Anda di halaman 1dari 46

BERHUKUM DARI DESA:

MEMOTRET PROSES LAHIRNYA ATURAN


BERBASIS MASYARAKAT DESA

Pengantar:

Dahniar Andriani

Penerbitan buku ini didanai oleh Rainforest Foundation Norway,


isi menjadi tanggung jawab penerbit.

Penulis:
Nurul Firmansyah
Wing Prabowo

Penerbit:
Perkumpulan HuMa
2013
BERHUKUM DARI DESA: Kata Pengantar
MEMOTRET PROSES LAHIRNYA
ATURAN BERBASIS MASYARAKAT DESA
Kebijakan otonomi daerah menjadi desentralisasi yang menjadi
eksperimen kebijakan di negeri kita. Hal ini telah membuka ruang
partisipasi komunitas baik dari segi kebijakan maupun pengelolaan dan
Penulis: pemanfaatannya. Dalam kebijakan Free and Prior Informed Consent (FPIC)
Nurul Firmansyah; Wing Prabowo
adalah satu proses yang memungkinkan masyarakat adat atau lokal
untuk menyatakan setuju atau tidak terhadap rencana proyek REDD
Penyandang Dana: di Indonesia, aktivitas atau kebijakan di ruang kehidupan masyarakat
Rainforest Foundation Norway (RFN) dan berpotensi berdampak pada tanah, kawasan, sumberdaya dan
kehidupan masyarakat.
Penerbitan buku ini didanai oleh Rainforest Foundation Norway,
Buku ini antara lain merupakan sebuah riset tentang Penyusunan
isi menjadi tanggung jawab penerbit.
Peraturan Nagari Malalo di Sumatera Barat (Nurul Firmansyah) dan
Pelatihan Penyusunan Peraturan Desa di Sulawesi Tengah (Wing
Tata letak: Prabowo). Hasil riset ini merupakan pembelajaran tentang partisipasi
Dodo; Joko Priambodo
masyarakat di daerah atas Pengelolaan Sumber Daya Alam di masa
desentralisasi di negeri ini.
Berhukum Dari Desa; Memotret Proses Lahirnya Aturan Berbasis
Masyarakat Desa Sebagai pembelajaran peran serta masyarakat dalam pengelolaan
Jakarta, Perkumpulan untuk Pembaruan Hukum Berbasis sumber daya alam dapat kita lihat di Sumatera Barat misalnya. Nurul
Masyarakat dan ekologis, Jakarta Firmansyah dalam risetnya menyatakan bahwa Perda Nagari merupakan
x + 78 halaman, 16,5 cm x 24 cm evaluasi dari pemberlakukan sistem pemerintahan desa yang sentralistik
dan administratif ketika pemerintahan orde baru. Pada saat itu, nagari
ISBN : 978-602-8829-40-3 tidak mempunyai posisi tawar dalam menghadapi tindakan-tindakan
perampasan hak ulayat melalui hukum Negara. Di tempat lain, di
Donggala, Sulawesi Tengah, Peraturan Desa tidak hanya dipandang
sebagai perangkat aturan hukum yang berlaku di Desa, tapi menjadi alat
maupun sarana bentuk perlawanan masyarakat di desa atas hegemoni
pengaturan wilayah dan ruang hidup mereka.
Selamat membaca.

Salam hangat

Dicetak oleh Printmax Media, Jakarta 2013


Perkumpulan HuMa
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................... v


Daftar Isi .......................................................................................vii

Bagian satu
BAB I : PEMBELAJARAN DARI PERNA MALALO DAN PELATIHAN
PENYUSUNAN PERDES FPIC .............................................. 1
Pengantar ............................................................................1
A. Sekelumit tentang Desentralisasi .......................................1
B. Desentralisasi dan Dampaknya atas Politik Hukum
Pengelolaan Sumber Daya Alam ........................................5
C. Kritik atas Desentralisasi bagi Pengelolaan Sumber Daya Alam
berbasis Masyarakat ........................................................7
D. Rekomendasi ..................................................................9
Bahan Bacaan ...................................................................10

Bagian Dua
BAB II : ARUS BAWAH PEMBARUAN HUKUM ................................ 13
1. Pendahuluan .................................................................13
2. Proses Penyusunan Perna ...............................................15
3. Diskusi dan Rekomendasi................................................25
3. 1. Ekspresi Hukum Responsif ......................................28
3. 2. Gerakan Pembaruan Hukum ....................................29
3. 3. Rekomendasi .........................................................30
Daftar Pustaka ..................................................................32
Bagian Tiga
BAB III : PROSES PENYUSUNAN PERATURAN DESA; SEBUAH
REFLEKSI PENGALAMAN DI PROPINSI SULAWESI
TENGAH .......................................................................... 37
Pengantar ..........................................................................37
Latar Belakang ...................................................................38
Proses Penyusunan Peraturan Desa di Kabupaten Sigi dan
Kabupaten Donggala di Propinsi Sulawesi Tengah ..................42

Pembelajaran
a. Pada segi karakter wilayah ...............................................43
b. Pada segi karakter ekonomi, sosial dan budaya masyarakat..43
c. Permasalahan Umum ......................................................43
1. Pra Pelatihan Pembuatan Peraturan Desa ..........................44
dari Perna Malalo
a). Pendidikan Hukum Kritis ............................................44 dan Pelatihan
Penyusunan Perdes
b). Fokus Objek Pelatihan ................................................45
c). Penyiapan Bahan-Bahan Internal Desa .........................45
2. Implementasi Pelatihan Pembuatan Peraturan Desa ...........45
3. Asistensi Draft Awal Peraturan Desa .................................52
FPIC
a). Pra Asistensi (Persiapan Pembentukan Tim Penyempurnaan
Draft Awal Peraturan Desa) ..........................................52

BAB
b). Pelaksanaan Asistensi Draft Awal Peraturan Desa ...........52
4. Diskusi Terarah atau FGD ................................................56
5. Konsultasi Publik ............................................................60

I
6. Sosialisasi .....................................................................61
Penutup ........................................................................................ 65
Daftar Pustaka............................................................................... 69
Pembelajaran dari Perna
Malalo dan Pelatihan
Penyusunan Perdes
FPIC
Dahniar Andriani

Pengantar:
Desentralisasi yang menjadi eksperimen kebijakan
di banyak negara berkembang telah membuka ruang
partisipasi komunitas baik dari segi kebijakan maupun
pengelolaan dan pemanfaatannya. Ekspresi tersebut
dituangkan dalam Penelitian tentang Penyusunan
Peraturan Nagari Malalo di Sumatera Barat (Nurul
Firmansyah) dan Pelatihan Penyusunan Peraturan
Desa di Sulawesi Tengah (Wing Prabowo). Kedua
penelitian tersebut telah memberikan pembelajaran
bagaimana partisipasi publik atas Pengelolaan Sumber Daya
Alam di masa desentralisasi. Editorial ini berangkat dari
pembelajaran yang dihasilkan dari kedua penelitian
tersebut.

A. Sekelumit tentang
Desentralisasi
Sekelumit tentang desentralisasi akan di urai ke
dalam dua bagian, yakni gambaran umum dan konsep.
Pertama, kurun waktu lebih dari dua dekade, dana dan tenaga ahli menjadi strategi utama. Fase
desentralisasi menjadi topik dalam panggung kedua desentralisasi adalah pasca reformasi 1998
eksperimen kebijakan di negara-negara berkembang dengan kehadiran Undang-undang Nomor 22 tahun
di Asia, Amerika dan Afrika (Bardhan, 2002), contoh 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Indonesia telah
Cina dan India. Ini di dukung oleh studi yang dilakukan memasuki desentralisasi fase kedua, yakni reformasi
oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) ( (Ribot, 2002, desentralisasi. Pendekatan dari desentralisasi ini
p. 32) bahwa sejak awal tahun 1960-an ada empat adalah penguatan pemerintahan pusat dan daerah
macam desentralisasi yang dipraktekkan,yakni: dengan tujuan untuk persatuan bangsa, demokratisasi,
1. The comprehensive local government system, in kesetaraan dan efisiensi yang semaksimal mungkin
which most government servicesat the local dalam pemanfaatan sumber daya dan pelayanan
level are rendered through multipurpose local umum (Ribot, 2002; Duncan, 2007).
authorities; Kelahiran kembali desentralisasi dengan format
2. The partnership system, in which some direct penekanan di daerah tingkat dua merupakan
services are rendered by field units of central jawaban atas paradigma Neoliberalism (Ribot, 2002)
agencies and others; yang memberikan ruang besar kepada sentralisasi
kekuasaaan. Tata pemerintahan yang baik dan
3. The dual system, in which central ministries pembangunan yang berbasiskan hak menjadi
administer technical services directly, with pilihan utama dalam melaksanakan pemerintahan.
local authorities having autonomy to perform Kedua pendekatan itu memfokuskan diri kepada isu
services and do what they can to foster local demokrasi, reformasi pelayanan publik, akuntabilitas,
development but actually performing few, partisipasi dan kesetaraan. Pendekatan inilah yang
if any, technical serviceseither directly or on kemudian secara kelembagaan di dorong oleh
behalf of central agencies; and lembaga keuangan dan pembangunan internasional,
4. The integrated administrative system, in which yang salah satu sangat terkenal adalah Desentralisasi,
central agencies directly administer all technical yakni transfer dari pemerintah pusat ke daerah
services with the help of central government dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan
area co-ordinators or district administrators akuntabilitas di sektor pelayanan publik yang juga
responsible for field co-ordination. Such rural merupakan tanggungjawab negara dalam menjawab
local authorities as exist have little control over kebutuhan warga negaranya(Ribot, 2002; Duncan,
government activities. 2007).
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang di Lebih jauh, reformasi dari desentralisasi ini
kawasan Asia bagian Tenggara telah mempraktekkan merupakan media transformasi pemerintahan di
desentralisasi jauh sebelum era reformasi 1998. Studi negara – negara berkembang dan mendapatkan
yang dilakukan Ribot (2002) menunjukkan bahwa dukungan dari lembaga pendanaan internasional,
sejak era Struktural Adjustment, fase di mana peran seperti Bank Dunia (World Bank) dan Bank
pemerintah dibatasi dengan membuka ruang yang Pembangunan Asia (Asia Development Bank)
luas bagi privatisasi, desentralisasi telah dipraktekkan (Duncan, 2007). Selain sebagai media transformasi,
di Indonesia. Pada masa ini penekanan masih berada konsep ini mendorong kepada transparansi dan
di tangan pemerintah pusat, di mana dukungan peran serta masyarakat dalam mengawasi jalannya
pemerintahan. Tujuan akhirnya adalah demokratisasi

2Pembelajaran dari Perna Malalo dan pelatihan penyusunan perdes FPIC Pembelajaran dari Perna Malalo dan pelatihan penyusunan perdes FPIC3
dan pelembagaan pendekatan partisipatif (Duncan, B. Desentralisasi dan Dampaknya
2007).
atas Politik Hukum
Desentralisasi di era Reformasi memberikan
keuntungan bagi daerah-daerah yang memiliki Pengelolaan Sumber Daya
sumber daya alam yang berlimpah (Duncan, 2007); Alam
Fase sebelumnya, daerah-daerah tersebut, seperti
Aceh, Riau dan Papua, tidak mendapatkan keuntungan Ada tiga dampak desentralisasi atas Politik
dari kekayaan alamnya karena keuntungan yang ada Hukum PSDA, yakni PSDA berbasis komunitas,
di bawa ke pusat dan selanjutnya didistribusikan ke Partisipasi Rakyat dalam proses pembentukan
daerah-daerah yang sumber daya alamnya terbatas. kebijakan, terlebih yang berkaitan dengan sumber
Sehingga, kurang lebih dua puluh persen tertinggal daya alam, dan meningkatnya peran Organisasi Non
di daerah yang kaya sumber daya alam. Pemerintahdalam membangun kesadaran rakyat.
Kedua, secara konsep Desentralisasi diartikan sebagai Pertama, Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA)
transfer keuangan dan keuangan dari pemerintah yang diemban oleh pemerintah pusat cenderung
yang lebih tinggi tingkatannya kepada yang lebih menghabiskan biaya dan tidak efektif (Meinzen-Dick
rendah (Meinzen-Dick & Knox, 1999). Pemahaman & Knox, 1999). Akibatnya saat terjadi krisis ekonomi
yang sama disebutkan oleh Mawhood dan Smith terjadi pula penurunan kualitas lingkungan hidup.
yang dikutip oleh Ribot (2002) bahwa desentralisasi Sehingga, desentralisasi telah mendorong :
sebagai segala bentuk tindakan pemerintah pusat 1. PSDA berbasis komunitas, dimana negara
yang secara resmi menyerahkan kewenangan kepada menyerahkan seutuhnya dan/atau dua per
aktor dan lembaga yang berada di tingkat bawah baik tiga kewenangan kepada komunitas (Meinzen-
secara politik administrasi maupun wilayah. Dick & Knox, 1999), contoh (Ribot, 2002):
Keyakinan bahwa desentralisasi memicu a. Manajemen Pengelolaan Hutan Bersama di
keberhasilan pembangunan di negara berkembang India;
dibuktikan dengan perkembangan ekonomi Cina dan
India (Bardhan, 2002). Ini diperkuat dengan studi yang b. Pengelolaan hutan berbasis Komunitas di
dilakukan oleh Christopher Duncan (2007) bahwa Nepal; dan
desentralisasi diyakini akan mendorong kemampuan c. Hutan Desa di Kamerun.
lokal dalam mengelola potensi ekonomi and sosialnya
berdasarkan kebutuhannya sendiri,termasuk 2.
Co-management, di mana negara tetap
didalamnya peningkatan pelayanan dan kesetaraan mempertahankan perannya dan memperluas
dalam pelayanan publik. Kemampuan mengelola ini peran pihak non negara
di topang dengan penguatan kelembagaan di daerah Pada sisi lain, PSDA yang dikonsepkan oleh
untuk menjalankan kewenangan yang ada; Sehingga, desentralisasi sebagai kewenangan yang juga
kelembagaan yang ada menjadi lebih representatif, diberikan kepada daerah dibawahnya juga diikuti
responsif, dan konstruktif. dengan kewenangan untuk melakukan eksploitasi
atas Sumber Daya tersebut (Duncan, 2007) dengan
tujuan sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah
(PAD).

4Pembelajaran dari Perna Malalo dan pelatihan penyusunan perdes FPIC Pembelajaran dari Perna Malalo dan pelatihan penyusunan perdes FPIC5
Kedua, sistem ini semakin mendorong peran C. Kritik atas Desentralisasi bagi
serta rakyat dalam proses pengambilan kebijakan
(Duncan, 2007), khususnya di daerah pedesaan yang Pengelolaan Sumber Daya
miskin (Johnson, 2001). Partisipasi rakyat dalam Alam berbasis Komunitas
perumusan kebijakan menurut studi yang dilakukan
oleh Conveyer (1996) dan di kutip oleh Ribot (2002) Desentralisasi selain memberikan dampak positif
sebagai sebuah aspek kunci dalam desentralisasi juga telah menimbulkan sejumlah dampak negatif
itu sendiri dan memberikan rasa percaya diri bagi yang berujung atas sejumlah kritik, yakni:
komunitas, rencana pembangunan menjadi lebih 1. Pendekatan partisipatif tidak berarti telah
relevan dan sekaligus memberikan legitimasi dalam membuka ruang keterlibatan rakyat dalam
perencanaan itu sendiri. pembangunan, khususnya yang berkaitan
Pemikiran lainnya yang mendukung aspek di atas dengan PSDA. Contoh Pengelolaan Irigasi
dikemukakan oleh Jimly Assiddiqie (nd) bahwasalah secara partisipatif justru meningkatkan peran
satu prinsip pokok dari tiga belas prinsip negara negara didalamnya (Meinzen-Dick & Knox,
hukum menurut Jimly (Asshiddiqie, p. 15) adalah 1999);
transparansi dan kontrol sosial, karena sistem 2. Studi yang dilakukan oleh Ribot (2002)
perwakilan rakyat melalui parlemen tidak pernah menemukan fakta bahwa:
dapat diandalkan sebagai satu-satunya saluran
aspirasi rakyat; sebagai tambahan, keterwakilan fisik a. Transfer kewenangan dan sumber daya
bukan berarti keterwakilan aspirasi (representation tidak diikuti dengan efisiensi, kesetaraan
in presence adalah berbeda dengan representation in dan demokrasi itu sendiri;
ideas). b. Demokrasi lokal yang telah hidup bersama
Ketiga, desentralisasi mendorong kepada komunitas cenderung dilemahkan dengan
meningkatnya peran Organisasi Non Pemerintah kehadiran politik hukum lokal yang
dalam melakukan penyadaran di tingkat komunitas. dirancang oleh pemerintah;
Smoke (1999) sebagaimana yang di kutip oleh Ribot 3. Studi lainnya yang dilakukan oleh Christopher
(2002) menyatakan bahwa desentralisasi telah Duncan (2007) menemukan bahwa:
menunjukkan peran yang signifikan dari NGO dalam
membangun kesadaran komunitas atas hak-haknya a. Kehadiran desentralisasi bagi beberapa
dan memainkan peran pelayanan komunitas yang kelompok masyarakat hukum adat menjadi
efisien dan transparan ketimbang institusi pemerintah peluang dalam mempraktekkan sistem
lainnya. lokalnya dalam mengelola sumber daya
alam dan penggunaan lahan, namun
kondisi itu harus berhadapan dengan
kenyataan bahwa pemerintah lokal dituntut
untuk mendapatkan keuntungan melalui
pengelolaan sumber daya alam yang telah
dituangkan dalam sejumlah kebijakan.
b. Kelompok-kelompok Masyarakat Hukum
Adat (MHA), yang hidup sebagai peladang

6Pembelajaran dari Perna Malalo dan pelatihan penyusunan perdes FPIC Pembelajaran dari Perna Malalo dan pelatihan penyusunan perdes FPIC7
berpindah, cenderung tidak diuntungkan 4. Ruang partisipasi kelembagaan lokal seringkali
dengan desentralisasi. Ini disebabkan didominasi elit-elit lokal itu sendiri dan
keberadaan mereka yang berada jauh dari menguntungkan sekelompok orang tertentu
pusat-pusat pemerintahan dan SDA yang dalam komunitas (Bardhan, 2002; Duncan,
cenderung hanya dikuasai oleh Kelompok- 2007).
kelompok Masyarakat Hukum Adat
(MHA), yang besar, contoh Dayak Punan
di Kalimantan. Kejadian serupa terjadi pula
di Bolivia, di mana kelompok minoritas D. Rekomendasi
jarang dilibatkan dalam proses pembuatan
Penelitian atas Penyusunan Peraturan Nagari
kebijakan. Ini kemudian berdampak kepada
Malalo di Sumatera Barat dan Pelatihan Penyusunan
konflik antar kelompok.
Peraturan Desa yang kemudian mengiring kepada
c. Terdapat tiga faktor yang menyebabkan penyusunan Peraturan Desa di Sulawesi Tengah
kelompok ini tetap termarginalkan dalam serta ulasan sederhana tentang Desentralisasi dan
sistem desentralisasi yakni (Duncan, 2007); Pengelolaan Sumber Daya Alam berbasis komunitas
i) keterbatasan organisasi dan kekuasaan memberikan rekomendasi sebagai berikut:
politik; ii) keterwakilan dalam birokrasi
1. Desentralisasi perlu diikuti dengan transfer
yang berwenang dalam membuat kebijakan;
prinsip – prinsipnya, yakni kesetaraan,
dan (iii) mereka tidak hidup dalam suatu
transparansi, demokrasi dan akuntabilitas;
wilayah yang otonom, semisal kampung,
namun berada dalam dusun-dusun yang 2. Transfer prinsip di atas, hendaknya diikuti
berada di bawah kewenangan kampung. dengan praktek PSDA yang adil dan lestari
dan memberikan manfaat bagi semua pihak;
d. Mudahnya penerbitan izin-izin kayu,
tambang dan perkebunan. 3. Peran Organisasi Non Pemerintah sebagai
lembaga yang secara konsisten membangun
e. Sistem ini mendorong pula MHA untuk
kesadaran kritis bersama komunitas perlu
mendapatkan keuntungan dari industri
diteruskan dan ditingkatkan.
ekstraktif yang ada diwilayahnya, seperti
tambang dan perusahaan kayu (Duncan,
2007). Ini dibuktikan dengan sebuah
study di Kalimantan Timur (Duncan,
2007) yang menunjukkan peningkatan
jumlah masyarakat lokal yang menerima
keuntungan dari industri ekstraktif dari
1 % sebelum desentralisasi menjadi 94 %
sesudahnya (Duncan, 2007, p. 721). Namun,
itu diikuti pula dengan hilangnya lahan
mereka dan keuntungan yang sebagian
besar masuk ke kantong elit lokal dan
perusahaan.

8Pembelajaran dari Perna Malalo dan pelatihan penyusunan perdes FPIC Pembelajaran dari Perna Malalo dan pelatihan penyusunan perdes FPIC9
Bahan Bacaan:
1. Asshiddiqie, J. (n.d.). Retrieved 2012, from
docudesk.com.
2. Bardhan, P. (2002). Decentralizaation of
Governance and Development. Journal of
Economic Perspectives, 185 -205.
3. Duncan, C. R. (2007). Mixed outcomes:
The impact of Regional Autonomy and

Arus Bawah
Decentralization on Indigenous Ethnic
Minorities in Indonesia. Development and

Pembaruan Hukum
Change, 711 - 733.
4. Johnson, C. (2001). Local Democracy,
Democratic Decentralisation and Rural
Development: Theories, Challenges and (Pembentukan Hukum di Aras lokal
Option for Policy. the Emerging Issues in Rural dalam Memperkuata hak Adat Terkait
Development Workshop (pp. 2- 23). London:
Rural Policy and Environment Group Overseas Pengelolaan Sumber Daya Alam di Nagari
Development Institute. Guguk Malalo, Kabupaten Tanah Datar,
5. Meinzen-Dick, R., & Knox, A. (1999). Collective Provinsi Sumatera Barat)
Action, Property Rights, and Devolution of
Natural Resource Management: A Conceptual
Framework. Workshop Draft, (pp. 1 -39).

BAB
6. Ribot, J. C. (2002). African Dezentralisasion;
Local Actors, Powers and Accountability.
Geneva: UNRISD Programme on Democracy,

II
Governance and Human Rights.

10Pembelajaran dari Perna Malalo dan pelatihan penyusunan perdes FPIC


Arus Bawah Pembaruan
Hukum
(Pembentukan Hukum Di Aras Lokal
Dalam Memperkuat Hak Adat Terkait
Pengelolaan Sumber Daya Alam Di
Nagari Guguk Malalo, Kabupaten Tanah
Datar, Provinsi Sumatera Barat)

Nurul Firmansyah

1. Pendahuluan
Desentralisasi pemerintahan telah mendorong
inisiatif daerah untuk memberdayakan kembali
sumber daya hukum lokal (adat) dan kearifan-
kearifannya. Provinsi Sumatera Barat menangkap
momentum itu dengan pemberlakukan kembali
sistem pemerintahan nagari, atau dikenal dengan
slogan ; “babaliak ka nagari” melalui perda provinsi
sumatera barat no.2/2007 tentang pemerintah nagari
(kemudian disebut perda nagari). Dengan lahirnya
Perda nagari maka nagari-nagari mengemban fungsi
sebagai pemerintahan administratif (terendah),
sekaligus kesatuan masyarakat adat (Naim, 2011),
yang oleh Kurniawarman (2005) disebut juga sebagai
implementasi daerah otonom yang berwenang
mengurus dan mengatur kepentingan masyarakatnya
berdasarkan nilai-nilai tradisional dan hak asal usul.
Perda nagari merupakan evaluasi dari melalui perna. Metode penulisan yang dilakukan
pemberlakukan sistem pemerintahan desa yang adalah kualitatif dengan menggunakan pendekatan
sentralistik dan administratif an sich dimasa deskriptif-analisis. Data-data yang dianalsis berasal
pemerintahan orde baru. Pada saat itu, nagari tidak dari pengalaman advokasi, dokumen-dokumen
mempunyai posisi kuat dalam menghadapi tindakan- kegiatan pemberdayaan masyarakat nagari guguk
tindakan perampasan hak ulayat melalui hukum malalo, dan data kepustakaan. Tulisan ini dibagi
Negara. Dengan dalil kepentingan pembangunan, tiga bagian, yaitu; pertama, pendahuluan, yang
maka tanah, air, hutan dan sumber daya alam yang berisi latar belakang dan metode penulisan, kedua,
dikuasai nagari beralih kepada Negara dan atau proses penyusunan perna, yang berisi pengalaman
pemilik modal tanpa persetujuan masyarakat adat. penyusunan perna oleh nagari guguk malalo,
Seiring dengan itu, lahirlah perda provinsi ketiga diskusi dan rekomendasi, yang berisi refleksi
sumatera barat no.6/2008 tentang tanah ulayat dan pengalaman nagari guguk malalo dalam penyusunan
pemanfaatannya (kemudian disebut perda tanah perna sebagai gerakan pembaruan hukum dan dan
ulayat). Perda tanah ulayat mempertegas hak-hak rekomendasi-rekomendasi bagi gerakan pembaruan
nagari terhadap wilayah dan hak-hak ulayat yang hukum yang serupa.
melekat terhadapnya. Dengan begitu, perda nagari
dan perda tanah ulayat merupakan paket kebijakan 2. Proses Penyusunan Perna
penting bagi nagari dalam pengakuan hak-hak ulayat
dan pengelolaan sumber daya alam oleh nagari. Inisiasi penguatan hak ulayat nagari guguk malalo
melalui peraturan nagari diawali dengan proses
Semangat “babaliak ka nagari” tidak hanya terasa pengorganisasian masyarakat / CO (Community
pada level pemerintahan provinsi, namun juga di Organizing). CO merupakan alat pendampingan
level pemerintah kabupaten/kota dan nagari. Energy masyarakat untuk memperkuat kemampuan nagari
untuk memperkuat hak nagari dalam pengelolaan guguk malalo dalam memberdayakan sumber daya
sumber daya alam melalui pembuatan hukum terjadi hukumnya (hukum adat) terkait pengelolaan sumber
di nagari guguk malalo. Dengan legitimasi formil dari daya alam. Peran ini dilakukan Qbar sejak tahun 2006
perda nagari bahwa pengelolaan sumber daya alam di melalui fasilitasi penguataan kelembagaan di tingkat
nagari melalui peraturan nagari (perna) dan diiringi nagari, terutama pemerintahan nagari dan lembaga
dengan semangat membentuk hukum oleh nagari adat (Kerapatan Adat Nagari).
sebagai daerah otonom, maka nagari guguk malalo
menggagas penyusunan perna yang memperkuat Paralel dengan kegiatan pendampingan tersebut,
hak ulayat masyarakat nagari guguk malalo dalam pada tahun 2006-2007, Qbar bersama dengan
pengelolaan sumber daya alam. Inisiatif nagari guguk masyarakat nagari melakukan riset aksi untuk
malalo adalah gerakan pembaruan hukum yang lahir menelaah persoalan penguasaan sumber daya alam,
dari gerakan local dengan mengadopsi hukum adat terutama hutan di nagari. Riset aksi menemukan
dan kearifan-kearifannya kedalam hukum formil lima hal penting, yaitu pertama, Penguasaan dan
Negara. pengelolaan sumber daya alam terutama hutan
menggunakan hukum adat sebagai landasan. Hukum
Tulisan ini adalah deskripsi gerakan pembaruan adat berpijak pada sistem penguasaan ulayat yang
hukum tersebut melalui pembuatan hukum untuk hidup dari tradisi lisan. Kedua, Penunjukan kawasan
memperkuat hak ulayat di nagari guguk malalo hutan secara sepihak oleh pemerintah di wilayah

14Arus bawah pembaruan hukum Arus bawah pembaruan hukum15


nagari menyebabkan tumpang tindih penguasaan 1 FGD dihadiri oleh
dari tanggal 29 Maret kelompok-kelompok masyarakat yang ada di nagari
– 31 Desember 2008.
Negara dengan adat, akibatnya, konflik penguasaan lembaga-lembaga formal
Pansus kemudian guguk malalo melalui konsultasi publik. Keempat,
Negara vs Nagari terjadi. ketiga, Lemahnya posisi nagari dan kelompok-
kelompok masyarakat,
membentuk komisi-komisi Hasil kerja Pansus, berupa naskah Ranperna ini yang
hukum adat dan hak ulayat dihadapan Hukum seperti kelompok tani,
berdasarkan tema-tema
yang diprediksiakan
akan dibahas oleh Badan Permusyawaratan Nagari
Negara. Keempat, Pengakuan hukum adat dan nelayan dan lain-lain. FGD
menjadi tema-tama (BPRN) Guguk Malalo untuk disahkan menjadi
ini memang dirancang
hak ulayat oleh hukum Negara dibutuhkan untuk untuk menemukan
naskah rancangan Peraturan Nagari (Perna).
peraturan nagari, yaitu
mengatasi konflik penguasaan sumber daya alam. strategi untuk
komisi adat istiadat, Selanjutnya, mekanisme diatas mulai dijalankan
Kelima, Lemahnya transfer pengetahuan antar memperkuat hak ulayat
dan hukum adat dalam
komisi ulayat nagari,
oleh Pansus. Pansus telah berhasil menyusun
generasi terkait hak ulayat, sehingga membutuhkan pengelolaan sumberdaya
komisi sosial budaya,
komisi ekonomi (dalam naskah akademik sederhana yang memuat masalah-
pencatatan hukum-hukum adat. alam di nagari.
pengelolaan sumberdaya
masalah yang akan dimasukkan dalam naskah
2 Lembaga adat adalah alam nagari) dan komisi
Temuan-temuan riset aksi ditelaah bersama Kerapatan Adat Nagari penyelenggaraan nagari Ranperna. Paralel dengan itu, Pemerintah Nagari
dengan masyarakat nagari, baik melalui diskusi sedangkan pemerintah (dalam pengelolaan dan Qbar mengadakan Pelatihan Legislatif drafting
sumberdaya alam nagari)
formal, informal dan pelatihan-pelatihan hukum. nagari adalah Badan
Permusyawaratan Nagari
pada tanggal 27-30 Mei 2008 untuk mendukung
Telaah bersama kemudian mengkerucut untuk (BPRN) yaitu lembaga
4 Pemilihan tempat
penyelenggaraan
peningkatan kapasitas pansus dalam penyusunan
mencari solusi dalam penguataan hukum adat legislative nagaridan
workshop substansi naskah Perna. Materi-materi pelatihan langsung
Pemerintah Nagari. Dalam
dan hak ulayat dalam pengelolaan sumber daya peraturan perundang-
peraturan nagari di digunakan untuk membedah naskah akademik yang
kantor camat batipuh
alam. FGD tanggal 13 Maret 2013 adalah salah satu undangan ditingkat
selatan sebagai bagian sudah disusun.
pertemuan penting dalam merumuskan strategi nagari, lembaga yang
berwenang menyusun
dari strategi menggalang
Selanjutnya, telaah lebih dalam tentang naskah
penguatan hak ulayat dan hukum adat. 1FGD ini pemerintah nagari adalah
dukungan Pemerintah
Daerah Kabupaten Tanah akademik dilakukan melalui workshop substansi
mensepakati penguatan hak ulayat dan hukum adat BPRN dan Pemerintah
Datar dalam penyusunan
peraturan nagari pada tanggal 19-21 Agustus 2008 di
Nagari, namun dalam
dalam pengelolaan sumber daya alam di nagari konteks penyusunan
Ranperna.
kantor Kecamatan Batipuh Selatan, Kabupaten Tanah
melalui Peraturan Nagari (Perna). Pilihan terhadap Perna ini, Lembaga Adat
Datar.4 Workshop ini dihadiri oleh semua anggota
Perna terkait dengan beberapa alasan, yaitu : pertama, dilibatkan karena terkait
dengan hak ulayat dan Pansus, Camat Batipuh Selatan beserta perangkatnya.
perlu adanya peraturan formal untuk pengakuan hak hukum adat dalam
Workshop telah berhasil menyusun kerangka
ulayat dan hukum adat dalam pengelolaan sumber pengelolaan sumberdaya
substansi naskah ranperna yang diambil dari naskah
alam nagari. Strategi
daya alam di nagari. Kedua, Penyusunan Perna lebih penyusunan yang akademik dan hasil pembahasan workshop. Termuat
partisipatif karena dilahirkan langsung oleh nagari. melibatkan Lembaga adat
dalam tabel dibawah ini:
ketiga, perlu ada aturan tertulis sebagai pedoman adalah upaya harmonisasi
sistem pemerintahan
terhadap masyarakat nagari dan pihak diluar administratif nagari
Tabel 1 : Kerangka Substansi Naskah Ranperna
komunitas nagari terkait hak ulayat dan hukum adat dengan sistem adat
Objek yang Aktor yang
nagari. No Aspek Pokok Kerangka Pengaturan
dalam pengelolaan sumber daya alam. Diatur Diatur
3 Panitia Khusus (Pansus)
• Anak nagari (semua
Untuk melaksanakan strategi diatas, mekanisme dilegitimasi oleh
masyarakat nagari)
penyusunan Perna dirancang, yaitu ; pertama, Pemerintah Nagari
melalui Surat Keputusan adalah pemilik
Penyusunan naskah rancangan peraturan nagari Wali Nagari Guguk Malalo ulayat nagari yang
(Ranperna) dilakukan bersama oleh lembaga adat dan (Kemudian disebut SK
• Anak nagari pengelolaannya
Pansus). Pansus terdiri
pemerintah nagari2 melalui sebuah panitia khusus dari perwakilan lembaga 1
Status Hak
Ulayat nagari berdasarkan hukum
• KAN (Lembaga
(pansus).3Kedua, dalam menyusun naskah ranperna, adat dan pemerintah Ulayat adat.
Adat)
terlebih dahulu menyusun naskah akademik sebagai nagari yang dimandatkan
untuk menyusun naskah • KAN sebagai pengatur
acuan naskah ranperna. Ketiga, Naskah akademik dan Perna selama Sembilan
peruntukan dan
naskah Ranperna yang disusun oleh Pansus diuji oleh (9) bulan, terhitung
pengelolaan ulayat
nagari

16Arus bawah pembaruan hukum Arus bawah pembaruan hukum17


Objek yang Aktor yang Objek yang Aktor yang
No Aspek Pokok Kerangka Pengaturan No Aspek Pokok Kerangka Pengaturan
Diatur Diatur Diatur Diatur
• Pemerintah nagari 1. Ulayat nagari dapat
sebagai pelaksana dimanfaatkan / dikelola
pengaturan ulayat oleh pemerintah
nagari dengan syarat adanya
• Pengakuan terkait persetujuan dari
dengan pernyataan musyawarah nagari
Status hak tentang keberadaan
2. Ulayat suku dapat
ulayat, yang ulayat serta batas-
Pemerintahan dimanfaatakan/dikelola
terkait dengan batasnya
Pengakuan Nagari yang oleh pemerintah
2 subjek hukum, • Pengukuhan ulayat dengan syarat adanya
Hak Ulayat melakukan
hubungan kaum dan suku persetujuan anggota-
pengakuan
hukum dan diberikan oleh anggota suku dan ninik
wilayah pemerintah nagari mamak suku.
Pemerintah
berdasarkan pengakuan (Pemerintah 3. Ulayat kaum dapat
KAN 3.4. Pihak Ketiga Pusat, Provinsi dimanfaatkan/
• Anak nagari dapat dan Kabupaten/ dikelola dengan syarat
mengelola dan kota) persetujuan dari semua
memanfaatkan ulayat
anggota kaum dan ninik
nagari sesuai dengan
mamak kaum
• Anak nagari ketentuan adat
Pengelolaan 3.1. Ulayat dengan prinsip utama 4. Pemanfaatan /
3 • Badan Usaha
Hak Ulayat Nagari tidak menimbulkan pengelolaan ulayat
Milik Nagari
kerugian pihak lain dan suku dan kaum oleh
(BUM Nagari)
lingkungan. pemerintah yang
dinilai berdampak
• Membentuk Badan
besar merugikan
Usaha Milik Nagari
masyarakat nagari
(BUM Nagari).
harus terlebih dahulu
Anggota pasukuan
mendapat persetujuan
dapat mengelola dan
Anggota suku musyawarah nagari
3.2. Ulayat Suku memanfaatkan tanah
(pasukuan) 1. Ulayat nagari dapat
ulayat suku dengan
dimanfaatkan /
ketentuan adat
dikelola oleh sawasta
Anggota kaum Swasta
dengan syarat adanya
dapat mengelola dan
persetujuan dari
3.3. Ulayat Kaum Kaum memanfaatkan tanah
musyawarah nagari
ulayat kaum sesuai
dengan ketentuan adat

18Arus bawah pembaruan hukum Arus bawah pembaruan hukum19


Objek yang Aktor yang Objek yang Aktor yang
No Aspek Pokok Kerangka Pengaturan No Aspek Pokok Kerangka Pengaturan
Diatur Diatur Diatur Diatur
2. Ulayat suku dapat Bertugas mengawasi
dimanfaatakan/ 4.2. KAN dan perencanaan, pengelolaan
dikelola oleh swasta Pengawasan Pemuda Nagari dan pelestarian ulayat
dengan syarat adanya nagari, suku dan kaum
persetujuan anggota- Perlindungan wilayah
anggota suku dan tertentu (hutan adat)
ninik mamak suku. 4.3. diintegrasikan antara
Perlindungan praktek hutan larangan
3. Ulayat kaum dapat
dan penataan ruang
dimanfaatkan/
wilayah nagari
dikelola dengan syarat
5.1. Hak Hak-hak tersebut berlaku
persetujuan dari
memiliki, Anak Nagari, sesuai dengan adat dan
semua anggota kaum
5 Hak mengelola dan KAN, Pemerintah dimanfaatkan berdasar
dan ninik mamak
mengambil Nagari pada penataan ruan g
kaum
manfaat nagari
4. Pemanfaatan / 1. Pelaksanaannya diatur
pengelolaan ulayat dengan kesepakatan
suku dan kaum pemuda
oleh swasta yang
2. Menyusun program
dinilai berdampak • Pemuda dan kebijakan
besar merugikan Nagari
masyarakat nagari 3. Pembebanan
6.1. Mengawasi, • Pemerintahan
harus terlebih dahulu kewajiban atas
6 Kewajiban mengembangkan Nagari
mendapat persetujuan pelestarian ulayat
dan melestarikan
musyawarah nagari • Anak Nagari nagari
• KAN dan Pemerintah
• Pihak Ketiga 4. Membuat database
Nagari bersama-
peta ulayat nagari
sama melakukan
4.1. musyawarah nagari 5. Membuat tata cara
Perencanaan KAN bersama untuk menentukan penyelenggaraan
4 Pengelolaan Ulayat nagari Pemerintah penataan ruang nagari musyawarah nagari
dan Nagari Penyelesaian
• Musyawarah Aktor yang
Pemanfaatan Sengketa Cara penyelesaian
perencanaan penataan menyelesaiakan
melalui cara 7.1. Sengketa sengketa dengan
ruang nagari bisa 7 sengketa adalah
adat dengan dalam kaum musyawarah anggota
dibantu oleh pihak Ninik mamak
berdasarkan kaum
lain kaum
musyawarah
KAN dan Pemerintah
Nagari berkewajiban
Ulayat Kaum dan
menfasilitasi perencanaan
Suku
pengelolaan ulayat suku
dan kaum

20Arus bawah pembaruan hukum Arus bawah pembaruan hukum21


Objek yang Aktor yang Objek yang Aktor yang
No Aspek Pokok Kerangka Pengaturan No Aspek Pokok Kerangka Pengaturan
Diatur Diatur Diatur Diatur
Aktor yang Cara penyelesaian 9.1. Hak ulayat Aktor yang Pemerintah Nagari dan
7.2. Sengketa menyelesaikan sengketa dengan yang sedang melaksanakan KAN melakukan negosiasi
Aturan
antar kaum sengketa adalah musyawarah bersama 9 dikuasai dan adalah ulang tentang hak-hak
Peralihan
dalam suku panghulu pucuk penghulu kaum dalam dimanfaatkan Pemerintah ulayat yang dimanfaatkan
dalam suku suku pihak ketiga Nagari dan KANpihak ketiga
Aktor yang Pemerintah nagari dan
Cara penyelesaian
7.3. Sengketa menyelesaiakan KAN mencari kesepakatan
sengketa dengan 9.2. Hak
antar suku dalam sengketa adalah dengan Pemerintah nagari
musyawarah seluruh ninik ulayat nagari Aktor yang
koto penghulu pucuk dan KAN yang didalam
mamak dalam koto yang masuk melaksanakan
koto wilayah administrasinya
dalam wilayah adalah
Aktor yang terdapat hak ulayat
Cara penyelesaian administrasi pemerintah
7.4. Sengketa menyelesaiakan nagari guguk malalo
sengketa dengan pemerintahan Nagari dan KAN
antar koto dalam sengketa adalah tentang pengelolaan dan
musyawarah KAN dengan nagari lain
nagari KAN dan pemanfaatan hak ulayat
Panghulu Jurai
Penghulu Jurai tersebut
1. Cara penyelesaian Statusnya diakui dan
sengketa dengan 9.3. Hak ulayat dilindungi sebagai
musyawarah untuk suku/kaum dari ulayat kaum atau suku
mencari perdamaian nagari lain yang yang bersangkutan dan
Aktor yang dengan KAN dan ada dinagari pengelolaannya tunduk
menyelesaikan Pemerintah Nagari guguk malalo pada ketentuan adat
7.5. Sengketa lainnya yang nagari setempat
sengketa adalah
dengan Nagari bersengketa dengan
Pemerintah
Lain nagari guguk malalo
Nagari dengan Setelah rampung menyelesaikan kerangka naskah
KAN 2. Mengupayakan ranperna, pansus kemudian menuliskan kerangka
jasa pihak lain konsep tersebut menjadi ranperna. Naskah ranperna
yang independen yang dihasilkan diuji melalui konsultasi publik
untuk membantu sebanyak dua kali di nagari, yaitu pada tanggal 26
penyelesaian sengketa
Oktober 2008 dan 8 November 2008. Dari konsultasi
8.1. Sengketa Apabila sengketa tidak
publik tersebut, terdapat dua persoalan yang
yang tidak bisa bisa diselesaiakn melalui
Penyelesaian diselesaiakan cara adat berdasarkan
dianggap penting terkait substansi ranperna, yaitu ;

8
sengketa melalui cara adat musyawarah seperti yang 1. Persoalan wilayah adat yang terpisah karena
melalui berdasarkan tercantum diatas, maka penentuan batas administrasi nagari dan
peradilan musaywarah sengketa dilaksanakan administrasi kabupaten.
(seperti yang melalui jalur pengadilan
tercantum diatas) (Negara). Persoalan wilayah adat yang terpisah
karena penentuan batas administrasi nagari
melingkupi ulayat nagari, ulayat suku dan
ulayat kaum. Pemisahan wilayah adat akibat
batas administrasi nagari yang terjadi antara

22Arus bawah pembaruan hukum Arus bawah pembaruan hukum23


Nagari Guguk Malalo dengan Nagari Andaleh nagari yang dikuasai oleh pihak ketiga (baik itu
di kabupaten Padang Pariaman terkait wilayah swasta dan pemerintah) yang memanfaatkan
asam pulau. hak ulayat tersebut tidak sesuai dengan hukum
Pengaturan wilayah adat yang terpisah adat, sehingga merugikan hak-hak masyarakat
karena penetuan batas administrasi nagari nagari.
(yang paralel juga dengan batas administrasi Pihak ketiga yang dimaksud dalam konteks
kabupaten) diakomodir dalam pengaturan nagari guguk malalo adalah PT. PLN
penyelesaian sengketa pada Ranperna, pasal yang memanfaatkan air danau dan tanah
17 ayat (5) (isinya sama dengan tabel 1, no. 7 ulayat bagi kepentingan operasional PLTA.
pada point 7.5) dan peraturan peralihan pada Operasionalisasi PLTA tersebut dilakukan
pasal 18 ayat (2) (isinya sama dengan tabel 1, secara paksa dimasa pemerintahan rezim
no. 9 pada point 9.2) yang menjelaskan bahwa orde baru sampai dengan sekarang, baik
pemerintah nagari dan KAN dimandatkan pemanfaatan airnya maupun pengadaan tanah
menyelesaian konflik batas wilayah nagari bagi intake PLTA yang berada diwilayah nagari
secara administratif dengan mengupayakan guguk malalo. Ranperna ini memandatkan
kesepakatan pengelolaan wilayah-wilayah Pemerintah Nagari dan KAN untuk melakukan
adat yang berada di nagari lain, dengan dasar negosiasi ulang dengan pihak ketiga tersebut,
musyawarah dan hukum adat. yaitu PT. PLN terkait dengan pemanfaatan air
Pada kasus asam pulau, upaya penyelesaiannya danau dan tanah ulayat.
tidak cukup antar nagari, karena mesti juga Terakhir, draft ranperna yang disusun pansus
melibatkan pemerintah Provinsi Sumatera disahkan melalui sidang BPRN pada tanggal 18
Barat dan Kabupaten Padang Pariaman terkait November 2008. Perna yang disahkan tidak merubah
batas administrasi kebupaten yang tentunya substansi ranperna yang telah disusun, melalui
tidak mungkin dimandatkan didalam Perna. berbagai proses tersebut diatas. Perna yang disahkan
Namun paling tidak, pengaturan diatas itu kemudian bernama Peraturan Nagari Guguk
memerintahkan pemerintah nagari dan KAN Malalo No.2 tahun 2008 tentang Pengukuhan Hak
untuk menginisiasi penyelesaian masalah batas Ulayat Dan Pengelolaan Ulayat Anak Nagari Guguk
wilayah adat melalui pendekatan-pendekatan Malalo (Kemudian disebut Perna Hak Ulayat Guguk
adat secara musyawarah. Malalo).
2. Pemulihan hak ulayat yang telah dimanfaatkan
oleh pihak ketiga, terutama terkait pemanfaatan 3. Diskusi dan Rekomendasi
air danau, air permukaan dan tanah untuk PLTA
Singkarak oleh PT. PLN. Represifitas hukum melalui pemberian izin-izin
konsesi kepada pemilik modal telah mengorbankan
Pengaturan peralihan di Ranperna pada sebagian besar rakyat Indonesia yang hidup
pasal 18 ayat (1) (isinya sama dengan tabel dari kesatuan-kesatuan masyarakat adat dengan
1, no.9 pada point 9.1) dilatarbelakangi oleh merampas tanah, ruang kelola dan kekayaan sumber
pemulihan hak ulayat nagari guguk malalo daya alamnya. Dalam kondisi seperti itu, Negara
yang dikuasai pihak oleh ketiga. Pemulihan hak selalu memposisikan Masyarakat adat sebagai
ulayat adalah pengembalian hak-hak ulayat ke objek penerima kewajiban dari hukum (Noer Fauzi,

24Arus bawah pembaruan hukum Arus bawah pembaruan hukum25


2012). Akibatnya keberadaan masyarakat adat hak-hak masyarakat adat, (Nurjaya, 2012). Namun
beserta hak-hak yang melekat padanya selalu dalam sayang, dalam rezim hukum pengelolaan sumber daya
kontrol politik rezim melalui penundukkan hukum alam, demokratisasi dan desentralisasi pengelolaan
(McCarthy dalam Arizona, 2010). sumber daya alam belum seutuhnya diakui.
Kontrol Negara yang besar atas sumber daya alam Pemerintah masih menjadi aktor utama penguasaan
adalah pengejawantahan politik pembangunan yang dan pemanfaatan sumber daya alam (government-
semata-mata mengejar target-target pertumbuhan dominated resource management), (Nurjaya, 2012).
ekonomi (economic-growth development). Corak hukum Dalam perkembangannya, Provinsi Sumatera
berbasis politik pembangunan melahirkan hukum Barat merespon desentralisasi dengan menetapkan
yang sentralistik (legal centralism) dan mengabaikan Perda Provinsi Sumbar No.9/2000 tentang ketentuan
fakta kemajemukan pranata hukum (legal pluralism) pokok pemerintahan nagari (Kurniawarman, 2005),
dalam masyarakat, sehingga politik pembangunan yang kemudian dirubah dengan Perda Provinsi
identik dengan politik pengabaian (political of Sumbar No.2/2007 (kemudian disebut Perda Nagari).
ignorance) keberadaan masyarakat adat dalam Perda nagari mengatur nagari sebagai daerah otonom
pengelolaan sumber daya alam (Nurjaya, 2012). yang mempunyai hak-hak tradisional, yaitu salah
Dalam perkembangannya, rezim orde baru satunya dalam penguasaan dan pengelolaan sumber
yang melegitimasi politik pembangunan tersebut daya alam.
runtuh. Momentum itu memberi harapan baru Selanjutnya, Pengakuan pengelolaan sumber daya
bagi masyarakat adat dalam pengelolaan sumber alam oleh nagari diperkuat lagi dengan lahirnya Perda
daya alam. Harapan baru perubahan politik hukum Provinsi Sumbar No.6/2008 tentang Tanah Ulayat
paska orde baru adalah menyelenggarakan otonomi dan Pemanfaatannya (Kemudian disebut Perda Tanah
daerah sebagai antitesis sentralisme pemerintahan Ulayat). Dua perda ini adalah pilar implementasi
dan hukum. UU No.22/1999 tentang otonomi pengelolaan sumber daya alam oleh nagari dengan
daerah menjadi UU pertama yang meletakkan dasar yang meletakkan dasar hukum pengelolaan sumber
pengurusan kepentingan lokal melalui kewenangan daya alam oleh nagari (Firmansyah dalam Arizona
daerah otonom. Pembaruan hukum ditingkat (ed), 2012). Untuk mengimplementasikan hal tersebut,
nasional ini mempengaruhi pola pengelolaan sumber perda nagari memandatkan nagari untuk mengelola
daya alam—yaitu; otonomi daerah sebagai rezim hukum sumber daya alam nagari melalui peraturan nagari.
membuka peluang pelimpahan kewenangan pengelolaan Penyusunan perna hak ulayat guguk malalo lahir
sumber daya alam kepada nagari sebagai daerah otonom sejak pemberlakukan kembali sistem pemerintahan
sekaligus kesatuan masyarakat adat (Kurniawarman, nagari setelah perda nagari dilahirkan. Eforia
2005). penguatan nagari dan pengelolaan sumber daya alam
Implementasi otonomi daerah adalah oleh nagari di sumatera barat efektif mendorong
desentralisasi kekuasaan dari pemerintah pusat nagari guguk malalo melahirkan aturan lokal tentang
kepada daerah, termasuk dalam pengelolaan sumber pengelolaan sumber daya alam berdasarkan adat.
daya alam. Desentralisasi merupakan cerminan Lahirnya perna adalah ekspresi hukum responsif
prinsip demokratisasi pengelolaan sumber daya dan gerakan pembaruan hukum terutama terkait
alam, yang salah satunya mensyaratkan pengakuan perjuangan hak-hak masyarakat adat di aras lokal.
kemajemukan hukum (legal pluralism) dan pengakuan

26Arus bawah pembaruan hukum Arus bawah pembaruan hukum27


3.1. Ekspresi Hukum Responsif merujuk pada hukum yang lebih tinggi sebagai
pengejawantahan hukum yang sentralistik dan
Penyusunan perna hak ulayat guguk malalo represif.
adalah ekspresi demokratisasi pengelolaan
sumber daya alam dan ekspresi hukum 3.2. Gerakan Pembaruan Hukum
responsif dari aras lokal—sebagai kebalikan
hukum represif pengelolaan sumber daya alam. Hal Perna hak ulayat guguk malalo adalah
tersebut terlihat dari proses penyusunan perna arus bawah gerakan pembaruan hukum
hak ulayat guguk malalo yang memenuhi ciri- 5 Dalam menjalankan pengelolaan sumber daya alam, yang timbul
negosiasi dengan PT.
ciri hukum responsif, yaitu ; pertama, proses PLN; Pemerintah Nagari dan bergerak dari energy masyarakat. Perna
legislasi yang partisipatoris membuka seluas- dan KAN membentuk Tim ini adalah ungkapan masyarakat nagari guguk
luasnya keterlibatan masyarakat. Masyarakat
11 yang terdiri dari tokoh-
tokoh adat, pemuda
malalo untuk merubah hukum yang represif
adalah pelaku pembuat hukum (Ahmad, 2007). dan cerdik pandai yang yang dirasakan selama ini menjadi hukum
Dalam kaitannya dengan proses penyusunan bekerja mewakili nagari yang responsif dengan mengakui hak adat
guguk malalo untuk
perna; Pansus terlibat aktif dalam pembuatan bernegosiasi langsung dan hukum adat dalam pengelolaan sumber
hukum yang kemudian diuji dari berbagai dengan PT. PLN. Tim 11 daya alam. Memang tidak dipungkiri, bahwa
diskusi informal dan konsultasi publik nagari.
dibentuk melalui sebuah
kesepakatan adat yang
otonomi daerah adalah stimulus penting
Hasilnya kemudian disahkan secara formal kemudian dituangkan gerakan tersebut, dimana nagari kembali
oleh BPRN bersama Pemerintah Nagari dalam Surat Keputusan percaya diri sebagai entitas masyarakat adat
Wali Nagari Guguk
sebagai representasi pemerintahan terendah. Malalo. yang menggunakan hukum adatnya sebagai
Dari proses tersebut, masyarakat nagari 6 Inisiatif penyelesaian
landasan pengelolaan sumber daya alam.
yang terwakili dalam kelembagaan formal konflik antara nagari
Selain itu, Perna ini memberi dampak pada
pemerintah nagari dan lembaga adat sebagai guguk malalo dengan PT.
PLN dimulai sejak tahun perjuangan-perjuangan hak-hak adat nagari
aktor utama pembuat hukum. 2011-sekarang. Saat ini,PT. guguk malalo terhadap Negara dan kelompok
PLN telah membuka
Kedua, pembentuk hukum responsif akan diri dalam penyelesaian bisnis untuk patuh pada kepentingan
menempatkan dirinya sebagai fasilitator. Ia konflik tersebut dengan masyarakat adat—walaupun tidak terikat secara
akan menfasilitasi berbagai kebutuhan dan
mensepakati tahapan-
tahapan penyelesaian
langsung, namun mampu memaksa Negara dan
keinginan masyarakat. Bukan semata-mata konflik bersama nagari kelompok bisnis untuk bernegosiasi ulang dalam
keinginan penguasa (Ahmad, 2007). Kaitannya guguk malalo. Tahapan pemanfaatan hak ulayat. Hal tersebut terlihat
penyelesaian konflik
dengan proses penyusunan perna yaitu adopsi dimulai dengan melakukan pada pengaturan pemulihan hak ulayat dalam
sistem hak ulayat dan hukum adat dalam audit sukarela untuk perna. Pengaturan pemulihan hak ulayat
penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam
melihat dampak ekologis
dan social (termasuk
dalam perna mendorong penyelesaian konflik
sebagai kebutuhan nagari yang dituangkan tentang penguasaan hak ulayat antara nagari guguk malalo dengan
dalam peraturan formal perna. Selanjutnya, hak ulayat). Pusat PT. PLN. Pengaturan ini menjadi landasan
Studi Lingkungan Hidup
pengaturan resolusi konflik dalam dan antar Universitas Andalas moril dan yuridis bagi pemerintah nagari
nagari dengan menggunakan hukum adat (PSLH Unand) ditunjuk dan KAN untuk bernegosiasi dengan PT.
serta pengaturan pemulihan hak ulayat adalah
oleh PT. PLN dan nagari
guguk malalo untuk
PLN terkait pemanfaatan hak ulayat air yang
ekspresi kebutuhan hukum nagari guguk melakukan audit. Hasil digunakan untuk kepentingan PLTA danau
malalo dalam pengelolaan sumber daya alam. audit inilah yang akan singkarak.5Saat ini, upaya penyelesaian konflik
menjadi dasar negosiasi
Sehingga, Perna yang dilahirkan bukan melulu kedua belah pihak. hak ulayat antara nagari guguk malalo dengan
PT. PLN tengah berlangsung.6

28Arus bawah pembaruan hukum Arus bawah pembaruan hukum29


Artinya, dalam konteks gerakan pembaruan sebuah gerakan menyeluruh. Inisiatif nagari-nagari
hukum; perna berfungsi sebagai alat konsolidasi atau desa-desa dalam melakukan pembaruan hukum
dalam menumbuhkan kepercayaan diri menjadi hal penting untuk mendorong pembaruan
masyarakat nagari guguk malalo pada hukum hukum yang masif tersebut. Ibaratnya seperti aliran
adatnya, sekaligus sebagai simbol kepatuhan sungai, gerakan pembaruan hukum ditingkat nagari/
terhadap pihak diluar komunitas terhadap desa menjadi arus bawah dengan dayanya yang kuat
hukum adat. untuk mendorong aliran sungai bergerak menuju
alirannya yang benar, walaupun tenang dipermukaan.
3.3. Rekomendasi
Pembuatan hukum melalui perna yang dilakukan
dengan demokratis dan responsive menvitalkan
kekuatan sumber daya hukum rakyat (adat) yang
sebenarnya telah ada dan hidup. Perna atau aturan-
aturan formil lainnya ditingkat nagari/desa menjadi
stimulus revitalisasi tersebut, bukan hanya semata-
mata dokumen legal yang kaku. Pendekatan ini
dibutuhkan untuk mencegah masalah yang muncul
terkait kedudukan peraturan nagari/desa dalam
hirarkis perundang-undangan—yang mesti tunduk
pada norma-norma superior dan represif. Oleh sebab itu,
memotret realitas pluralisme hukum (kemajemukan
hukum) dalam penyusunan substansi norma menjadi
hal penting, dan kemudian diiringi dengan menyiasati
cantelan yuridis yang dapat melegitimasi pluralisme
hukum tersebut.
Seiring dengan itu, inisiatif pembaruan hukum
ditingkat nagari/desa semestinya paralel dengan
inisiatif-inisiatif pembaruan hukum pada level-level
diatasnya. Desentralisasi pemerintahan menjadi
momentum untuk mendorong daerah melakukan
pemberdayaan hak ulayat dan hukum adat serta
menghargai pluralisme hukum. Pada level nasional,
gerakan pengakuan hak masyarakat adat dan
pluralisme hukum dalam hukum nasional menjadi
suplemen penting gerakan pembaruan hukum dilevel
daerah dan nagari/desa.
Memang, gerakan pembaruan hukum bukanlah
gerakan yang parsial—hanya dilevel nasional atau
hanya dilevel daerah dan nagari/desa, namun

30Arus bawah pembaruan hukum Arus bawah pembaruan hukum31


Daya Alam di Indonesia, Epistema Institute dan
Daftar Pustaka HuMa, Jakarta.
• Buku : • Notulensi dan Peraturan :
1. Idris (ed), (2012). Penemuan Hukum Nasional Dan 1. Notulensi pada tanggal 13 Maret 2008, tentang
Internasional; Dalam Rangka Purnabakti Prof. Dr. kegiatan FGD Penyusunan Strategi Advokasi
Yudha Bhakti, S.H., M.H, PT. Fikahati Aneska dan Kebijakan Daerah tentang Pengelolaan Hutan Adat
Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum di Nagari Guguk Malalo.
Universitas Padjadjaran. 2. Notulensi pada tanggal 27-30 Mei 2008, tentang
2. Kurniawarman dan Rachmadi, (2005). Hak Ulayat kegiatan Pelatihan Legal Drafting Untuk
Nagari Atas Tanah Di Sumatera Barat: Jejak dan Agenda Penyusunan Aturan Lokal (Peraturan Nagari)
Reformasi, Yayasan Kemala, WRI dan Qbar, Jakarta. Dalam Penguatan Hukum Rakyat Terhadap
Pengelolaan SDA oleh Masyarakat Nagari.
3. Noer Fauzi Rachman, dkk, (2012). Kertas Kerja
Epistema No.01/2012 : Kajian Kritis Atas Peraturan 3. Notulensi pada tanggal 19-21 Agustus 2008, tentang
Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Workshop Substansi Peraturan Nagari Guguk
Nomor: 5 tahun 1999 Tentang Pedoman Penyelesaian Malalo.
Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, 4. Notulensi pada tanggal 26 Oktober 2008, tentang
Epistema Institute dan Rights Resources Institute, Konsultasi Publik Kampung Pertama.
Jakarta.
5. Notulensi pada tanggal 18 November 2008, tentang
4. Nurul Firmansyah dan Yance Arizona, (2008). Konsultasi Publik Kedua.
Pemanfaatan Tanpa Jaminan Perlindungan : Kajian Atas
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat No.6/2008 6. Notulensi pada tanggal 18 November 2008, tentang
Tentang Tanah Ulayat Dan Pemanfaatannya, HuMa rapat pengesahan ranperna menjadi perna guguk
dan Qbar, Jakarta. malalo no.2/2008 tentang pengukuhan hak ulayat
dan pengelolaan ulayat anak nagari guguk malalo.
5. Nurul Firmansyah, dkk (2007), Dinamika Hutan
Nagari Dalam Jaring-Jaring Hukum Negara, HuMa dan 7. Surat Keputusan Wali Nagari Guguk Malalo
Qbar, Jakarta. tertanggal 29 Maret 2008 tentang Penyusunan
Panitia Khusus (Pansus) Ranperna Guguk Malalo.
6. Rival Gulam Ahmad dkk, (2007). 9 Jurus Merancang
Peraturan Untuk Transformasi Sosial : Sebuah Manual 8. Peraturan Nagari Guguk Malalo No.2/2008 tentang
Untuk Praktisi, PSHK dan Konrad Adenauer Pengukuhan Hak Ulayat Dan Pengelolaan Ulayat
Stiftung, Jakarta. Anak Nagari Guguk Malalo.

7. Yance Arizona (ed), (2012). Bukan Catatan Dari


Jakarta : Peran Strategis Dan Tantangan Pembaruan
Hukum Sumber Daya Alam di Daerah, HuMa, Jakarta.
8. Yance Arizona, dkk, (2010). Kertas Kerja Epistema
No. 05/2010 : Kuasa Dan Hukum : Realitas Pengakuan
Hukum Terhadap Hak Masyarakat Adat atas Sumber

32Arus bawah pembaruan hukum Arus bawah pembaruan hukum33


Proses Penyusunan
Peraturan Desa:
Sebuah Refleksi
Pengalaman Di
Propinsi Sulawesi
Tengah

BAB
III
Perkumpulan untuk Pembaruan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis
Proses Penyusunan
Peraturan Desa: Sebuah
Refleksi Pengalaman
Di Propinsi Sulawesi
Tengah
Wing Prabowo (Peneliti Perkumpulan Bantaya)

Pengantar
“Peraturan Desa tidak hanya dipandang kaku sebagai
perangkat aturan hukum yang berlaku di Desa, peraturan
perundang-undangan yang dibuat oleh BPD bersama
Kepala Desa atau peraturan perundang-undangan yang
levelnya paling bawah dari jenis peraturan perundang-
undangan lainnya. Peraturan Desa dapat juga menjadi
alat maupun sarana bentuk perlawanan masyarakat di
Desa atas hegemoni pengaturan wilayah dan ruang hidup
mereka”.
Inilah yang menjadi pengalaman sejumlah desa
di Propinsi Sulawesi Tengah.
Tulisan ini murni berbasiskan pengalaman
dalam menggeluti aktifitas pendampingan maupun
penguatan atas posisi desa atau masyarakat guna
mengatur sendiri wilayah dan ruang kehidupannya.
Pendekatan yang dilakukan sama sekali tidak Swapraja dan setelah berlakunya Undang-undang
menggunakan teori atau hipotesa manapun. Pokok Agraria menjadi Tanah Negara”, Peraturan
Pendekatan yang dilakukan lebih pada bagaimana Daerah Propinsi Sulawesi Tengah Nomor 6 Tahun
membangun hubungan emosional sedekat mungkin 2006 Tentang Daerah Penyangga Taman Nasional
dengan masyarakat, mampu menempatkan diri Lore Lindu, dan lain sebagainya dimana kebijakan-
bukan menjadi tamu melainkan dapat diterima kebijakan tersebut turut bersumbangsih pada
layaknya sebagai salah satu warga/anggota penguatan pewarisan konflik-konflik agraria di
komunitas setempat. Seluruh cerita rangkaian proses daerah.Konflik-konflik agraria ini belum terselesaikan
tahapan aktifitas pelatihan pembuatan peraturan secara baik, terkesan diam namun setiap saat siap
desa, mengedepankan penyesuaian dengan keinginan meledak jika ada aksi yang memicu terbukanya
dan kebiasaan masyarakat dengan harapan mampu lembaran konflik tersebut.
memberikan hasil yang maksimal sesuai keinginan Pada pertengahan tahun 2009 s/d tahun 2010, isu
bersama. REDD menjadi pembicaraan dan diskusi hangat di
sejumlah kalangan. Pemerintah (pusat dan daerah)
Latar Belakang melalui beberapa instansi pemerintah, NGO, para
praktisi, dan lain-lain, aktif melakukan pertemuan
Pelaksanaan desentralisasi selama ini menunjukkan resmi sebagai langkah persiapan REDD. Sulawesi
bahwasanya kebijakan-kebijakan pemerintah belum Tengah ditetapkan sebagai demonstration activity
memberikan jaminan riil atas tuntutan otonomi program UN-REDD di Indonesia.7 Demonstration
desa yang sesungguhnya. Perubahan paradigma 7 “UN-REDD adalah
Activity yang dimaksud memposisikan Sulawesi
proyek penyiapan REDD
sistem pemerintahan sentralisasi menuju sistem yang disponsori oleh Tengah sebagai wilayah uji coba pelaksanaan Free
pemerintahan desentralisasi tidak di sertai dengan PBB. Proyek ini ada
and Prior Informed Consent (FPIC). FPIC adalah satu
perubahan arus kebijakan-kebijakan lintas sektoral di Sembilan Negara
proses yang memungkinkan masyarakat adat atau
termasuk di Indonesia.
yang diantaranya menjadi sumber petaka dan konflik Sulawesi tengah lokal untuk menyatakan setuju atau tidak terhadap
di masyarakat pedesaan. Tiap sektoral berjalan ditetapkan sebagai
rencana proyek, aktifitas atau kebijakan, di ruang
demostration activity
sesuai koridor masing-masing dengan berpedoman program UN-REDD di kehidupan masyarakat dan berpotensi berdampak
pada peraturan perundang-undangan sektoral Indonesia. Penetapan
pada tanah, kawasan, sumberdaya dan perikehidupan
bersangkutan dan petunjuk dari pimpinan baik di ini telah ditindaklanjuti
masyarakat.8 Dari sisi legal formal, penetapan wilayah
dengan beberapa
level daerah maupun petunjuk langsung dari pusat. kegiatan dari level Sulawesi Tengah berdasarkan:
Dapat dilihat pula pola beberapa instansi pemerintah Nasional hingga Provinsi.
ketika mengaplikasikan suatu program di masyarakat, Di tingkat Provinsi pada 1. Surat Sekretaris Jenderal Kementerian
tanggal 13 s/d 15 Oktober
selalu berlandaskan pada pencapaian tujuan program 2010, UN-REDD telah Kehutanan Nomor : S.786/II-KLN/2010
yang bersifat top down tanpa mempedulikan realita melakukan launcing Tanggal 5 Februari 2010 Perihal Penetapan
di wilayah sasaran program. Berkenaan dengan hal
yang dirangkaikan
dengan Konsultasi
Sulawesi Tengah Sebagai Demonstration
itu masih banyak pula kebijakan-kebijakan daerah di Regional Stranas oleh Activity REDD.
BAPPENAS melalui
Propinsi Sulawesi Tengah yang sama sekali belum BAPPEDA Propinsi 2. Surat Gubernur Sulawesi Tengah Nomor:
mengalami amandemen dan atau di ganti seperti Sulawesi Tengah”. 522/6 77/DISHUTDA Tanggal 29 September
SK Gubernur Sulawesi Tengah Nomor 592.2/4117/ Prosiding Workshop
2010 Perihal Provinsi Sulawesi Tengah Sebagai
Multi Pihak Penyusunan
Ro.Huk. Tanggal 31 Agustus 1992 yang menyatakan Alur dan Tata Kerja Lokasi Kegiatan UN-REDD.
bahwa “Daerah Sulawesi Tengah adalah Daerah FPIC (Donggala, 28-29
Desember 2010).

38Proses penyusunan peraturan desa; sebuah refleksi pengalaman di Propinsi Sulawesi Tengah Proses penyusunan peraturan desa; sebuah refleksi pengalaman di Propinsi Sulawesi Tengah39
Di tingkat NGO lokal, rencana pelaksanaaan kawasan hutan yang ada. Di Desa Talaga misalnya,
demonstration activity program UN-REDD masyarakat kebingungan wilayah mana yang di
menimbulkan sudut pandang yang berbeda. masuk dalam kawasan Hutan Negara (kawasan
Pemikiran pertama, menerima dan membantu Hutan Lindung) sebab tidak terdapat tapal batas
pelaksanaan program. Pemikiran kedua, menolak jelas kawasan Hutan Negara. Fakta lainnya ialah
segala pelaksanaan program tersebut. Dalam jika berdasarkan Peta Penunjukkan Kawasan
perkembangannya kemudian isu REDD mulai Hutan Propinsi Sulawesi Tengah No.SK. 757/
merambah ke desa-desa dan menciptakan persepsi Kpts-II/1999 tanggal 23 September 1999 dan Peta
beragam dari masyarakat. Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan
Memperhatikan keadaan di atas, akhirnya Lindung Dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi
memunculkan inisiatif riset untuk memotret secara Propinsi Sulawesi Tengah Lampiran 2 No.SK.79/
langsung realita di lapangan sebagai langkah Menhut-II/2010 tanggal 10 Februari 2010, nampak
mengukur sejauhmana persiapan pelaksanaan wilayah penunjukkan kawasan Hutan Lindung
demonstration activity program UN-REDD pada terletak di sebelah barat Desa Talaga. Namun bila
wilayah-wilayah uji coba FPIC. Selaku tim riset, kami memperhatikan realita lapangan, maka ditemukan
menempatkan posisi tidak terlibat atau melibatkan wilayah yang di maksud mencakup pula kebun-
diri dalam dua arus pemikiran antara menerima atau kebun milik masyarakat. Dengan demikian dapat
menolak REDD. Sebab menurut kami yang lebih diprediksi potensi konflik agraria begitu besar
berhak menyatakan persetujuan ataupun menolak berkenaan dengan rencana pelaksanaan proyek
adalah masyarakat bersangkutan dimana wilayahnya REDD di Propinsi Sulawesi Tengah akibat tidak
di klaim sebagai wilayah uji coba FPIC.9 Pelaksanaan melihat dengan seksama kondisi riil yang terjadi di
riset dilakukan pada tahun 2011 di tiga lokasi yaitu masyarakat.
Desa Talaga Kecamatan Dampelas Sojol (Damsol) Sebagai upaya meminimalisir potensi-potensi
Kabupaten Donggala, Desa Ogoalas Kecamatan konflik di atas, pada tahun 2012 kegiatan kemudian
Tinombo Kabupaten Parigi-Moutong (Parimo) di tindaklanjuti dengan menggulirkan rencana
dan Tompu Kecamatan Biromaru Kabupaten 8 Rekomendasi Kebijakan: pembuatan draft naskah akademik yang harapannya
Sigi. Pemilihan wilayah berdasarkan informasi Istrumen FPIC Bagi mampu mempengaruhi kebijakan daerah selama ini.
bahwasanya Desa Talaga dan Desa Ogoalas masuk Masyarakat Adat Dan
Atau Masyarakat Lokal
Bahan-bahan dari riset menjadi bahan utama dalam
dalam wilayah rencana uji coba FPIC di Propinsi Yang Akan Terkena pembuatan draft naskah akademik tersebut. Draft
Sulawesi Tengah. Pengumpulan data dilakukan Dampak Dalam Aktifitas awal naskah akademik kemudian di diskusikan
REDD+ Di Indonesia (UN
melalui wawancara, observasi dan mengunjungi REDD PROGRAMME melalui rangkaian kegiatan diskusi kampung
secara langsung wilayah desa bersangkutan. INDONESIA DAN dengan harapan memperoleh masukan-masukan
Narasumber dinilai sesuai kapasitasnya terdiri dari DEWAN KEHUTANAN
NASIONAL)
dari masyarakat sesuai dengan keinginan dan nilai-
Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Desa, Badan nilai kehidupan mereka. Diskusi kampung dilakukan
9 Tim riset terdiri dari Ewin
Permusyawaratan Desa, tokoh masyarakat, tokoh Laudjeng, Syafruddin meliputi dua wilayah Kabupaten yaitu:
adat, tokoh agama, kelompok masyarakat tertentu K, Syahrun Latjupa,
• Kabupaten Sigi: Desa Toro Kecamatan Kulawi
seperti petani dan nelayan serta pihak lainnya yang Fathurrahman Labide,
Wing Prabowo dan Ester dan Dusun Tompu yang secara administratif
sesuai dengan tujuan riset. (Kerjasama program
terbagi dalam wilayah Desa Ngata Baru dan
riset antara Perkumpulan
Hasil riset kemudian menemukan berbagai kasus- Bantaya Palu dengan Desa Loru Kecamatan Biromaru.
kasus yang kaitannya sangat erat dengan penetapan Huma Jakarta, 2011).

40Proses penyusunan peraturan desa; sebuah refleksi pengalaman di Propinsi Sulawesi Tengah Proses penyusunan peraturan desa; sebuah refleksi pengalaman di Propinsi Sulawesi Tengah41
• Kabupaten Donggala: Desa Talaga Kecamatan a. Pada segi karakter wilayah.
Dampelas Sojol, Desa Povelua Kecamatan Mewakili gambaran wilayah pegunungan
Banawa Tengah serta Desa Salungkaenu dengan dominasi hutan lebat di sekitarnya
Kecamatan Banawa Selatan. seperti Desa Povelua, Desa (Ngata) Toro
Kami mengembangkan metode eksplorasi dan Tompu. Desa yang mewakili gambaran
pengalaman berkaitan dengan penyelenggaraan wilayah pesisir seperti Desa Talaga yang
pembangunan selama ini dan kearifan local yang secara geografis berdekatan dengan danau
dimiliki oleh masyarakat setempat. Melalui diskusi dan laut, serta ada pula desa yang merupakan
kampung, naskah akademik memperoleh banyak perpaduan wilayah antara pegunungan dan
input tentang penyelenggaraan pembangunan yang dataran rendah seperti Desa Salungkaenu.
lebih menonjolkan sistem Top Down di bandingkan b. Pada segi karakter ekonomi, sosial dan
sistem Bottom Up. Tidak mengherankan kemudian ada budaya masyarakat.
program pembangunan yang mengalami penolakan
langsung dan ada pula yang tidak sesuai dengan Dari perbedaan karakter wilayah, maka
kebutuhan realitas masyarakat. ditemukan pula perbedaan ciri khas kehidupan
masyarakat baik di tinjau dari sisi ekonomi,
Proses Penyusunan Peraturan sosial dan budayanya. Desa Lampo, Desa
Povelua dan Tompu dapat dikatakan mewakili
Desa di Kabupaten Sigi dan gambaran kehidupan masyarakat yang
Kabupaten Donggala di Propinsi secara umum mengutamakan tanaman padi
ladang, jagung, pohon kelapa dan tanaman
Sulawesi Tengah lainnya sebagai tumpuan pendapatan. Adat
istiadat masih kuat mempengaruhi interaksi
Selain pembuatan naskah akademik, kegiatan lain
sosial antar anggota komunitas maupun
yang dikembangkan sesuai permintaan masyarakat
interaksi dengan alam sekitarnya. Perbedaan
ialah transfer pengetahuan teknis penyusunan
dengan desa lain misalnya Desa Salungkaenu
peraturan desa. Efektifitas suatu kegiatan pelatihan
mewakili masyarakat heterogen, tercipta
yang bersifat teknis sebenarnya tak terlepas pula
dikotomi pemukiman antara penduduk asli
dari bagaimana kita sebagai pelaksana pelatihan
dan pendatang walaupun jalinan komunikasi
mampu mengamati serta memahami kondisi
diantara masyarakat terjalin dengan baik serta
lingkungan, ekonomi, sosial-budaya dan apa yang
menurunnya pengaruh nilai-nilai lokal dalam
menjadi permasalahan umum masyarakat setempat.
kehidupan masyarakat.
Hal ini menjadi bahan dasar orientasi sebelum
mengadakan kegiatan pelatihan penyusunan c. Permasalahan Umum.
peraturan desa. Sebab tiap desa belum tentu memiliki Dengan melakukan pengamatan awal
kesamaan karakteristik. Dari ke enam desa yang karakter wilayah, ekonomi, sosial dan
hendak mengikuti pelatihan peraturan desa yang budaya masyarakat setempat, kita sebagai
di selenggarakan oleh Perkumpulan Bantaya Palu pelaksana kegiatan pelatihan telah mempunyai
bekerjasama dengan Huma Jakarta, terdapat beberapa bahan kajian untuk memahami secara utuh
karakteristik pembeda antara satu desa dengan desa permasalahan yang terjadi di sebuah desa.
lainnya. Perbedaan yang dimaksud antara lain: Contoh kasus ”Mengapa masyarakat di Desa

42Proses penyusunan peraturan desa; sebuah refleksi pengalaman di Propinsi Sulawesi Tengah Proses penyusunan peraturan desa; sebuah refleksi pengalaman di Propinsi Sulawesi Tengah43
(Ngata) Toro merasa penting ada Peraturan Desa bahasa daerah di Propinsi Sulawesi Tengah di
yang mengatur tentang Sumber Daya Air di Ngata kenal dengan Ngata, Ngapa, dan sebagainya),
Toro?”, ”Apa penyebab kegelisahan masyarakat perbandingan keadaan desa dengan daerah
Desa Povelua dengan praktek eksploitasi tambang lain serta kajian hukum atas keberadaan
Galian C di wilayah mereka?”. Dari hasil desa, dengan maksud membangkitkan
pengamatan awal, diperoleh kesimpulan pemahaman dan kesadaran masyarakat
sementara bahwa ada aktifitas-aktifitas yang untuk menyelenggarakan sistem pengaturan
dinilai merugikan kepentingan masyarakat sendiri ( self regulation ) dalam pengelolaan
yang umumnya petani, bertentangan dengan sumberdaya alam.
nilai-nilai lokal setempat serta membutuhkan b). Fokus Objek Pelatihan
suatu alat legal formal sebagai landasan yuridis
guna menghadapi beberapa aktifitas yang juga Kami sepakat fokus objek pelatihan pembuatan
mempunyai izin resmi dari pemerintah. Selain peraturan desa bertemakan Sumber Daya Alam.
itu, ada pula permasalahan yang sebenarnya Hal ini sangat membantu guna penyiapan
berhubungan erat dengan dinamika internal bahan-bahan pelatihan termasuk beberapa
desa bersangkutan di sebabkan unsur pihak peraturan perundang-undangan dan literatur
yang terlibat terdiri dari pihak luar dan dari yang di butuhkan dalam pelatihan.
dalam komunitas. Permasalahan ini seringkali c). Penyiapan Bahan-bahan Internal Desa
terjadi pada masyarakat yang bersifat
heterogen sehingga membutuhkan perlakuan Dari awal kami memberikan informasi untuk
yang berbeda. seluruh peserta agar menyiapkan segala bahan-
bahan internal berkenaan dengan Sumber
Setelah berhasil memiliki bahan dasar orientasi di Daya Alam, dapat berbentuk tulisan kearifan
atas, agenda berikutnya adalah melakukan pelatihan lokal mereka, peraturan desa/draft peraturan
pembuatan peraturan desa. Pelatihan pembuatan desa tentang Sumber Daya Alam serta bahan
peraturan desa yang dimaksud meliputi beberapa lainnya yang dianggap relevan. Bahan-bahan
tahapan: tersebut akan sangat membantu para peserta
1. Pra Pelatihan Pembuatan Peraturan Desa dalam menyusun subtansi dari draft peraturan
desa yang hendak dibuat nantinya.
Pra pelatihan pembuatan peraturan desa
dilakukan dengan cara: 2. Implementasi Pelatihan Pembuatan Peraturan
Desa
a). Pendidikan Hukum Kritis
Pelatihan pembuatan peraturan desa di
Sebagai langkah persiapan menuju pelatihan selenggarakan selama 4 hari dengan metode
pembuatan peraturan desa, di pandang penting lebih memperbanyak simulasi atau praktek.
ada kegiatan pengantar sebagai pembuka Tantangan besar dalam pelatihan pembuatan
wacana pemikiran para peserta memposisikan peraturan desa yang sering di hadapi yaitu:
desa. Olehnya kemudian diadakanlah kegiatan Pertama, masyarakat di desa tidak terbiasa
Pendidikan Hukum Kritis ”Reposisi Desa Dalam duduk, berfikir dan menulis seharian terhadap
Pengelolaan Sumber Daya Alam”, melalui kajian suatu hal. Aktifitas mereka cenderung selalu
penyegaran kembali ingatan para peserta bergerak dan mengandalkan tenaga sesuai
tentang kedudukan desa sebenarnya (dalam profesi masing-masing. Olehnya penciptaan

44Proses penyusunan peraturan desa; sebuah refleksi pengalaman di Propinsi Sulawesi Tengah Proses penyusunan peraturan desa; sebuah refleksi pengalaman di Propinsi Sulawesi Tengah45
suasana yang kondusif dan tidak kaku menerima materi yang bersifat teknis adalahsimulasi
merupakan target utama agar para peserta atau praktek. Kami berusaha mengembangkan
tidak merasa jemu dengan materi-materi yang metode pelatihan dengan lebih memperbanyak
menguras pemikiran mereka. Kedua, desa simulasi. Tiap peserta di bagi dalam kelompok sesuai
belum memiliki visi dan misi. Visi dan misi asal desa. Kami berusaha menciptakan suasana
sebuah desa bagi kami hal yang krusial. Secara yang cair, jauh dari kesan resmi sehingga tercipta
sederhana kami mengajukan pertanyaan ke suasana pelatihan kondusif dan tidak kaku. Pelatihan
para peserta”ibarat kapal laut yang berada di memakan waktu 4 hari dengan materi diantaranya:
tengah lautan, maka kapal laut ini akan menuju Gambar 2
kemana?”. Sebagian besar visi dan misi desa
yang tersusun, bukanlah lahir dari hasil
diskusi bersama dan kesadaran internal desa
bersangkutan. 1. Identifikasi
Guna membantu para peserta, salah satu Masalah
materi pelatihan memberikan gambaran
umum strategi untuk memudahkan mereka 6. Sosialisasi dan 2. Identifikasi
menentukan hal-hal apa saja yang bisa diatur Pengesahan Landasan Hukum
melalui peraturan desa. Berikut penjelasannya
di bawah ini:
Rancangan
Langkah-langkah Penyusunan Peraturan Desa:
Gambar 1 Peraturan Desa
3. Penulisan
5. Pembahasan/
Rancangan
VISI DAN Revisi
MISI
Peraturan Desa
DESA 4. Konsultasi
Publik
RENCANA Meliputi perencanaan
STRATEGIS pembangunan desa di semua
DESA: sektor baik bersifat fisik dan
1. Pendek non fisik Agar beban simulasi tidak menjadi berat ketika
2. Menengah masuk materi prosedur penyusunan peraturan desa,
3. Panjang Hal-hal yang dinilai setiap selesai penjelasan tiap bagian dari sistematika
penting guna diatur peraturan perundang-undangan, para peserta
dalam Peraturan Desa langsung melakukan simulasi atau praktek. Masing-
masing peserta terbagi dalam kelompok asal desa.
Pelaksanaan pelatihan pembuatan peraturan desa Awal simulasi dimulai dari penulisan judul. Tiap
Berdasarkan pengalaman, salah satu hal yang sangat kelompok peserta dipersilakan melakukan simulasi
membantu masyarakat guna memudahkan mereka sesuai judul draft peraturan desa yang di inginkan
sesuai tema besar yaitu Sumber Daya Alam. Lalu

46Proses penyusunan peraturan desa; sebuah refleksi pengalaman di Propinsi Sulawesi Tengah Proses penyusunan peraturan desa; sebuah refleksi pengalaman di Propinsi Sulawesi Tengah47
masuk bagian penjelasan konsideran menimbang Subtansi
dan mengingat, selanjutnya simulasi kembali. Setelah Judul Draft
Draft
melakukan simulasi penulisan konsideran menimbang No Desa Peraturan Keterangan
Peraturan
dan mengingat, tiap kelompok peserta dipersilakan Desa
Desa
mempresentasikan hasilnya dan membuka ruang bagi • Melakukan
kelompok lain untuk bertanya ataupun mengajukan inventarisasi
argumennya. Selesai diskusi antar kelompok peserta, berupa
pemateri memberikan masukan-masukan kritisnya. pengumpulan
Hari berikutnya metode yang sama tetap dilakukan data dan informasi
begitu seterusnya sampai draft awal peraturan desa berkenaan potensi
tiap kelompok tersusun secara lengkap sumber daya air
Di hari terakhir, tiap kelompok peserta di wilayah Ngata
mempresentasikan hasil kelompoknya dan kelompok Toro.
lain memberikan pendapat dan masukan terhadap • Mengatur sistem
hasil draft awal tersebut baik dari segi tehnik penulisan pengawasan.
serta subtansi draft peraturan desa. Pendapat dan
masukan antar kelompok peserta selanjutnya • Mengatur sanksi
dilengkapi dengan sejumlah koreksi oleh pemateri administratif.
sebagai bahan revisi di internal desa. Keuntungan dari 2 Desa Lampo Pengelolaan Mengatur • Penggunaan
metode ini ialah secara keseluruhan para peserta dapat Sumber rencana istilah-istilah masih
aktif, mampu dengan cepat memahami kesalahan Daya Hutan pengelolaan, terbatas.
tehnik penulisan peraturan perundang-undangan, perlindungan • Perencanaan
memahami subtansi draft peraturan desa yang dan pengelolaan
dibuat dan tanpa menyadari mereka telah berhasil pelestarian, dengan
menyusun draft awal peraturan desa selama 4 hari larangan dan mengembangkan
kegiatan pelatihan walaupun masih membutuhkan sanksi potensi hasil hutan.
penyempurnaan. Berikut gambaran umum hasil draft
peraturan desa yang di hasilkan: • Ada lembaga
pengelola sumber
Subtansi daya hutan.
Judul Draft
Draft Terjalin kerjasama
No Desa Peraturan Keterangan
Peraturan antara pemerintah
Desa
Desa desa, lembaga
1 Ngata Toro Pengelolaan Mengatur • Penggunaan adat dan lembaga
Sumber pengelolaan, istilah-istilah masih lainnya di desa.
Daya Air perlindungan, terbatas. • Perlindungan dan
pengawasan, • Landasan pelestarian
dan sanksi pengelolaan
administratif • Larangan dan
berbasis sungai dan sanksi.
kearifan lokal

48Proses penyusunan peraturan desa; sebuah refleksi pengalaman di Propinsi Sulawesi Tengah Proses penyusunan peraturan desa; sebuah refleksi pengalaman di Propinsi Sulawesi Tengah49
Subtansi Subtansi
Judul Draft Judul Draft
Draft Draft
No Desa Peraturan Keterangan No Desa Peraturan Keterangan
Peraturan Peraturan
Desa Desa
Desa Desa
3 Desa Povelua Pungutan Objek dan • Penggunaan • Sanksi terhadap
Retribusi subyek, istilah-istilah masih pelanggaran.
Galian C wilayah terbatas. 5 Desa Pengelolaan Tujuan, ruang • Penggunaan
pungutan, • Objek dan Subjek Salungkaenu Sumber lingkup, istilah-istilah masih
tata cara Daya Air perlindungan terbatas.
pungutan, • Wilayah Pungutan. Bersih dan • Pelibatan seluruh
sanksi dan • Jenis Pungutan. pelestarian, komponen
pengawasan hak dan
• Tata cara pungutan. masyarakat dalam
kewajiban, pengelolaan
• Sanksi pungutan. penyelesaian sumber daya air
• Pengawasan masalah, bersih.
4 Desa Talaga Pengelolaan Ruang larangan dan
• Penggunaan • Prinsip pengelolaan
Sumber sanksi
Lingkup, istilah-istilah masih berdasarkan
Daya Hutan pelaksanaan terbatas keadilan,
rencana • Objek pengaturan perlindungan,
pengelolaan, mencakup seluruh pelestarian dan
sanksi kawasan hutan kearifan lokal
yang berada di setempat.
wilayah Desa • Mengatur
Talaga perlindungan dan
• Membagi pelestarian
pengelolaan dan • Hak dan kewajiban
pemanfaatan
kawasan • Penyelesaian
hutan dalam masalah melalui
kategori daerah pertemuan tingkat
pemukiman, desa.
sumber air, daerah 6 Tompu Pendekatan yang
kemiringan, dilakukan adalah
wisata danau dan membangun
transportasi darat kesepakatan di
tingkat lokal sebab
• Pelaksanaan
secara administratif
Pengelolaan
wilayah Tompu
Sumber Daya
terbagi dalam
Hutan.
wilayah dua desa

50Proses penyusunan peraturan desa; sebuah refleksi pengalaman di Propinsi Sulawesi Tengah Proses penyusunan peraturan desa; sebuah refleksi pengalaman di Propinsi Sulawesi Tengah51
Pelatihan kemudian di tutup dengan Rencana yang meminta beberapa kali asistensi dengan
Tindak Lanjut berupa jadwal asistensi draft awal rentang waktu tiap asistensi 1 hari, namun ada
peraturan desa yang berhasil mereka susun selama pula desa yang meminta asistensi 2x dengan
kegiatan pelatihan. Jadwal asistensi draft awal rentang waktu selama 2 hari tiap asistensi. Kami
peraturan desa menyesuaikan kondisi dan waktu mempersilakan masing-masing desa mengatur
yang disepakati di masing-masing desa. Harapannya jadwal asistensi dan berapa kali asistensi yang
masyarakat di masing-masing desa asal para peserta menurut mereka cukup untuk memaksimalkan
dapat membagi waktu luang yang mereka miliki guna hasil draft awal peraturan desa menjadi sebuah
mengikuti kegiatan asistensi draft awal peraturan draft final. Kami memberikan keleluasaan
desa. bagi masyarakat untuk turut bersama-sama
3. Asistensi Draft Awal Peraturan Desa mengatur waktu dan kebutuhan asistensi
sehingga dapat menjadi bahan pembelajaran
a). Pra Asistensi (Persiapan Pembentukan Tim bersama.
Penyempurnaan Draft Awal Peraturan
Desa) Dalam pelaksanaannya, asistensi mengalami
hambatan sesuai jadwal yang di sepakati.
Bila dalam pelatihan pembuatan peraturan Pertama, jadwal mengalami kemunduran di
desa, tiap desa di wakili oleh 5 orang peserta, sebabkan ada acara kedukaan, pernikahan
maka untuk asistensi draft awal peraturan desa atau ada kegiatan resmi lainnya di desa
diberi kesempatan dengan melibatkan peserta bersangkutan. Kedua, aktifitas masyarakat.
lebih banyak lagi. Para peserta terdiri dari aparat Memang sangat sulit apabila saat pelaksanaan
pemerintah desa, badan permusyawaratan asistensi, beberapa sawah/kebun telah
desa, pemuka adat, tokoh pemuda, tokoh masuk masa panen atau berkaitan dengan
perempuan, tokoh masyarakat yang mewakili nafkah hidup sebagai petani. Kami berusaha
tiap dusun yang ada sehingga tim kerja memahami keadaan tersebut dan bernegosiasi
perancang draft awal peraturan desa telah dengan masyarakat setempat, kapan baiknya
melibatkan multi pihak yang berkepentingan waktu yang tepat guna melakukan asistensi
di dalam desa bersangkutan. Pada masa draft peraturan desa. Olehnya berdasarkan
persiapan pembentukan tim penyempurnaan permintaan masyarakat, ada desa yang di
draft peraturan desa, salah satu desa yaitu Desa asistensi pada waktu malam hari dan ada pula
Talaga tidak memungkinkan di adakan aktifitas di siang hari.
asistensi di sebabkan kondisi internal desanya 10 Salah aksi yang

yang semakin memanas akibat ketidakjelasan


meningkatkan ekskalasi Dengan bekal bahan dasar orientasi sebelum
suasana di DesaTalaga
informasi mengenai wacana REDD di wilayah ialah pemasangan tapal pelatihan dan draft awal peraturan desa
mereka.10 Sehingga dengan demikian hanya
batas kawasan hutan yang dihasilkan ketika pelatihan pembuatan
empat desa yang akan menjadi tujuan asistensi.
lindung secara sepihak
yang dilakukan oleh Dinas
peraturan desa, maka kami memiliki bahan yang
Kehutanan pada tahun cukup guna mengkaji lebih mendalam draft
b). Pelaksanaan Asistensi Draft Awal Peraturan 2012 (tidak diketahui peraturan desa tersebut. Kami memposisikan
Desa pasti Dinas Kehutanan
Propinsi atau Kabupaten). diri sebagai fasilitator dimana masyarakat
Asistensi dilakukan berdasarkan kebutuhan Akibatnya banyak kebun- merupakan narasumber utama Metode itu
dan permintaan di masing-masing desa sesuai
kebun milik masyarakat
yang masuk dalam tapal
yang kami kembangkan dalam asistensi draft
jadwal yang tersusun saat pelatihan. Ada desa batas tersebut. peraturan desa. Agar proses asistensi tidak

52Proses penyusunan peraturan desa; sebuah refleksi pengalaman di Propinsi Sulawesi Tengah Proses penyusunan peraturan desa; sebuah refleksi pengalaman di Propinsi Sulawesi Tengah53
di dominasi pendapat orang-orang tertentu serta pemahaman terhadap subtansi draft
saja, maka ketika membedah kerangka draft peraturan desa, menimbulkan kesadaran
awal peraturan desa, fasilitator mengajukan bahwasanya jadwal asistensi yang telah
pertanyaan-pertanyaan kritis terhadap draft diatur bersama, terasa tidak cukup. Di
peraturan desa yang ada. Misalnya Desa Desa Toro Kecamatan Kulawi Kabupaten
(Ngata) Toro Kecamatan Kulawi Kabupaten Sigi misalnya isi dari satu pasal saja dapat
Sigi mengambil judul Pengelolaan Sumber memancing diskusi antar anggota tim
Daya Air Ngata Toro. Beberapa pertanyaan penyusun peraturan desa yang memakan
kritis yang kami ajukan diantaranya: waktu cukup lama. Sedang di Desa Lampo
Peraturan desa ini hanya mencakup pengelolaan saja atau ruang Kecamatan Banawa Tengah Kabupaten
lingkupnya berkaitan pula dengan perlindungan?, yang dimaksud Donggala, diskusi semakin alot dikala
air di peraturan ini apakah air di permukaan saja (air sungai, mata masuk pointers kearifan lokal setempat
air) atau juga mencakup air di dalam tanah? Apa saja cakupan dari karena banyak hal yang telah terlupakan
rencana pengelolaan yang di bayangkan?, Siapa yang melaksanakan sehingga membutuhkan pendalaman
pengawasan?, Jika terjadi pelanggaran siapa yang berhak melalui wawancara. Sisi positifnya adalah
menyelesaikan? Apa sanksinya berupa sanksi administratif atau sanksi subtansi dari draft yang di susun secara
adat atau butuh pemisahan yang mana pelanggaran yang dikenakan bersama dapat dipahami dengan baik apa
sanksi administratif dan mana pelanggaran yaang dikenakan sanksi maksud dan tujuannya.
adat?. • Membedah kerangka draft awal peraturan
Contoh lain di Desa Povelua Kecamatan Banawa desa secara keseluruhan mulai dari judul
Tengah yang mengambil judul Pengelolaan draft peraturan desa sampai pada penutup.
Galian C, Proses ini turut menentukan sebab tidak
menutup kemungkinan kalimat judul dalam
Wilayah sungai mana yang bisa di manfaatkan pasir dan batu dan sebuah draft peraturan desa mengalami
wilayah mana yang terlarang? Apakah pengambilan pasir dan batu perubahan.
harus di tengah badan sungai? Apakah tidak ada pembatasan jumlah • Subtansi draft peraturan desa semaksimal
kubik yang dapat diambil/hari?. Dan lain-lain mungkin di sesuaikan dengan kearifan
lokal masyarakat. Hal ini penting sebab
Metode ini sangat efektif memancing minat itulah yang selalu mereka praktekkan
seluruh peserta asistensi untuk mengeluarkan dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan
pendapatnya dan menciptakan pemahaman mengakomodir nilai-nilai tersebut, maka
bersama terhadap subtansi peraturan desa subtansi dari peraturan desa dapat
yang hendak dibuat. dengan mudah di mengerti termasuk
penggunaan istilah-istilah atau bahasa
Dari pelaksanaan asistensi draft peraturan desa
lokal dan pengertiannya. Misalnya definisi
di masing-masing desa kemudian ditemukan
hutan tidak berdasarkan definisi hutan
bahan pembelajaran penting yaitu:
versi pemerintah tetapi menggunakan
• Pelibatan lebih banyak orang dengan latar pandangan masyarakat melihat hutan
belakang pengetahuan dan pendidikan sebagai apa. Begitu pula pengertian air,
yang berbeda, kapasitas yang dimiliki tanah dan sebagainya.

54Proses penyusunan peraturan desa; sebuah refleksi pengalaman di Propinsi Sulawesi Tengah Proses penyusunan peraturan desa; sebuah refleksi pengalaman di Propinsi Sulawesi Tengah55
• Asistensi draft awal peraturan desa Judul Draft
Subtansi Draft
memberikan hasil yang signifikan dengan No Desa Peraturan
Peraturan Desa
Keterangan
banyaknya masukan-masukan perbaikan Desa
dari aparat pemerintah desa, badan 1 Toro Pengelolaan Ketentuan • Prinsip pengelolaan
permusyawaratan desa, pemuka adat, Sumber Umum, Tujuan berlandaskan pada dua
Daya Air dan Prinsip nilai filosofis adat sebagai
tokoh pemuda, tokoh perempuan, tokoh Ngata Toro Pengelolaan, pegangan dalam berinteraksi
masyarakat yang mewakili tiap dusun Ruang Lingkup sesama manusia maupun
sebagai bentuk penyempurnaan draft awal Pengelolaan, dengan alam..
peraturan desa. Perencanaan,
• Istilah-istilah dalam peraturan
Pelaksanaan
4. Diskusi Terarah atau FGD desa menggunakan istilah
Pengelolaan,
lokal dan penafsiran lokal.
Di sebabkan waktu proses asistensi dalam Hak dan
Kewajiban, • Pelaksana pengelolaan
prakteknya tidak cukup, maka kemudian kami dilakukan lembaga khusus
Perlindungan
berinisiatif melakukan FGD selama 3 hari dan Pelestarian, yang terbagi dalam Sub
dengan mengundang seluruh perwakilan dari Penyelesaian Bidang Pengelolaan Air
masing-masing desa ke Kota Palu. Para peserta Masalah, Bersih, Sub Bidang Pertanian,
terbagi dalam 4 kelompok berdasarkan asal Larangan dan Perikanan dan Peternakan
desa. Tiap kelompok peserta di dampingi satu Sanksi, Penutup
• Melakukan Inventarisasi,
orang fasilitator yang bertugas mendampingi Pengumpulan Data dan
dan membantu perbaikan penyempurnaan Informasi berkenaan potensi
draft peraturan desa hasil asistensi. Metodenya sumber daya air di wilayah
Ngata Toro
hampir sama dengan asistensi, pertanyaan-
pertanyaan kritis terus diajukan terhadap • Sistem pengelolaan
berbasiskan kearifan lokal
draft peraturan desa yang telah dibuat
dengan harapan dapat melengkapi hal-hal • Menetapkan arah
yang dinilai masih kurang atau belum diatur. perencanaan pengelolaan.
Hasil FGD selama 3 hari telah memberikan • Fungsi pengawasan
hasil penyempurnaan yang cukup pada draft dilakukan oleh Tondo
peraturan desa guna melangkah ke tahap Ngata (perangkat dalam
kelembagaan adat).
selanjutnya yakni konsultasi publik. Berikut
gambaran perubahan secara umum draft • Pengawasan dilakukan rutin
peraturan desa setelah melalui FGD: dengan meninjau secara
langsung wilayah adat Ngata
Toro.
• Penentuan wilayah-wilayah
perlindungan sesuai konsep
pengaturan tata ruang
wilayah yang diatur melalui
kearifan lokal setempat.

56Proses penyusunan peraturan desa; sebuah refleksi pengalaman di Propinsi Sulawesi Tengah Proses penyusunan peraturan desa; sebuah refleksi pengalaman di Propinsi Sulawesi Tengah57
Judul Draft Judul Draft
Subtansi Draft Subtansi Draft
No Desa Peraturan Keterangan No Desa Peraturan Keterangan
Peraturan Desa Peraturan Desa
Desa Desa
• Larangan-larangan 3 Lampo Pengelolaan Ketentuan • Berdasarkan kesepakatan
menggunakan aturan adat Sumber Umum, bersama masyarakat.
beserta sanksi adat Daya Hutan Perencanaan
• Menggunakan istilah dan
Desa Lampo Pengelolaan,
• Penyelesaian pelanggaran penafsiran lokal.
Pelaksanaan
menggunakan mekanisme
Pengelolaan, • Konsep tata ruang hutan
adat
Perlindungan berdasarkan konsep hutan
2 Salungkaenu Pengelolaan Ketentuan • Berdasarkan kesepakatan dan Pelestarian, versi masyarakat setempat.
Sumber Umum, Tujuan, bersama masyarakat. Hak dan
Daya Air Prinsip dan • Membedakan sistem
• Prinsip pengelolaan Kewajiban,
Bersih Ruang Lingkup pemanfaatan hasil hutan oleh
sesuai nilai-nilai lokal dan Mekanisme
Pengelolaan, warga desa lampo dengan
kesepakatan masyarakat. Penyelesaian
Perencanaan, pihak dari luar komunitas.
Masalah,
Pelaksanaan • Seluruh masyarakat • Mengatur tata cara
Larangan dan
Pengelolaan, salungkaenu berhak pengelolaan hasil hutan.
Sanksi, Penutup
Perlindungan mengakses air bersih.
dan Pelestarian, • Ada lembaga khusus yang
• Melakukan pengumpulan melakukan pengawasan dan
Hak dan
data dan informasi berkenaan pemantauan.
Kewajiban,
dengan potensi air bersih.
Larangan • Kepala Desa, Lembaga
dan Sanksi, • Menetapkan arah pengelolaan Adat dan lembaga khusus
Penyelesaian sumber daya air bersih. pelaksana bersama-sama
Masalah, • Mengatur mekanisme berwenang menyelesaikan
Penutup pengelolaan air bersih. masalah.
• Ada Badan Pengelola Air • Mekanisme penyelesaian
Bersih masalah menyesuaikan
kebiasaan setempat.
• Melakukan survei rutin di
wilayah desa. • Ancaman sanksi dapat berupa
sanksi adat, sanksi diluar adat
• Terjalinnya kerjasama atau dikenakan dua model
antara pemerintah desa dan sanksi tersebut.
kelembagaan adat dalam
4 Povelua Pengelolaan Ketentuan • Berdasarkan kesepakatan
menyelesaikan pelanggaran
Umum, Tujuan, bersama masyarakat.
atas draft peraturan desa ini. Galian C
Kelembagaan,
• Bertujuan mengatur
• Ada dua pilihan penyelesaian Tata Cara
mekanisme pengelolaan
masalah yaitu melalui Pengelolaan,
galian C
pemerintah desa atau Tata Cara
lembaga adat setempat Pungutan, • Mengatur tata cara
Peruntukkan pengelolaan Galian C dengan
• Sanksi dapat berupa sanksi
Hasil Pungutan, pengunaan alat tradisional
adat atau sanksi diluar adat
Sanksi, Penutup. dan modern/alat berat

58Proses penyusunan peraturan desa; sebuah refleksi pengalaman di Propinsi Sulawesi Tengah Proses penyusunan peraturan desa; sebuah refleksi pengalaman di Propinsi Sulawesi Tengah59
Judul Draft 6. Sosialisasi
Subtansi Draft
No Desa Peraturan Keterangan
Desa
Peraturan Desa Penanggung jawab sosialisasi adalah Pemerintah
• Mengatur wilayah
Desa bersama Badan Permusyawaratan
pengelolaan Galian C. Desa dan anggota tim penyusun rancangan
peraturan desa. Kegiatan sosialisasi dilakukan
• Ada Badan Pengelola khusus
yang berwenang mengatur
dengan mengundang warga sebanyak mungkin
dan mengawasi pengelolaan dari total keseluruhan jumlah dusun. Kami
Galian C. mempercayakan kepada masing-masing desa
• Peruntukkan hasil pungutan
guna melaksanakannya karena merupakan
tahapan akhir yang dilalui sebelum mengajukan
• Ada dua bentuk sanksi yaitu
pengundangan rancangan peraturan desa
sanksi
tersebut ke pemerintah daerah.
• Adat dan diluar sanksi adat

5. Konsultasi Publik
Konsultasi publik dilakukan di tiap desa
dengan mengundang masyarakat pada
umumnya. Proses konsultasi publik di mulai
dari tingkat dusun-dusun untuk memperoleh
saran, masukan dan tanggapan. Setelah itu
di revisi kembali sesuai masukan tiap dusun
sebagai bahan konsultasi publik tingkat
desa. Apabila dalam konsultasi tingkat desa,
seluruh masyarakat yang mengikuti kegiatan
konsultasi telah merasa cukup puas, maka draft
peraturan desa dianggap telah final dan siap
melangkah ke tahap sosialisasi. Namun apabila
masih terdapat permintaan saran, masukan
atau tanggapan, maka ruang diskusi di buka
kembali guna menampung saran, masukan atau
tanggapan tersebut. Tugas berlanjut lagi yaitu
merevisi terakhir kalinya draft peraturan desa
dan kemudian melangkah ke tahap sosialisasi.
Proses konsultasi terlihat panjang dan menyita
waktu, namun efektif membangun kesadaran
dan pemahaman bersama mengapa penting
di buat peraturan desa tersebut sehingga
dalam penerapannya tidak menimbulkan aksi
penolakan dari masyarakat.

60Proses penyusunan peraturan desa; sebuah refleksi pengalaman di Propinsi Sulawesi Tengah Proses penyusunan peraturan desa; sebuah refleksi pengalaman di Propinsi Sulawesi Tengah61
Penutup

Perkumpulan untuk Pembaruan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis


Penutup

Demikian gambaran sederhana seluruh proses


rangkaian tahapan kegiatan penyusunan peraturan
desa di Propinsi Sulawesi Tengah. Seperti di singgung
pada awal halaman pengantar, subtansi tulisan ini
murni terinspirasi dari pembelajaran pengalaman
selama menggeluti aktifitas pendampingan maupun
penguatan atas posisi desa atau masyarakat. Dari
sekian kali melakukan kegiatan pelatihan yang sama,
kami terus berupaya mengevaluasi dan memperbaiki
capaian hasil dari kegiatan pelatihan pembuatan
peraturan desa termasuk memperhitungkan keadaan
karakter wilayah, ekonomi, sosial dan budaya
masyarakat. Di sebabkan penyelenggaraan sistem
pemerintahanan selama ini belum mengindikasikan
pemberian otonomi seutuhnya kepada desa-desa,
seringkali peraturan-peraturan desa yang mengatur
tentang hak-hak otonom mereka mengalami
hambatan pengundangan peraturan desa melalui
penempatannya dalam berita daerah. Namun
kondisi itulah yang memicu pembangkit kesadaran
masyarakat di beberapa desa bahwa “pemberlakuan
sebuah peraturan desa tidak hanya bergantung pada
mekanisme formal menunggu penempatan di berita daerah,
akan tetapi pengakuan langsung dari masyarakat setempat/
bersangkutan, itu yang lebih penting”.
Daftar pustaka

Perkumpulan untuk Pembaruan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis


Daftar Pustaka

1. Catatan Hasil Riset Tim FPI (Front Perubahan


Iklim) pada tahun 2011 di tiga lokasi riset yaitu
Desa Ogoalas Kecamatan Tinombo Kabupaten
Parigi-Moutong, Desa Talaga Kecamatan
Dampelas Sojol Kabupaten Donggala dan Tompu
Kecamatan Biromaru Kabupaten Sigi
2. Catatan Proses Penyusunan Naskah Akademik
dan Diskusi Kampung di Desa Toro Kecamatan
Kulawi dan Tompu kecamatan Biromaru
Kabupaten Sigi, Desa Povelua Kecamatan Banawa
Tengah, Desa Salungkaenu Kecamatan Banawa
Selatan dan Desa Talaga Kecamatan Dampelas
Sojol Kabupaten Donggala, pada tahun 2012
3. Catatan Proses Tahapan Penyusunan Peraturan
Desa di Desa Toro Kecamatan Kulawi Kabupaten
Sigi, Desa Povelua dan Desa Lampo Kecamatan
Banawa Tengah serta Desa Salungkaenu
Kecamatan Banawa Selatan Kabupaten Donggala,
tahun 2012-2013
4. Prosiding Workshop Multi Pihak Penyusunan
Alur dan Tata Kerja FPIC (Donggala, 28-29
Desember 2010).
5. Rekomendasi Kebijakan: Istrumen FPIC Bagi
Masyarakat Adat Dan Atau Masyarakat Lokal
Yang Akan Terkena Dampak Dalam Aktifitas
REDD+ Di Indonesia (UN REDD PROGRAMME
INDONESIA DAN DEWAN KEHUTANAN
NASIONAL)
Tentang HuMa

Perkumpulan untuk Pembaruan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis


Tentang HuMa

HuMa adalah organisasi non pemerintah (non


governmental organization) yang bersifat nirlaba
yang memusatkan perhatian kerjanya pada isu
pembaharuan hukum (law reform) pada bidang
sumberdaya alam (SDA). Konsep pembaharuan
hukum SDA yang digagas oleh HuMa menekankan
pentingnya pengakuan hak-hak masyarakat adat dan
lokal atas SDA, keragaman sistem sosial/budaya dan
hukum dalam pengusaan dan pengelolaan SDA, dan
memelihara kelestarian ekologis. Pada tataran praksis,
proses pembaharuan hukum harus melibatkan
masyarakat adat dan lokal sebagai aktor utamanya.
Sesuai dengan visi dan misi HuMa, gagasan dan
praktek pembaharuan hukum yang dikembangkan
memiliki tujuan utama untuk mendorong pembaruan
sistem dan praktik hukum yang adil bagi masyarakat
marginal dan lingkungan, serta menghormati nilai-
nilai kemanusiaan dan keragaman sosial budaya.

Nilai-nilai perjuangan HuMa :


1. Hak Asasi Manusia;
2. Keadilan Sosial;
3. Keberagaman Budaya;
4. Kelestarian Ekosistem;
5. Penghormatan terhadap kemampuan rakyat;
6. Kolektifitas.
Sejarah Misi
Secara historis, HuMa dirintis oleh individu- 1. Mendorong konsolidasi, peningkatan kapasitas
individu dari berbagai latar belakang (aktivis, dan kuantitas Pendamping Hukum Rakyat
akademisi dan lawyer) yang memiliki perhatian dan (PHR) melalui mitra-mitra strategis dalam
mewujudkan visi HuMa.
kepedulian terhadap konsep berfikir dan praktek
hukum di bidang sumberdaya alam. Sejak 1998 dengan 2. Melakukan advokasi kebijakan, kampanye
dukungan dari ELSAM, embrio kelembagaan HuMa dan berbagai model pendidikan hukum
untuk menandingi wacana dominan dalam
telah disiapkan. HuMa sendiri kemudian secara resmi
pembaruan hukum di isu tanah dan Sumber
didirikan pada 19 Oktober 2001 sebagai Organisasi
Daya Alam.
dengan bentuk Badan Hukum Perkumpulan. Saat
ini keanggotaan HuMa berjumlah 25 orang yaitu 3. Menjadikan HuMa sebagai pusat data,
informasi dan pengembangan pengetahuan
(alm)Prof. Soetandyo Wignjosoebroto, MPA., Prof.
berbasis situasi empirik.
DR. Ronald Z. Titahelu, SH., Myrna A. Safitri, SH.,
MH., Ph.D; Julia Kalmirah SH., Sandra Moniaga, SH., 4. Memperkuat kelembagaan HuMa sebagai
Ifdhal Kasim, SH., Andik Hardiyanto, SH., Martje organisasi yang berpengaruh, kompeten dan
mandiri untuk mendukung gerakan sosial dan
L. Palijama, SH., Rikardo Simarmata, SH., Marina
pembaruan hukum.
Rona, SH., Drs. Stepanus Masiun, Drs. Noer Fauzi,
(alm) Edison R. Giay SH., Concordius Kanyan, SH.,
Prof. DR. I Nyoman Nurjaya, Herlambang Perdana,
SH.MA., Rival Gulam Ahmad, SH.LLM., Dr. Kurnia Wilayah dan Program Kerja
Warman, SH.MH., Chalid Muhammad, SH., Asep
Yunan Firdaus, SH., Susi Fauziah, AMD., Ir. Didin Wilayah Kerja dan Mitra-Mitra Kerja
Suryadin, Ir. Andri Santosa, Dahniar Andriani, SH.,
Abdias Yas, SH., Bernardinus Steni, SH., dan Andiko, 1. Sumatera Barat, bermitra dengan Perkumpulan
SH. Q-bar
2. Jawa Barat-Banten, bermitra dengan RMI
Visi dan Misi (Rimbawan Muda Indonesia)
3. Jawa Tengah, bermitra dengan LBH Semarang
Visi 4. Kalimantan Barat, bermitra dengan LBBT
(Lembaga Bela Banua Talino)
Meluasnya gerakan sosial yang kuat untuk
5. Sulawesi Selatan, bermitra dengan Wallacea
mendukung pembaruan sistem dan praktik hukum
yang adil bagi masyarakat marginal dan lingkungan, 6. Sulawesi Tengah, bermitra dengan
serta menghormati nilai-nilai kemanusiaan dan Perkumpulan Bantaya
keragaman sosial budaya.
Program Kerja Struktur Organisasi
1. Sekolah PHR Indonesia, yang diharapkan akan
menghasilkan strategi pengembangan dan Badan Pengurus
model rekruitmen Pendamping Hukum Rakyat
(PHR) yang sistematis sehingga jumlah PHR Ketua : Chalid Muhammad, SH
semakin meningkat dan memiliki kemampuan
dalam pengorganisasian, fasilitasi training Sekretaris : Andik Hardiyanto, SH
pendidikan hukum, legal drafting, conflict Bendahara : Ir. Andri Santosa
resolution, dan advokasi kebijakan
2. Resolusi Konflik Berbasis Inisiatif
Badan Pelaksana
Masyarakat, yang diharapkan akan mendorong
terbentuknya mekanisme resolusi konflik SDA Direktur Eksekutif : Andiko, SH
yang terlembaga dan efektif dan didukung Koordinator Program : Nurul Firmansyah, SH
oleh komunitas lokal dan adat.
• Tandiono Bawor, SH (Program
3. Pusat Data dan Informasi, yang diharapkan Sekolah PHR Indonesia)
akan mengembangkan pusat data, informasi
• Sandoro Purba, SH (Program
dan pengetahuan berbasis situasi empirik
Sekolah PHR Indonesia)
melalui HuMaWin, situs HuMa yang mudah
diakses, dan media kreatif lainnya dan • Widiyanto, SH (Program Resolusi
kolaborasi dengan pihak lain. Konflik)
4. Kehutanan dan Perubahan Iklim, yang • Erwin Dwi Kristianto, SH,
menghasilkan berbagai kajian hukum yang M.Si (Program Resolusi Konflik)
mendalam mengenai aspek hak dalam skema • Agung Wibowo, S.Hum (Program
REDD+ serta melakukan intervensi dalam Pusat Data dan Informasi)
bentuk advokasi di tingkat lokal maupun
nasional untuk mendorong terbentuknya • Malik, SH (Program Pusat Data dan
kebijakan dan peraturan REDD+ yang Informasi)
mengakomodasi dan merefleksikan hak • Anggalia Putri, S.Ip, M.Si (Program
masyarakat. Kehutanan dan Perubahan Iklim)
5. Pengembangan Kelembagaan, yang • Sisilia Nurmala Dewi, SH (Program
diharapkan akan mendorong HuMa semakin Kehutanan dan Perubahan Iklim)
professional, kompeten, mandiri dan
Program Pengembangan : Susi Fauziah, BSc; Heru Kurniawan;
berpengaruh untuk mendukung gerakan sosial
Kelembagaan Herculanus de Jesus; dan Sulaiman
dan pembaruan hukum. Sanip
Tim Keuangan : Eva Susanti, SE; Fetty Isbanun, S.Pt;
dan Bramanta Soerija, SE

Anda mungkin juga menyukai