Anda di halaman 1dari 185

1

MEMBUKA RUANG NALAR MAHASISWA MUSLIM


INDONESIA

Ruang - Ruang Pemikiran Keluarga Alumni KAMMI Bengkulu

Keluarga Alumni KAMMI Bengkulu


Penyunting : Hardiansyah
2

Kata Pengantar Penyunting

Alhamdulillah , atas pertolongan Allah SWT buku yang kami beri judul ―
Membangun Ruang Nalar Mahasiswa Muslim Indonesia : Ruang-Ruang
Pemikiran Keluarga Alumni KAMMI Bengkulu‖ dapat terbit dan hadir di ruang
baca saudara semua dengan segala lika-liku tantangan dan hambatan yang
menyertainya.
Berbicara tentang gerakan mahasiswa, tentunya tidak mungkin
meminggirkan pembicaraan mengenai Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim
Indonesia. Gerakan mahasiswa yang lahir dari rahim reformasi ini usianya
memang lebih muda dari pada gerakan mahasiswa lainnya seperti Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI),
Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah (IMM) maupun Pelajar Islam Indonesia (PII) yang sudah malang
melintang terlebih dahulu dalam percaturan gerakan mahasiswa.
Era 1998 adalah era dimana KAMMI lahir dan segera naik panggung
pergerakan. Tak salah jika Fahri Hamzah menyatakan bahwa dalam peta gerakan
era 1998, salah satu komponen terbesar organisasi mahasiswa adalah KAMMI.
Beliau dengan mengenang sejarah pada masa itu menyatakan bahwa KAMMI
adalah organisasi kemahasiswaan yang demonstrasinya paling besar ditengah
larangan terhadap mahasiswa untuk berdemonstrasi1.
KAMMI menegaskan dirinya pengawal cita-cita reformasi dengan
tuntutan-tuntutan mahasiswa pada masa itu yang terekspresikan dalam empat
tuntutan Rakyat (Pantura). Tuntutan itu disampaikan melalui aksi berskala
nasional di lapangan kampus Fakultas Kedokteran UI bekerjasma dengan forum
Salemba2. Tuntutan itu antara lain pertama, Pengadilan Soeharto dan Kroninya,
kedua, cabut Azas Tunggal Pancasila, Ketiga hapus dwi fungsi ABRI dan yang
keempat adalah percepat PEMILU yang LUBER dan JURDIL.

1
Hal ini disampaikan oleh Fahri Hamzah dalam kata sambutannya untuk buku Andi Rahmat dan
Muhammad Najib yang berjudul Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus. Buku ini istimewa
karena ditulis oleh para pelaku sejarah dan merupakan salah satu buku rujukan utama untuk
mengenal dan meneliti sejarah KAMMI selain buku Mahfuz Sidiq berjudul ‖KAMMI dan
pergulatan Reformasi. Sebagai catatan bahwa Fahri Hamzah merupakan Ketua Umum KAMMI
saat masa perintisan.
2
Rahmat dan Najib, 2007 : 120
3

Namun tentunya KAMMI tidak hendak terjebak dalam nostalgia masa lalu
sehingga melupakan relevansi gerakan Mahasiswa masa kini. KAMMI pun
akhirnya meluncurkan jargon Muslim Negarawan yang diartikan proses seorang
kader menuju pimpinan puncak dengan penguasaan yang sempurna dalam setiap
level kepemimpinan3. Jalan ini yang diambil oleh KAMMI dan semakin
menegaskan dirinya sebagai organisasi Mahasiswa berbasis pengkaderan, bukan
organisasi massa yang mengambang.
Fadli Zon (1999)4 mewanti-wanti gerakan mahasiswa yang membangun
gerakan baru pasca Orde baru. Beliau menyebutnya sebagai sikap pesmisme
terhadap kemungkinan terbangunnya sebuah kekuatan baru mahasiswa. Sikap-
sikap tersebut antara lain : pertama, aksi-aksi mahasiswa ditakutkan sebagai
sebuah bentuk ― gagah-gagahan‖ belaka namun nir substansi kedua, aksi-aksi
mahasiswa kurang dibekali dengan landasan konsepsional yang matang serta peta
politik ekonomi yang akurat ketiga, aksi-aksi lebih banyak mengandalkan liputan
media massa ketimbang berdiri otonom. Keempat, aksi-aksi bersifat sporadis,
reaktif dan temporer serta tidak membangun isu dari bawah. Kelima, kebanyakan
mahasiswa masih asing dari persoalan bangsa mereka sendiri malah cenderung
abai. Keenam, gerakan mahasiswa yang terpecah kedalam beberapa faksi dengan
isu isu yang berbeda dan ketujuh gerakan mahasiswa tidak berperan dan tidak
kritis terhadap ketidakadilan.
Mau tidak mau apa yang dikhawatirkan oleh Fadli Zon sepuluh tahun yang
lalu cukup relevan bagi dunia mahasiswa pasca Reformasi. Aksi-aksi yang dihelat
oleh Mahasiswa khususnya di Bengkulu lebih bersifat mengikuti arus pemberitaan
media tidak memahami akar persoalan dan tidak bergerak dari akar rumput atau
masyarakat. Mahasiswa seolah hilang daya kritisnya untuk menyuarakan
ketidakadilan yang terjadi. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang dinilai kontra
dengan kesejahteraan, keadaban dan keadilan seolah lolos dari filter gerakan
mahasiswa. Mahasiswa pun kehilangan konsep gerakan mau kemana dan hendak

3
Mengenai konsep Muslim negarawan silahkan merujuk buku Taufiq Amrullah berjudul KAMMI
menuju Muslim Negarawan, Meretas Kebangkitan Ondonesia.
4
Dalam Fahruz Zaman Fadhly. 1999. Mahasiswa Menggugat : Potret Gerakan Mhasiswa
Indonesia 1998
4

kemana dihadapkan dengan tantangan semakin derasnya laju tekhnologi melindas


zaman tanpa henti.
Demikian pula dengan KAMMI sang penjaga gawang reformasi
dihadapkan dengan sebuah tantangan yang besar. Generasi milenial yang saat ini
menjadi bahan bakar utama gerakan mahasiswa dengan karakteristik yang tentu
berbeda dengan generasi sebelumnya. Seorang akademisi menyampaikan
keprihatinannya kepada kami ― Mahasiswa zaman sekarang mati smartphonenya
mati pula nalarnya‖. Di sisi lain, gerakan mahasiswa generasi sebelumnya sangat
minim meninggalkan bukti tertulis baik itu menggambarkan perjuangan mereka di
masa lalu maupun percik pemikiran mereka yang tidak tersampaikan oleh
generasi mahasiswa masa kini.
Awal penulisan buku ini bermula dari pertemuan seluruh kader KAMMI
dari berbagai usia dan tingkat pengkaderan (DM 1, DM 2 maupun DM 3) di grup
whats App Keluarga Alumni KAMMI Bengkulu. Ada tokoh – tokoh Alumni
KAMMI Bengkulu seperti Akh Elvis Bakri, Akh Ajik, Pak Indra Utama, Akh
Simbuldin, Akh Nindyo dan lain sebagainya. Riuh sebenarnya dalam grup
tersebut karena masing-masing alumni telah membawa pemikiran mereka masing-
masing. Ada yang aktif di Muhammadiyah, NU ada pula yang telah menjadi
dosen / akademisi, politisi dari partai yang beragam, aktivis lingkungan dan lain
sebagainya. Ekspresi kekecewaan, ekspresi kekhawatiran terhadap adik – adik
kader KAMMI saat ini, ekspresi kritik dan pandangan berbeda yang masing-
masing berangkat dimana saat ini mereka berlabuh.
Pertemuan pada bulan Agustus 2019 di kedai Papuk Mamuk Tengah
Padang menjadi momentum silaturahim maupun menegaskan langkah
KAKAMMI. Salah satu agendanya adalah menghadirkan sebuah bunga rampai
dari endapan-endapan pemikiran tokoh – tokoh KAKAMMI. Dan tugas itu
dibebankan kepada kami selaku penyunting. Alhamdulillah buku tersebut hadir
sebagaimana yang sebentar lagi tulisan – tulisan mereka akan kami suguhkan ke
ruang pembaca. Tulisan ini beragam tema dan kategori seperti politik, sejarah,
pendidikan, ekonomi, maupun budaya, ideologi dan lain – lain.
Pada awalnya kami selaku penyunting ingin mengedit satu persatu tulisan
tersebut dengan harapan lebih enak disuguhkan kepada pembaca. Namun kami
5

akhirnya sadar, bahwa masing-masing orang memiliki gaya bahasa sendiri yang
menjadi ciri khas. Hanya saja beberapa tulisan judulnya terpaksa kami ubah agar
lebih cocok dengan isi tulisannya. Kritik, harapan, cetusan pemikiran dan ide akan
pembaca temukan dalam tulisan ini yang menjadi representasi betapa pluralnya
pandangan KAKAMMI dibandingkan dulu saat mereka mejadi kader KAMMI.
Pandangan yang beragam yang dimiliki oleh KAKAMMI ini tentu saja patut
untuk diapresiasi dan sangat layak untuk dibaca oleh kader KAMMI maupun
publik yang lebih luas.
Sebagai catatan beberapa tulisan dalam bunga rampai ini setidaknya
pernah dipublikasikan dalam blog pribadi maupun di media sosial dan beberapa
lainnya di media online. Mereka mengirimkan kepada penyunting dengan tetap
melampirkan sumber dimana tulisan mereka pernah dipublikasikan.
Akhirul kalam, semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua dan kami
mohon maaf jika ada pihak-pihak yang merasa kurang berkenan atas hadirnya
kumpulan tulisan ini. Karena itu tegur sapa maupun kritik membangun tentunya
kami terima dengan tangan terbuka. Diharapkan tulisan –tulisan ini menjadi
pemantik diskusi ilmiah dan renungan bagi kita semua seputar Keislaman,
Keindonesiaan dan Ke – KAMMI-an.

Bengkulu, 11 September 2019


Penyunting
6

DAFTAR ISI

Halaman Judul 1
Kata sambutan
Kata Sambutan
Pengantar Penyunting
Daftar Isi
7

BAGIAN 1

RUANG GERAKAN &


IDEOLOGI
8

Memposisikan Kembali Islam dalam Peta Ideologis Dunia


(Sebuah Tinjauan Singkat)
Oleh : Hardiansyah

Pendahuluan
Islam hadir ke muka bumi 14 abad yang lalu dengan visi yang menembus
sekat-sekat waktu dan tidak bersifat fragmentaris. Dalam arti Islam sebagai
sebuah ajaran yang menurut Al-qur‘an adalah penutup dan penyempurna agama-
agama yang dibawa oleh Nabi-Nabi terdahulu memiliki dua dimensi. Pertama
dimensi waktu dimana ajarannya akan terus bertahan hingga hari kiamat. Kedua
dimensi ruang lingkup ajarannya yang tidak hanya mengajarkan hal-hal yang
berkaitan dengan kebahagiaan hidup di dunia namun juga mengajarkan
bagaimana umatnya mengejar kebahagiaan hidup di dunia. Maka sebenarnya
makna kata ―Al islam‖ memiliki makna yang lebih luas dari kata ―ad-din‖
(Agama)5.
Melintasi masa, Islam muncul tidak hanya sebagai sebuah agama namun
juga sebuah ideologi yang menjadi kekuatan pembentuk peradaban dan
memainkan peran besarnya selama berabad-abad dengan daya jangkau dan daya
tempuh yang luar biasa. Kelenturan Islam dalam menerima unsur-unsur
peradaban daerah yang dilintasinya menjadikan peradaban Islam menjadi
peradaban yang khas yang tidak hanya memberikan ruang terhadap anasir-anasir
muslim namun juga menerima dengan bijak serta memberikan ruang terhadap
agama-agama samawi lainnya seperti Yahudi dan Kristen6. Hal ini berkebalikan
dengan apa yang digambarkan oleh Arnold Toynbee tentang bagaimana Islam
tegak melalui perampokan, pembunuhan dan perbudakan. Sebaliknya umat

5
Yusuf Al-Qordhowi membahas hal ini secara panjang lebar. ―ad-din‖ memiliki banyak makna
yang antara lain adalah ―Balasan‖, ―ketaatan‖ ataupun dasar-dasar dan keyakinan – keyakinan
agama yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat walaupun keyakinan itu sesat. Sampai di sini
kata ―ad-diin‖ disimpulkan secara umum yang memiliki arti agama yang dipeluk dan diyakini oleh
umat manusia benar ataupun salah, hak ataupun batil. Sedang kan al- islam menyangkut agama
dan dunia, akidah dan syariah, ibadah dan muamalah, dakwah dan negara serta akhlak dan
kekuatan. Lihat Yusuf Al-Qordhowi, meluruskan dikotomi agama dan politik, 2008 hal 13-18
6
Salah satu contohnya dapat dilihat dari segi sains. Ada ahli yang menamakan sains muslim
namun istilah ini juga kurang tepat karena bukan hanya ilmuwan Muslim yang ikut terlibat. Ada
juga yang menamakannya sains arab namun istilah ini juga kurang tepat karena unsur-unsurnya
banyak pula dari daerah persia dan daerah lainnya. Ada pula yang menamakannya sains Islam. Hal
ini walaupun dirasa kurang tepat namun penggunaan istilah inilah yang paling banyak dipilih para
ahli Lih. Ehsan Massod (2009) dan Richard Convington (2007)
9

muslim pada masa itu dianggap oleh philip K. Hitti sebagai orang –orang yang
sangat haus akan peradaban dan ilmu pengetahuan7
Hampir satu milenium Islam berada di puncak kejayaannya dengan luas
wilayah yang terbentang dari andalusia hingga ke Asia Tenggara, pada gilirannya
cahaya tersebut mulai meredup. Masa-masa kebangkitan peradaban Eropa
memberikan pesan tersirat akan kemunduran perlahan-lahan kaum muslimin
dalam percaturan dunia. Tak butuh waktu lama Islam mulai terdepak dari
Spanyol dengan adanya Reconquista. Negeri – negeri Islam yang telah terpecah
belah jatuh ke bawah sepatu lars kolonialisme dan imperialisme negeri – negeri
Eropa setelah sebelumnya Eropa harus gigit jari karena perang salib yang
dipropagandakan tidak sesuai dengan keringinan mereka. Perkembangan Eropa
tidak hanya melahirkan sebuah penemuan-penemuan yang terkait erat dengan
industrialisasi. Era industrialisasi dengan ditandai oleh James Watt yang
menemukan mesin uap dan untuk kemudian merombak struktur yang ada dalam
masyarakat Eropa. Revolusi Industri tidak hanya terkait erat dengan
berkembangnya tekhnologi dalam mempermudah kerja-kerja manusia, namun
imbasnya juga dirasakan dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya serta
cara pandang masyarakat Eropa terhadap diri mereka sendiri dan orang-orang
yang ada di luar mereka. Masa ini adalah masa berkembangnya ideologi –
ideologi besar dunia, walaupun sebenarnya ada pula ideologi – ideologi besar
tersebut yang telah lahir jauh sebelumnya, namun pada masa ini kembali digali
dan kembali ditegakkan oleh Eropa yang masing-masing ideologi ini berperan
besar dalam menentukan jalan dan arahnya laju dunia pada beberapa dasawarsa
kemudian.
Lalu pertanyaan yang patut diajukan adalah dimana letak Islam dan apa
perannya ? Benarkah Islam meminjam pendapat Muhammad Assad berada dalam
persimpangan jalan8 ? ataukah Islam yang saat itu hingga saat ini terpuruk dan
tersungkur tanpa ampun dari arus peradaban mampu bangkit kembali dan
memainkan peran-perannya seperti di masa lalu ? Lalu pertanyaan menggelitik

7
Lihat, Arnold Toynbee, Mankind and Mother Earth, 2007 hal 484 serta Philip K. Hitti, History of
Arabs (2007)
8
Lihat, Muhammad Assad, islam di Simpang Jalan, 2015
10

dari Graham E Fuller patut pula kita telaah ― Apa jadinya dunia tanpa islam 9 ?‖.
Jika Islam sebagai ideologi di tengah-tengah ideologi dalam kontestasi peradaban
dunia, benarkah akan terjadi benturan peradaban yang dengan secara yakin
diprediksi (rekayasa?) oleh samuel Huntington antara masing-masing ideologi
dunia hingga keluar satu pemenang tunggal sebagaimana pula diyakini oleh
Fukuyama dan Bernard Lewis ?

Ideologi Besar dunia : dari Sekulerisme kapitalisme hingga Komunisme


Pemisahan agama dari negara sebenarnya mendapatkan legitimasi ketika
agama kristen merasuk ke dalam bangsa romawi dan menjadi nadi dari peradaban
barat. Apa yang disampaikan Injil Matius 22 : 21 bagi sebagian penulis dan
okesidentalis adalah salah satu pendorong dari sisi agama munculnya
sekularisme10. Jika kita buka sejarah bangsa-bangsa timur maupun barat, raja
selalu dipersonifikasikan sebagai titisan dewa ataupun anak dewa yang lahir ke
bumi. Agama dan raja tidak bisa dipisahkan. Jika terjadi penyingkiran kaum
agamawan dari politik, maka raja tersebut bisa jadi tersingkirkan oleh kaum
agamawan11. Namun setelah Yesus (yang diimani sebagai anak Tuhan) lahir
bukan sebagai kaisar, maka ide negara theokrasi nampaknya mulai ditinggalkan
oleh peradaban barat. Konstantin Agung yang melakukan konsili Nicea 325 M
meninggalkan ide para pendahulunya yang dianggap sebagai titisan dewa – dewi
Yunani – Romawi. Ia menggantinya dengan raja yang terpilih oleh Tuhan karena
dalam sebuah pertempuran ia melihat salib yang bercahaya dan akhirnya ia
mememenangkan pertempuran tersebut. Namun sekulerisasi belum menemukan
bentuknya yang cocok pada saat ini. Terbukti dengan diangkatnya kaum
agamawan sebagai penasihat serta tunduknya para raja-raja benua Eropa kepada
satu institusi keagamaan di vatikan, kepausan. Paus dianggap sebagai wakil
Tuhan di muka bumi ini, orang suci yang terbebas dari belenggu dosa yang
ucapannya senantiasa didengarkan dan ditaati. Ide tentang anak tuhan ataupun

9
Lihat, Graham E Fuller, Apa Jadinya dunia tanpa Islam, 2014
10
Ayat itu berbunyi : ― Berikanlah kepada kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada kaisar dan
kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah‖
11
Hal ini terjadi pada Fir‘aun Amenhotep IV yang mencetuskan penyembahan monoteis dan
meninggalkan para pendeta-pendeta Amon-Ra yang politeis. Amenhotep IV gagal mereformasi
kepercayaan bangsa mesir, malah ia sendiri yang akhirnya disingkirkan dari kursi kerajaan oleh
kaum agamawan.
11

titisan Tuhan yang menjadi raja berakhir pada masa ini di dunia Eropa. Namun
kepercayaan ini belum hilang di dunia-dunia timur seperti di Asia Timur maupun
Asia Tenggara.
Namun, setelah Martin Luther dengan berani menentang gereja dan
menabuh genderang protestanisme yang membelah Eropa menjadi dua agama
yang sama-sama Kristen, mulailah lembaga Kepausan yang dahulunya tak pernah
disanggah menjadi sasaran kritik orang-orang Protestan. Perang pun tak bisa
dihindarkan apalagi para raja katholik dan protestan saling berperang demi
kepentingan perluasan wilayah atas nama agama mereka masing-masing.
Muncullah ajaran Anglican di Inggris dan Calvinis di Jenewa dan gerakan
protestanisme menyebar ke Jerman, Belanda dan sekitarnya.
Revolusi perancis mungkin bisa dikatakan sebagai titi picu ledak
sekulerisme. Berangkat dari ketidak puasan terhadap raja yang absolut, Louis
XVI, rakyat Perancis dan para ilmuwan bergerak. Raja di makzulkan dan harus
berakhir di Guillotine. Maka mulailah masa pemerintahan perancis yang dimulai
pada tahun 1789 dengan corak sekuler yang memisahkan agama dan negara. Dari
perancis mulailah sekulerisme menyebar ke seluruh Benua Eropa melalui
pemikiran-pemikiran tokoh-tokohnya seperti John Locke dan Montesquie
termasuk ke negeri – negeri Islam yang pada masa itu berada dalam penjajahan
bangsa-bangsa Eropa12.
Jika revolusi perancis berhasil menjadi titik tonggak ajaran sekulerisme
modern, maka revolusi Industri memiliki dampak yang sangat besar bagi dunia.
Ia tidak hanya melahirkan kapitalisme sebagai sebuah ideologi tapi juga
melahirkan anti tesis dari kapitalisme yaitu sosialisme yang kemudian menjelma
menjadi komunisme. Ada perdebatan yang menarik tentang perkembangan
kapitalisme di eropa apakah etika protestan mendahului kapitalisme atau
sebaliknya. Max weber dalam karyanya yang fenomenal ― Etika Protestan dan
Spirit kapitalisme‖ berpendapat bahwa etika-etika di dalam ajaran protestanlah
yang mendahului tumbuhnya kapitalisme di eropa. Sedangkan kaum Marxis
berpendapat bahwa Etrika protestan dibentuk dari hasil kapitalisme13. Menururt

12
Mengenai detil revolusi perancis dan sejarah perancis dapat dibaca dalam Jean carpentier dan
Francois Lebrun, Sejarah Perancis : dari zaman pra- sejarah hingga akhir abad ke 20, 2011.
13
Asghar Ali Engineer, Islam dan teologi Pembebasan, 2009 hal 123
12

Weber, dalam ajaran protestan (dalam hal ini Calvinis) kesalehan pribadi dengan
memenuhi etika-etika seperti kedisiplinan, ketaatan, kerajinan dan kerja keras
akan mendatangkan berkah Tuhan dan menjadikan ia orang yang terpilih oleh
Tuhan. Selain itu calvinis menolak dengan keras pencampur adukan antara
masalah-masalah negara dengan persoalan agama.
Anthony Giddens dalam pengantarnya di buku Weber nmenyatakan
bahwa sebenarnya kapitalisme dalam bentuk operasi-operasi perdagangan sudah
ada dalam masyarakat terdahulu misalnya di Cina, India, babylon dan Mesir kuno
namun hanya di baratlah aktifitas kapitalisme di asosiasikan dengan organisasi
rasional buruh yang secara formal merdeka14. Perusahaan kapitalis rasional
merujuk pada dua hal, tenaga kerja yang didisiplinkan dan investasi kapital yang
diregulasi. Hal ini sangat kontras dengan tipe-tipe aktivitas ekonomi tradisional.
Perusahaan – perusahaan kapitalis sebenarnya telah muncul pada awal
abad ke 17 seperti VOC (serikat dagang Belanda) dan EIC (serikat dagang
Inggris) yang memiliki kekuasaan penuh mewakili bangsanya di tanah jajahan.
VOC contohnya memiliki hak-hak istimewa seperti mencetak mata uang sendiri,
melakukan perjanjian-perjanjian hingga turut serta ikut campur dalam percaturan
politik kerajaan-kerajaan di Nusantara kaum pemilik modal inilah yang hingga
saat ini memegang peranan penting sebagai ―the invisible hand‖. Jika dulu kaum
kapitalis hanya disematkan pada Amerika dan negara-negara Eropa, saat ini
kapitalisme menjalar pula ke Asia dengan munculnya negara-negara kapitalis
baru seperti Cina, jepang dan Korea. Perdagangan bebas adalah desakan yang
saat ini dikumandangkan oleh kaum kapitalis dan seakan kita tak bisa
menghindari hal tersebut karena dunia saat ini seolah dilipat sehingga jarak
makin dekat.
Di satu kutub terdapat kaum kapitalis pemilik modal di kutub yang
berlawanan terdapat kaum buruh yang termarginalkan. Buruh yang
merepresentasikan kaum proletar bagi Marxian adalah sebuah tenaga kejut yang
apabila disatukan akan menghasilkan kekuatan dalam menumbangkan
kapitalisme yang berdosa dengan menyebabkan kesengsaraan dan penderitaan.
Adalah Karl Marx seorang pemikir yang menggulirkan teori – teori Marxisme.

14
Max Weber , etika Protestan dan spirit Kapitalisme 2006 hal XXXV
13

Buku fenomenalnya ― das Kapital‖ mengupas tuntas tentang pemikiran


sosialisme. Marxisme sendiri adalah sebutan bagi pembakuan ajaran resmi Karl
Marx yang terutama dilakukan oleh Engels dan seorang tokoh teori Marxis, Karl
Kautsky. Marx berpendapat bahwa keterasingan primer adalah keterasingan
manusia, Individual dari hakikatnya yang sosial dengan ditandai dengan
eksistensi negara sebagai lembaga yang represif15. Marx beranggapan bahwa
bidang ekonomi menentukan bidanhg politik dan pemikiran manusia dan bidang
ekonomi ditentukan oleh pertentangan antar kelas pekerja dan kelas pemilik.
Pertentangan antar kelas inilah yang menjadi pisau bedah teori – teori marxisme.
Perlu dicatat bahwa Marxisme berbeda dengan komunisme. Komunisme
adalah gerakan dan kekuatan politik partai-partai komunis yang sejak revolusi
1917 di bawah kepemimpinan Lenin menjadi kekuatan politis dan ideologis
internasional. Istilah komunisme atau marxisme –leninisme dimana cita-citanya
adalah sedgala hak milik pribadi dihapus dan semuanya dimiliki secara bersama-
sama dan pertarungan antara kaum borjuis akan dimenangkan oleh kaum proletar
dengan mendirikan kekuasaan Diktator Proletaria.
Marxisme menjadi ideologi resmi kaum buruh dan menggerakkan buruh
dari berbagai belahan dunia untuk bergerak. Revolusi Bolshevik menurut mereka
adalah revolusi ideal dimana pertentangan kelas yang terjadi akhirnya
dimenangkan oleh massa rakyat sedangkan kaum feodal (dalam hal ini Tsar
Rusia) digulingkan. Namun memasuki akhir abad ke 20, komunisme kehilangan
daya lentingnya dengan ditandai berakhirnya perang dingin antara blok barat dan
blok timur. Banyak negara-negara komunis yang akhirnua bubar seperti Jerman
timur dan Jerman Barat yang kembali menyatu setelah tembok berlin
dihancurkan. Kebijakan glassnot dan Perestorika yang digagas Unisoviet serta
banyaknya gerakan anti komunisme yang berusaha menumbangkan Partai
Komunis yang ada. Salah satu partai terbesar nomor 3 yang ditumbangkan adalah
PKI di Indonesia.
Komunisme mungkin sudah tamat riwayatnya di negeri ini, namun teori
Marx masih cukup relevan sebagai pisau bedah sosial apalagi di negara yang

15
Franz Magniz suseno, Pemikiran Karl Marx, 2005 hal 49
14

memiliki kesenjangan sosial yang tajam. Komunisme sebagai negara akhirnya


berakhir dengan diletakkannya teori Marxisme hanya sebatas ilmu – ilmu sosial.

Memposisikan Islam
Banyak para tokoh yang menulis kesesuaian antara ajaran Islam dengan
sosialisme. Sebutlah nama seperti Haji Misbah, Ali Asghar Engineer dengan ide
teologi pembebasannya, ataupun Sukarno dengan ide Nasakomnya. Ada pula
yang mencoba membedah kesesuaian Islam dengan Kapitalisme seperti yang
dilakukan oleh Sukidi dan Robert W Hefner yang menuliskan keserupaan
gerakan Muhammadiyah dengan etika Protestannya Weber. Jadi dimana fungsi
Islam sebenarnya ? apakah hanya sebagai alat legitimasi bahwa Komunisme
benar karena sesuai dengan Islam sehingga muncul gerakan yang menamakan
dirinya kiri Islam dan hanya mengkaji ajaran islam yang berpihak pada rakyat
miskin namun tidak mengkaji bahwa Islam juga mengajarkan tentang hak milik.
Atau sebagai alat legitimasi kapitalisme dengan dalih bahwa Rasulullah adalah
pedagang dan banyak di antara sahabat Nabi yang dijamin masuk surga adalah
saudagar. Sampai- sampai muncul bisnis-bisnis khas kaum kapitalis dengan nama
syariah. Baju syariah, bank syariah hingga istilah-istilah yang terkadang jika
dicerna logika masuk dalam kategori ―Contradictio in terminis‖. Bank erat
kaitannya dengan bunga sedangkan syariah mengharamkan bunga lalu dimana
letak kesesuaiannya ?
Jika kita meletakkan Islam hanya sebagai alat legitimasi maka cukuplah
kata-kata Ki Bagus Hadikusumo ― Jika pancasila sama dengan islam mengapa
kita tidak cukup dengan Islam saja‖. Dalam arti jika komunisme dan kapitalisme
sama dengan islam mengapa tidak cukup Islam saja yang kita pedomani ?.
ataukah kita termasuk dalam kaum yang disindir oleh Rasulullah 14 abad silam
sebagai kaum yang masuk lobang biawak bersama-sama dengan ahlul kitab
karena mengikuti jejak-jejak mereka ? ini sebuah renungan bagi kita bersama.
Era perang dingin memetakan dua kubu yang saling berhadapan. Negara
kapitalis yang diwakili oleh amerika Serikat dan negara komunis yang diwakili
oleh Uni soviet. Diibaratkan dua negara ini adalah dua orang pemain catur
sedangkan posisi umat muslim di negara-negara mereka pada waktu itu hanya
15

sebagi bidak-bidak catur belaka. Gerakan non-blok yang digagas oleh negara
Asia-Afrika pada masa itu mungkin sekedar Euphoria dimana pada akhirnya
mereka tetap disuguhkan atas dua pilihan Ameria atau soviet? Sikap Bung Karno
sang penggagas KAA ssendiri pun akhirnya jelas lebih memilih dekat dengan
Soviet daripada Amerika.
Pasca berakhirnya perang dingin yang memunculkan seorang pemenang
tunggal yaitu Amerika dan sekutunya, Amerika mulai bertindak sebagai polisi
dunia. Fukuyama merasa yakin bahwa ini adalah akhir dari sejarah dimana
liberalisme dan kapitalisme muncul sebagai pemenang. Namun sebagai seorang
pemenang, Amerika tidak ingin disaingi dan berusaha meredam berbagai macam
kekuatan yang mampu menjadi potensi pesaingnya di masa depan. Hal ini dapat
dilihar dari bukunya Samuel P Huntington yang berjudul ― The Clash of
Civilization‖ dimana ia memetakan kekuatan-kekuatan dunia dan
memperediksikan bahwa benturan antar peradaban tersebut adalah sebuah
keniscayaan dan salah satu kekuatan yang ditelisik oleh Huntington adalah Islam.
Ikut campurnya Amerika dalam politik domestik negeri – negeri Muslim
setidaknya mencoba untuk mewujudkan hal ini. Karena demokrasi dan
liberalisme sebagai bentuk final, maka Amerika memaksakan kehendak agar
negeri – negeri muslim pun harus menjadi seperti Amerika. Namun ini
mhanyalah lips service tujuan sebenarnya adalah satu pemerintahan di bawah satu
komando. Terbukti ketika Hamas menang secara demokratis, malah Amerika
sendiri yang menciderai apa yang mereka propagandakan selama ini.
Di sisi lain tokoh – tokoh Islam sendiri pun terpecah menjadi beberapa
kelompok. Ada yang setuju dengan model negara sekuler barat, ada yang
menolak dan ingin kembali pada zaman kekhalifahan dan ada pula yang mencoba
mencari bentuk baru dimana perangkat-perangkat negara modern diterima tetapi
substansi dari negara adalah ajaran Islam. Hal inilah yang coba dilakukan oleh
Muhammad Abduh. Lalu bagaimana menyisiati ketertinggalan Islam ?
Kuntowijoyo memiliki pandangan yang menarik. Ia menyimpulkan bahwa
perlu adanya usaha untuk menarik Islam dari ranah ideologi menjadi sebuah ide
melalui reformasi sistemik16 untuk selanjutnya ditarik menjadi sebuah teori.

16
Lih. Kuntowijoyo, Dinamika sejarah Umat Islam, 1994 hal 3
16

Sebagai contoh adalah ayat seandainya penduduk nehgeri beriman dan bertakwa
kepada Allah niscaya Allah akan membuka pintu – pintu berkahnya. Ayat
tersebut adalah grand theory (teori besar) yang masih perlu diterjemahkan ke
dalam middle Theory (teori menengah) yang operasional yaitu bagiamna
menerjemahkan konsekuensi – konsekuensi dari konsep keberimanan dan
ketaqwaan bisa memungkinkan terbukanya rizki. Jika kita menafsirkan secara
utopis mistis ayat itu dipahami secara harfiah, jika kita memahami dalam
kerangka ideologis saja maka kita akan berusaha agar semua orang beriman saja
itu sudah cukup namun jika kita menariknya menjadi sebuah ide bahwa antara
beriman dan bertakwa hingga terbukanya pintu langit dan bumi itu ada middle
rangenya17
Kita perlu untuk mengaplikasikan Islam ke dalam ranah-ranah realistis
sesuai dengan kebutuhan zaman dan hal inilah yang dilakukan Kiai Dahlan dan
Hasan Al Bana. Mereka tidak pernah berhenti di Fatwa ini benar dan ini salah.
Namun mereka mencoba memahami apa akar dari permasalahan yang melekat
pada umat. Ketika menemukan kemiskinan maka gerakan filantropi yang dibuat.
Ketika umat bodoh, maka mendirikan sekolah sesuai dengan tujuannya mereka
lakukan, ketika anak yatim banyak tidak mendapatkan perlindungan pantilah
yang mereka buat.
Sesungguhnya jika kita mampu mengelaborasi ajaran – ajaran Islam yang
tercantum dalam Al-qur‘an dan as-sunnah maka Islam akan keluar sebagai
problem solver dari permasalahan yang tidak bisa dipecahkan oleh kapitalisme
dan komunisme. Sayangnya ketika kita membahas riba, kita masih asyik
mansyuk menelaah fiqh riba tapi belum secara serius berfikir dan menciptakan
teori bagaimana umat bisa selamat dari riba. Umat Islam hanya mampu berhenti
pada tataran syariah yang serba larangan, padahal Islam tidak hanya sebatas
hukum halal haram belaka namun memberikan solusi atas permasalahan yang
mendera umat ini. Bukankah ajaran Islam adalah agama yang rahmatan lil‘alamin
?
Wallahu’alam bishawab

17
Ibid, hal 7
17

TERANG DI LUAR , GELAP DI DALAM


(Tanggapan Terhadap Tulisan Runtuhnya Masjid Kampus)
Oleh : Zedri Aresti

Universitas Bengkulu disingkat UNIB, Mengapa bukan UB atau


UNBENG ? Dalam singkatan UNIB itu mengandung harapan dan cita-cita besar
yaitu UNIVERITAS ISLAM BENGKULU. Tentu saja tidak serta merta dengan
merubah status UNIB dari universitas negeri yang bernaung di bawah
KEMENRISTEK DIKTI menjadi universitas yang bernaung di bawah
KEMENAG, tetapi dengan menegakkan nilai-nilai luhur islam yang universal
bagi seluruh keluarga besar Universitas Bengkulu. Menjadikan Islam sebagai tata
nilai sejak dari dalam hati, cara berucap dan berinteraksi, serta dalam melakukan
kegiatan apapun. Hari ini itulah yang disebut kalangan akademis dengan
profesionalitas dan integritas.

Salah satu sarana untuk membumikan nilai-nilai Islam di kampus adalah


dengan memakmurkan masjid kampus. Memakmurkan masjid bukan hanya saja
dengan membangun masjid secara fisik tapi juga membangun kwalitas jamaah
masjid baik meningkatkan kwalitas keimanan dan ketaqwaan melalui kajian-
kajian keislaman, meningkatkan pemahaman jamah terhadap agama secara kaffah
juga meningkatakan kwalitas ekonomi jamaah. Masjid kampus jamaahnya terdiri
dari sebagian besar mahasiswa, dosen, dan pegawai kampus. Suatu hal yang
sangat disayangkan dari UNIB adalah kampus terbesar di provinsi Bengkulu serta
kampus terluas arealnya di Asia Tenggara ini tidak memiliki masjid kampus milik
sendiri, yang dikelola secara mandiri oleh kampus. Hanya ada satu masjid di areal
kampus UNIB yaitu masjid Darul Ulum (DU) yang merupakan masjid yang
dibangun oleh Yayasan Amalbakti Muslim Pancasila (YAMP) pada tahun 1989.
Sesuai dengan namanya Darul Ulum berarti ―kampung ilmu, bisa juga gudang
ilmu‖ diharapkan menjadi mercusuar keilmuan, ilmu apa saja, tidak terbatas pada
ilmu agama, karena pada dasarnya tidak ada dikotomi antara ilmu agama dan ilmu
umum. Oleh karena itu DU boleh dipakai untuk kajian disiplin ilmu apa saja
seperti yang dituturkan oleh Choirul Muslim, Ph. D saat menjabat sebagai ketua
takmir masjid Darul Ulum.
18

Ketika teman-teman dari luar daerah datang ke UNIB mereka pasti


menanyakan dimana masjid kampus. Secara spontan kita akan menjawab dan
membawa mereka menuju masjid kebanggan kita yaitu Darul Ulum. Sesampainya
mereka di depan masjid mereka berkata ―Ini masjid kampus ya, kok tidak terawat?
Letaknya kok di sini?‖ dan berbagai pertanyaan lainnya. Sebagai mahasiswa
UNIB penulis merasa sedih bercampur malu mendapati kondisi seperti ini.
Melalui tulisan ini penulis mencoba menguraikan permasalahan yang melilit
Masjid Darul ‗Ulum sebagai representasi masjid kampus tetapi tidak mendapat
perhatian yang ―layak‖ dari kampus sekaligus menjawab tulisan ―RUNTUHNYA
MASJID KAMPUS‖ yan dimuat pada jurnal SOSIOLOGI NUSANTARA vol. 2
nomor 2 tahun 2016 halaman 45 sampai halaman 57 yang cenderung
menyudutkan kelompok tertentu sebagai penyebab runtuhnya eksistensi Darul
‗Ulum.

Syamsudin Arif dalam bukunya ISLAM dan Diabolisme Intelektual


menekankan bahwa dalam menyikapi gagasan dan pemikiran di era global saat ini
diperlukan kecerdasan dan ketelitian dalam memilah dan memilih sebelum
mengonsumsi suatu gagasan atau pemikiran. Jangan asal beli. Berhati-hatilah
terhadap pelbagai modus dan penyesatan (Syamsudin Arif, 2018). Sejalan dengan
itu penulis merasa perlu meluruskan beberapa informasi yang keliru serta bias di
dalam jurnal tersebut. Didin Hafidhuddin dalam kuliahnya berulang kali
menyampaikan bahwa pemikiran penelitian yang menyangkut kehidupan
keagamaan perlu dikritisi dan dicermati metode penelitiannya serta juga harus
lebih hati-hati terutama saat menyimpulkan hasilnya. Oleh karena itu tulisan ini
bermaksud mecermati motode yang digunakan penulis jurnal dan menggugat
kesimpulan yang diambil oleh penulis yang terkesan prematur dan dipaksakan.

Sebelum mengkritis lebih jauh peranan organisasi mahasiswa eksternal


kampus (OMEK) yang dianggap oleh penulis jurnal sebagai penyebab runtuhnya
masjid kampus, saya mengajak kita semua mencermati fakta-fakta internal terkait
masjid Darul ‗Ulum dan kondisi internal UNIB terlebih dahulu. Dalam maket
pengembangan pembangunan UNIB tidak ada kita lihat dan kita temukan
dokumen perencanaan pembangunan masjid kampus padahal masjid DU yang ada
19

sekarang bukanlah milik UNIB tetapi merupakan asset YAMP yang terletak di
kawasan UNIB, maka secara politik anggaran dan rencana strategis UNIB tidak
menganggap bahwa masjid kampus merupakan prioritas pembangunan. Arah
perkembangan pembangunan fisik UNIB itu mengarah ke arah timur atau lebih
dikenal ―UNIB Belakang‖ sehingga secara otomatis keberadaan DU sebagai
masjid kampus dengan sendirinya akan ditinggalkan. Sekali lagi merupakan
kerugian besar dari sisi geostrategi atau dengan kata lain DU dengan sengaja
dimarginalkan. Posisi bangunan DU saat ini berada di sudut tanah ―UNIB
Depan‖ yang berbatasan langsung dengan PUSKESMAS, perumahan warga,
tanah masayrakat, dan areal rawa yang kadang-kadang ditanami sawah oleh
mahasiswa pertanian. Letak DU yang berada di sudut dan di areal yang sangat
sempit tidak memungkinkan lagi dikembangkan secara fisik.

Setiap gedung belajar di UNIB tidak memiliki tempat sholat yang


memadai bagi mahasiswa/i muslim sehingga setiap kali waktu sholat tiba
mahasiswa akan berdesak-desakan di ruang sempit yang diulap jadi temapt shoal.
Pertanyaannya apakah UNIB tidak mampu membangun tempat sholat yang
representative ? Jawabannya bukan tidak mampu tapi tidak mau. Masih beruntung
mahasiswa/i yang gedung belajarnya dekat dengan shelter danau UNIB yang
difungsikan sebagai tempat sholat dan tempat kajian rutin keislaman mahasiswa
baik oleh LDF, LDK maupun organisas eksternal kampus lainnya. Tentu saja
musholla shelter ini ibarat penyelamat akidah dan ibadah mahasiswa, karena tidak
terbayangkan nanti pertanyaan malaikat di alam kubur kepada mahasiswa, dosen,
dan pihak kampus yang tidak menyediakan waktu dan tempat sholat bagi
mahasiswa/i nya. Bagi penganut teori materialistic tentu saja hal ini tidak penting
karena mereka tidak percaya akan kehidupan akhirat. Juga bagi penganut teori
sekelur dan liberal urusan sholat ini urusan pribadi bukan urusan kampus sebagai
institusi. Kita berterimakasih banyak kepada BAZIS UNIB yang memperhatikan
kondisi ketersediaan air di kamar mandi dan tempat wudhu, walaupun sebenarnya
kamar mandi dan tempat wudhu yang tersedia tidak mencukupi bagi mahasiswa/i.
Sekolah saja harus memenuhi STANDAR PELAYANAN MINIMAL terkait
berapa wc dn kamar mandi yang harus tersedia dibandingkan dengan jumlah
siswa yang ada. Seharusnya kampus harus lebih baik.
20

Bila kita perhatikan pegawai rektorat, pegawai dekanat, dan pegawai UPT
yang dekat kea rah DU tidak diarahkan untuk memakmurkan masjid.ktor Pihak
rektorat mengadakan sholat berjamaah di HALL REKTORAT, begitu juga
pegawai dekanat lebih memilih sholat di ruang sempit yang disulap jadi tempat
sholat, begitu juga pegawai UPT, bahkan mereka sholat di ruang kerja masing-
masing. Alasan klasik yang kita dengar mengapa tidak sholat di DU adalah jarak
yang jauh dari rektorat padahal pegawai rektorat, dekanat, dan pegawai UPT
memiliki kendaraan transportasi masing-maing. Bila hanya menunggu kesadaran
masing-masing individu untuk memakmurkan masjid (ambil saja dua indikator :
sholat berjamaah dan menghadiri kajian) tanpa ada sentuhan kebijakan dari
pimpinan kampus sama saja dengan kita berharap ―sisik pada ikan lele‖.

Selain fakta-fakta di atas kondisi DU diperparah lagi dengan ketersediaan


air yang terbatas, tempat wudhu dan toilet yang tidak memadai. Seringkali saat
waktu sholat tiba terjadi kekosongan air baik di sumur penampung dan tanki air
atas. Kondisi ini membuat jamaah mencari alternative tempat sholat yang lain.
Sehingga jamaah masjid yang sebagian besar adalah mahasiswa menjadikan
masjid di sekitar kampus sebagai pusat kegiatan baik untuk sholat maupun
kegiatan diskusi keilmuan masing-masing juga kajian-kajian keislaman. Kondisi
kekurangan air yang berlarut-larut juga menyebabkan kondisi sholat JUM‘AT di
DU tidaklah terlalu ramai, seharusnya degan status satu-satunya masjid kampus
jamaah sholat JUM‘AT akan membludak sampai ke teras-teras masjid. Penulis
sendiri merasakan bagaimana perjuangan memperbaiki saluran air, menaikkan air
dari sumur bawah ke bak penampungan dan menaikkan air dari bak penampungan
ke tanki air atas.

Belum lagi saat penulis masih aktif kuliah sekitar tahun 2008 sampai tahun
2012 kondisi atap genteng DU banyak yang bocor serta plafonnya sudah banyak
yang lapuk ditetesi air hujan . Cat masjid yang tak pernah diperbaharui, teralis
masjid yang sudah berkarat, pagar masjid yang sudah usang dan berkarat. Pada
tahun 2015 sudah ada pembaharuan, dilakukan perbaikan atap, masjid di cat
ulang, plafon masjid diganti, kamar mandi dan tempat wudhu sudah diperbaharui,
persediaan air sudah cukup memadai. Kendala utama dalam merenovasi masjid
21

DU ini terletak pada dana yang terbatas, apalagi hanya mengandalkan infak
jamaah masjid. Secara legal formal masjid DU merupakan asset milik YAMP tapi
secara operasional YAMP tidak ikut terlibat dalam pengelolaan masjid apalagi
dalam hal pendanaan masjid. Apalagi setelah tumbangnya rezim orde baru
keberadaan YAMP Bengkulu bagai hilang ditelan bumi.

Status ini pula yang membuat pihak kampus khususnya rektorat tidak bisa
memeberikan bantuan dana untuk merenovasi dan merehabilitasi DU sebagai
satu-satunya masjid yang ada di dalam areal kampus UNIB. Memang ada ujar-
ujar orangtua kita ― kalau ndak seribu akal, kalau idak ndak seribu alasan.‖ Terkait
masalah ini saya dan beberapa teman mahasiswa pernah berdialog dengan
pemangku kebijakan di UNIB terkait dua asset di kampus yang bukan milik
kampus yaitu masjid DU dan venue panjat tebing yang kedua-duanya berlokasi di
UNIB depan. Setelah memaparkan kondisi masjid DU dn venue panjat tebing
sesuai pengetahuan yang ada pada kami maka kami menerima jawaban normatif.
Masjid DU bukan milik UNIB, masjid itu milik YAMP maka harus mereka yang
merenovasi, begitu juga venue panjat tebing itu milik PENGDA Persatuan Panjat
Tebing. Persoalan sepele semacam ini harusnya bisa dengan cepat diselesaikan,
pihak kampus tinggal panggil pihak YAMP lalu diskusikan atau minta pihak
YAMP menghibahkan bangunan masjid kepada pihak kampus, lalu bangun
masjid sesuai kebutuhan jamaah baik secara fisik dan non-fisik. Walhasil sampai
sekarang terkatung-katunglah nasib masjid DU antara milik YAMP tau milik
UNIB. Baik pihak YAMP maupun pihak UNIB sama-sama tidak memperhatikan
masjid DU sebagaimana mestinya perhatian terhadap masjid kampus. Dalam
keadaan seperti itulah pengurus/takmir masjid bersama LDK/UKM Kerohanian
UNIB masih berjuang dan membangun dan memakmurkan masjid DU. Sungguh
suatu tuduhan yang sangat keji menuduh LDK yag menjadi penyebab keruntuhan
masjid DU. Kata Bang Haji Rhoma Irama ―Sungguh terlalu‖ Bila pihak kampus
mau belajar dengan kampus-kampus lain di Indonesia maka akan tampaklah
bahwa sungguh UNIB jauh sekali tertinggal dalam hal pembangunan dan
pengelolaan masjid kampus. Tidak perlu dibandingkan dengan kampus di pulau
Jawa, dengan kampus di Sumatera saja tampakalah nyata bahwa UNIB sangat
jauh ketinggalan.
22

Dialog yang kami lakukan tidak berhenti sampai mendapat jawaban


normatif saja. Kami kejar terus sampai kami memberikan opsi ―kalau rektorat
tidak mau bantu, maka biarkanlah DU itu rubuh dan kita dirikan masjid kampus
yang baru.‖ Jawabannya sungguh menyayat hati. UNIB tidak boleh da tidak bisa
membangun masjid karena nanti umat agama lain juga akan menuntut
membangun gereja, pura, wihara, dan klenteng. Kampus lain bisa membangun
masjid besar dan megah kenapa UNIB tidak bisa. Alasan klise ini sangat mudah
dijawab sebagaimana yang diajarkan ketua Dewan Masjid Indonesia, H.M Jusuf
Kalla ―Umat Islam butuh masjid itu 5x sehari, sedangkan anda umat agama lain
butuh tempat ibadah itu 1x seminggu. Sehingga umat Islam harus punya masjid di
tempat kerja. Umat Islam yang mayoritas bertoleransi sedangkan umat agama lain
yang minoritas juga harus tahu diri.‖

Saat dialog untuk membantu masjid DU tidak berhasil pada kesempatan


yang lain saya dan beberapa rekan kembali mencoba untuk meminta izin
membangun musholla di areal GB 3 dan GB 4. Tetap saja ditolak, padahal waktu
itu kami hanya meminta izin sedangkan soal pendanaan tidak kami bebankan pada
pihak kampus. Semenjak kejadian itulah statement UNIB sebagai UNIVERSITAS
ISLAM BENGKULU bagi saya hanyalah hiasan bibir belaka. Begitulah respon
pihak kampus terhadap kondisi masjid DU dan juga sikap kampus terhadap
keberadaan tempat sholat di kampus sehingga penyebab utama runtuhnya
eksistensi DU adalah ketidakpedulian dan tidak adanya keberpihakan pihak
kampus untuk memajukan DU sebagai ―pusat keilmuan‖ sesuai dengan namanya
DARUL ‗ULUM. Permasalahan internal ini selanjutnya dicoba ditutup-tutupi
dengan mencari ―kambing hitam‖ dan pembenaran seolah-olah yang
menyebabkan runtunya masjid kampus adalah anak-anak LDK, anak-anak
KAMMI yang aktif di masjid DU sehingga menjadikan DU manjadi masjid
sendiri yang eksklusif sehingga jauh dari nilai-nilai PANCASILA. Tuduhan yang
irasional dan membabibuta. Memang secara psikologis orang/lembaga yang gagal
mengelola sesuatu cenderung menyelahkan orang lain. Seperti kata pepatah
―orang yang hanyut akan mencri tempat bergantung, jika tak dapat tempat
menggapai maka rumput pun akan jadi pegangan‖
23

Suatu ketika saya berdialog dengan PRESMA UNIB (Eko Saputra),


dimana ayah beliau juga merupakan pegawai rektorat UNIB. Saat itu beliau
menyampaikan informasi yang sangat mengejutkan saya. Beliau mengungkapkan
suatu rahasia mengapa pihak rektorat dengan hampir semua pegawainya (kecuali
sebagian kecil) tidak mau sholat JUM‘AT di masjid DU. Saya menilai alasan ini
tidak rasional, tidak logis, sentimental, cengeng. Alasan tersebut adalah masih
adanya bara kekecewaan (kalau terlalu kasar disebut dendam) atas peristiwa
pengepungan rektorat dan peristiwa pencekikan rektor setelah pihak rektorat
secara sepihak melantik Dempo Xler sebagai PRESMA UNIB saat itu padahal
keputusan KPU dan MPM memerintahkan PEMIRA ulang. Atas informasi ―intel‖
rektorat bahwa semua aksi itu direncanakan dari masjid DU. Tentu saja tidak fair
menjadikan persolan PEMIRA sebagai alasan untuk meninggalkan DU.
Tampaklah disini siapa yang meninggalkan DU dengan sentimen dan siapa yang
bertahan memakmurkan DU dengan segala suka dukanya.

Dugaan-dugaan semacam itu tidak pernah diluruskan sehingga


berkembang menjadi sentimen dan keegoisan seraya melemparkan tuduhan yang
tidak bisa dipertanggungjawabkan. Agaknya hal ini pulalah yang diulang kembali
oelh penulis jurnal runtuhnya masjid kampus dengan mengaitkan robohnya
eksistensi DU sebagai masjid Pancasila dengan munculnya eksistensi KAMMI di
masjid kampus. Suatu narasi jahat menuduh KAMMI sebagai anti PANCASILA
hanya karena masjid DU dipasang tabir pembatas antara jamaah lelaki dan jamaah
perempuan, kalau demikian halnya berarti semua masjid di Indonesia yang
memasang pembatas laki-laki dan perempuan berarti masjid anti PANCASILA.
Tentu saja ini sangat lucu.

Sebagai alumni UNIB saya sudah menjelaskan kondisi internal UNIB dan
sikap UNIB terhadap DU. Sebagai alumni KAMMI saya juga tergelitik untuk
mengkritisi jurnal ini karena jurnal ini berbicara tentang KAMMI sebanyak lima
halaman dari halaman 51 sampai halaman 55 dan menghasilkan kesimpulan yang
sangat keliru. Dari awal munculnya kata ―KAMMI‖ dalam jurnal ini pada
halaman 51 sudah terdapat kesalahan informasi yang menyebutkan KAMMI
dibentuk oleh parpol SKP. Secara keilmuan pernyataan ini salah besar, dalam
24

ilmu tajwid dissbut salah jalli. Saya akan uraikan kesalahannya. Tidak ada di
Indonesia ini parpol yang bernama SKP. Kalau mau menyebut nama parpol sebut
saja dengan jelas, jangan jadi pengecut dalam dunia akdemis. Dalam dunia
akademis kita diajarkan untuk berkata benar, lugas, dan terus terang, apa adanya.
KAMMI bukan didirikan oleh parpol manapun, KAMMI merupakan organisasi
mahasiswa muslim yang lahir di era reformasi yaitu tepatnya pada tanggal 29
Maret 1998 di Universitas Muhammadiyah Malang pukul 13.00 atau bertepatan
pada tanggal 1 Dzulhijah 1418 H yang mengambil momentum pada pelaksanaan
Forum Silaturrahmi Lembaga Dakwah Kampus ke sepuluh (FSLDK X) se-
Indonesia. Lam Sedangkan partai SKP yang ditulis dalam jurnal, biar lebih jelas
saya sebut saja sesuai maksud penulis jurnal yaitu partai PKS lahir dan
dideklarasikan pada tanggal 20 Juli 1998 di Masjid Al Azhar Jakarta dengan nama
awal PK (Partai Keadilan). Bagaimana mungkin PKS atau PK yang berdiri pada
20 Juli 1998 mendirikan KAMMI yang justru dideklarasikan lebih awal pada 29
Maret 1998. Sangatlah keliru bila menyebutkan KAMMI didirikan oleh PK atau
PKS. Informasi yang benar adalah KAMMI lahir dari rahim Lembaga Dakwah
Kampus bukan sebaliknya. Bila menyebutkan KAMMI menguasai LDK juga
tidak tepat karena dari awal rumah KAMMI adalah LDK dan KAMMI tidak ingin
berkuasa di rumah yang telah melahirkannya.

Pada halaman 52 disebutkan juga KAMMI di Kota Bengkulu dibentuk


didukung oleh simpatisan dari parpol SKP, salah satunya ustadz yang terkenal di
kota Bengkulu dan juga pernah pernah menjadi calon wakil gubernur Bengkulu.
Pernyataan ini sepenuhnya keliru, KAMMI Bengkulu dideklarasikan oleh
mahasiswa yang ikut pada deklarasi KAMMI di Universitas Muhammadiyah
Malang, diantaranya tercatat nama Elvis Bakrie, aktivis mahasiswa UNIB. Bila
anda tidak mengenal Elvis Bakrie berarti anda bukan aktivis. Lalu mengapa
terkesan penulis jurnal ini takut menyebut nama orang, sebut saja nama ustadz
yang dimaksud adalah Ust. Syamlan, Lc. Lalu siapa dua orang mahasiswa IPB
yang anda maksud itu ? Tolong sebutkan namanya dengan jelas. Juga tunjukkan
dengan jelas 20-an orang dosen yang anda sebut sebagai pengurus masjid DU
sekaligus perubahan komposisi pengurus DU. Juga sampaikan secara jelas siapa
25

yang dimaksud dengan penggita pertama DU itu? Supaya jurnal ini tidak
berdarkan asumsi-asumsi belaka.

Seharusnya pihak kampus berterimakasih kepada KAMMI yang menjadi


salah satu organisasi eksternal kampus yang concern terhadap pembinaan
kepribadian generasi muda, khususnya mahasiswa. Tidak hanya berhenti sampai
pembinaan kepribadian, kader KAMMI juga dibekali kemampuan yang mumpuni
untuk berorganisasi serta berinteraksi dengan siapapun sehingga siap untuk
menjadi pemimpin dalam level terendah sampai ke level negara. Adapun tuduhan
bahwa KAMMI bersikap eksklusif adalah tuduhan yang tidak pada tempatnya
karena anggota KAMMI bergaul dengan siapa saja dengan prinsip ―membaur
tetapi tidak lebur‖. Justru orang-orang diluar KAMMI yang membuat gap dan
jarak dengan KAMMI seraya menghembuskan isu-isu miring yang didengar dari
dosen dan seniornya bahwa KAMMI itu wahabi-lah, KAMMI itu ikhwanul
muslimin-lah, KAMMI itu PKS-lah, KAMMI itu ekstrem-lah, macam-macam
dengan segudang tuduhan lainnya. Saya masih ingat saat berangkat kuliah ke
Bengkulu ayah saya berpesan ―jangan berteman dekat dengan orang berjenggot
dan berjilbab lebar, jangan rajin-rajin ke masjid, nanti jadi teroris‖. Lalu apa
bedanya akademisi kampus dengan orang awam seperti ayah saya. Doktrin
semacam ini nampaknya ditanam sedemikian rupa hingga menjangkiti
mahasiswa-mahasiswa yang tidak memilki refernsi yang memadai tentang
KAMMI. Seiring waktu berlalu tuduhan itu akan habis dikikis oleh waktu karena
mahasiswa akan mampu menilai mana yang benar dan mana yang salah sesuai
kadar keilmuannya.

Kampus merupakan temat terbuka bagi semua gerkaan, muali dari gerakan
keagamaan, gerakan social, gerkan politik bahakan gerakan anti-agama. Juga
merupakan ladang luas bagi paham sekulerisme, liberalism, pluralism juga bagi –
isme sesat lainnya. Keberadaan KAMMI di kampus merupakan suatu hal alami
dan wajar karena memang KAMMI lahir dari rahim LDK yang bergerak di
kampus. Tapi mengidentikkan LDF, LDK dengan KAMMI juga merupakan hal
keliru karena LDF dan LDK itu lembaga fakultas yang diisi juga oleh juga oleh
kader HMI, kader NU, kader Muhammadiyah, kader thariqah, kader PII, kader
26

PERSIS, dan juga diisi oleh mahasiswa yang tidak terikat pada organisasi
manapun, bahkan juga diisi oleh kader Syiah dan Ahmadiyah. Mempersoalkan
mereka memiliki atribut yang sama , jilbab panjang, lebar dan tebal juga tidak
tepat karena jilbab itu identitas umat Islam. Perjuangan memakai jilbab memiliki
cerita yang panjaentng di Republik Pancasila ini. Jibab itu identitas umat Islam
bukan identitas kelompok tertentu. Kalau dulu aneh melihat orang berjilbab justru
hari ini akan aneh melihat orang tidak berjilbab.

Persoalan yang juga perlu dijawab adalah tuduhan bahwa KAMMI


merebut masjid kampus. Tidak ada istilah rebutan masjid bagi orang-orang yang
berjiwa hanif. Memakmurkan masjid adalah perintah Alllah. Masjid adalah rumah
Allah dan siapapun berhak beribadah di dalamnya. Sentimen semacam ini pernah
menjadi polemik besar di tubuh Muhammadiyah maupun di tubuh PBNU. Buya
Syafi‘i Ma‘arif dengan lantang berteriak ―rebut kembali masjid Muhammadiyah‖
begitu juga pengurus PBNU seperti kebakaran jenggot ―selamatkan masjid-masjid
NU dari pengaruh golongan tertentu‖ Jawaban kasus ini sangat sederhana,
pengurus MU dan NU tinggal menyuruh kader-kadenya untuk aktif di masjid.
Jangan karena tidak aktif di masjid lalu datang orang lain yang aktif di masjid
dikatakan merebut masjid. Instropeksi dirilah. Begitu juga penulis jurnal
runtuhnya masjid kampus ini instropeksi dirilah.

Persoalan kader-kader KAMMI aktif di masjid hanyalah manifestasi dari


kepatuhan mereka kepada Allah yang tertuang dalam Al Qur‘an yaitu “Hanyalah
yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman
kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan
zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah. Maka merekalah
orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat
petunjuk” (QS. At-Taubah [9]: 18) dan ketaatan mereka kepada Rasulullah
seperti yang termaktub dalam hadits “Siapa yang berangkat ke masjid yang ia
inginkan hanyalah untuk belajar kebaikan atau mengajarkan kebaikan, ia akan
mendapatkan pahala haji yang sempurna hajinya.” (HR. Thabrani) Tidak ada
niat dan konspirasi untuk merebut masjid apalagi meruntuhkan masjid. Bila ada
anggapan bahwa ajaran Islam yang dipraktekkan anak-anak KAMMI
meruntuhkan eksistensi PANCASILA maka orang tersebut disarankan untuk
kembali belajar PANCASILA. PNCASILA tanpa ISLAM itu lumpuh.

Pada bagian kesimpulan tepatnya pada halaman 55 penulis jurnal juga


mengatakan bahwa KAMMI menolak asas tunggal (PANCASILA). Saya harus
27

ngakak atau ngapain. Penulis tak habis pikir penulis jurnal tersebut mendapat
referensi darimana. Tidak ada dalam literatur apapun, buku bacaan kader
KAMMI, materi kaderisasi, dan dalam materi pembinaan kader KAMMI materi
menolak asas tunggal PANCASILA justru yang dianjurkan adalah membaca buku
Anis Matta berdamai dengan Pancasila. Bila kita teliti membaca sejarah maka
pemberlakuan asas tunggal itu terjadi pada pada tanggal 19 Februari 1985 dengan
terbitnya UU nomor 3/1985 yang mengharuskan Pancasila sebagai asas tunggal
dalam setiap organisasi. Pada masa itu KAMMI belum lahir dan saat KAMMI
lahir Undang-undang ini tidak berlaku lagi. Justru yang menolak asas tunggal itu
ialah HMI sehingga HMI pecah menjadi dua yaitu HMI MPO dan HMPI DIPO.
Lebih keras lagi yaitu kawan-kawan di PII secara bulat menolak asas tunggal
PANCASILA. Bila kita lihat ormas NU justru sejak tahun 1978 yang paling keras
menolak asas tunggal itu, lalu terjadi lobi tahun 1980-an hingga pada tahun 1984
sebelum UU itu disahkan akhirnya menerima juga pada muktamarnya yang ke 27
di Situbondo. Muhammadiyah justru tidak sereaktif NU karena Muhammadiyah
nerima saja. Saya mengajak marilah semua anak bangsa menahan diri untuk tidak
mengembangkan narasi-narasi jahat sesama anak bangsa da juga men-stigmatisasi
kelompok tertentu hanya karena berbeda dengan kelompok kita. KAMMI itu
SEPENUHNYA INDONESIA.

Terakhir saya juga ingin mengajak kita semua untuk instropeksi diri
terutama pihak kampus dan semua civitas akademika UNIB untuk memberikan
perhatian yang lebih baik terhadap DU dari segi pengelolaan, manajemen juga
bantuan financial ketimbang mencari-cari kesalahan orang/organisasi lain yang
notabene mereka semua adalah keluarga besar UNIB. Marilah bahu-membahu,
gotong-royong dan bekarjasama sesuai dengan nilai luhur PANCASILA untuk
memajukan Darul Ulum sesuai namanya yakni ―Kampung Ilmu atau Gudang
Ilmu‖. Mengakhiri tulisan ini saya teringat pantun Buya HAMKA yang juga
sering disampaikan buya di ranah Minang

Sakah-sakah batang silasiah

Usah tibarau barabahkan


28

Sapatah kaji basalisiah

Usah surang ditinggakan

Bahasa Indonesianya

Patah-patah batang selasih

Jangan tibarau direbahkan

Sepatah kaji berselisih

Janganlah masjid ditinggalkan


29

Mendekatkan Transnasionalisme dan Tradisionalisme dalam


Gerakan Islam Fundamentalis
Sebuah Catatan Perjalanan Mantan Anggota KAMMI

Merujuk pada buku ‗Ilusi Negara Islam‘ , Abdurrahman Wahid (2009)


menjelaskan jika Islam Fundamentalis adalah sebuah gagasan maupun gerakan
yang berkeinginan untuk mewujudkan nilai-nilai Islam yang diyakininya sebagai
sebuah entitas formal. Sebuah sistem Islam harus dibentuk untuk mewujudkan
nilai-nilai yang ada pada Islam. Jadi Islam tidak hanya dipandang sebagai sebuah
agama yang penuh dengan dogma. Tapi juga sebuah ideologi yang harus
diusahakan agar berwujud nyata. Salah satu cara mewujudkannya adalah dengan
merubah sistem demokrasi yang cenderung tidak Islami menjadi sistem yang
Islami.
Banyak yang menerjemahkan secara ringkas bahwa sistem Negara Islam
yang diinginkan disebut Khilafah. Gerakan yang baru saja dibubarkan misalnya,
HTI, dengan terang-terangan menyebut bahwa sistem Khilafah harus ditegakkan.
Tiada solusi lain selain Khilafah dalam mewujudkan kehidupan masyarakat yang
bahagia dunia dan akhirat. Ada juga yang tidak seterang HTI dalam
memperjuangan sistem formal Islam, mengutamakan kemajuan kepribadian diri
dalam menerapkan ajaran Islam dengan pola terjemahan ajaran tekstual. Dengan
menerapkan ajaran tekstual yang diaku sebagai pengikut ajaran Salafussaleh,
maka sistem dan nilai Islam dengan sendiri akan ikut tegak. Gerakan puritan
seperti ini secara langsung maupun tidak langsung memiliki muatan ideologi
Islam transnasionalisme di dalamnya.
Bagaimana mendefinisikan Islam transnasionalisme secara ringkas? Sebut
saja Islam transnasionaladalah sebuah gagasan ataupun gerakan Islam yang tidak
terbatas pada sistem agama sebagai ritual saja tapi memandang agama sebagai
sebuah nilai yang harus diterapkan secara menyeluruh pada segala sisi. Sering
juga disebut sebagai gerakan Islam Kaffah. Francis Fukuyama, dalam bukunya
The End History and The Last Man (1992) menyebut gerakan Neo-Konservatif
yang berasal dari gerakan radikal Timur Tengah. Konon gerakan seperti ini
30

muncul secara nyata sejak Mustafa Kemal Attaturk menggaungkan nasionalisme


di Turki dan membuat Khilafah Turki Usmaniah pecah berkeping-keping.
Apakah KAMMI masuk ke salah satu kategori gerakan Islam
Transnasional? Tidak perlulah berbelit-belit, organisasi ini memang sangat dekat
dengan nilai-nilai transnasionalisme. Hasan Al Banna, seorang tokoh besar asal
Mesir yang dikenal sebagai pendiri Ikhwanul Muslimin merupakan tokoh yang
sebagian idenya dibaca dan dipelajari oleh para anggota KAMMI. Sebut saja buku
Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin yang terdiri dari dua jilid. Buku yang
kerap dijadikan rujukan dalam bergerak. Meski belakangan hari minat baca kader
KAMMI menurun, tapi tak pelak, buku seperti ini dijadikan bahan bacaan yang
lebih penting dan menarik dibandingkan buku Das Kapital milik Karl Marx,
Bapak Komunis internasional. Bahasa ringkasnya, gerakan Ikhwanul Muslimin
mewujud menjadi gerakan Tarbiyah yang dikenal sebagai salah satu gerakan
Islam Transnasional. Sedangkan KAMMI sendiri adalah organisasi yang mau
tidak mau diakui sebagai gerakan yang lahir dari rahim gerakan Tarbiyah.
Lantas, apakah salah menjadi gerakan Islam Transnasional? Agaknya
gembar-gembor yang berusaha menggembosi gerakan transnasional selama ini
banyak dilakukan oleh kaum liberal. Di Indonesia, kelompok ini dipelopori oleh
Jaringan Islam Liberal (JIL). Salah satu gagasan yang menonjol dari kaum liberal
ini adalah dibolehkannya menerjemahkan ayat suci sesuai dengan keinginan.
Kaum Liberal menyebut pendifinisian ulang arti ayat suci sebagai tafsir ulang
sesuai konteks. Agaknya ini upaya untuk mengaburkan sebuah kenyataan bahwa
ayat suci yang ada diterjemahkan sesuai keinginan individu. Publik tidak lupa
bahwa salah satu pentolan JIL mengeluarkan dalil bahwa perempuan boleh
menjadi imam sholat. Bahkan lebih parahnya lagi, JIL menerjemahkan bahwa
Islam menghalalkan homoseksual. Sebuah penerjemahan dalil agama yang jelas-
jelas JIL akan menjadi lawan tanding gagasan maupun lawan tanding gerakan
transnasional.
Secara nyata, memang banyak pernyataan maupun tulisan yang berusaha
mendiskreditkan peranan Islam Transnasional di Negara ini. Menyebut bahwa
gerakan Islam Transnasional sebagai strategi gerakan impor Timur Tengah,
31

misalnya. Kita juga tidak lupa akan sebutan onta gurun yang kerap digunakan
netizen untuk menyerang kaum yang dekat dengan ideologi transnasional.
Aneh bukan? Di satu sisi menganggungkan pluralism dan kebhinekaan. Di
sisi lain menjustifikasi manusia sebangsa dan setanah airnya sebagai produk
impor dan mengancam NKRI. Padahal tidak semua gerakan transnasional seperti
yang dipikirkan kelompok liberal dan sekutunya. Penulis sendiri pernah
berdiskusi dengan tokoh kelompok yang dipandang radikal dan dikenal akan
mengganti Pancasila dengan ideologi Islam Kaffah. Dengan terang-terangan ia
menyatakan bahwa gerakan transnasional adalah gerakan yang anti dengan
perpecahan. Jika ada perintah untuk mempertahankan Papua dari Negara dan
ulama, mereka siap untuk berjuang bersama. Sebab gerakan transnasional
bukanlah gerakan yang pro-separatis. Bahkan anti dengan perpecahan. Lalu
dimana alasan harus khawatir dengan gerakan yang tidak ingin Indonesia bercerai
berai ini?
Paranoid terhadap Islam atau Islamophobia adalah penyakit nyata yang
memang menjangkiti sebagian masyarakat Negara dengan penduduk Muslim
terbanyak di dunia ini. Penyakit ini pun semakin gencar dihembuskan dan
ditularkan oleh agen-agen pro liberalisme dengan dalil ilmiah. Di dukung pula
oleh daya baca yang rendah dari masyarakat sehingga hoax mudah tersebar.
Informasi penuh dengan muatan Islamophobia dengan lancar dihembuskan lalu
terserap di masyarakat tanpa saring dan sharing yang baik. Hal yang seperti ini
justru bias menimbulkan syak wasangka dan meningkatkan resiko perpecahan
sesama anak bangsa.

Penyadaran Peta
Dari uraian di atas, sebenarnya peta face to face gerakan Islam
transnasional adalah dengan kelompok Liberal. Bukan gerakan Islam yang masuk
dalam kategori lain, misalnya Islam Tradisional. Apa itu gerakan Islam
Tradisional? Secara mudah, gerakan Islam Tradisional adalah gerakan Islam yang
dekat dengan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat. Islam seperti inilah yang
banyak dianut oleh sebagian besar penduduk Negara ini. Kedatangan Islam
32

dengan damai di nusantara lengkap dengan proses akulturasi budaya di dalamnya


membuat nilai-nilai Islam beradaptasi dengan kearifan lokal.
Jadi jangan dibuat seolah-olah benturan yang terjadi antara Islam
Transnasional dengan Islam Tradisional. Jika pun ada gesekan, itu hanya
disebabkan adanya sebuah gerakan yang diaku tradisional namun dipimpin orang
yang berpemikiran liberal. Hanya perilaku oknum. Bukan sebuah gerakan secara
mayoritas. Dalam artian, secara umum tidak ada ketersinggungan pola gerakan
antara transnasionalis dengan tradisionalis.
Sebab itu, menjadi sebuah hal yang layak dan penting jika KAMMI
sebagai salah satu motor gerakan transnasional mulai beradaptasi dengan gerakan
tradisionalis. Bukan malah ikut-ikutan gerakan transnasional lainnya untuk
berbenturan dengan Islam Tradisional. Ini justru memberi amunisi untuk kaum
liberal menyerang Islam Transnasional.
Lihat saja terkait tahlilan yang dibentur-benturkan di dunia nyata maupun
dunia maya. Dengan argumen yang merasa paling betul, kedua pihak saling
serang. Ada yang sepakat Tahlilan, ada pula yang tidak. Memang keributan ini
bukan hal yang baru. Justru karena itu hal yang seperti ini jangan diperdalam.
Saling hormat menghormati saja dalam perbedaan ini. Jangan ditarik hingga
ucapan bid‟ah dan kafir keluar dengan begitu lancar. Siapapun akan merasa
tersakiti jika asal disalahkan, apalagi dikafirkan.
Bayangkan saja jika KAMMI ataupun Keluarga Alumni KAMMI
membuka hari miladnya dengan pagelaran wayang kulit. Tema yang diusung
adalah Napak Tilas Syahadat Kalimasada, misalnya. Tentu ini menjadi terobosan
tersendiri. Mengadakannya-pun di tengah masyarakat Jawa dengan Islam
tradisional yang kental. Mungkinkah?
Atau jika saja ada upaya perumusan : Sentuhan Islam dalam Adat Rejang.
Dikerjakan oleh anggota ataupun alumni KAMMI bersama Lembaga Jenang
Kutei (Badan Musyawarah Adat) Rejang. Hasil rumusan menjadi rekomendasi
perbaikan daerah secara adat tanpa harus membid‘ahkan ajaran adat itu sendiri.
Tapi sepertinya ide seperti ini tidak akan begitu laku. Bahkan mungkin
langsung tersisihkan dengan dalil bahwa ini sudah keluar dari khithah gerakan.
Hingga akhirnya menjadi api dalam sekam. Lambat laun akan dipantik ulang oleh
33

kaum liberal untuk melebarkan jarak pertentangan antara tradisionalis dan


transnasionalis.
Semoga saja tidak begitu.
34

KAMMI Cermin KA KAMMI


Oleh : Imran Hasyim

"Masa depan itu dibeli oleh masa sekarang" Samuel Jhonson. Bisa
diartikan bahwa masa depan kita juga ditentukan dibentuk oleh apa yang kita
lakukan saat ini. Atas setiap langkah kehidupan kita dikemudian hari, maka
terdapat rangkaian yang membentuknya tahap demi tahap. Usaha yang kita
lakukan pelan-pelan dengan cara yang benar akan memberikan hasil yang bagus
dimasa setelahnya, kita harus rela jungkir balik mengalami halangan dan
rintangan terlebih dahulu sebelum kesuksesan datang dimasa depan.
Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia organisasi mahasiswa yang
lahir pada masa akhir orde baru tahun 1998 setelah tumbangnya rezim "kelamaan"
Presiden Soeharto, tiga puluh dua tahun berkuasa tanpa boleh ada lawan politik
menandinginya. Menasbihkan dirinya sejak awal berdiri sebagai gerakan
parlemen jalanan, sebagai jembatan masalah rakyat kepada dewan nya, maka aksi
demonstrasi menjadi kerja nyata aktivis KAMMI, setelah berhasil ikut serta
menumbangkan rezim "kelamaan" KAMMI perlahan - lahan seiring dinamika
yang terjadi di republik tercinta ini mulai menitipkan satu - per satu aktivisnya
masuk ke parlemen di senayan sebut saja Fahri Hamzah, Akbar Zulfakar, dan
Andi Rahmat mantan ketua KAMMI yang bergerak dari parlemen jalanan menuju
parlemen senayan, inilah buah cermin masa lalu KAMMI.
Anggota DPR yang lahir dari rahim organisasi KAMMI era awal tentu
harus mampu mencerna darimana asalnya, dan tak lupa melihat siapa ia dimasa
lalunya. Tidak hanya mengisi pada kursi anggota DPR RI di senayan, aktivis kami
juga mulai banyak duduk di DPRD Provinsi, Kota dan Kabupaten. Jika para
dewan yang dulunya aktivis KAMMI ini tidak lupa bercermin dan bisa melihat
bayangan masa lalunya di cermin, maka langkah setapak demi setapak dalam
menjalankan tiga fungsi anggota dewan bundgeting, anggaran dan pengawasan
sudah tidak akan gamang apalagi salah dalam melangkah, karena seorang
KAMMI sejati yang masa lalunya dalam pergerakan semasa berorganisai benar
dan baik, makan saat menjadi anggota dewan dipastikan akan menjadi bintang,
sebaliknya jika ke-KAMMIan nya hanya sebatas stempel dan label numpang
35

lewat atau bahkan karbitan, maka juga bisa dilihat bagaimana geraknya tidak
optimal saat duduk di singgasana wakil rakyat.
―Jangan menghukum masa depan dengan masa lalu. Karena kita selalu bisa
memperbaiki situasi" Tere Liye. Memang kita tidak perlu menyalahkan apa yang
terjadi saat ini dengan mengutuk masa lalu, niscaya masa lalu telah tiada, tinggal
kita perbaiki apa yang kurang atau salah dimasa ini, boleh dengan sesekali
bercermin dan melihat lagi masa lalu dengan prinsip kerja "kaca spion" yang
sesekali kita lihat untuk terus maju lancar ke depan.
―Berhentilah mengkhawatirkan masa depan, syukurilah hari ini, dan
hiduplah dengan sebaik-baiknya" Mario Teguh. Ya, saat kita mensyukuri hari ini,
berbuat baik hari ini, maka kita tak perlu mengkhawatirkan masa depan kita,
pesan Mario Teguh ini bisa kita ambil hikmahnya, sesuai juga dengan pepatah
lama "apa yang kini kita tanam itulah yang akan kita tuai" maka bercermin
terhadap siapa kita dahulu guna menemukan rangkaian kehidupan kita menjadi
sebuah hal yang mesti kita lakukan, juga dalam rangka mengintrospeksi dan
melihat dimana ada salah tingkah dan sikap kita dimasa lalu untuk diperbaiki saat
ini.
Keluarga Alumni KAMMI, ya dalam perjalanannya kali ini lahirlah KA
KAMMI apakah ia lanjutan dari KAMMI atau dialah cermin aktivis KAMMI
dimasa lalu ? Dimulai dengan dualisme kepengurusan KA KAMMI di awal
kemunculannya sekita dua atau tiga tahun lalu, ada KA KAMMI Presidennya
Bang Fahri Hamzah dan KA KAMMI Ketua Presidiumnya Bang Fitra Arsil,
keduanya di masa lalu saat masih berstatus Aktivis KAMMI adalah orang pertama
bahkan termasuk deklarator KAMMI di Malang kala itu.
Dinamika KA KAMMI di pusat ini tentu berimbas ke daerah - daerah. KA
KAMMI muncul tentu seperti KAMMI yang bersejajajr dengan HMI, PMII
bahkan IMM, meski lahir paling muda ditengah OKP "tua" tersebut, KA KAMMI
juga ingin bersejajar dengan KAHMI, IKA PMII dan alumni IMM.
Munculnya KA KAMMI bisa kembali memunculkan dinamika yang
bermacam - macam, penulis belum membaca syarat sah seorang aktivis KAMMI
bisa disebut alumni KAMMI, dibeberapa grup nampaknya siapapun sudah ikut
DM I KAMMI sudah bisa disebut alumni KAMMI dan gabung di KA KAMMI,
36

dinamika yang muncul tiap daerah tentu berbeda - beda, tema yang banyak
dibahas mulai soal bagaimana mencoba membantu adik - adik di komsat hingga
daerah, yang kemudian dilawan oleh tipe alumni yang tidak ingin memanjakan
adik - adiknya dengan bahasa "dulu kami berjuang sendiri, gak manja," lalu
muncul alumni yang bicara tentang regenarasi kepemimpinan di komsat dan
daerah dahulu, lalu bertentangan dengan alumni yang di muskomlub, musdalub,
hingga membahas keunderbowan KAMMI oleh PKS, selain banyak juga grup
alumni yang produktif bertukar info lowongan kerja, kegiatan kopi darat
silaturahim.
Seluruh aktivitas di KA KAMMI saat ini sesungguhnya tanpa disadari
individu alumni adalah cermin kamu dimasa lalu saat menjadi aktivis KAMMI
semasa kuliah. Sadarkah kita dengan hal itu, masih tergantung individunya,
apakah saat menjadi alumni bercermin saat aktivis dulu ? Pepatah arab
mengatakan: ―Syubhanul yaom, rijalul ghad‖ artinya: pemuda hari ini pemimpin
masa depan, jadi KA KAMMI hari ini adalah produk KAMMI dahulu, alumni
saat ini adalah cerminan aktivis dahulu, bagaimana ia saat beraktivitas menjadi
pengurus KAMMI di komsat kah, Kammda kah? Maka seprestasi apa saat itu,
maka itulah cerminan alumni hari ini.
Ketika hari ini berisi masalah keluhan ratapan negatif, kutukan
menyalahkan kegelapan masa lalu yang terus tersimpan di alam bawah sadar
maka cuitan pesan di grup alumni hanya itulah isinya, saat kita coba flashback ke
belakang bagaimana si alumni saat di masa jadi aktivis, ternyata memang banyak
catatan, selain virus merah jambu, pengelolaan keuangan yang tidak transparan
hingga jual beli proposal kemungkinan menghiasi hari - hari keaktivisannya,
sebaliknya untuk alumni - alumni yang hari ini dipenuhi hal - hal positif
disibukkan dengan upaya menyalakan pelita, senderung mereka adalah orang -
orang yang saat menjadi aktivis pengurus di komsat, Kammdanya adalah juga
orang orang yang sibuk beramal nyata, bekerja rapi dan penuh prestasi organisasi.
So, mari sejenak kita sebagai KA KAMMI bercermin, gunakan KAMMI
sebagai cermin kita hari ini, dimana salah kita dahulu, minta maaf jika salah kita
masih melukai seseorang sengaja maupun tidak, lalu minta ampun tobat kepada
Allah jika teringat ada dosa yang kita lupa memohon ampunan dikala itu.
37

Semangat pemuda kala itu, gerak progresif kita dahulu bisa saja meninggalkan
kebencian dendam dan luka yang terus berbekas hingga hari ini, sehingga
sebabkan kita saat alumni kini tak se semangat dahulu, tak seprogresif masa itu.
Semoga hari - hari esok adalah milik kita.
38

TAHTA SI PEMBERANI
Oleh : Ardizal

Agak nanar pada penglihatanku bertemu teman lama yang sama- sama
pernah berteriak lantang dibawah terik matahari melawan kezholiman tangan
pemerintah yang tamak. Hari ini berulang dia ada diantara mahasiswa- wahasiswa
yang berdemo, tapi bukan sebagai pendemo. Menjadi mata- mata, mencatat setiap
gerak dan ucapan yang dulu dia juga ucapkan, kemudian melaporkan kepada sang
tuan. Saat kutanya ; kenapa seperti itu bro ? Dia Cuma tersenyum kecut, kemudian
pergi meninggalkanku,...??????
Ada saat kita menilik kembali arti seorang aktivis. Peran, aksi dan suasana
batinnya bergelut dari setiap satuan waktu yang dijalani. Dari saat menuntut ilmu,
terperangkap sebagai seorang aktifis kemudian keluar dan bertemu dengan dunia
nyata setelah kuliah. Tiba-tiba ada suasana dilema yang harus dihadapi oleh
banyak aktivis hari-hari ini. Antara tetap setia dengan kemurnian hati dan
fikirannya atau bermain zig zag dengan kenyataan hidup yang tak bisa dia hindari.
Saya merasakan ada sesuatu yang terancam. Tentang tetap setia atau
menurunkan sedikit demi sedikit kesetiaan itu dengan berbagai argumennya.
Dilema itu persis seperti pilihan- pilihan MAKANAN orang yang sakit. Satu sisi
hasrat untuk tetap terlibat dengan suatu capaian yang tidak jelas bersamaan
dengan tekanan yang datang dari logika sederhana tentang hidup harus dibiayai.
Tidak saja tentang logika hidup harus dibiayai juga tentang tak jelasnya arah
langkah sang aktivis kemana selanjutnya. Jika bisa disebut sebagai TEROR,
bukan lagi dari negara dengan aparatnya saat sang aktifis membentuk mimbar-
mimbar jalanan pada periode kuliahan. Tapi kini teror itu datang dari seputaran
dirinya sendiri. Istri, anak bahkan mertua yang ― membisikkan ― tentang arti
tanggung jawab. Kegamangan memilih langkah apa yang harus ditempuh
akhirnya melemahkan AUMAN sang singa menjadi MEONGAN sendu seekor
kucing betina. Meluluh lantakkan keberanian yang sejatinya menjadi identitas
seorang aktivis.
Ini adalah lorong jeda berwarna buram yang didalamnya ada aneka
pelajaran berharga sekaligus ujiannya. Di antara kesiapan yang wajib harus
39

dimiliki adalah survive secepatnya. Seperti berjalan di jalan asing diantara


pekatnya warna biasanya mulut akan mengumbar mantra- mantra anti takut.
Sepanjang perjalanan mantra- mantra itu terus dilafazkan beriring dengan
gumalan hati kenapa aku ada disini. Bahkan menyesali jalan sebelumnya yang
menghubungkan dia dengan jalan ini. Akal sehat hilang, Jiwa PEMBERANI
meradang sakit. Tampillah dia sebagai si PENGELUH.
Cara lain menempuh jalan transisi ini adalah dengan memanipulasi
identitas. Jikapun ketahuan, akan muncul dalil pembenaran dan atas kepentingan.
Mata kita telah terbiasa disuguhi tontonan berulang. Dulu si penuduh korupsi kini
menjadi si tertuduh korupsi. Dulu penentang feodal yang paling garang kini si
feodal yang diramah- ramahkan. Akhirnya dijalan ini berserakan korban. Di
antara genangan perih mata menahan air mata akhirnya tumpah membasahi berkas
yang bertuliskan Sang Aktifis yang kemudian berserak rangkaian hurup- hurup
tak jelas terbaca walaupun kita masih bisa membacanya. Maka surutnya agenda
besar menggunung tentang negerinya tertutup sekelumit masalah belitan beratnya
biaya hidup. Ironisnya: yang dulu militan tiba-tiba berubah posisi bersama para
pecundang TAMAK penggerogot harta negara.
Kebenaran yang awalnya identik berbalut dengan kesederhanan dan
kebersahajaan yang menjadi magnet menarik simpatik manusia teraktualisasi
sebagai wujud gerakan. Tokoh- tokoh perjuangan seperti Mahatma Ghandi
bahkan seperti Natsir, Hatta, TAN MALAKA mencorakkan gaya itu sebagai ciri
para aktifis kebenaran. Tapi dinamika sosial dan keadaan geopolitik hanya
memberi ruang sedikit untuk memunculkan orang- orang seperti itu. Bahkan tahta
pun tak sepenuhnya bisa mereka genggam, bahkan tersentuhpun mungkin tidak.
Sementara dinamika politik yang berkembang hari ini sering menyandingkan
untuk menegakkan cita- cita KEBENARAN butuh TAHTA. Sedangkan tahta itu
sendiri sudah sangat identik dengan kemewahan. Artinya bergeser, dari yang
seharusnya adalah pembelaan kepada kaum yang lemah. Nilainya menjadi mahal
dan mendapatkannya, berbiaya mahal juga.
Pusaran kesesatan ini makin tak karuan membentur kesana kemari dan
menghantam juga keakal para aktifis memunculkan idiom jika ingin ke tahta dia
juga harus menyediakan biaya. Maka berputar- putarlah para aktifis dalam
40

pusaran kesesatan fikiran : Hidup harus dibiyai : ini tanggung jawab yang hakiki.
Arah proyeksi diri semakin tak jelas sementara tetap ada yang menempuh jalan
menuju tahta tapi terjebak biaya yang yang tak terkira.
Menghentikan pusaran sesat ini bukanlah gampang. Beban hidup dan teror
yang berada di seputar kalangan aktivis tak bisa diselesaikan dengan mudah.
Inisiatif mendirikan usaha tak langsung menghasilkan buah. Sementara orang
dirumah merengek- rengek menuntut haknya. Hampir tak ada ruang untuk
berbagai inisiatif diremukkan oleh sistem pasar yang tidak berpihak kepada yang
lemah dan yang baru meniti jalannya. Pilihan pekerjaan jadi makin terbatas dan
kebutuhan hidup tak bisa ditunda. Sah sah saja jika diantara aktifis berfikir untuk
mendirikan yayasan dan mulai mendirikan sekolah kecil- kecilan. Mungkin jika
dikelola secara baik suatu saat akan menghasil profit. Tetapi itu tetap lama,
sementara tahta sebagai sumber segala persoalan bangsa tidak bisa menunggu
lama orang baik disana. Hanya kepada aktifislah Tuhan telah menitipkan rencana
kebaikannya. Berfikir untuk memiliki usaha juga sah. Lagi- lagi proses menuju
sukses butuh waktu yang lama. Yang cepat adalah bermain di anggaran negara.
Resiko terkaparnya lebih besar, Hampir tak ada yang bersentuhan dengan uang
negara kecuali akan terlepas idealismenya. Akan banyak dalil dalil pembenaran
dari apa yang dilakukannya.
Pada situasi seperti inilah militansi mendapatkan ujiannya. Diantara
lemahnya kemampuan mengkapitalisasi diri dengan harta bersamaan tuntutan
tetap berpegang pada idealisme perjuangan. Idealnya seorang aktifis tak boleh
takluk dengan keadaan. Dia tidak akan berkompromi dengan kenyataan. Persoalan
ekonomi harusnya menjadi persoalan yang kecil, karena seorang aktifis hidup
bersama aktifis yang lain. Tidak ada alasan yang kuat untuk mengendurkan
idealisme yang digaungkan saat masih berada di jalanan. Auman tak boleh
berubah jadi meongan.
Tahta tergantung kepada siapa dia diduduki. Rakyat merasakan
kebahagiannya saat tahta itu menjadi milik orang- orang yang baik dan mengerti
tujuan tahta yang sebenarnya. Sebaliknya tahta akan mengancam kehidupan saat
dia diduki si tamak. Pasukan tamak dengan berbekal keyakinan naif akan
memporak porandakan kerinduan akan kehidupan yang bahagia dan cenderung
41

akan mempertahankan status quo dengan cara papun. Kelompok ini akan bersikap
manis menutupi kekasaran yang mereka miliki. Akan banyak yang terbunuh tapi
tak akan ada yang menuntut saat melihat senyum manis mereka yang diserta
hadiah- hadiah kecil berupa amplov- amplov kecil. Tapi kekuatan ini sebenarnya
tak ‗seberapa‘ secara jumlah hanya mereka jauh lebih punya dukungan dari
elemen-elemen tak tampak. Jika sikap adalah Politik ‗pembiaran‘ negara akan
mengalami kehancuran yang teratur dan tak terasa. Jika tak ada tindakan pada
keberadaan kelompok ini membuat mereka kian liar mencabik- cabik tubuh
bangsanya.
Di sisi inilah para aktifis harus terus melihat. Tahta tak boleh dikuasai oleh
si tamak. Akan berdosa dan akan menjadi penyesalan yang panjang serta tak
berguna saat semua harapan rakyat tak tahu kemana lagi disampaikan. Sadarlah
wahai para aktifis. Tahta merindukan kalian dalam keadaan sebagai si
PEMBERANI. Berhentilah menjadi orang yang gamang. Berhentilah menjadi
pengeluh. ―......Tahta itu merindukan si PEMBERANI, bukan untuk si TAMAK,
apalagi si PENGELUH,..... ― ( Queen of Jahnsy )
42

Pasca KAMMI, Kita Ngapain?


Oleh Hariyanto18

Salah satu keunggulan orang yang ikut dalam berorganisasi adalah


kepemilikan akan jaringan dalam organisasi tersebut. Apapun organisasinya.
Terlebih jika ia aktif secara individual maupun secara organisasi. Jaringan yang
dimilikipun akan semakin luas. Terkadang dalil keuntungan ini digunakan oleh
sebagian oknum untuk mengikuti berbagai macam organisasi. Apakah tidak
boleh? Tentu saja boleh. Selama organisasi yang diikuti bukanlah organisasi
terlarang dan tidak segaris dengan aturan di Negara ini.
Tapi tidak selamanya mereka yang berorganisasi akan memiliki jaringan
dengan mulus. Ikatan emosional dalam berorganisasi kadang menjadi pisau
bermata dua. Bisa menguntungkan dan menyolidkan organisasi. Tapi bisa juga
membuat individu di dalamnya terpecah belah. Bagaimanapun juga, berorganisasi
juga belajar mengolah emosi secara individu maupun kelompok di dalamnya.
Seiring perjalanan waktu, heterogenitas dalam KAMMI19 meningkat.
Harus diakui, heterogenitas yang dimiliki KAMMI belum seberagam organisasi
kepemudaan yang lain. Heterogenitas ini mengalir dan semakin beragam dalam
KAKAMMI20 yang notabene lahir karena adanya KAMMI. Sudah menjadi hal
yang umum, idealisme saat di kampus mulai memudar saat realitas menghantam.
Seiring berjalannya waktu, kikisan kenyataan hidup membuat idealisme bisa
dikompromikan dan berubah pemaknaan. Dengan sendirinya, cara pandang
KAMMI haruslah berbeda dari KAKAMMI.
Tidak harus muluk-muluk layaknya ikatan alumni organisasi lain yang
memang sudah lama berdiri. KAKAMMI cukuplah menjadi rumah singgah
persiapan hidup pasca kampus bagi alumni. Itu saja sudah sangat cukup. Tuntutan
kemandirian hidup secara individual yang dituntut pasca kampus harus ditangkap
peluang dan tantangannya oleh KAKAMMI. Kemudian diolah agar bisa menjadi
rumah yang nyaman dan bermanfaat bagi alumni KAMMI. Sangat tidak cukup

18
Penulis lebih banyak diamanahkan sebagai anggota KAMMI saat mahasiswa dari pada menjadi
Pengurus organisasi ini.
19
KAMMI. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia
20
KAKAMMI. Keluarga Alumni Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia.
43

hanya dengan beretorika di jejaring sosial saja. Hal seperti itu harusnya sudah
khatam di KAMMI. Jikapun ingin melanjutkan perdebatan tak berkesudahan dan
membuka lembaran masa lalu di KAMMI, bukalah forum lain. Tidak di
KAKAMMI. Tidak juga menjadikan KAKAMMI sebagai media unjuk suara
tanpa aksi. Kenyataannya : jangankan beraksi, menuliskan gagasannya saja tidak
mau dengan alasan yang bermacam-macam. Sementara salah satu kemampuan
yang seharusnya dimiliki oleh seorang alumni KAMMI penulisan gagasan yang
dimilikinya agar bisa sampai kepada khalayak ramai.
Lalu bagaimana caranya menjadikan KAKAMMI sebagai rumah singgah
yang layak bagi alumni KAMMI? Hal yang paling mendasar adalah topangan
ekonomi alumni secara bersama. Salah satu bentuk usaha bersama yang paling
ringan dan minim resiko adalah koperasi. Tidak sedikit alumni KAKAMMI yang
bermain di koperasi. Apa salahnya untuk meminta saran, sumbangan tenaga
maupun finansial kepada mereka yang sudah berkecimpung di dunia
perkoperasian ini.
Apa bentuk koperasi yang akan dibuat? Tak ada salahnya kita meniru
koperasi konsumsi di Rochdale, Inggris, yang didirikan tahun 1843 dan dikenal
sebagai perintis koperasi. Dengan menerapkan prinsip : beli tunai jual tunai,
dalam setengah abad koperasi ini sudah memiliki anggota yang berjuta-juta21. Jadi
bukan koperasi simpan pinjam yang ditawarkan oleh Bapak Koperasi Indonesia.
Melainkan koperasi konsumsi karena langsung menohok dapur anggota koperasi
itu sendiri. Namun, baiknya keputusan akan bentuk koperasi ini ditentukan oleh
pengurus KAKAMMI. Sebab penguruslah yang memiliki wewenang dan
tanggung jawab mengelola KAKAMMI ini.
Kalaupun memang bukan koperasi yang menjadi pondasi awal membentuk
KAKAMMI sebagai rumah singgah alumni KAMMI, setidaknya perhatian dan
aksi untuk memperbaiki taraf kehidupan alumni KAMMI haruslah ada. Tidak
perlu bersusah payah mengumpulkan anggota KAKAMMI nantinya jika memang
ada bukti nyata bahwa ekonomi alumni KAMMI membaik sejak aktif di
KAKAMMI. Semut akan mencari gula, demikian falsafah tua mengatakan.

21
Mohammad Hatta, Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun, Gagasan dan Pemikiran.
2015. Hal. 28.
44

Sebab itu, mari kurangi konsumsi pembicaraan politik yang tak jauh dari
potensi konflik. Mulai lah meminimalisir hobi banyak bicara tapi tak mau kerja.
Semisal saja soal ajakan untuk menulis gagasan. Sebagian tak mau menulis
dengan alasan tak ada untungnya untuk pribadi. Miris memang. Sejak dulu, di
KAMMI kita tidak diajarkan untuk untung rugi saat berbuat. Tapi agaknya terlalu
jauh sauh kita labuhkan. Berbuat sedikit lalu hitung untung rugi. Apakah begitu
adat kita berorganisasi selama ini? Jika tidak sanggup menulis, katakan saja apa
adanya. Selalu ada kelebihan di balik kekurangan, begitu kata orang.
Wallahu‟alam.
45

LENTERA KAMMI MASIH ADA


Oleh :
Alian Suhendra, M.Pd (*)

Pada masa kejayaannya yang lampau Kota Baghdad merupakan salah satu
kota yang maju peradabannya. Setiap malam setelah Matahari tenggelam, di sudut
kota ada seorang bernama Jahim yang hendak memasang lentera di depan
rumahnya. Lentera itu begitu tampak benderang ketika di kiri dan kanannya
belum terpasang lentera lainnya. Malam terus berlarut, dan lentera-lentera para
tetangga Jahim satu demi satu dipasang di tepi jalan yang sama, sehingga
membuat pinggiran jalan bermandikan cahaya. Dan kini lentera jahim tidak lagi
menjadi lentera yang paling benderang. Cahayanya justru nampak redup
dibanding lentera milik tetangganya yang hidupnya jauh lebih makmur dan kaya
ketimbang si Jahim. Barangkali karena Jahim sangat bangga dengan lenteranya,
maka beberapa saat kemudian ia keluar untuk melihat kembali lenteranya.
Ternyata sinar lenteranya nyaris seperti cahaya kunang-kunang ditelan semburat
cahaya lentera para tetangganya.
Melihat lentera lain yang jauh lebih benderang, Jahim begitu marah dan
dia cenderung menyalahkan dan mengumpat lentera tetangganya. Segera
diraupnya batu-batu sebesar kepalan tangannya, lalu dilempari lentera tetangganya
tersebut. Bunyi ledakan lentera tetangganya membuat penghuni mereka segera
keluar untuk melihat apa yang terjadi. Beberapa orang menyergap Jahim dan
mulai memukuli dirinya. Beruntungnya ada Abu Nawas yang menenangkan
warga dan kemudian mengingatkan untuk tidak main hakim sendiri. Abu Nawas
pun menasehati Jahim jika ingin lentera tampak lebih terang dibanding lentera
yang lain, jangan padamkan lentera lain itu, tetapi gantilah lenteranya dengan
yang lebih besar (Inspirasi cerita : Buku Afif Abdullah).
Kisah ini menyadarkan akan pentingnya kerukunan, Abu Nawas mengingatkan
kita untuk persaingan yang sehat, dan bersikap jujur dan berjiwa besar. Barangkali
di sekitar kita banyak yang seperti Jahim, dengan kesombongan dan kebanggan
diri rupanya telah menutup keterbukaan menerima kelebihan orang lain. KAMMI
sebagai suatu organisasi tak lepas dari penilaian organisasi lain, selama ini dinilai
46

terkesan ekslusif, mengaku paling baik, anggotanya paling sholeh dan islami.
Sehingga kita mulai abai dengan teman organisasi lain, atau bahkan dengan teman
satu organiasi ini. Pengabaian ini kadang membuat beberapa teman satu organisasi
mulai sering memilih sikap berbeda, kritis dan sensitif
Inilah yang kemudian patut ditanyakan kepada KAMMI perbedaan-
perbedaan, misalnya perbedaan pendapat di tubuh organisasi ini. Mulai dari
Alumni KAMMI dan menurun kepada organisasi mulanya KAMMI. Sungguh apa
yang menjadi soal perbedaan ini? Mungkin karena persaingan dan adu pendapat,
tapi sejatinya itu merupakan cara terbaik dalam merumuskan kebenaran.
Tergantung bagaimana kita menyikapi perbedaan, jika disikapi dengan sikap
berjiwa besar tentu kita dapat menerima kelebihan dan kekurangan orang lain
tersebut. Meskipun kita juga tidak boleh larut dengan penyelesaian perbedaan.
Hiduplah dengan perbedaan dan indahkan dengan eratnya persatuan.
Perbedaan yang terjadi sejatinya bukanlah mencari kemenangan pada
salah satu kelompok. Manusia memang memiliki ego, yang menyebabkan
seseorang bisa menganggap dirinyalah yang paling benar, dan itu bukanlah suatu
hal yang salah. Sebab memang ego punya sisi positif, dengan egolah kita punya
kepercayaan diri. Namun, ego yang dikendalikan nafsu, semisal gengsi dan
sombong tadi, menyebabkan orang tak lagi berfikir jernih. Hanya egolah yang
dapat membebaskan diri dari kungkungan nafsu dan materilah yang mampu
menangkap kebenaran sejati. KAMMI harus merdeka dari ―ego dan nafsu‖
terbebas dari kepentingan pribadi dan perasaan mau menang sendiri. Saatnya
mulai saling merangkul untuk kebesaran dan kebaikan organisasi ini ke depan.
Tak dipungkiri perbedaan yang terjadi biasanya juga disebabkan karena perbedaan
kepentingan. Apalagi kepentingan yang dimaksud lazimnya juga beririsan dengan
kepentingan golongan atau bahkan partai politik. Keterkaitan antara anggota dan
alumni kepada partai politik membuat kepentingan dalam suatu organisasi
diarahkan pada keuntungan golongan dan kelompok. Dengan demikian kelompok
yang lain akan terkesan dipinggirkan. Karena memang mereka memiliki interest
pada kepentingan kelompoknya masing-masing.
Disisi lain, para pengurus yang kini memegang kekuasaan berusaha
mengamankan dan memagari kepentingannya. Kepentingan yang mendominasi
47

ini dapat kita lihat dengan sikap pembelaan kepada kemapanan (status quo).
Biasanya kekuasaan yang dimiliki akan terasa nyaman dan cenderung
dipertahankan secara statis. Sedangkan kelompok lain yang berbeda kepentingan
dan cenderung bersikap kritis akan dlihat sebagai antitesisnya, yaitu
antikemapanan dan disimbolkan sebagai kelompok yang menerima keterbukaan
dan dinamis.
Untuk semua itu, KAMMI yang kini berkuasa menciptakan sistem yang
dipertahankan semaksimal mungkin, kalau perlu dengan tangan besi, demi
kepentingan diri dan ―kelompok‖ dan golongan partai tertentu. Karena itu
pembela status quo adalah orang-orang yang berada dalam belitan kepentingan.
Akibatnya, pemikiran mereka terstruktur oleh sistem yang diciptakan, atau berada
dalam tekanan kepentingan kelompok. Sehingga setiap tindakan dan pengambilan
keputusan yang dilakukan akan selalu disesuaikan dengan sistem dan kepentingan
kelompok tersebut. Fenomena seperti ini akan sulit dihilangkan terlalu besar
dominansi kepentingan dan egoisitas golongan. Sekedar menegaskan! Pengurus
dan anggota KAMMI tidaklah butuh sikap seperti Jahim yang cinta akan
kesombongan, keserakahan, dan kepentingan diri maupun golongannya.
Saya pikir KAMMI saat ini butuh orang-orang yang ―berjiwa besar‖ yaitu
orang yang arif, merangkul bukan memukul, mengerti kebutuhan organisasi, dekat
dengan anggota, dan tahu batasan jarak dengan partai politik (tak mesra dan tak
berselingkuh dengannya) serta punya konsep membangun kepentingan bersama
anggota KAMMI. Kepemimpinan KAMMI harus kuat dan menghasilkan karya
sebagai buah dari pengorganisasian pengurus, tidak hanya sebatas kegiatan yang
tak tahu jalan kelanjutannya. Dan kusampaikan, marilah kita berfikir ―waras‖.
Mengedepankan prinsip kekeluargaan dan kepentingan bersama, inilah harapanku
pada KAMMI Bengkulu. Dan saya yakin Lentera itu tetap benderang jika kita
mampu memaksimalkan potensi diri, tanpa mengusik ketenangan yang lain.
Harapan itu masih ada!

(*) Alumni PK KAMMI Ababil, Provinsi Bengkulu


48

RUANG 2

RUANG ISLAM, POLITIK &


KEINDONESIAAN
49

MEREKONSTRUKSI KEMBALI FUNGSI PARTAI POLITIK, PEMILU DAN


DEMOKRASI INDONESIA
Oleh : Yusliadi Y, S.P.

Pemilu 2019 telah usai, kini semua post politik legislatif hasil pemilu 2019
di setiap tingkatan, mulai dari tingkat DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi
dan DPRRI, b e r i k u t perangkat kelangkapan lembaga legislatif lainya telah
tersusun mulai dari unsur pimpinan dewan, komposisi pembagian jabatan komisi
dan postur fraksi baik yang terbentuk sebagai fraksi mandiri maupun fraksi yang
terdiri dari gabungan parpol.
Ajang pemilu kali ini, merupakan ajang pemilu yang paling sibuk dan
melelahkan di sepanjang sejarah ke_pemiluan di Republik Indonesia sejak di
kemerdekaakan tahun 1945, mengingat pada pemilu kali ini semua perangkat
politik baik legislatif DPRD/DPRRI dan DPDRI di rangkum dalam satu event saja
plus dengan Pemilihan Presiden Republik Indonesia. Tetapi tak apalah, bangsa ini
memeng harus terus belajar dan berbenah agar menemukan tempat duduk yang
paling sesuai dalam berdemokrasi, di tengah budaya b a n g s a yang s a n g a t
heterogen, hal ini juga mengingatkan kita kembali, bahwa era keterbukaan
demokrasi yang telah kita raskan bersama saat ini, adalah merupakan buah dari
hikmah reformasi yang telah kita kita tuntut bersama sebagai sebuah konsesnsus
bersama sebagai bangsa pada tahun 1998 lalu.
Dalam catatannya sebagai negara demokrasi yang bercita cita menemukan
konsep ideal tatanan sebuah negera, dalam bingkai budaya beragam, memang
perlu energi besar, agar ada kebersamaan rasa dan kebersamaan fikir sehingga
gerak dari kebersamaan tersebut menjadi fokus kita sebagai bangsa dalam
mewujudkan cita cita kesejahteraan rakyat melalui peran elit politik yang ditunjuk
melalui pemilu untuk mengemban amanat sebagai pejabat politik pada setiap
level tingkatannya.
Namun demikian, perlu untuk di catat bahwa demokrasi yang bercita cita
ideal harus mampu berdiri pada kerangka ideal demokrasi dimana ada ruang yang
luas untuk dpat mewadahi proses eksplorasi ide dan gagasan yang dikemas
kedalam ruang partisipatif kolektif semua elemen bangsa.
50

Dalam hal ini, instrumen penting yang menyusun tubuh demokrasi,


dimana partai politik s e b a g a i p i l a r u t a m a n a y a b e r s a m a pemilu
harus mendapatkan proporsi l e b i h besar untuk mendapatkan perhatian untuk
lebih sering di koreksi, karena partai politik merupakan hulu demokrasi yang akan
mengalirkan produk produk t u r u n a n demokrasi yang mengikat hak dan
kewajiban seluruh elemen bangsa dalam sebuah ikatan norma hukum.
Partai politik bukan hanya soal pemilu semata, partai politik juga dalam
arti idiologi politik sebagai ciri kekhasan sebuah kekuatan politik, partai politik
juga soal pe ran personal yang selanjutnya disebut sebagai elit politik yang
bertugas sebagai petugas partai yang akan melaksanakan misi idiologis politik di
lembaga pemerintahan baik ketika ia ditunjuk sebagai sebagai kepala
pemerintahan maupun sebagai pejabat legislatif di DPRD Kabupaen/Kota, DPRD
Provinsi, DPD RI dan DPR RI yang bertugas sebagai penyeimbang peran
eksekutif. Partai politik juga berbicara pada soal optimalisasi strukrutur partai dari
pusat hingga ke pengurus tingkat desa.
Dalam prakteknya keberadaan partai politik baru sebatas menjawab
kebutuhan rutinitas pemilu lima tahun sekali untuk memilih anggota legislatif
untuk memilih anggota eksekutif saja, tidak lebih dari itu. Tidak salah memang
jika fungsi partai politik masih seputar pengertian sempit, karena memang partai
politik adalah satu satunya organisasi dari sekian banyak jenis organisasi, yang
punya tiket untuk ikut kontest berebut pengaruh dalam rangka merebut
kekuasaan agar dapat berkuasa.
Praktek berpartai politik yang sempit ini harusnya perlu di perluas, agar
demokrasi tidak hanya terkesan dimiliki oleh segelintir elit atau oligarki keluarga
pengurus partai politik. Demokrasi yang di dalamnya berdiri partai politik sebagai
pilar utamanya perlu untuk menciptakan rasa bahwa partai politik adalah asset
publik milik masyarakat demokrasi dan membawa misi maslahat bagi masyarakat
demokrasi. Melalui peran pejabat politik yang dimilikinya partai politik, dituntut
harus mampu menghidupkan kultur politik bermasyarakat di tengah masyarakat,
sehingga tugas yang di emban oleh pejabat politik dapat lebih berkesan
kolaboratif dan bahu membahu dalam upaya mensejahterakan masyarakat. Dalam
51

hal ini partai politik harus mampu menjadi penghubung antara rakyat dengan
pejabat politik.
Struktur partai politik dari tingkat pimpinan pusat hingga pimpinan tingkat
desa kedepan tidak cukup hanya di verifikasi oleh lembaga penyelenggara pemilu
sebagai syarat administrasi semata sebagai prasyarat menjadi peserta pemilu, n a
m u n s e l a i n s y a r a t d a m i n i s t r a s i , syarat eksistensi juga t a k k a l a h
pentingnyadimilikisebuahpartaipolitik.Sehingga
kesiapan pemilu bukan hanya soal kesiapan berkas semata sebagai kelengkapan
syarat administrasi tetapi partai politik juga perlu menggenabkan syarat
kecakapannya dalam hal kinerja dan eksistensinya di masyarakat. sehingga
dengan demikian, dengan adanya instrumen penilaian akreditasi tersebut, sebuah
partai politik tidak hanya sekedar bias mengikuti pemilu tetapi sadar betul bahwa
partai politik yang dikelolanya layak di pilih masyarakat. Arti lain partai politik
sudah kurang syarat kalau hanya cukup secara administrasi melalui proses
verifikasi tetapi juga harus cakap syarat secara eksistensi melaui akreditasi oleh
lembaga yang kompeten dan independen. Mengingat partai politik sebagai
instrumen utama demokrasi yang memiliki peluang besar untuk mengatur ritme
bernegara, maka ia harus berdiri paling depan untuk mencontohkan
profesionlisme kinerja di depan bangsa ini, sehingga kredibelitas pemilu dapat
benar benar.

Bernilai dalam sisi Mutu.


Manfaat besar dari upaya menggabungkan instrumen pemilu dari hanya
sekedar verifikasi ditambah akreditasi adalah tercapainya cita cita demokrasi yang
bernilai dan bermutu, sehingga tidak semua calon layak dan cakap sebagai
pengemban amanat partai sebagai pejabat politik karena proses akreditasi telah
mengikat standart umum.
Partai politik sebagai organisasi politik harus mutlak hidup pada dimensi
idiologis sehingga corak dari warna kekuatan politik dapat benar benar tercirikaan
di masyarakat. Partai politik harus berhasil melahirkan tokoh idiologis karena
selama ini partai politik memungut ketokohan dari orang lain demi elektabilitas.
Partai politik kedepan harus mampu menempatkan orang yang setara camat,
52

kapolsek dan dan danramil untuk ditempatkan sebagai pimpinan partai tingkat
kecamatan sehingga pemaham yang tajam pada geopolitik di kecamatan menjadi
acuan bagi pengambil kebijakan politik di pemerintahan untuk mengambil
keputusan, selain itu juga, dengan keuatan SDM yana cakap sebagai pimpinan
partai tingkat kecamatan, kemampuan organisasi yang matang juga harus menjadi
modal yang harus di miliki oleh pimpinan partai tingkat kecamatan sehingga ia
berkemampuan untuk mengorganisir pimpinan partai tingkat bawahnya yang ada
di desa untuk kemudain dapat menerima rahan dalam rangka membangun
kekuatan idiologis partai di desa melalui tugas pendelegasian yang diperankan
oleh pimpinan partai tingkat desa.
Akreditasi partai politik juga bertujuan untuk memutus mata rantai ―politik
berbiaya tinggi‖ dimana selama ini sering melahirkan budaya politik uang dalam
setiap event pemilu yang ujungnya akan bermuara pada aktifitas korupsi.
Akreditasi partai politik adalah jalan politik murah dan humanis, sehingga dengan
peran yang optimal di masyarakat partai politik dan pemilu adalah soal kebutuhan
idiologis dan partisipatif rakyat, tidak ada ada lagi kesan bahwa yang dipilih
adalah orang yang bermutu rendah karena mereka yang dicalonkan dan terpilih
memenangkan kontes demokrasi adalah benar benar lulus akreditasi dengan syarat
cukup dan cakap syarat.
Mekanisme akreditasi partai politik dapat merujuk pada mekanisme
standart mutu yang telah ada, misalnya akreditasi perguruan tinggi, sertifikasi ISO
9002 dan mekanisme penilaian standart mutu lainnya yang setara itu.
Adanya akreditasi partai potlitik terkesan menambah beban operasional
partai politik, dimana mutu akan mengakibatkan akses profesionalisme dan
pelayanan public. Namun itu semua justru akan menghemat biaya operasional,
mengingat semua fungsi social yang dilakukan partai politik akan berbuah
investasi politik bagi partai politik itu sendiri. Memang partai politik bukan
organisasi profit atau korporasi dimana operasional partai berkaitan dengan biaya
operasional terkandala pada biaya. Fungsi social partai politik dapat lebih optimal
di fungsikan dengan terbukanya terbventuknya afiliasi politik partai baik dengan
lembaga profit maupun lembaga social di luar partai politik. Partai politik dapat
melakukan pemberdayaan kadernya melalui fungsi kemandirian ekonomi yang
53

sejalan dengan cita cita kesejahteraan semesta. Misalnya untuk mengoptimalkan


fungsi struktur partai di teingkat kecamatan, partai politik dapat menctimulus
kadernya dengan menitipkan sepasang sapid an sebidang kebun dan atau sebidang
sawah milik partai yang kesemuanya inklud sebagai asset organisasi yang
pengelolaanya di kelolakan kepada organisasi profit yang menjadi mitra bidang
ekonomi partai, atau di dapat disimulasikan dalam bentuk lainya yang sejenis.

Penulis : Adalah mantan ketua KAMMI Daerah Bengkulu Tahun 2009, Tulisan
Ini Di Dedikasikan Untuk Bunga Rampai Keluarga Alumni KAMMI Wilayah
Bengkulu
54

Perahu” Itu Hanya Untuk Orang Lain


Oleh : Indra Utama

Berbicara tentang partai politik berarti kita berbicara tentang kekuasaan,


partai politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau
dibentuk dengan tujuan khusus, partai politik merupakan kelompok yang
terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-
cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik
dan merebut kedudukan politik (biasanya) dengan cara konstitusional untuk
melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.
Keanggotaan dalam partai politik biasanya memiliki jenjang-jenjang
keanggotaan, Kenaikan jenjang keanggotaan dalam partai politik, sebagian
dipengaruhi oleh faktor kontribusi seseorang atau ketokohan seseorang, ada juga
karena sudah terpenuhinya kriteria-kriteria yang ada yang tercantum dalam pola
pengkaderan sesuai dengan nilai-nilai atau ideologi yang dianut.
Sehingga kita tidak perlu heran, jika ada sebuah partai politik, baik di
tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi bahkan pusat yang ketuanya diambil/diangkat
bukan berdasarkan pengkaderan yang ada di partai tersebut. bahkan ada pengurus
partai yang mencalonkan pada pilkada bukan diusung oleh partai yang
bersangkutan.
Ini biasanya karena para petinggi partai sudah menjalin komunikasi
dengan calon lain yang mungkin memliki kelebihan dibanding kader partai.
Sehingga ketika selesai pilkada, sang kader loncat partai. Ini banyak terjadi, kalau
sudah begini, berarti dalam partai tersebut tidak ada namanya pengkaderan, jika
masih mengusung orang lain dibanding kader sendiri.
Salah satu kegagalan partai politik dalam pegkaderan adalah adalah ketika perahu
yang dimilikinya dijual/dipakai oleh orang yang nota bene bukan kader partai
tersebut. Indikasi/gelagat ini sudah kelihatan, hampir disemua partai politik yang
memiliki kursi di DPRD Kota Bengkulu tidak memiliki figur untuk mencalonkan
kadernya. Sehingga partai politik tersebut berlomba-lomba membuka
pendaftaran. Bahkan ada pernyataan, jika ingin diusung/dicalonkan, silahkan
mendaftar di partai A atau partai B. Ini etikanya loe. Momen tersebut, selain untuk
55

menjaring calon-calon luar yang nota bene memiliki dana yang relatif
cukup/banyak.
Jadi mungkin tidak akan kita temui ada partai politik yang mencalonkan
kandidat yang bersih tetapi tidak memiliki dana, karena bukan menjadi rahasia
lagi pendaftaran yang dilakukan oleh parpol ada indikasi aji mumpung karena
daftarnya tidak gratis lo….. coba sebutkan partai mana yang buka pendaftaran
dengan gratis? Pasti nanti ada susulan, biaya snack, biaya ini, biaya itu.
Dan kita belum pernah mendengar ada partai yang mengusung kandidat
yang bersih, punya kans tetapi tidak punya dana, belum ada sama sekali, Jadi
jangan heran jika nanti pada Pilwako Kota Bengkulu calonnya adalah para
pemilik modal ditambah dengan para incumbent yang memang sudah ada modal.
Apalagi jika kita bermimpi ada partai yang mengusung kandidat bersih
yang punya kans menang tetapi tidak punya dana, rasanya bagai pungguk
merindukan bulan. Apalgi jika kita berharap seharusnya partai yang membiayai
atau minimal mencarikan para donatur yang memang memiliki perubahan.
Jika mendaftar saja sudah ada biayanya, apalagi jika sudah pada tahap
mendapatkan rekomendasi Provinsi dan rekomendasi Pusat, karena di KPU yang
berlaku adalah rekomendasi pusat yang partainya memiliki SK Kemenkumham,
iasanya harga satu kursi tidak murah seperti kita membeli kacang goreng atau
membeli kursi beneran..
Jika partai politik-partai politik, masih berprinsip menjual perahunya
kepada para pemilik modal dan kepada para ―gamer-gamer‖ atau para partai
politik hanya mau mencalonkan kadernya yang punya dana saja, maka sampai
kapanpun tidak akan ada kader yang mencalonkan diri sehingga menjadi kepala
daerah karena kebiasaan orang-orang berduit cendrung tidak mau terlibat terlalu
jauh dipartai.
Stop jual beli ―perahu‖….!
Ayo usung kader….!
Ayo pengurus pusat partai-partai politik bantu dan fasilitasi para kader
yang potensial…!
Karena jika kader tersebut menang, tentunya yang paling diuntungkan
adalah partai itu sendiri, apapun partainya.
56

PEMISAHAN AGAMA DAN POLITIK, BISAKAH?

Oleh : Sepri Yunarman, M.Si*

Pernyataan Presiden Joko Widodo tentang pentingnya pemisahan agama


dan politik sungguh sangatlah aneh. Terlebih lagi pernyataan ini ia sampaikan
dalam sambutannya pada kegiatan politik yang notabene berkaitan dengan agama
yakni peresmian kecamatan Barus di Sumatera Utara sebagai titik nol penyebaran
Islam di Nusantara (Jumat : 24/3). Jika ia konsisten terhadap apa yang ia
sampaikan tersebut, maka tentu ia tidak perlu hadir meresmikan kegiatan itu.
Mengapa? Karena kegiatan tersebut telah mencampurkan kegiatan politik dengan
agama. Dimana, Jabatan Presiden tentu merupakan jabatan politik yang diperoleh
lewat perjuangan politik. Kegiatan-kegiatan presiden pun lebih banyak bersifat
politis. Lalu mengapa perlu mencampuri kegiatan bersifat keagamaan?
Seharusnya yang lebih tepat meresmikan kegiatan itu adalah Ketua MUI atau
Ketua Ormas Keagamaan seperti Muhammadiyah ataupun NU. Dengan demikian
agama dan politik terjadi hal yang terpisah.
Penyataan presiden tersebut juga banyak mendapat kritikan dari tokoh-
tokoh bangsa. Diantaranya, Hidayat Nurwahid (Wakil Ketua MPR RI).
Menurutnya, tidak perlu adanya pemisahan antara agama dan politik. Pernyataan
presiden itu dinilai tidak sesuai dengan pidato politik dan rumusan Pancasila yang
disampaikan oleh Soekarno pada 1 Juni 1945, yang jelas sekali mencantumkan
sila ―Ketuhanan.‖ (Sumber : Republika).
Selain Hidayat, Fahri Hamzah (Wakil Ketua DPR RI) juga
mempertanyakan apa argumennya orang-orang yang mau memisahkan agama dan
politik atau agama dengan negara. Menurutnya, pendirian negara ini sejak awal
merupakan saripati tujuan agama dan negara. Oleh karena itu, ia siap berdebat
dengan orang-orang yang mempunyai wacana memisahkan agama dan politik.
(Sumber : Portal-piyungan.com).
Pakar hukum, Prof. Yusril Izha Mahendra juga mengeluarkan kritikan
yang sama atas pernyataan presiden tersebut. Menurutnya, Dalam kontek historis,
secara filosofis mustahil dapat memisahkan agama dan politik/negara. Oleh
karena itu ia pernyataan presiden tersebut bersifat a-historis, atau tidak punya
pijakan sejarah sama sekali. (sumber : Merdeka.com)
57

Senada dengan pendapat para tokoh diatas, penulis juga menyatakan tidak
sependapat terhadap wacana pemisahan agama dan politik/agama dan negara.
Bagi penulis, pernyataan seperti itu merupakan pernyataan yang utopis untuk
dapat diterapkan di NKRI ini. Mengapa? Berikut ini penulis mengemukakan
beberapa alasan yang membuat agama tidak dapat dipisahkan dalam seluruh aspek
kehidupan bangsa Indonesia, termasuk politik.
Pertama, negara ini dapat merdeka banyak didukung oleh perjuangan para
pemuka-pemuka agama, khususnya tokoh dari kalangan Islam. Sebut saja ada
nama besar jendral Soedirman, yang memimpin perang dalam keadaan apapun.
Bung Tomo yang terkenal dengan orasinya yang menggelegar berjuang bersama
arek-arek suroboyo mengusir penjajah. M. Natsir yang Gigih mempersatukan
negara-negara bagian Indonesia untuk tetap dalam bingkai NKRI. Agus Salim
yang melakukan lobi-lobi ke dunia internasional untuk kemerdekaan Indoenesia.
Dan masih banyak lagi nama-nama besar yang tidak penulis sebutkan dalam
tulisan ini. Bukankah jasa mereka sangat untuk tegaknya NKRI ini? Bukankah
mereka mendambahkan negara-negara yang berketuhanan? Bahkan kalau kita
mau bertanya adakah peran kaum sekuler dalam kemerdekaan Indonesia? Lalu
mengapa kita yang hanya menikmati kemerdekaan ingin melupakan jasa-jasa
pejuang kemerdekaan? Padahal Bung Karno mengatakan JAS MERAH!
Kedua, penduduk indonesia mayoritas adalah penduduk beragama.
Berdasarkan hasil sensus tahun 2010, dari 237.641.326 total penduduk Indonesia,
87,18% adalah pemeluk Islam, 6,96% protestan, 2,9% katolik, 1,69% hindu,
0,72% buddha, 0,05% kong hu cu, 0,13% agama lainnya
(https://id.wikipedia.org). Apa yang kita tangkap dari data tersebut? Tentulah
bahwa negara Indonesia adalah negara yang beragama. Jadi mustahil
menghilangkan peran agama dalam setiap aktivitas kehidupan warga negaranya.
Ketiga, dasar negara kita telah mencantumkan silah pertama yakni, KeTuhanan
yang Maha Esa. Ini menggambarkan peran agama itu benar-benar dijunjung tinggi
dalam proses bernegara. Memisahkan agama dengan politik/negara sama saja
dengan tidak mengakui sila pertama Pancasila tersebut.
Keempat, Agama berfungsi mengatur kehidupan manusia dalam segala
aspek. Khususnya agama Islam yang merupakan agama yang mayoritas, setiap
58

tingkah laku pemeluknya harus diatur menurut hukum Islam. Meninggalkan salah
satu aspek dalam hukum Islam, berarti agamanya menjadi tidak sempurna.
Padahal perintah dalam Al-Qur‘an sudah jelas bahwa kita disuruh, ―Masuklah
kedalam Islam secara Kaaffah. Islam jelas tidak memisahkan agama dengan
politik/negara.
Kelima, salah satu program besar Jokowi adalah revolusi mental. Apa
yang menjadi landasan program revolusi mental yang Presiden gaungkan jikalau
bukan agama? Karena revolusi mental itu akan berhasil jikalau manusia dekat
dengan Tuhannya. Sehingga ketika dia dekat dengan Tuhannya, maka tentu
manusia tersebut akan berpikir dan berperilaku yang baik dan benar sesuai
perintah Tuhannya. Tidak akan berbuat kerusakan dimuka bumi. Namun jika
landasannya adalah Liberalisme, maka pasti akan menghasilkan manusia-manusia
pembuat masalah di Indonesia tercinta ini. Contoh saja, jika para politisi-politisi
kita adalah orang-orang baik agamanya, pastilah tidak akan korupsi, dan
kebijakan-kebijakn yang dihasilkan untuk keadilan dan kesejahteraan bersama.
Namun jika politik, dijauhkan dari agama, maka tidak heran banyaknya muncul
politisi-politisi busuk yang kita saksikan saat ini.
Keenam, negara yang memisahkan agama dan politik dapat menjadi
negara Komunis. Kita telah menyaksikan sendiri bagaimana kekejaman PKI di
Indonesia. Apakah kita akan mengulangi kejadian seperti GS30 PKI dimasa
lampau? Karena jelas bagi orang-orang komunis, agama itu tidak lain adalah
candu, dan penghambat misi mereka untuk menguasi negara.
Oleh karena itu, penulis berharap ditengah kondisi negara yang carut
marut seperti saat ini, seorang Presiden tidak perlu mengeluarkan pernyataan-
pernyataan yang semakin menambah kegaduhan di negeri ini. Hendaklah masing-
masing kita menjadi perekat dan penentram suasana. Sehingga visi Nawacita yang
beliau gaungkan benar-benar dapat kita wujudkan bersama.

*Penulis adalah Pemerhati Sosial Politik Indonesia dan Direktur Eksekutif BSIC
(Bengkulu Survey and Information Center)
59

Pancasila dalam Tafsiran Islam : Sebuah Renungan untuk Persatuan


Oleh : Rio saputra

Begitu sulitkah merajut persatuan? Kalau dulu semangatnya gotong


royong & musyawarah, sekarang trennya koalisi & tandingan.
Dalam perjalanan hidup Manusia itu terus bertumbuh. Ada yang dari gelap
menuju terang, atau sebaliknya. Semakin hari semakin gelap. Kita semakin
menuju zaman kegelapan pikiran dan jiwa. Bebal dengan nasehat dan petunjuk.
Berbagai tanggapan dan alasan yang dikemukakan oleh para pendukung
calon presiden ketika pemilihan presiden beberapa bulan yang lalu menyatakan,
―Alasan memilih si A adalah karena ia bisa mempersatukan, ia bisa diterima untuk
semua kalangan‖. Semua tenaga, pikiran, sumber daya dikerahkan untuk membuat
persepsi masyarakat untuk menerimanya sebagai tokoh yang merakyat dan dekat
dengan rakyat.
Kita tidak bisa meraih hati semua manusia dengan semua harta yang kita
miliki. Berapa banyak yang akan kita habiskan untuk membeli hati manusia?
Tidak akan ada yang sanggup untuk membeli hati manusia. Hati mereka terlalu
mahal untuk dibeli demi kepentingan sesaat. Dan itu adalah sebuah penghinaan
terhadap kemanusiaan.
Akhlaklah yang bisa menarik manusia untuk mencintai sesama mereka.
Ingatlah, sebaik apa pun tujuan yang ingin kita tempuh, jika prosesnya salah dan
menghalalkan segala cara kita akan tetap gagal. Mengapa? Karena kita
menggadaikan akhlak sebagai hamba Allah yang diamanahkan untuk mengelola
bumi dan mengabdikan diri (hidup dan mati) untuk-Nya.
Tulisan ini berusaha untuk memberikan sumbang saran terkait pandangan
mendasar yang bisa mempersatukan kita. Sebagian banyak orang menyatakan
bahwa yang mempersatukan kita adalah manusia. Sehebat apapun manusia, ia
tetaplah manusia yang memiliki keterbatasan waktu untuk hidup di pentas dunia.
Kita adalah orang-orang yang mengenyam pendidikan tinggi, yang disebut
sebagai tersiery education. Artinya kita mendapatkan kesempatan yang cukup
mewah dalam hal pendidikan. Sebagian besar kita telah atau akan menempati
posisi-posisi yang amat penting di masyarakat dimana pun kita berada.
60

Salah satu tugas pemimpin adalah meletakkan pondasi agar persatuan


sebuah masyarakat terus berlangsung agar pembangunan sumber daya manusia
dan alam bisa berkelanjutan.

Allah mengingatkan dalam Al-Qur‘an:

Artinya : “dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman).


Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya
kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah
mempersatukan hati mereka.
Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana.
(Q.S. Al-Anfal (6): 63)
Bila kaum Yahudi dan kaum Musyrikin itu hanya hendak menipu atau
hendak menunggu-nunggu kesempatan untuk menyerang dengan adanya
perdamaian, maka Allah memberikan jaminan kepada Nabi Muhammad ‫ﷺ‬.
Bahwa hal itu tidak akan membahayakan kaum Muslimin.
Cukuplah Allah (sebagai pelindung), Allah senantiasa melindungi Rasul-
Nya dan melindungi Umat Islam dan akan memberikan kemenangan kepada
mereka bila musuh-musuh itu menyerang lagi.
Allah telah memperkuat kedudukan Rasul-Nya dengan pertolongan yang
diberikan-Nya kepada kaum Muslimin di masa-masa yang lalu seperti yang terjadi
pada perang Badar di mana kaum Muslimin dalam keadaan lemah dan sedikit
jumlahnya.
Mereka dapat mengalahkan kaum Musyrikin yang berlipat ganda dan
lengkap persenjataannya.
Allah telah mempersatukan hati kaum Muslimin sehingga mereka hidup
rukun dan damai sehingga cinta-mencintai dan saling tolong-menolong
merupakan satu kesatuan yang tak terpecahkan padahal mereka sebelumnya
adalah hidup bergolong-golongan dan bermusuhan antara satu golongan dengan
golongan yang lain.
61

Sekarang saya ingin bertanya, bukankah dalam bernegara yang kita


rindukan perdamaian? Setiap anggota masyarakat tidak saling berseteru,
berkelahi, hujat menghujat? Islam memberikan solusi yang telah teruji untuk
menyajikan suasana keadilan dan perdamian tersebut.
Tapi, kenapa di dunia islam ada beberapa negara yang konflik?
Secara umum ada dua saja yang menyebabkan kita konflik, satu paham
yang salah dan salah paham. Semua mengklaim ia merujuk kepada Al-Qur‘an dan
sunnah. Kesesatan itu bukan hanya terletak di referensinya, tetapi salah dalam
memahami pesan yang terkandung di dalam Al-Qur‘an dan sunnah. Oleh karena
itu, pemahaman yang benar adalah salah satu nikmat dan karunia terbesar yang
Allah berikan kepada hamba-hambaNya.
Jika paham yang salah sudah tersebar, maka akan mudah terjadi salah
paham di masyarakat. Apalagi ada orang ketiga yang masuk untuk menyulut
konflik semakin membesar dengan dalih membawa perdamaian.
Berkaca pengalaman sejarah, mereka pada mulanya terdiri dari kaum
Muslimin yang datang ke Madinah dan kaum Ansar penduduk Madinah yang
menyambut kedatangan kaum Muslimin itu. Kaum Ansar sendiri dahulunya
terpecah belah terdiri dari suku Aus dan Khazraj. (ini pun pernah kita alami dan
hampir semua negara pernah mengalami). Antara kedua suku ini senantiasa terjadi
permusuhan dan peperangan. Padahal mereka satu kawasan, tidak sedikit yang
masih memiliki hubungan kekerabatan. Lalu apa yang menyebabkan mereka terus
konflik dan bagaimana solusi untuk mengakhiri itu semua? Tetapi dengan
kehendak Allah mereka semuanya menjadi umat yang bersatu di bawah panji-
panji iman, bersedia mengorbankan harta dan jiwa untuk menegakkan kalimat
Allah.
Dalam konteks gerakan pemuda/ mahasiswa, sebagian kita menjadi pelaku
dan saksi sejarah. Bahwa betapa mudahnya mahasiswa yang notabene dianggap
memiliki kecerdasan yang lebih mudah disulut emosinya dan dihasut untuk
berkonflik dengan organisasi yang bersebrangan, bahkan dengan sesama
organisasi saja timbul konflik. Karena perbedaan pandangan politik dan perintah
orang-orang elit.
62

Dalam konteks konstitusi kita, dalam pembukaan UUD RI, tertulis "Atas
berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa..."
Sakali lagi, yang pertama kali ditundukkan adalah keyakinan mereka
terhadap kekuasaan Allah. Seluruh jiwa dan pikirannya tunduk, patuh dan disertai
cinta kepada yang Allah dan rasul-Nya.
Ketundukkan ini menjadi penting. Karena apa pun solusi yang ada tanpa
ketundukkan hati dan pikiran manusia kepada pencipta-Nya, potensi konflik akan
terus terjadi sampai akhir zaman. Semua solusi yang ditawarkan hanya semu.
Karena hati manusia terus bergejolak setiap waktu dan setiap saat. Kecuali, hati
dan jiwa yang hidup di bawah naungan petunjuk sang Ilahi.
Dalam konteks Indonesia, hadiah terbesar untuk bangsa ini ketika
cendikiawan muslim saat itu legowo dan menerima penghapusan tujuh kata demi
persatuan. Akhirnya, pancasila mempersatukan kita saat ini sebagai kesepakatan
bersama. Pancasila menyatukan 17.504 pulau, 1.340 suku bangsa, 719 bahasa
daerah menurut Summer Institute of Linguistics (SIL) (652 bahasa daerah,
berdasarkan hasil verifikasi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia), dan ada 6 agama,
semua bisa bersatu dan rukun itu karena Pancasila. Namun demikian, tahun-tahun
berlalu. Sedih dalam benak Kasman Singodimedjo tak juga beranjak. Air matanya
menetes saban mengingat perannya menyetujui penghapusan tujuh kata dalam
Piagam Jakarta pada pagi 18 Agustus 1945. ―Saya lah yang ikut bertanggung
jawab dalam masalah ini (baca: menghapus tujuh kata Piagam Jakarta), dan
semoga Allah mengampuni dosa saya,‖ kata Kasman seperti ditulis cendikiawan
Muhammadiyah Lukman Harun dalam Hidup Itu Berjuang: Kasman
Singodimedjo 75 Tahun.

Kenapa saat ini masih timbul ancaman perpecahan?


Jadi, referensi itu penting sebagai rujukan saat kita berselisih dan berbeda
pandangan. Tetapi, cara memahaminya jauh lebih penting. Karena bisa jadi,
referensinya sama tetapi cara memahaminya diselewengkan sesuai dengan nafsu
manusia. (ini berlaku tidak hanya untuk Al-Qur'an, tetapi konstitusi negara)
63

Radikalisme agama selama ini sudah banyak dibahas. Ini dianggap sebagai
pemicu konflik. Bahkan negara telah membentuk badan khusus bernama Badan
Nasional Penanggulan Terorisme (BNPT) dan dilengkapi lagi sebuah detasemen
khusus bernama Detasemen Khusus 88 (Densus 88). Yang menarik adalah negara
tidak mewaspadai bahaya radikalisme sekuler yang juga bertentangan dengan
ideologi negara. Sampai saat ini tidak ada aparat negara yang berteriak keras
tentang perlunya mewaspadai paham radikalisme sekuler yang merebak di
Indonesia. Tidak ada dibentuk badan khusus penanggulangan bahaya sekulerisme.
Tidak ada detasemen khusus yang ditugaskan untuk itu. Padahal ini bisa memicu
konflik di tengah-tengah masyarakat. Contohnya salah satu disertasi dari UIN
Jogja tentang pembolehan zina dengan orang yang memikili komitmen hidup
bersama.
Islam hadir bukan untuk merusak persatuan dan menghilangkan pondasi
negara. Jika kita mempelajari sejarah, para pendiri bangsa sudah berdebat panjang
tentang hal ini. akan tetapi, mereka saling berlapang dada menerima pandangan
yang berbeda. inilah yang tidak dimiliki oleh para pemimpin bangsa saat ini.
Disinilah budaya literasi menjadi penting agar kita bisa saling berlapang dada.
Puncak dari kehidupan bernegara dan berbangsa yang berdaulat adalah
melepaskan umat Islam dan bangsa Indonesia seluruhnya dari kemiskinan dan
kebodohan serta menegakkan keadilan. Orang yang terdidik tentu sangat
menyadari bahwa sikap objektif mendorong kita untuk terbuka menerima
argumen orang lain. Pendekatan-pendekatan yang lebih baik tentu harus kita
terima dengan lapang dada. Islam mengajarkan hal itu.
Islam hadir untuk memberikan ruh pada pancasila, karena islam sama
sekali tidak meniadakan pancasila. justru jika dicarikan dalilnya, pancasila lahir
dari kandungan-kandungan ayat-ayat suci Al-Qur'an.

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

Katakanlah (Muhammad), “Dia Allah Yang Maha Esa….” (QS


Al-Ikhlas/112: 1)
64

2. Kemanusian yang adil dan beradab


Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, hendaklah kamu jadi manusia
yang adil (QS An-Nisa/4: 135)

3. Persatuan Indonesia
Dan Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling mengenal (QS Al-Hujurat/49: 13)

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan


perwakilan
Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan kepadanya hikmah dan
kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan”. (Q.S. Shaad [38]: 20)

…sedangkan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka


(QS Asy-Syura/26: 38)

5. Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia


Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan
(QS An-Nahl/16: 90)

Bagaimana mungkin kehadiran islam/ penerapan syariat islam dapat


mengancam ideologi negara? Justru semakin orang memahami islam dengan baik,
maka secara otomatis sikapnya akan mencerminkan nilai-nilai yang ada pada
pancasila. Pada kenyataannya antara konsep dengan realitasnya tidak sejalan.
Pancasila selalu diklaim sebagai pemersatu dan landasan negara tetapi hampa dari
komitmen untuk menerapkan nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari.
Di sisi lain, Islam dengan nilai-nilai yang diajarkan memberi arah,
petunjuk, jalan, metode untuk menghidupkan nilai-nilai yang dicita-citakan para
pendiri bangsa. Islam mampu membangun keyakinan yang kokoh terhadap
kebenaran, pikiran yang jernih, ia juga berbicara tentang pentingnya memelihara
jasad, berbicara tentang mengelola masyarakat, politik, ekonomi, dan wawasan
keilmuaan yang lainnya.
65

Islam membangun lahir dan batinnya manusia agar menjadi manusia yang
paripurna.
Walaupun memang harus kita akui, karena keterbatasan pendidikan, latar
belakang yang beragam, ekonomi, budaya, dan ketajaman akal dan pemahaman
tentang islam. Keindahan Islam tertutupi oleh tingkah lagi umat islam sendiri.
Tapi, substansi ajaran islam mengandung pesan-pesan universal untuk seluruh
manusia. Orang yang menolak islam, hanya ada dua kemungkinan. Pertama,
belum memahami secara utuh konsepnya. Kedua, karena terlalu paham konsepnya
dan konsekuensinya. karena demikiannya, sunnatullah kebenaran, pada awalnya
ditolak dengan keras, ditentang, lalu akhirnya diterima. Mengapa? Karena Islam
adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia.
Sistem nilai islam hidup di sanubari setiap pemeluknya. Ia (Keyakinan/
iman) selalu diperbaharui setiap saat, minimal 5 kali sehari. Untuk apa? agar
manusia sadar dan ingat akan janji dan tujuan untuk apa ia diciptakan. Agar
kesadaran akal sehat dan kebersihan hatinya selalu terjaga untuk menjadi pelopor
keadilan, kebenaran, kedamian, dan pemersatu dalam segala lini kehidupan.
Kesadaran itu sangat penting, agar ia berlaku menjadi jujur, tidak
mengambil hak orang lain, menegakkan keadilan, mencari karunia Allah,
berkarya dan beramal untuk kehidupan yang abadi. Jadi para pendiri bangsa
(khususnya yang beragama islam) menyadari betul, bahwa umat yang besar ini
harus diatur dengan syariatnya sendiri. Untuk apa? agar dikemudian hari tidak
menimbulkan konflik. Mengapa umat islam? karena jumlahnya yang paling besar
dan kuantitas itu punya peluang untuk membawa kebaikan dan kebermanfaatan
untuk masyarakat, bangsa dan negara jika diatur dengan baik. Di sisi lain, jika
umat itu dibiarkan hidup tanpa aturan ia bisa mendatangkan pergesekan,
permusuhan, perselisihan, dan perpecahan. Konflik dengan siapa? Baik konflik
antar sesama muslim maupun konflik dengan agama lain/ khususnya antar anak
bangsa.
Sejarah mencatat makanya masuklah klausa "...dengan kewajiban
mendjalankan sjariat Islam bagi pemeloek-pemeloeknja " Coba perhatikan
dengan baik, artinya syariat Islam dijalankan bagi orang islam sendiri. Atas nama
66

toleransi dan tali kebangsaan klausa tersebut dihapus. apa dampaknya? pondasi
negara menjadi rapuh.
Apa itu toleransi? Menurut para ahli, toleransi yakni sikap dan perilaku
yang mencerminkan penghargaan terhadap perbedaan agama, aliran kepercayaan,
suku, adat, bahasa, ras, etnis, pendapat, dan hal-hal lain yang berbeda dengan
dirinya secara sadar dan terbuka, serta dapat hidup tenang di tengah perbedaan
tersebut. jika memang kita dituntut saling menghargai, kenapa kita
mempermasalahkan umat islam untuk menerapkan syariat bagi pemeluk-
pemeluknya? Siapa sebenarnya yang tidak toleran?
Dampak dari semua ini, kita bisa rasakan hari ini. Semua saling
mengklaim pancasilais dan toleran. Tapi, klaim itu malah memunculkan banyak
gesekan di akar rumput. Toleransi tidak boleh mengorbankan prinsip-prinsip
keyakinan beragama, sebagaimana keyakinan agama tidak boleh dikorbankan
demi toleransi. Jadi, selain konsep yang terbukti dan teruji, kita butuh sosok yang
menjadi tauladan yang bisa memberikan contoh bagaimana konsep itu bisa hidup
sangat penting.

‗Aisyah radhiallahu „anha pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah shallallahu


„alaihi wa sallam, maka beliau pun menjawab, “Akhlak beliau adalah
(melaksanakan seluruh yang ada dalam) Al-Qur`an”.

Ketauladanan ini yang langka saat ini. Ketauladanan yang mencerminkan


nilai-nilai islam hidup pada seluruh jiwa, pikiran, perkataan, dan perbuatannya
sehari-hari. lalu mengapa, saat ini islam dianggap bisa merusak NKRI? jadi siapa
sebenarnya yang ingin merusak persatuan kita? di tengah usaha untuk merusak
persatuan tersebut, Alhamdulillah Allah memberikan karunia yang tidak ternilai
harganya yang tidak dapat dicapai walaupun dengan mengorbankan semua harta
dan kekayaan. yaitu, kesatuan hati, kesatuan tekad dan kesatuan cita-cita dan
ideologi adalah hal yang amat penting dan berharga untuk mencapai satu cita-cita.
Inilah karunia Allah yang telah dimiliki oleh kaum Muslimin di masa itu.
Ini juga penting untuk kaum muslimin saat ini dan yang akan datang. Dan untuk
kehidupan manusia, karena islam membawa rahmat bagi semesta alam. Karena
67

pentingnya karunia itu dan amat tinggi nilainya Allah mengingatkan mereka
supaya selalu mengingat-Nya dengan firman-Nya:

Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah)
bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu lalu jadilah kamu karena
nikmat Allah orang-orang yang bersaudara.
(Q.S. Ali „Imran [3]: 103)

Maka dengan pertolongan Allah dan persatuan kaum Muslimin serta rasa
cinta, kasih sayang yang terjalin antara sesama mereka, betapa pun kesulitan dan
bagaimana pun besar bahaya yang akan menimpa tentu akan dapat ditanggulangi
dan diatasi. Saudaraku yang dirahmati Allah, hasil riset menunjukkan bahwa
konflik muslim dengan umat lain justru cenderung menurun beberapa tahun
terakhir, akan tetapi konflik sesama muslim semakin tinggi. Apa artinya ini?
Solusi dan imbauan yang diserukan belakangan ini tentang larangan
penggunaaan kata ―kafir‖ adalah hal yang sia-sia. Faktanya secara empiris di
masyarakat kita jarang memanggil saudara kita dengan sebutan ―Hai kafir‖. Tentu
kita memanggilnya dengan sebutan Pak Fulan, Mas Danu, dan panggilan sopan
lainnya. Kenapa? Karena islam mengajarkan kita seperti itu. Imbauan itu justru
membuat konflik semakin meningkat. Bukan terhadap umat lain, tetapi sesama
muslim. Kenapa? Karena yang mengeluarkannya salah satu ormas islam.
Mari kita sudahi semua ini, bertakwalah kepada Allah wahai orang-orang
yang beriman. Pahamilah tujuan yang sebenarnya, kenali siapa musuhmu yang
sebenarnya dan siapa saudaramu. Bukanka kita semua bersaudara? Jika tidak
saudara seiman, maka kita sama-sama makhluk ciptaan-Nya. Menyakiti ciptaan-
Nya tanpa alasan yang benar, sama juga menyakiti Sang Pencipta.
Allah memperingatkan pula dalam ayat ini bagaimana tingginya nilai
persatuan itu sehingga bila Nabi Muhammad sendiri menghabiskan semua
kekayaan yang ada di bumi untuk mencapainya pasti dia tidak akan berhasil.
Wahai saudaraku, sekali lagi ingatlah, kita tidak akan bisa meraih dan
memenangkan hati manusia dengan semua kekayaan yang kita miliki, apalagi jika
sumber daya kita terbatas. Tetapi, tidak perlu khawatir semua tantangan dan riak-
68

riak yang muncul ke permukaan publik akhir-akhir ini mengandung hikmah yang
besar bagi persatuaan dan kesatuan umat islam. Percayalah.
Mereka yang benci kepada islam, benci kepada Indonesia untuk bersatu
dan bersaudara. Tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka dengan iman yang
kuat dan rasa kasih sayang yang tinggi.
Bukankah kita tidak pernah merasakan senasip dan sependeritaan seperti
yang kita rasakan seperti saat ini? Anggaplah semua ini sebagai latihan agar
simpul-simpul keumatan semakin kuat dan mengkrucut menjadi sebuah pondasi
yang kokoh untuk menggapai ridho Allah. Ini adalah satu tanda bahwa Dia
meridai kaum Muslimin dan merestui perjuangan mereka dan tak usahlah mereka
merasa khawatir sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Luruskan niat dan berjuanglah dengan seluruh sumber daya yang kita miliki untuk
meninggikan kalimat Allah.
Karena ujian sebenarnya bukan ketika kita berada dalam kesempitan,
dicaci, dihina. Tetapi, ujian sebenarnya yang lebih berat adalah ketika kita meraih
kemenangan, dipuji, dan semua kenikmatan dibuka oleh Allah. Masihkah kita
mau bersatu? Masih kita bersaudara? Masihkah kita menyemah-Nya dengan tulus
ikhlas? Masihkah kita mau mengikuti ajaran nab Muhammad shalaullohhu ‗alaihi
wassalam? Masihkah kita mengedepankan ego, syahwat, dan amarah yang tidak
pada tempatnya? Ingatlah hanya Allah yang bisa mempersatukan hati kita.
Semoga semua itu tidak mengalihkan pandangan kita, semoga Allah menolong
kita semua.
69

MERAWAT KEKAYAAN DAN KEBHINNEKAAN INDONESIA


Oleh : Sepri Yunarman

"Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih


sulit karena melawan bangsamu sendiri." (Ir. Soekarno)

Jauh sebelumnya, Bung Karno telah mengingatkan kita akan bahaya yang
akan bangsa kita hadapi kedepan. Ia tidak terlalu kuatir jika ada bangsa lain
datang untuk menjajah kembali dan menghancurkan bangsa Indonesia. Namun Ia
sangat mengkuatirkan bahwa kehancuran bangsa Indonesia itu justru terjadi
karena perpecahan dan permusuhan antar sesama anak bangsa itu sendiri. Prediksi
Bung Karno hampir mendekati kenyataan jika tidak segera ditanggulangi.
Tidak ada yang dapat memungkiri akan karunia Allah SWT untuk bangsa
Indonesia. Ia diciptakan seindah-indah bentuk, sekaya-kaya harta, sebagus-bagus
rupa, dan semanis-manis rasa. Maka, tidak heran banyak orang menyatakan
Indonesia sebagai surga dunia. Oleh karena sudah sepatutnya karunia ini kita
syukuri dengan menjaga dan merawatnya.
Indonesia dianugerahi kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Mulai
dari Tambang Emas Kualitas Terbaik di-Dunia yang berlokasi di Papua, dengan
jumlah Produksi emas diperkirakan mencapai 1.444.000 ons atau 40.936 kg per-
tahun. Memiliki luas area: 527.400 hektar. Selain itu, Indonesia juga memiliki
Cadangan Gas Alam Terbesar Di Dunia, Antara lain di Blok Natuna dan Blok
Cepu yang menghasilkan sekitar 200 kaki kubik minyak bumi dan gas alam.
Tetapi lagi-lagi yang menikmati ini adalah bangsa lain, karena pengelolanya
adalah Exxon Mobil.
Indonesia juga memiliki Tambang Batu Bara Terbesar Di Dunia. Kualitas
Tanah Terbaik Di Dunia juga ada dinegeri ini. Hampir semua lahan di Negeri Kita
bisa ditanami Tumbuhan-tumbuhan apapun. Negara ini juga mempunyai Lautan
terluas di dunia, hingga tidak heran memiliki jutaan spesies ikan yang tidak
dimiliki negara lain. Indonesia letaknya sangat strategis dikepit oleh dua samudera
yaitu samudera hindia dan samudera pasifik. Serta masih banyak kekayaan
sumber daya alam lainnya. (http://www.pusakaindonesia.org)
70

Selain kaya akan SDA, Indonesia juga bangsa yang kaya akan Ke-
Bhinneka-an. Negara yang berpenduduk sekitar 254,9 juta jiwa ini, memiliki
keragaman suku bangsa yang sangat banyak jumlahnya. Menurut Badan Pusat
Statistik (BPS) berdasarkan hasil sensus penduduk terakhir, diketahui bahwa
Indonesia terdiri dari 1.128 suku bangsa. (http://www.jpnn.com). Dari Sabang
hingga Merauke menyimpan kekayaan budaya yang begitu indah.
Indonesia juga mengakui ada 6 agama resmi yang dianut oleh warga
negaranya, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Khonghucu.
Kebebasan beragama ini telah dijamin oleh UUD 1945 yang dinyatakan bahwa
"tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan
kepercayaannya" dan "menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah,
menurut agama atau kepercayaannya".
Indonesia juga sangat kaya akan ragam bahasa. Menurut Kepala Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud), Mahsun, mengatakan bahwa Indonesia memiliki ragam bahasa
yang luar biasa banyaknya. Jumlahnya terus bertambah seiring penelitian yang
terus dilakukan. Pihaknya mencatat sedikitnya ada 442 bahasa yang dimiliki
Indonesia yang terungkap dalam Kongres Bahasa ke-9 yang digelar 2008 silam.
Pada 2012, penelitian berlanjut dengan mengambil sampel di 70 lokasi di wilayah
Maluku dan Papua. Hasil dari penelitian itu, jumlah bahasa dan sub bahasa di
seluruh Indonesia mencapai 546 bahasa. (http://nasional.kompas.com)
Dari data diatas, memang tidak ada yang bisa membantah bahwa bangsa
Indonesia sebagai bangsa yang kaya dan beragam. Kekayaan dan Kebhinnekaan
yang dimiliki bangsa Indonesia ini bagaikan dua sisi mata pisau. Jika potensi ini
benar-benar dirawat dan dimanfaatkan dengan baik, maka ini akan dapat
menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar di dunia. Namun juga
sebaliknya, jika potensi ini tidak dijaga dan dikelola dengan baik, maka tentu akan
menjadikan bangsa Indonesia sebagai perahan bangsa lain dan menjadi bangsa
yang terpecah belah saling bermusuhan.
Dari fakta yang ada, nampaknya kondisi yang kedua lebih nampak
menggambarkan bangsa Indonesia saat ini. Dimana, kekayaan yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia masih banyak dikelola dan dinikmati oleh bangsa Asing.
71

Bahkan bangsa Indonesia seakan-akan menjadi penonton dirumah sendiri. Selain


itu, juga kita lihat dan rasakan bagaimana akhir-akhir ini ke-Bhineka-an kita
sedang dikoyak oleh para pengadu domba. Seakan diantara kita dibuat tidak saling
mengenal dan tidak saling membutuhkan satu sama lain. Padahal para Founding
father kita telah membuat slogan ―Bhinneka Tunggal Ika‖ walau berbeda-beda
tetap satu jua.
Keadaan ini cukup genting sebenarnya jika tetap dibiarkan. Kehancuran
Indonesia bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi. Oleh karena ini perlunya upaya
oleh berbagai pihak, terutama Pemerintah untuk segera membenahi kondisi ini.
Menulis hemat penulis, ada beberapa upaya penting yang mesti benar-benar
dilakukan oleh kita sebagai bangsa Indonesia.
Pertama, Pemerintah harus membuat program riil agar seluruh anak
bangsa kembali kepada sila pertama Pancasila. Dalam arti bagaimana agar para
pemeluk agama memahami dan mengamalkan ajaran agama masing-masing
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena masalah besar yang kita amati
adalah bagaimana posisi agama mulai dipinggirkan diruang publik saat ini.
Padahal agama merupakan panduan bagi pemeluknya dalam bertingkah-laku
dalam masyarakat. Setiap agama pasti mengajarkan para pemeluknya untuk
berbuat baik, saling menghormati antar sesama, tidak melanggar hukum, bahkan
harus mencintai tanah air.
Kedua, Bagaimana pemerintah agar menciptakan kemakmuran ekonomi
yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan yang kita rasakan saat
ini seakan-akan hanya membuat para pejabat semakin hebat, sementara rakyat
semakin melarat. Bahkan yang lebih parah adalah adanya ketimpangan yang besar
antara kondisi ekonomi penduduk pribumi dengan para pendatang, khusunya
orang-orang yang berasal dari etnis tertentu. Kondisi ini jika tidak dibenahi pasti
akan menciptakan bom waktu permusuhan.
Ketiga, Penegakan hukum yang berkeadilan dan objektif. Akhir-akhir ini
sering sekali kita saksikan drama penegakan hukum yang timpang dan dibuat-buat
sesuai selera para penegak hukum. Banyaknya rakyat kecil yang dihukum secara
tegas dan berat walau tidak sesuai dengan apa yang dia perbuat. Disisi lain banyak
juga para pejabat yang susah disentuh hukum bahkan seperti memang dilindungi
72

oleh hukum. Kasus hukum Ahok dapat kita ambil sebagai contoh. Bagaimana
istemewanya Ahok dimata hukum. Mulai dari kasus dugaan korupsi RS Sumber
Waras, yang jelas data BPK menunjukkan adanya kerugian negara. Namun hingga
saat ini tidak jelas penanganannya. Belum lagi kasus penistaan agama yang
dilakukan oleh Ahok, sudah jelas tersangka namun masih bebas berkeliaran
menebar pesona. Padahal kasus-kasus yang serupa sebelumnya, tersangkanya
pasti langsung ditahan. Tolong tegakkan hukum seadil-adilnya.
Selanjutnya, pemerintah juga harus menginisiasi dan menggalakkan
sebuah forum lintas agama, etnis, suku dan jabatan. Forum ini berguna untuk
membahas semua keluhan serta berkomitmen untuk menuntaskannya. Semua
uneg akan terasa lega jika telah didengarkan, dibahas dan dipecahkan secara
bersama-sama. Tentu kerukunan akan semakin terjalin dengan duduk bersama dan
sama-sama duduk.
Kekayaan dan ke-Bhinneka-an Indonesia haruslah dirawat. Agar bisa diwariskan
untuk anak-cucu kita nanti. Merawat kekayaan dan ke-Bhinneka-an Indonesia
haruslah dengan aksi nyata, bukan dengan slogan belaka. Merawatnya adalah
dengan menciptakan persatuan, keadilan, kebersamaan dan kemakmuran bagi
semua rakyat Indonesia. Mustahil, kekayaan dan ke-Bhinneka-an itu akan terawat
jika bangsa kita jauh dari tuhan, dipimpin oleh pemerintah yang serakah,
kemiskinan dibiarkan merajalela, penegakkan hukum seperti dirimba, dan antar
anak bangsa sulit untuk bekerjasama. Oleh karena itu, mari kita jaga kekayaan
alam kita, dan kita rawat ke-Bhinneka-an kita.
73

Kota Bengkulu Kini dan Nanti


Oleh : Muammar SH, Pimpinan Redaksi Pedoman Bengkulu

Riuh rendah suara politik jelang pesta demokrasi lima tahunan di Kota
Bengkulu telah terdengar. Sebentar lagi, semua orang akan tahu siapa yang akan
menjadi peserta dalam Pemilihan Walikota (Pilwakot) Bengkulu yang
pencoblosannya dilaksanakan pada tanggal 27 Juni 2018 mendatang.
Menariknya, survei-survei politik jelang penetapan pasangan kandidat
tidak lagi semasif seperti pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sebelumnya.
Hanya ada satu survei yang terpantau dan dipublikasi oleh salah satu media lokal,
dimana yang melaksanakan surveinya merupakan kalangan internal mereka
sendiri yang kredibilitasnya tentu saja menguntungkan bagi afiliasi politik
mereka.
Fenomena menarik yang seakan menjadi rutinitas jelang Pilkada langsung
adalah bertebarannya fitnah dan hoax di media sosial (medsos). Mudahnya akses
publik untuk membuat akun medsos palsu menjadikan fitnah dan hoax itu
berlangsung masif bak tsunami yang menerjang logika sehat dan argumentasi
ilmiah apa saja yang berusaha membendungnya.
Patut disayangkan. Padahal sebenarnya Pilkada merupakan sebuah proses
demokrasi memilih pemimpin yang menuntut penggunaan nalar sehat berbasis
argumentasi yang objektif. Argumentasi soal memilih pemimpin itu tidak
sedangkal pertanyaan apakah seorang Walikota telah memasang spanduk di
pinggir jalan, di jalan apa spanduk itu dipasang dan siapa pihak-pihak yang entah
dengan sengaja atau tidak memasang spanduk tersebut.
Sebab, ada begitu banyak tantangan yang akan dihadapi oleh Bengkulu
sebagai sebuah kota. Katakanlah angka pengangguran yang masih tinggi, banjir
yang masih kerap terjadi, Pasar Panorama yang belum tertata rapi, dan banyaknya
warga miskin dari kabupaten-kabupaten tetangga yang berurbanisasi.
Tidak elok meletakkan kesalahan pada pundak-pundak orang tertentu.
Pasalnya, Bengkulu adalah milik semua orang yang hidup, bernafas, lahir, makan,
tidur, beranak pinak dan mati di kota ini. Apa yang bisa dicermati adalah apa yang
74

sudah dilakukan oleh pemangku kebijakan, tantangannya, serta jalan keluar yang
bisa dilakukan secara bersama-sama.
Sebuah fakta yang tak terbantahkan adalah meski dengan anggaran yang
terbatas, bahkan pembangunan sempat dua tahun terseok-seok karena adanya
kriminalisasi dana bantuan sosial tahun 2013 yang dialami oleh para pemangku
kebijakan, wajah Kota Bengkulu telah sangat berubah jauh dari masa sebelum-
sebelumnya.
Dahulu Kota Bengkulu yang tak berumah sakit sendiri, kini telah
memilikinya. Dahulu terlalu banyak jalan yang rusak, kini hampir nyaris semua
yang menjadi tanggungjawab Pemerintah Kota untuk memperbaikinya telah
diperbaiki. Dahulu kriminalitas dan pengangguran teramat mengkhawatirkan, kini
telah jauh berkurang. Dahulu pendidikan sulit dijangkau, sekarang hampir seluruh
anak yang bertekad sekolah di tingkat dasar telah difasilitasi oleh Pemerintah
Kota. Air bersih telah banyak dinikmati dan listrik sudah jarang mati.
Semua itu dicapai dengan begitu banyak kendala. Sebut saja proposal dana
pinjaman sebesar Rp250 miliar dari PT Sarana Multi Infrastruktur yang ditolak
atau proses revisi Peraturan Daerah (Perda) tentang Dana Bergulir Satu Miliar
(Samisake) yang pengesahannya ditunda-tunda oleh para anggota DPRD Kota
Bengkulu yang terhormat.
Rakyat tentu berharap semua kekurangan itu bisa diperbaiki. Bila
persoalannya adalah politik, rakyat berhak menghukum mereka yang telah
menghambat pembangunan secara politik di kotak suara. Bila masalahnya di
legislatif, rakyat berhak mengganti semua mereka yang menghambat usaha-usaha
untuk mensejahterakan rakyat.
Dengan begitu, Bengkulu di masa mendatang adalah Bengkulu yang indah
untuk dikunjungi oleh semua orang. Bengkulu yang aman dari tindak kriminalitas
karena semua orang telah sejahtera. Bengkulu yang cerdas karena semua anak
bersekolah. Bengkulu yang maju karena semua infrastruktur telah dibangun
dengan baik. Bengkulu yang sehat karena budaya gerak masyarakat dan adanya
rumah sakit berkualitas yang menjamin seluruh warganya untuk berobat tatkala
jatuh sakit.
75

Harapan-harapan itu bukanlah harapan kosong. Sebab, ketika infrastruktur


berangsur-angsur beres, pendidikan dan kesehatan telah mencapai hasil yang baik,
ekonomi pelan-pelan telah bangkit, Pemerintah Kota kelak bisa mengucurkan
anggaran yang besar untuk mempercantik dan memperindah Kota Bengkulu
sebagai tujuan utama wisatawan dunia demi mengangkat harkat serta martabat
rakyatnya.

Catatan : Tulisan ini telah terbit pada Media Online Pedoman Bengkulu
tanggal menjelang Pemilihan Walikota. Untuk lebih lengkapnya silahkan klik
http://
76

URGENSI PENGAWASAN PARTISIPATIF DALAM


PEMILIHAN

UMUM DEMOKRATIS DAN BERINTEGRITAS

Oleh: Aditya Candra Utama,S.Kom.I

ABSTRAK

Tulisan ini mencoba sedikit mengkaji tentang urgensi pengawasan


partisipatif dalam mengawal penyelenggaraan pemilu, yang bertujuan untuk
menciptakan pemilu yang demokratis dan berintegritas. Saat ini terdapat berbagai
lembaga pengawas pemilu, antara lain Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
Republik Indonesia di tingkat pusat, Bawaslu Provinsi hingga ke Bawaslu
Kabupaten/Kota dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang
khusus menangani pelanggaran kode etik oleh penyelenggara pemilu. Namun
dalam kenyataannya masih ditemui berbagai pelanggaran oleh berbagai pihak,
sehingga pemilu dinilai kurang berintegritas dan kurang demokratis.

Dengan dilibatkannya semua stakeholder dan masyarakat secara


independen dalam mengawasi penyelenggaraan pemilu, diharapkan proses pemilu
yang demokratis dan berintegritas akan terwujud. Menggunakan pendekatan
kualitatif melalui studi literatur, tulisan ini mencoba membahas persoalan yang
muncul dalam konteks pengawasan partisipatif yang sudah dilakukan selama ini
oleh lembaga pemantau pemilu maupun organisasi masyarakat sipil lainnya serta
upaya yang dilakukan dalam pengawasan partisipatif untuk mengawal pemilu
yang demokratis sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan demikian, pengawas pemilu partisipatif ini sangat diperlukan


untuk bisa bersinergi bersama Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) serta
semua komponen elemen bangsa meliputi, organisasi kepemudaan,
kemahasiswaan, kalangan aktivis masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat
sangat memiliki peranan penting dalam mewujudkan pemilihan umum yang
demokratis dan berintegritas tersebut.
77

PEMBAHASAN

Bawaslu RI sebagai pengawal pemilu yang demokratis

Menurut Suswantoro fakar Ilmu Komunikasi Politik Universitas Indonesia


(UI), parameter pemilu yang demokratis ditandai dengan adanya integritas proses
penyelenggaraan pemilu dan integritas hasil pemilu. Integritas proses
penyelenggaraan pemilu menurutnya akan berhasil dicapai jika semua tahapan
pemilu diselenggarakan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku,
seperti Undang-Undang Pemilu dan Peraturan KPU, yang kesemuanya
mengandung kepastian hukum. Semua ketentuan, baik Undang-undang Pemilu
maupun turunannya di dalam Peraturan KPU tidak boleh menyimpang dari asas
Luber Jurdil.

Adapun pengertian Luber Jurdil berdasarkan referensi Bawaslu tahun


terbit 2015 adalah sebagai berikut:

1. Langsung berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung


dan tidak boleh diwakilkan

2. Umum berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah
memiliki hak menggunakan suara

3. Bebas berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari
pihak manapun

4. Rahasia berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia, hanya
diketahui oleh si pemilih itu sendiri

5. Jujur mengandung arti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai


dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak
dapat memilih sesuai dengan kehendaknya, dan setiap suara pemilih memiliki
nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih

6. Adil adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa
ada pengistimewaan atau diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu. Asas
jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih atau peserta pemilu, tetapi
juga kepada penyelenggara pemilu.
78

Signifikansi dari keberadaan lembaga pengawas pemilu seperti Bawaslu,


sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang (UU) adalah memastikan
bahwa parameter pemilu yang demokratis baik dalam proses maupun hasil
pemilu, serta asas-asas pemilu tersebut dapat berjalan dengan baik jika didukung
semua komponen elemen masyarakat yang memiliki semangat juang tinggi
sebagai pengawas partisipatif pemilu untuk mewujudkan pemilu demokratis dan
berintegritas.

Pada prakteknya, realita di era sekarang muncul gerakan masyarakat yang


menjadi pengawas pemilu, yakni pemantau pemilu dan pengawasan partisipatif,
yang penulis uraikan dengan merujuk beberapa sumber referensinya sebagai
berikut.

Pemantau Pemilu

Pemantau pemilu terdiri dari lembaga-lembaga swadaya masyarakat atau


CSO (Civil Society Organization) yang ikut mengawasi tahapan penyelenggaraan
pemilu. Dalam Undang-Undang Pemilu No.7 Tahun 2017, pendaftaran dan
akreditasi pemantau pemilu berada pada wilayah kewenangan Badan Pengawas
Pemilu. Ini berarti secara legalitas Pemantau Pemilu diperoleh dari Bawaslu,
dimulai dari pelaporan hingga sanksi berlaku sama dan berjenjang, segala
kewenangan terkait dengan Pemantau Pemilu berada di lembaga pengawas yaitu
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan berlaku sesuai tingkatannya
(Provinsi/Kabupaten/Kota). Hal ini juga baik untuk kemajuan pengawasan karena
akan adanya sinergitas antara Bawaslu dengan pemantau pemilu sendiri
khususnya terkait penetapan kode etik, hak dan kewajiban pemantau pemilu ini
dan juga pelaporan. Setidaknya dengan lebih banyak mata yang memandang,
maka partai politik dan penyelenggara pemilu akan lebih mawas diri dalam
bekerja. Pemantau pemilu memperkuat fungsi pengawasan Badan Pengawas
Pemilu (Bawaslu) karena akan mendukung upaya-upaya dan kegiatan-kegiatan
pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu. Dengan perubahan regulasi tersebut,
maka lembaga-lembaga pemantau pemilu akan sangat membantu dan menunjang
pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu. Beberapa pemantau pemilu yang ada
di Indonesia antara lain Lembaga Pemantau Pemerintahan Negara Kesatuan RI
79

(LPP NKRI), Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, Jaringan


Pendidikan Pemilih Rakyat (JPPR) dan Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi
(Perludem).

Pentingnya Pengawasan Partisipatif dalam Menangani Pelanggaran Pemilu

Sebagaimana diketahui, penyelenggara pemilu terdiri dari Komisi


Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan
Kehormatan Penyelenggra Pemilu (DKPP). Ketiga lembaga inilah yang
menerjemahkan Undang-Undang (UU) dan melaksanakannya dengan asas asas
berkeadilan dan setara.

KPU sebagai pelaksanaan pemilihan umum tentu mendapat porsi perhatian


yang lebih besar dalam pengawasan. Akan banyak pihak yang berkepentingan
untuk menjadikan KPU dan Bawaslu sebagai koasi kekuasaannya. Dalam tahap
inilah diperlukannya pengawalan pada setiap tahapan penyelenggaraan. Adapun
mekanisme pengawasan pemilu tertuang dalam peraturan bersama KPU, Bawaslu
dan DKPP Nomor 13 Tahun 2012, Nomor 11 Tahun 2012 dan Nomor 1 Tahun
2012 tentang ―Kode Etik Penyelenggara Pemilu‖. Peraturan ini menjadi dasar bagi
masyarakat untuk membantu mengawal proses pemilihan umum dengan penuh
tanggung jawabnya dan berkeadilan.

Dalam pengawasan partisipatif menurut hemat penulis, masyarakat berhak


untuk menyampaikan hasil pemantauan atas pemilu dan menyampaikan
pengaduan terkait dugaan pelanggaran pemilu. Masyarakat yang terlibat dalam
pengawasan partisipatif ini atas dasar kesukarelaan, sehingga tidak ada honor apa
pun yang didapatkan. Mereka bertugas untuk memantau seluruh tahapan
penyelenggaraan pemilu, dan kemudian melaporkan sesuai dengan format laporan
yang disosialisasikan oleh Bawaslu secara berjenjang. Laporan pengawasan
tersebut harus memenuhi syarat 5 W (who, why, where, what, when) artinya
mengetahui siapa yang melakukan, mengapa, dimana terjadinya, pelanggaran
seperti apa dan kapan terjadinya, juga 1 H (how) artinya bagaimana kronologis
kejadiannya. Laporan tersebut kemudian akan diteliti dan ditelaah lagi oleh
Bawaslu, apakah sudah terpenuhi syarat-syarat sebagai delik aduan atau tidak. Hal
inilah yang kemudian menjadi salah satu parameter demokratis pemilu dilihat dari
80

segi pengawasan. Dengan adanya keterlibatan masyarakat, maka akan


meminimalisir konflik atas kepercayaan terhadap integritas proses dan hasil
pemilu, serta akan semakin meningkatkan legitimasi kepemimpinan politik di
negara yang demokratis. Salah satu tantangan terkait pengawasan partisipatif
adalah untuk meningkatkan kemauan masyarakat untuk melaporkan setiap
pelanggaran atau kecurangan yang ditemui. Hal ini tentu saja merupakan kerja
keras dari Bawaslu untuk mengadakan sosialisasi akan adanya salah satu
kewajiban sebagai masyarakat untuk mengawasi setiap tahapan penyelenggaran
pemilu, bukan hanya kewajiban untuk ikut berpartisipasi politik dalam hal ikut
memilih saja melainkan juga berpatisipasi aktif dalam melakukan pengawasan
agar pesta demokrasi ini berjalan demokratis dan berintegritas.

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan pentingnya


pengawasan partisipatif dalam mengawal pemilu yang demokratis ini dapat
tercapai apabila:

1. Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), pemantau pemilu dan


masyarakat yang dilibatkan dalam pengawasan tahapan penyelenggaraan pemilu
harus bersifat independen dan tidak memihak (imparsial) salah satu satu calon /
partai politik peserta pemilu sehingga tidak adanya diskriminasi terhadap siapapun

2. Adanya sosialisasi secara masif yang dilakukan oleh Bawaslu untuk


membangun kesadaran masyarakat bahwa mereka mempunyai kewajiban untuk
mengawal hak pilihnya dalam pemilu dengan cara berpartisipasi dalam
pengawasan tahapan penyelenggaraan pemilu dan juga terhadap lembaga-lembaga
terkait pemantauan pemilu agar mereka ikut mengawasi tahapan penyelenggaraan
pemilu bukan hanya pada hari pemungutan suara saja

3. Adanya persepsi yang sama antara Bawaslu dan pihak-pihak yang tergabung
dalam sentra Gakkumdu (Penegakkan Hukum Terpadu) terkait jenis-jenis
pelanggaran pemilu dan mekanisme penindakannya

4. Partai politik juga harus memberdayakan saksi-saksi mereka di Tempat


Pemungutan Suara (TPS) terkait pengawasan pada saat rekapitulasi penghitungan
81

suara agar tidak terjadi salah penghitungan suara seperti kesalahan dalam
menuliskan jumlah suara pada form Model C1

5. Partai politik juga aktif mengingatkan kader-kadernya untuk menjalankan hak-


hak politiknya secara jujur dan adil

6. Sinergitas antara Bawaslu dengan Komisi Pemilihan Umum dan pihak terkait
dalam hal

pengawasan seperti penertiban kampanye dan alat-alat peraga kampanye.

Dengan adanya peranan aktif dari Bawaslu, lembaga-lembaga pemantau


pemilu dan juga masyarakat dalam mengawasi pemilu, akan memberikan
kesadaran bagi para pelaku politik, penyelenggara pemilu dan stakeholder lainnya
terkait untuk menjaga diri, menjaga marwah partainya sehingga akan tetap berada
pada relnya sesuai dengan porsinya masing-masing, yang pada akhirnya akan
melahirkan suatu pemilu yang demokratis dan berintegritas.

Kemudian dengan adanya partisipasi seluruh pemangku kepentingan


dalam pengawasan tahapan penyelenggaraan pemilu maka diharapkan akan dapat
menghasilkan pemilu yang demokratis baik dari prosesnya maupun hasilnya.
82

RUANG 3

RUANG PERTANIAN DAN


LINGKUNGAN HIDUP
83

UPAYA ADAPTASI SEKTOR PERTANIAN


TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DENGAN PENDEKATAN
SISTEM INFORMASI KALENDER TANAM (SI-KATAM)
TERPADU MODERN

Oleh: Yahumri

ABSTRAK
Pertanian merupakan sektor yang mengalami dampak paling serius, terutama
sub sektor tanaman pangan yang paling rentan terhadap perubahan iklim.
Kegagalan panen disuatu sentra produksi dapat menyebabkan keguncangan di
daerah lain, terlebih pada daerah yang bukan sentra pertanian. Perubahan pola
curah hujan, peningkatan kejadian iklim ekstrim, serta kenaikan suhu udara dan
permuakaan air laut telah menyebabkan produksi pertanian, terutama sub sektor
tanaman pangan menurun secara signifikan. Untuk itu, Badan Litbang telah
menyusun teknologi adaptif dengan perubahan iklim yaitu sistem informasi
Kalender Tanam (KATAM) terpadu. Kalender Tanam Terpadu adalah pedoman
atau alat bantu yang memberikan informasi spasial dan tabular tentang prediksi
musim, awal tanam, pola tanam, luas tanam potensial, wilayah rawan banjir dan
kekeringan, serangan OPT, serta rekomendasi varietas dan kebutuhan padi dan
palawija, serta rekomendasi dosis dan kebutuhan pupuk dan rekomendasi alsintan
berdasarkan prediksi variabilitas dan perubahan iklim.

Kata Kunci: Adaptasi, Kalender Tanam, Perubahan Iklim

PENDAHULUAN
Dalam dua dekade terakhir, isu perubahan iklim terus menguat dan menjadi
entry point penting dalam menyusun perencanaan pengembangan pertanian,
khususnya tanaman pangan. Perubahan iklim yang ditandai oleh perubahan pola
dan distribusi curah hujan, peningkatan suhu udara, dan peningkatan muka air laut
berdampak langsung terhadap kerentanan pertanian diwilayah tertentu (Badan
Litbang Pertanian, 2012) Perubahan iklim telah membuat sebaran hujan tidak
merata bahkan curah hujan harian ekstrim dapat mencapai 234 mm/hari
(Farmanta, 2012).
Pertanian merupakan sektor yang mengalami dampak paling serius. Tanaman
pangan merupakan sub sektor yang paling rentan terhadap perubahan iklim.
Kegagalan panen disuatu sentra produksi dapat menyebabkan keguncangan di
daerah lain, terlebih pada daerah yang bukan sentra pertanian. Perubahan pola
84

curah hujan, peningkatan kejadian iklim ekstrim, serta kenaikan suhu udara dan
permuakaan air laut telah menyebabkan produksi pertanian, terutama sub sektor
tanaman pangan menurun secara signifikan (Kementerian Pertanian, 2012).
Di tengah krisis pangan dunia yang dipicu oleh perubahan iklim, pemerintah
tetap menargetkan swasembada pangan (Ditjen Tanaman Pangan. 2008).
Sementara itu, produktivitas padi di Provinsi Bengkulu masih rendah yaitu 42,17
ku/ha salah satunya akibat dari dampak negatif perubahan iklim yaitu pergeseran
awal musim tanam dan pola tanam, ancaman kekeringan, banjir dan serangan
organisme penggangu tanaman. Untuk itu, Badan Litbang telah menyusun
teknologi adaptif dengan perubahan iklim yaitu sistem informasi Kalender Tanam
(KATAM) terpadu (Badan Litbang Pertanian, 2012).
Manfaat Kalender Tanam antara lain: (1) Menentukan waktu tanam
pada setiap musim yaitu musim hujan (MH) dan musim kemarau (MK), (2)
Menentukan pola, rotasi tanam dan rekomendasi teknologi pada skala kecamatan,
(3) Menduga potensi luas tanam untuk mendukung sistem perencanaan tanam dan
produksi tanaman pangan, (4) Mengurangi resiko penurunan dan kegagalan
produksi serta kerugian petani akibat kekeringan, banjir dan serangan OPT.
Semakin menonjolnya isu perubahan iklim maka penerapan Katam sangat
mendukung upaya adaptasi sekaligus mitigasi dalam pengamanan/penyelamatan
atau pengurangan resiko, pemantapan pertumbuhan produksi, dan mengurangi
dampak sosial-ekomomi. Oleh karena itu peranannya yang sangat strategis dan
bersifat dinamis.

Dampak Perubahan Iklim Pada Sektor Pertanian


1. Perubahan Pola Curah Hujan dan Kejadian Iklim Ekstrim
Perubahan pola hujan sudah terjadi sejak beberapa dekade terakhir di
beberapa wilayah di Indonesia, seperti pergeseran awal musim hujan dan
perubahan pola curah hujan. Selain itu terjadi kecenderungan perubahan intensitas
curah hujan bulanan dengan keragaman dan deviasi yang semakin tinggi serta
peningkatan frekuensi kejadian iklim ekstrim, terutama curah hujan, angin, dan
banjir rob. Beberapa ahli menemukan dan memprediksi arah perubahan pola hujan
di Bagian Barat Indonesia, terutama di Bagian Utara Sumatera dan Kalimantan,
dimana intensitas curah hujan cenderung lebih rendah, tetapi dengan periode yang
85

lebih panjang. Sebaliknya, di Wilayah Selatan Jawa dan Bali intensitas curah
hujan cenderung meningkat tetapi dengan periode yang lebih singkat (Naylor,
2007). Secara nasional, Boer et al. (2009) mengungkapkan tren perubahan secara
spasial, di mana curah hujan pada musim hujan lebih bervariasi dibandingkan
dengan musim kemarau.
2. Sumber Daya Lahan dan Air
Secara umum, perubahan iklim akan berdampak terhadap penciutan dan
degradasi (penurunan fungsi) sumberdaya lahan, air dan infrastruktur terutama
irigasi, yang menyebabkan terjadinya ancaman kekeringan atau banjir. Di sisi lain,
kebutuhan lahan untuk berbagai penggunaan seperti pemukiman, industri,
pariwisata, transportasi, dan pertanian terus meningkat, sejalan dengan
meningkatnya jumlah penduduk dan kemajuan zaman. Secara absolut,lahan yang
tersedia relatif tetap, bahkan cenderung menciut dan terdegradasi, baik akibat
tidak tepatnya pengelolaan maupun dampak perubahan iklim. Kondisi tersebut
menyebabkan laju konversi lahan akan semakin sulit dibendung dan sistem
pengelolaan lahan akan semakin intensif, bahkan cenderung melebihi daya
dukungnya.
Berdasarkan analisis Irawan et al. (2001), dalam periode 1981-99 telah terjadi
alih fungsi lahan sawah seluas 1.002.055 ha, sementara penambahan luas lahan
sawah hanya 518.224 ha. dalam periode 1999-2002 telah terjadi konversi lahan
sawah seluas 167.150 ha, yang menyebabkan penciutan lahan sawah seluas
107.482 ha (Sutomo, 2004). Data penciutan lahan sawah ini masih menjadi
kontroversi, tetapi fakta di lapangan mengindikasikan bahwa intensitas konversi
lahan semakin tinggi dan sulit dikendalikan. Penciutan lahan sawah tadah hujan di
Jawa relatif kecil setelah tahun 2000. Sementara di luar Jawa cenderung
meningkat tajam, sekitar 300.000 ha selama kurun waktu 1995-2000, terutama
akibat beralih fungsi menjadi areal perkebunan kelapa sawit.
Pengusahaan lahan kering perbukitan atau lahan berlereng padat penduduk
pada umumnya kurang memperhatikan aspek lingkungan dan seakan mendorong
perluasan lahan kritis yang umumnya berada di kawasan DAS penyangga. Selain
menurunkan produktivitas, kerusakan lahan tersebut juga menurunkan fungsi
hidrologis dan potensi sumberdaya air akibat penurunan daya serap dan daya
86

tampung air, meningkatnya ancaman banjir, dan kekurangan air atau bahkan
kekeringan. Ancaman banjir dan kekeringan akan diperparah oleh perubahan pola
curah hujan dan kejadian iklim ekstrim akibat perubahan iklim.
3. Tanaman
Pertanian, terutama subsektor tanaman pangan, paling rentan terhadap
perubahan pola curah hujan, karena tanaman pangan umumnya merupakan
tanaman semusim yang relatif sensitif terhadap cekaman (kelebihan dan
kekurangan) air. Secara teknis, kerentanan tanaman pangan sangat berhubungan
dengan sistem penggunaan lahan dan sifat tanah, pola tanam, teknologi
pengelolaan tanah, air, tanaman, dan varietas (Las et al., 2008b). Oleh sebab itu,
kerentanan tanaman pangan terhadap pola curah hujan akan berimbas pada luas
areal tanam dan panen, produktivitas, dan kualitas hasil. Kejadian iklim ekstrim,
terutama El-Nino atau La-Nina, antara lain menyebabkan: (a) kegagalan panen,
penurunan IP yang berujung pada penurunan produktivitas dan produksi; (b)
kerusakan sumberdaya lahan pertanian; (c) peningkatan frekuensi, luas, dan
bobot/intensitas kekeringan; (d) peningkatan kelembaban; dan (e) peningkatan
intensitas gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT) (Las et al., 2008a).
Faktor pemicu kegagalan panen salah satunya adalah serangan hama dan
penyakit. Perubahan iklim mengakibatkan perkembangan dinamika serangan
hama danpenyakit, salah satu serangan walang sangit dan tikus. Fattah dan Hamka
(2011) menyatakan serangan tikus di musim kemarau lebih tinggi karena
pengaruh iklim seperti cuaca. Pada musim kemarau, intensitas curah hujan lebih
rendah dibanding musim hujan sehingga aktifitas tikus untuk mencari makanan
lebih banyak Berbeda halnya pada musim hujan, berbagai kendala yang dihadapi
tikus untuk melakukan aktifitasnya seperti curah hujan yang tinggi menyebabkan
terjadinya banjir sehingga banyak lubang-lubang tikus yang terendamakibatnya
banyak tikus yang mati karena kedinginan terutama anak tikus.
Baehaki dan Abdullah (2008) menyatakan bahwa perubahan iklim global juga
dapat mengakibatkan terjadinya dinamika organisme penganggu tumbuhan yaitu
peningkatan serangan hama danpenyakitdi areal persawahan di Indonesia.Fattah
dan Hamka (2011) menambahkan bahwapenyebab serangan walang sangit adalah
karena pengaruh iklim. Kondisi suhu yang panaskemudian diiringi dengan hujan
87

akan mempengaruhi peningkatan perkembangan populasi hama walang


sangit.Perkembangan populasi walang sangit pada kondisi iklim yang mendukung
sangat cepat, apalagi bila disertai dengan ketersediaan bahan makanan akan
menyebabkan populasi mengalami peningkatan yang sangat tajam sehingga dapat
menyebabkan serangan yang lebih luas.
4. Ternak dan Kesehatan Hewan
Pengaruh perubahan pola hujan dan iklim ekstrim terhadap ternak belum
banyak dipelajari. Pengaruh langsung dampak perubahan iklim terhadap ternak
adalah pertumbuhan yang tidak optimal dan stres akibat kekeringan. Pengaruh
tidak langsung dampak perubahan iklim terhadap ternak lebih serius karena
berkurangnya ketersediaan pakan alami. Pada umumnya, penyediaan pakan ternak
dipengaruhi oleh pola curah hujan, terutama di daerah beriklim kering. Pada
musim kemarau dan/atau pada kondisi iklim ekstrim kering, ketersediaan pakan
turun drastis, baik kuantitas maupun kualitas. Dampak perubahan pola curah
hujan dan iklim ekstrim terhadap ternak terjadi akibat dinamika dan pola distribusi
penyakit hewan (OPH).
Perubahan pola curah hujan, kelembaban, dan gas di atmosfer mempengaruhi
pertumbuhan tanaman, jamur, serangga, dan interaksinya dengan host. Penyakit
hewan cenderung meningkat pada musim hujan dan/atau iklim basah. Peluang
kontaminasi berbagai penyakit bawaan ternak dari tanaman pakan lebih besar
pada musim hujan, seperti jamur aflatoksin pada kacang tanah, gandum, jagung,
dan beras. Oleh sebab itu, perubahan iklim juga akan mempengaruhi produktivitas
ternak akibat penyakit menular.

Adaptasi Perubahan Iklim Dengan Penerapan Kalender Tanam


Upaya yang dapat dilakukan adalah menyesuaikan atau adaptasi dan
pengembangan pertanian yang toleran terhadap perubahan iklim, antara lain
melalui penyesuaian waktu dan pola tanam, penggunaan varietas yang adaptif,
tahan terhadap organisme penganggu tanaman (OPT), dan pengelolaan air
secara
efisien. Agar para pemangku kebijakan, penyuluh, petani, dan pengguna
inovasi lainnya dapat melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim, Badan
88

Penelitian Pengembangan dan Pertanian melalui Balai


Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP),
Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat), Balai Penelitian Tanah
(Balittanah), dan Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) yang
didukung oleh seluruh BPTP, telah menyusun Peta dan Tabel
Kalender Tanam (KATAM) terpadu untuk sentra padi di Indonesia.
Kalender Tanam tersebut merupakan pedoman bagi Dinas Pertanian,
penyuluh, dan petani dalam menetapkan
pola dan waktu tanam yang tepat, sesuai dengan kondisi iklim di setiap
kecamatan dan kabupaten, yang kini telah dipadukan dengan rekomedasi
penggunaan varietas, pemupukan, dan kebutuhan sarana produksi hingga tingkat
kecamatan. Sosialisasi penggunaan Kalender tanam (KATAM)
terpadu ini diyakini dapat menekan dampak perubahan iklim, termasuk
anomali iklim, terhadap produksi padi nasional.
Sebagai suatu
inovasi yang dinamis, pada tahap awal penyusunan Kalender Tanam
(KATAM) terpadu lebih difokuskan pada agroekosistem lahan sawah irigasi, dan
saat ini sedang dipersiapkan Kalender Tanam (KATAM) terpadu untuk
agroekosistem lahan rawa (BBSDLP, 2011). Badan Litbang Pertanian telah
mengeluarkan kalender tanam terpadu yang di dalamnya memuat informasi
jadwal tanam, pola tanam, prediksi luas tanam, dosis pupuk, Rekomendasi
kebutuhan pupuk, rekomendasi benih dan varietas padi dan palawija dan potensi
OPT padi dan palawija.
KATAM merupakan teknologi yang memuat berbagai informasi tanam pada
skala kecamatan dan suatu perangkat yang berguna untuk mempermudah
stakeholders dan petani dalam penentuan: (1) prediksi awal musim hujan, (2)
Awal musim tanam, (3) Pola Tanam, (4) Luas tanam potensial, (5) Rekomendasi
pemupukan, (6) Tutup Tanam, (7) Rekomendasi varietas padi, (8) Potensi
serangan OPT, (9) Wilayah rawan banjir dan kekeringan, (10) Resiko penuruan
produksi akibat bencana (BBSDLP, 2012).
Surmainiet al., (2011) menyatakan bahwa penyesuaian waktu dan pola tanam
merupakan upaya yang sangat strategis guna mengurangi atau menghindari
89

dampak perubahan iklim akibat pergeseran musim dan perubahan pola curah
hujan. Kementerian Pertanian menerbitkan petakalender tanam yang
menggambarkan potensi pola dan waktu tanam bagi tanaman pangan terutama
padi. Peta kalender tanam disusun berdasarkan kondisi pola tanam petani saat ini,
dengan tiga skenario kejadian iklim, yaitu tahun basah, tahun normal dan tahun
kering.
Inovasi teknologi adaptif untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim
antara lain adalah: (a) Varietas unggul yang rendah emisi GRK, toleran
kekeringan dan genangan, berumur genjah (ultra genjah), dan toleran salinitas; (b)
Teknologi pengelolaan lahan dan air, pengolahan tanah, sistem irigasi intermitten,
pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan, dan pengomposan; (c) Teknologi
zero waste dan pemanfaatan limbah (organik) pertanian, pupuk organik, pakan
ternak, teknologi biogas dan bioenergi (Badan Litbang Pertanian, 2011).

SIMPULAN
Beberapa simpulan dari upaya adaptasi sektor pertanian terhadap perubahan iklim:
1. Perubahan iklim semakin dirasakan dampaknya terutama sektor pertanian oleh
karena itu penerapan Kalender Tanam (KATAM) sangat mendukung upaya
adaptasi sekaligus mitigasi dalam pengamanan/penyelamatan atau pengurangan
resiko, pemantapan pertumbuhan produksi, dan mengurangi dampak sosial –
ekomomi.
2. Agar para pemangku kebijakan, penyuluh, petani, dan pengguna inovasi
lainnya dapat melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim secara masif dan
berkelanjutan untuk meminimalisir dampak perubahan iklim terhadap sektor
pertanian.
3. Kalender Tanam (KATAM) bersifat dinamis, dapat diperbaharui dan dapat
menyesuikan dengan musim.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Litbang Pertanian. 2011. Pedoman Umum Adaptasi Perubahan Iklim
Sektor Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Badan Litbang Pertanian. 2012. Petunjuk Teknis Gugus Tugas. Kalender Tanam
Terpadu dan Perubahan Iklim. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Bogor.
90

Baehaki,S.E. dan Abdullah,B. 2008. Evaluasi karakter ketahanan galur padi


terhadap wereng coklat biotipe 3 melalui uji penapisan dan population built
up. Prosiding seminar apresiasi hasil penelitian padi menunjang P2BN.Buku
I.Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Page: 367-382.
BBSDLP. 2011. Penyusunan Kalender Tanam Lahan Sawah Irigasi Seluruh
Wilayah Indonesia. Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian. Bogor.
BBSDLP. 2012. Lokakarya Nasional. Perubahan Iklim. Balai Besar Sumber Daya
Lahan Pertanian. Bogor.
Boer, R., A. Buono, Sumaryanto, E. Surmaini, A. Rakhman, W. Estiningtyas, K.
Kartikasari, and Fitriyani. 2009. Agriculture Sector. Technical Report on
Vulnerability and Adaptation Assessment to Climate Change for Indonesia‘s
Second National Communication. Ministry of Environment and United
Nations Development Programme, Jakarta.
Ditjen Tanaman Pangan. 2008. Pedoman Umum: Peningkatan Produksi dan
Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai melalui pelaksanaan SL-PTT. Dirjen
Tanaman Pangan.72 p.
Farmanta Y. 2012. Intersepsi Hujan oleh Tajuk Tanaman Kelapa Sawit. Tesis.
Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Fattah, A. dan Hamka. 2011. Tingkat Serangan Hama Utama Padi Pada Dua
Musim Yang Berbeda Di Sulawesi Selatan. Seminar dan Pertemuan Tahunan
XXI PEI, PFI Komda Sulawesi Selatan dan Dinas Perkebunan Pemerintah
Provinsi Sulawesi Selatan tanggal 7 Juni 2011 di Hotel Singgasana Makassar.
Irawan, B.S. Friyatno, A. Supriyatna, I.S. Anugrah, N.A. Kitom, B. Rachman dan
B. Wiyono. 2001. Perumusan Model Kelembagaan Konversi Lahan
Pertanian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Kementerian Pertanian. 2012. Seminar Kalender Tanam dan Sistem Informasi
Sumberdaya Lahan Pertanian dan Tanaman. Balai Besar Sumberdaya Lahan
Pertanian. Bogor.
Las, I., E. Surmaini, A Ruskandar. 2008a. Antisipasi Perubahan Iklim: Inovasi
Teknologi dan Arah PenelitianPadi di Indonesia dalam : Prosiding Seminar
Nasional Padi 2008. Inovasi Teknologi Padi Mengantisipasi Perubahan Iklim
Global Mendukung Ketahanan Pangan. BB Padi.
Las, I., H. Syahbuddin, E. Surmaini, dan A M. Fagi. 2008b. Iklim dan Tanaman
Padi: Tantangan dan Peluang. dalam: Buku Padi: Inovasi Teknolohgi dan
Ketahanan Pangan. BB Padi.
Naylor, R.L., D.S. Battisti, D.J. Vimont, W.P. Falcon, and M.B. Burke. 2007.
Assessing risks of climate variability and climate change for Indonesian rice
agriculture. Proceeding of the National Academic of Science 114: 7752-7757.
Surmaini, E. Runtunuwu, E. Las, I.2011.
Upaya sektor pertanian dalam menghadapi perubahan iklim. Jurnal Litbang
Pertanian 30 (1): 1-7.
91

Sutomo, S. 2004. Analisa data konversi dan prediksi kebutuhan lahan. Hal 135-
149 dalam Hasil Round Table II Pengendalian Konversi dan Pengembangan
Lahan Pertanian. Direktorat Perluasan Areal. Ditjen Bina Produksi Tanaman
Pangan. Departemen Pertanian. Jakarta.
92

KERESAHAN DARI PEDALAMAN


Oleh : Zedri Aresti

Semenjak meninggalkan Bumi Raflesia dipenghujung tahun 2012 saya


ditakdirkan oleh Sang Pencipta untuk mengabdi di daerah pedalaman, tepatnya di
daerah perkebunan kelapa sawit. Saya masuk ke daerah MAHATO (apabila
saudara ketik di GOOGLE yang akan muncul adalah Mahato Cabo Degalbo,
Mozambique) saat musim hujan menyapa Bumi Lancang Kuning, sehingga jalan
yang ditempuh pun jalan raya kuning. Menempuh perjalanan lebih kurang 200 km
dari kota Pekanbaru menuju arah Sumatera Utara saya mendapati pemandangan
kebun kelapa sawit di kiri kanan jalan sepanjang mata memandang, di perjalan
selalu berpapasan dengan truk-truk besar tronton bermuatan kayu gelondongan
bahan baku industri kertas dan kayu lapis, juga mobil-mobil tanki yang memuat
minyak mentah kelapa sawit. Betapa kayanya daerah tempat pengabdian saya ini
bila dilihat dari sumber daya alam yang diangkut keluar oleh truk-truk besar ini.
Begitu memasuki daerah inti plasma rakyat, tepatnya di Desa Mahato,
kondisi jalannya akan bertambah parah padahal status jalannya adalah jalan poros
provinsi. Bila musim hujan akan berkubang lumpur, bila musim panas akan
bermandi debu. Mobil besar milik kapitalis itu mana peduli kondisi jalan yang
penting ia bisa lewat, kalau tak bisa lewat ditarik oleh mobil lain atau alat berat
perusahaan. Antrian mobil, truk, dan segala jenis angkutan bisa berhari-hari,
sehingga kendaraan rakyat, anak sekolah, guru, dan mobil pedagang pasar pun
harus mencari jalan alternatif ke dalam perkebunan , itu pun kalau diizinkan
security. Setelah 74 tahun Indonesia Merdeka masih ada daerah seperti ini, untuk
ukuran Riau masih banyak. Mudah-mudahan tahun 2019 ini jalannya sudah
semakin baik seiring naiknya putra daerah Mahato menjadi legislator di DPRD
Provinsi Riau.
Berdasarkan data Kementerian Kehutanan daerah yang dijadikan
perkebunan kelapa sawit hampir semuanya adalah hutan lindung. Hanya kampung
asli Kuala Mahato itulah yang diakui sebagai daerah pemukiman. Selebihnya
perkebunan ilegal dan pendatang ilegal. Tentu timbul pertanyaan ―Apakah tak
pernah diusut?‖ Sudah pernah diusut tuntas dan pemilik perusahaannya dibui, tapi
begitu sampai di tingkat Mahkamah Agung bebas. Siapa yang tak kenal dengan
93

―OPUNG D.L Sitorus (alm)‖ pendiri partai PPRN, pemilik perusahaan


TORGANDA dengan seluruh anak perusahaan dan raksasa bisnisnya. Apalagi
semasa pemerintahan sekarang bertambah dekat dengan kekuasaan dengan
mengantarkan putranya Sihar Sitorus menjadi pasangan Djarot Syaiful Hidayat
pada PILKADA Sumatera Utara. Untung saja kalah kalau tidak semakin
mengguritalah lahan perkebunan sawitnya dari RIAU tak putus sampai ke
SUMUT.
Cerita Mahato sebagai hutan lindung konservasi ―ikan ARWANA‖ hanya
tinggal cerita. Sungai Mahato yang jernih sejernih air mata berganti dengan sungai
keruh, kuning, dan berlimbah. Apakah masyarakatnya sejahtera? Tidak ada
harapan kesejahteraan bagi masyarakat di bawah naungan kapitalis. Lalu adakah
pengusaha muslim yang mampu berbuat ? Tidak ada, mereka hanya menjadi
subordinat dari perusahaan. Pribumi karena keterbatasan ilmu dan keterbatasan
ekonomi perlahan namun pasti menjual tanah ke pendatang, menjual ke
perusahaan. Kepala Desa tanda tangan penjualan tanah, surat tanah cukup sampai
di desa. Pemilik modal semakin kaya, pribumi yang tak bermodal, kurang ilmu
jadi kuli di negeri sendiri, akhirnya mengambil upah di tanah yang dulu ia miliki.
Rintihan orangtua pencari ikan, damar, dan rotan. ― Baguslah dulu saat
hutan kita masih rimba. Masuk ke hutan satu minggu untuk biaya hidup tiga
minggu berikutnya.‖ Tidak kalah menariknya cerita tentang pelarian pahlawan
nasional Tuanku Tambusai ke hutan Mahato hingga menyeberang ke Negeri
Sembilan takkan ada lagi bukti fisiknya karena hutan rimba sudah berganti
menjadi hutan sawit.
Tetangga Desa Mahato yaitu Desa Suka Damai, daerah transmigrasi sanak
saudara kita dari Pulau Jawa dengan kode daerah SKP F DK 5 F. Desa ini
menjadi tempat berlindung orang Mahato saat kampung mereka diserbu dan
dibakar oleh perusahaan TORGANDA. Cerita semacam ini bukan hanya terjadi di
PAPUA, di sini juga terjadi di Bumi Lancang Kuning Negri Hijau nan
Bermartabat. Penghasilan utama desa ini adalah getah karet dan kelapa sawit.
Komoditas utama desa adalah kelapa sawit. Masyarakat tidak mempunyai akses
menjual langsung hasil panen ke perusahaan. Hanya ada dua tempat penimbangan
hasil (TPH) atau bahasa kampungnya disebut ―RAM‖. RAM pertama milik
94

mantan Kepala Desa dan RAM kedua milik Kepala Desa yang baru. Setelah
ditelisik lebih jauh pemodal keduanya adalah pengusaha Cina. Melalui dua orang
yang paling berpengaruh di Desa itulah Cina menancapkan kuku-kuku kekuasaan
ekonomi dalam mengatur harga sawit bahkan lebih jauh lagi mengatur suksesi
kepemimpinan Desa. Tentu saja dengan modal yang tak terbatas dan dukungan
serikat pekerja sawit yang dimilikinya. Surveyor Cina yang datang dari
Malaysia, dari Jakarta mondar madir aja survey tanah, survey buah, survey lokasi
ke daerah ini. Mereka sudah memetakan Sumber Daya Alam sampai ke pelosok
negeri. Alumni KAMMI yang ada di sini (saya) hanya survei PILKADA, haha.
Sesekali ada juga yang datang dari Pekanbaru numpang nginap di tempat saya, tak
beranjak dari survey PILKADA, quick count. Mudah-mudahan nanti ada alumni
KAMMI yang datang untuk survey lahan eksplorasi Blok Rokan, survey ladang
minyak Blok Mahato.
Setelah lebih kurang tujuh tahun lamanya hidup di daerah perkebunan
kelapa sawit dengan segala suka dukanya maka datang pula waktunya beralih ke
daerah perbatasan provinsi Sumatera Barat – Riau tepatnya di Desa Koto Tuo
Kecamatan XIII Koto Kampar. Memang sudah suratan saya tinggal di ujung
negeri, sebelumnya di perbatasan provinsi Riau – Sumatera Utara sekarang di
perbatasan Riau – Sumatera Barat. Menariknya desa ini merupakan merupakan
desa pindahan dari desa lama yang terkena dampak genangan waduk Pembangkit
Listrik Tenaga Air (PLTA) Koto Panjang. Permasalahan pertama yang saya lihat
yaitu ramainya mobil pengangkut pasir dan batu sehingga jalan aspal jadi
berdebu, terkadang bahkan berumpur karena material yang diangkut bercampur
lumpur dan tanah. Tentu saja ini menimbulkan permasalahan baik dari segi
kesehatan juga dari segi keselamatan pengendara di jalan raya.
Bila diselidiki lebih jauh lagi perusahaan galian type C di sepanjang
aliran Sungai Kampar ternyata tidak ada yang memiliki izin resmi dari Gubernur
Provinsi Riau. Sehingga usaha ini bisa menjadi ladang ―kucing-kucingan‖ aparat
kepolisian, satpol PP, tentara dengan pelaku usaha. Bila setoran lancar usaha pun
lancar, bila setoran tidak lancar maka usaha pun tidak lancar. Gejolak demo
pemuda, mahasiswa dn masyarakat hanya sebentar. Setelah demo galian C ini
ditutup, tak lama setelah itu kembali beroperasi. Apalah daya masyarakat kecil ini
95

bila berhadapan dengan petinggi negeri yang sudah ambil bagian dalam usaha
galian C ini bukan hanya sebagai penerima setoran bahkan aparat secara nyata
juga ikut menjadi pemain langsung. Barangkali isu-isu seperti ini sudah
selayaknya menjadi perhatian kita bersama karena berjuang itu bukan hanya
menyampaikan khutbah, ceramah di mimbar, urusan PILKADA, PILEG dan
PILPRES yang gegap gempita. Bencana banjir, longsor,dan bencana ekologis
lainnya menanti bila galian C ini sengaja dibiarkan.
Bila kita layangkan pandangan dari pinggiran sungai Kampar ke arah
deretan perbukitan yang merupakan gugusan dari Pegunungan Bukit Barisan
meneteslah air mata bagi yang punya hati nurani. Tanah itu bukan milik kita lagi,
sudah berganti dengan kebun sawit si mata sipit, juga sudah berganti dengan
kebun sawit milik prajurit. Bagaimana bisa mereka mendapatkan tanah yang
begitu luas hingga mampu membuat perkebunan sawit di atas tanah ulayat ini.
Jawabannya sederhana ―dek pitih sagalo jadih, dek ameh sagalo bakeh.‖ Tanah itu
dulunya milik masyarakat, karena kebutuhan mendesak maka dijuallah tanah itu
kepada orang yang bisa membeli tanpa dikaji lagi siapa orang yang membeli.
Rupanya orang yang membeli itu sengaja ditugaskan oleh perusahaan tertentu
untuk melakukan pembebasan tanah. Semua aparat yang terlibat mulai dari
Kepala Desa, Niniak Mamak apakah tidak menyadari ratusan surat tanah yang
dikeluarkan atas nama yang berbeda akhirnya berada di tangan satu orang saja.
Tidak tahu atau pura-pura tidak tahu.
Masyarakat yang vocal mendapat intimidasi, bahkan dijemput tengah
malam oleh polisi, bukan polisi sektor kecamatan, bukan pula oleh polisi resor
kabupaten tapi langsung oleh POLDA. Siapa yang tahan diintimidasi begini tanpa
ada lembaga bantuan hukum yang mendampingi. Hilang nyali aktivis bila sudah
begini. Berani dan garang saat demo di kota, di tengah kawan-kawan yang
mendampingi. Lain cerita bila berjuang di ujung negeri, jauh dari liputan media,
jauh dari bantuan hukum, salah-salah bukan hanya berujung di jeruji besi tapi
nyawa terintimidasi. Saya rasa permasalahan tanah, konflik perusahaan dengan
masyarakat di semua tempat di Indonesia hampir sama. Butuh pejuang-pejuang
tangguh untuk berhadapan dengan kekuatan uang dan kekuasaan.
96

RUANG 4

RUANG EKONOMI
97

Hutang BUMN naik signifikan, namun tidak berefek


pada Keuntungan Negara

Oleh : Riyan Fajri

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan perusahaan milik negara


atau biasa disebut dengan perusahaan plat merah yang aktifitasnya berada
dibawah koordinasi Kementerian BUMN. Ratusan BUMN yang ada belakangan
menjadi sorotan, dikarenakan peningkatan hutang perusahaan yang sangat besar
dan signifikan. Hutang yang dimiliki keseluruhan BUMN semakin meningkat,
yakni tahun 2016 sebesar 4.240 Triliyun rupiah, Tahun 2017 sebesar 4.830
Triliyun rupiah dan tahun 2018 sebesar 5.613 Triliyun rupiah. Kenaikan yang
cukup besar pada porsi hutang setiap tahunnya bagi sebuah perusahaan.
Kenaikan hutang tersebut, disebutkan berdampak langsung pada keseluruhan aset
BUMN. Total Aset seluruh BUMN yang ada juga mengalami kenaikan yang
signifikan, yakni dari 6.524 Triliyun rupiah pada tahun 2016, lalu naik menjadi
7.210 Triliyun rupiah pada tahun 2017 dan terakhir pada pembukuan tahun 2018
menjadi 8.092 Triliyun rupiah. Kenaikan aset ini diklaim sebagai sebuah capaian
yang bagus bagi kementerian BUMN.
Namun yang harus dicermati adalah bagaimana efek dari penambahan
hutang dan aset tersebut pada kinerja BUMN secara umumnya. Ada beberapa
indikator yang bisa digunakan untuk melihat kinerja BUMN secara umum yang
tidak hanya melihat pencapaian penambahan aset saja.
Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja keseluruhan
BUMN adalah dengan melihat Debt Ratio (Debt to Asset Ratio). Semakin tinggi
nilai Rasio ini menunjukkan bahwa semakin besar aset yang dibiayai oleh hutang,
semakin tinggi resiko perusahaan menyelesaikan hutangnya dan semakin besar
beban Bunga yang ditanggung.
Nilai Debt Ratio dari keseluruhan BUMN dari tahun 2016 hingga 2018
mengalami terus peningkatan, yakni dari 0,650 tahun 2016, menjadi 0,670 pada
tahun 2017 dan di tahun 2018 menjadi 0,694. Hal ini menandakan bahwa semakin
besar aset BUMN yang dibiayai oleh hutang dari tahun ketahunnya. Jika nilai
rasio ini terus meningkat, maka resiko BUMN untuk membayar seluruh hutang
98

juga semakin tinggi dan beban bunga hutang yang harus dibayar juga semakin
besar. Semakin tinggi Debt ratio, menyebabkan bunga hutang semakin tinggi dan
hal ini akan menjadi beban bagi BUMN untuk tumbuh kedepan.
Selanjutnya, indikator yang juga bisa digunakan untuk mengukur kinerja
BUMN adalah Debt to Equity Ratio. Ketika nilai rasio ini meningkat artinya
sebagian aset perusahaan dibiayai oleh kreditor (pemberi hutang) dan aset tersebut
bukan berasal dari ekuitas (modal perusahaan sendiri). Hal ini merupakan trend
yang cukup berbahaya bagi sebuah perusahaan. Pemberi pinjaman dan Investor
biasanya memilih Debt to Equity Ratio yang rendah karena kepentingan mereka
lebih terlindungi jika terjadi penurunan kinerja perusaaan.
Nilai Debt to Equity Ratio dari BUMN terus meningkat setiap tahunnya.
Dapat dilihat, mulai dari nilai 1,856 pada tahun 2016, menjadi 2,029 pada tahun
2017 dan terakhir semakin tinggi menjadi 2,264 pada tahun 2018. Hal ini cukup
membahayakan bagi BUMN, karena setiap tahunnya penambahan Aset BUMN
berasal dari hutang, bukan dari keuntungan ataupun modal usaha BUMN.
Penambahan aset yang berasal dari hutang seharusnya tidak bisa disebut sebagai
sebuah pencapaian yang bagus dalam mengelola BUMN yang ada dan hal ini
perlu dievaluasi.
Indikator kinerja perusahaan yang terakhir adalah Rate of return on total
assets (ROA). ROA biasanya digunakan untuk mengukur seberapa
menguntungkan perusahaan dalam menggunakan asetnya. Nilai ini bisa
menggambarkan bagaimana sebuah perusahaan mampu mengkapitalisasi asetnya,
sehingga aset yang ada bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan Laba bersih bagi
perusahaan.
Dalam konteks BUMN, Nilai RoA dari tahun 2016 hingga 2018 tidak ada
perubahan signifikan dan malah cenderung menurun. Pada tahun 2016, nilai RoA
BUMN sebesar 0,025, lalu berubah sedikit menjadi 0,026 pada tahun 2017 dan
menurun kembali pada tahun 2018 menjadi 0.023. Hal ini pertanda bahwa
manajemen BUMN saat ini gagal dalam mengelola dan memaksimalkan aset
BUMN yang ada untuk menghasilkan keuntungan bagi negara. Padahal aset dan
hutang yang begitu besar, seharusnya bisa menghasilkan keuntungan yang besar
juga bagi BUMN dan negara.
99

Satu hal yang sangat disayangkan bahwa pertambahan jumlah hutang yang
sangat signifikan tahun 2016-2018 yaitu sebesar 1.373 Triliyun rupiah, yang
menyebabkan pertumbuhan aset yang cukup bagus, namun tidak berimplikasi
signifikan pada peningkatan keuntungan BUMN. Hal ini dapat dilihat dengan
jelas dari nilai ROA keseluruhan BUMN yang menjelaskan bahwa tidak ada
perubahan nilai yang signifkan.
Pengelolaan BUMN harus dievaluasi secara menyeluruh, hal ini berkaitan
dengan hutang yang semakin bertambah banyak namun tidak menghasilkan
keuntungan yang signifikan bagi BUMN dan negara. Hutang yang semakin
banyak yang mengakibatkan Debt Ratio semakin tinggi, sehingga BUMN harus
menanggung beban bunga hutang yang semakin besar juga. Selain itu resiko
BUMN untuk membayar hutang juga semakin tinggi, yang salah-salah resikonya
bisa menyebabkan BUMN gagal dalam membayar hutang yang ada. Disamping
itu, laba bersih yang dihasilkan oleh BUMN tidak bertambah signifikan, hal ini
dapat dilihat dari RoA yang cednerung stagnan dan menurun. Sangat disayangkan
sekali, BUMN yang mengambil resiko tinggi, namun tidak menghasilkan
keuntungan yang tinggi pula.
Dari analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa perlu evaluasi yang
menyeluruh dari keseluruhan BUMN yang ada dan juga Kementerian BUMN
yang menjadi penanggung jawab utama pengelolaan BUMN tersebut. Hal ini
dikarenakan, kebijakan untuk mengambil begitu banyak hutang tidak berdampak
signifikan pada keuntungan negara. Padahal keseluruhan BUMN tersebut
mengambil cukup besar resiko bisnis untuk hutang tersebut. Namun hutang yang
ada tidak maksimal dalam mengahasilkan keuntungan bagi negara.

Rangkuman Analisis Keuangan BUMN


BUMN TAHUN 2016 2017 2018
Asset 6524 7210 8092
Liabilitas 4240 4830 5613
Equitas 2284 2380 2479
Net Income 164 186 188
100

Debt Ratio (DAR) 0,650 0,670 0,694


Debt to Equity
(DER) 1,856 2,029 2,264
RoE 7,18% 7,82% 7,58%
Leverage Ratio 2,856 3,029 3,264
RoA 2,51% 2,58% 2,32%
101

Zakat, Solusi Ekonomi yang Menjadi „Polemik‟


Oleh : Indra Utama

Zakat merupakan salah satu ajaran Islam yang termaktub dalam rukun
Islam. Zakat terdiri dari zakat fitrah dan zakat maal. Seorang muslim wajib
mengeluarkan zakat jika sudah sampai haul dan nisabnya. Jika seorang muslim
yang tidak membayar zakat, padahal haul dan nisabnya sudah cukup, berarti ia
termasuk orang-orang tidak menjalankan rukun Islam. Di zaman khalifah pertama
Abu Bakar Assidiq, orang-orang yang tidak membayar zakat, diperangi sampai
mereka mau kembali membayar zakat.
Kategori tidak menjalankan rukun Islam, bukan hanya untuk orang yang
tidak mau membayar zakat, tetapi juga termasuk bagi orang-orang yang
menentang terlaksananya undang undang zakat yang sudah dikeluarkan oleh
pemerintah Indonesia termasuk turunan dari peraturan peraturan tentang zakat
didaerah berupa PERDA dan Surat Edaran Kepala Daerah.
Sebagaimana kita pernah mendengar berita tahun lalu, sebagian besar
anggota DPRD Provinsi Bengkulu menolak Raperda Zakat. Padahal Raperda
Zakat tersebut merupakan Raperda inisiatif para anggota dewan tersebut. Dari
total fraksi yang ada di DPRD provinsi, hanya 3 (tiga) fraksi yang setuju raperda
zakat, yaitu Fraksi Keadilan Pembangunan, yang merupakan gabungan dari partai
Keadilan Sejahtera dan Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi PAN dan Fraksi
Nasdem. Selebihnya menolak raperda yang sudah mereka buat sendiri, padahal
sebagian besar dari anggota fraksi tersebut adalah muslim, bahkan ada yang
mantan pejabat salah satu instansi keagamaan.
Seorang Muslim yang tidak menjalankan rukun Islam berarti ia telah
meruntuhkan tiang agamanya. Karena rukun Islam merupakan tiang-tiang bagi
sebuah bangunan Islam. Kedudukan seorang muslim dalam zakat hanya ada dua.
Sebagai muzakki, yaitu orang yang wajib mengeluarkan zakat atau sebagai
mustahik, yaitu orang yang berhak menerima zakat. Wacana pemotongan zakat
bagi seluruh ASN (aparatur sipil negara) yang mendapat respon negatif oleh
sebagian kecil oknum pejabat muslim, merupakan sebuah pertanyaan besar atas
pemahaman keIslaman mereka?
102

Mengapa demikian, bagaimana mungkin seorang muslim yang meyakini


rukun Islam, yang didalamnya ada zakat, menentang upaya pemerintah dalam
mengoptimalkan penghimpunan dana zakat tersebut. Apakah lagi jika itu
dilakukan oleh seorang pejabat. Apakah tindakan tersebut karena ketidak tahuan
atas ajaran Islam atau karena mau mencari popularitas saja, karena akhir-akhir ini
semua berbau Islam terkesan sering di kriminalisasi, termasuk melakukan
kriminalisasi para ulama-ulama dan para ustadz.
Ataukah ketakutan para oknum-oknum muslim tersebut karena adanya dalang
yang sangat kuat, yang takut Islam bangkit di bidang ekonomi sehingga kedepan
akan mengganggu perekonomian mereka. Tentunya ini masih sesuatu pendapat
yang sumir. Akan tetapi boleh juga dibuat simulasi terkait bagaimana potensi
zakat itu yang sebenarnya.
Dalam Islam, Zakat, Infaq dan Sedeqah merupakan bagian dari pilar-pilar
dalam ekonomi syariah. Pilar-pilar lainnya adalah sektor riil berupa barang dan
jasa, sektor moneter terdiri dari sektor perbankan dan sektor non perbankan,
sektor pasar modal dan pasar uang, serta sektor dana sosial keagamaan yang
terdiri dari sektor zakat, sektor haji dan sektor waqaf, infaq dan sedeqah.
Maka ketika semua sektor ini bergerak dinamis, maka ini akan menjadi
pendorong kebangkitan ekonomi Islam/ummat. Perekonomian yang selama ini di
dominasi oleh kalangan non muslim, akan mudah kembali dipimpin oleh ekonomi
syariah. Dengan catatan semua sektor berjalan dinamis dan didukung oleh semua
elemen ummat islam, termasuk kalangan akademisi.
Menurut beberapa penelitian yang pernah dilakukan oleh salah satu
universitas terkemuka di Indonesia bersama Baznas pusat, bahwa potensi zakat di
Indonesia setiap tahun adalah sekitar 287 Trilyun rupiah. Nilai 287 Trilyun ini,
bukanlah angka kecil yang main-main. Jika potensi zakat saja sudah 287 Trilyun,
berarti sebenarnya uang yang beredar di kaum Muslimin pada saat itu adalah 287
Trilyun X 40, hasilnya adalah 11. 480 Trilyun dengan angka ini, bukan saja para
mustahik atau orang miskin yang bisa dibantu, tetapi negara juga bisa dibantu.
Coba bandingkan dengan besaran APBN negara kita yang hanya sekitar tiga
ribuan trilyun.
103

Dari penelitian tersebut, Provinsi Bengkulu memiliki potensi zakat sebesar


953 M setahun. Sedangkan menurut penelitian dosen IAIN, potensi zakat Provinsi
Bengkulu adalah 18 M. Jika saja, kita mengacu pada penelitian IAIN tersebut
sebesar 18 M, maka sebenarnya uang yang beredar di tangan-tangan kaum
muslimin yang membayar zakat adalah sebesar 18 M X 40 = 72 Milyar.
Berdasarkan hasil laporan tahunan Baznas Provinsi Bengkulu, trend
tingkat penghimpunan zakat dari tahun ketahun semakin meningkat. Ini bisa kita
lihat, tahun 2015 total penghimpunan oleh Baznas Provinsi adalah 1,5 M, tahun
2016 total penghimpunan 1,8 M dan tahun 2017 total penghimpunan adalah 4,6
M, artinya terjadi kenaikan yang sangat besar. Sedangkan untuk total
penghimpunan baik oleh Baznas Provinsi dan Baznas Kabupaten untuk tahun
2017 adalah sekitar 10 M. Jika dana zakat yang berhasil dihimpun 10 M, artinya
uang yang beredar di para muzakki adalah sebesar 40 M, angka 40 M ini bukanlah
angka yang kecil untuk Provinsi Bengkulu.
Dari beberapa contoh dilapangan, secara umum Baznas yang mampu
menghimpun Dana zakat secara optimal dan besar adalah Baznas yang didukung
oleh kepala daerah dan unsur FKPD (forum komunikasi pimpinan daerah).
Bentuk dukungan tersebut berupa adanya PERDA (peraturan daerah tentang
pengelolaan zakat) serta Surat Edaran Bupati/Walikota atau Gubernur tentang
pemotongan gaji bagi muslim yang bersedia membayar zakat.
Untuk Provinsi Bengkulu, Kabupaten yang sudah memiliki Perda Zakat
dan Surat Edaran Bupati adalah Kabupaten Rejang Lebong dan Kabupaten
Bengkulu Selatan. Dari laporan yang disampaikan ke Baznas Provinsi, dua
kabupaten ini berhasil menghimpun dana zakat paling besar dibandingkan dengan
kabupaten lainnya yang belum memiliki perda dan surat edaran atau hanya
memiliki salah satunya. Selain itu dari sepuluh Kabupaten/Kota di Provinsi
Bengkulu, kabupaten yang belum memiliki pimpinan Baznas sesuai dengan
undang undang zakat yang terbaru adalah Kabupaten Lebong dan Kabupaten
Bengkulu Tengah.
Baznas Provinsi Bengkulu, seperti Baznas Provinsi dan Kabupaten
lainnya, bertekad membantu pemerintah daerah dalam menanggulangi
kemiskinan. Paling tidak berkontribusi satu persen dari total angka kemiskinan
104

didaerah yang bersangkutan. Angka kemiskinan di Provinsi Bengkulu berkisar 17


%. Dari angka tersebut jika dihitung secara kuantitatif berjumlah sekitar 350.000.
Dari Angka tersebut paling tidak Baznas Provinsi Bengkulu ikut serta
berpatisispasi mengentaskan 3.500 masyarakat miskin.
Dari hasil laporan tahun 2017, jumlah mustahik yang berhasil dibantu oleh
Baznas Provinsi lebih dari angka 4.000-an orang, angka 4000-an ini melebihi
angka satu persen dari keikutsertaan Baznas dalam membantu pengentasan
kemiskinan di Provinsi Bengkulu. Berdasarkan data yang ada angka kemiskinan
Provinsi Bengkulu berkisar sekitar 330.000-350.000 jiwa. Satu persen dari angka
tersebut adalah 3.300-3.500 jiwa/orang.
Bentuk-bentuk program yang dibantu diantaranya adalah Bantuan
Pendidikan, Beasiswa Pendidikan, Santunan Dhuafa, Bantuan Kesehatan, Bantuan
Modal Usaha, Santunan Da‘i, Bantuan Bedah Rumah, Bantuan Bencana, Bantuan
Mualaf, Gharim, Ibnu Sabil, Fisabilillah, Da‘i Baznas, Santunan Guru TPA. Oleh
karena peran pemerintah daerah dalam mengoptimalkan penghimpunan dana
zakat melalui terbitnya Perda Zakat dan Surat Edaran Kepala daerah, sangat
penting sekali. Semakin banyak dana zakat yang terhimpun, akan semakin banyak
juga saudara-saudara kita yang miskin terbantukan. Akan banyak anak-anak putus
sekolah yang terbantukan, akan banyak mustahik-mustahik yang terbantukan
dalam berusaha, akan banyak juga mustahik mustahik yang terbantukan dari
kelaparan.
Jadi bisa kita proyeksikan, jika penghimpunan dana zakat mampu
ditingkatkan secara optimal akan berdampak dari semakin banyaknya jumlah
saudara-saudara kita yang miskin terbantu. Jadi sebenarnya tidak ada alasan bagi
pemerintah daerah, tidak ada alasan bagi Gubernur, Bupati, Walikota,Kepala
Daerah, anggota Dewan, para pakar, para pejabat, untuk menolak Perda dan surat
edaran kepala daerah bahkan mungkin tidak mendukung terlaksananya undang
undang zakat tersebut. Apalagi jika para pejabat tersebut berkeinginan untuk
menjabat kembali periode berikutnya.
Boleh jadi nanti diantara mustahik-mustahik yang dibantu, merupakan
saudara saudara dari kita kita semua, paling tidak saudara satu daerah dan saudara
se-agama. Apakah kita bisa makan dengan tenang, sementara saudara saudara kita
105

di belahan daerah lain dalam kondisi kelaparan, tidak bisa sekolah, tidak bisa
berobat, dan sebagainya dalam kondisi kekurangan.
Ayo kita berzakat, supaya harta dan hati kita menjadi bersih dan berkah.
Dengan berzakat berarti ikut berpartisipasi dalam membantu saudara-saudara kita
yang berada dalam kekurangan. Membantu saudara saudara kita yang kelaparan,
membantu pendidikan anak-anak yang putus sekolah, membantu yang tidak bisa
berobat dan lain sebagainya. Tentunya membantu program pemerintah dalam
mengentaskan kemiskinan.
Ayo berzakat, maka ekonomi ummat akan bangkit.

Wallahu‟alam.
106

RUANG 5

RUANG PENDIDIKAN
107

ISLAMIC PARENTING SEX EDUCATION PATTERN OF PRE – AQIL


BALIGH IN MUHAMMADIYAH‟S FAMILY*

Merri Sri Hartatia dan Hardiansyahb


a
Fakultas Pendidikan dan Keguruan, Universitas Muhammadiyah, Bengkulu, Indonesia
merrisrihartatiqie@gmail.com
b
Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah,
Bengkulu, Indonesia
banghardibengkulu@gmail.com

ABSTRAC
The challenge of our education was the challenge for parents, school and society. It was
not only school responsibility, but according to Ki hajar Dewantara, family was central of
education. One of our education challenges was free sex which had effect as sexual
abuse, unwanted pregnancy and reproduction health. Islamic sex education in family
consists of : Embed shame on children, separating their beds, introducing Visiting Time
(asking permission in 3 times), Educated to maintain the cleanliness of the genitals,
introducing their brother and sister (mahram), Educated to keep their looking, educated
children not to do ikhtilat (Mixed up men and women), educated children not to do
khalwat (together with the opposite sex), educated to make up ethics, and ihtilam and
menstruation (Zulia Ilmawati in id.the asianparent.com, access on 5th February 2019).
This research aimed to gave description about Islamic sex education practice in
Muhammadiyah‘s Family. Its scope was pre aqil baligh period. The approach used in this
study is qualitative. The subjects of this study were children of the Muhammadiyah
Bengkulu organization management. Sample selection techniques use purposive
sampling, a technique of collecting data through interviews directly to the speakers. The
research data obtained were analyzed using descriptive data analysis techniques. The
results of the study show Islamic values in sex education pattern still touched firm in their
family, even though 11 values that described with Zulia Ilmawati was not all done it.
Key Word : Islamic Parenting, Sex Education, Pattern Of Pre–Aqil Baligh,
Muhammadiyah‘s Family

ABSTRAK
Tantangan pendidikan kita adalah tantangan bagi orang tua, sekolah, dan masyarakat.
Bukan hanya tanggung jawab sekolah, tetapi menurut Ki hajar Dewantara, keluarga
adalah pusat pendidikan. Salah satu tantangan pendidikan kita adalah seks bebas yang
terjadi seperti pelecehan seksual, kehamilan yang tidak diinginkan dan kesehatan
reproduksi. Pendidikan seks islami dalam keluarga terdiri dari: Menanamkan rasa malu
pada anak-anak, memisahkan tempat tidur mereka, memperkenalkan waktu
berkunjung(meminta izin dalam 3 waktu, menjaga kebersihan alat kelamin, mengenali
saudara mereka dan saudara perempuan (mahram), Dididik untuk menjaga pandangan
mereka, anak-anak yang berpendidikan tidak melakukan ikhtilat (Mencampur aduk laki-
laki dan perempuan), anak-anak terdidik untuk tidak melakukan khalwat (berdua dengan
lawan jenis), dididik etika dalam berdandan, ihtilam dan menstruasi (Zulia Ilmawati
dalam id.the asianparent.com, akses pada 5 Februari 2019). Penelitian ini bertujuan untuk
memberikan gambaran tentang praktik pendidikan seks Islam di Keluarga
Muhammadiyah. Batasannya adalah pada masa pra aqil baligh. Pendekatan yang
digunakan dalamn penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Subjek penelitian ini
adalah anak dari pengurus organisasi Muhammadiyah Bengkulu. Tekhnik pemilihan
Sampel menggunakan purposive sampling ,Tekhnik pengumpulan data melalui
108

wawancara langsung kepada narasumber. Data penelitian yang diperoleh dianalisis


dengan menggunakan tekhnik analisis data deskriptif. Hasil penelitian menunjukan
bahwa nilai-nilai Islam dalam pola pendidikan seks masih dipegang dengan kuat dalam
keluarga mereka, meskipun 11 nilai yang dijelaskan dengan Zulia Ilmawati tidak
semuanya dilakukan.
Kata kunci: Parenting Islam, Pendidikan seks, pre-Aqil Baligh, Keluarga
Muhammadiyah
INTRODUCTION

Suara Muhammadiyah (22 Maret 2017) menyebutkan bahwa Setiap anak


lahir dalam kondisi fitrah. Dalam teori Ilmu Jiwa Agama, fitrah dikategorikan ke
dalam fitrah ilahiyah (Qs Ar-Rum: 30) dan fitrah kemanusiaan (HR. Bukhari).
Fitrah kemanusiaan inilah yang lebih tepat disebut ―potensi‖ atau ―inborn‖—
meminjam teori pendidikan Progresivisme. Proses perkembangan potensi anak
lebih banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal. Pembentukan karakter dan
kepribadian anak ditentukan oleh pola interaksi dengan keluarga dan lingkungan
di sekitarnya. Sedangkan faktor‖ bakat bawaan‖ (hereditas) hanya bagian kecil
dari penentu proses pembentukan karakter dan kepribadiannya.
Pembentukan karakter dan kepribadian adalah hasil interaksi dengan
keluarga khususnya orangtua. Orangtua adalah pihak yang paling bertanggung
jawab terhadap pendidikan anak, termasuk pendidikan seks (Herlini Amran, 2019)
meskipun sebagian besar orangtua masih menganggap tabu membahas seks
kepada buah hati khususnya pada anak-anak pra-baligh. Diskusi mengenai seks
dan topik yang berkaitan dengan seks seringkali dianggap tabu karena
kepercayaan umum bahwa mengajarkan anak mengenai seks adalah bertujuan
untuk mendorong aktivitas seksual (Asekun-Olarinmoye, Dairo, & Adeomi,
2011). Hartati (2019) menyatakan bahwa Orangtua berpotensi menjadi sumber
informasi dan dukungan penting untuk anak-anak mereka dalam masalah seksual,
pada praktiknya banyak orangtua merasa bahwa mereka tidak memiliki
keterampilan dan kepercayaan diri untuk berperan langsung dalam hal ini.

Pendidikan seks merupakan upaya transfer pengetahuan dan nilai


(knowledge and values) tentang fisik-genetik dan fungsinya khususnya yang
terkait dengan jenis (sex) laki-laki dan perempuan sebagai kelanjutan dari
kecenderungan primitif makhluk hewan dan manusia yang tertarik dan mencintai
109

lain jenisnya (Roqib, 2008). Pendidikan seks telah menunjukkan beberapa


manfaat untuk orang muda, umumnya pada masa depan hidupnya. Sebagai
contoh, anak muda yang telah memperoleh pendidikan seks yang komprehensif
akan terhindar dari resiko kekerasan seksual, memiliki pasangan seks yang
sedikit, lebih sesuai dalam menggunakan perlindungan diri, dan jarang hamil pada
usia remaja (Robinson, Smith, & Davies, 2017).

Penyebab terjadinya penyimpangan seksual, terdapat beberapa faktor


pendukung yang mampu mendorong seseorang ataupun anak mengidap
penyimpangan seksual. Rita Pranawati, SS MA, Sekretaris Komisi Perlindungan
Anak Indonesia mengatakan bahwa dari beberapa kasus yang ditemukannya,
penyebab anak di kemudian hari mengalami penyimpangan seksual itu sangat
beragam. Sebagai contoh, berdasarkan kasus yang ditemukannya, penyimpangan
itu disebabkan karena riwayat anak menjadi korban kekerasan seksual. Selain
faktor kekerasan seksual, Rita pun menyebutkan bahwa faktor kemungkinan
kedua adalah kesalahan pengasuhan oleh orang tua. Rita menekankan bahwa
kesalahan ada di tindakan asuh orang tua atau orang tua itu sendiri. Bukan karena
anak yang memiliki pilihan untuk berperilaku seksual menyimpang, namun
karena adanya stimulus yang menjadikan anak cenderung memiliki perilaku
seksual menyimpang. Selain akibat kekerasan seksual dan faktor asuhan keluarga,
Rita pun menambahkan bahwa lingkungan dan gaya hidup mampu menjadi
pemicunya. Untuk itu, betapa pentingnya perlindungan yang dilakukan orang tua
kepada anak dalam menangkal pengaruh-pengaruh seperti ini. Orang tua kerap
kali melakukan pola komunikasi yang kurang pas terutama terhadap fase
perkembangan anak. Baik anak saat dalam kandungan, bayi, balita, anak-anak,
remaja, hingga dewasa. Tidak sedikit orang tua yang menerapkan pola
komunikasi terhadap anak yang cenderung kaku dan mengekang. Akibatnya anak
merasa canggung ketika ingin mengatakan sesuatau terhadap orang tuanya.
―Untuk itu, pola komunikasi orang tua dan anak adalah kunci utama dalam
menjalankan proses membesarkan, mendidik, dan mengasuh anak,‖ tandas Rita
(Suara Muhammadiyah, 26 Feb 2016)
110

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang praktik


pendidikan seks Islam di Keluarga Muhammadiyah yang ada di Bengkulu
berdasarkan 11 pokok pendidikan seks menurut Zulia Ilmawati.
Zulia Ilmawati seorang Psikolog pemerhati masalah anak dan remaja dalam
tulisanya pendidikan seks untuk anak-anak menyebutkan ada 11 pokok-pokok
pendidikan seks secara praktis yang bisa diterapkan pada anak sejak dini, yaitu:
(1) menanamkan rasa malu, (2) menanamkan jiwa maskulinitas ada anak laki-laki
dan jiwa feminism pada anak perempuan, (3) memisahkan tempat tidur mrereka,
(4) mengenalkan waktu berkunjung (meminta izin dalam 3 waktu), (5) mendidik
menjaga kebersihan alat kelamin, (6) mengenalkan mahram-nya, (7) mendidik
anak agar selalu menjaga pandangan, (8) mendidik anak agar tidak melakukan
ikhtilat, (9) mendidik anak agar tidak melakukan khalwat, (10) mendidik etika
berhias, (11) ihtilam dan haid.

MATERIALS AND METHODS

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yaitu


penelitian yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Subjek
penelitian ini adalah anak dari pengurus organisasi Muhammadiyah Bengkulu.
Tekhnik pemilihan Sampel menggunakan purposive sample yaitu sampel yang
dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan pada random, starta
atau daerah melainkan didasarkan pada tujuan tertentu. Arikunto (2006),
Notoatmodjo (2010) dan Sugiyono (2010) manyatakan bahwa purposive sample
adalah Teknik pengambilan sampel berdasarkan suatu pertimbangan tertentu yang
berfokus pada tujuan penelitian. Tekhnik pengumpulan data melalui wawancara
langsung kepada narasumber. Data penelitian yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan tekhnik analisis data deskriptif.

RESULTS AND DISCUSSIONS

Penelitian ini melibatkan sepuluh (10) orang narasumber yang memiliki


orangtua aktif sebagai pengurus organisasi muhammadiyah di Bengkulu baik itu
ayah ibu nya atau hanya salah satu dari kedua orangtua narasumber. 10
111

narasumber ini juga terlibat aktif dalam organisasi ortonom Muhammadiyah


seperti ortom Pemuda Muhammadiyah (PM), Nasyiatul ‗Aisyiyah (NA),
‗Aisyiyah, Tapak Suci Pemuda Muhammadiya, Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah (IMM). Ke 10 narasumber ini merupakan remaja-dewasa yang
saat ini telah bekerja sebagai guru, dosen, hakim PA dan anggota TB Care
Aisyiyah serta satu (1) responden yang masih menempuh pendidikan S1.

Hasil wawancara langsung kepada narasumber tentang pola asuh Islami


pendidikan Seks dari orangtua pada masa pre-baligh dapat dilihat pada tabel
berikut:

Tabel: wawancara pengasuhan pendidikan seks dalam keluarga usia pre-aqil baligh

Pertanyaan Narasumber
SH NV MS ETP HMA V IA MDI F
Usia berapa Sebelum 7th Sejak 3th 4th 7th 10th 4th Sudah
sudah TK (4th) kecil pisah
berpisah tempat
tempat tidur tidur
(baik dari sejak
ortu atau kecil
saudara
berbeda
jenis
kelamin)?
Apakah Ibu Guru Ayah Ibu Ibu Guru Ayah Ibu Ayah &
ayah atau ngaji & ibu PAI di ibu
ibu yang sekola
mengajarka h
n tentang
Ihtilam
(mimpi
basah) dan
Haid?
Sampai usia 4th 4th 2th 3th 3th 5th 5th 4th 5th
berapa
masih
dimandikan
oleh
orangtua?
Batasan 5th 8th 5th 5th 6th 15th 7th 6th 10th
pertemanan
dengan
lawan jenis
diberitahu
pada usia
berapa?
Pernahkah Pernah, Belu Sejak Pernah, Pernah, Perna Pernah, Iya Iya,
merasakan dari ibu. m TK diajarka dari ibu. h, seperti ibu, setiap
pendidikan Tapi ayah pern sudah di n ibu. Karena untuk memas hingga melihat
seks dari selalu ah edukasi Sebab ayah selalu uki usia usia atau
112

orangtua? melarang bahwa usia saat menja baligh, dewas menden


Dan siapa ami sejak tidak menjela HMA ga mandi a gar
yang kecil ada ng berusia etika wajib, sudah informa
menyampaik tidur di yang baligh menjela pada batasan diskus si
an? depan tv, boleh ayah ng saat sentuha i negative
kalau pegang sedang baligh bersa n secara seputar
tertidur area tugas sedang ma terhada terbuk seks
akan dada belajar banyak wanit p lawan a akan
digendon dan di luar tugas a jenis denga selalu
g pndah dibawah provinsi ditempa n ayah diingatk
kekamar perut. sehingg t kerja. dan an
karena Hingga a ibu jangan
anak menjela kounika serta sampai
perempua ng si dan saudar melakuk
n dilarang nikah edukasi a an hal
tidur masih lebih kandu tersebut
disembar sering banyak ng saat
ang diingatk diperole lainya dewasa
tempat an h dari
tentang ibu
pergaul
n lawan
jenis

Tabel hasil wawancara diatas menunjukan bahwa semua narasumber sudah


tidur berpisah baik dari orangtua maupun saudara yang berbeda jenis kelamin
sejak usia dini (2th -4th) meskipun berada dalam satu kamar yang sama, namun
tempat tidur sudah dipisah.

Pemberian informasi seputar ihtilam (mimpi basah) dan haid (menstruasi)


lebih banyak diberikan secara langsung oleh ibu, meskipun ada yang diberikan
juga oleh ayah namun jumlahnya lebih sedikit disbanding ibu, adapun guru
mengaji dan guru agama juga hanya satu narasumber saja.

Narasumber sudah mulai mandiri dalam bersuci (mandi) pada rentang usia
yang cukup dini yaitu 3th-5th . hal ini bisa dimaknai bahwa tanpa sadar bahwa para
narasumber sudah mampu membersihkan organ reproduksi nya sesuai dengan usia
perkembanganya saat itu. Mandi secara mandiri merupakan bagian dari
pendidikan seks diusia dini, ini merupakan bagian dari keberhasilan peran
orangtua didalam keluarga. Pemahaman tentang seks dapat dilakukan melalui
pendidikan baik dari keluarga maupun di sekolah. Peran keluarga khususnya
orangtua penting dalam mengenalkan pendidikan seks usia dini pada anak
(Ardianti, 2017).
113

Pengenalan dan pembatasan pergaulan lawan jenis, masing-masing


narasumber dalam kategori usia sekolah dasar sudah dikenalkan oleh orangtua
mereka yang dalam hal ini mereka adalah orangtua yang terlibat aktif dalam
struktur organisa Muhammadiyah yang ada di Bengkulu.

Persoalan pendidikan seks yang lebih luas (pertanyaan ke-5) didapatkan oleh
narasumber dari orangtua secara langsung, dari hasil wawancara mendalam antara
peneliti kepada narasumber diperoleh informasi bahwa setelah mereka berusia
remaja, orangtua mereka sudah lebih terbuka dalam persoalan seks dalam bentuk
diskusi apalagi saat mereka memasuki usia siap menikah. Informasi seputar seks
biasanya mereka terima saat duduk bersama bercengkrama bersama anggota
keluarga lainya. Sekalipun ibu tetap mendominasi sebagai sumber informasi,
namun ayah juga mengambil peran dalam bentuk ketegasan dalam hal pola asuh
sesuai jenis kelamin. Dalam hal ini yang dimaksudkan dalah pada pemilihan
permainan, missal: anak perempuan di beri boneka, mengenakan mukena saat
kemasjid atau minimal mengenakan jilbab sedangkan pada anak laki-laki di
berikan permainan yang bersifat maskulin seperti pistol, mobil-mobilan dan
sejenisnya. Disisi lain larangan menangis pada anak lelaki juga diterapkan ayah,
sebagai wujud menegaskan bahwa anak laki-laki memikul amanah lebih berat
dikemudian hari sebagai imam dan tempat berlindung saudara perempuanya
sehingga dilarang menjadi pribadi yang cengeng.

Ada satu narasumber sejak kecil hingga menikah dan saat ini telah memiliki
anak namun sama sekali belum pernah menerima edukasi pendidikan seks secara
langsung dari orangtuanya dalam hal ini ibu (narasumber sejak kecil sudah
ditinggal ayahnya/meninggal dunia), ini bisa disebabkan karena sang ibu di
sibukkan oleh pekerjaan untuk membesarkan anak-anak sebagai seorang single
parent dan disisi lain sang narasumber juga sempat tinggal di panti asuhan
sehingga tidak memperoleh informasi pendidikan seks secara langsung dari sang
ibu.

Pendidikan seks adalah perlakuan sadar dan sistematis di sekolah, keluarga,


dan masyarakat untuk menyampaikan proses perkelaminan menurut agama dan
yang sudah diterapkan oleh masyarakat. Intinya pendidikan seks tidak boleh
114

bertentangan dengan ajaran agama (Alya Andika, 16: 2010). Sedangkan menurut
Merri dan Hardi (2018) Pendidikan seks adalah salah satu pengetahuan yang
wajib di ketahui dan dipahami oleh semua anak, semakin dini anak mengenal
tentang tubuhnya maka akan semakin baik pula anak menjaga bagian tubuh
sensitifnya.

Pengertian pendidikan seks dalam islam adalah pendidikan tentang tingkah


laku yang baik (berakhlak) berhubungan dengan seks. Jadi, pendidikan seks dalam
arti keilmuan (seksologi), yang terpenting dalam pandangan islam adalah
bagaimana penanaman nilai-nilai moral agama, serta akidah yang kuat dalam
pendidikan seks tersebut. harapannya, anak mampu tumbuh dengan kematangan
seksual yang berlandaskan pada kekuatan iman, kebersihan jiwa, dan ketinggian
akhlak (El-Qudsy, 2012). Sedangkan Zulia Ilmawati (2004) menyatakan bahwa
Pendidikan Seks Islam adalah upaya pengajaran, penyadaran, penerangan tentang
masalahmasalah seksual yang diberikan kepada anak sejak ia mengerti masalah-
masalah yang berkenaan dengan seks, naluri, dan perkawinan. Dengan begitu.
Jika anak telah dewasa, ia akan dapat mengetahui masalah-masalah yang
diharamkan dan yang dihalalkan, bahkan mampu menerapkan perilaku Islami dan
tidak akan memenuhi naluri seksualnya dengan caracara yang tidak Islami.

Konsep seksualitas dalam Al-Quran dan Hadist dari hasil penelitian Salma
& Beni Firdaus (2016) ada Hasil kajian penelitiannya menunjukkan bahwa:

1. lafal-lafal seksualitas dalam al-Qur‗an dan Hadis jumlahnya banyak dan


tersebar dalam berbagai surat dan kitab-kitab Hadis. Lafal-lafal al-Qur‘an dan
Hadis membicarakan beragam aspek seksualitas, baik dari segi anatomi
maupun dari segi psikologi. Ada yang dijelaskan secara terperinci, seperti
proses reproduksi dan hubungan-hubungan seksual yang dilarang, dan ada
yang disebutkan secara umum saja, seperti kelainan seksual. Konteks setiap
lafal ada yang sama dan ada yang berbeda. Adakalanya lafal seksualitas
ditemukan dalam konteks taharah (bersuci) seperti penyebutan organ penis (
.)‫ذك ر‬Ditemukan juga dalam konteks ibadah seperti mencium ( )‫ال ق ب لة‬isteri
dalam keadaan sedang berpuasa. Ditemukan juga lafal seksualitas dalam
konteks hudud (hukuman), seperti larangan berzina dan melakukan hubungan
115

seksual sejenis. Ditemukan juga lafal seksualitas dalam konteks nikah, cerai,
adabmoral, diyat dan lain-lain. Bahkan ditemukan lafal dalam al-Qur‗an yang
membicarakan teknik ( )‫ ش ئ تم أن ى‬dalam melakukan hubungan seksual yang
dijelaskan oleh Hadis dan tafsir secara gamblang. Lafal yang paling banyak
ditemukan adalah tentang hubungan seksual, baik hubungan seksual yang
dibolehkan, maupun hubungan seksual yang dilarang. Hal mendasar lain
dalam lafal-lafal seksualitas adalah, sifat akhlak yang melekat pada setiap
aturan dalam artian di mana ada lafal seksual di situ, tercermin akhlak atau
nilai perilaku seksual seseorang.Vol. 12 No. 1 Juni 2016
2. Kedua, lafal-lafal seksualitas dalam Hadis umumnya telah didahului
petunjuknya dalam al-Qur‗an secara umum dan Hadis berfungsi sebagai
penjelasnya. Selain itu, juga didapati lafal seksualitas dalam Hadis-hadis yang
tidak disebutkan dalam al-Qur‗an secara jelas. Misalnya, Al-Qur‗an
menyebutkan tentang dua jenis kelamin yaitu ‫ال ذك ر‬dan ‫األن ثى‬dan Hadis
menyebutkan satu jenis tambahan yaitu berkelamin ganda ( .)‫ال خ ن ثى‬Dalam
Hadis juga ditemukan lafal tentang khitan dan kontrasepsi ( .)‫ال عزل‬Secara
umum, gambaran Hadis tentang seksualitas lebih terbuka dan terperinci
dibanding penjelasan al-Qur‗an kecuali pada lafal-lafal tertentu.
3. Ketiga, pengelompokan konsep seksualitas dilakukan berdasarkan
kategorikategori yang unsur-unsurnya memiliki keterkaitan. Konsep-konsep
tersebut digambarkan berdasarkan teori seksualitas dan menyatukannya
dengan alur pikir penafsiran Hadis dan ahli tafsir tentang makna lafal.
Kategori itu adalah psikologi seksual dan fisiologi seksual yang terdiri dari
kategori: organ seksual laki-laki dan perempuan, hubungan seksual,
teknik/cara melakukan hubungan seksual, kelainan dan penyimpangan
seksual, rangkaian proses terjadinya hubungan seksual, perkembangan seksual
perempuan dan proses reproduksi manusia.
Melalui pendidikan seks, anak akan memiliki pengetahuan mengenai
tubuhnya, kesadaran yang baik, dan hubungan interpersonal yang tepat, mampu
membedakan identitas diri dan peran seks, pengetahuan tentang fungsi generatif,
dapat melindungi diri dari kekerasan, meningkatkan stabilitas emosi dan
kesehatan, dan kepribadian yang saling menghormati (Kakavoulis:1998).
116

Anak usia dini (0 – 8 tahun) adalah individu yang sedang mengalami proses
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Bahkan dikatakan sebagai
lompatan perkembangan karena itulah maka usia dini dikatakan sebagai golden
age (usia emas) yaitu usia yang sangat berharga dibanding usia-usia selanjutnya.
Usia tersebut merupakan fase kehidupan yang unik. Jangan biarkan anak
terkontaminasi pesan non verbal yang keliru hanya karena orang tua tidak mampu
mengikis keresahannya setiap kali membiacarakan seks. Sangat disarankan agar
selaku orang tua kita lebih dulu melepaskan diri dari semua persepsi seks dewasa
yang erotis dan mesum ketika menginformasikannya pada anak agar anak tidak
menangkap pesan yang keliru.

Keterlibatan aktif orangtua dalam pendidikan seks membuat anak menguasai


lebih banyak pengetahuan mengenai terminologi genital yang sesuai jika
dibandingkan dengan pendidikan seks yang diajarkan oleh guru (Kenny, Reena,
Ryan, & Runyon, 2008). (Pop & Rusu, 2015) mengindikasikan bahwa orangtua,
meskipun secara naluri rela mengambil tugas dalam mendidik anak mereka,
banyak dari orangtua memerlukan dukungan yang mencakup dukungan informasi,
motivasi, dan strategi yang dapat membantu orangtua dalam memberikan
pendidikan seks pada anak.

Peran ibu bagi anak-anaknya, antara lain: a. Membina keluarga sejahtera


sebagai wahana penanaman nilai agama, etik dan moral serta nilai-nilai luhur
bangsa, sehingga memiliki integritas kepribadian dan etos kemandirian yang
tangguh. b. Memperhatikan kebutuhan anak (perhatian/ atensi, kasih sayang,
penerimaan/ acceptance, perawatan/care, dan lain-lain) c. Bersikap bijaksana
dengan menciptakan dan memelihara kebahagiaan, kedamaian dankesejahteraan
yang berkualitas dalam keluarga serta pemahaman atas potensi dan keterbatasan
anak. d. Melaksanakan peran pendamping terhadap anak, baik dalam belajar,
bermain dan bergaul, serta menegakkan disiplin dalam rumah, membina
kepatuhan dan ketaatan pada aturan keluarga. e. Mencurahkan kasih sayang
namun tidak memanjakan, melaksanakan kondisi yang ketat dan tegas namun
bukan tidak percaya atau mengekang anggota keluarga. f. Berperan sebagai kawan
terhadap anak-anaknya, sehingga dapat membantu mencari jalan keluar dari
kesulitan yang dialami anak-anaknya. g. Memotivasi anak dan mendorong untuk
117

meraih prestasi yang setinggi tingginya. Semua itu dilaksanakan dengan


ketulusan, kesabaran dan konsisten dengan komitmen semata-mata demi
kesuksesan dan kebahagiaan anak.

Penelitian Raudhoh menemukan bahwa orang-orang yang berpartisipasi


dalam aktivitas agama mempunyai kesadaran yang tinggi tentang kebermaknaan
dan kekuatan (2017). Dalam hal ini penguatan moral dalam hubungan lawan jenis
telah ditanamkan sejak usia sedini mungkin.

Jika orangtua dapat membangun komunikasi yang baik dan harmonis,


permasalahan anak-anak dan remaja seperti penyimpangan seksual dan kekerasan
seksual dapat diminimalisir bahkan tidak akan muncul. Orangtua yang melupakan
tanggungjawabnya dan tertutup untuk masalah-masalah yang berkaitan dengan
seks, akan berakibat pada anak mencari akses informasi sendiri sebagai sumber
pengetahuan seputar seks yang dapat menyesatkan pemahaman mereka sendiri
jika salah memperoleh informasi.

Sudah saatnya orangtua terbuka, tidak lagi berpikir dan memandang


pendidikan seks dan membicarakan seks sebagai sesuatu hal yang tabu terkhusus
pada masa tumbuh kembanga anak menjelang baligh, sebab pendiidkan seks
bukanlah sesuatu yang hal yang dapat berakibat kenegatifan bagi anak melainkan
sebaliknya pendidikan seks dapat membantu anak dalam mengatasi persolan
hidupnya yang berhubungan dengan seks saat mereka tumbuh remaja dan dewasa.

Tidak kala penting adalah orangtua membekali diri dengan informasi seputar
pendidikan seks yang disesuaikan dengan usia perkembangan anak serta apa saja
yang seharusnya dilakukan orangtua saat anak-anak mereka menuju masa
pubertas karena pubertas adalah fitrah yang akan di alami oleh setiap anak-anak
menuju aqil balighnya. Menjadi orangtua yang siap menumbuhkan fitrah
seksualitas dalam diri anak agar kelak dikemudian hari anak-anak tidak
mengalami penyimpangan seksual dimasa depanya.
118

CONCLUSION

Nilai-nilai Islam dalam pola pendidikan seks masih menyentuh dengan kuat dalam
keluarga mereka, meskipun 11 nilai yang dijelaskan dengan Zulia Ilmawati tidak
semuanya dilakukan seperti: memisahkan tempat tidur sejak usia dini, mandi
sendiri sejak anak usia 3th, mengenalkan tentang Batasan pergaulan antara laki-
laki dan perempuan, mengenalkan konsep aurat dalam Islam serta berani
mendiskusikan seputar seks saat mereka mulai remaja.

ACKNOWLEDGMENTS (11, SPASI 1)


Thank you the author, say to the speakers who have been willing to take the time to share.
And thanks to the University of Muhammadiyah Bengkulu as the party who organized an
international seminar

REFERENCES
Amran, H. (2019). Pubertas Sebagai Salah Satu Proses Fitrah Seksualitas. Diakses 2019 reiveted
https://catcheighteen.wordpress.com/category/institut-ibu-profesional-2/page/3/

Andika, Alya. 2010. Bicara Seks Bersama Anak. Yogyakarta: Galang Press.
.2010. Ibu, Dari Mana Aku Lahir? Cara Cerdas Mendidik Anak Tentang Seks.
Yogyakarta: Pustaka Grhatama.

Ardianti, S. D., & Ristiyani, R. (2017). Pemahaman Pendidikan Seks Usia Dini Melalui Modul
Anggota Tubuh Manusia. Jurnal Pendidikan Sains (JPS), 5(2), 65-70.

Asekun-Olarinmoye, E. O., Dairo, M. D., & Adeomi, A. A. (2011). Parental attitudes and
practice of sex education of children in Nigeria. International Journal of Child
Health & Human Development, 4(3), 301–307
El-Qudsy, Hasan. 2012. Ketika Anak Bertanya Tentang Seks, Panduan Islam Bagi Orang
Tua Mendampingi Anak Tumbuh Menjadi Dewasa. Solo: Tinta Medina.
Hartati, MS. (2019). Panduan Model Parenting Pendidikan Seks Berbasis Budaya.
Yogyakarta: K-Media Pustaka.
Hartati, MS dan Hardiansyah. (2018). Tantangan Dan Masa Depan Pendidikan Seks
Anak Usia Dini (Studi Kasus Paud Langit Biru Bengkulu). Prosiding Seminar
Nasional Pendidikan Guru PAUD ―Pendidikan Anak Usia Dini Menyongsong Abad
XXI‖. Halm 13-16. Bengkulu, 31 Oktober 2018.
Kakavoulis, A. (1998). Early childhood sexual development and sex education: A survey
of attitudes of nursery school teachers. European Early Childhood Education
Research Journal, 37–41. https://doi.org/10.1080/13502939885208241
Kenny, M. C., Reena, R., Ryan, E. E., & Runyon, M. K. (2008). Child sexual
abuse: From prevention to self-protection. Child Abuse Review, 17, 36–54.
https://doi.org/10.1002/car.
119

Listiyana, A. (2012). Peranan ibu dalam mengenalkan pendidikan seks pada anak usia
dini. EGALITA.
Muhayati, S. (2016). Pola Asuh Dialogis Dan Metode Individual Dalam Pendidikan Seks
Islam Pada Pendidikan Agama Terhadap Sikap Anak Berbusana Sesuai Dengan
Jenis Kelaminnya. Counsellia: Jurnal Bimbingan dan Konseling, 2(1).
Pop, M. V., & Rusu, A. S. (2015). The role of parents in shaping and improving
the sexual healtg of children-lines of developing parental sexuality education
programmes. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 395–401.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.11.210
Raudhoh. (2017). Peran Keluarga Dalam Pendidikan Anak Usia Dini. Harkat an-Nisa:
Jurnal Studi Gender dan Anak, Vol. II, No. 1.
Robinson, K. H., Smith, E., & Davies, C. (2017). Responsibilities, tensions and ways
forward: parents‘ perspectives on children‘s sexuality education. Sex Education,
1–15. https://doi.org/10.1080/14681811.2017.1301904
Roqib, M. (2008). Pendidikan seks pada anak usia dini. Jurnal Pemikiran Alternatif
Pendidikan, 13(2), 1–12.
The Asianparent Indonesia. 2019. Bagaimana Pendidikan Seks dalam Perspektif Islam?
https://id.theasianparent.com/pendidikan-seks-dalam-perspektif-islam
Zulia Ilmawati, Pendidikan Seks Untuk Anak, hhtp://hizbut
tahrir.or.id/main.php?page=alwaie&id=204

* Tulisan telah dipresentasikan dalam seminar Internasional Tanwir


Muhammadiyah di Bengkulu Februari 2019
120

MEMBANGUN KOMUNIKASI ILMIAH DI PERGURUAN TINGGI


MELALUI REPOSITORY INSTITUSI
Oleh: Sutriono22

Pada tanggal 11 Juli 2017 yang lalu, di UPT Perpustakaan


Institut Pertanian Bogor (IPB) telah dilaksanakan seminar
dan knowledge sharing tentang hasil-hasil penelitian yang
dilakukan oleh pustakawan Institut Teknologi Bogor
khususnya, dalam pidato pengantarnya salah seorang
pustakawan senior yaitu Bapak Ir. Abdul Rahman Saleh,
M.Si mengatakan bahwa ―Perpustakaan dan pustakawan
saat ini tidak terbebas dari persoalan, bahkan menurut saya perpustakaan dan
pustakawan sedang menghadapi persoalan besar. Perpustakaan mendapat pesaing
yang menurut saya sangat berat dan bahkan lawan tidak seimbang yaitu hadirnya
internet dan media sosial. Ketika pemakai perpustakaan (yang kita sebut sebagai
pemustaka) mengakses jurnal online, maka pemustaka tersebut bisa mengatakan
mendapatkan informasi dari internet, sekalipun langganan ke pustaka online
tersebut dilakukan oleh perpustakaan. Mereka tidak perduli siapa yang
melanggan. Yang mereka tahu adalah mereka mengakses informasi tersebut
melalui internet yang pasti tidak harus datang ke perpustakaan. Selain itu banyak
sekali situs-situs gratis yang menyediakan informasi bermutu yang tentu saja
aksesnya tidak memerlukan perpustakaan. Inilah kompetitor perpustakaan yang
membayang-bayangi eksistesi perpustakaan. Yang pasti pemangku kepentingan
perpustakaan sekarang sudah mulai meminggirkan atau memarginalkan
perpustakaan. Lihatlah beberapa LPNK dan Kementerian yang melakukan
perubahan nama dan mengecilkan peran perpustakaan. Bukan tidak mungkin,
suatu saat nanti nama perpustakaan tersebut menghilang dari nomenklatur
kelembagaan di Indonesia.
Pernyataan kegelisahan dan kehawatiran tersebut diatas ada benarnya
mengingat bahwa saat ini antara dunia perpustakaan dan dunia teknologi
22
Pustakawan pada Pascasarjana IAIN Bengkulu, Ketua Ikatan Pustakawan Indonesia Provinsi
Bengkulu periode 2017-2020 dan juga alumni KAMMI Komisariat IAIN Bengkulu tahun 2002.
121

informasi harus sudah saling seiring sejalan untuk melengkapi. Oleh karena itu,
untuk mengimbangi perkembangan ilmu dan teknologi yang tumbuh dan
berkembangnya sangat cepat sekali melalui temuan-temuan baru ini maka
perpustakaan dipaksa untuk turut andil mengambil peran dalam setiap aspeknya
diantaranya melalui bangunan Repository Institusi (IR) . Karena bila ledakan
sumber informasi ini tidak diantisipasi akan mengakibatkan banyak orang sangsi
dengan keberadaan perpustakaan khusunya Perpustakaan Perguruan Tinggi, yang
sejak awal merupakan tempat rujukan informasi terpercaya yang tidak ada
tandingannya dalam komunikasi ilmiah akademik (Scholary Communication)
sebagaimana dijelakan Pasal 24 ayat 1-4 UU RI nomor 43 tahun 2007
mencantumkan dengan jelas bahwa tujuan pengembangan perpustakaan perguruan
tinggi adalah menyelenggarakan perpustakaan sebagai pusat sumber belajar yang
memenuhi standar nasional perpustakaan dan memperhatikan standar nasional
pendidikan, yang berkembang dalam mendukung pelaksanaan pendidikan,
penelitian dan pengabdian masyarakat, dengan memiliki koleksi yang mencukupi
kebutuhan semua peserta pemustaka serta mengembangakan layanan
perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Selain itu pada hari
ini keberadaan internet mampu menggeser paradigma masyarakat mengenai
informasi sehingga internet jugalah yang akhirnya membuat perpustakaan
kehilangan ruhnya karena pemikiran masyarakat untuk menggunakan sarana
paling mudah, murah, cepat, dan tanpa batas dalam mengakses informasi.
Kemudian timbul pertanyaan, apakah perpustakaan perguruan tinggi
mampu menjadi sarana atau wadah bertemu dan berjalannya komunikasi ilmiah
sebuah institusi perguruan tinggi? apakah perpustakaan perguruan tinggi mampu
menjadi pendobrak paragdigma konvensional yang selama ini telah berjalan
bertahun-tahun lamanya? Jawaban dari pertanyaan ini sebenarnya singkat dan
padat yaitu ―mampu‖, tinggal adakah kemauan dari para stakeholder untuk
mendukung repository ini mulai dari regulasi aturan main, sarana dan perangkat
pendukung.
122

Definisi Repository Institusi (IR)


Institutional Repositories (IR) merupakan salah satu jenis dari koleksi
elektronik. IR atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah ―simpanan
kelembagaan‖ merupakan sebuah kegiatan yang menghimpun dan melestarikan
koleksi digital yang merupakan hasil karya intelektual dari sebuah komunitas
tertentu (Pendit, 2008: 137). Beberapa waktu terakhir timbul sebuah ketertarikan
antar perpustakaan khususnya mengenai pengaturan akademis yang mencakup
konsep dari IR. Pada abad ke-21 IR mengalami pertumbuhan yang sangat ekstrim.
Khusus untuk jenis perpustakaan perguruan tinggi koleksi repositori berkembang
dengan cepat. Langkah yang diambil oleh perpustakaan untuk mendigitalisasikan
koleksi tidaklah mengherankan mengingat biaya perawatan yang dikeluarkan
perpustakaan untuk merawat dokumen digital jauh lebih murah jika dibandingkan
dengan harus merawat ribuan dokumen tercetak diperpustakaan.
Dari sekian banyak institutional repository di perguruan tinggi tentu
saja pengguna akan merasa kesulitan dalam mencari koleksi tersebut. melihat hal
demikian maka diperlukan sebuah penyimpanan dalam bentuk digital yang
memudahkan dalam hal akses dan tidak memerlukan ruangan yang besar untuk
penyimpanan selain. Institutional repository juga dapat membantu penulis dan
peneliti di perguruan tinggi dalam mempublikasikan hasil karya mereka sendiri
tanpa memerlukan biaya yang banyak. Perpustakaan harus mengikuti
perkembangan teknologi dan informasi, serta teknologi informasi. Buku-buku teks
(references dan supplements), jurnal, e-resources, fasilitas fotokopi, dan fasilitas
penunjang lainnya hendaklah bernuansa mutakhir, up to date, dalam jumlah dan
jenis yang cukup serta dalam kondisi yang baik

Manfaat Repository Institusi (IR)


Perpustakaan sebagai sarana pencarian, penyimpanan, dan sarana temu
balik informasi pada hakikatnya tidak akan mati selama ia dikelola dengan
profesional. Tidak berbeda jauh dengan internet, bahkan menyerupai,
perpustakaan dan internet mempunyai fungsi yang sama berkenaan dengan
informasi. Internet adalah perpustakaan maya. Internet dapat dijadikan sebagai
123

salah satu sumber belajar alternatif bagi kalangan akademisi setelah perpustakaan
konvensional di lembaga pendidikan tinggi.
Timbul pertanyaan berikutnya, lalu bagaimanakah pengelolaan
perpustakaan yang benar agar eksistensinya tetap terjaga, ketika teknologi
bermunculan dan seperti saling melindas satu dan lainnya? Pustakawan dan
pengelola perpustakaan sebaiknya menyadari betul fungsi perpustakaan. Berawal
dari kegiatan pengadaan, pengolahan, penyebaran informasi dan preservasi.
Proses pengadaan berkaitan dengan visi dan misi serta kebijakan yang diambil
oleh institusi penaungnya. Misalnya bagi perpustakaan-perpustakaan perguruan
tinggi, pengadaan buku atau jurnal tentunya terkait dengan fakultas atau program
studi yang diselenggarakan di tempat tersebut. Kegiatan pengadaan yang baik
harus terkoordinasi secara baik oleh pihak-pihak yang berkepentingan, karena
terkait dengan anggaran dana. Pustakawan harus memiliki kemampuan untuk
memilah dan memilih mana koleksi yang nanti akan dibutuhkan kelompok
penggunanya. Selain itu harus pandai melakukan lobi agar anggaran dana tersebut
memadai. Di bagian inilah pustakawan hendaknya mengerahkan tenaga dan
pikirannya agar koleksi perpustakaan berkembang, kepuasan pengguna tercapai,
dan tujuan institusi teraih.
Penyebaran informasi identik dengan pelayanan. Pelayanan
perpustakaan merupakan ujung tombak sebuah perpustakaan. Pelayanan yang
ramah dan menyenangkan merupakan salah satu kunci terpenting di samping
kelengkapan koleksi yang dapat menjadi daya tarik kunjungan ke perpustakaan.
Di bagian pelayanan inilah sebuah sistem yang dijalankan di perpustakaan dapat
dinilai baik atau tidaknya. Sistem perpustakaan yang baik haruslah memenuhi
persyaratan: mudah melakukan temu balik informasi, yang ditandai dengan ada-
tidaknya alat penelusuran online. Selain itu, adanya rambu-rambu perpustakaan
yang dapat memudahkan pengguna dan petugas, serta petugas yang komunikatif
dan memiliki ketertarikan yang tinggi terhadap ilmu dan pengetahuan.

Alasan Membangun Repository Institusi


Terdapat berbagai alasan untuk membangung repositori. Pfister (2008)
dalam Al Akbarjono (2016) mengemukakan sedikitnya ada tiga alasan
124

membangun respositori, pertama adalah peningkatan visibilitas dan dampak dari


output penelitian. Para peneliti dan lembaga mendapatkan manfaat dari repositori
dalam cara yang sama yaitu mengetahui kejelasan dan dampak dari hasil
penelitian.
Kedua, yaitu berkaitan dengan perubahan dalam paradigma publikasi
ilmiah. Munculnya gerakan untuk menyediakan akses gratis terhadap publikasi
ilmiah. Content ilmiah dihasilkan dan dipublikasikan sendiri dan penyediaan
akses gratis terhadap bahan-bahan tersebut adalah merupakan aktivitas utama
dalam gerakan akses terbuka (open access movement). Salah satu pernyataan
dalam deklarasi Budapest Open Access Initiative (2001) dan Berlin Declaration
on Open Access to Knowledge in the Sciences and Hunamities (2003) adalah
memberi akses terbuka terhadap publikasi ilmiah yang dihasilkan oleh berbagai
institusi pendidikan dan lembaga penelitian kepada masyarakat luas. Untuk
mengapresiasi deklarasi ini, maka pendirian repositori merupakan jawaban yang
tepat. Sebuah perguruan tinggi akan lebih leluasa memberikan akses terbuka
terhadap bahan-bahan yang mencerminkan kekayaan intelektual dari perguruan
tinggi itu sendiri adalah melalui pendirian repositori.
Alasan ketiga membangun repositori adalah didasarkan atas kemungkinan
perbaikan komunikasi internal. Dengan menyediakan penyimpanan bahan-bahan
digital secara terpusat akan mendapatkan manfaat dari bahan yang telah
dipublikasikan pada satu sisi, dan pada sisi yang lain menjadi dasar untuk
mengetahui bahan-bahan yang belum dipublikasikan secara digital. Sehinggan
repositori menjadi salah satu upaya untuk mendorong agar bahan-bahan lain yang
bukan kategori ilmiah seperti laporan kegiatan, panduan dan sebagainya untuk
dipulikasikan dalam format digital, karena bahan-bahan tersebut juga merupakan
bagian dari pengetahuan organisasi dan sebaiknya dapat diakses oleh setiap orang
dalam suatu organisasi.
Repositori mendorong upaya digitalisasi terhadap dokumen-dokumen
perguruan tinggi yang bukan kategori ilmiah, sehingga akses terhadap dokumen
tersebut lebih mudah. Sebagaimana diuraikan di atas, bahwa salah satu alasan
untuk membangun repositori adalah untuk penyediaan akses terbuka. Ada
beberapa keuntungan dari akses terbuka, pertama adalah bahwa output penelitian
125

ilmiah dapat dipublikasikan lebih cepat tanpa intermediasi seperti penerbit. Alasan
kedua adalah bahwa penilaian terhadap output penelitian akademis lebih efektif
dari segi biaya. Secara khusus, ketika menyangkut jumlah biaya berlangganan
jurnal yang sangat mahal sehingga mengarah pada krisis jurnal, maka akses
terbuka terlihat menjadi opsi yang menarik. Walaupun tersedia akses gratis, bukan
berarti penerbitan terhadap output karya ilmiah gratis seluruhnya. Biaya untuk
menjalankan repositori harus diperhitungkan.

Jenis scholarly output yang akan dikelola dalam repository.

Dalam artikelnya, Faizudin Harliansyah (2017) yang berjudul Strategi


Pengembangan Open Access Institutional Repository yang menjelaskan secara
panjang lebar tentang konten yang akan dimuat dalam IR sebagaimana dijelasan
sebaai berikut: ―Jenis scholarly output yang akan dikelola dalam repository dapat
yang bersifat published maupun unpublished atau ditetapkan berdasarkan
kebutuhan lembaga. Berikut ini merupakan beberapa contoh jenis koleksi
repository yang memungkinkan dikembangkan di perguruan tinggi Indonesia:
1. Journal Article
Yaitu artikel jurnal ilmiah yang ditulis oleh dosen, baik yang dimuat dalam
jurnal ilmiah di dalam maupun di luar perguruan tinggi yang bersangkutan.
2. Book
Yaitu buku yang ditulis oleh dosen baik secara individu maupun kolaboratif.
3. Book Section
Book section merupakan bab buku dari sebuah buku bunga rampai
(anthology).
4. Research
Yaitu laporan penelitian dosen, baik yang dilakukan di dalam lingkungan
perguruan tinggi yang bersangkutan maupun di luar.
5. Conference
Yaitu conference item yang dapat berupa paper (makalah), keynote speech
atau poster yang pernah dipresentasikan dalam sebuah conference.
6. Community Service
126

Yaitu laporan pengabdian kepada masyarakat.


7. Seminar and Workshop
Yaitu makalah, slide presentation, dll yang pernah dipresentasikan dalam
sebuah seminar, workshop, pelatihan, dan lain-lain.
8. Thesis
Yang dapat dimasukkan kategorikan thesis ini adalah undergraduate thesis
(skripsi), master‘s thesis (tesis) dan doctoral thesis (disertasi).
9. Teaching Resources
Yaitu semua bahan ajar (paper, makalah, modul, slide presentasi, dll) yang
disajikan dalam mata kuliah tertentu.
10. Dataset
Dataset merupakan sekumpulan data mentah yang dikumpulkan dengan
instrument tertentu atau data yang sudah diolah dengan aplikasi tertentu
untuk keperluan sebuah riset.
11. Patent
Yaitu patent yang sudah sudah diterbitkan.

Lebih lanjut Faizudin (2017) menjelaskan untuk saat ini ada beberapa
perguruan tinggi yang mengembangkan repository khusus untuk theses dan
dissertations. Koleksi jenis ini umumnya dikenal dengan istilah e-theses atau
etheses (kependekan dari electronic theses) atau ETD (kependekan dari electronic
theses and dissertations). Contohnya:
1. eTheses Repository University of Birmingham (etheses.bham.ac.uk)
2. Durham e-Theses Durham University (etheses.dur.ac.uk)
3. CaltechTHESIS California Institute of Technology (thesis.library.caltech.edu)
4. University of Glasgow Theses (theses.gla.ac.uk)
5. Università di Pisa ETD (etd.adm.unipi.it)
6. White Rose Etheses Online (etheses.whiterose.ac.uk) mengelola doctoral
theses dari tiga perguruan tinggi (Universities of Leeds, Universities of
Sheffield dan Universities of York).
Di Indonesia juga terdapat perguruan tinggi yang mengembangkan
repository khusus ETD, yaitu Etheses of Maulana Malik Ibrahim State Islamic
127

University (etheses.uin-malang.ac.id) dan ETD Gadjah Mada University


(etd.repository.ugm.ac.id)
Perguruan tinggi tersebut di atas umumnya juga mengembangkan repository lain
untuk mengelola scholarly output selain ETD. Misalnya: University of Glasgow
Repository (eprints.gla.ac.uk) dan Repository of Maulana Malik Ibrahim State
Islamic University (repository.uin-malang.ac.id)
Dengan berjalanya Repository Institusi diharapkan mampu menjadi
sarana komunikasi ilmiah (scholary Communication) serta mengontrol maraknya
plagiasi ilmiah di dunia akademik, selain itu Repository Institusi dapat menjadi
indikator peringkat perguruan tinggi melalui peringkatan Webometric yaitu salah
satu perangkat untuk mengukur kemajuan perguruan tinggi melalui Websitenya.
Sebagai alat ukur (Webomatric) sudah mendapat pengakuan dunia termasuk di
Indonesia (sekalipun masih ada yang meragukan tingkat validitasnya). Peringkat
Webometric pertama kali diluncurkan pada tahun 2004 oleh Laboratorium
Cybermetric milik The Consejo Superior de Investigaciones Cientificas (CSIC).
CSIC merupakan lembaga penelitian terbesar di Spanyol. Secara periodik
peringkat Webometric akan diterbitkan setiap 6 bulan sekali pada bulan Januari
dan Juli. (Tri/2017).

Referensi
Abdul Rahman Saleh, ―Perpustakaan dan teknologi informasi‖ Facebook page
diunduh 2017
Ali Akbarjono (2016) Urgensi Repositori Bahan Perpustakaan Perguruan Tinggi;
Jurnal Al Maktabah IAIN Bengkulu Vol 1 tahun 2016.
Faizudin Harliansyah (2017) Strategi Pengembangan Open Access Institutional
Repository; Jurnal Al Maktabah IAIN Bengkulu Vol 2
tahun 2017.
UU Nomor 43 tahn 2007 tentang Perpustakaan
128

PEMBAHARUAN PENDIDIKAN
MEWUJUDKAN LEMBAGA PENDIDIKAN UNGGULAN
DALAM MENGHADAPI ERA DISTRUPSI
REVOLUSI INDUSTRI 4.0

Oleh : Rio Saputra


Email: riosaputra@umb.ac.id / Blog: www.riosaputra.com

A. Pendahuluan
Dinamika kehidupan kita akhir-akhir mengalami pergolakan yang cukup
menyita perhatian masyarakat. Sebut saja, meroketnya dolar di atas rupiah,
naiknya beberapa kebutuhan pokok masyarakat, beberapa pekerjaan yang
dahulunya membutuhkan tenaga manusia sekarang diganti dengan mesin.
Terkhusus kehadiran komputer atau artificial intelligence yang membuat dunia
usaha mengalami revolusi besar-besaran.

Setiap perkembangan itu saya amati dengan baik dengan seksama,


melalui pembicaraan masyarakat, berita online, surat kabar, majalah, dan buku-
buku terbaru. Selain itu, sebagai orang yang berkecimpung dalam dunia
pendidikan, tentu sudah merupakan penggilan nurani untuk memberikan solusi
bagi peningkatan sumber daya manusia Indonesia khususnya agar bisa unggul di
kemudian hari.

Artinya, ... Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu


kaum sebelum mereka mengubah keadaan mereka sendiri, ... (Q.S. Ar-Ra‘d: 11)

Ayat tersebut menyiratkan perlunya manusia berubah. Siapapun yang


menolak perubahan pasti akan tertinggal karena perubahan adalah suatu
keniscayaan. Perubahan dapat bersifat gradual, dapat pula bersifat sistematis.
Salah satu bentuk perubahan yang paling nyata adalah globalisasi revolusi industri
4.0. Digitalisasi interaksi antar individu, antar komunitas, hingga antara bangsa
terjadi dengan cepat.
129

Sejarah revolusi industri dimulai dari industri 1.0, 2.0, 3.0, hingga
industri 4.0. Fase industri merupakan perubahan nyata dari perubahan yang ada.
Industri 1.0 ditandai dengan mekanisme produksi untuk menunjang efektifitas dan
efisiensi aktivitas manusia; industri 2.0 dicirikan oleh produksi masal dan
standarisasi mutu, industri 3.0 ditandai dengan penyesuaian massal dan
fleksibilitas manufaktur berbasis otomasi dan robot. Industri 4.0 selanjutnya hadir
menggantikan industri 3.0 ditandai dengan cyber fisik dan kolaborasi manufaktur
(Hermann et al, 2015; Irianto, 2017).

Era Revolusi Industri 4.0 merupakan era dimana hadirnya digitalisasi dan
otomatisasi perpaduan internet dengan manufaktur. Buah dari revolusi industri 4.0
adalah munculnya fenomena distruptive technology. Dampak dari fenom ena ini
telah menjalar di segala bidang kehidupan. Mulai dari industri, ekonomi,
pendidikan, politik, dan sebagainya. Fenomena ini juga telah berhasil menggeser
gaya hidup (life style) dan pola pikir (mindset) masyarakat dunia. Distruptive
innovation secara sederhana dapat dimaknai sebagai fenomena terganggungnya
para pelaku industri lama (incumbent) oleh para pelaku industri baru akibat
kemudahan teknologi informasi.

Di era distruptive technology ini anak-anak muda generasi milineal dan


generasi pasca milenial (generasi z) memiliki perubahan perilaku yang sangat
cepat karena lebih dekat dengan teknologi. Ketika generasi baby boomers fokus
kepada cara tradisional maka generasi milenial dan generasi z ini fokus dengan
cara mereka sendiri, hidup dengan kreatifitas dan spontanitas. Dulu mencari uang
dengan kerja keras, sekarang mencari uang dengan kerja cerdas.

Mereka memilih menjadi youtubers, upload, membuat video blog (vlog),


kemudian tunggu viewers maka mereka akan mendapatkan uang dari hasil
videonya. Dulu butuh waktu yang panjang untuk mencari buku, harus
keperpustakaan, pinjam sana-sini, sekarang cukup satu klik searching di google
maka apa yang mereka inginkan akan muncul seketika. Bahkan lebih canggih lagi,
cukup dengan permintaan suara melalui gawai maka apa yang diinginkan akan
dilaksanakan dengan cepat, tekonologi ini disebut artificial intelegence yang
sudah diterapkan google dengan nama google assistant.
130

Di era distruptive technology lulusan perguruan tinggi harus memiliki


struktur keterampilan: (1) pemecahan masalah yang kompleks; (2) berpikir kritis;
(3) kreativitas; menejerial; (5) kerjasama; (6) kecerdasan emosional; (7) penilaian
dan pengambilan keputusan; (8) orientasi layanan; (9) negosiasi; dan (10)
fleksibilitas kognitif (Irianto, 2017; Forum Ekonomi Dunia, 2018).

Jika tidak memiliki keterampilan tersebut maka lulusan perguruan tinggi


tidak akan bisa mengembangkan diri dengan cepat. Disamping itu merujuk hasil
penelitian dari McKinsey bahwa dampak dari digital technology menuju revolusi
industri 4.0 dalam (5) tahun kedepan akan ada 52,6 juta jenis pekerjaan akan
mengalami pergeseran atau hilang dari muka bumi. Ini memberikan pesan bahwa
setiap diri yang masih ingin mempunyai eksistensi diri dalam kompetisi global
baik itu perguruan tinggi ataupun kita secara pribadi harus mempersiapkan mental
dan skill yang mempunyai keunggulan persaingan (competitive advantage) dari
lainnya. Jalan utama mempersiapkan skill yang paling mudah ditempuh adalah
mempunyai perilaku yang baik (behavioral attitude), menaikkan kompetensi diri
dan memiliki semangat literasi. Bekal persiapan diri tersebut dapat dilalui dengan
jalur pendidikan (long life education) dan konsep diri melalui pengalaman
bekerjasama lintas generasi/ lintas disiplin ilmu (experience is the best teacher).

Masalah pendidikan di indonsia ibarat benang kusut. Banyak


permasalahan yang terjadi di dalam pendidikan Indonesia bukan hanya karena
sistem pendidikannya tetapi pelaku yang ada di dalamnya. Lihat saja, banyaknya
pelanggaran yang terjadi seperti banyak pelajar melakukan tawuran, narkoba, free
sex, bahkan ada oknum guru yang harusnya menjadi panutan melakukan
pelanggaran yaitu membiarkan kecurangan yang terjadi saat UN dengan alasan
agar para siswanya lulus 100 %.
Kenapa hal itu bisa terjadi? Jika kita menelisik proses pendidikan yang
berjalan selama ini cenderung berbau fisik, mekanis, matrealisme, hedonisme.
hasilnya banyak yang berambisi agar nilainya tinggi, menjadi juara kelas, lulus
UN dengan nilai baik tanpa mengindahkan etika dan kejujuran dalam prosesnya.
Hasilnya kecenderungan output pendidikan kita berambisi pada harta, jabatan,
ketenaran, terkenal. Sebagian berhasil mencapainya, tapi yang lain gagal
131

kemudian pesimis, frustasi, putus asa, akibatnya lari ke narkoba, miras, terjadilah
kenakalan remaja.
Kesalahan atau bahkan dosa terbesar para guru dan dosen serta para
pejabat di lembaga pemerintahan adalah terlalu banyak melakukan pengajaran dan
pelatihan, namun tidak pernah melakukan pendampingan atau (mentorship)
terhadap siswa dan mahasiswa untuk mengejar dan mencari jati dirinya sebagai
pribadi, bagaimana seharusnya ia berhubungan dengan Tuhannya, berhubungan
dengan dirinya sendiri, berhubungan dengan keluarga, berhubungan dengan
masyarakat, berhubungan dengan alam, lalu sebagai kelompok, sebagai bagian
dari sebuah masyarakat bangsa yang bernama indonesia bahkan sebagai
masyarakat dunia.
Ada sebuah hasil survey yang sangat membahayakan di Amerika Serikat
tentang IQ yang dikemukakan oleh Agustian (2007: 6-7), kita semua hari ini
mungkin melihat, mendengar, dan merasakan bagaimana anak-anak lebih cepat
menguasai teknologi dibandingkan kaum tua. IQ anak-anak makin tinggi, tetapi
kecerdasan emosi mereka justru turun.
Walaupun data ini cukup lama tapi patut kita renungkan hasil survei
besar-besaran tahun 80-an terhadap para orang tua dan guru menunjukkan, anak-
anak generasi sekarang lebih sering mengalami masalah emosi ketimbang
generasi terdahulunya. Coba Anda survei kecil-kecilan di sekitar Anda, keluarga,
masyarakat, dan sekolah. Apa yang Anda lihat? Bagaimana perasaan Anda
menyaksikan fenomena generasi muda hari ini?
Mereka tumbuh dalam kesepian dan depresi, mudah marah dan sulit
diatur, lebih gugup dan cenderung cemas, impulsif dan agresif. Apalagi kehidupan
di kota besar yang hyper competitive. Survey itu terus berlanjut bukan hanya
untuk anak-anak tetapi penelitian juga ditujukan terhadap ratusan ribu pekerja,
dari level bawah hingga eksekutif puncak, mencakup perusahaan besar sampai
perusahaan kecil. Apa hasil penemuannya? Setelah diteliti ditemukan inti
kemampuan pribadi dan sosial yang sama, yang terbukti menjadi kunci utama
keberhasilan, yaitu kecerdasan emosi. Tapi saya mengajak Anda untuk berpikir
sejenak lihatlah kondisi jalan raya, lakukanlah survei kecil-kecilan. Sekarang apa
yang Anda lihat?
132

Apa yang salah dengan pendidikan kita selama ini? saya tidak heran
dengan semua fakta yang saya dengar dan baca. Karena ada yang hilang dalam
pendidikan kita selama ini. ketika pendidikan kita hanya berorientasi kepada nilai
akademis tanpa mengasah kecerdasan emosi, inilah hasilnya. Kita kehilangan rasa
dalam berkaraya. Kita kehilangan rasa untuk saling memahami. Kita kehilangan
rasa untuk saling berkorban. Kita kehilangan rasa untuk sama-sama menanggung
beban. Lalu apa yang terjadi?
Ketika dunia pendidikan kembali dituding telah gagal membentuk watak
mulia pada anak didik, maka seperti biasa, segera muncul saran untuk
memperbaiki kurikulum atau muatan pada mata ajaran. Tapi, bila sebelumnya
yang dipersoalkan hanya sebatas masalah mata pelajaran atau paling jauh struktur
kurikulum, mungkin banyak dari kalangan pemerhati dan pelaku pendidikan
mempersoalkan hal yang lebih mendasar — yakni tentang sistem pendidikan
nasional yang ditudingnya masih mewarisi sistem pendidikan kolonial.
Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini
memang adalah sistem pendidikan yang sekular-materialistik. Bila disebut bahwa
sistem pendidikan nasional masih mewarisi sistem pendidikan kolonial, maka
watak sekular-materialistik inilah yang paling utama, yang tampak jelas pada
hilangnya nilai-nilai transendental pada semua proses pendidikan.
Sistem pendidikan semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia
shaleh yang sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui
penguasaan sains dan teknologi. Secara kelembagaan, sekularisasi pendidikan
menghasilkan dikotomi pendidikan yang sudah berjalan puluhan tahun, yakni
antara pendidikan agama di satu sisi dengan pendidikan umum di sisi lain.
Pendidikan agama melalui madrasah, institut agama, dan pesantren dikelola oleh
Departemen Agama, sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah
menengah, dan kejuruan serta perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen
Pendidikan Nasional.
Disadari atau tidak, berkembang penilaian bahwa hasil pendidikan
haruslah dapat mengembalikan investasi yang telah ditanam. Pengembalian itu
dapat berupa gelar kesarjanaan, jabatan, kekayaan, atau apapun yang setara
dengan nilai materi yang telah dikeluarkan. Agama ditempatkan pada posisi yang
133

sangat individual. Nilai transendental dirasa tidak patut atau tidak perlu dijadikan
sebagai standar penilaian sikap dan perbuatan. Tempatnya telah digantikan oleh
etik yang pada faktanya bernilai materi juga.
Lebih jauh lagi jika kita menelisik proses pendidikan yang berjalan
selama ini cenderung berbau fisik, mekanis, matrealisme, hedonisme. hasilnya
banyak yang berambisi agar nilainya tinggi, menjadi juara kelas, lulus UN dengan
Nilai baik tanpa mengindahkan etika dan kejujuran dalam prosesnya. Hasilnya
Kecenderungan output pendidikan kita berambisi pada harta, jabatan, ketenaran,
terkenal. Sebagian berhasil mencapainya, yang lain gagal kemudian pesimis,
frustasi, putus asa, akibatnya lari ke narkoba, miras, terjadilah kenakalan remaja.
Dalam bidang pendidikan saat ini, ada tiga masalah utama bangsa ini yang
harus segera diperbaiki.
Pertama, paradigma pendidikan nasional yang sangat sekuler dan matrealistik
sehingga tidak menghasilkan manusia yang berkualitas secara lahiriyah dan
batiniyah.
Kedua, semakin mahalnya biaya pendidikan dari tahun ke tahun sehinga sulit
dijangkau oleh rakyat pada umumnya.
Ketiga, rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dihasilkan oleh
proses pendidikan nasional.
Berdasarkan laporan Education for All Global Monitoring Report yang
dirilis UNESCO 2011 dalam (www.indonesiaberkibar.org), tingginya angka putus
sekolah menyebabkan peringkat indeks pembangunan rendah. Indonesia berada di
peringkat 69 dari 127 negara dalam Education Development Index. Sementara,
laporan Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, setiap menit ada empat anak
yang putus sekolah. Banyak faktor yang mempengaruhi tingginya angka putus
sekolah di Indonesia. Namun faktor paling umum yang dijumpai adalah tingginya
biaya pendidikan yang membuat siswa tidak dapat melanjutkan pendidikan dasar.
Data pendidikan tahun 2010 menyebutkan 1,3 juta anak usia 7-15 tahun terancam
putus sekolah.
Tanpa mengabaikan masalah-masalah struktural lainnya, penulis
berpendapat bahwa pendidikan adalah masalah besar dan fundamental nomor satu
bagi setiap negara. Sebelum kita masuk ke pembahasan utama, mari kita resapi
134

beberapa kenyataan dasar yang dirumuskan Michael J. Bonnell dalam Basri dan
Munandar (2009:102-103), makmur tidaknya suatu negara/ bangsa tidak
ditentukan oleh usianya. Mesir dan India sudah berusia ribuan tahun, namun
kesejahteraan penduduknya masih minim. Ini kontras dengan Kanada, Selandia
Baru atau Singapura yang baru berusia setengah hingga satu abad, namun
kesejahteraan penduduknya jauh lebih tinggi ketimbang yang ada di India atau
Mesir.
Kalau bukan ras, kekayaan alam, usia peradaban dan streotype yang
menjadi penentu, lalu apa? Apa yang menentukan suatu negara/ bangsa menjadi
maju dan sejahtera atau tidak? Penentunya adalah sikap hidup (attitude) orang
yang ada di tiap negara. Sikap hidup itu berlatar kebudayaan, namun pada intinya
terbentuk oleh proses pendidikan selama bertahun-tahun. Dengan kata lain,
pendidikanlah yang menjadi penentu paling mendasar apakah suatu negara/bangsa
dapat maju/makmur atau tidak. Ukuran keberhasilan pendidikan itu bukan semata-
mata pada jumlah insinyur atau dokter, juga pada berapa medali emas yang diraih
dalam olimpiade matematika internasional, melainkan lebih pada terbentuknya
sikap hidup yang positif.
Di negara-negara maju, mayoritas penduduknya memiliki sikap hidup
positif antara lain: etika yang tinggi dan terpuji sebagai prinsip utama, integritas,
penuh tanggung jawab, menghormati hak orang lain, namun juga menjunjung
tinggi hak-haknya sendiri, hormat pada hukum dan aturan, mau bekerja keras,
selalu berusaha menjadikan dirinya lebih baik, mendahulukan tabungan dan
investasi daripada bersenang-senang atau ikut lomba gengsi, dan menghargai
waktu, sebagai bagian dari kebiasaan menghargai janji dan semua ucapan yang
telah disampaikan, lisan apalagi tertulis.
Sedangkan di negara-negara terbelakang, berkembang atau kurang maju,
ternyata sedikit saja penduduknya yang punya sikap hidup yang positif. Mayoritas
penduduknya masih bersikap seenaknya. Untuk maju sikap itulah yang lebih
penting ketimbang atribut sosial atau profesi.
135

B. Pendidikan Sekuler Bagian dari Kehidupan Sekuler


Sistem pendidikan yang material-sekuleristik tersebut sebenarnya
hanyalah merupakan bagian belaka dari sistem kehidupan bermasyarakat dan
bernegara yang juga sekuler. Dalam sistem sekuler, aturan-aturan, pandangan dan
nilai-nilai Islam memang tidak pernah secara sengaja digunakan untuk menata
berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Agama Islam, sebagaimana agama
dalam pengertian Barat, hanya ditempatkan dalam urusan individu dengan
tuhannya saja. Padahal ada perbedaan yang cukup mendasar definisi agama
(relegion) menurut barat dengan agama (Din) dalam bahasa arab berasal dari kata
dâna-yadînu-dînâ yang artinya agama, jalan hidup, peraturan, atau undang-
undang.
Maka, di tengah-tengah sistem sekuleristik tadi lahirlah berbagai bentuk
tatanan yang jauh dari nilai-nilai agama. Yakni tatanan ekonomi yang kapitalistik,
perilaku politik yang oportunistik, budaya hedonistik, kehidupan sosial yang
egoistik dan individualistik, sikap beragama yang sinkretistik, serta paradigma
pendidikan yang materialistik.
Jarang ada orang mau mengakui dengan jujur, sistem pendidikan kita
adalah sistem yang sekular-materialistik. Memang secara konsepsional dan
konstitusional apa yang dimaksud dengan pendidikan holistik itu telah tercermin
dan terangkum dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Dalam Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional no. 20 Tahun 2003, Bab II, Pasal 3,
ditegaskan bahwa :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak sereta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tapi perlu diingat, sekularisme itu tidak otomatis selalu anti agama.
Tidak selalu anti ―iman‖ dan anti ―taqwa‖. Sekularisme itu hanya menolak peran
agama untuk mengatur kehidupan publik, termasuk aspek pendidikan. Jadi,
selama agama hanya menjadi masalah privat dan tidak dijadikan asas untuk
136

menata kehidupan publik seperti sebuah sistem pendidikan, maka sistem


pendidikan itu tetap sistem pendidikan sekular, walaupun para individu pelaksana
sistem itu beriman dan bertaqwa (sebagai perilaku individu).
Sesungguhnya diakui atau tidak, sistem pendidikan kita adalah sistem
pendidikan yang sekular-materialistik. Hal ini dapat dibuktikan antara lain pada
UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang dan jenis
pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi: Jenis pendidikan
mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, keagaman,
dan khusus.
Dari pasal ini tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan
agama dan pendidikan umum. Sistem pendidikan dikotomis semacam ini terbukti
telah gagal melahirkan manusia shaleh yang berkepribadian Islam sekaligus
mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan
teknologi.
Ini jelas tidak akan mampu mewujudkan anak didik yang sesuai dengan
tujuan dari pendidikan nasional sendiri, yaitu mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Kacaunya kurikulum ini tentu saja
berawal dari asasnya yang sekular, yang kemudian mempengaruhi penyusunan
struktur kurikulum yang tidak memberikan ruang semestinya bagi proses
penguasaan tsaqâfah Islam dan pembentukan kepribadian Islam.
Pendidikan yang sekular-materialistik ini memang bisa melahirkan orang
pandai yang menguasai sains-teknologi melalui pendidikan umum yang
diikutinya. Akan tetapi, pendidikan semacam itu terbukti gagal membentuk
kepribadian peserta didik dan penguasaan tsaqâfah Islam. Berapa banyak lulusan
pendidikan umum yang tetap saja ‗buta agama‘ dan rapuh kepribadiannya?
Sebaliknya, mereka yang belajar di lingkungan pendidikan agama memang
menguasai tsaqâfah Islam dan secara relatif sisi kepribadiannya tergarap baik.
Akan tetapi, di sisi lain, ia buta terhadap perkembangan sains dan teknologi.
137

Dalam zaman moderen sekarang ini, dalam menghadapi era globalisasi,


pendidikan yang menjaga keseimbangan iptek-sosbud ini dapat dirumuskan juga
sebagai pendidikan yang bukan hanya membimbing anak-anak untuk mampu
hidup, tetapi sekaligus juga mampu mengendalikan kehidupan. Dalam zaman
yang syarat dengan sains dan teknologi ini kita harus selalu ingat, bahwa gaya
hidup yang dilahirkan oleh globalisasi teknologi modern ini mengandung ekses-
ekses yang dapat merusak diri sendiri dan mayarakat. Jadi globalisasi kecuali
mengandung manfaat-manfaat juga mengandung mudharat-mudarat. (Buchori,
1996: 20)
Keseimbangan antara pengetahuan tentang masa kini dengan
pengetahuan tentang masa lampau dimaksudkan untuk menimbulkan kesadaran
pada murid akan adanya kontinuitas historis dalam kehidupan manusia. Kesadaran
ini lazimnya disebut dengan istilah kesadaran historis (historical consciusness
atau sense of history).
Pengembangan kesadaran ini dalam diri murid-murid merupakan suatu
langkah pendidikan yang sangat penting. Kesadaran inilah yang membuat
seseorang memahami, bahwa perubahan dari masyarakat agraris feodal ke
masyarakat industrial demokratis adalah suatu proses sejarah yang memerlukan
waktu, bahwa perubahan semacam ini tidak bisa terjadi secara mendadak.
Pemahaman semacam ini akan membuat kita mampu menerima segenap
kepincangan yang ada dalam masyarakat kita sekarang ini, tanpa menyerah
kepada keadaan yang ada. Kesadaran dan pemahaman seperti ini yang akan
membuat anak-anak kita sanggup meneruskan proses historis yang sedang
berlangsung ini tanpa frustasi, tanpa kemarahan, tetapi penuh dengan keteguhan
hati dan kepercayaan diri. (Buchori, 1996: 21-22)
Dalam rangka memajukan kehidupan, spritual dan material, faktor
manakah yang harus lebih diprioritaskan pembangunannya; apakah terlebih
dahulu membangun sistem (institusi) atau manusianya? Persoalan sedemikian
mendasar dan kompleks itu, didekati Myron Weiner dalam Sukardi dan Suyatno
(2005) menyitir saran dari sebagian sarjana sosial bahwa “The existensce of
certan modern attitudes is a precondition to development” artinya kemoderenan
manusia yang dijadikan sebagai titik pangkal kemajuan, maka pendidikan
138

merupakan institusi sosial yang diasumsikan paling potensial untuk


mewujudkannya.

C. Pembaharuan Sebuah Kemestian


Para ulama dari waktu ke waktu sepakat bahwa pembaharuan (tajdid)
harus dilakukan agar pokok-pokok ajaran islam dapat diterima dan dilaksanakan
oleh mayarakat. Tanpa tajdid, ajaran islam akan membeku kemudian ditinggalkan
oleh pengikutnya.
Hamka menjelaskan bahwa pembaharuan (modernisasi) mutlak
diperlukan di segala bidang. Modernisasi untuk membangun jiwa bebas merdeka
setelah sekian lama terjajah. Modernisasi dari suasana feodal kepada alam
demokrasi. Modernisasi dari sebuah negeri agraris tradisional menjadi negara
maju dan industrialis. Modernisasi dari suasana kebodohan kepada ilmu
pengetahuan. Moderniasi Ilmu pengetahuan untuk mengejar ketertinggalan dari
negara-negara maju. (Hamka, 2002: 266-267)
Semua yang diperjuangkan Nabi Muhammad Shalaullohhu „Alaihi
Wassalam menurut Hamka, hingga terjadi kebangkitan Islam adalah modernisasi
yang tulen di berbagai bidang. Di bidang politik contohnya, Rosululloh berhasil
mempersatukan bangsa Arab menjadi bangsa yang sadar akan harga diri, memiliki
risalah atau mission sacre hingga menjadi besar dan menjadi guru pendidik bagi
dunia. Rosulullah mendidik manusia untuk menghargai dan mengangkat setinggi-
tingginya martabat perempuan yang saat itu sangat dihinakan. Beliau melarang
eksploitasi manusia atas manusia untuk kepentingan pribadi, membenci
kezaliman, menganjurkan pentingnya menegakkan amanah dan keadilan (Hamka,
2002: 268)
Pembaharuan di bidang pendidikan mutlak diperlukan. Hal itu karena
terjadinya ketimpangan serius dalam dunia pendidikan di Indonesia. Pertama
pendidikan barat yang menghasilkan rasa antipati kepada Islam. Dan kedua,
pendidikan surau atau pondok yang membenci segala yang berbau barat.
Pembaharuan sistem pendidikan yang dilakukan murni dijiwai oleh
ajaran-ajaran islam. Dengan misi untuk menciptkan manusia yang kuat agama,
ilmu dan fisiknya. Demi terwujudnya misi itu, K. H. Ahmad Dahlan mencita-
139

citakan yang kemudian menjadi formula baku dalam sistem pendidikan


Muhammadiyah, bahwa ―Subject-matters‖ pada setiap jenis dan jenjang
pendidikannya harus mencakup ilmu-ilmu keagamaan dan keduniaan (‗ulum „L-
din wa „ulum „I „asyariyah). (Sukardi & Suyatno, 2005)
Kebijakan mengadobsi disiplin ilmu dan metode pendidikan,
sesungguhnya bukan tanpa resiko. Pada zamannya, langkah itu tergolong sangat
berani. Sudah menjadi pengetahuan umum, bahwa kaum ulama ‗tradisional‘
secara keseluruhan memandang berbagai disiplin ilmu itu sebagai produk budaya
kafir barat. Sebab itu, pada masa-masa awal berdirnya, sistem pendidikan
Muhammadiyah dicibir dan dicaci karena telah kebarat-baratan. Akan tetapi,
berkat kepiawaiannya berdakwah, langkah penuh resiko itu lambat laun diterima
baik oleh umat. Perjuanganya yang begitu gigih, telah mencapai prestasi
gemilang. Institusi-institusi pendidikan Muhammadiyah, tumbuh secara pesat di
seluruh wilayah Hindia-Belanda. Terlebih di zaman kemerdekaan. Maka tidak
berlebihan kalau dikatakan bahwa sistem pendidikan Muhammadiyah, telah
menjadi kiblat sistem pendidikan nasional. Betapa tidak? Sistem pendidikan
Muhammadiyah adalah sebuah realita empirik, yang musti terakomodasi dalam
perumusan setiap Undang-undang pendidikan di negeri tercinta ini.
Lalu jika ada pertanyaan bagaimana dengan perguruan Taman Siswa?
Benar, bahwa sistem pendidikan nasional mendapat inspirasi dari perguruan
Taman Siswa. Tetapi, satu hal yang harus selalu diingat bahwa jiwa pendidikan
Taman Siswa adalah nasionalisme. Dengan perkataan lain, ia tidak berjiwa agama.
Sistem pendidikan nasional, juga bukan adaptasi terhadap sistem pendidikan
misionaris, yang pelaksanaannya sangat didukung pemerintah kolonial. Tidak
lain, karena mata-ajar di lembaga-lembaga pendidikan itu netral terhadap agama.
Jiwa pendidikannya, sekuler. Maka dapat disimpulkan bahwa adanya dasar dan
subjek agama dalam sistem pendidikan nasional, diilhami oleh perjuangan
pendidikan Muhammadiyah. Sistem pendidikan Muhammadiyah, terlebih zaman
sekarang, bahkan telah menjadi ―presedent‖ bagi pembangunan sistem pendidikan
Islam di negeri ini. tiada institusi pendidikan Islam modern, yang tingkat Taman
Kanak-kanak hingga Perguruan Tinggi, yang bukan imitasi terhadap sistem
pendidikan Muhammadiyah. (Sukardi & Suyatno, 2005)
140

Karena umat Islam tidak mau berkompromi dengan kolonialisme dan


kristenisasi, maka pihak penjajah memeras otak untuk dapat menjinakkan umat
islam yang dianggap ―liar‖ itu. Caranya dengan menyusun sistem pendidikan
baru. Snouck Hourgronye pernah memberikan nasehat kepada pemerintah Hindia
Belanda. Supaya semangat Islam itu lemah dan kendor, agar diberikan pendidikan
yang mengemukakan kemegahan nenek moyang sebelum Islam datang,
hendaknya mengobarkan semangat nasionalisme, dan membangun orientasi
berpikir seperti barat. Sejak di sekolah dasar, hendaknya ditanamkan dasar netral
agama. Setelah masuk jenjang perguruan tinggi, dituntun mempelajari agama
Islam secara ―Ilmiah‖ yang dipandu oleh sarjana barat (para orientalis) yang
beragama Kristen dan Yahudi, yang memandang Islam dari luar. Dengan model
pendidikan itu, mereka merasa sebagai kalangan terpelajar Islam. ―Bikinlah
mereka jadi Belanda di Timur, sebagaimana kita jadi Belanda di Barat‖ kata
Hourgronye. Ditanamkan kepada mereka bahwa Islam itu kotor, santrinya kotor
dan kudisan, kiyainya tukang kawin bininya banyak, kolam masjidnya kotor dan
sebagainya. Pahlawan yang dibanggakan bukan Raden Patah dan Gajah Mada.
Akhirnya mereka memandang Islam dengan sinis dan penuh cemoohan (Hamka,
2002: 306)
Sebagai akibat dari sistem pendidikan barat itu, maka dikalangan orang
Islam yang teguh memegang Islam menjadi antipati dengan segala yang berbau
Belanda (Barat). Mereka yang tinggi ghirah agamanya tidak sudi menyekolahkan
anaknya ke sekolah Belanda. Mereka lebih suka mendirikan pondok, belajar
pengetahuan Islam yang tinggi ke Makkah lalu pulang. Setelah pulang mereka
mendidik anak-anak dalam lingkungan Islam, isolasi dan memisahkan diri. Maka
di negeri ini muncul dua golongan terpelajar Islam, yang satu golongan berkiblat
ke Amsterdam dan yang lain berkiblat ke Makkah. Didikan Barat memandang
sinis kepada agama, dan pendidikan surau membenci segala yang berbau barat.
Keduanya memandang yang lain dari segi negatifnya saja.
Pertentangan dua front yang berbeda cara berpikir itu begitu kuat sampai
zaman kemerdekaan. Pertentangan itu terus berlangsung tidak tahu sampai kapan
akan berakhir. Gagalnya umat dalam sidang Majelis Konstituante hasil Pemilihan
Umum 1955, adalah bukti nyata betapa pada dua kubu itu terdapat jurang yang
141

sangat dalam yang sangat sulit didamaikan. Bahkan pertentangan dua kubu itu
masih kita rasakan pengaruhnya sampai saat ini dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara.
Oleh karena itu, pembaharuan pendidikan Islam sangat diperlukan. Cara
pandang yang serba negatif dan mencoba lari dari Islam harus dihentikan. Anak-
anak Islam harus dididik untuk kembali kepada Al-Qur‘an dan As-Sunnah.
Bangga dengan sumber ajaran agamanya, memahami sejarah bangsanya, dan tidak
tercerabut dari akar keislamannya. Begitu juga cara pandang yang sempit,
mengisolasi diri, tidak mau membuka wawasan, sejatinya telah melenceng dari
ajaran hakiki Islam yang menyuruh untuk belajar dan menguasai ilmu
pengetahuan sehingga dapat menjadi khalifah di muka bumi.
Metode itu banyak, sementara prinsip itu sedikit. Mereka yang berpegang
pada prinsip akan mampu memiliki metodenya sendiri. Namun mereka yang
menjalankan motode sementara mengabaikan prinsip, pasti akan mendapatkan
masalah. demikian pendapat Harrington Emerson dalam Nugroho (2016: 20).

D. Pembaharuan Bukan Sekularisasi


Salah satu tokoh Muhammadiyah, Hamka menolak pembaharuan atau
modernisasi sebagai upaya sekularisasi, yaitu upaya ―mempreteli‖ Islam itu
sendiri, atau meninggalkan pokok-pokok ajaran agama. Pada zaman penjajahan,
pendidikan memiliki jiwa netral terhadap agama. Hasil didikan penjajahan itu,
anak-anak orang Islam yang masuk ke sana, betapapun taat orang tuanya, dan
betapapun kuat suasana iklim agama dalam lingkup kampung halamannya, kalau
sudah meminum air pendidikan barat, terasalah nikmatnya dan mereka tidak mau
melepaskan lagi, sampai mereka keluar dari pendidikan itu. Pertama mereka netral
kepada agama, kemudian menjadi tidak peduli kepada agama. Ghirah
(Kecemburuan) beragama tidak ada lagi, mereka lantas menganggap agama tidak
perlu, benci kepada segala yang berhubungan dengan agama. Orang yang teguh
menjalankan agamanya dianggap fanatik. Orang yang teguh beragama adalah
orang yang tidak terpelajar. Para kiyai dengan pondok-pondoknya menjadi bahan
cemoohan. Santri dengan kesederhanannya. Bahkan pakaian haji, sorban haji, kain
sarung, langgar, pondok, masjid, semuanya adalah sasaran empuk untuk dimaki.
142

Atas nama pembaharuan pula, lantas timbul gagasan agar agama jangan
dicampur-campur dengan politik. Orang Islam mesti turut mengadakan
modernisasi, yaitu modernisasi yang memisahkan agama dengan negara.
Modernisasi oleh karenanya adalah sekularisasi. Agama hanya diisolasi di masjid.
Islam masih dibiarkan hidup tapi hanya membaca-baca tahlil, membaca doa-doa
pada hari besar resmi. Para ulama dan kiyai hanya didukung untuk membuat
fatwa-fatwa yang menyokong kepentingan politik penguasa. (Hamka, 2002: 24-
25)
Tentu saja, modernisasi yang seperti itulah yang diinginkan oleh para
musuh Islam. Modernisasi semacam itu pula yang hendak diterapkan di beberapa
negara yang mayoritas umat Islam ada di dalamnya. Buya hamka menyimpulkan
uji coba modernisasi dan sekularisasi semacam itu sebagai kegagalan besar.
Kemal Attaturk di Turki yang mempreteli Islam, sampai ke tingkat merubah azan
dan sholat ke dalam bahasa Turki. Habib Burguiba Presiden Tunia menyingkirkan
Islam sampai pada anjuran tidak berpuasa di bulan ramadhan karena dianggap
menurunkan produktifitas. Dan Presiden Soekarno dengan Nasakomnya, dan suka
mencemooh orang yang taat beragama sebagai kolot dan fanatik (Hamka, 2002:
26-27). Upaya modernisasi semacam itu terbukti gagal. Karena bukan itu yang
dimaksudkan dengan pembaharuan dalam Islam.
Sekularisasi tumbuh subur di Barat setelah melalui masa renaissance,
kaum yang menghambakan duniawi, dengan ilmu pengetahuan dan teknologi
dianggap Tuhannya, berjuang membebaskan diri dari kungkungan gereja yang
dianggap menghalangi kemajuan berpikir. Sekularisme timbul karena ketika
agama dibawa dalam pemerintahan, kerusuhan dan huru-hara atas nama agama
tidak pernah berhenti hingga peperanagan atas nama Agama Katolik dan Protestan
di abad 16-17. Akhirnya, sekularisme mencapai puncaknya yang radikal dengan
tumbuhnya paham komunisme; persetan dengan Tuhan, persetan dengan agama.
Tuhan dan agama nonsence semua. (Hamka, 2002: 271)
Modernisasi bukan westernisasi. Sehingga segala yang diambil dari barat
itu pembaharuan, itulah modern. Ajaran Islam itu universal dan memandang
manusia dari segi universalnya pula. Ini merupakan prinsip dalam pendidikan
islam. Jika konsisten menjadikan prinsip-prinsip ini sebagai pegangan serta
143

rujukan dalam berprilaku, maka manusia akan mampu menghadapi situasi apapun.
Cahaya Allah itu menyinari seluruh langit dan bumi, sebagai pelita yang
membawa sinar ke seluruh alam. Sinarnya tidak pernah padam. Minyaknya tidak
pernah kering. Sinarnya tidak condong ke timur atau ke barat, tteapi merata ke
segenap penjuru. (Q.S. An-Nur : 35)
Dalam Oxford Dicitionary mendefinisikan prinsip sebagai, “a
fundamental truth or proposition that serves as the foundation for a system of
belief or behafior or for a chain of reasoning”. Prinsip adalah sebuah kebenaran
universal yang tidak lekang dimakan zaman dan merupakan dasar bagi sistem
keyakinan, cara berpikir dan prilaku seseorang. (Nugroho, 2016: 21)
Manusia sepanjang masa tidak boleh berhenti untuk meningkatkan imtak
yang harus seimbang iptek. Yang dihadapi sekarang adalah dominasi dari iptek
atas beban pengorbanan kualitas imtak. Karena itu, kehidupan di bumi
mengalami, krisis nilai atau crisis of values. Krisis nilai moral dan etika yang
mengakibatkan manusia-manusia yang berada dimana pun, apakah sebagai kepala
keluarga, kepala cabang perusahaan dan bahkan sampai sebagai presiden, kalau
tidak hati-hati dan hanya melihat keuntungan iptek dan keuntungan ekonomisnya
saja, menghalalkan semua cara untuk mendapatkan sesuatu, maka akan
membahayakan dalam arti keadilan yang tidak dapat dilepaskan dari etik dan
nilai-nilai moral. (Habibie, 2012: 151-152)
Modernisasi tidak berarti menghilangkan kepribadian sebagai bangsa
merdeka, kepribadian sebagai umat Islam yang dinamis, lantas kita meniru-niru
barat atau timur. Segala yang dari barat ditiru, termasuk hal-hal yang bertentangan
dengan agama. Oleh karena itu, kemodernan bagi penulis adalah semangat untuk
maju dan kemampuan untuk menanggapi perubahan zaman. Walaupun demikian,
orientasi hidup dan pendidikan hendaknya masih tetap bermuara pada nilai-nilai
islam yang lebih menekankan pembangunan karakter (akhlak mulia).

E. Solusi Pada Tataran Paradigmatik


Secara paradigmatik, pendidikan harus dikembalikan pada asas aqidah
Islam yang bakal menjadi dasar penentuan arah dan tujuan pendidikan,
penyusunan kurikulum, dan standar nilai ilmu pengetahuan serta proses belajar
144

mengajar, termasuk penentuan kualifikasi guru/dosen serta budaya


sekolah/kampus yang akan dikembangkan. Sekalipun pengaruhnya tidak sebesar
unsur pendidikan yang lain, penyediaan sarana dan prasarana juga harus mengacu
pada asas di atas.
Melihat kondisi obyektif pendidikan saat ini, langkah yang diperlukan
adalah optimasi pada proses-proses pembentukan kepribadian Islam (syakhsiyyah
Islamiyyah) dan penguasaan tsaqofah Islam serta meningkatkan pengajaran sains-
teknologi dan keahlian sebagaimana yang sudah ada dengan menata ontologi,
epistemologi, dan aksiologi keilmuan yang berlandaskan pada nilai-nilai Islam,
sekaligus mengintegrasikan ketiganya. Karena Kebaikan-kebaikan yang
dihasilkan dari ketaatan terhadap perintah Allah niscaya akan mendatangkan
kebaikan bagi pergaulan hidup manusia (sosial), dan memberikan kontribusi
terhadap kesejahteraan bersama.

F. Solusi Fundamental
Pendidikan yang materialistik adalah buah dari kehidupan sekuleristik
yang terbukti telah gagal menghantarkan manusia menjadi sosok pribadi yang
utuh, yakni seorang Abidu al-Shalih yang muslih. Hal ini disebabkan oleh dua hal.
Pertama, paradigma pendidikan yang keliru di mana dalam sistem kehidupan
sekuler, asas penyelenggaraan pendidikan juga sekuler. Tujuan pendidikan yang
ditetapkan juga adalah buah dari paham sekuleristik, yakni sekedar membentuk
manusia-manusia yang berpaham materialistik dan serba individualistik.
Kedua, kelemahan fungsional pada tiga unsur pelaksana pendidikan,
yakni (1) kelemahan pada lembaga pendidikan formal yang tercermin dari
kacaunya kurikulum serta tidak berfungsinya guru dan lingkungan
sekolah/kampus sebagai medium pendidikan sebagaimana mestinya; (2)
kehidupan keluarga yang tidak mendukung; dan, (3) keadaan masyarakat yang
tidak kondusif.
Tidak berfungsinya guru/dosen dan rusaknya proses belajar mengajar
tampak dari peran guru yang sekadar berfungsi sebagai pengajar dalam proses
transfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tidak sebagai pendidik yang
berfungsi dalam transfer ilmu pengetahuan dan kepribadian (transfer of
145

personality), karena memang kepribadian guru/dosen sendiri banyak tidak lagi


pantas diteladani.
Lemahnya pengawasan terhadap pergaulan anak dan minimnya teladan
dari orangtua dalam sikap keseharian terhadap anak-anaknya, makin
memperparah terjadinya disfungsi rumah sebagai salah satu unsur pelaksana
pendidikan.
Sementara itu, masyarakat yang semestinya menjadi media pendidikan
yang riil justru berperan sebaliknya akibat dari berkembangnya sistem nilai
sekuler yang tampak dari penataan semua aspek kehidupan baik di bidang
ekonomi, politik, termasuk tata pergaulan sehari-hari yang bebas dan tak acuh
pada norma agama; berita-berita pada media massa yang cenderung
mempropagandakan hal-hal negatif seperti pornografi dan kekerasan, serta
langkanya keteladanan pada masyarakat. Kelemahan pada unsur keluarga dan
masyarakat ini pada akhirnya lebih banyak menginjeksikan beragam pengaruh
negatif pada anak didik. Maka yang terjadi kemudian adalah sinergi pengaruh
negatif kepada pribadi anak didik.
Oleh karena itu, penyelesaian problem pendidikan yang mendasar harus
dilakukan pula secara fundamental, dan itu hanya dapat diwujudkan dengan
melakukan perbaikan secara menyeluruh yang diawali dari perubahan paradigma
pendidikan sekuler menjadi paradigma Islam. Sementara pada tataran derivatnya,
kelemahan ketiga faktor di atas diselesaikan dengan cara memperbaiki strategi
fungsionalnya sesuai dengan arahan Islam.
Jika solusi itu belum berhasil kita tempuh, maka kita harus membangun
pendidikan alternatif seperti yang dilakukan Muhammadiyah dan beberapa
lembaga pendidkan lainnya yang berlandaskan islam yang mulai bermunculan
dimana-mana.

G. Solusi Pada Tataran Strategi Fungsional


Pendidikan yang integral harus melibatkan tiga unsur pelaksana: yaitu
keluarga, sekolah/kampus, dan masyarakat. Buruknya pendidikan anak di rumah
memberi beban berat kepada sekolah/kampus dan menambah keruwetan persoalan
146

di tengah masyarakat. Sementara, situasi masyarakat yang buruk jelas membuat


nilai-nilai yang mungkin sudah berhasil ditanamkan di tengah keluarga dan
sekolah/kampus menjadi kurang optimum. Apalagi bila pendidikan yang diterima
di sekolah juga kurang bagus, maka lengkaplah kehancuran dari tiga pilar
pendidikan tersebut.
Dalam pandangan sistem pendidikan Islam, semua unsur pelaksana
pendidikan harus memberikan pengaruh positif kepada anak didik sedemikian
sehingga arah dan tujuan pendidikan didukung dan dicapai secara bersama-sama.
Kondisi tidak ideal seperti diuraikan di atas harus diatasi.
Solusi strategis fungsional sebenarnya sama dengan menggagas suatu
sistem pendidikan alternatif yang bersendikan pada dua cara yang lebih bersifat
strategis dan fungsional, yakni: pertama, membangun lembaga pendidikan
unggulan di mana semua komponen berbasis paradigma Islam, yaitu: (1)
kurikulum yang paradigmatik; (2) guru/dosen yang profesional, amanah, dan
kafa‟ah; (3) proses belajar mengajar secara Islami; dan, (4) lingkungan dan
budaya sekolah/kampus yang kondusif bagi pencapaian tujuan pendidikan secara
optimal. Dengan melakukan optimasi proses belajar mengajar serta melakukan
upaya meminimasi pengaruh-pengaruh negatif yang ada, dan pada saat yang sama
meningkatkan pengaruh positif pada anak didik, diharapkan pengaruh yang
diberikan pada pribadi anak didik adalah positif sejalan dengan arahan Islam.
Kedua, membuka lebar ruang interaksi dengan keluarga dan masyarakat
agar keduanya dapat berperan optimal dalam menunjang proses pendidikan.
Sinergi pengaruh positif dari faktor pendidikan sekolah/kampus - keluarga -
masyarakat inilah yang akan membuat pribadi anak didik terbentuk secara utuh
sesuai dengan kehendak Islam. Berangkat dari paparan di atas, maka untuk
mewujudkan lembaga pendidikan unggulan yang dimaksud setidaknya terdapat
empat komponen yang harus dipersiapkan guna menunjang tindak solusif
sebagaimana yang digagas.
Perubahan apa yang harus dilakukan dalam dunia pendidikan di era
revolusi industri 4.0?

Perubahan yang mesti dilakukan sementara ini, agar kita bisa menang dari
komputer atau artificial intelligence melalui jalur Kreatifitas (entah dapat
147

pencerahan, inovasi ataupun pemikiran-pemikiran). Kreatifitaslah yang


menghasilkan aneka ragam barang dan jasa yang kita nikmati saat ini. faktanya,
berbicara kreatifitas masih sangat asing di tengah-tengah ruang-ruang pendidikan
kita saat ini. padahal dunia berubah dengan cepatnya, kecepatan itu tidak diiringi
dengan kecepatan belajar dan beradaptasi manusia terhadap perubahan.

Bagaimana kita memandang sebut artificial intelligence atau komputer?

Komputer hanya 100% program oleh Manusia, walaupun mungkin nantinya 1


komputer dengan komputer lainnya bisa connection, sehingga bisa menciptakan
dunia komputer itu sendiri. Mungkin saja bisa jadi kreatif. Dan Stephen Hawking
dan Elon Musk juga mengatakan, ancaman peradaban manusia adalah Artificial
Intelligence, ketika mereka bisa masing-masing terhubung dan tidak terkontrol.
Tetapi tetap saja, manusia yang menciptakannya. Manusia memiliki dimensi-
dimensi lain yang tidak dimiliki oleh komputer.

Jadi, yang harusnya ada saat ini didunia pendidikan atau yang harus kita
pelajari saat ini adalah:

1. Religion

Saya lebih suka menyebutnya diin/ agama. Berbicara tentang agama kita
akan berbicara bagaimana menghidupkan seluruh sistem yang ada di dalam tubuh
manusia. Mengapa demikian? Akhir-akhir ini kita melihat, banyak manusia yang
belum menjadi manusia seutuhnya. Agama hadir untuk mengasah, mengasuh, dan
menggembleng keseimbangan antara olah hati, olah akal, olah raga, olah rasa dan
karsa yang ada dalam diri manusia.

Agama juga mengatur tentang hubungan kita dengan Allah dan mengatur
bagaimana kita berhubungan dengan sesama manusia, bahkan semua makhluk
ciptaanNya. Agama juga berbicara tentang ekonomi, sosial, politik, pendidikan,
hukum, dan area lainnya yang ditempati manusia. Bahkan agama berbicara hal-hal
yang lebih intim dalam rumah tangga seorang muslim.
148

Jarang dan sulit kita temui manusia yang bisa menyeimbangkan seluruh dimensi
kemanusiaannya. Mengolah hati, akal, raga, rasa dan karsanya dengan baik.
Sehingga kumpulan pribadi-pribadi yang unggul ini nantinya akan berdampak
pada keluarga, masyarakat, bangsa dan negara, bahkan di panggung dunia.

2. Culture

Apa itu budaya? suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama
oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Budaya yang hidup
di tengah-tengah masyarakat.

Saya yakin, apa yang kita saksikan saat ini jauh dari budaya Indonesia
yang sesungguhnya. Bagaimana cara menumbuhkembangkan kembali budaya
Indonesia yang sesungguhnya. Darimana kita mempelajari kebudayaan kita?
Bagaimana cara menampilkan kebudayaan Indonesia yang menarik? Ini PR kita
bersama.

3. Creativity

Kreativitas dalam menyelesaikan problem-problem sosial yang ada saat ini


dan yang akan muncul di masa yang akan datang

4. Team work

(Kerja tim, atau bahasa yang lebih membumi di Indonesia, kita sering
menyebutnya gotong royong)

Secara spesifik menurut hemat saya, yang harus diajarkan di sekolah: Ilmu
mengenal Allah (Agama), Ilmu mengelola emosi, ilmu berpikir, ilmu fokus, ilmu
kecerdasan keuangan, ilmu berkarir, ilmu mengambil keputusan, ilmu kesehatan,
ilmu komunikasi, ilmu leadership, ilmu membuat kebiasaan positif.

Jika mengandalkan ketekunan bisa saja akan tertinggal dengan mesin.


Begitu juga ketelitian, mesin bisa lebih teliti. Fokus kepada ilmu yang benar-benar
penting adalah kata kuncinya.
149

H. Simpulan
Lain zaman, lain pula kondisinya. Berbagai persoalan pendidikan yang
dihadapi di masa (pra) kemerdekaan tentu sangat berlainan dari persoalan-
persoalan pendidikan di era globalisasi seperti sekarang ini. setiap zaman,
membawa permasalahannya sendiri. Agar sistem pendidikan dapat kembali
meraih prestasi gemilang, atau sekurang-kurangnya supaya tidak terjebak dalam
―romantisme‖, dan jika ini yang terjadi berarti suatu kemunduran, maka kita perlu
lebih serius membenahi sistem pendidikannya sedemikian rupa sehingga responsif
terhadap tuntutan zaman.
Sistem pendidikan dituntut kemampuannya untuk dapat memprediksi
tantangan masa depan, sehingga kompatibel dalam mempromulasikannya secara
aplikatif. Dengan begitu, sistem pendidikan indonesia akan tampil kembali
sebagai lokomotif kemajuan, dan bukan limbah sejarah. Ia akan melahirkan
lulusan yang menjadi para pemimpin pada semua lapisan dan di segala bidang
kehidupan, bukan lulusan yang menjadi beban sejarah.
Pembaharuan pendidikan dalam islam sebenarnya dalam rangka
menyelesaikan problem terjadinya pertentangan akut antara dua kubu golongan
terpelajar Islam di Indonesia. ingin memperbaharui cara berpikir, bertindak, dan
berkarya mereka, agar tidak melenceng dari ajaran islam yang sebenarnya. Para
Tokoh, tidak ingin hanya ilmu-ilmu keislaman saja yang dikaji di dalam masjid,
tapi juga sains, humaniora, dan filsafat di bahas di dalamnya, seperti hal itu pun
dilakukan pada zaman kejayaan Islam.
Hasil yang diharapkan dari sistem pendidikan yang demikian adalah
lahirnya kaum terpelajar Islam yang mampu berperan aktif dalam pembangunan
bangsa Indonesia karena penguasaannya terhadap sains dan teknologi tanpa
meninggalkan jati diri sebagai muslim sejati, atau akan terlahir para ulama yang
mampu menguasai ilmu keislaman dengna tidak mengisolasi diri terhadap
perkembangan sains dan teknologi. kita menginginkan lahirnya generasi baru
Islam sebagai kaum intelek yang ulama dan kaum ulama yang intelek.
150

Daftar Pustaka

Agustian, Ari Ginanjar. 2007. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi


dan Spiritual ESQ: Emotional Spiritual Quation berdasarkan 6 Rukun
Iman dan 5 Rukun Islam. Jakarta: Arga Publishing.

Buchori, Mochtar. 1996. Transformasi Pendidikan di Indonesia dan


Tantangannya di Masa Depan. Jakarta Timur: IKIP Muhammadiyah
Jakarta Press.

Habibie, Bacharuddin Jusuf. 2012. Habibie & Ainun. Jakarta: PT. THC Mandiri

Hamka. 2002. Dari Hati ke Hati Tentang Agama, Sosial, Budaya Politik. Jakarta:
Pustaka Panjimas.

Munandar, Haris & Faisal Basri. 2009. Landskap Ekonomi Indonesia: Kajian dan
Renungan Terhadap Masalah-Masalah Struktural, Transformasi Baru,
dan Prospek Perekonomian Indonesia. Jakarta: Kencana

Nugroho, Indrawan. 2016. Rise Above The Crowd. Jakarta: Gramedia

Riadi, Sugeng & Abd. Rahman A. Ghani. 2010. Muhammadiyah dan


Transformasi Pendidikan. Mencari Format Pendidikan Muhammadiyah
yang Antisipatoris. Jakarta: Uhamka Press.

--------------------------------------------------. 2012. Pendidikan Holistik: Konsep dan


Implementasi Dalam Pendidikan. Jakarta: Uhamka Press.

Sukardi, Edy & Suyatno. 2005. Refleksi Satu Abad Pendidikan Muhammadiyah
Konsesp dan Manajemen Pendidikan Menuju Pencerahan Peradaban.
Jakarta: Uhamka Press.

Sumber Internet :
http://indonesiaberkibar.org/id/fakta-pendidikan diakses pada tanggal 7 Syaban
1437 H/ 15 Mei 2016 M
http://www.riosaputra.com/2018/09/perubahan-pendidikan-di-era-industri-40.html
151

Mengkritisi Budaya Suci Mahasiswa*


Oleh : Zedri Aresti

Jika ilmu adalah pilar utama pengetahuan, maka membaca merupakan


pintu utama ilmu. Siapa yang ingin mendapatkan banyak ilmu, dia harus banyak
membaca. Para cendekiawan –mengutip dari Bung Hatta- sering mengatakan,
―Buku adalah jendela dunia, dan membaca adalah kuncinya.‖ Barangsiapa yang
ingin banya tahu tentang dunia, dia harus banyak membaca. Sebuah bangsa yang
mempunyai budaya membaca tingkat tinggi akan muncul sebagai kekuatan dunia
yang dominan. Sebaliknya, bangsa yang tidak mempunyai budaya membaca, atau
budaya bacanya rendah, bisa dipastikan bangsa itu akan tertinggal dalam segala
hal. Begitu juga dengan mahasiswa apabila meninggalkan budaya sucinya.
Budaya suci seorang mahasiswa yaitu : membaca , menulis.
Progam Pembangunan PBB (UNDP) yang dijadikan rujukan hampir
seluruh negara di dunia dalam melihat sejauh mana pembangunan suatu bangsa
telah berjalan dengan menetapkan Human Development Index (HDI) atau Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) sebagai standar, dengan tingkat melek huruf dan
tingkat partisipasi pendidikan bersama tingkat usia harapan hidup dan pendapatan
per kapita merupakan parameter utamanya menempatkan Indonesia pada sisi yang
memprihatinkan.
Sayang sekali, sejauh ini tingkat kemampuan membaca kita sebagai
bangsa tergolong masih sangat rendah. Hasil studi kemampuan membaca yang
dilakukan oleh Internatioonal Educatioal Achievement (IEA) menunjukkan siswa-
siswi di Indonesia berada dalam urutan ke 38 dari 39 egara peserta studi. Meski
studi dilakukan pada tahun 2001 yang lalu dengan fokus siswa-sisiwi sekolah
dasar yang belum mempesentasikan bangsa secara keseluruhan dan sangat
mungkin saat ini data tersebut telah berubah , tapi perbedaannya mungkin tidak
akan jauh dari urutan terakhir sekiranya hal ini juga diteliti di kalangan
mahasiswa. Sehingga kondisi sekarang ini menambah deretan panjang dari
sesuatu yang membuat puisi Taufiq Ismai semakin lantang menyuarakan ―Aku
(Malu) Jadi Orang Indonesia.‖
152

Saya belum mempunyai data konkret tentang tingkat daya baca mahasiswa
secara khusus. Sungguh pun demikian, secara umum bisa diasumsikan masih
belum beranjak dari tingkat rendah, atau paling tinggi sedang-sedang saja. Hal ini
bisa kita lihat sendiri di kampus kita tercinta ini, pustaka masih jarang dikunjungi
dan kalaupun dikunjung dijadikan tempat istirahat dang ngobrol-ngobrol, di saat-
saat senggang jarang sekali mahasiswa/i membaca, hanya ngumpul di pojok-pojok
kampus atau di pelatarn kampus bahkan di tangga-tangga kampus atau yang lebih
naas lagi asyik berdua dengan pasangan hatinya (berpacaran). Saat naik angkutan
umum pun jarang kita temui seorang mahasiswa yang membaca buku, jangankan
membaca buku bacaan terkadang membawanya pun terlupa. Hanya saja yang tak
pernah terlupa dibawa adalah sisir dan peralatan kosmetik lainnya bagi para
mahasiswi.
Gambaran yang lebih kasatmata dari budaya membaca kita adalah tingkat
konsumsi kita buku masih sangat rendah. Tidak perlu bercermin pada masyarakat
Amerika atau Eropa, dibandingkan dengan negara tetangga kita sendiri seperti
Malaysia dan Filipina saja kita tertinggal sangat jauh. Di malaysia , konsumsi
buku mencapai 62,5 eksemplar per kapita. Sedangkan Filipina, mencapai 27,5
eksemplar per kapita. Indonesia? Jangan kaget hanya 14,25 eksemplar per
kapita.Ustadz Fauzil Adzim (penulis buku Menjadikan Anak Gila membaca)
pernah bercerita saat beliau mengisi seminar i hotel Horison Bengkulu beberapa
waktu lalu, bahwa ada seorang penulis besar dari Arab bertemu dengan seorang
penerjemah buku-buku berbahasa Arab. Sang penerjemah memohon diizinkan
secara resmi untuk menerjemahkan buku-bukunya. Maka terjadilah dialog serius
tentang royalti.
Ketika sang penulis bertanya, ―Berapa eksemplar buku-bukunya akan
diterbitkan?‖
Sang penerjemah menjawab, ―Biasanya tiga ribu eksemplar atau paling
tinggi lima ribu.‖
―Lima ribu eksemplar bukan lima puluh ribu?‖
―Bukan! Lima ribu saja.‖
153

Spontan sang penulis berkata ―Khalash! Pembicaran kita cukupkan sampai


disini. Semua hasil penjualan untukmu. Bagianku pahalanya saja. Bagaimana
mungkin usahamu bisa hidup dengan lima ribu eksemplar?‖
Fadil Bahri, penerjemah sekaligus pemilik penerbit Nadwah Press juga
mengatakan, dia biasa menerbitkan buku-bukunya tiga eksemplar, bahkan
beberapa buku hanya berani dua ribu eksemplar. Kalau mendapat respon positif
dari pasar baru dicetak ulang. Lima ribu eksemplar sesuai pengalaman biasanya
butuh waktu hitungan tahun untuk bisa habis. Keburu trennya sudah habis duluan.
Buku itu akhirnya jadi barang mati. Bandingkan dengan di Amerika atau Eropa,
terbitan pertama (first run) buku-buku disana berkisar anatara 10.00 sampai
20.000 eksemplar. Bahkan menurut Clara da Silva, sales associated dari grup
penerbit Harper Collins Publisher, setiap tahun satu judul buku keluaran Harper
bisa terjual sedikitnya 60.000 eksemplar.
Tentu kita berpikir, jika kondisi dunia perbukuan semacam ini , perubahan
sosial-budaya macam apa yang bisa kita harapkan dari mahasiswa? Benar,
kebangkitan mahasiswa adalah sebuah kenyataan yang tak bisa kita pungkiri.
Tetapi kebangkitan itu tidak menyentuh substansi peradaban yaitu ilmu
pengetahuan dan kebudayaan. Buktinya tingkat penyerapan pasar (tentu para
mahasiswa termasuk di dalamnya ) terhadap buku-buku masih seperti yang
digambarkan diatas. Jika demikian, sampai kapan cita-cita besar mahasiswa
sebagai generasi penerus bangsa bisa kita wujudkan?
Mungkin ada yang berkilah, yang tidak membeli buku belum tentu tidak
membaca. Bisa jadi mereka membacanya di perpustakaan atau meminjamnya dari
teman karena dengan tingkat ekonomi mahasiswa yang pada umumnya masih
rendah, buku termasuk barang mewah. Kita katakan, itu benar. Memang
kebanyakan dari kita tidak membeli buku bukan karena tidak berminat atau tidak
memungkinkan, tapi karean memang keuangan kita tidak mencukupi Tapi budaya
membaca adalah budaya yang berbeda. Justru dapat kita lihat pasaran busana dan
pakaian tampak berkembang luar biasa. Kita saksikan betapa banyak belanja
mahasiswa/i yang belanja busananya lebih besar dari belanja bukunya.
Pada saat yang sama dapat juga kita perhatikan, banyak sekali mahasiswa
yang membeli buku tapi tidak sempat untuk membacanya. Nah, yang membeli
154

buku saja belum tentu membaca apalagi yang tidak membeli buku. Bahwa ada
yang membaca d perpustakaan atau meminjam dari teman, itu pasti. Tapi berapa
jumlahnya? Agaknya tidak terlalu signifikan untuk diperhitungkan. Yang pasti,
gambaran umum pemasaran buku seperti itu cukup bagi kita unuk menarik
kesimpilan bahwa budaya membaca kita memang masih rendah. Persoalannya
bagaimana kiata bisa mengatrol minat baca para mahasiswa/i. Untuk mengatrol
minat baca di kalangan mahasiswa agaknya perlu ada ―pemaksaan‖. Siapakah
yang harus memaksa dan bagaiman memaksanya? Ketika ada mata kuliah yang
menggunakan buku setebal apapun, senang atau tidak senang kita pasti akan
membacanya..
Ada cara lain yang lebih cepat dan tepat untuk itu. Apa itu? Menulis! Ya.
Membaca dan menulis. Tentu dapat kita dengar dan kita lihat perjuanngan kakak
tingkat kita dalam menyelesikan skripsi. Meski didera lelah yang luar biasa, meski
mata sudah nyaris bengkak, dengan segala derita yang tertahan akhirnya tugas itu
selesai juga. Setelah dihitung-hitung jumlah buku yang ―terpaksa‖ dibaca untuk
menyelesaikan sebuah-ya, hanya sebuah- skripsi ternyata puluhan, bahkan ada
yang hingga ratusan buku, selain sekian banyak majalah, jurnal, dan surat kabar.
Jadi, untuk melahirkan sebuah skripsi saja, kakak kita terpaksa menelan puluhan
hingga ratusan buku, bagaiman kalau tesis atau disertasi? Tentu akan lebih banyak
lagi.
Nah, jika skripsi saja mampu membuat seorang mahasiswa terdorong
untuk membaca, tentu saja karya ilmiah lain bisa memberikan dorongan yang
sama, yaitu tanggung jawab ilmiah. Hal ini sejalan dengan pola pikir mewajibkan
mahasiswa untk membuat suatu karangan ilmiah minimal dengan lima buah
referensi, seperti yang dicontohkan oleh Drs.Agus Makmurtomo, M.Kes pengasuh
mata kuliah Kewarganegaraan. Bila hal seperti ini dilaksanakan mau tidak mau
mahasiswa harus membaca.
Mulai hari ini kita harus menyampaikan kebenaran dengan tulisan sebagai
rasa tanggung jawab ilmiah kita sebagai mahasiswa. Jika belum mampu dalam
bentuk buku, mulailah dengan risalah sekurang-kurangnya artikel atau makalaah
dengan pemikiran dan referensi yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
155

Dengan demikian kita harapkan terjadi lompatan ilmu yang luar biasa pada
mahasiswa kita, terutama di Univeritas Bengkulu tercinta ini.
Jika selama ini kesempatan dan keterampilan membaca bagi kita masih
menjadi kendala, maka menulis adalah pintu utama menembus kendala itu.
Tulislah apa saja tentang keilmuan yang kita kuasai. Jika belum berani langsung
dalam bentuk buku, mulailah dengan menulis artikel dan kirmkan ke media
massa. Kalau masih ragu dimuat di media massa nasional, kirimkan ke media
lokal,atau kirimkan ke media seperi buletin Media Bestari FKIP, bulein be Smart
FOSI, serta buletin HIMATIKA FKIP KBM UNIB. Ketika tulisan-tulisan kita
sering muncul di media massa. Mulai saat it juga kita kan diperlakukan sebagai
―ulama=ilmuwan‖dalam artian setiap kata atau statement kita akan dihargai.
Percayalah! Sekali tulisan kita muncul di media massa . kita akan
ketagihan untuk menulis. Mengapa? Karena disana ada kelezatan rohani yang tak
bisa diungkapkan dengan kata-kata. Ada lagi yang lebih istimewa yaitu dengan
menulis berarti kita memiliki dokumentasi nyata dari prosses perjalanan
pemikiran yang sewaktu-waktu bisa dijadikan kebangganaan untuk anak cucu
kita. Jujur saja ketika setiap saya membaca buku karya-karya Sayyid Quthub,
kiata merasa seolah-olah beliau hadir di depan saya untuk mengajar, berfatwa dan
memberikan ilmu-ilmu lainnya. Bahakan sekalipun kematiannya harus diakhiri di
tiang gantunagn pemerintah rezim Gamal Abdul Nasser, setelah itu buku-bukunya
semakin laris di pasaran terutama tafsir Fii Zilaalil Qur‘an.
Hingga konon kabarnya seorang penngusaha penerbitan di Lebanon
mampu bangkit setelah mencetak tafsir itu. Karena itu, tak berlebihan rasanya Dr.
Shalah Al-Khalidi menyebut Sayyid Quthub sebagai Asy-Syahid Al-Hayyi (Sang
Martir yang Masih Hidup).
Mungkin ada yang masih bertanya, apa yang harus kita tulis jika isi otak kita
memeng tidak ada? Saya ingatkanjangan sekali-kali merasa bodoh karena merasa
bodoh adalah kebodohan yang paling bodoh.
Buya HAMKA (Haji Abdul Malik Karim Amarullah), asal Ranah Minang
yang dikenal sebagai ulama besar yang sangat disegani. Meski tidak pernah
mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi seperti kita-kita ini, belau
memiliki ratusan tulisan dalam bentuk buku ataupun bentuk lainnya, dan yang
156

paling terkenal yaitu tafsir Al-Azhar, Tenggelamnya Kapal Van Der Wikj. Selain
itu beliau dipercaya untuk mengajar di berbagai perguruan tinggi sebagai guru
besar yang diberi hak menyandang gelar profesor. Universitas AL-Azhar, Mesir,
lambang supremasi ilmu-ilmu keilsaman internasional, juga Universitas
Kebangsaan Mlaysia mengaunugerahkan gelar doktor kepada beliau sebagai
pengakuan keilmuannya. Bahkan beliau dipercaya sebagai Ketua Majelis Ulama
Indonesia yang pertama.
Contoh lain yang masih hidup dan bisa dikonfirmasi langsung yaitu
Dahlan Iskan. Belaiu adalah praktisi ekonomi dan bisa dianggap sebagai pakar
yang sangat andal. Beliu adalah pimpinan (CEO) perusahaan penerbitan raksasa
yang membawahi berbagai media di seluruh provinsi di Indonesia dalam Jawa Pos
Group, serta puluhan anak perusahaan dengan aset triliunan rupiah. Padahal beliau
hanyalah lulusan Madrasah Aliyah. Tapi karena beliau rajin membaca dan
menulis sebagai wartawan sehingga keilmuannya berkembang luar biasa. Kini,
nama beliau sebagai praktisi ekonomi bisa disejajarkan dengan doktor-doktor
lulusan perguruan tinggi luar negeri.
Nah, kalau kita telah sadar dengan contoh orang yang sukses diatas tentu
saja kita akan terpancing untuk rajin menulis dan membaca. Kembali mengutip
kata-kata Taufiq Ismail ―janganlah jadi generasi yang buta membaca dan lumpuh
menulis‖ sehingga tidak menimbulkan apa yang disebut oleh budayawan Emha
Ainun Najib ―Budaya numpang nampang‖. Sebagai mahasiswa kita harus
menghidupkn kembali budaya suci kita yaitu membaca dan menulis. Sejak saat ini
pula,membaca tidak lagi menjadi kewajiban, tetapi sudah menjadi kebutuhan,
sehingga budaya membaca akan hidup dalam diri setiap mahasiswa. Sekujur
tubuh kita akan terasa sakit bila tidak membaca. Setelah membaca menulislah atau
menulislah untuk membaca.

Referensi :

Quantum dakwah dan Tarbiyah.karya Miswan Thahadi


Aku malu jadi Orang Indonesia karya Taufik Ismail
Tafsir AL-Azhar
157

Tafsir Fii zilaalil Qur`an


Budaya Numpang Nampang karya Ainun Nadjib
158

RUANG 6

RUANG SEJARAH & TOKOH


159

PRAMOEDYA, GENERASI MILENIAL DAN PESAN ZAMANNYA


Oleh : Hardiansyah

Seorang mahasiswi berjilbab dan terlibat aktif dalam kegiatan keagamaan


di kampusnya pernah memberikan komentar melalui media sosialnya mengenai
film ―Bumi Manusia‖. Menurutnya apa yang disajikan oleh film tidak sebaik apa
yang dituliskan oleh penulis dalam Novelnya. Menurut pengakuannya, ia
membaca terlebih dahulu novelnya baru menonton filmnya. Di sisi lain, seorang
ustadz muda demikian bersemangat menyampaikan pesan-pesan yang ingin
ditampilkan oleh Pram melalui karyanya ― Bumi Manusia‖. Ada pula aktivis
Islam kampus yang berpendapat bahwa dirinya bersyukur bahwa karya-karya dari
para pengarang masa lalu ditampilkan dalam bentuk film pada saat ini seperti
karya Buya Hamka maupun Pramoedya Ananta Toer.
Hal ini tentu tidak akan kita temukan pada masa orde baru, dimana
kekuasaan menyeleksi secara ketat karya – karya yang ditulis ataupun film yang
akan ditampilkan. Karya tidak dinilai dari pesan yang ditampilkan ataupun
kualitasnya namun terkadang lebih melihat afiliasi politik dari pengarang maupun
pembuatnya. Adalah masuk akal ketika masa itu karya – karya dari Utuy Tatang
Sontani, Agam Wispi, Hersri Setiawan, maupun karya seniman Lekra yang
dipersepsikan bagian integral dari Partai Komunis Indonesia dicekal, dibredel
maupun dilarang terbit oleh jaksa agung, termasuk karya-karya Pramoedya
Ananta Toer. Pembelahan ideologis yang terjadi pada era 1950 an sampai akhir
1960 an masih terasa getarannya. Seorang aktivis Islam Skripturalis – meminjam
istilah William Liddle – tentunya akan menolak dengan keras bagi dirinya dan
komunitasnya untuk membaca karya Pram yang menurut mereka adalah bagian
dari PKI itu, partai terlarang.
Namun tepat seperti yang disampaikan oleh Haedar Nasir maupun Asvi
Warman Adam bahwa semakin jauh jarak waktu generasi saat ini dengan
peristiwa luka sejarah yang dikenalkan oleh orde baru sebagai peristiwa G 30
S/PKI semakin luka sejarah itu akan mengering dimana rekonsiliasi dapat dengan
mudah terlaksana. Generasi saat ini tidak mewarisi ― sentiment anti lekra‖ seperti
generasi yang merasakan peristiwa itu, disamping sikap masa bodo mereka.
Bahkan dari generasi saat ini berusaha untuk objektif dalam memandang sebuah
160

karya. Seorang ibu-ibu muda melalui akun facebooknya mungkin mewakili


premis ini. Dimana beliau menuliskan ― Karya bagus seperti Bumi Manusia ini
kok dulu dilarang ?‖. beberapa waktu lalu sebuah cuitan di ―Twitter‖ milik
seorang remaja bertanya dengan nada kurang simpatik mempertanyakan siapa
sosok Pram tersebut, yang segera dibalas dengan ―Bullyan‖ oleh pengguna
medsos lainnya. Seorang penulis terkenal pernah menulis bahwa PKI tidak terlibat
apa –apa dalam kemerdekaan Republik Indonesia yang dengan cepat
mendapatkan kecaman dari generasi muda saat ini yang lebih melek sejarah.
Hal ini tentu saja tidak menafikan suara-suara sumbang akan pembacaan
karya-karya Pram. Seorang mahasiswa menyampaikan bahwa beliau disarankan
untuk tidak membaca Bumi Manusia dan seluruh tetralogy pulau buru maupun
karya Pram lainnya dengan alasan bahwa Pram itu adalah bagian dari PKI, oleh
seniornya. Kita bisa akan mudah menebak bahwa sang senior pasti belum
membaca karya-karya Pram karena sentimen itu.
Hanung Bramantyo, sang sutradara Bumi Manusia adalah orang yang
paling bertanggung jawab mengenalkan karya Pramoedya ini ke tengah – tengah
publik maupun generasi milenial saat ini. Beberapa bioskop menunjukkan foto
antusiasnya generasi muda kita dalam mengantri untuk nonton film ― Bumi
Manusia‖. Hanung cukup cerdas memilih pemain yang mampu menarik minat
remaja dan generasi muda untuk menonton film ini. Daya pikat Iqbal Ramadhan
yang sangat sukses memerankan Dilan dalam film yang diangkat dari karya Pidi
Baiq dengan gombalannya yang menguras emosi para remaja menjadikan Iqbal
seorang artis yang digandrungi oleh kaum milenial, walaupun menurut pengakuan
Hanung sendiri rencana penggarapan film ini dengan meletakkan Iqbal Ramadhan
sebagai Minke sudah didiskusikan olehnya sebelum Iqbal terkenal.

Mengenal Pramoedya Lebih Dekat


Beberapa remaja yang menonton film ini ataupun orang yang telah
menonton film ― Bumi Manusia‖yang kami temui menyatakan bahwa mereka
tertarik untuk membaca bukunya. Sebagian lainnya mengaku bahwa mereka
sengaja membaca bukunya terlebih dahulu sebelum menontonnya. Ada pula yang
mengaku telah lama membaca karya Pram jauh sebelum ―booming‖ film Bumi
161

Manusia. Bagi mereka yang telah membaca mengakui bahwa apa yang dituliskan
oleh Pram lebih terasa ―gregetnya‖ daripada apa yang ditampilkan di film. Hal ini
adalah sesuatu yang wajar karena diperlukan kemampuan yang baik dalam
menangkap pesan tertulis untuk dijadikan semacam tontonan disamping faktor
subjektif lainnya seperti tafsiran seorang sutradara maupun kepentingan soal laku
atau tidaknya film tersebut. Tentu saja saat menulis, Pram tidak menyangka
bahwa bukunya suatu hari nanti akan difilmkan. Kondisi Pram saat menulis
tetralogi Pulau Buru sangat ―mengenaskan‖. Hampir separuh hidupnya ia
habiskan dalam pembuangan dan penjara.
Pramoedya Ananta Toer lahir pada 1925 di Blora – sejenak mengingatkan
kita pada karyanya cerita dari Blora – Jawa Tengah. Beliau menghabiskan hampir
separuh hidupnya dalam penjara dengan rincian 3 tahun penjara kolonial, 1 tahun
di Orde Lama, 14 tahun pada masa Orde Baru. Beliau pernah dipenjarakan di
Nusakambangan, Pulau Buru, dan Magelang / Banyumanik tanpa proses
pengadilan. Hal ini imbas dari – meminjam istilah Motinggo Busye- Malam
jahanam 30 September 1965. Saat kekisruhan politik dan ideologi mencapai titik
didih, saat friksi meletus menjadi sebuah pemberontakan, demikianlah menurut
sejarah resmi bangsa kita.
Celakanya, sejarah meletakkan Pram pada tempat yang salah dalam
pandangan Orde Baru. Pram dikenal sebagai ujung tombak dari Lekra, Lembaga
Kebudayaan Rakyat dimana didominasi oleh kaum kiri dan komunis. Memang
pendiri Lekra ada pula yang menjadi petinggi dalam partai paling terkutuk di
negeri ini, PKI yang konon tak mengenal Tuhan itu. Kesalahan fatal Pramoedya
adalah saat beliau menjadi bintangnya ―Bintang Timur‖ dalam rubric Lentera
yang mengkritik keras lawannya, Manifes Kebudayaan yang terbukti nantinya
mendapatkan tempat oleh penguasa Orde Baru. Kritik keras Pramoedya salah
satunya ditujukan kepada pujangga sekaligus ulama Indonesia, Buya Hamka atas
karyanya ― Tenggelamnya kapal Van Der Wijck‖ yang dituduhnya sebagai plagiat
dari karya Alphons Carr. Masa ini melahirkan Pramoedya yang mengkritik habis
lawan-lawannya ataupun oposisi dari Lekra. Konsep lekra sendiri adalah konsep 1
– 5 -1, dimana Politik adalah panglima, Turun ke bawah bersama rakyat dan
menjunjung tinggi aliran Realisme sosial yang anti Humanisme Universal.
162

Dalam catatan Majalah Tempo23, setidaknya ada tiga kegemparan yang


dilahirkan oleh Pram melalui rubrik ― Lenteranya‖. Pertama adalah konfliknya
dengan Hamka yang menuduhnya sebagai plagiat dengan menggoreng tulisan
Abdullah SP ― Aku Mendakwa Hamka Plagiat‖. Kedua, adalah peristiwa
penolakan hadiah majalah sastra tahun 1962 oleh Virga Bellan, Motinggo Busye,
dan Poppy Hutagalung. Pram mengejek hadiah sastera HB. Jassin tersebut sebagai
penodaan dunia sastra Indonesia. Dan yang ketiga adalah konfliknya dengan
kelompok Manikebu yang mengusung Humanisme Universal. Setelah Manikebu
dilarang oleh Orde Lama, Lentera bersorak dan menurunkan tulisan berjudul ―
Matinya nenek Manikebu dan Warisannya‖ Pada masa ini Pram berada di atas
angin. Selain sebagai kolumnis Bintang Timur dengan rubric lenteranya 24, Pram
memainkan peran sebagai tenaga pengajar di Universitas Res Publica sebuah
Universitas yang dimiliki oleh PKI.
Namun bandul kehidupan senantiasa bergerak, roda terus berputar. Hari ini
kita dipuncak, besok bisa jadi kita berada di bawah. Demikian pula nasib Pram
dan kolega Lekranya. Pemerintahan yang baru ini mengambil langkah awal
memberangus PKI dan antek-anteknya, termasuk Lekra di dalamnya. Walaupun
mendapat kritikan keras Soekarno selaku presiden pada masa itu, Soeharto jalan
terus tanpa memperdulikan kritikan dari Bung Karno yang makin hari makin
kehilangan pamor25. Pram ada di dalam sana, ia pun ikut digelandang oleh
penguasa ke dalam tahanan tanpa proses pengadilan.
Penjara dan status sebagai tahanan politik tidak membuat Pram
terbelenggu pula cita dan karsanya. Dalam penjara tersebut bukan saja tubuhnya
yang dikerangkeng tapi juga beliau tidak mendapatkan apapun sebagai alat tulis.
Bagi penguasa, Pram yang menggunakan pena lebih mengerikan daripada Pram
yang menggunakan senjata. Keadaan ini terus berlangsung hingga tahun 1975.
Walau demikian Pram tetap berkarya, dengan mengandalkan ingatannya yang luar

23
Tempo Edisi Khusus Edisi 30 September – 6 Oktober 2013, Lekra dan Geger 1965
24
Konflik antara Lekra dan Manikebu bisa dibaca dalam Supartono, (2000), Susanto (2018)
25
Kritik keras Soekarno terhadap Soeharto atas tindakannya memberangus komunis dan pendapat
sebagian ahli tentang kudeta merangkak Soeharto dapat dibaca dalam M.C. Ricklefs ( 2008), Ben
Anderson & Ruth T MC Vey (2017) untuk beberapa kasus pembantaian orang yang dituduh PKI
di beberapa daerah lihat Cribb ( 2016),
163

biasa, ia ceritakan tetralogy pulau Buru kepada teman-temannya26. Tak hanya itu,
bahan-bahan sejarah yang dikumpulkan oleh mahasiswanya sebagai tugas kuliah,
ia ingat secara detail dan diramu menjadi epos sejarah terbesar Indonesia pada
masa kontemporer, Arus Balik. Isak (dalam Pramoedya,2002) menyatakan bahwa
Arus Balik lebih besar dibandingkan karya – karya Pram lainnya.
Pram diganjar dengan penghargaan bertubi-tubi dan selalu masuk dalam
nominasi peraih hadiah nobel dalam bidang sastra. Secara jujur ia lebih dihargai di
luar negeri dari pada di dalam negeri sendiri. Piagamnya berderet dan namanya
berkibar harum dalam dunia sastra walaupun dirinya penuh dengan kontroversi.
Namun hingga jenazahnya masuk ke dalam liang kubur, taka da satu pun yang
mampu membuktikan bahwa ia adalah seorang komunis. Ia mengakuinya sendiri
bahwa ia bukan seorang komunis. Dan Susanto ( 2018 : 40) menyebutkan alasan
sederhana yang paling masuk akal sehingga orang menyebut Pram sebagai
komunis, ia seorang Lekra dan Lekra dalam komunis, Titik.

Zaman Bergerak, Tirto dan Pesan Zamannya


Pram menceritakan masa lalu Indonesia dalam sebuah novel. Beliau bukan
sejarawan yang membuat sejarah menjadi kaku, beku dan tidak berwarna. Pram
bukan menyajikan Sejarah, ia menceritakan sejarah. Seorang remaja dalam sebuah
thread mengakui bahwa sebelum ujian Sejarah di sekolah malamnya justru
membaca Arus Balik. Walhasil ia cukup puas, karena soal yang keluar keesokan
harinya lengkap dijabarkan oleh Pram. Akun lainnya memberikan apresiasi karena
Pram berani menyajikan masa Majapahit dan munculnya kerajaan Islam awal
yang saat ini masih menjadi kontroversi sejarah.
Apapun itu, nampaknya Pram tidak hanya menyajikan kurun-kurun
sejarah, ia pun menceritakan tokoh sejarah lengkap dengan kondisi saat dimana
sang tokoh hidup. Sosok Minke adalah penggambaran dari Raden Tirto Adi
Soerjo yang disajikan Pram dalam Tetralogi pulau burunya. Kagumnya Pram
terhadap tokoh ini membuat ia menulis sebuah buku khusus tentangnya ― Sang
Pemula‖. Takashi Shiraishi ( 2005) menyebut Tirto Adi Surjo adalah seorang
yang menggerakkan bangsa ini dengan bahasanya. Dalam bukunya Zaman

26
Dalam pengantar penerbit di novel Anak Semua Bangsa
164

Bergerak : Radikalisme Rakyat Jawan 1912-1926, Shiraishi menghidupkan


kembali perjalan hidup tokoh-tokoh pergerakan pada masa itu seperti Tirto, Mas
Marco, maupun Haji Misbah di salah satu pusat peradaban Jawa, Surakarta. Pada
masa itu Islamisme maupun ajaran Marx seolah tak mendapatkan penghalang
(setidaknya bagi tokoh tokoh seperti Haji Misbah maupun Semaun). Namun pada
masa – masa setelahnya penapisan itu semakin mengkristal sehingga islamisme
dan marxisme mengambil jalan bersibak dua.
Di sisi lain, pengkastaan masyarakat oleh pemerintah kolonial semakin
mengkristal pula. Walaupun pada masa ini rust en orde belum diterapkan. Pada
masa itu masyarakat Indonesia dibagi menjadi tiga kelompok atau golongan
dimana seorang pribumi tidak mungkin dapat disamakan oleh seorang bangsa
Eropa bahkan Timur Asing sekalipun, walaupun budaya Eropa perlahan – lahan
merambat ke dalam kehidupan bangsawan jawa maupun kaum terpelajar kita27.
Pesan Pram demikian kuat tentang kondisi ini.

“Jangan agungkan Eropa sebagai keseluruhan. Dimanapun ada yang mulia dan
jahat …. Kau sudah lupa kiranya nak, yang kolonial selalu iblis, taka da yang
kolonial pernah mengindahkan kepentingan bangsamu”

Menggugat tatanan masyarakat kolonial, itulah yang dilakukan oleh Tirto


Adi Suryo melalui Medan Prijaji dimana Pram menganggapnya sebagai organisasi
pertama penggerak bangsa. Dan itu diceritakan dengan sangat baik oleh Pram
dalam tetralogy pulau burunya. Menjadi manusia merdeka bukanlah perkara yang
mudah, selalu saja ada terjal karang dan dalamnya jurang yang menganga.
Persamaan nasib yang diperjuangkan pun senantiasa digaungkan Pram. Bangsa
yang merdeka belum tentu merdekalah individu-individu di dalamnya. Merdeka
seolah bentuk formalitas namun kering dari hakikat, itulah yang kita rayakan
setiap tanggal 17 agustus. Bagi Pram persamaan nasib dapat digambarkan dalam
tulisannya di Novel ―Rumah Kaca‖, walaupun bagi penulis ia seolah meratapi
dirinya dan bangsanya sendiri saat novel itu ditulis.

27
Lihat Denys Lmbard (2005) jilid 1 Batas – batas Pembaratan (Nusa Jawa Silang Budaya)
165

“ Betapa bedanya bangsa- Bangsa Hindia ini dari bangsa Eropa. Di sana setiap
orang yang memberikan sesuatu yang baru pada umat manusia dengan
sendirinya mendapatkan tempat yang selayaknya di dunia dan di dalam
sejarahnya. Di Hindia, pada bangsa-bangsa Hindia, nampaknya setiap orang
takut tak mendapat tempat dan berebutan untuk menguasainya

Secara jujur saya bukan penggemar Pram, Bagi saya Hamka masih
menjadi penulis yang menempati ruang sendiri di hati. Sebagaimana buya Hamka
menerima anak Pram dan calon menantunya untuk belajar Islam dengan tangan
terbuka, demikianlah pula hendaknya kita menerima karya-karya Pram pula
dengan tangan terbuka. Karena karya sejati akan teruji oleh waktu dan karya-
karya Pram sudah teruji dan mendapatkan tempat dalam dunia sastra. Saatnya
mengembalikan karya – karya Pram yang lebih diterima pada masa lalu di luar
negeri pulang kampung ke negeri sendiri.

Wallahu’alambishawab
166

“PASAR BENGKULU” DALAM DINAMIKA SEJARAH BENGKULU*


Oleh : Hardiansyah

Pendahuluan
Membaca sejarah Indonesia sejatinya adalah membaca kumpulan-
kumpulan sejarah lokal karena dari kata ―Indonesia‖ saja, kita dapat
membayangkan konsep geografis yang sangat luas terbentang dari Sabang hingga
merauke dengan kondisi Etno linguistik dan geopolitik yang berbeda –beda pada
masa lalunya. Luas indonesia yang demikian itu setidaknya perlu ditilik dari studi
kawasan sebagaimana Ajid Thohir menggunakan studi kawasan ini untuk Dunia
Islam. Semua identitas lokal dan regional berkembang dalam kelompok-kelompok
etnik dengan bahasa dan sejarah yang menyatukannya (Thohir, 2009 :3). Jika
dilihat dalam kasus Indonesia, maka berbagai macam kisah sejarah lokal di masa
lalu sesungguhnya diikat oleh satu hal seperti yang pernah di bilang oleh Bung
Karno yaitu kesamaan nasib sebagai bangsa yang dijajah. Inilah yang mungkin
menjadikan Sejarah-sejarah lokal ini sebagai sejarah Indonesia ataupun yang kita
sebut sebagai sejarah nasional, dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa tuturnya.
Sartono Kartodirjo dalam bukunya ―Multi Dimensi Pembangunan Bangsa‖
menampilkan satu bagian tulisan seputar Daerah Istimewa Yogyakarta.
Ditampilkan Yogyakarta sebagai sebuah kawasan dimana memberikan kontribusi
yang besar bagi perjuangan bangsa ini. Di Yogyakarta terdapat keraton penerus
kerajaan Mataram Islam yang terkenal dengan sikap Sultan Hamengkubuwono IX
yang anti imperialisme. Selain kekuatan religio-magis tentang keraton,
Yogyakarta dalam lintasan sejarahnya juga merupakan tempat setidaknya tiga
organisasi pergerakan nasional tumbuh yaitu Budi Utomo, Muhammadiyah dan
Taman Siswa yang memainkan peran dalam pentas sejarah bangsa. Tak berlebih
jika kiranya Yogyakarta pantas disebut sebagai daerah klasik dan penuh
historisitas (Kartodirjo, 2003:97).
Bengkulu masih dianggap sebagai daerah Peripheral (pinggiran) dalam
penulisan sejarah nasional. Keberadaannya seolah dianggap ada dan tiada
tenggelam dengan kebesaran Sriwijaya ataupun dinamika sejarah Minangkabau.
Ia pula tidak se seksi Aceh dengan bermacam ragam peninggalan sejarahnya baik
yang dikumpulkan oleh Sejarawan lokal maupun sejarawan internasional. Padahal
167

daerah ini pernah menjadi pusat kekuasaan Inggris di Asia Tenggara dengan
pusatnya di Fort Marlborough. Mengapa hal ini terjadi ? karena bisa jadi kita
selaku warga Bengkulu kurang menghargai masa lalu. Sejarah Bengkulu hanya
terkait erat dengan Putri Gading Cempaka, Putri cantik dari Kerajaan Sungai serut
yang harus menyingkir ke pedalaman karena serangan Aceh. Sejarah Bengkulu
juga masih kental dengan hal-hal yang bersifat legenda ataupun mitos. Sedangkan
periode pada abad ke 20 saat pergerakan kebangsaan menusukkan pengaruhnya ke
tulang sum sum kesadaran berbangsa masyarakat Bengkulu, kurang begitu
diperhatikan padahal saksi sejarah masih banyak yang hidup dan sumber sejarah
pun bisa dikatakan cukup banyak.
Jika Sartono Kartodirjo mengetengahkan Yogyakarta sebagai daerah
―Klasik yang penuh dengan nilai historis‖, maka di daerah Bengkulu terdapat
sebuah daerah yang bernama Pasar Bengkulu yang memiliki nilai historisitas yang
tinggi dan memainkan peran yang cukup signifikan dalam perjuangan kebangsaan
Indonesia ini. Setidaknya terdapat beberapa peristiwa sejarah di daerah ini dimana
peristiwa itu menempati posisi istimewa dalam sejarah Bengkulu, itu pun jika kita
memandangnya ―istimewa‖.

Pasar Bengkulu : selintas Pandang

Jika disebut nama ―pasar‖ maka pikiran kita akan langsung terkontak pada
sebuah tempat yang luas dimana penjual dan pembeli bertemu dan melakukan
transaksi perdagangan. Namun dalam hal tempat-tempat di Bengkulu yang
menggunakan kata ―pasar‖ di depannya masih perlu dianalisis secara mendalam
lagi. Apakah kata ―Pasar‖ tersebut hanya menandakan orang bertransaksi jual beli
ataukah ―pasar‖ yang dimaksud adalah tempat-tempat yang memiliki fungsi sosial
dan ekonomi yang lebih luas daripada ―pasar‖ yang kita kenal. Agus Setiyanto
menjelaskan bahwa pada masa pemerintahan Pangeran Mangku Raja (anak
Pangeran Raja Muda), telah terjadi perkembangan dalam struktur kekuasaan
seiring dengan pesatnya perdagangan pada saat itu. Salah satunya adalah pasar
yang menuntut Pangeran Mangku Raja membuat sebuah peraturan yang berkaitan
dengan pasar di wilayahnya. Untuk itu diangkatlah empat orang menteri sebagai
168

penghulu (kepala pasar) dengan gelar Datuk de ngan wilayahnya Pasar Pondok
Tuadah, Pasar Melintang, Pasar Baroo dan pasar Malabro (Setiyanto, 2006:67)
Pasar Bangkahoeloe dahulunya adalah di bawah kekuasaan dari Pangeran
Balai Buntar (Pangeran sungai Lemau) selain dari Sungai Lemau, Pale, lais,
Bintuan, serangai hingga perbatasan Ibu kota (setiyanto, 2006: 51). Daerah ini
akhirnya jatuh sebagai hadiah kepada bangsawan keturunan Bugis, Daeng Makule
karena menikah dengan putri Pangeran dari sungai Lemau tersebut. Dengan
prsetasinya ia diakui sebagai Penghulu dari semua bangsa kecuali bangsa Eropa
dan diberikan wewenang untuk mengangkat datuk dari pasar-pasar melayu di Fort
Marlborough (Burhan 1988:7). Ketika Belanda datang ke Bengkulu, empat datuk
pasar-pasar Bengkulu ini diberhentikan kecuali Datuk Cahaya Negeri. Pada waktu
itu berdiri pula penghulu pada tiap-tiap pasar yaitu Melabro, Pasar Melintang,
pondok Juadah, Berkas dan anggut-penurunan, dimana posisi dan peran
kekuasaan mereka sangat kecil dibandingkan sebelumnya (Burhan, 1988: 186-
187).
Pasar Bengkulu pada saat ini adalah salah satu nama dari kelurahan yang
ada di Kota Bengkulu dimana luas wilayahnya tentulah tidak sama dengan masa
lalunya. Kelurahan ini saat ini berhadapan dengan Samudera Hindia di bagian
baratnya, Sungai Bengkulu di bagian timur yang membatasi kelurahan ini dengan
kelurahan Rawa Makmur. Ia juga diapit oleh Kelurahan Kampung Kelawi dan
kelurahan Kampung Bali. Kelurahan pasar Bengkulu termasuk dalam kecamatan
Sungai Serut setelah terjadi perluasan kecamatan di wilayah kota bengkulu.
Penduduknya mayoritas menyebut dirinya sebagai melayu Bengkulu selain itu ada
pula yang berasal dari luar kota Bengkulu ataupun dari daerah lainnya dengan
mayoritas penduduk beragama Islam dan bermata pencaharian sebagai nelayan.

Nilai Historis Pasar Bengkulu


1. Masa Swapraja
Jamak kita ketahui khususnya warga Bengkulu akan nama Puteri Gading
Cempaka, seorang puteri yang demikian cantik anak dari ratu Agung Penguasa
kerajaan Sungai Serut. Dalam kisahnya terjadi pertempuran antara kerajaan
Sungai serut di bawah kepemimpinan Baginda Anak Dalam Muaro Bangkahulu
169

dengan pasukan Aceh yang disebabkan oleh penolakan pinangan Puteri Gading
Cempaka. Banyak hal yang menjadi tanda tanya dalam masa sungai serut ini
diantaranya, siapa Ratu Agung ? Satu sumber menyatakan bahwa ia berasal dari
Gunung Bungkuk. Ada pula sumber yang menyatakan ia berasal dari majapahit
dan pendapat lainnya mengemukakan bahwa ia berasal dari Banten (Siddik,
1996:2). Hakim Bernadie menyatakan bahwa jika Ratu Agung itu adalah bukan
keturunan langsung dari sultan Banten - dalam hal ini Sultan Hasanudin
sebagaimana pendapat Abdullah Siddik- melainkan berasal dari kesultanan
Kalapa yang menjadi vasal Banten dengan nama lainnya adalah Ratu Dewata
(1535-1543 M). Setelah menjadi ―akuwu‖ di kesultanan Kalapa, ia pun diangkat
menjadi ―akuwu‖ Banten di Sungai Serut Bengkulu. Namun jika dikatakan Ratu
Agung adalah keturunan dari Sultan Hasanudin, maka Siddik kemungkinan salah
mengidentifikasinya sebagai laki-laki. Djajadiningrat ( 1983 : 36) menyatakan
bahwa Ratu Agung anak Sultan Hasanudin itu adalah seorang Putri yang juga
dipanggil dengan Ratu Kumadaragi sedangkan anak laki-lakinya dari Pangeran
ratu (Putri Demak) adalah Pangeran Sunyaras, Pangeran Pajajaran, dan Pangeran
Pringgalaya.
Walau terdapat perbedaan pendapat, namun Abdullah Siddik dan Hakim
Bernadie sepakat bahwa Bengkulu pada masa itu adalah daerah penghasil Lada
yang sangat menjanjikan sehingga kehadiran Ratu Agung di sana erat kaitannya
dengan sumber alam yang paling dicari bangsa barat ini. Hal iniah yang
menyebabkan Banten begiu terpikat dengan daerah ini sehingga ia ditarik ke
bawah pemerintahan Banten. (Djajadiningrat, 1983:71). Namun hubungan ini
bukan hanya hubungan yang harmonis belaka. Guillot (2008 : 252) menhyatakan
bahwa Bengkulu, Silebar dan Lampung mencoba lepas dari kekuasaan Banten
dalam hal penjualan lada sehingga Sultan mengirimkan pasukannya ke tempat-
tempat terpencil ini untuk memadamkan pemberontakan. Tahun 1640 tercatat raja
Bengkulu di tahan ke Banten disusul oleh pimpinan pemberontakan di Lampung
dan Syahbandar Silebar diganti.
Dimana tepatnya letak Kerajaan Sungai Serut ini ? Abdullah Siddik
menjelaskan bahwa berdasarkan naskah Melayu terletak di Muara Sungai Serut
yaitu mudik Kualo air (sungai) Bengkulu sekarang di sebelah kanan yang disebut
170

Bengkulu Tinggi. Sungai Serut adalah Sungai yang panjang dan lebar
memudahkan transportasi ke pedalaman dan membawa hasil hutan ke Muara
(Siddik,1996: 2). Hanya saja kemudian untuk melihat dimana sebenarnya
Bengkulu tinggi ini menjadi perbedaan pendapat. Agus Setiyanto yang penulis
coba hubungi ―by Phone‖ menjelaskan bahwa kerajaan ini memang terletak di
Muaro Sungai Bengkulu di Pasar Bengkulu. Hal ini bukan tanpa alasan, karena
Sungai dimana pernah berdiri Benteng Inggris di tepinya adalah Sungai yang
melintasi Pasar Bengkulu ini. Karena tidak mungkin Inggris mendirikan Benteng
(Fort York) di Sungai yang bukan menjadi lalu lintas perdagangan Lada ke
pedalaman jika bukan Sungai besar dan jalan utama lalu lintas lada dari
pedalaman. Hal ini juga disinnggung oleh Abdullah Sidik bahwa letak Benteng ini
berada di dekat Kerajaan Sungai Serut (Siddik, 1996:35)
Dalam hal ini, daerah Pasar Bengkulu pada masa itu merupakan daerah
yang telah memainkan perannya dalam perdagangan lada dan dalam perdagangan
antar bangsa termasuk dengan Banten.

2. Masa Pendudukan Inggris


Pada awalnya, kehadiran Inggris ke Bengkulu sebenarnya tanpa diduga
dan tanpa di prediksi karena tujuan mereka yang utama adalah Pariaman di tanah
Minang untuk berdagang. Namun angin berhembus justru mengarahkan kapal
Inggris ke Muara Sungai Bengkulu. Bengkulu memang bukan menjadi tujuan
Inggris karena mengetahui bahwa posisinya adalah sebagai vasal kesultanan
Banten yang pada masa Sultan Haji demikian erat hubungannya dengan Belanda.
Kapal Inggris tiba di Bengkulu pada tanggal 24 Juni 1685.
Menurut penuturan Benjamin Bloom, kehadiran Inggris di Bengkulu
begitu disambut dengan meriah oleh rakyat Bengkulu. Mereka sangat ramah dan
meminta Inggris untuk mendarat ke daratan (Burhan 1988 : 4). Penyambutan
Inggris dengan ramah ini bukan tanpa maksud. Karena diharapkan perdagangan
dengan Inggris lebih menguntungkan rakyat Bengkulu dibandingkan dengan
Belanda walaupun hal ini harus menentang Banten sebagai kesultanan yang
menjadi atasan kerajaan Bengkulu.
171

Akhirnya dengan perundingan bersama dengan Orang Kaya Lela dan


Pangeran Raja Muda, Inggris diminta untuk tinggal menetap di Bengkulu untuk
menjalankan perdagangan dengan masyarakat Bengkulu. Demikianlah Inggris
kemudian mendirikan sebuah Benteng di tepi Sungai Bengkulu yang diberi nama
Benteng York (Fort York). Karena adanya Benteng Inggris ini maka daerah
sekitarnya menjadi ramai dan menjadi pusat perdagangan yang sangat
menjanjikan. Namun kondisi ini sempat sedikit terusik karena pada bulan
Desember 1965, muncul tiga buah kapal Belanda dengan 300 pasukannya.
Pasukan ini membawa Jenang Ki Aria Sutra untuk memperlihatkan kekuasaan
Banten atas tanah Bengkulu. Jelas Banten ingin mengusir Inggris dari sana.
Namun maksud dan tujuan Jenang ini tidak tercapai karena tidak mendapat
sokongan penuh dari rakyat Bengkulu serta tentara Belanda yang dibawanya tidak
siap jika harus bertempur dengan Inggris. Setelah kejadian ini tidak ada lagi
Jenang dari Banten yang dikirim ke Bengkulu.
Dari Markas Inggris di Fort York inilah, maka Inggris memainkan
perannya dalam perdagangan. Tercatat pos-pos dagang EIC dibuka dibanyak
tempat seperti di Triamang (1695), Ketahun dan Seblat (1697) dan di Bantal
(1700) serta Seluma (1706). Dilanjutkan dengan kerjasama dengan Krue dan
Manna di Selatan dan Mejunto di Utara (Siddik, 1996 : 39). Pada tahun 1712
bandar kecil Bengkulu sudah sangat ramai. Perkampungan orang-orang melayu
terbentuk dengan 700- 800 rumah berdiri berdampingan dengan Fort York di tepi
sungai Bengkulu. Di tepi Pantai terdapat sebuah perkampungan tempat kediaman
Budak negro kompeni yang dibawa dari madagaskar. Di dataran rendah,
terbentang tanah sawah yang ditanami padi oleh penduduk sekitar. Sedangkan di
sekitar Fort York terdapat tanah lapang yang diselingi bukit-bukit kecil yang
menghijhau (Siddik, 1996: 41)
Namun, sikap Inggris yang semena-mena dengan membunuh Pangeran
Nata Diraja dari Selebar pada 4 November 1710 menyulut kebencian yang
mendalam masyarakat Bengkulu terhadapo Inggris yang nantinya berujung pada
penyerbuan Benteng Marlborough 1719.
Dengan semakin bertambah ramainya perdagangan dan pemukiman, maka
pada tahun 1701 Inggris sudah merasakan bahwa Fort York tidak strategis untuk
172

dijadikan tempat pertahanan serta tidak sehat daerah sekelilingnya. Dalam surat-
surat Inggris yang dikumpulkan oleh Firdaus Burhan, nampak banyak tentara
Inggris yang mati karena kondisi tidak sehat ini. Hal ini kemungkinan berasal dari
rawa-rawa Bengkulu yang menjadi sarang nyamuk sehingga menyebabkan
Malaria dan demam berdarah. Maka ditetapkanlah Ujung Karang sebagai
perbentengan Inggris yang baru. Proyek pembuatan Benteng ini dimulai sejak
tahun 1714 dengan diberi nama Fort Marlborough. (Dalip, 1991:21) Posisinya
kini berada di dekat Kampung Cina dan dengan gagah menantang Samudera
Hindia.
Tahun 1719 Benteng kokoh dengan dinding depan dua lapis ini berhasil
berdiri. Namun penyerbuan rakyat Bengkulu pada tahun yang sama menegaskan
bahwa sekokoh-kokohnya Benteng, masih tetap kokoh perjuangan di hati rakyat
Bengkulu yang tak sudi untuk diperlakukan secara semena-mena. Penyerbuan ini
membuat Inggris kocar-kacir dan untuk sementara meninggalkan Bengkulu.
Fort York pada saat ini kondisinya begitu mengenaskan. Di atasnya telah
berdiri Kantor Urusan Agama dan Sebuah sekolah (SD N57 Pasar Bengkulu).
Tidak lagi ada kesan bahwa tempat ini dulunya adalah sebuah Benteng Inggris
yang memainkan peran signifikan dalam perdagangan rempah. Bahkan banyak
orang Bengkulu yang berpendidikan pun tak pernah mendengar nama Fort York.
Demikianlah, seiring dengan mengenaskannya kondisi Fort York pada saat ini,
demikian pula mengenaskan kesadaran sejarah Masyarakat Bengkulu.

3. Masa Pergerakan Nasional


Memmasuki abad ke 20, Indonesia memasuki fase penjajahan baru
(meminjam istilah Ricklefs). Kebijakan kolonial Belanda memiliki tujuan baru
dimana eksploitasi terhadap sumber daa Alam dan sumbe daya manusianya mulai
kurang dijadikan sebagai alasan utama kekuasaan Belanda dan digantikan dengan
keprihatinan akan kesejahteraan bangsa Indonesia. Kebijakan baru pun
digelontorkan yang dinamakan dengan kebijakan politik Etis, yang berakar pada
rasa kemanusiaan sekaligus pada keuntungan ekonomi (Ricklefs, 2001: 319).
Kebijakan ini terfokus pada tiga bidang yaitu Edukasi (Pendidikan), Irigasi
173

(Pengairan) dan Emigrasi (perpindahan Penduduk). Namun yang paling menonjol


dari kebijakan ini adalah dalam hal Edukasi (pendidikan).
Mulailah Pemerintah Hindia – Belanda membuat sekolah-sekolah yang
hanya bisa dimasuki oleh kaum Bangsawan walaupun spektrumnya lebih luas dari
sebelumnya. Kemudian mulai diikuti dengan hadirnya sekolah-sekolah untuk
masyarakat desa seperti Sekolah Ongko Siji dan Ongko loro. Dengan adanya
pendidikan ini akhirnya menciptakan golongan elite baru yang menjadi bahan
baku dalam pergerakan nasional Indonesia, menggeser peran kaum elite yang
didapat dari keturunan (priyayi). Elite yang dihasilkan dari pendidikan kolonial
inilah yang kemudian memunculkan golongan nasionalis- sekuler dan sebagian
menjadi nasionalis- islamis. Kehadiran Budi Utomo pada tahun 1908 menjadi
bukti tentang hal ini. Untuk lebih mendalam pembaca kami sarankan untuk
membaca buku Robert Van Niel berjudul Munculnya Elite Modern Indonesia.
Selain itu, Islam mendapatkan ruh segar dalam gerakan modernisme yang
melanda Timur Tengah dan gaungnya sampai pula ke Indonesia. Organisasi Islam
pun berdiri menandakan jaman baru Islam yang lepas dari kekolotan, ditandai
dengan munculnya Sarekat Islam pada tahun 1912 yang menitikberatkan pada
bidang politik dan ekonomi, Muhammadiyah yang mendapatkan spirit dari
modernisme Abduh dan Ridha di Mesir serta diikuti dengan organisasi-organisasi
Islam lainnya.
Adalah seorang Kiai Haji Ahmad Dahlan yang melakukan eksperimen-
eksperimen dalam pendidikan Islam di Indonesia. Berangkat dari kekhawatiran
Dahlan dengan adanya sekulerisme pendidikan di satu sisi dan kekolotan
pendidikan islam di satu sisi yang lain membuat ia akhirnya mensitesakan dua
jenis pendidikan tersebut. Percobaannya berhasil walau mendapatkan banyak
tentangan dari kaum tradisionalis-islamis. Melalui gerakan Muhammadiyahnya,
pendidikan Islam yang digagas Dahlan berkembang dengan hebat di seluruh
nusantara. Tercatat hingga tahun 1930an, hanya Muhammadiyah yang sifatnya
menusantara dengan satu-satunya organisasi yang melakukan kongres di luar
tanah Jawa (Arifin : 2016).
Gelombang pembaharuan Islam itu ditangkap oleh orang-orang
Minangkabau di Pulau Sumatera dan mengembangkannya dengan sangat baik.
174

Penerimaan terhadap Muhammadiyah berjalan demikian cepat karena sebelum


hadirnya Muhammadiyah, Kaum muda minangkabau telah melalui jalan sejarah
yang berliku. Mulai dari munculnya thawalib, PERMI hingga pemberontakan
komunis yang berhasil menyusup ke Sumatera Thawalib. Kesamaan pandangan
membuat Muhammadiyah ―laris manis‖ di tanah Minang apalagi tokoh
pembaharuan Minangkabau seperti Haji Rasul dan syaikh Djamil Djambek
mendukung penuh Muhammadiyah.
Semangat kaum muda minangkabau inilah yang dibawa ke Bengkulu dan
ditangkap oleh masyarakat Bengkulu. Tercatat pada tahun 1915 gerakan
modernisme masuk ke Bengkulu dibawa oleh seorang pedagang dari
Minangkabau bernama Haji Ahmad (Salim & Hardiansyah, 2016: 91). Namun
yang perlu pula dicatat bahwa pada tahun 1915, Bengkulu telah mengirimkan
utusan Sarekat islam dalam kongres di Surabaya dengan ketuanya adalah Haji
Muhammad (Korver, 1985 : 39). Gerakan modernisme Islam mulai banyak
berkembang ketika memasuki tahun 1923. Kemudian para perantau Minang ini
membuat sebuah kelompok pengajian bernama Muhibul Ihsan yang akhirnya
melebur dalam Muhammadiyah Bengkulu pada tahun 1928 (Salim dan
Hardiansyah, 2016: 92).
Alfian mencatat bahwa pengaruh kaum muda begitu kuat menjalar dalam
kaum modernis Bengkulu. Tercatat bahwa Yunus Jamaludin selaku konsul
pertama Muhammadiyah Bengkulu begitu terpengaruh oleh gerakan Kaum muda
ini. Residen Groeneveldt begitu mewaspadai gerakan kaum Muda ini yang
menyuntikkan ―radikalisasi‖ dalam Muhammadiyah Sumatera khususnya
Bengkulu, sehingga beberapa kali Haji Muchtar harus datang ke Bengkulu dari
Yogya untuk lebih ―melembutkan‖ gerakan Muhammadiyah agar tidak frontal
dengan pemerintah (Alfian, 1989 : 247-305).
Ada setidaknya dua versi tentang tempat masuknya Muhammadiyah ke
Bengkulu. Yang pertama adalah langsung berada di Kebun Ross, namun yang
kedua adalah di Pasar Bengkulu terlebih dahulu baru pindah ke kebun Ross. Versi
kedua menyebutkan bahwa Muhammadiyah tiba terlebih dahulu di Pasar
Bengkulu. Namun di daerah ini ketegangan antara Muhammadiyah dengan kaum
tradisionalis membuat Muhammadiyah tidak diterima dengan baik. Pertentangan
175

kerap terjadi. Ali Chanafiah mencatat sampai beberapa tahun sebelum Bung
Karno dibuang ke Bengkulu, sering terjadi bakar membakar sampan antara kaum
Muda (Muhammadiyah) dan kaum tua tradisionalis (Chanafiah : 2004). Akhirnya
Muhammadiyah mendapat tanah wakaf di kebun ross dan pindahlah pusat
kegiatan Muhammadiyah Bengkulu ke sana. Tokoh Muhammadiyah dari pasar
Bengkulu sangat banyak namun tokoh yang sampai saat ini dikenang dengan
warga muhammadiyah Pasar Bengkulu adalah Datuk Yahya Pasar Bengkulu
(Wawancara dengan Cik Din, Imam Masjid Muhammadiyah Mardhatillah pasar
Bengkulu, bulan agustus 2016).
Saat ini di Pasar Bengkulu sendiri terdapat dua masjid yang saling
berdekatan yaitu masjid Mujahidin yang dipegang oleh kaum tua (tradisionalis)
dimana ayah penulis sering melakukan sholat di sini. Masjid kedua adalah
Mardhatillah yang dikelola oleh Muhammadiyah dan menjadi Muhammadiyah
Cabang I. Jika dulu golongan Muhammadiyah dan kaum tua sering terjadi
percekcokan, seiring berjalannya waktu pertentangan itu berganti pada saling
menghargai dan menghormati. Malah warga dua ajaran Islam ini terkadang ada di
dalam satu rumah. Ayahnya pengikut kaum tua sedangkan anaknya pengikut
kaum muda. Imam masjid Mujahidin, Bapak Sulistiyono sendiri tidak terlalu rigid
dalam menerapkan ajaran. Sering pula ia mengikuti tabligh musibah yang
dilakukan oleh Muhammadiyah dan warga Muhammadiyah ada juga yang ikut
tahlilan kematian warga.

4. Masa Revolusi Kemerdekaan


Pasca proklamasi kemerdekaan RI 17 agustus 1945, babak baru kehidupan
bangsa pun digulirkan. Kembalinya Belanda untuk menjajah indonesia dengan
membonceng tentara sekutu disambut dengan gagah berani segenap rakyat
Indonesia yang telah muak dengan penjajahan. Revolusi menjalar dihampir setiap
daerah di Indonesia. Kisah paling heroik diukir oleh pejuang Surabaya, Bandung
maupun Medan. Bengkulu pun tidak ketinggalan dengan kisah-kisah heroik para
pejuang kemerdekaan. Sayangnya lagi-lagi kita tidak terlalu mengingat dan tak
mau mengingat kisah-kisah tersebut sehingga jadilah kita sebagai daerah yang
―amnesia‖ dengan sejarahnya.
176

Pasar Bengkulu kembali mencatatkan satu kisah perjuangan para pejuang


Bengkulu dalam menghadapi penjajahan. Pos Penjaga Keamanan Rakyat (PKR)
didirikan di sekolah Muhammadiyah di Pasar Bengkulu dan terkenal dengan kisah
penyergapan tiga orang Inggris di jembatan Pasar Bengkulu. Penyergapan tersebut
bermula dari sebuah sedan biru yang meluncur dari Lubuk Linggau. Di kota
Curup sedan itu ditahan dengan ketiga penumpangnya adalah orang – orang kulit
putih. Namun sedan itu lalu diizinkan untulk lewat dan PKR Curup menelpon
PKR Bengkulu. Setelah itu diadakanlah rapat di Pondok Besi yang merupakan
markas PKR. Berdasarkan laporan ketiga orang itu adalah orang – orang Inggris.
Ketiga orang itu adalah Trevooro seorang bekas employe pada tambang emas
MMS di Lebong Tandai, Kapten Smith anggota pasukan Inggris dan Kkapten Dr.
Mycree yang juga anggota pasukan inggris. Tujuan mereka pun diketahui akan
pergi menuju Lebong Tandai. Tanggal 5 November 1945 penyergapan itu
dilakukan di jembatan pasar Bengkulu. Dari mobil mereka didapat senjata api dan
dokumen – dokumen yang kemudian disita. Pangkal pembunuhan ketiga orang
Inggris ini saat salah satu dari mereka menodongkan pistolnya pada M Syafei
sedangkan di belakangnya terdapat M. daud seorang anggota PKR. Refleks
kemudian Syafei berkata pada Daud ― Mana tombak‖. Sedangkan banyak orang
yang mengepung di sana seolah mendengar aba – aba untuk menyerbu ketiga
orang Inggris tersebut. Alhasil ketigfanya pun tewas. Peristiwa ini berbuntut
panjang, Jepang meminta pembunuh ketiga orang Inggris itu menyerahkan diri
dan barang – barang yang disita dikembalikan dengan desakan dari Inggris.
Namun rakyat menolak. Hingga akhirnya pada tanggal 10 November 1945 dua
buah kapal perang Inggris berlabuh di Pelabuhan Bengkulu (dekat Benteng
Marlborough sebagai pelabuhan lama). Hal ini dianggap sebagai ultimatum
Inggris. Akhirnya dokumen yang disita dan senjata api dikembalikan sedangkan
untuk pembunuhnya akan dicari. Hal ini adalah tak tik agar Inggris tidak
membombardir Bengkulu.
Saat ini dibawah jembatan pasar Bengkulu, tegak sebuah monumen untuk
mengenang perjuangan masyarakat Bengkulu. Jembatan bersejarah itu sendiri
telah roboh karena banjir besar yang dulu pernah melanda Pasar Bengkulu.
Namun kemudian Gubernur Bengkulu, Agusrin M Najamudin mendirikan
177

Jembatan baru di posisi jembatan lama yang roboh tersebut. Saat ini jembatan
baru pasar Bengkulu menjadi tempat kawula muda untuk menghabiskan waktu
sorenya dengan berjalan-jalan.

Penutup
Syafi‘i Ma‘arif pernah mengatakan bahwa orang yang ahistoris tidak akan
pernah mampu membaca masa depan dengan tepat. Tulisan ini adalah salah satu
cara untuk menggedor kesadaran sejarah kita yang selama ini mati suri. Bengkulu
yang tenang, Bengkulu yang damai dan Bengkulu yang jauh dari konflik-konflik
sosial saat ini ternyata menyimpan sejarah yang begitu kaya yang jika ingin
dilacak membentuk sebuah jaring yang menghubungkannya dengan jaringan
sejarah nasional bahkan internasional. Usaha dalam mencari relevansi dapat
diartikan sebagai jalan upaya agar ilmu sejarah tidak menjadi anak tiri di negeri
sendiri (kuntowijoyo, 2003 : 9)
Demikianlah akhirnya tulisan ini telah menyajikan potret sebuah tempat
yang bernama pasar Bengkulu dan peranannya dalam sejarah Bengkulu dari
zaman Swapraja hingga zaman perjuangan kemerdekaan. Semoga menjadi sebuah
sumbangan bagi lintas sejarah Bengkulu sebagai bagian dari Sejarah Nasional.

* Tulisan pernah dipublikasikan di blog pribadi penulis di


https://banghardibengkulu.blogspot.com/2016/09/sejarah-bengkulu-pasar-
bengkulu-dalam.html

Referensi

Alfian. 1989.Muhammadiyah : The Political Behaviour of Muslim Modernist


Organization Under Dutch Colonialism. Yogyakarta: UGM press

Burhan, Firdaus. 1988. Bengkulu dalam sejarah. Jakarta : Yayasan


Pengembangan Seni Budaya Nasional
178

Dalip, Achmadin dkk.1991. Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme dan


Kolonialisme di daerah Bengkulu. Jakarta : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.

Djajadiningrat, Hoesein.1983. Tinjauan Kritis Tentang Sejarah banten. Jakarta :


Djambatan

Djenen. Dkk. 1972. Bengkulu dipandang dari sudut Geografi Sejarah dan
Kebudayaan. Jakarta : Direktorat Jenderal Kebudayaan

Guillot, Claude.2008. Banten : Sejarah dan Peradaban abad X-XVII. Jakarta :


Kepustakaan Populer Gramedia

Kartodirjo, Sartono. 2003. Multi Dimensi Pembangunan Bangsa Etos


Nasionalisme dan Negara Kesatuan. Yogyakarta: Kanisius

--------------------. 1982. Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia.


Jakarta ; Gramedia

Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. Yogyakarta : Tiara Wacana

Ranni, M.Z. 1993. Perlawanan terhadap penjajah dan perjuangan menegakkan


Kemerdekaan Indonesia di Bumi Bengkulu. Jakarta : Balai pustaka

Ricklefs, M.C. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta : Serambi

Salim& Hardiansyah. 2016. Napak Tilas Sejarah Muhammadiyah Bengkulu.


Yogyakarta : Valia Pustaka

Siddik, Abdullah1996. Sejarah Bengkulu 1500 – 1990. Jakarta : Balai Pustaka


179

Setiyanto, Agus.2015. Orang-Orang besar Bengkulu Riwayatmu Dulu.


Yogyakarta : Ombak

Van Niel, Robert. 2009. Munculnya Elite Modern Indonesia. Jakarta : Pustaka
Jaya

Thohir, Ajid. 2009. Studi Kawasan Dunia islam perspektif Etno-Linguistik dan
geo-politik. Jakarta : Rajawali Press

Tim Penulis. 2016. Rekam Jejak Muhammadiyah : Catatan Sejarah Ranting di


Bengkulu. Bengkulu : El-markazi
180

Seputar Para Penulis


HARDIANSYAH

Lahir di curup pada tanggal 6 maret 1987.


Menyelesaikan pendidikan sarjananya di Universitas
Muhammadiyah Bengkulu Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris.
Minatnya dalam dunia sejarah sangat besar sehingga ia
mengoleksi banyak buku sejarah di perpustakaan
pribadinya. Pernah menjabat sebagai ketua Bidang
Kajian strategis KAMMI komisariat Universitas
Muhammadiyah Bengkulu tahun 2004 / 2005, dan
periode 2005 / 2006 namun memilih mengundurkan
diri. Aktif pula dala Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah (IMM) sebagai kabid Hikmah DPD
IMM 2007 – 2008.
Beberapa karya tulisnya baik dalam bidang pendidikan dan sejarah adalah
: meneliti perdagangan kamfer dan jejak Islam di Barus (Makalah Arung Sejarah
Bahari sumatera Barat tahun 2008), Cerita Silat Sejarah Bengkulu Huru Hara
Berdarah di Benteng Kematian (Juara I lomba menulis cerita Harian Rakyat
Bengkulu), PNS dan Prestise (Harian Rakyat Bengkulu), Sekolahnya manusia dan
orang Miskin dilarang sekolah (Kumpulan tulisan Bengkoeloe Moeda
Community), Kumpulan cerpen ―Tuyul‖, Bung Karno dan Muhammadiyah di
Bengkulu dan lain sebagainya. Tulisannya muncul dalam beberapa jurnal ilmiah
nasional maupun internasional, majalah nasional dan Koran serta media online.
Buku yang ditulis bersama Bapak Salim Bela Pili berjudul ― Napak Tilas Sejarah
Muhammadiyah Bengkulu‖ menjadi buku referensi utama dalam kajian Sejarah,
pendidikan maupun pemikiran Muhammadiyah di Bengkulu.
Penulis dapat dihubungi via email di banghardibengkulu@gmail.com.
Serta dapat dilihat tulisan-tulisannya di blog ― Historia Vitae Magistra‖. Atau di
no. 081373657292

YAHUMRI
Menyelesaikan pendidikan sarjana di Program Studi
Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu pada
tahun 2007. Pada saat ini sedang menempuh pendidikan pasca
sarjana Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam
(PSDA), Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu. Penulis
tercatat sebagai peneliti di Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) Bengkulu dengan jenjang fungsional Ahli
Peneliti Pertama dari tahun 2013 hingga saat ini dengan Bidang Keahlian
Budidaya Tanaman Pangan Pangan, Hortikultura dan Perkebunan. Memulai karir
sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) pada tahun 2005 di Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP), Badan penelitian Pengembangan Pertanian
(Balitbangtan), Kementerian Pertanian.
181

Pada tahun 2009 hingga 2011 pernah menjabat sebagai koordinator Laboratorium
Tanah BPTP Balitbangtan Bengkulu, tahun 2011 sampai dengan 2019 diberi tugas
sebagai Liasson Officer (LO) Kabupaten Kaur untuk mengawal Program Strategis
Kementerian Pertanian diantaranya P2BN, UPSUS PAJALE, SAPIRA dan
Gerakan Petani Milenial. Tahun 2013-2014 diberi tugas sebagai salah satu Tim
Gugus Tugas Kalender Tanam (KATAM) Terpadu.
Hasil-hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk karya tulis ilmiah antara lain:
Keragaan Produktivitas Benih Sumber Varietas Unggul Baru (VUB) Padi Pada
Sawah Irigasi di Kabupaten Seluma; Kajian Adaptasi Cabai Merah Kencana Pada
Agroekosistem Dataran Tinggi Musim Kemarau di Kabupaten Rejang Lebong;
Analisis Penerapan Teknologi Penanggulangan Hama Penyakit Pada Usaha Tani
Cabai Merah Dataran Tinggi di Provinsi Bengkulu; Effect Mulching and Fertilizer
ZA On The Growth and Production Of Red Chili In Seluma Lowlands; Growth
Response and Results Of Onion By Granting Of Organic Fertilizer From
Industrial Waste and Animal Waste; dan Agronomic Performance Of Three
Lowland Onion Varieties At Bengkulu City.

Aditya Candra Utama,S.Kom.I,

Lahir di Kota Bengkulu, 20 Desember 1991. Lulus


dengan predikat cumlaude dari Fakultas Dakwah dan
Komunikasi IAIN Curup tahun 2013 dengan judul
Skripsi ‗Urgensi Manajemen Dakwah Ormas Islam
Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama‘.
Pernah aktif dalam BEM (Badan Ekskutif Mahasiswa), Senat (DPM-MPM),
Gubernur BEM Fakultas Dakwah-Komunikasi IAIN Curup, Kesatuan Aksi
Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Komsat IAIN Curup, IMM (Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah) IAIN Curup, KAMMI Daerah Bengkulu Era 2013-
2015, LDK Kerohanian Cahaya Islam IAIN Curup, PMI (Palang Merah
Indonesia) Curup dan Anggota PRAMUKA IAIN Curup serta untuk era saat ini
diberi mandat dan amanah sebagai ‗Ketua Umum LSM LPA (Lembaga
Perlindungan Anak) Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu.
Nomor Handphone/WhatsAAp (HP/WA) 082373404347 dan email:
adityarel2015@gmail.com
YUSLIADI YULIUS
Lahir di Pagar Alam 3 Juli 1981. Lulus dari Fakultas
pertanian Universitas Bengkulu pada tahun 2011 setelah
melalui perjalanan akademik yang panjang. Pernah
menjabat sebagai Wakil Presiden BEM Universitas
Bengkulu tahun 2007, Ketua Badan Semi Otonom Studi
Qur‘an Terpadu UKM Kerohanian UNIB, ketua Kastrat
KAMMI Daerah Bengkulu, Ketua Bidang
Pengembangan wilayah KAMMI wilayah Sumatera
Bagian Selatan tahun 2010 dan terpilih ketua KAMMI
182

Daerah Bengkulu tahun 2009 – 2010.


Saat ini aktif sebagai anggota tim 5 Penjaringan kepala Daerah DPW Partai
Amanat Nasional Provinsi Bengkulu.
Nomor yang dapat dihubungi 085366810086
ALIAN SUHENDRA
Lahir di Bengkulu pada tanggal 26 Desember 1990.
Tercatat sebagai alumni jurusan Magister Administrasi
Pendidikan di Universitas Bengkulu. Sejak mahasiswa
aktif dalam organisasi seperti HIMA, BEM dan KAMMI.
Pernah mengajar di SMA Pentagon SMA Unggulan yang
didirikan oleh Bupati Kaur Hermen Malik. Saat ini lebih
memfokuskann diri dalam bidang pendidikan engan
mengajar di beberapa sekolah dan aktif pula sebagai
tenaga sukarelawan dalam bidang pendidikan dan sosial.

IMRAN HASYIM

Lahir di Bengkulu 7 Juli 1987 serta menamatkan


pendidikan sarjananya di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Pernah aktif di KAMMI
sebagai staf KASTRAT Komisariat UIN Syahid 2007 –
2008, Ketua Departemen KASTRAT UIN Syahid 2008
– 2009, Ketua Komisariat UIN Syahid 2009 – 2010, Staf
Kebijakan Publik KAMMI Daerah Jakarta 2010 – 2011,
Staf Kebijakan Publik KAMMI Daerah Tanggerang
Selatan 2011 dan ketua PD KAMMI Tangerang Selatan
2011 – 2012.

Saat ini aktif sebagai penulis lepas di beberapa media

ZEDRI ARESTI

Lahir di Kampung Baru tanggal 10 Oktober 1990. Tahun


2012 lulus studi S1 di Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan program studi Pendidikan Matematika
Sewaktu kuliah menjadi marbot di Masjid Alhikmah
Kelurahan Kandang Limun. Organisasi yang pernah
diikuti semasa kuliah yaitu HIMATIKA (Himpunan
Mahasiswa Matematika), UKM FOSI (Forum Studi
Islam) FKIP KBM UNIB sebagai anggota dan pernah jadi
ketua UKM Kerohanian KBM UNIB, MPM (Majelis
Permusyawaratan Mahasiswa) KBM UNIB sebagai
183

Ketua, KAMMI Komisariat Ababil, KAMMI Daerah Bengkulu. Aktif pula di


IKAMAMI (Ikatan Keluarga Mahasiswa Minang) Bengkulu.
Saat ini menjadi guru ASN di SMP N 3 Desa Mahato Kecamatan Tambusai Utara
Aktif juga sebagai Pembina PRAMUKA. Pernah juga menjadi sekretaris DPC
PKS Tambusai Utara. Bergabung dengan IKATAN KELUARGA MINANG
RIAU (IKMR) sebagai Alim . Selanjutnya menghidupkan kembali IKMR sampai
ke tingkat Desa dengan menghimpun para perantau Minang di seluruh pelosok
perkebunan dan daerah-daerah perbatasan RIAU-SUMUT.
Tahun 2014 sempat mendaftar menjadi caleg PKS tapi tidak jadi karena tak punya
dana (alasan klasik). Nomor yang dapat dihubungi 082387559036.

HARIYANTO

Lahir di Lebong, 6 Juni 1989. Sempat menduduki jabatan


yang tidak digaji di Struktur Kepengurusan KAMMI Daerah
Bengkulu. Menyelesaikan studi sarjana di FISIP Universitas
Bengkulu tahun 2014 dengan mengangkat penelitian
tentang gerakan Hizbut Tahrir Indonesia. Menjadi inisiator
lahirnya Bengkoeloe Moeda Community (BEDA) yang
fokus mengangkat isu-isu pendidikan dan sosial. Aktif
menulis dengan menerbitkan bulletin online sendiri.
Pernah merasakan menjadi petani muda namun akhirnya takdir mengantarkan
beliau untuk menjadi Abdi Negara di Kabupaten Kepahyang. Bisa dihubungi di
email : hariyanto.kastrat@gmail.com

INDRA UTAMA
Lahir di Lubuk Linggau, 2 januari 1975. Studi S1 dan
S2 dalam ilmu Manajemennya diselesaikan di
Universitas Bengkulu. Alumni SMA N 1 Rejang
Lebong ini aktif dalam berbagai kegiatan dan lembaga
seperti di Baznas Provinsi Bengkulu, Ikatan Pelaku
Pemberdayaan Masyarakat Indonesia Provinsi
Bengkulu, Lembaga Perlindungan Anak Provinsi
Bengkulu, Klinik bisnis konsultran keuangan mitra
Bank, Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil dan lain
sebagainya. Sejak mahasiswa sudah aktif dalam berbagai pergerakan seperti Senat
Mahasiswa fakultas Ekonomi, Persaudaraan Kempo Indonesia, Buletin
Ekonomika, KAMMI dan lain sebagainya. Saat ini bekerja sebagai dosen di
Universitas Dehasen Bengkulu, Manajer Operasional kantor Wilayah Zafa Tour
Bengkulu dan program percepatan sanitasi pemukiman dan lain sebagainya. Dapat
dihubungi di nomor 085273605857.
184

RIO SAPUTRA
Lahir di Argamakmur 18 Maret 1990. Menyelesaikan
studi S1nya di Universitas Muhammadiyah Bengkulu
dalam bidang Pendidikan Bahasa Indoesia dan
melanjutkan studi magisternya di Universitas HAMKA
(UHAMKA) Jakarta. Rio adalah motivator tingkat
nasional serta bersama dengan rekannya menulis buku ―
Semua Orang Berhak Sukses‖ yang diberi endors oleh
Ipho Santosa. Selain aktif dalam bidang kepenulisan dan
motivasi, beliau juga aktif semasa kuliahnya sebagai
aktivis kampus dan beberapa kegiatan kemanusiaan seperti relawan gempa
Padang 2008, International Islamic Medicine Foundation (IIMF), Sekretaris BEM
REMA UMB, KAMMI dan banyak kegiatan lainnya.
Saat ini tercatat sebagai dosen di almamaternya, Universitas Muhammadiyah
Bengkulu serta aktif dalam Dai Muda Muhammadiyah. Tulisannya banyak
tersebar di blognya ― Always Positive and Be Happy‖.

Mu‟ammar Syarif
Lahir di Jambi, 16 Oktober 1988, alumni fakultas hukum
Universitas Bengkulu. Selain pernah menjadi aktifis
KAMMI juga sempa aktif di LMND Bengkulu serta
penggiat Koperasi Syariah di Bengkulu. Saat ini menjabat
sebagai pimpinan redaksi Pedoman Bengkulu, Media
online. Untuk menghubunginya dapat melalui email,
muammaramar@yahoo.com

MERRI SRI HARTATI

Lahir di Pagar Alam 13 Maret 2019. Menamatkan


kuliah S1 dan S2 nya di Universitas Muhammadiyah
Bengkulu. Saat ini melanjutkan kuliah doktoralnya di
Universitas Negeri Yogyakarta dengan tema disertasi
seputar Parenting Pendidikan Seks pada Masyarakat
Rejang. Publikasi penelitiannya telah masuk dalam
jurnal nasional maupun internasional. Aktif pula dalam
kegiatan-kegiatan penulisan lainnya.

Pernah aktif sebagai anggota KAMMI Universitas


Muhammadiyah Bengkulu, aktif pula dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
(IMM). Pernah pula aktif sebagai Broadcaster di Radio Jazirah FM. Selain
menyelesaikan studi doktoralnya, saat ini ibu tiga anak ini aktif dalam Aisyiyah
dan tercatat sebagai dosen di Pascasrajana Universitas Muhammadiyah Bengkulu.
185

Beliau satu-satunya wanita yang menyumbangkan tulisannya dalam kumpulan


tulisan ini.

SEPRI YUNARMAN

Lahir di Tanjung Agung, 10 Februari 1990.


Menyelesaikan studi sarjananya di Jurusan Sosiologi
FISIP UNIB dan Magisternya di Universitas Andalas
dalam jurusan yang sama. Peraih banyak beasiswa ini
pernah tercatat sebagai juara I karya tulis ilmiah oleh
DIKTI tingkat universitas Bengkulu tahun 2010.

Organisasi yang pernah diikuti antara lain KAMMI


sebagai staf Kastrat KAMMDA dan sekretaris umum
KAMMI Komisariat Al-Fatih. Selain itu aktif pula
sebagai coordinator PSDM UKM IMC Fisip tahun 2009, HIMASOS FISIP KBM
UNIB, Koordinator bidang pendidikan Yayasan Cahaya Ilmu dan lain sebagainya.

Saat ini tercatat sebagai dosen di beberapa universitas seperti Dosen tetap
Universitas Dehasen, Dosen Luar Biasa di Universitas Muhammadiyah Bengkulu
dan Tutor di Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai