Isi (Lap - Tutor Jiwa) k1
Isi (Lap - Tutor Jiwa) k1
PENDAHULUAN
1
Secara umum makalah ini bertujuan untuk menjadi salah satu
sumber informasi atau pengetahuan mengenai konsep teori dan asuhan
keperawatan pada pasien halusinasi dalam blok keperawatan jiwa II.
2. Bagi institusi
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian
Persepsi adalah proses akhir dari pengamatan oleh proses pengindraan
(Sunaryo, 2004). Sensori adalah mekanisme neurologis yang terlibat dalam
pengindraan (Sunaryo, 2004). Gangguan persepsi sensori diantaranya adalah
halusinasi. Halusinasi diantaranya merasakan sensasi berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penghiduan tanpa stimulus nyata (Keliat, 2011).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran ) dan rangsangan ekternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa objek atau rangsangan
yang nyata. Sebagai contoh klien mendengarkan suara padahal tidak ada orang
yang berbicara ( Kusumawati & Hartono 2010).
Halusinasi pendengaran atau akustik adalah kesalahan dalam
mempersepsikan suara yang di dengar klien. Suara bisa menyenangkan, ancaman,
membunuh dan merusak (Yosep, 2007).
Berdasarkan pengertian halusinasi pendengaran diatas penulis
menyimpulkan bahwa halusinasi pendengaran adalah kesalahan mempersepsikan
rangsangan yang diterima oleh klien melalui indra pendengarannya yang
sebenarnya rangsangan tersebut tidak ada, tidak nyata dan tidak dapat dibuktikan.
2.2. Etiologi
3
tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi ,dan hilang percaya
diri.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak terima di lingkungan sejak bayi akan
membekas diingatkanya sampai dewasa dan di akan merasa
disingkirkan kesepian dan tidak percaya pada lingkungan.
c. Faktor Biokimia
Adanya stres yang berlebihan yang dialami oleh seseorang maka di
dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia buffofeno dan dimetytranferase sehingga
terjadi ketidak seimbangan asetilkolin dan dopamin.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian yang lemas dan tidak bertanggung jawab akan
mudah terjerumus pada penyalah gunaan zat adiktif. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dari alam nyata menuju alam khayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Hasil studi menunjukan bahwa faktor keluarga menunjukan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
4
dopamin di kaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan masa kontrikal
menunjukan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis di
temukan pelebaran lateral ventrikel. Atropi korteks bagaian
depan dan atropi otak kecil ( cerebellum).Temuan kelainan
anatomi otak tersebut di dukung oleh otopsi ( post –mortem ).
2) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien.Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi ganggaun orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasandalam rentang hidup klien.
3) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi ganggaun orientasi realita
seperti : kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi di sertai stres.
b. Faktor presipitasi
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk
secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterprestasikan.
2) Stres lingkungan
Ambang toleransi terhadap stres yang berinteraksi terhadap
stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan.
5
3) Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menaggapi stresor.
6
1) Fase Pertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada tahap
ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik dari fase ini adalah klien
mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, atau bersalah, kesepian yang
memuncak dan dapat di selesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-
hal yang menyenangkan , cara ini menolong sementara. Perilaku klien meliputi
tersenyum atau tertawa tidak sesuai, menggerakan bibir tanpa suara, penggerak
mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asik dengan halusinasinya
dan suka menyendiri.
2) Fase ke dua
Disebut dengan fase condemming yaitu halusinasi menjadi menjijikan.
Termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik dari fase ini pengalaman sensori
yang menjijikan dan menakutkan kecemasan meningkat, melamun dan berfikir
sendiri jadi dominan. Mulai ada bisikan yang tidak jelas, klien tidak ingin orang
lain tahu dan dapat mengontrolnya.
3) Fase ke tiga
Adalah fase controlling yaitu pengalaman sensori menjadi kuasa.Termasuk
dalam gangguan psikotik. Karakteristik difase ini bisikan, suara, isi halusinasi
semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan
tidak berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien difase ini kemampuan
dikendalikan halusinasinya, rentang perhatian lainya beberapa menit dan detik.
Tanda-tanda fisik berup klien berkeringat, tremor, dan tidak mampu memantau
perintah.
4) Fase ke empat
Adalah fase conquering atau panik yaitu klien kabur dengan halusinasinya.
Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik difase ini halusinasi berubah
menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien. Klien menjadi takut,
tidak berdaya, hilang control, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan
7
orang lain dilingkungan. Perilaku klien difase ini adalah perilaku teror akibat
panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, atau
katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks dan tidak mampu
berespon lebih dari satu orang.
2) Halusinasi penglihatan
Data subyektif :
Klien akan menunjuk- nunjuk kearah tertentu, akan merasa ketakutan
terhadap sesuatu yang tidak jelas.
Data obyektif :
Klien melihat bayangan seperti melihat hal-hal yang lain hantu atau lainya
yang sebenarnya tidak ada.
8
3) Halusinasi penghidu
Data Subyektif :
Klien membau-bauan seperti merasakan bau darah,urine kadang- kadang
bau terasa menyenangkan.
Data Objektif :
Klien menghidung seperti sedang membaui bau-bauan tertentu klie akan
menutup hidung.
4) Halusinasi pengecap
Data Subyektif : Klien merasakan seperti rasa darah, urin atau yang lainya
dalam mulutnya.
Data Obyektif : Klien sering meludah, dan muntah- muntah tanpa sebab.
5) Halusinasi Perabaan
Data Subyektif : Klien mengatakan merasa ada hewan atau ada sesuatu yang
melekat pada permukaan kulitnya.
Data Obyektif : Klien sering mengusap-usap kulitnya berharap hewan atau
yang lainya pergi dari kulitnya.
9
meningkat, ketidakseimbangan neurotransmitter dopamine dan serotonine.
4) Perilaku : berperilaku aneh sesuai dengan isi halusinasi, berbicara dan
tertawa sendiri, daya tilik diri kurang, kurang dapat mengontrol diri,
penampilan tidak sesuai, perilaku yang diulang-ulang, menjadi agresif,
gelisah, negatif, melakukan pekerjaan dengan tidak tuntas, gerakan
katatonia, kaku, gangguan ekstrapiramidal, gerakan mata abnormal,
grimacvin, gaya berjalan abnormal, komat-kamit, menggerakkan bibir tanpa
adanya suara yang keluar
5) Sosial: ketidak mampuan untuk berkomunikasi, acuh dengan lingkungan,
penurunan kemampuan bersosialisasi, paranoid, personal hygiene jelek,
sulit berinteraksi dengan orang lain, tidak tertarik dengan kegiatan yang
sifatnya menghibur, penyimpangan seksual dan menarik diri.
2.7. Psikopatologi
Proses terjadinya halusinasi diawali dari atau dengan orang yang menderita
halusinasi akan menganggap sumber dari hasilnya berasal dari lingkungan atau
stimulus eksternal (Yosep, 2011). Pada fase awal masalah itu menimbulkan
peningkatan kecemasan yang terus dan sistem pendukung yang kurang akan
menghambat atau membuat persepsi untuk membedakan antara apa yang
dipikirkan dengan perasaan sendiri menurun.
Meningkatnya pada fase Comforting, klien mengalami emosi yang berlanjut
seperti cemas, kesepian, perasaan berdosa dan sensorinya dapat dikontrol bila
kecemasan dapat diatur. Pada fase ini klien cenderung merasa nyaman dengan
halusinasinya. Pada fase conderming klien mulai menarik diri. Pada fase
controlling klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya berhenti. Pada fase
conquering klien lama kelamaan sensorinya terganggu, klien merasa terancam
dengan halusinasinya terutama bila tidak menuruti perintahnya.
Gambar II.1 Psikopatologis, Neurobologi
10
Faktor Predisposisi
Mekanisme Koping
Construtive Destructive
Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
11
1. Respon adaptif
a. Pikiran logis a. proses pikir a. Waham, Halusinasi
b. Persepsi akurat terganggu b. Kerusakan proses
c. Emosi konsistensi b. Ilusi emosi
dengan Pengalaman c. Emosi berlebihan c. Perilaku tidak
d. Perilaku cocok terorganisasi
d. Perilaku yang tidak
e. Hubungan social biasa d. Isolasi sosial
humoris
e. Menarik diri
b. Respon maladaptive
Respon maladaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut (Yusuf, Rizki &
Hanik, 2015) meliputi :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh di pertahankan
12
walaupun tidak di yakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial.
2) Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang
salah terhadap rangsangan.
3) Tidak mampu mengontrol emosi berupa ketidak mampuan atau
menurunya kemampuan untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan,
keakraban, dan kedekatan.
4) Ketika teraturan perilaku berupa ketidak selarasan antara perilaku dan
gerakan yang di timbulkan.
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang di alami oleh individu
karna orang lain menyatakan sikap yang negativ dan mengancam
Terapi dalam jiwa bukan hanya meliputi pengobatan dan farmakologi, tetapi
juga pemberian psikoterapi, serta terapi modalitas yang sesuai dengan gejala atau
penyakit klien yang akan mendukung penyembuhan klien jiwa. Pada terapi
tersebut juga harus dengan dukungan keluarga dan sosial akan memberikan
peningkatan penyembuhan karena klien akan merasa berguna dalam masyarakat
dan tidak merasa diasingkan dengan penyakit yang di alaminya (Kusmawati &
Hartono, 2010).
1) Psikofarmakologis
Farmakoterapi adalah pemberian terapi dengan menggunakan obat. Obat
yang digunakan untuk gangguan jiwa disebut dengan psikofarmaka atau
psikotropika atau pherentropika. Terapi gangguan jiwa dengan
menggunakan obat-obatan disebut dengan psikofarmakoterpi atau medikasi
psikotropika yaitu obat yang mempunyai efek terapeutik langsung pada
proses mental penderita karena kerjanya pada otak / sistem saraf pusat. Obat
bias berupa haloperidol, Alprazolam, Cpoz, Trihexphendyl.
13
2) Terapi Somatis
Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan ganggua
jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladatif menjadi perilaku
adaptif dengan melakuakn tindakan yang di tujukan pada kondisi fisik
kien.Walaupun yang di beri perilaku adalah fisik klien,tetapi target adalah
perilaku klien. Jenis somatic adalah meliputi pengingkatan, terapi kejang
listrik,isolasi, dan fototerapi.
a. Pengikatan
Pengikatan adalah terapi menggunakan alat mekanik atau manual untuk
membatasi mobilitas fisik klien yang bertujuan untuk melindungi cedera
fisik sendiri atau orang lain.
b. Terapi kejang listrik / Elekrto convulsive Therapy (ECT)
Adalah bentuk terapi pada klien dengan menimbulkan kejang (grandma)
dengan mengalirkan arus listrik kekuatan rendah (2- 8joule) melalui
elektroda yang ditempelkan beberapa detik pada pelipis kiri / kanan
(lobus frontal) klien (Stuart, 2007).
3) Terapi Modalitas
Terapi Modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa.Tetapi
diberikan dalam upaya mengubah perilaku klien dan perilaku yang
maladaftif menjadi perilaku adaftif.Jenis terapi modalitas meliputi
psikoanalisis, psikoterapi.terapi perilaku kelompok, terapi keluarga, terapi
rehabilitas, terapi psikodrama, terapi lingkungan (Stuart, 2007).
14
Isolasi sosial ……………………………………Causa
1. Pengkajian
Menurut Stuart dan Laraia pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar
utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data
dan perumusan kebutuhan, atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi
data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Data pengkajian kesehatan jiwa
dapat dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian
terhadap stressor, sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki klien
(Keliat, 2005).
a. Identitas klien
b. Keluhan utama atau alasan masuk
c. Faktor predisposisi
d. Aspek fisik atau biologis
e. Aspek psikososial
f. Status mental
g. Kebutuhan persiapan pulang
h. Mekanisme koping
15
i. Masalah psikososial dan lingkungan
j. Pengetahuan
k. Aspek medik
Kemudian data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua macam
sebagai berikut :
a) Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan
melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.
b) Data subjektif ialah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan
keluarga. Data ini diperoleh melalui wawancara perawat kepada klien dan
keluarga. Data yang langsung didapat oleh perawat disebut sebagai data
primer, dan data yang diambil dari hasil catatan tim kesehatan lain sebagai
data sekunder.
Perawat dapat menyimpulkan kebutuhan atau masalah klien dari kelompok
data yang dikumpulkan. Kemungkinan kesimpulan adalah sebagai berikut :
1) Tidak ada masalah tetapi ada kebutuhan
a. Klien tidak memerlukan peningkatan kesehatan, tetapi hanya
memerlukan pemeliharaan kesehatan dan memerlukan tindak lanjut
secara periodik karena tidak ada masalah serta klien telah
mempunyai pengetahuan untuk antisipasi masalah.
b. Klien memerlukan peningkatan kesehatan berupa upaya prevensi dan
promosi, sebagai program antisipasi terhadap masalah.
2) Ada masalah dengan kemungkinan
a. Resiko terjadi masalah karena sudah ada faktor yang dapat
menimbulkan masalah.
b. Aktual terjadinya masalah disertai data pendukung.
3) Data yang diperoleh kemudian dikelompokkan dan perawat langsung
merumuskan masalah keperawatan dan masalah kolaboartif. Menurut
FASID pada tahun 1983 dan INJF di tahun 1996, umumnya sejumlah
masalah klien saling berhubungan serta dapat digambarkan sebagai
pohon masalah (Keliat, 2005).
16
2. Diagnosa keperawatan
1) Gangguan persepsi sensori : Halusinasi Penglihatan dan Pendengaran
17
b. Observasi segala perilaku klien verbal dan non verbal yang
berhubungan dengan halusinasi.
c. Terima halusinasi klien sebagai hal yang nyata bagi klien, tapi
tidak nyata bagi perawat.
Intervensi :
Intervensi :
Intervensi :
18
c. Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan
kembali cara memutuskan halusinasinya.
4. Implementasi
Sp pasien:
19
1) SP 1 Keluarga : Pendidikan Kesehatan tentang pengertian
halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala
halusinasi dan cara-cara merawat pasien halusinasi.
2) SP 2 Keluarga: Melatih keluarga praktek merawat pasien
langsung dihadapan pasien
3) SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga
5. Evaluasi
a. Evaluasi pasien
b. Evaluasi keluarga
20
konsisten akan membuat pasien mampu mempertahankan program
pengobatan secara optimal. Namun demikian jika keluarga tidak mampu
merawat pasien, pasien akan kambuh bahkan untuk memulihkannya lagi
akan sangat sulit. Untuk itu perawat harus memberikan pendidikan
kesehatan kepada keluarga agar keluarga mampu menjadi pendukung yang
efektif bagi pasien dengan halusinasi baik saat di rumah sakit maupun di
rumah. Tindakan keperawatan yang dapat diberikan untuk keluarga pasien
halusinasi adalah:
21
BAB III
TINJAUAN KASUS
22
halusinasinya muncul, klien lebih banyak menyendiri,berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik TD 120/80 mmHg, RR 20x/mnt, N 88 x/mnt, pada saat di tanya
klien juga mengatakan masih kesal sama ayahnya yang melarang klien untuk
keluar rumah.
1. Agitasi
2. Kompulsif
3. Flight of idea
4. Inkoheren
5. Afek labil
23
3.3. Step 2 (Identifikasi Masalah)
11. Adakah hal yang harus dilakukan Tn. D untuk mengatasi timbulnya
halusinasi?
3.4. Step 3
1. Menurut dr Jaya Mualimin, Samarinda dari rsj Atma Husada, rata rata
pasien dengan gangguan jiwa harus mengonsumsi obat seumur hidupnya
24
agar gangguan jiwanya tidak kambuh. Obat yang diberikan kepada pasien
setiap hari meliputi obat antistres,antidepresi,anticemas,mood stabilizer,anti
gangguan emosi,obat tidur,antiobsesi kompulsit,vitamin otak dan obat
lainnya. Pasien gangguan jiwa pun tidak mengenal kata sembu, melainkan
pulih,artinya setiap orang yang telah dinyatakan mengalami gangguan jiwa
hanya dapat pulih dari gejala awalnya pasien tersebut alami gangguan jiwa,
sehingga menyebabkan pasien gangguan jiwa harus rutin minum obat agar
tidak mengakibatkan kekambuhan.
2. Karena tidak ada teman komunikasi, dan saat itu suasana sunyi, puncaknya
terjadi pada malam hari. Dan pada saat sendiri, pasien sedih, tidak enak
sehingga timbul halusinasi
3. Hal pertama yang harus dilakukan yang melakukan pendekatan terhadap
pasien, berusaha memfokuskan pasien ke satu topic dan perhatikan intonasi
yang pasien ucapkan.
4. LO
5. Faktor yang melindungi seseorang dari kambuh yaitu , tubuh yang sehta,
minum obat teratur, kemampuan mengatasi masalah dan adanya dukungan
sosial.
6. LO
7. Pada kasus Tn. D tersebut, pasien mengalami halusinasi yang biasa disebut
skizofrenia. Halusinasi juga bisa menyebabkan stress, stress berasal dari
dalam dirinya sendiri missal pasien berfikiran negative atau menyalahkan
dirinya sendiri, atau menyalahkan dirinya sendiri akibat duka kehilangan
ibunya. Apabila pasien dalam jangka waktu panjang dan juga tidak
didukung pengobatan secara optimal, maka akan sangat mempengaruhi
kesehatan jiwa seseorang (Nurjannah ,2008)
Pasien yang mengalami halusinasi sering mendengar suara suara dari luar
baik jelas maupun tidak jelas. Gejala tersebut apabila tidak mendapat
penanganan secara baik akan sangat beresiko munculnya gangguan dalam
diri seseorang khusunya resiko mencederai diri,orang lain dan lingkungan.
(Damaiyanthi,2012).
25
8. Sama seperti peran perawat jiwa untuk kasus seperti pasien Tn.D , yang
perlu dilakukan perawat yaitu melakukan standard asuhan keperawatan
yang mencakup penerapan strategi pelaksanaan halusinasi yaitu mencakup
kegiatan mengenal halusinasi, menghardik, bercakap cakap dan melakukan
aktivitas jadwal serta minum obat (kelliat,dkk 2010).
Untuk pasien Tn.D dengan kasus menyendiri, bisa dilakukan dengan
pendekatan yaitu berkomunikasi. Mengetahui hal hal apa yang disukai
pasien, lalu menyarankan kativitas aktivitas yang disukai.
9. Faktor yang memperberat antara lain ketidakpatuhan minum obat yang akan
menghambat pemulihan pasien, tidak adanya dukungan dari pihak keluarga
maupun lingkungan terhadap kondisi pasien.
10. Intervensi halusinasi pendengaran :
a. Bila hubungan saling percaya
b. Adakan kontak yang sering dan singkat secara bertahap
c. Observasi tingkahlaku klien terkait halusinansinya
d. Tanyakan keluhan yang dirasakan klien
e. Jika klien tidak sedang berhalusinasi,klarifikasi tentang adanya
pengalaman halusinasi
11. Hal utama dalam mengatasi halusinasi agar tidak kambuh yaitu dengan
selalu berpikir positif.
Untuk perawat :
Berikut adalah langkah langkah memperkuat keterampilan pasien dalam
mengatasi halusinasi
26
7) Terlibat dalam pertemuan grup sesama penderita jiwa yang mulai pulih
8) Melakukan kegiatan pekerjaan rumah
9) Merawat binatang peliharaan
10) Melakukan kegiatan kebajikan sederhana
12. LO
3.5. Step 4
DEFINISI KLASIFIKASI
ETIOLOGI ASKEP
HALUSINASI
MANIFESTASI POHON
KLINIS MASALAH
PRESIPITASI
3.6. Step 5
LO KASUS
27
LO STEP 2
28
d) Fase IV : Conquering : Panik : Umumnya menjadi melebur dalam
halusinasi.
Karakteristik : pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien
mengikuti perintah halusinasi. Halusinasi berakhir dari beberapa jam
atau hari jika tidak ada intervensi terapeutik.
A. Identitas Klien
Nama : Tn.D (Laki-laki)
Umur : 33 Tahun
No. CM :-
Tanggal MRS : 20 Oktober 2019
Tanggal Masuk
Ruang I : yudistira
Ruang II :-
Ruang III :-
Tanggal pengkajian : 21 oktober 2019
Alamat :-
Klien masuk lagi RSJ diantar oleh keluarga dengan keluhan sering
ngoceh- ngoceh sendiri, keluarga juga mengatakan klien keluar rumah
dan sering keluyuran, satu bulan sebelum dibawa kerumah sakit klien
tidak mau minum obat, klien sering marah – marah dengan keluarga
karena tidak mau minum obat. I hari sebelum masuk rumah sakit klien
memukul ayahnya karna ayahnya menyuruh klien untuk minum obat dan
tidak boleh keluyuran di luar rumah.
29
C. Faktor Predisposisi
YA
TI TIDAK
2. Pengobatan sebelumnya?
B Berhasil Ti Tidak berhasil
K Kurang berhasil
dalam keluarga
criminal
TIDAK
Jika ada
Hubungan keluarga :-
30
sakit, klien merasa tidak berguna karna tidak bisa membahagiakan ibunya
sebelum meninggal.
Masalah Keperawatan:-
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda Vital
TD : 120/80 mmHg
N : 88 kali / menit
S :-
RR : 20 kali / menit
BB : ..................... Kg
TB : ..................... cm
Masalah Keperawatan: -
31
e. Harga Diri : -
Masalah Keperawatan:-
1. Hubungan social
a. Orang yang berarti : Ibu Klien
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat : -
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Klien lebih banyak menyendiri.Klien mengatakan malas untuk bercerita
dengan orang lain karna tidak ada yang bisa mengerti klien.
Masalah Keperawatan:
1. Isolasi sosial
2. Spiritual ( Tidak terkaji )
a. Nilai dan keyakinan : -
b. Kegiatan ibadah : -
Masalah Keperawatan: -
F. STATUS MENTAL
Tidak rapi
Jelaskan : -
2. Pembicaraan
Cepat Apatis
32
Keras Lambat
Gagap Membisu
Pembicaraan
Jelaskan :
Klien tampak sering komat kamit, pembicaraan cepat, inkoheren, agitasi,
kompulsif, afek labil, Flight of idea.
Masalah Keperawatan:
1. Gangguan interaksi sosial
3. Aktivitas motoric
Lesu Tik
Tegang Grimasem
Gelisah Tremor
Agitasi Kompulsif
Jelaskan : -
Masalah Keperawatan: -
4. Alam perasaan
Sedih Khawatir
Putus asa
Masalah Keperawatan:
33
5. Afek( Tidak terkaji )
Datar Labil
Jelaskan:
Masalah Keperawatan:-
Mudah tersinggung
Jelaskan: -
Masalah Keperawatan:-
7. Persepsi – Sensorik
Halusinasi : Ada
Pendengaran Pengecapan
Penglihatan Penghidu
Perabaan
Jelaskan
a. Data Subjektif
Isi Halusinasi :
Klien mengatakan sering mendengar suara – suara yang menyuruh
klien untuk pergi dari RSJ, klien mengatakan suara – suara itu semakin
sering di dengar bila klien sendirian, klien mengatakan suara – suara itu
sering terdengar di waktu malam hari yang membuat klien ketakutan
34
Frekuensi :
Klien mengatakan suara – suara itu semakin sering di dengar bila klien
sendirian sering terdengar di waktu malam hari
Waktu : 30 menit
Situasi saat muncul :
Klien ketakutan,dan klien mengatakan sering mendengar suara yang
menyuruh klien berantem sehingga membuat klien marah.
Respon pasien :
Klien tampak menutup telinga, klien menunjuk kearah tertentu, dan
klien tampak ketakutan bila halusinasinya muncul
b. Data Objektif :
Klien tampak menutup telinga, klien menunjuk kearah tertentu,klien
tampak ketakutan bila halusinasinya muncul, klien tampak sering komat
kamit, pembicaraan cepat, inkoheren, agitasi, kompulsif, afek labil, dan
Flight of idea
Masalah Keperawatan:
Obesi Depersonalisasi
Waham :
Agama Nihilistik
35
Curiga Kontrol pikir
Jelaskan :-
Masalah Keperawatan:
9. Proses pikir
Circumstansial Flight of idea
Tangensial Blocking
Kehilangan asosiasi Pengulangan
pembicaraan/ perseverasi
Jelaskan :-
Masalah Keperawatan:-
Jelaskan:-
Masalah Keperawatan:-
jangka pendek
Jelaskan :-
Masalah Keperawatan:
36
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung( Tidak terkaji )
Mudah beralih
Jelaskan :-
Masalah Keperawatan:-
Gangguan bermakna
Jelaskan :-
Masalah Keperawatan:-
Jelaskan :-
Masalah Keperawatan:-
Jelaskan :-
Masalah Keperawatan:-
37
Nutrisi ( Tidak terkaji )
Ya
Tidak
Nafsu makan :
Meningkat Berlebihan
Berat badan :
Meningkat
Menurun
Jelaskan :-
Masalah Keperawatan: -
38
Apakah ada gangguan tidur ?
Masalah Keperawatan:-
c. Penggunaan Obat
Bantuan minimal Bantuan total
Jelaskan:-
Profesional/terapis
Teman sejawat
Kelompok sosial
Jelaskan:-
Masalah Keperawatan: -
Jelaskan:
Ya Tidak
Perawatan lanjutan
Sistem pendukung
Jelaskan:-
39
1. MEKANISME KOPING ( Tidak terkaji )
Adaptif: Maladaptif:
Masalah Keperawatan:
1. Isolasi sosial
40
Penyakit jiwa
Sistem pendukung
Faktor presipitasi
Penyakit fisik
Koping
Obat-obatan
Lainnya: -
Masalah Keperawatan: -
Diagnosis medis : -
Terapi medis :-
5. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori pendengaran
2. Gangguan interkasi sosial
3. Isolasi sosial
4. Perilaku kekerasan
5. Risiko mutilasi diri
Ruang : yudistira
No. M.R. :-
41
Nama Pengkaji : sri rahayu putri
NIM : G1B117007
Diagnosa
Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Gangguan Setelah tindakan a. Membantu pasien
persepsi keperawatan, pasien mengenali halusinasi
sensori mampu melakukan dengan cara berdiskusi
pendengaran hal berikut : dengan pasien tentang isi
1. Pasien mengenali halusinasi (apa yang
halusinasi yang didengar/dilihat), waktu
dialaminya. terjadi halusinasi, frekuensi
2. Pasien dapat terjadinya halusinasi,
mengontrol situasi yang menyebabkan
halusinasinya. halusinasi muncul, dan
3. Pasien mengikuti respons pasien saat
program halusinasi muncul.
pengobatan b. Melatih pasien mengontrol
secara optimal. halusinasi. Untuk
membantu pasien agar
mampu mengontrol
halusinasi, Anda dapat
melatih pasien empat cara
yang sudah terbukti dapat
mengendalikan halusinasi,
yaitu sebagai berikut.
1. Menghardik halusinasi.
2. Bercakap-cakap dengan
orang lain.
3. Melakukan aktivitas
yang terjadwal.
42
4. Menggunakan obat
secara teratur.
43
dengan orang
lain.
44
bersama pasien, berapa
lama akan dikerjakan,
dan tempatnya di mana.
5. Jelaskan bahwa Anda
akan merahasiakan
informasi yang
diperoleh untuk
kepentingan terapi.
6. Setiap saat tunjukkan
sikap empati terhadap
pasien.
7. Penuhi kebutuhan dasar
pasien bila
memungkinkan.
b. Membantu pasien
menyadari perilaku isolasi
sosial.
1. Tanyakan pendapat
pasien tentang
kebiasaan berinteraksi
dengan orang lain.
2. Tanyakan apa yang
menyebabkan pasien
tidak ingin berinteraksi
dengan orang lain.
3. Diskusikan keuntungan
bila pasien memiliki
banyak teman dan
bergaul akrab dengan
mereka.
45
4. Diskusikan kerugian
bila pasien hanya
mengurung diri dan
tidak bergaul dengan
orang lain.
5. Jelaskan pengaruh
isolasi sosial terhadap
kesehatan fisik pasien.
46
menunjukkan
kemajuan, tingkatkan
jumlah interaksi dengan
dua, tiga, empat orang,
dan seterusnya.
6. Beri pujian untuk setiap
kemajuan interaksi
yang telah dilakukan
oleh pasien.
7. Siap mendengarkan
ekspresi perasaan
pasien setelah
berinteraksi dengan
orang lain. Mungkin
pasien akan
mengungkapkan
keberhasilan atau
kegagalannya. Beri
dorongan terus-
menerus agar pasien
tetap semangat
meningkatkan
interaksinya.
47
penyebab interaksi.
perilaku 4. Membuat kontrak
kekerasan. topik, waktu, dan
2. Pasien dapat tempat setiap kali
mengidentifikasi bertemu pasien.
tanda-tanda
perilaku b. Diskusikan bersama pasien
kekerasan. penyebab perilaku
3. Pasien dapat kekerasan saat ini dan masa
menyebutkan lalu.
jenis perilaku
kekerasan yang c. Diskusikan perasaan pasien
pernah jika terjadi penyebab
dilakukannya. perilaku kekerasan.
4. Pasien dapat 1. Diskusikan tanda dan
menyebutkan gejala perilaku
akibat dari kekerasan secara fisik.
perilaku 2. Diskusikan tanda dan
kekerasan yang gejala perilaku
dilakukannya. kekerasan secara
5. Pasien dapat psikologis.
menyebutkan 3. Diskusikan tanda dan
cara gejala perilaku
mencegah/mengo kekerasan secara sosial.
ntrol perilaku 4. Diskusikan tanda dan
kekerasannya. gejala perilaku
6. Pasien dapat kekerasan secara
mencegah/mengo spiritual.
ntrol perilaku 5. Diskusikan tanda dan
kekerasannya gejala perilaku
secara fisik, kekerasan secara
48
spiritual, sosial, intelektual.
dan dengan terapi
psikofarmaka. d. Diskusikan bersama pasien
perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan pada saat
marah secara:
1. verbal
2. terhadap orang lain
3. terhadap diri sendiri,
4. terhadap lingkungan.
49
fisik, yaitu latihan napas
dalam dan pukul
kasur/bantal, secara
sosial/verbal, secara
spiritual, dan patuh minum
obat.
50
mengontrol perilaku
kekerasan.
51
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang bisa penulis berikan ialah
semoga makalah ini dapat di jadikan sebagai referensi pembelajaran dan
menambah pengetahuan konsep teori dan asuhan keperawatan pada pasien
halusinasi khususnya bagi mahasiswa atau masyarakat umum yang membacanya
serta dapat di jadikan referensi bagi institusi pendidikan khususnya prodi
keperawatan universitas jambi.
52
DAFTAR PUSTAKA
53