PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Gambar 6. Bentuk konformasi β turn yang melibatkan empat residu asam amino
(Lehninger et al., 2004).
Struktur tersier dari suatu protein adalah lapisan yang tumpang tindih di atas pola
struktur sekunder yang terdiri atas pemutarbalikan tak beraturan dari ikatan antara
rantai samping (gugus R) berbagai asam amino (Gambar 7). Struktur ini merupakan
konformasi tiga dimensi yang mengacu pada hubungan spasial antar struktur sekunder.
Struktur ini distabilkan oleh empat macam ikatan, yakni ikatan hidrogen, ikatan ionik,
ikatan kovalen, dan ikatan hidrofobik. Dalam struktur ini, ikatan hidrofobik sangat
penting bagi protein. Asam amino yang memiliki sifat hidrofobik akan berikatan di
bagian dalam protein globuler yang tidak berikatan dengan air, sementara asam amino
yang bersifat hodrofilik secara umum akan berada di sisi permukaan luar yang
berikatan dengan air di sekelilingnya (Murray et al, 2009; Lehninger et al, 2004).
Gambar 7. Bentuk struktur tersier dari protein denitrificans cytochrome C550 pada
bakteri Paracoccus denitrificans (Timkovich and Dickerson, 1976).
Struktur kuarterner adalah gambaran dari pengaturan sub-unit atau promoter protein
dalam ruang. Struktur ini memiliki dua atau lebih dari sub-unit protein dengan struktur
tersier yang akan membentuk protein kompleks yang fungsional. ikatan yang berperan
dalam struktur ini adalah ikatan nonkovalen, yakni interaksi elektrostatis, hidrogen,
dan hidrofobik. Protein dengan struktur kuarterner sering disebut juga dengan protein
multimerik. Jika protein yang tersusun dari dua sub-unit disebut dengan protein
dimerik dan jika tersusun dari empat sub-unit disebut dengan protein tetramerik
(Gambar 8) (Lodish et al., 2003; Murray et al, 2009).
Gambar 8. Beberapa contoh bentuk struktur kuartener.
2.2 Klasifikasi Protein
Protein dapat digolongkan menurut struktur susunan molekulnya, kelarutannya, adanya
senyawa lain dalam molekul, dan tingkat degradasi.
a. Struktur susunan molekul
1. Protein fibriler adalah protein yang berbentuk serabut. Protein ini tidak larut dalam
pelarut-pelarut encer, baik larutan garam, asam, basa ataupun alkohol. Kegunaan
protein ini terutama hanya untuk membentuk struktur bahan dan jaringan. Contohnya
adalah kolagen yang terdapat pada tulang rawan, myosin pada otot, keratin pada
rambut, fibrin pada gumpalan darah.
2. Protein globuler yaitu protein yang berbentuk bola. Protein ini banyak terdapat pada
bahan pangan seperti susu, telur, kacang-kacangan dan daging. Protein ini larut dalam
air, larutan garam dan asam encer dan juga lebih mudah berubah di bawah pengaruh
suhu, konsentrasi garam, pelarut asam dan basa.
b. Kelarutan
1. Albumin : larut dalam air dan terkoagulasi oleh panas. Contohnya albumin telur,
albumin serum dan laktalbumin dalam susu.
2. Globulin : larut dalam air, terkoagulasi dalam panas, larut dalam larutan garam
encer. Contohnya miosinogen dalam otot, legumin dalam kacang-kacangan.
3. Glutelin : tidak larut dalam pelarut netral tetapi larut dalam asam/basa encer.
Contohnya glutenin dalam gandum dan orizenin dalam beras.
4. Prolamin : larut dalam alkohol 70-80 % dan tak larut dalam air maupun alkohol
absolut. Contohnya gliadin dalam gandum dan zein pada jagung.
5. Histon : larut dalam air dan tak larut dalam amonia encer. Contohnya globin dalam
hemoglobin.
6. Protamin adalah protein paling sederhana dibandingkan protein-protein lain tetapi
lebih kompleks daripada pepton dan peptida. Protein ini larut dalam air dan tidak
terkoagulasi oleh panas. Contohnya salmin dalam ikan salmon.
c. Senyawa lain/ protein konjugasi
1. Nucleoprotein tersusun oleh protein dan asam nukleat dan terdapat pada intisel
kecambah biji-bijian.
2. Glikoprotein tersusun oleh protein & karbohidrat dan terdapat pada musin pada
kelenjar ludah, tendomusin pada tendon, hati.
3. Fosfoprotein tersusun oleh protein & fosfst yang mengandung lesitin dan terdapat
pada kasein susu dan vitelin/kuning telur.
4. Kromoprotein tersusun oleh protein & pigmen dan terdapat pada hemoglobin.
5. Lipoprotein tersusun oleh protein & lemak dan terdapat pada serum darah, kuning
telur, susu, darah.
d. Tingkat degradasi. Degradasi biasanya merupakan tingkat permulaan denaturasi.
1. Protein alami adalah protein dalam keadaan seperti protein dalam sel.
2. Turunan protein yang merupakan hasil degradasi protein pada tingkat permulaan
denaturasi. Dapat dibedakan sebagai protein turunan primer (protean, metaprotein) dan
protein turunan sekunder (proteosa, pepton dan peptida).
Gambar 11. Grafik kadar protein pada putih telur selama waktu pengasinan
2.8 Analisa Protein
Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu secara kualitatif dan
kuantitatif. Secara kualitatif seperti tes ninhidrin, uji biuret, tes xantoprotein,
pengendapan garam logam, koagulasi, denaturasi dan pengendapan protein dengan
alkohol. Secara kuantitatif seperti pada metode Lowry, metode spektrofotometri visible
dan metode spektrofotometri UV.
Metode analisa protein secara kualitatif :
1. Tes ninhidrin
Tes ninhidrin adalah tes yang dilakukan untuk mendeteksi asam amino yang
mempunyai gugus ” amino bebas dalam larutan. Bila senyawa ini bereaksi dengan
asam amino menghasilkan zat berwarna ungu. Fungsi larutan ninhidrin adalah berperan
sebagai pengoksidasi yang kuat dan dapat bereaksi dengan asam amino pada pH 4 – 8..
Senyawa ini merupakan hidrat dari triketon siklik, dan bila bereaksi dengan asam
amino menghasilkan zat berwarna ungu (Hart, 2003).
2. Uji Buiret
Buiret adalah senyawa dengan dua ikatan peptida yang terbentuk pada pemanasan dua
mulekul urea. Ion Cu2+ dari preaksi Biuret dalam suasana basa akan berekasi dengan
polipeptida atau ikatan-ikatan peptida yang menyusun protein membentuk senyawa
kompleks berwarna ungu atau violet. Reaksi ini positif terhadap dua buah ikatan
peptida atau lebih, tetapi negatif untuk asam amino bebas atau dipeptida. Biuret
merupakan pereaksi kimia yang terbuat dari natrium hidroksida dan tembaga sulfat.
Tes biuret berfungsi untuk mengetahui ada tidaknya gugus amida pada suatu senyawa.
Tes ini juga akan memberikan hasil positif pada biuret atau senyawa malonamida,
dengan warna merah ungu atau biru ungu.
3. Reaksi Xantoprotein
Reaksi xantoprotein adalah reaksi kimia untuk mendeteksi protein. Reaksi positif yang
ditunjukkan oleh protein dengan pemanasan dan konsentrasi asam nitrat dalam bentuk
senyawa kuning dalam basa memberikan warna orange.
4. Denaturasi Protein
Denaturasi protein adalah suatu keadaan telah terjadinya perubahan struktur protein
yang mencakup perubahan bentuk dan lipatan molekul, tanpa menyebabkan pemutusan
atau kerusakan lipatan antar asam amino dan struktur primer protein. Karena itu,
denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi
hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan atau wiru molekul protein Koagulasi
adalah denaturasi protein akibat panas dan alkohol (Winarno, 1992). Protein akan
mengalami koagulasi apabila dipanaskan pada suhu 50oC atau lebih. Koagulasi ini
hanya terjadi bila larutan protein berada titik isoelektrisnya (Poedjiadi, 1994).
5. Pengendapan Protein dengan Alkohol
Protein dapat diendapkan dengan penambahan alkohol dalam keadaan asam. Pelarut
organik akan mengubah (mengurangi) konstanta dielektrika dari air, sehingga
kelarutan protein berkurang, dan juga karena alkohol akan berkompetisi dengan protein
terhadap air sehingga kelarutan protein berkurang.
Metode Analisa Protein secara kuantitatif :
1. Metode Lowry
Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret. Dalam metode ini
terlibat 2 reaksi. Awalnya, kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk sebagaimana
metode biuret, yang dalam suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I). Ion
Cu+ kemudian akan mereduksi reagen Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat -
phosphotungstat, menghasilkan heteropoly -molybdenum blue akibat reaksi oksidasi
gugus aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis Cu, yang memberikan warna
biru intensif yang dapat dideteksi secara kolorimetri. Kekuatan warna biru terutama
bergantung pada kandungan residu tryptophan dan tyrosine-nya. Keuntungan metode
Lowry adalah lebih sensitif (100 kali) daripada metode Biuret sehingga memerlukan
sampel protein yang lebih sedikit. Batas deteksinya berkisar pada konsentrasi 0.01
mg/mL. Namun metode Lowry lebih banyak interferensinya akibat kesensitifannya
(Lowry, dkk, 1951).
Beberapa zat yang bisa mengganggu penetapan kadar protein dengan metode Lowry
ini, diantaranya buffer, asam nuklet, gula atau karbohidrat, deterjen, gliserol, Tricine,
EDTA, Tris, senyawa-senyawa kalium, sulfhidril, disulfida, fenolat, asam urat,
guanin,xanthine, magnesium, dan kalsium. Interferensi agen-agen ini dapat
diminimalkan dengan menghilangkan interferensi tersebut. Oleh karena itu dianjurkan
untuk menggunakan blanko untuk mengkoreksi absorbansi. Interferensi yang
disebabkan oleh deterjen, sukrosa dan EDTA dapat dieliminasi dengan penambahan
SDS atau melakukan preparasi sampel dengan pengendapan protein (Lowry dkk 1951).
Metode Lowry-Folin hanya dapat mengukur molekul peptida pendek dan tidak dapat
mengukur molekul peptida panjang. Prinsip kerja metode Lowry adalah reduksi Cu2+
(reagen Lowry B) menjadi Cu+ oleh tirosin, triptofan, dan sistein yang terdapat dalam
protein. Ion Cu+ bersama dengan fosfotungstat dan fosfomolibdat (reagen Lowry E)
membentuk warna biru, sehingga dapat menyerap cahaya (Lowry dkk 1951).
2. Spektrofotometri
Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada pengukuran
serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang
gelombamg spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi
dengan detektor fototube (Yoky, 2009).
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel
sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan pengukuran menggunakan
spektrofotometer ini, metoda yang digunakan sering disebut dengan spektrofotometri.
Spektrofotometer dapat mengukur serapan di daerah tampak, UV (200-380 nm)
maupun IR (> 750 nm) dan menggunakan sumber sinar yang berbeda pada masing-
masing daerah (sinar tampak, UV, IR). Monokromator pada spektrofotometer
menggunakan kisi atau prisma yang daya resolusinya lebih baik sedangkan detektornya
menggunakan tabung penggandaan foton atau fototube (Yoky, 2009).
Komponen utama dari spektrofotometer, yaitu sumber cahaya, pengatur Intensitas,
monokromator, kuvet, detektor, penguat (amplifier), dan indikator.Spektrofotometri
dapat dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan visual dengan studi yang lebih
mendalam dari absorbsi energi. Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada
berbagai panjang gelombangdan dialirkan oleh suatu perkam untuk menghasilkan
spektrum tertentu yang khas untuk komponen yang berbeda (Yoky, 2009).
3. Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl merupakan salah satu dari uji kadar protein yang memiliki tingkat
kepercayaan lebih tinggi dalam menentukan kandungan nirogen (N) dalam susu.
Kelebihan metode ini adalah sederhana, akurat, dan universal juga mempunyai
kebolehulangan (Reproducibility) yang cukup baik, akan tetapi metode ini bukannya
tidak memiliki kekurangan. Kekurangan metode ini adalah memakan waktu lama
(Time Consuming), membutuhkan biaya besar dan ketermpilan tekhnis tinggi (Juiati
dan Sumardi, 1981)
4. Metode Turbodimetri
Menurut Moulyono (2007 :891) turbodimetri merupakan analisis berdasarkan
pengukuran berkurangnya kekuatan sinar melalui larutan yang mengandung partikel
tersuspensi. Kekeruhan akan terbentuk dalam larutan yang mengandung protein
apabila ditambahkan bahan pengendap protein misalnya TCA, K4Fe(CN)6 atau asam
sulfosalisilat. Tingkat kekeruhan diukur dengan alat turbidimeter.
Turbiditas merupakan sifat optik akibat dispersi sinar dan dapat dinyatakan sebagai
perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang tiba. Intensitas cahaya
yang dipantulkan oleh suatu suspensi adalah fungsi konsentrasi jika kondisi-kondisi
lainnya konstan. Metode pengukuran turbiditas dapat dikelompokkan dalam tiga
golongan. Yaitu pengukuran perbandingan intensitas cahaya yang dihamburkan
terhadap intensitas yang datang; pengukuran efek ekstingsi, yaitu kedalaman di mana
cahaya yang mulai tidak tampak di dalam lappisan medium yang keruh. Instrumen
pengukuran perbandingan tyndall disebut sebagai tyndall meter. Dalam instrumen ini
intensitas diukur secara langsung. Sedangkan pada nefelometer, intensitas cahaya
diukur dengan larutan standar. Turbidineter mliputi pengukuran cahaya yang
diteruskan. Turbiditas berbandinglurus terhadap konsentrasi dan ketebalan, tetapi
turbiditas tergantung juga pada warna. Untuk partikel yang lebih kecil, rasio tyndall
sebanding dengan pangkat tiga dari ukuran partikel dan berbanding terbalik terhadap
pangkat empat panjang gelombang (Khopkhar,2003 : 7)
5. Metode Titrasi Formol
Larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH) lalu ditambahkan formalin akan
membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus aminonya
sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam dengan basa NaOH
sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah p.p.,
akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang
dalam 30 detik.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Struktur protein meliputi struktur primer, struktur sekunder, struktur tersier, dan
struktur kuartener.
2. Protein dapat digolongkan menurut struktur susunan molekulnya, kelarutannya,
adanya senyawa lain dalam molekul, dan tingkat degradasi.
3. Fungsi protein bagi tubuh adalah pembentukan otot dan sel-sel, sebagai enzim, alat
pengangkut dan alat penyimpan, pengatur pergerakan, penunjang mekanis, pertahanan
tubuh, media perambatan impuls syaraf, pengendalian pertumbuhan, protein kontraktil,
dan menyeimbangkan produksi hormon.
4. Sifat fisikokimia protein adalah berat molekul sangat besar, tidak larut dalam
pelarut lemak, suatu larutan protein ditambahkan garam, daya larut protein akan
berkurang, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Peristiwa pemisahan
protein ini disebut dengan salting out., jika dipanaskan atau ditambahkan alkohol, maka
akan menggumpal, dan protein dapat bereaksi dengan asam maupun basa.
5. Sumber dan kadar protein daging ayam 18.2%, daging sapi 18.8%, telur ayam
12.8%, susu sapi segar 3.2%, keju 22.8%, bandeng 20.0%, udang segar 21.0%, kerang
8.0%, beras tumbuk merah 7.9%, beras giling 6.8%, kacang hijau 22.2%, kedelai basah
30.2%, tepung terigu 8.9%, jagung kuning (butir) 7.9%.
6. Fungsi protein dalam pangan antara lain fungsi WHC (Water Holding Capacity),
sifat koagulasi dalam keju dan tahu, sifat stabilisasi dalam es krim, sebagai kandungan
untuk beberapa pangan dan sifat emulsifikasi. Not Fat Dry Milk (NFDM) digunakan
industri untuk memperbaiki kapasitas absorbsi air (pada terigu dapat memperbaiki
adonan), memperbaiki kualitas roti, mengatur pengeluaran gas, memperkuat struktur
dan tekstur, menghambat hilangnya air serta memperbaiki warna dan flavor.
7. Efek pengolahan terhadapp kadar protein adalah denaturasi, reaksi Maillard,
resemisasi, hidrolisis protein, Cross-Linking, oksidasi, dan reaksi dengan nitrit
8. Analisis protein dapat dilakukan. Secara kualitatif seperti tes ninhidrin, uji biuret,
tes xantoprotein, pengendapan garam logam, koagulasi, denaturasi dan pengendapan
protein dengan alkohol. Secara kuantitatif seperti pada metode Lowry, metode
spektrofotometri visible dan metode spektrofotometri UV.
Daftar Pustaka