gejala perilaku
6. Pasien dapat kekerasan secara
mencegah/mengo spiritual.
ntrol perilaku 5. Diskusikan tanda dan
kekerasannya gejala perilaku
secara fisik, kekerasan secara

48
spiritual, sosial, intelektual.
dan dengan terapi
psikofarmaka. d. Diskusikan bersama pasien
perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan pada saat
marah secara:
1. verbal
2. terhadap orang lain
3. terhadap diri sendiri,
4. terhadap lingkungan.

e. Diskusikan bersama pasien


akibat perilakunya.

f. Diskusikan bersama pasien


cara mengontrol perilaku
kekerasan secara:
1. fisik, misalnya pukul
kasur dan batal, tarik
napas dalam;
2. obat
3. sosial/verbal, misalnya
menyatakan secara
asertif rasa marahnya
4. spiritual, misalnya
sholat atau berdoa
sesuai keyakinan
pasien.

g. Latih pasien mengontrol


perilaku kekerasan secara

49
fisik, yaitu latihan napas
dalam dan pukul
kasur/bantal, secara
sosial/verbal, secara
spiritual, dan patuh minum
obat.

h. Ikut sertakan pasien dalam


terapi aktivitas kelompok
stimulasi persepsi
mengontrol perilaku
kekerasan.

5. Risiko mutilasi Setelah tindakan 1. Bina hubungan saling


diri keperawatan, percaya. .
diharapkan risiko 2. Diskusikan bersama pasien
mutilasi diri tidak penyebab perilaku
terjadi kekerasan saat ini dan masa
lalu.
3. Diskusikan bersama pasien
perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan pada saat
marah
4. Diskusikan bersama pasien
akibat perilakunya.
5. Diskusikan bersama pasien
cara mengontrol perilaku
kekerasan secara:
6. Ikut sertakan pasien dalam
terapi aktivitas kelompok
stimulasi persepsi

50
mengontrol perilaku
kekerasan.

51
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Halusinasi adalah terganggunya persepsi sensori seseorang dimana tidak


terdapat stimulus. Perhatikan apakah termasuk ke dalam halusinasi penglihatan
(optic), halusinasi pendengaran (akustik), halusinasi pengecap (gustatorik),
halusinasi peraba (takti), halusinasi penciuman (olfaktori), halusinasi gerak
(kinestetik), halusinasi histerik, halusinasi hipnogogik, ataukah halusinasi viseral.
Adapun Faktor-faktor penyebab halusinasi : Faktor predisposisi (Faktor
perkembangan, Faktor sosiokultural, Faktor biokimia, Faktor psikologis, serta
Faktor genetic dan pola asuh).

Dan Faktor Presipitasi (Dimensi fisik, Dimensi emosional, Dimensi


intelektual, Dimensi sosial, Dimensi spiritual) Seseorang dapat dikatakan
mengalami gangguan presepsi halusinasi ketika muncul tanda gejala halusinasi
seperti : Bicara atau tertawa sendiri, Marah-marah tanpa sebab, Ketakutan kepada
sesuatu yang tidak jelas, Menghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu,
Sering meludah atau muntah, Mengaruk-ngaruk permukaan kulit seperti ada
serangga di permukaan kulit. Sehingga didapatkan diagnosa sebagai berikut:
isolasi social, resti pk, gangguan persepsi halusinasi, harga diri rendah kronis,
percobaan bunuh diri karena rasa bersalah.

4.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang bisa penulis berikan ialah
semoga makalah ini dapat di jadikan sebagai referensi pembelajaran dan
menambah pengetahuan konsep teori dan asuhan keperawatan pada pasien
halusinasi khususnya bagi mahasiswa atau masyarakat umum yang membacanya
serta dapat di jadikan referensi bagi institusi pendidikan khususnya prodi
keperawatan universitas jambi.

52
DAFTAR PUSTAKA

Kusumawati F & Hartono, Y, 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta :


Salemba Medika
Keliat, Budu Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. EGC,
Jakarta.
Keliat, Budu Anna. 2004. Keperawatan Jiwa Terapi Aktifitas Kelompok. EGC,
Jakarta.
Keliat , Budu Anna. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC. Jakarta.3
L. M. Azizah. (2011). Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu
PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta : PPNI
Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Stuart, Gail W.. (2007). Buku Saku keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC.
S. N. Ade Herma Direja. (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. PT. Refika Aditama, Bandung.
Yusuf, Ah. Fitryasari Rizky PK, dan Nihayati Endang Hanik. 2014. Buku Ajar
Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika
Yusuf, Ah. Fitryasari Rizky PK, dan Nihayati Endang Hanik. 2015. Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika

53

Anda mungkin juga menyukai