Anda di halaman 1dari 47

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN INFEKSI NIFAS

TINJAUAN TEORI

Definisi.

Demam nifas Morbiditas Puerperalis meliputi demam pada masa nifas oleh sebab apa pun.
Menurut Joint Committee on Maternal Welfare, AS morbiditas puerperalis ialah kenaikan C atau
lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama post°suhu sampai 38 partum dengan mengecualikan
hari pertama. Suhu diukur dari mulut sedikit-dikitnya 4 kali sehari.

Etiologi.
Bermacam-macam

 Eksasogen : kuman datang dari luar.


 Autogen : kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh.
 Endogen : dari jalan lahir sendiri.

Selain itu infeksi nifas dapat pula disebabkan oleh:

 Streptococcus haemolytieus aerobicus merupakan sebab infeksi yang paling berat,


khususnya golongan A. Infeksi ini biasanya eksogen (dari penderita lain, alat atau kain
yang tidak steril, infeksi tenggorokan orang lain).
 Staphylococcus aerus menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang-kadang menjadi
infeksi umum. Banyak ditemukan di RS dan dalam tenggorokan orang-orang yang
nampaknya sehat.
 E. coli berasal dari kandung kemih atau rektum dan dapat menyebabkan infeksi terbatas
pada perineum, vulva dan endometrium.
 Clostridium Welchii, bersifat anaerob. Jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya.
Infeksi lebih sering terjadi pada abortus kriminalis.

Cara terjadinya infeksi:

 Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam
atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus.
Kemungkinan lain adalah sarung tangan atau alat- alat yang dimasukkan ke dalam jalan
lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman.
 Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal
dari hidung atau tenggorokan dokter atau yang membantunya.
 Hidung dan mulut petugas yang bekerja di kamar bersalin ditutup dengan masker dan
penderita infeksi saluran pernafasan dilarang memasuki kamar bersalin.
 Dalam RS banyak kuman-kuman patogen yang berasal dari penderita dengan berbagai
jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara ke mana-mana antara lain
ke handuk, kain-kain, alat-alat yang suci hama dan yang digunakan untuk merawat
wanita dalam persalinan atau nifas.
 Coitus pada akhir kehamilan bukan merupakan sebab yang paling penting kecuali apabila
mengakibatkan pecahnya ketuban.
 Infeksi intra partum. Biasanya terjadi pada partus lama, apalagi jika ketuban sudah lama
pecah dan beberapa kali dilakukan periksa dalam.
 Gejala: kenaikan suhu disertai leukositosis dan tachikardi, denyut jantung janin
meningkat, air ketuban menjadi keruh dan berbau.
 Prognosis infeksi intra partum sangat tergantung dari jenis kuman, lamanya infeksi
berlangsung, dapat/tidaknya persalinan berlangsung tanpa banyak perlukaan jalan lahir.

Faktor Predisposisi.

o Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan penderita, seperti perdarahan banyak, pre
ekslampsi, infeksi lain seperti pneumonia, penyakit jantung dan sebagainya.
o Partus lama terutama dengan ketuban pecah lama.
o Tindakan bedah vagina yang menyebabkan perlukaan jalan lahir.
o Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah.

Patologi.
Setelah kala III, daerah bekas insertio plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter kira-kira
4 cm, permukaan tidak rata, berbenjol-benjol karena banyaknya vena yang ditutupi trombus dan
merupakan area yang baik untuk tumbuhnya kuman-kuman dan masuknya jenis-jenis yang
patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering mengalami perlukaan pada persalinanan, begitu juga
vulva, vagina, perineum merupakan tempat masuknya kuman patogen. Proses radang dapat
terbatas pada luka-luka tersebut atau dapat menyebar di luar luka asalnya.

Infeksi nifas dapat terbagi dalam 2 golongan :

 Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, seviks dan endometrium.
 Penyebaran dari tempat-tempat melalui vena, jalan limfe dan melalui permukaan
endometrium.

Infeksi pada Perineum, Vulva, Vagina, Serviks dan Endometrium

1. Vulvitis.

Pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum jaringan sekitar membengkak, tepi
luka menjadi merah dan bengkak, jahitan mudah terlepas, luka yang terbuka menjadi ulkus dan
megeluarkan pus.

1. Vaginitis.

Dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau melalui luka perineum, permukaan mokusa
membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus dan getah mengandung nanah yang keluar dari
daerah ulkus.
1. Sevicitis.
Sering terjadi tapi tidak menimbulkan banyak gejala. Luka serviks yang dalam dan
meluas dan langsung ke dasar ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi yang
menjalar ke parametrium.
2. Endometritis.

Paling sering terjadi. Kuman–kuman memasuki endometrium (biasanya pada luka insertio
plasenta) dalam waktu singkat dan menyebar ke seluruh endometrium. Pada infeksi setempat,
radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama bekuan darah menjadi nekrosis dan
mengeluarkan getah berbau yang terdiri atas keping-keping nekrotis dan cairan. Pada infeksi
yang lebih berat batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah penjalaran.

Penyebaran melalui pembuluh darah (Septikemia dan Piemia)


Merupakan infeksi umum disebabkan oleh kuman patogen Streptococcus Hemolitikus Golongan
A. Infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan 50% dari semua kematian karena infeksi nifas.

Penyebaran melalui jalan limfe.


Peritonitis dan Parametritis (Sellulitis Pelvika)

Penyebaran melalui permukaan endometrium.


Salfingitis dan Ooforitis.

Gambaran Klinik.

1. Infeksi pada Perineum, Vulva, Vagina dan Serviks.


2. Rasa nyeri dan panas pada infeksi setempat.
3. Nyeri bila kencing.
4. Suhu meningkat 38o C kadang mencapai 39o C – 40o C disertai menggigil.
5. Nadi kurang dan 100/menit.

Endometritis

 Tergantung pada jenis virulensi kuman, daya tahan penderita dan derajat trauma pada
jalan lahir.
 Biasanya demam mulai 48 jam pertama post partum bersifat naik turun.
 Lokia bertambah banyak, berwarna merah atau coklat dan berbau.
 Kadang-kadang lokia tertahan dalam uterus oleh darah, sisa plasenta dan selaput ketuban
yang disebut Lokiometra.
 Uterus agak membesar, nyeri pada perabaan dan lembek.

Septikemia dan Piemia

 Septikemia adalah keadaan dimana kuman-kuman atau toxinnya langsung masuk ke


dalam peredaran darah umum dan menyebabkan infeksi umum.
 Piemia dimulai dengan tromboplebitis vena-vena daerah perlukaan lalu lepas menjadi
embolus-embolus kecil dibawa keperadaran darah umum dan terjadilah infeksi dan abses
pada organ-organ tubuh yang dihinggapinya.
 Keduanya merupakan infeksi berat.
 Gejala septikemia lebih akut dan dari awal ibu kelihatan sudah sakit dan lemah.
 Keadaan umum jelek
 Suhu meningkat antara 39°C – 40°C, menggigil, nadi cepat 140 – 160 x per menit atau
lebih. TD turun, keadaan umum memburuk. Sesak nafas, kesadaran turun, gelisah.
 Piemia dimulai dengan rasa sakit pada daerah tromboplebitis, setelah ada penyebaran
trombus terjadi gejala umum diatas.
 Lab: leukositosis.
 Lochea: berbau, bernanah, involusi jelek.

Peritonitis

 Peritonitis terbatas pada daerah pelvis (pelvia peritonitis): demam, nyeri perut bagian
bawah, KU baik.
 Peritonitis umum: suhu meningkat, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri,
terdapat abses pada cavum Douglas

Sellulitis Pelvika
Pada periksa dalam dirasakan nyeri, demam tinggi menetap dari satu minggu, nadi cepat, perut
nyeri, sebelah/kedua belah bagian bawah terjadi pembentukkan infiltrat yang dapat teraba
selamaVT. Infiltrat kadang menjadi abses.

Salfingitis dan Ooforitis

Gejala hampir sama dengan pelvio peritonitis.

Pencegahan Infeksi Nifas

a) Selama kehamilan

v Perbaikan gizi untuk mencegah anemia.

v Coitus pada hamil tua hendaknya tidak dilakukan karena dapat mengakibatkan pecahnya
ketuban dan terjadinya infeksi.

v Selama persalinan.

 Membatasi masuknya kuman-kuman ke dalam jalur jalan lahir.


 Membatasi perlukaan.
 Membatasi perdarahan.
 Membatasi lamanya persalinan.

b) Selama nifas
v Perawatan luka post partum dengan teknik aseptik.

v Semua alat dan kain yang berhubungan dengan daerah genital harus suci hama.

v Penderita dengan tanda infeksi nifas jangan digabung dengan wanita dalam nifas yang sehat.

Pengobatan Infeksi Nifas

Sebaiknya segera dilakukan kultur dari sekret vagina dan serviks, luka operasi dan darah, serta
uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang tepat. Berikan dosis yang cukup dan adekuat.

Sambil menunggu hasil laboratorium berikan antibiotika spektrum luas. Pengobatan


mempertinggi daya tahan tubuh seperti infus, transfusi darah, makanan yang mengandung zat-zat
yang diperlukan tubuh, serta perawatan lainnya sesuai komplikasi yang dijumpai.

ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian

….

II. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang mungkin muncul adalah

1. Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan infeksi nasokomial.
2. Nyeri berhubungan dengan infeksi pada organ reproduksi
3. Cemas/ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan

III. Rencana Keperawatan

1. Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan


infeksi nasokomial.

Tujuan 1: Mencegah dan mengurangi infeksi.


Intervensi:

ü Kaji data pasien dalam ruang bersalin.Infeksi perineum (menggunakan senter yang baik), catat
warna, sifat episiotomi dan warnanya. Perkiraan pinggir epis dan kemungkinan “perdarahan” /
nyeri.

ü Kaji tinggi fundus dan sifat.

ü Kaji lochia: jenis, jumlah, warna dan sifatnya. Hubungkan dengan data post partum.
ü Kaji payudara: eritema, nyeri, sumbatan dan cairan yang keluar (dari puting). Hubungkan
dengan data perubahan post partum masing-masing dan catat apakah klien menyusui dengan
ASI.

ü Monitor vital sign, terutama suhu setiap 4 jam dan selama kondisi klien kritis. Catat
kecenderungan demam jika lebih dari 38o C pada 2 hari pertama dalam 10 hari post partum.
Khusus dalam 24 jam sekurang-kurangnya 4 kali sehari.

ü Catat jumlah leukosit dan gabungkan dengan data klinik secara lengkap.

ü Lakukan perawatan perineum dan jaga kebersihan, haruskan mencuci tangan pada pasien dan
perawat. Bersihkan perineum dan ganti alas tempat tidur secara teratur.

ü Pertahankan intake dan output serta anjurkan peningkatan pemasukan cairan.

ü Bantu pasien memilih makanan. Anjurkan yang banyak protein, vitamin C dan zat besi.

ü Kaji bunyi nafas, frekwensi nafas dan usaha nafas. Bantu pasien batuk efektif dan nafas dalam
setiap 4 jam untuk melancarkan jalan nafas.

ü Kaji ekstremitas: warna, ukuran, suhu, nyeri, denyut nadi dan parasthesi/ kelumpuhan. Bantu
dengan ambulasi dini. Anjurkan mengubah posisi tidur secara sering dan teratur.

ü Anjurkan istirahat dan tidur secara sempurna.

Tujuan 2 : Identifikasi tanda dini infeksi dan mengatasi penyebabnya.


Intervensi:

ü Catat perubahan suhu. Monitor untuk infeksi.

ü Atur obat-obatan berikut yang mengindikasikan setelah perkembangan dan test sensitivitas
antibiotik seperti penicillin, gentamisin, tetracycline, cefoxitin, chloramfenicol atau
metronidazol. Oxitoksin seperti ergonovine atau methyler gonovine.

ü Hentikan pemberian ASI jika terjadi mastitis supuratif.

ü Pertahankan input dan output yang tepat. Atur pemberian cairan dan elektrolit secara
intravena, jangan berikan makanan dan minuman pada pasien yang muntah

ü Pemberian analgetika dan antibiotika.

1. Nyeri berhubungan dengan infeksi pada organ reproduksi


Tujuan :

Nyeri berkurang/terkontrol
Intervensi :
ü Selidiki keluhan pasien akan nyeri;perhatikan intensitas (0-10),lokasi,dan faktor pencetus

ü Awasi tanda vital,perhatikan petunjuk non-verbal,misal: tegangan otot, gelisah.

ü Berikan lingkungan yang tenang dan kurangi rangsangan penuh stress.

ü Berikan tindakan kenyamanan (missal : pijatan / masase punggung)

ü Dorong menggunakan tekhnik manajemen nyeri , contoh : latihan relaksasi / napas dalam ,
bimbingan imajinasi , visualisasi)

ü Kolaborasi :

 Pemberian obat analgetika.


Catatan: hindari produk mengandung aspirin karena mempunyai potensi perdarahan
 Pemberian Antibiotika

1. Cemas / ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman kematian


Tujuan :

Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan perasaan cemas
berkurang atau hilang.

Intervensi :

ü Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan


Rasional : Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya

ü Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )


Rasional : Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon fisiologis

ü Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung


Rasional : Memberikan dukungan emosi

ü Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan


Rasional : Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak diketahui

ü Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya


Rasional : Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas

ü Kaji mekanisme koping yang digunakan klien


Rasional : Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme koping yang tepat.

Iklan

Filed under: Askep | Tagged: Askep Maternitas | Leave a comment »


Askep Hiperemesis Gravidarum
Posted on 12 Mei 2009 by hidayat2

19 Votes

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN HIPEREMESIS


GRAVIDARUM

A. Pengertian

Hiperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan sehingga pekerjaan sehari-
hari terganggu dan keadaan umum ibu menjadi buruk. (Sarwono Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan,
1999).

Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi sampai umur kehamilan 20 minggu, begitu
hebat dimana segala apa yang dimakan dan diminum dimuntahkan sehingga mempengaruhi
keadaan umum dan pekerjaan sehari-hari, berat badan menurun, dehidrasi, terdapat aseton dalam
urine, bukan karena penyakit seperti Appendisitis, Pielitis dan sebagainya
(http://zerich150105.wordpress.com/).

Dalam buku obstetri patologi (1982) Hiperemesis Gravidarum adalah suatu keadaan dimana
seorang ibu hamil memuntahkan segala apa yang di makan dan di minum sehingga berat
badannya sangat turun, turgor kulit kurang, diuresis kurang dan timbul aseton dalam air kencing
(http://healthblogheg.blogspot.com/).

Hiperemesis Gravidarum adalah suatu keadaan pada ibu hamil yang ditandai dengan muntah-
muntah yang berlebihan (muntah berat) dan terus-menerus pada minggu kelima sampai dengan
minggu kedua belas Penyuluhan Gizi Rumah Sakit A. Wahab Sjahranie Samarinda
(http://healthblogheg.blogspot.com/).

1. Etiologi

Penyebab Hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Perubahan-perubahan anatomik


pada otak, jantung, hati dan susunan saraf disebabkan oleh kekurangan vitamin serta zat-zat lain
akibat inanisi.

Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang ditemukan :


a) Faktor predisposisi yang sering dikemukakan adalah primigravida, mola hidatidosa dan
kehamilan ganda. Frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda
memimbulkan dugaan bahwa faktor hormon memegang peranan, karena pada kedua keadaan
tersebut hormon Khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan.

b) Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat hamil
serta resistensi yang menurun dari pihak ibu tehadap perubahan ini merupakan faktor organik.

c) Alergi. Sebagai salah satu respon dari jaringan.ibu terhadap anak, juga disebut sebagai
salah satu faktor organik.

d) Faktor psikologik memegang peranan yang penting pada penyakit ini walaupun
hubungannya dengan terjadinya hiperemesis gravidarum belum diketahui dengan pasti. Rumah
tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap
tanggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual
dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai
pelarian karena kesukaran hidup. Tidak jarang dengan memberikan suasana yang baru sudah
dapat membantu mengurangi frekwensi muntah klien

(http://zerich150105.wordpress.com/).

1. Patofisiologi
Ada yang menyatakan bahwa, perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar
estrogen, oleh karena keluhan ini terjadi pada trimester pertama.
Pengaruh psikologik hormon estrogen ini tidak jelas, mungkin berasal dari sistem saraf
pusat atau akibat berkurangnya pengosongan lambung. Penyesuaian terjadi pada
kebanyakan wanita hamil, meskipun demikian mual dan muntah dapat berlangsung
berbulan-bulan.
Hiperemesis garavidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil
muda, bila terjadi terus-menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak seimbangnya
elektrolit dengan alkalosis hipokloremik. Belum jelas mengapa gejala ini hanya terjadi
pada sebagian kecil wanita, tetapi faktor psikologik merupakan faktor utama, disamping
faktor hormonal. Yang jelas wanita yang sebelum kehamilan sudah menderita lambung
spastik dengan gejala tak suka makan dan mual, akan mengalami emesis gravidarum
yang berat.Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan
lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak sempurna,
terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidroksi butirik dan
aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena
muntah menyebabkan dehidrasi, sehmgga cairan ekstraselurer dan plasma berkurang.
Natrium dan Khlorida darah turun, demikian pula Khlorida air kemih. Selain itu dehidrasi
menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini
menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan berkurang pula dan
tertimbunlah zat metabolik yang toksik. Kekurangan Kalium sebagai akibat dari muntah
dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal, bertambahnya frekuensi muntah-muntah yang
lebih banyak, dapat merusak hati dan terjadilah lingkaran setan yang sulit dipatahkan.
(http://zerich150105.wordpress.com/).
2. Tanda Dan Gejala
Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam 3 (tiga)
tingkatan yaitu :

a) Tingkatan I :

Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa lemah, nafsu
makan tidak ada, berat badan menurun dan nyeri pada epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100
kali per menit, tekanan darah sistol menurun turgor kulit berkurang, lidah mengering dan mata
cekung.

b) Tingkatan II :

Penderita tampak lebih lemah dan apatis, turgor kulit lebih berkurang, lidah mengering dan
nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit ikterus. Berat
badan menurun dan mata menjadi cekung, tensi rendah, hemokonsentrasi, oliguri dan konstipasi.

Aseton dapat tercium dalam hawa pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat
pula ditemukan dalam kencing.

c) Tingkatan III:

Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun dan somnolen sampai koma,
nadi kecil dan cepat, suhu badan meningkat dan tensi menurun. Komplikasi fatal dapat terjadi
pada susunan saraf yang dikenal sebagai ensefalopati Wemicke, dengan gejala : nistagtnus dan
diplopia. Keadaan ini adalah akibat sangat kekurangan zat makanan, termasuk vitamin B
kompleks. Timbulnya ikterus adalah tanda adanya payah hati.

(http://healthblogheg.blogspot.com/)

1. Komplikasi

Dehidrasi berat, ikterik, takikardia, suhu meningkat, alkalosis, kelaparan gangguan emosional
yang berhubungan dengan kehamilan dan hubungan keluarga, menarik diri dan depresi
(http://healthblogheg.blogspot.com/)

1. Pemeriksaan Diagnostik

a) USG (dengan menggunakan waktu yang tepat) : mengkaji usia gestasi janin dan adanya
gestasi multipel, mendeteksi abnormalitas janin, melokalisasi plasenta.

b) Urinalisis : kultur, mendeteksi bakteri, BUN.

c) Pemeriksaan fungsi hepar: AST, ALT dan kadar LDH.


(http://zerich150105.wordpress.com/)
1. Penatalaksanaan

Pencegahan terhadap Hiperemesis gravidarum perlu dilaksanakan dengan jalan memberikan


pcnerapan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yang fisiologik, memberikan
keyakinan bahwa mual dan kadang-kadang muntah merupakan gejala yang flsiologik pada
kehamilan muda dan akan hilang setelah kehamilan 4 bulan, mengajurkan mengubah makan
sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil tetapi lebih sering. Waktu bangun pagi jangan
segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk makan roti kering atau biskuit dengan teh
hangat.Makanan yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan. Makanan dan
minuman sebaiknya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin.

Obat-obatan

Sedativa yang sering digunakan adalah Phenobarbital. Vitamin yang dianjurkan Vitamin B1 dan
B6 Keadaan yang lebih berat diberikan antiemetik sepeiti Disiklomin hidrokhloride atau
Khlorpromasin. Anti histamin ini juga dianjurkan seperti Dramamin, Avomin

Isolasi

Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang tetapi cerah dan peredaran udara yang baik.
Tidak diberikan makan/minuman selama 24 -28 jam. Kadang-kadang dengan isolasi saja gejaia-
gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.

Terapi psikologik

Perlu diyakinkan pada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan, hilangkan rasa takut oleh
karena kehamilan, kurangi pekerjaan yang serta menghilangkan masalah dan konflik, yang
kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini.

Cairan parenteral

Berikan cairan- parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan Glukosa 5%
dalam cairan garam fisiologik sebanyak 2-3 liter per hari. Bila perlu dapat ditambah Kalium dan
vitamin, khususnya vitamin B kompleks dan vitamin C. Bila ada kekurangan protein, dapat
diberikan pula asam amino secara intra vena.

Penghentian kehamilan

Pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan mundur. Usahakan mengadakan
pemeriksaan medik dan psikiatri bila keadaan memburuk. Delirium, kebutaan, tachikardi, ikterus
anuria dan perdarahan merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam keadaan demikian
perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan abortus
terapeutik sering sulit diambil, oleh karena di satu pihak tidak boleh dilakukan terlalu cepat,
tetapi dilain pihak tak boleh menunggu sampai terjadi gejala ireversibel pada organ vital.

Diet
a) Diet hiperemesis I diberikan pada hiperemesis tingkat III.

Makanan hanya berupa rod kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan
tetapi 1 — 2 jam sesudahnya. Makanan ini kurang dalam semua zat – zat gizi, kecuali vitamin C,
karena itu hanya diberikan selama beberapa hari.

b) Diet hiperemesis II diberikan bila rasa mual dan muntah berkurang.

Secara berangsur mulai diberikan makanan yang bernilai gizi linggi. Minuman tidak diberikan
bersama makanan . Makanan ini rendah dalam semua zat-zal gizi kecuali vitamin A dan D.

c) Diet hiperemesis III diberikan kepada penderita dengan hiperemesis ringan.


Menurut kesanggupan penderita minuman boleh diberikan bersama makanan. Makanan ini
cukup dalam semua zat gizi kecuali Kalsium.

1. Prognosis
Dengan penanganan yang baik prognosis Hiperemesis gravidarum sangat memuaskan.
Penyakit ini biasanya dapat membatasi diri, namun demikian pada tingkatan yang berat,
penyakit ini dapat mengancam jiwa ibu dan janin.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan

1. Aktifitas istirahat
Tekanan darah sistol menurun, denyut nadi meningkat (> 100 kali per menit).
2. Integritas ego
Konflik interpersonal keluarga, kesulitan ekonomi, perubahan persepsi tentang
kondisinya, kehamilan tak direncanakan.
3. Eliminasi
Pcrubahan pada konsistensi; defekasi, peningkatan frekuensi berkemih Urinalisis :
peningkatan konsentrasi urine.
4. Makanan/cairan
Mual dan muntah yang berlebihan (4 – 8 minggu) , nyeri epigastrium, pengurangan berat
badan (5 – 10 Kg), membran mukosa mulut iritasi dan merah, Hb dan Ht rendah, nafas
berbau aseton, turgor kulit berkurang, mata cekung dan lidah kering.
5. Pernafasan
Frekuensi pernapasan meningkat.
6. Keamanan
Suhu kadang naik, badan lemah, icterus dan dapat jatuh dalam koma
7. Seksualitas
Penghentian menstruasi, bila keadaan ibu membahayakan maka dilakukan abortus
terapeutik.
8. Interaksi sosial
Perubahan status kesehatan/stressor kehamilan, perubahan peran, respon anggota
keluarga yang dapat bervariasi terhadap hospitalisasi dan sakit, sistem pendukung yang
kurang.
9. Pembelajaran dan penyuluhan

1. Segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan, apalagi apalahi kalau belangsung sudah
lama.

2. Berat badan turun lebih dari 1/10 dari berast badan normal

3. Turgor kulit, lidah kering

4. Adanya aseton dalam urine


(http://zerich150105.wordpress.com/)

B. Diagnosa Keperawatan

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan frekuensi mual dan
muntah berlebihan.
2. Deflsit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan.
3. Koping tidak efektif berhubungan dengan perubahan psikologi kehamilan.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
(http://zerich150105.wordpress.com/)

C. Rencana Keperawatan

1) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan frekuensi mual dan muntah
berlebihan.

Intervensi

1. Batasi intake oral hingga muntah berhenti.


Rasional : Memelihara keseimbangan cairan elektfolit dan mencegah muntah
selanjutnya.
2. Berikan obat anti emetik yang diprogramkan dengan dosis rendah, misalnya Phenergan
10-20mg/i.v.
Rasional : Mencegah muntah serta memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit
3. Pertahankan terapi cairan yang diprogramkan.
Rasional : Koreksi adanya hipovolemia dan keseimbangan elektrolit
4. Catat intake dan output.
Rasional : Menentukan hidrasi cairan dan pengeluaran melului muntah.
5. Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : Dapat mencukupi asupan nutrisi yang dibutuhkan tubuh
6. Anjurkan untuk menghindari makanan yang berlemak
Rasional : dapat menstimulus mual dan muntah
7. anjurkan untuk makan makanan selingan seperti biskuit, roti dan the (panas) hangat
sebelum bagun tidur pada siang hari dan sebelum tidur
Rasional : Makanan selingan dapat mengurangi atau menghindari rangsang mual muntah
yang berlebih
8. Catal intake TPN, jika intake oral tidak dapat diberikan dalam periode tertentu.
Rasional : Untuk mempertahankan keseimbangan nutrisi.
9. Inspeksi adanya iritasi atau Iesi pada mulut.
Rasional : Untuk mengetahui integritas inukosa mulut.
10. Kaji kebersihan oral dan personal hygiene serta penggunaan cairan pembersih mulut
sesering mungkin.
Rasional : Untuk mempertahankan integritas mukosa mulut
11. Pantau kadar Hemoglobin dan Hemotokrit
Rasional : Mengidenfifikasi adanya anemi dan potensial penurunan kapasitas pcmbawa
oksigen ibu. Klien dengan kadar Hb < 12 mg/dl atau kadar Ht rendah dipertimbangkan
anemi pada trimester I.
12. Test urine terhadap aseton, albumin dan glukosa..
Rasional : Menetapkan data dasar ; dilakukan secara rutin untuk mendeteksi situasi
potensial resiko tinggi seperti ketidakadekuatan asupan karbohidrat, Diabetik
kcloasedosis dan Hipertensi karena kehamilan.
13. Ukur pembesaran uterus
Rasional : Malnutrisi ibu berdampak terhadap pertumbuhan janin dan memperberat
penurunan komplemen sel otak pada janin, yang mengakibatkan kemunduran
pcrkembangan janin dan kcmungkinan-kemungkinan lebih lanjUT

2) Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan

Intervensi

1. Tentukan frekuensi atau beratnya mual/muntah.


Rasional :

Memberikan data berkenaan dengan semua kondisi. Peningkatan kadar hormon Korionik
gonadotropin (HCG), perubahan metabolisme karbohidrat dan penurunan motilitas gastrik
memperberat mual/muntah pada trimester

1. Tinjau ulang riwayat kemungkinah masalah medis lain (misalnya Ulkus peptikum,
gastritis.
Rasional :

Membantu dalam mengenyampingkan penyebab lain untuk mengatasi masalah khusus dalam
mengidentifikasi intervensi.

1. Kaji suhu badan dan turgor kulit, membran mukosa, TD, input/output dan berat jenis
urine. Timbang BB klien dan bandingkan dengan standar
Rasional : Sebagai indikator dalam membantu mengevaluasi tingkat atau kebutuhan
hidrasi.
2. Anjurkan peningkatan asupan minuman berkarbonat, makan sesering mungkin dengan
jumlah sedikit. Makanan tinggi karbonat seperti : roti kering sebelum bangun dari tidur.
Rasional : Membantu dalam meminimalkan mual/muntah dengan menurunkan keasaman
lambung.

3) Cemas berhubungan dengan Koping tidak efektif; perubahan psikologi kehamilan

Intervensi :

1. Kontrol lingkungan klien dan batasi pengunjung


Rasional : Untuk mencegah dan mengurangi kecemasan
2. Kaji tingkat fungsi psikologis klien
Rasional : Untuk menjaga intergritas psikologis
3. Berikan support psikologis
Rasional : Untuk menurunkan kecemasan dan membina rasa saling percaya
4. Berikan penguatan positif
Rasional : Untuk meringankan pengaruh psikologis akibat kehamilan
5. Berikan pelayanan kesehatan yang maksimal
Rasional : Penting untuk meningkatkan kesehatan mental klien

4) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan

Intervensi :

1. Anjurkan klien membatasi aktifitas dengan isrirahat yang cukup.


Rasional : Menghemat energi dan menghindari pengeluaran tenaga yang terus-menerus
untuk meminimalkan kelelahan/kepekaan uterus
2. Anjurkan klien untuk menghindari mengangkat berat.

Rasional : Aktifitas yang ditoleransi sebelumnya mungkin tidak dimodifikasi untuk wanita
beresiko.

1. Bantu klien beraktifitas secara bertahap


Rasional : Aktifitas bertahap meminimalkan terjadinya trauma seita meringankan dalam
memenuhi kebutuhannya.
2. Anjurkan tirah baring yang dimodifikasi sesuai indikasi
Rasional : Tingkat aktifitas mungkin periu dimodifikasi sesuai indikasi.
(http://zerich150105.wordpress.com/)

D. Evaluasi

1. Mual dan mutah tidak ada lagi.


2. Keluhan subyektif tidak ada.
3. Tanda-tanda vital baik.

(http://cakmoki.blogsome.com/)

REFERENSI
http://cakmoki.blogsome.com/

http://zerich150105.wordpress.com/
http://healthblogheg.blogspot.com/

Filed under: Askep | Tagged: Askep Maternitas | 3 Comments »

Askep SC dng indikasi panggul sempit


Posted on 10 April 2009 by hidayat2

11 Votes

ASUHAN KEPERAWATAN SECTIO CAESAREA DENGAN INDIKASI PANGGUL


SEMPIT

Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan
dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim.

Jenis – jenis operasi sectio caesarea


1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
2. Sectio caesarea transperitonealis
3. SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri)

1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)


Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
1. Mengeluarkan janin dengan cepat
2. Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
3. Sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
1. Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik
2. Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan
3. SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim)

Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical
transversal) kira-kira 10 cm
Kelebihan :
1. Penjahitan luka lebih mudah
2. Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
3. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke
rongga peritoneum
4. Perdarahan tidak begitu banyak
5. Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil

Kekurangan :
1. Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan uteri uterine pecah
sehingga mengakibatkan perdarahan banyak
2. Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
3. SC ektra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak
membuka cavum abdominal

2. Vagina (section caesarea vaginalis)


Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Sayatan memanjang ( longitudinal )
2. Sayatan melintang ( Transversal )
3. Sayatan huruf T ( T insicion )

Indikasi
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko
pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan SC proses
persalinan normal lama/ kegagalan proses persalinan normal ( Dystasia )
 Fetal distress
 His lemah / melemah
 Janin dalam posisi sungsang atau melintang
 Bayi besar ( BBL ³ 4,2 kg )
 Plasenta previa
 Kalainan letak
 Disproporsi cevalo-pelvik ( ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul )
 Rupture uteri mengancam
 Hydrocephalus
 Primi muda atau tua
 Partus dengan komplikasi
 Panggul sempit
 Problema plasenta
 Komplikasi

Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain :


1. Infeksi puerperal ( Nifas )
2. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
3. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung
4. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
5. Perdarahan
6. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
7. Perdarahan pada plasenta bed
8. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi terlalu
tinggi
9. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya
10. Post Partum

Definisi Puerperium / Nifas


Nifas adalah masa sesudah persalinan dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhirnya ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, masa nifas berlangsung selama ± 6
minggu. (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002)
Nifas adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan
yang lamanya 6 minggu. (Obstetri Fisiologi, 1983)

Periode
Masa nifas dibagi dalam 3 periode:
1. Early post partum
Dalam 24 jam pertama.
2. Immediate post partum
Minggu pertama post partum.
3. Late post partum
Minggu kedua sampai dengan minggu keenam.
Tujuan Asuhan Kepeawatan
 Menjaga kesehatan Ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologiknya.
 Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila
terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
 Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga
berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
 Memberikan pelayanan keluarga berencana.

Tanda dan Gejala


1. Perubahan Fisik
2. Sistem Reproduksi
3. Uterus
4. Involusi : Kembalinya uterus ke kondisi normal setelah hamil.

Proses ini dipercepat oleh rangsangan pada puting susu.


o Lochea
o Komposisi

Jaringan endometrial, darah dan limfe.


 Tahap
 Rubra (merah) : 1-3 hari.
 Serosa (pink kecoklatan)
 Alba (kuning-putih) : 10-14 hari
Lochea terus keluar sampai 3 minggu.
 Bau normal seperti menstruasi, jumlah meningkat saat berdiri.

Jumlah keluaran rata-rata 240-270 ml.


 Siklus Menstruasi

Ibu menyusui paling awal 12 minggu rata-rata 18 minggu, untuk itu tidak menyusui akan
kembali ke siklus normal.

 Ovulasi
Ada tidaknya tergantung tingkat proluktin. Ibu menyusui mulai ovulasi pada bulan ke-3 atau
lebih.
Ibu tidak menyusui mulai pada minggu ke-6 s/d minggu ke-8. Ovulasi mungkin tidak terlambat,
dibutuhkan salah satu jenis kontrasepsi untuk mencegah kehamilan.
 Serviks
Segera setelah lahir terjadi edema, bentuk distensi untuk beberapa hari, struktur internal kembali
dalam 2 minggu, struktur eksternal melebar dan tampak bercelah.
 Vagina
Nampak berugae kembali pada 3 minggu, kembali mendekati ukuran seperti tidak hamil, dalam
6 sampai 8 minggu, bentuk ramping lebar, produksi mukus normal dengan ovulasi.
 Perineum
 Episiotomi

Penyembuhan dalam 2 minggu.


 Laserasi
TK I : Kulit dan strukturnya dari permukaan s/d otot
TK II : Meluas sampai dengan otot perineal
TK III : Meluas sampai dengan otot spinkter
TK IV : melibatkan dinding anterior rektal
 Payudara
Payudara membesar karena vaskularisasi dan engorgement (bengkak karena peningkatan
prolaktin pada hari I-III). Pada payudara yang tidak disusui, engorgement akan berkurang dalam
2-3 hari, puting mudah erektil bila dirangsang. Pada ibu yang tidak menyusui akan mengecil
pada 1-2 hari.
 Sistem Endokrin
 Hormon Plasenta
 HCG (-) pada minggu ke-3 post partum, progesteron plasma tidak terdeteksi dalam 72 jam
post partum normal setelah siklus menstruasi.
 Hormon pituitari
Prolaktin serum meningkat terjadi pada 2 minggu pertama, menurun sampai tidak ada pada ibu
tidak menyusui FSH, LH, tidak ditemukan pada minggu I post partum.
 Sistem Kardiovaskuler
 Tanda-tanda vital
Tekanan darah sama saat bersalin, suhu meningkat karena dehidrasi pada awal post partum
terjadi bradikardi.
 Volume darah
Menurun karena kehilangan darah dan kembali normal 3-4 minggu
Persalinan normal : 200 – 500 cc, sesaria : 600 – 800 cc.
 Perubahan hematologik
Ht meningkat, leukosit meningkat, neutrophil meningkat.
 Jantung
Kembali ke posisi normal, COP meningkat dan normal 2-3 minggu.
 Sistem Respirasi
Fungsi paru kembali normal, RR : 16-24 x/menit, keseimbangan asam-basa kembali setelah 3
minggu post partum.
 Sistem Gastrointestinal
 Mobilitas lambung menurun sehingga timbul konstipasi.
 Nafsu makan kembali normal.
 Kehilangan rata-rata berat badan 5,5 kg.
 Sistem Urinaria
 Edema pada kandung kemih, urethra dan meatus urinarius terjadi karena trauma.
 Pada fungsi ginjal: proteinuria, diuresis mulai 12 jam.
 Fungsi kembali normal dalam 4 minggu.
 Sistem Muskuloskeletal
Terjadi relaksasi pada otot abdomen karena terjadi tarikan saat hamil. Diastasis rekti 2-4 cm,
kembali normal 6-8 minggu post partum.
 Sistem Integumen
Hiperpigmentasi perlahan berkurang.
 Sistem Imun
Rhesus incompability, diberikan anti RHO imunoglobin.

ASUHAN KEPERAWATAN POST PARTUM FISIOLOGIS


PENGKAJIAN
• Pemeriksaan Fisik
• Monitor Keadaan Umum Ibu
• Jam I : tiap 15 menit, jam II tiap 30 menit
• 24 jam I : tiap 4 jam
• Setelah 24 jam : tiap 8 jam
• Monitor Tanda-tanda Vital
• Payudara
Produksi kolustrum 48 jam pertama.
• Uterus
Konsistensi dan tonus, posisi tinggi dan ukuran.
• Insisi SC
Balutan dan insisi, drainase, edema, dan perubahan warna.
• Kandung Kemih dan Output Urine
Pola berkemih, jumlah distensi, dan nyeri.
• Bowel
Pergerakan usus, hemoroid dan bising usus.
• Lochea
Tipe, jumlah, bau dan adanya gumpalan.
• Perineum
Episiotomi, laserasi dan hemoroid, memar, hematoma, edema, discharge dan approximation.
Kemerahan menandakan infeksi.
• Ekstremitas
Tanda Homan, periksa redness, tenderness, warna.
• Diagnostik
Jumlah darah lengkap, urinalisis.
• Perubahan Psikologis
• Peran Ibu meliputi:
Kondisi Ibu, kondisi bayi, faktor sosial-ekonomi, faktor keluarga, usia ibu, konflik peran.
• Baby Blues:
Mulai terjadinya, adakah anxietas, marah, respon depresi dan psikosis.
• Perubahan Psikologis
• Perubahan peran, sebagai orang tua.
• Attachment yang mempengaruhi dari faktor ibu, ayah dan bayi.
• Baby Blues merupakan gangguan perasaan yang menetap, biasanya pada hari III dimungkinkan
karena turunnya hormon estrogen dan pergeseran yang mempengaruhi emosi ibu.
• Faktor-faktor Risiko
• Duerdistensi uterus
• Persalinan yang lama
• Episiotomi/laserasi
• Ruptur membran prematur
• Kala II persalinan
• Plasenta tertahan
• Breast feeding

PANGGUL SEMPIT
Dalam Obstetri yang terpenting bukan panggul sempit secara anatomis melainkan panggul
sempit secara fungsional artinya perbandingan antara kepala dan panggul
Kesempitan panggul dibagi sebagai berikut :
• Kesempitan pintu atas panggul
• kesempitan bidang bawah panggul
• kesempitan pintu bawah panggul
• kombinasi kesempitan pintu atas pangul, bidang tengah dan pintu bawah panggul.
• Kesempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit kalau conjugata vera kurang dari 10 cm atau kalau diameter
transversa kurang dari 12 cm
Conjugata vera dilalui oleh diameter biparietalis yang ± 9½ cm dan kadang-kadang mencapai 10
cm, maka sudah jelas bahwa conjugata vera yang kurang dari 10cm dapat menimbulkan
kesulitan. Kesukaran bertambah lagi kalau kedua ukuran ialah diameter antara posterior maupun
diameter transversa sempit.
Sebab-sebab yang dapat menimbulkan kelainan panggul dapat dibagi sebagai berikut :
• Kelainan karena gangguan pertumbuhan
• Panggul sempit seluruh : semua ukuran kecil
• Panggul picak : ukuran muka belakang sempit, ukuran melintang biasa
• Panggul sempit picak : semua ukuran kecil tapi terlebiha ukuran muka belakang
• Panggul corong :pintu atas panggul biasa,pintu bawah panggul sempit
• Panggul belah : symphyse terbuka
• kelainan karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya
• Panggul rachitis : panggul picak, panggul sempit, seluruha panggul sempit picak dan lain-lain
• Panggul osteomalacci : panggul sempit melintang
• Radang articulatio sacroilliaca : panggul sempit miring
• kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang
• kyphose didaerah tulang pinggang menyebabkan panggul corong
• sciliose didaerah tulang panggung menyebabkan panggul sempit miring
• kelainan panggul disebabkan kelainan aggota bawah
coxitis, luxatio, atrofia. Salah satu anggota menyebabkan panggul sempit miring.
Disamping itu mungkin pula ada exostase atau fraktura dari tulang panggul yang menjadi
penyebab kelainan panggul.

• Pengaruh panggul sempit pada kehamilan dan persalinan


Panggul sempit mempunyai pengaruh yang besar pada kehamilan maupun persalinan.
• Pengaruh pada kehamilan
• Dapat menimbulkan retrafexio uteri gravida incarcerata
• Karena kepala tidak dapat turun maka terutama pada primi gravida fundus atau gangguan
peredaran darah
Kadang-kadang fundus menonjol ke depan hingga perut menggantung
Perut yang menggantung pada seorang primi gravida merupakan tanda panggul sempit
• Kepala tidak turun kedalam panggul pada bulan terakhir
• Dapat menimbulkan letak muka, letak sungsang dan letak lintang.
• Biasanya anak seorang ibu dengan panggul sempit lebih kecil dari pada ukuran bayi pukul rata.
• Pengaruh pada persalinan
• Persalinan lebih lama dari biasa.
• Karena gangguan pembukaan
• Karena banyak waktu dipergunakan untuk moulage kepala anak
Kelainan pembukaan disebabkan karena ketuban pecah sebelum waktunya, karena bagian depan
kurang menutup pintu atas panggul selanjutnya setelah ketuban pecah kepala tidak dapat
menekan cervix karena tertahan pada pintu atas panggul
• Pada panggul sempit sering terjadi kelainan presentasi atau posisi misalnya :
• Pada panggul picak sering terjadi letak defleksi supaya diameter bitemporalis yang lebih kecil
dari diameter biparietalis dapat melalui conjugata vera yang sempit itu.
Asynclitismus sering juga terjadi, yang diterapkan dengan “knopfloch mechanismus”
(mekanisme lobang kancing)
• Pada oang sempit kepala anak mengadakan hyperflexi supaya ukuran-ukuran kepala belakang
yang melalui jalan lahir sekecil-kecilnya
• Pada panggul sempit melintang sutura sagitalis dalam jurusan muka belang (positio occypitalis
directa) pada pintu atas panggul.
• Dapat terjadi ruptura uteri kalau his menjadi terlalu kuat dalam usaha mengatasi rintangan yang
ditimbulkan oleh panggul sempit
• Sebaiknya jika otot rahim menjadi lelah karena rintangan oleh panggul sempit dapat terjadi
infeksi intra partum. Infeksi ini tidak saja membahayakan ibu tapi juga dapat menyebabkan
kematian anak didalam rahim.
Kadang-kadang karena infeksi dapat terjadi tympania uteri atau physometra.
• Terjadi fistel : tekanan yang lama pada jaringan dapat menimbulkan ischaemia yang
menyebabkan nekrosa.
Nekrosa menimbulkan fistula vesicovaginalis atau fistula recto vaginalis. Fistula vesicovaginalis
lebih sering terjadi karena kandung kencing tertekan antara kepala anak dan symphyse
sedangkan rectum jarang tertekan dengan hebat keran adanya rongga sacrum.
• Ruptur symphyse dapat terjadi , malahan kadang – kadang ruptur dari articulatio scroilliaca.
Kalau terjadi symphysiolysis maka pasien mengeluh tentang nyeri didaerah symphyse dan tidak
dapat mengangkat tungkainya.
• Parase kaki dapat menjelma karena tekanan dari kepala pada urat-urat saraf didalam rongga
panggul , yang paling sering adalah kelumpuhan N. Peroneus .

• Pengaruh pada anak


• Patus lama misalnya: yang lebih dari 20 jam atau kala II yang lebih dari 3 jam sangat
menambah kematian perinatal apalagi kalau ketuban pecah sebelum waktunya.
• Prolapsus foeniculli dapat menimbulkan kematian pada anak
• Moulage yang kuat dapat menimbulkan perdarahan otak. Terutama kalau diameter biparietalis
berkurang lebih dari ½ cm. selain itu mungkin pada tengkorak terdapat tanda-tanda tekanan.
Terutama pada bagian yang melalui promontorium (os parietal) malahan dapat terjadi fraktur
impresi.

• Persangkaan Panggul sempit


Seorang harus ingat akan kemungkinan panggul sempit kalau :
• Aprimipara kepala anak belum turun setelah minggu ke 36
• Pada primipara ada perut menggantung
• pada multipara persalinan yang dulu – dulu sulit
• kelainan letak pada hamil tua
• kelainan bentuk badan (Cebol, scoliose,pincang dan lain-lain)
• osborn positip

• Prognosa
Prognosa persalinan dengan panggul sempit tergantung pada berbagai faktor
• Bentuk panggul
• Ukuran panggul, jadi derajat kesempitan
• Kemungkinan pergerakan dalam sendi-sendi panggul
• Besarnya kepala dan kesanggupan moulage kepala
• Presentasi dan posisi kepala
• His
Diantara faktor faktor tersebut diatas yang dapat diukur secara pasti dan sebelum persalinan
berlangsung hanya ukuran-ukuran panggul : karena itu ukuran – ukuran tersebut sering menjadi
dasar untuk meramalkan jalannya persalinan.
Menurut pengalaman tidak ada anak yang cukup bulan yang dapat lahir dengan selamat per
vaginam kalau CV kurang dari 8 ½ cm.
Sebaliknya kalau CV 8 ½ cm atau lebih persalinan pervaginam dapat diharapkan berlangsung
selamat.
Karena itu kalau CV < 8 ½ cm dilakukan SC primer ( panggul demikuan disebut panggul sempit
absolut )
Sebaliknya pada CV antara 8,5-10 cm hasil persalinan tergantung pada banyak faktor :
• Riwayat persalinan yang lampau
• besarnya presentasi dan posisi anak
• pecahnya ketuban sebelum waktunya memburuknya prognosa
• his
• lancarnya pembukaan
• infeksi intra partum
• bentuk panggul dan derajat kesempitan
karena banyak faktor yang mempengaruhi hasil persalinan pada panggul dengan CV antara 8 ½ –
10cm (sering disebut panggul sempit relatip) maka pada panggul sedemikian dilakukan
persalinan percobaan.

• Persalinan percobaan
Yang disebut persalinan percobaan adalah untuk persalinan per vaginam pada wanita wanita
dengan panggul yang relatip sempit. Persalinan percobaan dilakukan hanya pada letak belakang
kepala, jadi tidak dilakukan pada letak sungsang, letak dahi, letak muka atau kelainan letak
lainnya.
Persalinan percobaan dimulai pada permulaan persalinan dan berakhir setelah kita mendapatkan
keyakinan bahwa persalinan tidak dapat berlangsung per vaginam atau setelah anak lahir per
vaginam.
Persalinan percobaan dikatakan berhasil kalau anak lahir pervaginam secara spontan atau dibantu
dengan ekstraksi (forcepe atau vacum) dan anak serta ibu dalam keadaan baik.
Kita menghentikan presalianan percobaan kalau:
• – pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuaannya
• Keadaan ibu atau anak menjadi kurang baik
• Kalau ada lingkaran retraksi yang patologis
• – setelah pembukaan lengkap dan pecahnya ketuban,kepala dalam 2 jam tidak mau masuk ke
dalam rongga panggul walaupun his cukup kuat
• Forcepe gagal
Dalam keadaan-keadaan tersebut diatas dilakukan SC. Kalau SC dilakukan atas indikasi tersebut
dalam golongan 2 (dua) maka pada persalinan berikutnya tidak ada gunanya dilakukan
persalinan percobaan lagi
Dalam istilah inggris ada 2 macam persalinan percobaan :
• Trial of labor : serupa dengan persalinan percobaan yang diterngkan diatas
• test of labor : sebetulnya merupakan fase terakhir dari trial of labor karena test of labor mulai
pada pembukaan lengkap dan berakhir 2 jam sesudahnya.
Kalau dalam 2 jam setelah pembukaan lengkap kepala janin tidak turun sampai H III maka test
of labor dikatakan berhasil.
Sekarang test of labor jarang dilakukan lagi karena:
• Seringkali pembukaan tidak menjadi lengkap pada persalinan dengan panggul sempit
• kematian anak terlalu tinggo dengan percobaan tersebut
• kesempitan bidang tengah panggul
bidang tengah panggul terbentang antara pinggir bawah symphysis dan spinae ossis ischii dan
memotong sacrum kira-kira pada pertemuan ruas sacral ke 4 dan ke 5

Ukuran yang terpenting dari bidang ini adalah :


• Diameter transversa ( diameter antar spina ) 10 ½ cm
• diameter anteroposterior dari pinggir bawah symphyse ke pertemuan ruas sacral ke 4 dan ke 5
11 ½ cm
• diameter sagitalis posterior dari pertengahan garis antar spina ke pertemuan sacral 4 dan 5 5 cm
dikatakan bahwa bidang tengah panggul itu sempit :
• Jumlah diameter transversa dan diameter sagitalis posterior 13,5 atau kurang ( normal 10,5 cm
+ 5 cm = 15,5 cm)
• diameter antara spina < 9 cm
ukuran – ukuran bidang tengah panggul tidak dapat diperoleh secara klinis, harus diukur secara
rontgenelogis, tetapi kita dapat menduga kesempitan bidang tengah panggul kalau :
• Spinae ischiadicae sangat menonjol
• Kalau diameter antar tuber ischii 8 ½ cm atau kurang

• Prognosa
Kesempitan bidang tengah panggul dapat menimbulkan gangguan putaran paksi.kalau diameter
antar spinae 9 cm atau kurang kadang-kadang diperlukan SC.

• Terapi
Kalau persalinan terhenti karena kesempitan bidang tengah panggul maka baiknya dipergunakan
ekstraktor vacum, karena ekstraksi dengan forceps memperkecil ruangan jalan lahir.

• Kesempitan pintu bawah panggul:


Pintu bawah panggul terdiri dari 2 segi tiga dengan jarak antar tuberum sebagai dasar bersamaan
Ukuran – ukuran yang penting ialah :
• Diameter transversa (diameter antar tuberum ) 11 cm
• diameter antara posterior dari pinggir bawah symphyse ke ujung os sacrum 11 ½ cm
• diameter sagitalis posterior dari pertengahan diameter antar tuberum ke ujung os sacrum 7 ½
cm
pintu bawah panggul dikatakan sempit kalau jarak antara tubera ossis ischii 8 atau kurang
kalau jarak ini berkurang dengan sendirinya arcus pubis meruncing maka besarnya arcus pubis
dapat dipergunakan untuk menentukan kesempitan pintu bawah panggul.
Menurut thomas dustacia dapat terjadi kalau jumlah ukuran antar tuberum dan diameter sagitalis
posterior < 15 cm ( normal 11 cm + 7,5 cm = 18,5 cm )
Kalau pintu bawah panggul sempit biasanya bidang tengah panggul juga sempit. Kesempitan
pintu bawah panggul dapat menyebabkan gangguan putaran paksi. Kesempitan pintu bawah
panggul jarang memaksa kita melakukan SC bisanya dapat diselesaikan dengan forcepe dan
dengan episiotomy yang cukup luas.
• Pengkajian
• Sirkulasi
Perhatikan riwayat masalah jantung, udema pulmonal, penyakit vaskuler perifer atau stasis
vaskuler ( peningkatan resiko pembentukan thrombus )
• integritas ego
perasaan cemas, takut, marah, apatis, serta adanya factor-faktor stress multiple seperti financial,
hubungan, gaya hidup. Dengan tanda-tanda tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan,
stimulasi simpatis
• Makanan / cairan
Malnutrisi, membrane mukosa yang kering pembatasan puasa pra operasi insufisiensi Pancreas/
DM, predisposisi untuk hipoglikemia/ ketoasidosis
• Pernafasan
Adanya infeksi, kondisi yang kronik/ batuk, merokok
• Keamanan
• Adanya alergi atau sensitive terhadap obat, makanan, plester dan larutan
• Adanya defisiensi imun
• Munculnya kanker/ adanya terapi kanker
• Riwayat keluarga, tentang hipertermia malignan/ reaksi anestesi
• Riwayat penyakit hepatic
• Riwayat tranfusi darah
• Tanda munculnya proses infeksi

Proritas Keperawatan
• Mengurangi ansietas dan trauma emosional
• Menyediakan keamanan fisik
• Mencegah komplikasi
• Meredakan rasa sakit
• Memberikan fasilitas untuk proses kesembuhan
• Menyediakan informasi mengenai proses penyakit
Diagnosa Keperawatan
• Ansietas b.d pengalaman pembedahan dan hasil tidak dapat diperkirakan
• Resti infeksi b.d destruksi pertahanan terhadap bakteri
• Nyeri akut b.d insisi, flatus dan mobilitas
• Resti perubahan nutrisi b.d peningkatan kebutuhan untuk penyembuhan luka, penurunan
masukan ( sekunder akibat nyeri, mual, muntah )

Filed under: Askep | Tagged: Askep Maternitas | 1 Comment »

Askep Keluarga Berencana


Posted on 10 April 2009 by hidayat2

6 Votes
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELUARGA BERENCANA

Dalam keluarga berencana peran perawat adalah membantu pasangan untuk memilih metoda
kontrasepsi yang tepat untuk digunakan sesuai dengan kondisi, kecendrungan, sosial budaya dan
kepercayaan yang dianut oleh pasangan tersebiut, oleh karena itu proses keperawatan lebih
diarahkan kepada membantu pasangan memilih metode kontrasepsi itu sendiri.
Kegagalan penggunaan metode kontrasespsi terjadi disebabkan karena kurangnya pengetahuan
wanita tersebut terhadap alat kontrasespsi itu sendiri sehingga memberikan pengaruh terhadap
kondisi fisiologis, psikologis, kehidupan sosila dan budaya terhadap kehamilan tersebut.. maka
disinilah letak peran perawat untuk memberikan pengetahuan yang tepat, sehingga hal diatas
tidak terjadi.

Pengkajian
Karena masalah kontrasepsi merupakan suatu hal yang sensitif bagi wanita, maka dalam
mengkaji hal ini perawat harus sangat memperhatikan privasi klien. Rendahkan suara ketika
mengkaji untuk menigkatkan rasa nyaman klien dan pertahankan rasa percaya diri yang tinggi
klien.
Selain pengkajian umum( Identitas klien, Riwayat kesehatan, Riwayat obstetri, PF), pengkajian
khusus yang perlu kita lakukan untuk memenuhi peran sebagai edukator dalam pemilihan
metode kontrasepsi yang tepat adalah :

1. Pengetahuan klien tentang macam-macam metoda kontrasepsi


Pengkajian ini dilakukan dengan menanyakan kapan wanita tersebut berencana untuk memiliki
anak. Kemudian tanyakan metoda apa yang sedang direncanakan akan dipakai oleh klien. Bila
klien menyatakan satu jenismetoda perawat dapat menanyakan alas an penggunaan metoda
tersebut.pertanyaan-pertanyaan ini akan mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi klien
terkait dengan kontrasepsi yang digunakannya.

2. Pengetahuan tentang teknik penggunaan metoda kontrasepsi


Dalam melaksanakan perannya sebagai educator perawat harus dapaat menetukan tingkat
pengetahuan klien tentang teknik penggunaan kontrasepsi. Misalnya tanyakan tentang bagaimana
klien tersebut memakai dafragma, kapan dan dimana spermisida dioleskan atau berapa kali
dalam sehari klien tersebut harus mengkonsumsi pil KBm dengan menggali tingkat pengetahuan
klien ni perawat dapat menentukan bila ada kesalahan persepsi dalam penggunaan yang akan
menyebabkan tidak efektifnya alat kontrasepsi yang dipakai dan akan menyebabkan terjadinya
kehamilan yang tidak direncanakan.

3. Kenyamanan klien terhadap metoda kontrasepsi klien terhadap metoda kontrasepsi yang
sedanga dipakai
Dalam mengkaji kenyamanan klien, dengarkan keluhan-keluhan klien terhadap efek samping
dari kontrasepsi yang digunakannya. Dengarkan juga pernyataan klien tentang kenyamanannya
menggunakan metoda kontrasepsi bulanan seperti suntik hormone dari pada pil keluarga
berencana yang harus di konsumsi setiap hari. Keefektifan suatu metoda meningkat seiring
dengan peningkatan kenyamanan klien dalam menggunakan metoda tersebut.
4. Faktor-faktor pendukung penggunaan metode yang tepat
Jika klien berencana untuk mengganti metoda kontrasepsi diskusikan tentang pilihan-pilihan
yang cocok untuk digunakan. Kaji factor-faktor yang dapat membantu pemilihan metode terbaik
seperti riwayat kesehatan dahulu klien yang merupakan kontraindikasi dari metoda kontrasepsi,
riwayat obstetric, budaya dan kepercayaan serta keinginan untuk mencegah kehamilan.

Adapun kontraindikasi penggunaan metoda kontrasepsi yang berkaitan dengan riwayat kesehatan
adalah:
a. Kontrasepsi oral
1. Pil keluarga berencana terpadu
Riwayat TBC, kejang, kanker payudara, benjolan payu dara, telat haid, hamil, pendarahan
abnormal, hepatitis, penyakit jantung, tromboplebitis.
Untuk wanita perokok, usia lebih dari 35th, pengidap DM, epilepsy, dan penderita hipertensi
tidak dianjurkan menggunakan pil keluarga berencana.
2. Mini Pil
Mini pil ini sebaiknya tidak digunakan pada wanita yang harus menghindari segala jenis metoda
hormonal, atau yang mejalani pengobatan kejang

b. Kontrasepsi Hormonal
1. Hormone Implant
Kanker/benjolan keras di payudara, terlambat haid, hamil, perdarahan yang tidak diketahui
penyebabnya, penyakit jantung dan keinginan untuk hamil kurang dari lima tahun.
2. Hormone Injeksi
Suntikan terpadu tidak boleh diberikan pada wanita dalam masa menyusui.

c. Kontrasepsi Mekanik
1. Diafragma dan kap servik
Diafragma dan kap servik tidak dipakai pada wanita dengan riwayat alergi lateks dan riwayat
toksik shock syndrome.
2. IUD
Hamil atau kemungkinan hamil, resiko itnggi terkena penyajit yang menular lewat hubungan
seks, riwayat infeksi alat reproduksi, infeksi sesudah persalinan/ aborsi, kehamilan ektopik,
metroragia dismenorhea, anemia dan belum pernah hamil, mola.

d. Kontrasepsi Mantap
Kontrasepsi ini tidak ada kontraindikasinya, karena sifatnya permanen. Digunakan bagi pasangan
yang sudah tidak ingin atau sudah tidak memungkinkan untuk mempunyai anak

Analisa Data
Kurang pengetahuan tentang keluarga berencana merupakan penyebab tersering dari gangguan
fisik, psikologis dan social dalam kaitannya dengan kehamilan yang tidak direncanakan.

Diagnosa yang mungkin berdasarkan pengkajian dan data adalah Resiko Perubahan
Pemeliharaan Kesehatan b.d Kurang Pengetahuan Terhadap Pemilihan dan Ketersediaan Metoda
Kontrasepsi.
Sedangkan diagnosa keperawatan lain yang dapat timbul yaitu:
1. Resiko konflik pengambilan keputusan b.d alternatif kontrasepsi
2. Rasa takut b.d efek samping kontrasepsi
3. Resiko tinggi infeksi b.d kondisi aktif secara seksual dan penggunaan metoda kontrasepsi
4. Resiko tinggi perubahan pola seksualitas b.d takut hamil
5. Nyeri b.d pemulihan pascaoperasi sterilisasi
6. Resiko tinggi infeksi b.d kerusakan membran mukosa akibat operasi, pemasangan spiral,
hormone implant
7. Distress spiritual b.d ketidakcocokan keyakinan agama atau budaya dengan metoda
kontrasepsi yang dipilih

Rencana Intervensi
Diagnosa : Resiko Perubahan Pemeliharaan Kesehatan b.d Kurang Pengetahuan Terhadap
Pemilihan dan Ketersediaan Metoda Kontrasepsi.

Kriteria hasil
Setelah dilakukan intervensi, pasangan akan :
1. Menjabarkan dengan benar tentang cara penggunaan metoda kontrasepsi yang dipilih dan
pemecahan masalahnya.
2. Dapat menjelaskan tentang efek samping dan komplikasi dari metoda kontrasepsi yang dipilih.
3. Melaporkan adanya kepuasan terhadap metoda kontrasepsi yang dipilih.
4. Menggambarkan metoda lain yang dapat dipakai dan memilih salah satu dari metoda tersebut
bila pasangan inggin mengganti metod kontrasepsi.

Daftar Pusatka
http://anggrekidea.blogspot.com/2007/11/asuhan-keperawatan-pada-keluarga.html

Filed under: Askep | Tagged: Askep Maternitas | Leave a comment »

Askep Kanker Payudara


Posted on 10 April 2009 by hidayat2

18 Votes

ASKEP KANKER PAYUDARA

1. Pengertian
Kanker payudara adalah sekelompok sel tidak normal pada payudara yang terus tumbuh berupa
ganda. Pada akhirnya sel-sel ini menjadi bentuk bejolan di payudara. Jika benjolan kanker itu
tidak dibuang atau terkontrol, sel-sel kanker bisa menyebar (metastase) pada bagian-bagian
tubuh lain. Metastase bisa terjadi pada kelenjar getah bening (limfe) ketiak ataupun di atas tulang
belikat. Selain itu sel-sel kanker bisa bersarang di tulang, paru-paru, hati, kulit, dan bawah kulit.
(Erik T, 2005, hal : 39-40)
Kanker payudara adalah pertumbuhan yang tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang
berubah menjadi ganas. (http//www.pikiran-rakyat.com.jam 10.00, Minggu Tanggal 29-8-2005,
sumber : Harianto, dkk)

2. Etiologi
Etiologi kanker payudara tidak diketahui dengan pasti. Namun beberapa faktor resiko pada
pasien diduga berhubungan dengan kejadian kanker payudara, yaitu :
1. Tinggi melebihi 170 cm
Wanita yang tingginya 170 cm mempunyai resiko terkena kanker payudara karena pertumbuhan
lebih cepat saat usia anak dan remaja membuat adanya perubahan struktur genetik (DNA) pada
sel tubuh yang diantaranya berubah ke arah sel ganas.
2. Masa reproduksi yang relatif panjang.
1. Menarche pada usia muda dan kurang dari usia 10 tahun.
2. Wanita terlambat memasuki menopause (lebih dari usia 60 tahun)
3. Wanita yang belum mempunyai anak
Lebih lama terpapar dengan hormon estrogen relatif lebih lama dibandingkan wanita yang sudah
punya anak.
4. Kehamilan dan menyusui
Berkaitan erat dengan perubahan sel kelenjar payudara saat menyusui.
5. Wanita gemuk
Dengan menurunkan berat badan, level estrogen tubuh akan turun pula.
6. Preparat hormon estrogen
Penggunaan preparat selama atau lebih dari 5 tahun.
7. Faktor genetik
Kemungkinan untuk menderita kanker payudara 2 – 3 x lebih besar pada wanita yang ibunya
atau saudara kandungnya menderita kanker payudara. (Erik T, 2005, hal : 43-46)

3. Anatomi fisiologi
1. Anatomi payudara
Secara fisiologi anatomi payudara terdiri dari alveolusi, duktus laktiferus, sinus laktiferus,
ampulla, pori pailla, dan tepi alveolan. Pengaliran limfa dari payudara kurang lebih 75% ke
aksila. Sebagian lagi ke kelenjar parasternal terutama dari bagian yang sentral dan medial dan
ada pula pengaliran yang ke kelenjar interpektoralis.
2. Fisiologi payudara
Payudara mengalami tiga perubahan yang dipengaruhi hormon. Perubahan pertama ialah mulai
dari masa hidup anak melalui masa pubertas, masa fertilitas, sampai ke klimakterium dan
menopause. Sejak pubertas pengaruh ekstrogen dan progesteron yang diproduksi ovarium dan
juga hormon hipofise, telah menyebabkan duktus berkembang dan timbulnya asinus.
Perubahan kedua adalah perubahan sesuai dengan daur menstruasi. Sekitar hari kedelapan
menstruasi payudara jadi lebih besar dan pada beberapa hari sebelum menstruasi berikutnya
terjadi pembesaran maksimal. Kadang-kadang timbul benjolan yang nyeri dan tidak rata. Selama
beberapa hari menjelang menstruasi payudara menjadi tegang dan nyeri sehingga pemeriksaan
fisik, terutama palpasi, tidak mungkin dilakukan. Pada waktu itu pemeriksaan foto mammogram
tidak berguna karena kontras kelenjar terlalu besar. Begitu menstruasi mulai, semuanya
berkurang.
Perubahan ketiga terjadi waktu hamil dan menyusui. Pada kehamilan payudara menjadi besar
karena epitel duktus lobul dan duktus alveolus berproliferasi, dan tumbuh duktus baru.
Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu laktasi. Air susu diproduksi oleh sel-sel
alveolus, mengisi asinus, kemudian dikeluarkan melalui duktus ke puting susu. (Samsuhidajat,
1997, hal : 534-535)

4. Insiden
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa lima besar kanker di dunia adalah
kanker paru-paru, kanker payudara, kanker usus besar dan kanker lambung dan kanker hati.
Sementara data dari pemeriksaan patologi di Indonesia menyatakan bahwa urutan lima besar
kanker adalah kanker leher rahim, kanker payudara, kelenjar getah bening, kulit dan kanker
nasofaring (Anaonim, 2004).
Angka kematian akibat kanker payudara mencapai 5 juta pada wanita. Data terakhir
menunjukkan bahwa kematian akibat kanker payudara pada wanita menunjukkan angka ke 2
tertinggi penyebab kematian setelah kanker rahim. (http//www.pikiran-rakyat.com.jam 10.00,
Minggu Tanggal 29-8-2005, sumber : Harianto, dkk).

5. Patofisiologi
Kanker payudara bukan satu-satunya penyakit tapi banyak, tergantung pada jaringan payudara
yang terkena, ketergantungan estrogennya, dan usia permulaannya. Penyakit payudara ganas
sebelum menopause berbeda dari penyakit payudara ganas sesudah masa menopause
(postmenopause). Respon dan prognosis penanganannya berbeda dengan berbagai penyakit
berbahaya lainnya.
Beberapa tumor yang dikenal sebagai “estrogen dependent” mengandung reseptor yang mengikat
estradiol, suatu tipe ekstrogen, dan pertumbuhannya dirangsang oleh estrogen. Reseptor ini tidak
manual pada jarngan payudara normal atau dalam jaringan dengan dysplasia. Kehadiran tumor
“Estrogen Receptor Assay (ERA)” pada jaringan lebih tinggi dari kanker-kanker payudara
hormone dependent. Kanker-kanker ini memberikan respon terhadap hormone treatment
(endocrine chemotherapy, oophorectomy, atau adrenalectomy). (Smeltzer, dkk, 2002, hal : 1589)

6. Gejala klinik
Gejala-gejala kanker payudara antara lain, terdapat benjolan di payudara yang nyeri maupun
tidak nyeri, keluar cairan dari puting, ada perlengketan dan lekukan pada kulit dan terjadinya
luka yang tidak sembuh dalam waktu yang lama, rasa tidak enak dan tegang, retraksi putting,
pembengkakan lokal. (http//www.pikiran-rakyat.com.jam 10.00, Minggu Tanggal 29-8-2005,
Harianto, dkk)
Gejala lain yang ditemukan yaitu konsistensi payudara yang keras dan padat, benjolan tersebut
berbatas tegas dengan ukuran kurang dari 5 cm, biasanya dalam stadium ini belum ada
penyebaran sel-sel kanker di luar payudara. (Erik T, 2005, hal : 42)

7. Klasifikasi kanker payudara


1. Tumor primer (T)
1. Tx : Tumor primer tidak dapat ditentukan
2. To : Tidak terbukti adanya tumor primer
3. Tis : Kanker in situ, paget dis pada papila tanpa teraba tumor
4. T1 : Tumor < 2 cm
T1a : Tumor < 0,5 cm
T1b : Tumor 0,5 – 1 cm
T1c : Tumor 1 – 2 cm
5. T2 : Tumor 2 – 5 cm
6. T3 : Tumor diatas 5 cm
7. T4 : Tumor tanpa memandang ukuran, penyebaran langsung ke dinding thorax atau kulit.
T4a : Melekat pada dinding dada
T4b : Edema kulit, ulkus, peau d’orange, satelit
T4c : T4a dan T4b
T4d : Mastitis karsinomatosis

2. Nodus limfe regional (N)


1. Nx : Pembesaran kelenjar regional tidak dapat ditentukan
2. N0 : Tidak teraba kelenjar axila
3. N1 : Teraba pembesaran kelenjar axila homolateral yang tidak melekat.
N2 : Teraba pembesaran kelenjar axila homolateral yang melekat satu sama lain atau melekat
pada jaringan sekitarnya.
N3 : Terdapat kelenjar mamaria interna homolateral

3. Metastas jauh (M)


1. Mx : Metastase jauh tidak dapat ditemukan
2. M0 : Tidak ada metastase jauh
3. M1 : Terdapat metastase jauh, termasuk kelenjar subklavikula

8. Stadium kanker payudara :


1. Stadium I : tumor kurang dari 2 cm, tidak ada limfonodus terkena (LN) atau penyebaran luas.
2. Stadium IIa : tumor kurang dari 5 cm, tanpa keterlibatan LN, tidak ada penyebaran jauh.
Tumor kurang dari 2 cm dengan keterlibatan LN
3. Stadium IIb : tumor kurang dari 5 cm, dengan keterlibatan LN. Tumor lebih besar dari 5 cm
tanpa keterlibatan LN
4. Stadium IIIa : tumor lebih besar dari 5 cm, dengan keterlibatan LN. semua tumor dengan LN
terkena, tidak ada penyebaran jauh
5. Stadium IIIb : semua tumor dengan penyebaran langsung ke dinding dada atau kulit semua
tumor dengan edema pada tangan atau keterlibatan LN supraklavikular.
6. Stadium IV : semua tumor dengan metastasis jauh.
(Setio W, 2000, hal : 285)

9. Pemeriksaan diagnostik
1) Mammagrafi, yaitu pemeriksaan yang dapat melihat struktur internal dari payudara, hal ini
mendeteksi secara dini tumor atau kanker.
2) Ultrasonografi, biasanya digunakan untuk membedakan tumor sulit dengan kista.
3) CT. Scan, dipergunakan untuk diagnosis metastasis carsinoma payudara pada organ lain
4) Sistologi biopsi aspirasi jarum halus
5) Pemeriksaan hematologi, yaitu dengan cara isolasi dan menentukan sel-sel tumor pada
peredaran darah dengan sendimental dan sentrifugis darah.
(Michael D, dkk, 2005, hal : 15-66)

10. Pencegahan
Perlu untuk diketahui, bahwa 9 di antara 10 wanita menemukan adanya benjolan di payudaranya.
Untuk pencegahan awal, dapat dilakukan sendiri. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan sehabis
selesai masa menstruasi. Sebelum menstruasi, payudara agak membengkak sehingga
menyulitkan pemeriksaan.
Cara pemeriksaan adalah sebagai berikut :
1. Berdirilah di depan cermin dan perhatikan apakah ada kelainan pada payudara. Biasanya
kedua payudara tidak sama, putingnya juga tidak terletak pada ketinggian yang sama. Perhatikan
apakah terdapat keriput, lekukan, atau puting susu tertarik ke dalam. Bila terdapat kelainan itu
atau keluar cairan atau darah dari puting susu, segeralah pergi ke dokter.
2. Letakkan kedua lengan di atas kepala dan perhatikan kembali kedua payudara.
3. Bungkukkan badan hingga payudara tergantung ke bawah, dan periksa lagi.
4. Berbaringlah di tempat tidur dan letakkan tangan kiri di belakang kepala, dan sebuah bantal di
bawah bahu kiri. Rabalah payudara kiri dengan telapak jari-jari kanan. Periksalah apakah ada
benjolan pada payudara. Kemudian periksa juga apakah ada benjolan atau pembengkakan pada
ketiak kiri.
5. Periksa dan rabalah puting susu dan sekitarnya. Pada umumnya kelenjar susu bila diraba
dengan telapak jari-jari tangan akan terasa kenyal dan mudah digerakkan. Bila ada tumor, maka
akan terasa keras dan tidak dapat digerakkan (tidak dapat dipindahkan dari tempatnya). Bila
terasa ada sebuah benjolan sebesar 1 cm atau lebih, segeralah pergi ke dokter. Makin dini
penanganan, semakin besar kemungkinan untuk sembuh secara sempurna.
6. Lakukan hal yang sama untuk payudara dan ketiak kanan (www.vision.com jam 10.00,
Minggu Tanggal 29-8-2005, sumber : Ramadhan)

11. Penanganan
Pembedahan
1. Mastektomi parsial (eksisi tumor lokal dan penyinaran). Mulai dari lumpektomi sampai
pengangkatan segmental (pengangkatan jaringan yang luas dengan kulit yang terkena).
2. Mastektomi total dengan diseksi aksial rendah seluruh payudara, semua kelenjar limfe
dilateral otocpectoralis minor.
3. Mastektomi radikal yang dimodifikasi
Seluruh payudara, semua atau sebagian besar jaringan aksial
1) Mastektomi radikal
Seluruh payudara, otot pektoralis mayor dan minor dibawahnya : seluruh isi aksial.
2) Mastektomi radikal yang diperluas
Sama seperti mastektomi radikal ditambah dengan kelenjar limfe mamaria interna.

Non pembedahan
1. Penyinaran
Pada payudara dan kelenjar limfe regional yang tidak dapat direseksi pada kanker lanjut; pada
metastase tulang, metastase kelenjar limfe aksila.
2. Kemoterapi
Adjuvan sistematik setelah mastektomi; paliatif pada penyakit yang lanjut.
3. Terapi hormon dan endokrin
Kanker yang telah menyebar, memakai estrogen, androgen, antiestrogen, coferektomi
adrenalektomi hipofisektomi.
(Smeltzer, dkk, 2002, hal : 1596 – 1600)

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN
Pengkajian mencakup data yang dikumpulkan melalui wawancara, pengumpulan riwayat
kesehatan, pengkajian fisik, pemeriksaan laboratorium dan diagnostik, serta review catatan
sebelumnya.
Langkah-langkah pengkajian yang sistemik adalah pengumpulan data, sumber data, klasifikasi
data, analisa data dan diagnosa keperawatan.

Pengumpulan data
Adalah bagian dari pengkajian keperawatan yang merupakan landasan proses keperawatan.
Kumpulan data adalah kumpulan informasi yang bertujuan untuk mengenal masalah klien dalam
memberikan asuhan keperawatan .

Sumber data
Data dapat diperoleh melalui klien sendiri, keluarga, perawat lain dan petugas kesehatan lain
baik secara wawancara maupun observasi.

Data yang disimpulkan meliputi :


Data biografi /biodata
Meliputi identitas klien dan identitas penanggung antara lain : nama, umur, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan dan alamat.

Riwayat keluhan utama.


Riwayat keluhan utama meliputi : adanya benjolan yang menekan payudara, adanya ulkus, kulit
berwarna merah dan mengeras, bengkak, nyeri.

Riwayat kesehatan masa lalu


Apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya.
Apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama .

Pengkajian fisik meliputi :


 Keadaan umum
 Tingkah laku
 BB dan TB
 Pengkajian head to toe

Pemeriksaan laboratorium :
 Pemeriksaan darah hemoglobin biasanya menurun, leukosit meningkat, trombosit meningkat
jika ada penyebaran ureum dan kreatinin.
 Pemeriksaan urine, diperiksa apakah ureum dan kreatinin meningkat.

Tes diagnostik yang biasa dilakukan pada penderita carsinoma mammae adalah sinar X,
ultrasonografi, xerora diagrafi, diaphanografi dan pemeriksaan reseptor hormon.

Pengkajian pola kebiasaan hidup sehari-hari meliputi :


Nutrisi
Kebiasaan makan, frekuensi makan, nafsu makan, makanan pantangan, makanan yang disukai,
banyaknya minum. Dikaji riwayat sebelum dan sesudah masuk RS.

Eliminasi
Kebiasaan BAB / BAK, frekuensi, warna, konsistensi, sebelum dan sesudah masuk RS.

Istirahat dan tidur


Kebiasaan tidur, lamanya tidur dalam sehari sebelum dan sesudah sakit.

Personal hygiene
1. Frekuensi mandi dan menggosok gigi dalam sehari
2. Frekuensi mencuci rambut dalam seminggu
3. Dikaji sebelum dan pada saat di RS

Identifikasi masalah psikologis, sosial dan spritual :


 Status psikologis
Emosi biasanya cepat tersinggung, marah, cemas, pasien berharap cepat sembuh, merasa asing
tinggal di RS, merasa rendah diri, mekanisme koping yang negatif.
 Status social
Merasa terasing dengan akibat klien kurang berinteraksi dengan masyarakat lain.
 Kegiatan keagamaan
Klien mengatakan kegiatan shalat 5 waktu berkurang.

Klasifikasi Data
Data pengkajian :
Data subyektif
Data yang diperoleh langsung dari klien dan keluarga, mencakup hal-hal sebagai berikut : klien
mengatakan nyeri pada payudara, sesak dan batuk, nafsu makan menurun, kebutuhan sehari-hari
dilayani di tempat tidur, harapan klien cepat sembuh, lemah, riwayat menikah, riwayat keluarga.

Data obyektif
Data yang dilihat langsung atau melalui pengkajian fisik atau penunjang meliputi : asimetris
payudara kiri dan kanan, nyeri tekan pada payudara, hasil pemeriksaan laboratorium dan
diagnostik.

Analisa Data
Merupakan proses intelektual yang merupakan kemampuan pengembangan daya pikir yang
berdasarkan ilmiah, pengetahuan yang sama dengan masalah yang didapat pada klien.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan adanya penekanan massa tumor.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan imobilisasi lengan/bahu.
3. Kecemasan berhubungan dengan perubahan gambaran tubuh.
4. Gangguan harga diri berhubungan dengan kecacatan bedah
5. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi.
6. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan serta pengobatan penyakitnya
berhubungan dengan kurangnya informasi.
7. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan intake tidak adekuat.

PERENCANAAN
Perencanaan keperawatan adalah pengembangan dari pencatatan perencanaan perawatan untuk
memenuhi kebutuhan klien yang telah diketahui.
Pada perencanaan meliputi tujuan dengan kriteria hasil, intervensi, rasional, implementasi dan
evaluasi.

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya penekanan massa tumor
Ditandai dengan :
DS : – Klien mengeluh nyeri pada sekitar payudara sebelah kiri menjalar ke
kanan.
DO : – Klien nampak meringis
– Klien nampak sesak
– Nampak luka di verban pada payudara sebelah kiri
Tujuan : Nyeri teratasi.
Kriteria Hasil :
 Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang
 Nyeri tekan tidak ada
 Ekspresi wajah tenang
 Luka sembuh dengan baik

Intervensi :
1) Kaji karakteristik nyeri, skala nyeri, sifat nyeri, lokasi dan penyebaran.
Rasional : Untuk mengetahui sejauhmana perkembangan rasa nyeri yang dirasakan oleh klien
sehingga dapat dijadikan sebagai acuan untuk intervensi selanjutnya.
2) Beri posisi yang menyenangkan.
Rasional : Dapat mempengaruhi kemampuan klien untuk rileks/istirahat secara efektif dan dapat
mengurangi nyeri.
3) Anjurkan teknik relaksasi napas dalam.
Rasional : Relaksasi napas dalam dapat mengurangi rasa nyeri dan memperlancar sirkulasi O2 ke
seluruh jaringan.
4) Ukur tanda-tanda vital
Rasional : Peningkatan tanda-tanda vital dapat menjadi acuan adanya peningkatan nyeri.
5) Penatalaksanaan pemberian analgetik
Rasional : Analgetik dapat memblok rangsangan nyeri sehingga dapat nyeri tidak dipersepsikan.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan imobilisasi lengan/bahu.
Ditandai dengan :
DS :
 Klien mengeluh sakit jika lengan digerakkan.
 Klien mengeluh badan terasa lemah.
 Klien tidak mau banyak bergerak.
DO :
 Klien tampak takut bergerak.
Tujuan : Klien dapat beraktivitas
Kriteria Hasil :
 Klien dapat beraktivitas sehari – hari.
 Peningkatan kekuatan bagi tubuh yang sakit.

Intervensi :
1) Latihan rentang gerak pasif sesegera mungkin.
Rasional : Untuk mencegah kekakuan sendi yang dapat berlanjut pada keterbatasan gerak.
2) Bantu dalam aktivitas perawatan diri sesuai keperluan
Rasional : Menghemat energi pasien dan mencegah kelelahan.
3) Bantu ambulasi dan dorong memperbaiki postur.
Rasional : Untuk menghindari ketidakseimbangan dan keterbatasan dalam gerakan dan postur.

3. Kecemasan berhubungan dengan perubahan gambaran tubuh.


Ditandai dengan :
DS :
 Klien mengatakan takut ditolak oleh orang lain.
 Ekspresi wajah tampak murung.
 Tidak mau melihat tubuhnya.
DO :
 Klien tampak takut melihat anggota tubuhnya.
Tujuan : Kecemasan dapat berkurang.
Kriteria Hasil :
 Klien tampak tenang
 Mau berpartisipasi dalam program terapi

Intervensi :
1) Dorong klien untuk mengekspresikan perasaannya.
Rasional : Proses kehilangan bagian tubuh membutuhkan penerimaan, sehingga pasien dapat
membuat rencana untuk masa depannya.
2) Diskusikan tanda dan gejala depresi.
Rasional : Reaksi umum terhadap tipe prosedur dan kebutuhan dapat dikenali dan diukur.

3) Diskusikan tanda dan gejala depresi


Rasional : Kehilangan payudara dapat menyebabkan perubahan gambaran diri, takut jaringan
parut, dan takut reaksi pasangan terhadap perubahan tubuh.
4) Diskusikan kemungkinan untuk bedah rekonstruksi atau pemakaian prostetik.
Rasional : Rekonstruksi memberikan sedikit penampilan yang lengkap, mendekati normal.
4. Gangguan harga diri berhubungan dengan kecacatan bedah
Ditandai dengan :
DS :
 Klien mengatakan malu dengan keadaan dirinya
DO :
 Klien jarang bicara dengan pasien lain
 Klien nampak murung.
Tujuan : Klien dapat menerima keadaan dirinya.
Kriteria Hasil :
 Klien tidak malu dengan keadaan dirinya.
 Klien dapat menerima efek pembedahan.

Intervensi :
1) Diskusikan dengan klien atau orang terdekat respon klien terhadap penyakitnya.
Rasional : membantu dalam memastikan masalah untuk memulai proses pemecahan masalah
2) Tinjau ulang efek pembedahan
Rasional : bimbingan antisipasi dapat membantu pasien memulai proses adaptasi.
3) Berikan dukungan emosi klien.
Rasional : klien bisa menerima keadaan dirinya.
4) Anjurkan keluarga klien untuk selalu mendampingi klien.
Rasional : klien dapat merasa masih ada orang yang memperhatikannya.

5. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi.


Ditandai dengan :
DS :
 Klien mengeluh nyeri pada daerah sekitar operasi.
DO :
 Adanya balutan pada luka operasi.
 Terpasang drainase
 Warna drainase merah muda
Tujuan : Tidak terjadi infeksi.
Kriteria Hasil :
 Tidak ada tanda – tanda infeksi.
 Luka dapat sembuh dengan sempurna.

Intervensi :
1) Kaji adanya tanda – tanda infeksi.
Rasional : Untuk mengetahui secara dini adanya tanda – tanda infeksi sehingga dapat segera
diberikan tindakan yang tepat.
2) Lakukan pencucian tangan sebelum dan sesudah prosedur tindakan.
Rasional : Menghindari resiko penyebaran kuman penyebab infeksi.
3) Lakukan prosedur invasif secara aseptik dan antiseptik.
Rasional : Untuk menghindari kontaminasi dengan kuman penyebab infeksi.
4) Penatalaksanaan pemberian antibiotik.
Rasional : Menghambat perkembangan kuman sehingga tidak terjadi proses infeksi.
6. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan serta pengobatan penyakitnya
berhubungan dengan kurangnya informasi.
Ditandai dengan :
DS : Klien sering menanyakan tentang penyakitnya.
DO : Ekspresi wajah murung/bingung.
Tujuan : Klien mengerti tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil :
 Klien tidak menanyakan tentang penyakitnya.
 Klien dapat memahami tentang proses penyakitnya dan pengobatannya.

Intervensi :
1) Jelaskan tentang proses penyakit, prosedur pembedahan dan harapan yang akan datang.
Rasional : Memberikan pengetahuan dasar, dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan
informasi, dan dapat berpartisipasi dalam program terapi.
2) Diskusikan perlunya keseimbangan kesehatan, nutrisi, makanan dan pemasukan cairan yang
adekuat.
Rasional : Memberikan nutrisi yang optimal dan mempertahankan volume sirkulasi untuk
mengingatkan regenerasi jaringan atau proses penyembuhan.
3) Anjurkan untuk banyak beristirahat dan membatasi aktifitas yang berat.
Rasional : Mencegah membatasi kelelahan, meningkatkan penyembuhan, dan meningkatkan
perasaan sehat.
4) Anjurkan untuk pijatan lembut pada insisi/luka yang sembuh dengan minyak.
Rasional : Merangsang sirkulasi, meningkatkan elastisitas kulit, dan menurunkan
ketidaknyamanan sehubungan dengan rasa pantom payudara.
5) Dorong pemeriksaan diri sendiri secara teratur pada payudara yang masih ada. Anjurkan untuk
Mammografi.
Rasional : Mengidentifikasi perubahan jaringan payudara yang mengindikasikan terjadinya /
berulangnya tumor baru.

7. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak


adekuat
Ditandai dengan :
DS :
 Klien mengeluh nafsu makan menurun
 Klien mengeluh lemah.
DO :
 Setengah porsi makan tidak dihabiskan
 Klien nampak lemah.
 Nampak terpasang cairan infus 32 tetes/menit.
 Hb 10,7 gr %.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil :
 Nafsu makan meningkat
 Klien tidak lemah
 Hb normal (12 – 14 gr/dl)
Intervensi :
1) Kaji pola makan klien
Rasional : Untuk mengetahui kebutuhan nutrisi klien dan merupakan asupan dalam tindakan
selanjutnya.
2) Anjurkan klien untuk makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : dapat mengurangi rasa kebosanan dan memenuhi kebutuhan nutrisi sedikit demi
sedikit.
3) Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan mulut dan gigi.
Rasional : agar menambah nafsu makan pada waktu makan.
4) Anjurkan untuk banyak makan sayuran yang berwarna hijau.
Rasional : sayuran yang berwarna hijau banyak mengandung zat besi penambah tenaga.
5) Libatkan keluarga dalam pemenuhan nutrisi klien
Rasional : partisipasi keluarga dpat meningkatkan asupan nutrisi untuk kebutuhan energi.

Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana keperawatan
dilaksanakan : melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada tahap ini perawat
siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan
klien.
Agar implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tama
harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan,
memantau dan mencatat respons pasien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan
informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan
data, dapat mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan
berikutnya

Evaluasi
Tahapan evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang diinginkan dan
respons pasien terhadap dan keefektifan intervensi keperawatan kemudian mengganti rencana
perawatan jika diperlukan.
Tahap akhir dari proses keperawatan perawat mengevaluasi kemampuan pasien ke arah
pencapaian hasil.

Daftar Pustaka
Doenges M., (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta
Dixon M., dkk, (2005), Kelainan Payudara, Cetakan I, Dian Rakyat, Jakarta.
Mansjoer, dkk, (2000), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jakarta.
Sjamsuhidajat R., (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta
Tapan, (2005), Kanker, Anti Oksidan dan Terapi Komplementer, Elex Media Komputindo,
Jakarta.

Filed under: Askep | Tagged: Askep Maternitas | Leave a comment »

Askep Endometriosis
Posted on 10 April 2009 by hidayat2
15 Votes

ASUHAN KEPERAWATAN ENDOMETRIOSIS

TINJAUAN TEORI
I. Defenisi
Endometriosis merupakan suatu kondisi yang dicerminkan dengan keberadaan dan pertumbuhan
jaringan endometrium di luar uterus. Jaringan endometrium itu bisa tumbuh di ovarium, tuba
falopii, ligamen pembentuk uterus, atau bisa juga tumbuh di apendiks, colon, ureter dan pelvis.
( Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta )

II. Etiologi
Ada beberapa faktor resiko penyebab terjadinya endometriosis, antara lain:
1. Wanita usia produktif ( 15 – 44 tahun )
2. Wanita yang memiliki siklus menstruasi yang pendek (7 hari)
4. Spotting sebelum menstruasi
5. Peningkatan jumlah estrogen dalam darah
6. Keturunan : memiliki ibu yang menderita penyakit yang sama.
7. Memiliki saudara kembar yang menderita endometriosis
8. Terpapar Toksin dari lingkungan
Biasanya toksin yang berasal dari pestisida, pengolahan kayu dan produk kertas, pembakaran
sampah medis dan sampah-sampah perkotaan.
(Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica:Jakarta.)

III. Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala endometriosis antara lain :
1. Nyeri :
 Dismenore sekunder
 Dismenore primer yang buruk
 Dispareunia
 Nyeri ovulasi
 Nyeri pelvis terasa berat dan nyeri menyebar ke dalam paha, dan nyeri pada bagian abdomen
bawah selama siklus menstruasi.
 Nyeri akibat latihan fisik atau selama dan setelah hubungan seksual
 Nyeri pada saat pemeriksaan dalam oleh dokter
2. Perdarahan abnormal
 Hipermenorea
 Menoragia
 Spotting sebelum menstruasi
 Darah menstruasi yang bewarna gelap yang keluar sebelum menstruasi atau di akhir
menstruasi
3. Keluhan buang air besar dan buang air kecil
 Nyeri sebelum, pada saat dan sesudah buang air besar
 Darah pada feces
 Diare, konstipasi dan kolik
(Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica : Jakarta)

IV. Patofisiologi
Endometriosis dipengaruhi oleh faktor genetik. Wanita yang memiliki ibu atau saudara
perempuan yang menderita endometriosis memiliki resiko lebih besar terkena penyakit ini juga.
Hal ini disebabkan adanya gen abnormal yang diturunkan dalam tubuh wanita tersebut.
Gangguan menstruasi seperti hipermenorea dan menoragia dapat mempengaruhi sistem
hormonal tubuh. Tubuh akan memberikan respon berupa gangguan sekresi estrogen dan
progesteron yang menyebabkan gangguan pertumbuhan sel endometrium. Sama halnya dengan
pertumbuhan sel endometrium biasa, sel-sel endometriosis ini akan tumbuh seiring dengan
peningkatan kadar estrogen dan progesteron dalam tubuh.
Faktor penyebab lain berupa toksik dari sampah-sampah perkotaan menyebabkan
mikoroorganisme masuk ke dalam tubuh. Mkroorganisme tersebut akan menghasilkan makrofag
yang menyebabkan resepon imun menurun yang menyebabkan faktor pertumbuhan sel-sel
abnormal meningkat seiring dengan peningkatan perkembangbiakan sel abnormal.
Jaringan endometirum yang tumbuh di luar uterus, terdiri dari fragmen endometrial. Fragmen
endometrial tersebut dilemparkan dari infundibulum tuba falopii menuju ke ovarium yang akan
menjadi tempat tumbuhnya. Oleh karena itu, ovarium merupakan bagian pertama dalam rongga
pelvis yang dikenai endometriosis.
Sel endometrial ini dapat memasuki peredaran darah dan limpa, sehingga sel endomatrial ini
memiliki kesempatan untuk mengikuti aliran regional tubuh dan menuju ke bagian tubuh
lainnya.
Dimanapun lokasi terdapatnya, endometrial ekstrauterine ini dapat dipengaruhi siklus endokrin
normal. Karena dipengaruhi oleh siklus endokrin, maka pada saat estrogen dan progesteron
meningkat, jaringan endometrial ini juga mengalami perkembangbiakan. Pada saat terjadi
perubahan kadar estrogen dan progesteron lebih rendah atau berkurang, jaringan endometrial ini
akan menjadi nekrosis dan terjadi perdarahan di daerah pelvic.
Perdarahan di daerah pelvis ini disebabkan karena iritasi peritonium dan menyebabkan nyeri saat
menstruasi (dysmenorea). Setelah perdarahan, penggumpalan darah di pelvis akan menyebabkan
adhesi/perlekatan di dinding dan permukaan pelvis. Hal ini menyebabkan nyeri, tidak hanya di
pelvis tapi juga nyeri pada daerah permukaan yang terkait, nyeri saat latihan, defekasi, BAK dan
saat melakukan hubungan seks.
Adhesi juga dapat terjadi di sekitar uterus dan tuba fallopii. Adhesi di uterus menyebabkan
uterus mengalami retroversi, sedangkan adhesi di tuba fallopii menyebabkan gerakan spontan
ujung-ujung fimbriae untuk membawa ovum ke uterus menjadi terhambat. Hal-hal inilah yang
menyebabkan terjadinya infertil pada endometriosis.
(Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta
Spero f, Leon. 2005) dan (Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. Lippincot
Williams & Wilkins : Philadelphia. )
V. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan untuk membuktikan adanya endometirosis ini antara lain:
1. Uji serum
 CA-125
Sensitifitas atau spesifisitas berkurang
 Protein plasenta 14
Mungkin meningkat pada endometriosis yang mengalami infiltrasi dalam, namun nilai klinis
tidak diperlihatkan.
 Antibodi endometrial
Sensitifitas dan spesifisitas berkurang
2. Teknik pencitraan
 Ultrasound
Dapat membantu dalam mengidentifikasi endometrioma dengan sensitifitas 11%
 MRI
90% sensitif dan 98% spesifik
 Pembedahan
Melalui laparoskopi dan eksisi.
(Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta )

VI. Terapi
Terapi yang dilakukan ditujukan untuk membuang sebanyak mungkin jaringan endometriosis,
antara lain:
1. Pengobatan Hormonal
Pengobatan hormaonal dimaksudkan untuk menghentikan ovulasi, sehingga jaringan
endometriosis akan mengalami regresi dan mati. Obat-obatan ini bersifat pseudo-pregnansi atau
pseudo-menopause, yang digunakan adalah :
 Derivat testosteron, seperti danazol, dimetriose
 Progestrogen, seperti provera, primolut
 GnRH
 Pil kontrasepsi kombinasi
 Namun pengobatan ini juga mempunyai beberapa efek samping.
2. Pembedahan
Bisa dilakukan secara laparoscopi atau laparotomi, tergantung luasnya invasi endometriosis.
(Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta)

VII. WOC
Terlampir

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pernah terpapar agen toksin berupa pestisida, atau pernah ke daaerah pengolahan katu dan
produksi kertas, serta terkena limbah pembakaran sampah medis dan sampah perkotaan.
b. Riwayat kesehatan sekarang
 Dysmenore primer ataupun sekunder
 Nyeri saat latihan fisik
 Dispareunia
 Nyeri ovulasi
 Nyeri pelvis terasa berat dan nyeri menyebar ke dalam paha, dan nyeri pada bagian abdomen
bawah selama siklus menstruasi.
 Nyeri akibat latihan fisik atau selama dan setelah hubungan seksual
 Nyeri pada saat pemeriksaan dalam oleh dokter
 Hipermenorea
 Menoragia
 Feces berdarah
 Nyeri sebelum, sesudah dan saat defekasi.
 Konstipasi, diare, kolik
a. Riwayat kesehatan keluarga
Memiliki ibu atau saudara perempuan (terutama saudara kembar) yang menderita endometriosis.
b. Riwayat obstetri dan menstruasi
Mengalami hipermenorea, menoragia, siklus menstruasi pendek, darah menstruasi yang bewarna
gelap yang keluar sebelum menstruasi atau di akhir menstruasi.

2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d gangguan menstruasi, proses penjalaran penyakit.
2. Resiko gangguan harga diri b.d infertilitas
3. Resiko tinggi koping individu / keluarga tidak efektif b.d efek fisiologis dan emosional
gangguan, kurang pengetahuan mengenai penyebab penyakit.
4. Resiko tinggi gangguan citra tubuh b.d gangguan menstruasi
(Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. EGC : Jakarta)

3. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d gangguan menstruasi, proses penjalaran penyakit
Kriteria Hasil :
• Klien mengekspresikan penurunan nyeri/ ketidaknyamanan
• Klien tampak rileks, dapat tidur dan istirahat dengan tepat

Daftar Pustaka
Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. EGC : Jakarta
Doenges, Marilynn.E.2001.Rencana Keperawatan. Jakarta: EGC
Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta
Sperof, Leon. 2005. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. Lippincot Williams &
Wilkins : Philadelphia. )

Filed under: Askep | Tagged: Askep Maternitas | Leave a comment »

Askep Post Partum Resiko Tinggi


Posted on 9 April 2009 by hidayat2
6 Votes

ASUHAN KEPERAWATAN POST PARTUM RISIKO TINGGI

A. DEFINISI

Post partum risiko:


Perdarahan post partum
Infeksi post partum
Tromboembolok
Masalah psikologis post partum
Perdarahan post partum/post partum hemorrhage (HPP) adalah kehilangan 500 ml
darah pada persalinan normal (per vaginam) atau 1000 ml lebih pada persalinan SC
penyebab kematian pada ibu.
Perdarahan post partum dibedakan menjadi dua:
– HPP dini/primer/awal: terjadi dalam batas waktu 24 jam.
– HPP lanjut/sekunder: terjadi lebih dari 24 jam tetapi kurang dari 6 minggu.

B. ETIOLOGI

HPP primer:
Atonia uteri (1 dari 20 persalinan), tersering
Retensi plasenta
Laserasi jalan lahir
Ruptur uteri
Gangguan pembekuan darah
HPP sekunder:
Retensi sisa plasenta
Sub involusi
Endometritis

C. FAKTOR RISIKO
Kelahiran SC
Bayi besar
Persalinan dengan tindakan forsep/VE
Riwayat HPP
Multiparitas
Manipulasi intrauterin/manual plasenta
Penggunaan MgSO4 atau oksitosin dalam persalinan

D. MANIFESTASI KLINIS

HPP Primer
Perubahan hemodinamik: hipotensi, takikardi
Oligouria (urin < 300 cc/ 24 jam)
Perdarahan > 500 cc/24 jam
Distensi kandung kemih
HPP Sekunder
Perdarahan kadang banyak kadang sedikit
Perdarahan dengan bekuan sisa plasenta
Terdapat tanda subinvolusi
Lochea merah tua dan berbau jika terdapat infeksi
Kenaikan suhu badan

E. KOMPLIKASI
– Syok
– Syok dapat diatasi  anemia dan infeksi
– Sepsis
– Kegagalan fungsi ginjal

F. ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1. Pengkajian HPP Primer
– Kaji tanda-tanda perdarahan dan syok hipovolemi: TD, nadi, suara nafas, suara
jantung (murmur), warna kulit, tingkat kesadaran, kapiler refill, urin output, vena
leher, membran mukosa, kecemasan disorientasi, kelelahan.
– Faktor risiko dan predisposisi
– Pengkajian fundus: kontraksi lemah, TFU
– Kaji perdarahan (warna dan jumlah)
– Kaji adanya laserasi atau hematom yang mungkin menjadi sumber perdarahan.
– Vital sign (takikardi, takipneu, hipotensi)
– Distensi blader
2. Pengkajian HPP Sekunder
HPP sekunder sering terjadi ketika klien sudah pulang, oleh karena itu, discharge
planning diperlukan sebelum klien pulang.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Defisit volume cairan
Risiko infeksi
Perubahan perfusi jaringan perifer
Perubahan proses menjadi orang tua
Cemas
INTERVENSI
Manajemen dan monitor cairan
Atasi perdarahan
Kontrol infeksi
Kontrol kecemasan

Anda mungkin juga menyukai