PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya
melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak
mempunyai harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi dan setiap anak
yang terlahir harus mendapatkan hak haknya tanpa anak tersebut meminta.
Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights
of the Child) yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan
Presiden Nomor 36 Tahun 1990, kemudian juga dituangkan dalam
UndangUndang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan
Undang –Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang
kesemuanya mengemukakan prinsip-prinsip umum perlindungan anak, yaitu
non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup dan
tumbuh kembang, dan menghargai partisipasi anak.Keberadaan anak yang
ada di lingkungan kita memang perlu mendapat perhatian, terutama mengenai
tingkah lakunya.
Hal ini dikarenakan begitu kuatnya faktor lingkungan bermainnya yang negatif.
Anak dengan latar belakang ketidak harmonisan keluarga, tentu akan lebih
berpotensi untuk mencari sendiri lingkungan diluar keluarga yang bisa
menerima apa adanya.
Maka sulit kalau dikatakan Negara akan melenyapkan kejahatan secara total.
Emile Durkheim menyatakan bahwa kejahatan adalah “suatu gejala normal
didalam setiap masyarakat yang bercirikan heterogenitas dan perkembangan
sosial dan karena itu tidak mungkin dapat dimusnahkan sampai tuntas”.
Kejahatan adalah suatu nama atau cap yang diberikan orang untuk menilai
perbuatan-perbuatan tertentu, sebagai perbuatan jahat. Dengan demikian
maka si pelaku disebut sebagai penjahat.
Tindak pidana memang tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa namun anak
juga turut andil dalam melakukan suatu kejahatan yang tidak kalah dengan
perbuatan yang dilakukan oleh orang dewasa, memang disayangkan bahwa
prilaku kriminalitas dilakukan oleh anak, karena masa anak adalah dimana
anak seharusnya bermain dan menuntut ilmu, tapi pada kenyataannya anak
zaman sekarang tidak kalah bersaing dengan orang dewasa untuk melakukan
tindak pidana, namun Negara membedakan tindak pidana yang dilakukan oleh
orang dewasa dan yang dilakukan oleh anak, Negara lebih meringankan tindak
pidana yang dilakukan oleh anak karena anak merupakan tunas bangsa dan
generasi penerus bangsa sehingga setiap anak pelaku tindak pidana yang
masuk sistem peradilan pidana harus diperlakukan secara manusiawi.
Pada awalnya bermula dari rasa jengkel Agus terhadap Yoga yang sering kali
ketika mereka bertemu menghina dengan kata-kata “BANGSAT, BAJINGAN”
Agus bertanya kepada Yoga dengan mengatakan “ MAKSUDNYA APA KAMU
SETIAP KETEMU SAYA NGOMONG “ BANGSAT, BAJINGAN “ kemudian
Yoga menjawab “ EMANG KENAPA, KAMU EMOSI “ dan Agus menjawab “
YA JELAS SAYA EMOSI KARENA SETIAP KETEMU SAYA KAMU BILANG “
BANGSAT, BAJINGAN” kemudian Agus berkata lagi kepada Yoga sambil
mengajak“ KALAU MEMANG BERANI KITA KEATAS, atas ajakan tersebut
Yoga menyanggupi dan mau pergi ke bukit hutan Jatisaba. Bahwa sesampai
di hutan Jatisaba turut Grumbul Wadas Plasa Desa Jatisaba Kec. Cilongok
Kab. Banyumas sekitar pukul 24.00 Wib Agus turun dari motor sedangkan
Yoga langsung melepas helm yang dipakainya, selanjutnya Yoga turun dari
kendaraan dan langsung menyerang Agus dengan memukul dengan tangan
kosong ke arah pelipis sebelah kiri Agus satu kali dan memukul ke arah pipi
kiri satu kali, kemudian Agus mengambil bambu sepanjang setengah meter
yang ada, lalu Agus memukul ke arah kepala Yoga sebelah kiri sebanyak satu
kali, sehingga dari kepala Yoga sebelah kiri keluar darah dan langsung
sempoyongan, pada saat sempoyongan Yoga masih sempat menarik kepala
Agus dengan memegang rambut Agus ditekankan ke bawah sampai
tertunduk, pada saat kepala Agus ditekan ke bawah oleh Yoga, Agus langsung
mengambil parang / bendo yang sudah di bawa dan disimpan di balik baju
Agus, kemudian Agus menyerang Yoga dengan mengayunkan parang / bendo
kearah leher sebelah kiri, akan tetapi di tangkis oleh Yoga dengan
menggunakan tangan kanan, sehingga melukai tangan kanan Yoga hingga
tiga jari putus, kemudian Agus menyerang lagi dengan mengayunkan
parang/bendo itu ke arah leher sebelah kiri dan melukai leher Yoga sebelah
kiri, selanjutnya Agus menyerang lagi dengan mengayunkan parang/bendo
mengenai leher sebelah kanan dan juga melukai leher sebelah kanan,
kemudian Yoga jatuh tersungkur ketanah, mengetahui Yoga sudah jatuh
tersungkur kemudian Agus menyerang lagi dengan mengayunkan
parang/bendo kearah telinga sebelah kiri, kemudian Yoga di bangunkan dan
di dudukkan ditanah dengan di senderkan di PAL/PATOK, pada saat itu
melihat kalau Yoga masih hidup, kemudian Agus mengambil tangan kiri Yoga
lalu ditaruh di atas PAL kemudian menebas tangan kiri dengan parang/bendo
sebanyak dua kali, sehingga dia tidak bergerak lagi dan mengakibatkan
meninggal.
Salah satu contoh kenakalan yang dilakukan anak nyatanya terjadi zaman
sekarang, Agus merupakan salah satu contoh anak nakal yang telah
melakukan tindak pidana pembunuhan, dan terbukti bersalah di pengadilan,
sehingga pengadilan menjatuhkan pidana penjara 7 ( tujuh ) tahun pada Agus
Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor 55/Pid.Sus/2011/PN.Pwt
sesuai dengan amanat dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak diatur bahwa apabila anak melakukan
tindak pidana pada batas umur yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), tetapi
diajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui
batas umur tersebut namun belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun,
maka tetap diajukan ke Sidang Anak. Berdasarkan ketentuan yang tercantum
di dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tersebut, maka
petugas dituntut ketelitiannya dalam memeriksa surat-surat yang berhubungan
dengan buktibukti mengenai kelahiran serta umur dari anak yang
bersangkutan, dalam masalah anak penyelesaian sengketa tidak hanya
dilakukan dalam sistem peradilan saja akan tetapi juga dikenal adanya
restorative justice.
Oleh karena hal tersebut, maka secara sistematika hukum (recht sistematisch)
isi kewenangan Peradilan Anak tidak akan dan tidak boleh :
Kegiatan seperti ini, antara lain dapat berupa cara melindungi anak dari
berbagai ancaman baik dari luar maupun dari dalam dirinya, mendidik,
membina, mendampingi anak dengan berbagai cara, mencegah kelaparan dan
mengusahakan kesehatannya dengan berbagai cara, serta dengan cara
menyediakan pengembangan diri bagi anak. Sedangkan yang dimaksud
dengan perlindungan anak secara tidak langsung adalah kegiatan yang tidak
langsung
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian dari skripsi ini adalah sebagai
berikut :
1. Manfaat Teoritis:
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
hukum, khususnya untuk memperluas pengetahuan dan menambah referensi
khususnya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penerapan hukuman
terhadap anak di Indonesia.
2. Manfaat Praktis:
Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah khususnya aparat
penegak hukum mudah-mudahan dapat melakukan perubahan paradigma
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan perubahan dinamika
yang terjadi dalam memenuhi keadilan masyarakat, sehingga dapat
melaksanakan tugas dan fungsinya secara profesional, manusiawi, dan
berkeadilan.