Anda di halaman 1dari 4

Skenario 3

Pasien laki-laki berusia 15 tahun datang ke Klinik Penyakit Mulut RSGM Universitas
Jember dengan keluhan sudut bibir kiri bagian bawah terdapat luka dan lentingan, sakit.
Berdasarkan anamnesis, 4 hari sebelumnya pasien mengalami demam, nyeri sendi, dan tidak
enak badan. Oleh orang tua pasien diberikan obat pereda demam, 2 hari setelahnya timbul
lentingan, kemudian lentingan tersebut pecah. Berdasarkan riwayat penyakit, sebelumnya
pasien pernah mengalami demam diikuti dengan sariawan pada mulutnya sekitar 2 tahun
yang lalu. Pemeriksaan klinis ekstra oral pada sudut bibir kiri dijumpai ulser berdiameter
±2,5 mm dengan krusta berwarna kuning kecoklatan, terdapat pula vesikula, multiple
disekitar ulser, diameter ±0,5 mm. Pemeriksaan klinis intra oral dijumpai plak putih tipis
merata pada lidah, dapat dikerok, tidak sakit. Dokter yang memeriksa pasien menyatakan
bahwa pasien mengalami infeksi virus dan dilakukan terapi terhadap pasien tersebut.

Tahapan patogenitas infeksi virus:

1. Masuk ke Host(Port d’entree)

Tahap pertama pada infeksi virus, terlepas dari apakah virus adalah patogen atau
tidak. Dalam kasus infeksi patogen, tempat masuk dapat mempengaruhi gejala penyakit yang
dihasilkan. Infeksi dapat terjadi melalui kulit, saluran pernafasan, sal pencernaan, dll.

2. Replikasi Primer

Setelah mendapatkan masuk ke host potensial, virus harus memulai infeksi dengan
memasukkan sel rentan. Hal ini sering menentukan apakah infeksi akan tetap terlokalisasi di
tempat masuk atau menyebar menjadi infeksi sistemik.

3. Menyebarkan Sepanjang Host

Terlepas dari kontak sel-sel langsung, ada 3 mekanisme utama untuk menyebar ke
seluruh host :

• Melalui aliran darah

Virus dapat masuk ke aliran darah dengan inokulasi langsung tranfusi darah. Virus
dapat bepergian bebas di plasma (togaviruses, Enterovirus), atau dalam hubungan dengan sel
darah merah (Orbiviruses), platelet (HSV), limfosit (EBV, CMV) atau monosit (Lentivirus).

• Melalui aliran saraf

Menyebar ke sistem saraf didahului oleh viremia primer. Dalam beberapa kasus,
penyebaran terjadi secara langsung melalui kontak dengan neuron di lokasi utama infeksi,
dalam kasus lain melalui aliran darah. Setelah di saraf perifer, virus dapat menyebar ke SSP
dengan transportasi aksonal sepanjang neuron (classic – HSV). Virus bisa menyeberang
sambungan sinaptik karena ini sering mengandung reseptor virus, memungkinkan virus untuk
melompat dari satu sel ke sel lainnya.
• Menyeberang melalui jaringan

4. Selular / Tissue Tropisme

Tropisme – kemampuan virus untuk bereplikasi dalam sel tertentu atau jaringan –
dikendalikan sebagian oleh rute infeksi tetapi sebagian besar oleh interaksi protein lampiran
virus (VAP) dengan molekul reseptor spesifik pada permukaan sel, dan memiliki pengaruh
yang besar pada patogenesis.

5. Respon Imun Host


 Respons Imun Nonspesifik Terhadap Infeksi Virus
Infeksi virus secara langsung yang akan merangsang produksi IFN oleh sel-sel terinfeksi;
IFN berfungsi menghambat replikasi virus. Sel NK mampu membunuh virus yang berada di
dalam sel, walaupun virus menghambat presentasi antigen dan ekspresi MHC klas I. IFN
tipe I akan meningkatkan kemampuan sel NK untuk memusnahkan virus yang berada di
dalam sel. Selain itu, aktivasi komplemen dan fagositosis akan menghilangkan virus yang
datang dari ekstraseluler dan sirkulasi.
6. Replikasi Sekunder

Terjadi pada infeksi sistemik ketika virus mencapai jaringan lain di mana ia mampu
replikasi, misalnya Virus polio (usus epitel – neuron di otak & sumsum tulang belakang) atau
Lentivirus (makrofag – CNS + jaringan lainnya). Jika virus dapat dicegah dari jaringan luas
di mana replikasi sekunder dapat terjadi, umumnya tidak ada hasil penyakit.

7. Cell / Kerusakan Jaringan

Virus dapat mereplikasi secara luas di seluruh tubuh tanpa gejala penyakit jika mereka
tidak menyebabkan kerusakan sel yang signifikan atau kematian. Retrovirus umumnya tidak
menyebabkan kematian sel, dibebaskan dari sel dengan tunas bukan oleh lisis sel, dan
menyebabkan infeksi persisten.

Demam merupakan salah satu gejala khas yang menandakan adanya infeksi
mikroorganisme di dalam tubuh. Jika dipicu oleh virus, infeksi itu akan sembuh dengan
sendirinya dalam waktu beberapa hari sedangkan jika dipicu oleh bakteri maka harus diberi
antibiotik. Pertanda yang sering digunakan adalah hitung leukosit, tapi tidak spesifik.
Peningkatan polimorfonuklear lebih akurat menentukan adanya infeksi bakteri. Demam pada
anak 90-95 persen disebabkan oleh virus, hanya 5-10 persen disebabkan oleh bakteri. Demam
dengan suhu tinggi (di atas 39 derajat Celsius) dan durasi yang lama (di atas 3 hari) lebih
banyak disebabkan oleh infeksi bakteri dibanding infeksi virus. Lokasi demam juga
membedakan jenis infeksinya. Demam yang terlokalisasi di satu organ biasanya disebabkan
oleh bakteri, sedangkan jika melibatkan banyak organ (biasanya berhubungan dengan saluran
napas) lebih sering dipicu oleh virus sehingga tidak perlu diberi antibiotik. Perbedaan demam
karena virus dan bakteri juga bisa dilihat dari perilaku anak saat demam. Jika anak masih bisa
bermain dan berinteraksi dengan baik maka bisa dicurigai infeksinya dipicu oleh virus
sedangkan jika anak tampak sakit berat, menangis lemah dan tidak tertarik pada lingkungan
sekitar maka bisa dicurigai pemicunya adalah bakteri.

Mekanisme dan penyebab demam. Demam terjadi karena adanya suatu zat yang
dikenal dengan nama pirogen. Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen
terbagi dua yaitu pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh
dari pirogen eksogen adalah produk mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme
seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang
dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen endogen yang
merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari pirogen endogen
antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN. Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya
adalah monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat mengeluarkan pirogen
endogen jika terstimulasi.

Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit, limfosit,
dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi, atau reaksi imun.
Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen
endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan
merangsang endotelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (Dinarello & Gelfand,
2005). Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan termostat di pusat
termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari
suhu patokan yang baru sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan
panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai
selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan
panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut
(Sherwood, 2001). Selama demam, pirogen endogen meningkatkan titik patokan hipotalamus
dengan memicu pelepasan lokal prostaglandin, yaitu mediator kimiawi lokal yang bekerja
langsung pada hipolamus. Aspirin mengurangi demam dengan menghambat sintesa
prostaglandin. Tanpa adanya pirogen endogen maka di hipotalamus tidak terdapat
prostaglandin dalam jumlah bermakna (Sherwood, 2012).

Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan fase kemerahan.
Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase peningkatan suhu tubuh yang ditandai
dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan aktivitas otot yang berusaha untuk
memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa kedinginan dan menggigil. Fase kedua yaitu
fase demam merupakan fase keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas di
titik patokan suhu yang sudah meningkat. Fase ketiga yaitu fase kemerahan merupakan fase
penurunan suhu yang ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah dan berkeringat yang
berusaha untuk menghilangkan panas sehingga tubuh akan berwarna kemerahan (Dalal &
Zhukovsky, 2006).

Gingivostomatitis Herpetika Primer adalah infeksi yang ditandai dengan timbulnya


luka yang disertai rasa nyeri pada bibir atau bagian lain dari mulut di sebabkan oleh Herpes
Simplex Virus tipe I ( HSV tipe I) 5,6. Umumnya infeksi Herpes labialis terbagi dalam 4
tahap yang berlangsung selama 2-3 minggu. Tahap pertama ditandai dengan rasa tidak
nyaman, gatal, dan sensasi terbakar di sekitar bibir atau hidung selama 1-2 hari. Selain itu,
gejala tersebut dapat disertai demam dan dengan atau tanpa pembengkakan kelenjar getah
bening di bagian leher. Ketika masuk tahap kedua, muncul bintik-bintik berisi cairan dalam
bentuk tunggal atau multiple yang seringkali disertai rasa nyeri. Tahap ketiga, bintik-bintik
tersebut akan pecah dan membentuk luka yang basah. Cairan yang keluar dalam vesikel akan
menular pada bagian tubuh atau orang lain yang melakukan kontak langsung dengan bagian
yang terluka. Tahap terakhir ditandai dengan luka yang mulai mengering dan sembuh. Lesi
dapat kambuh kembali secara berulang pada berbagai interval waktu.

Gingivostomatitis Herpetika Primer merupakan penyakit yang disebabkan oleh HSV


tipe I. Penyakit ini terjadi pertama kali selama hidup yang bermanifestasi di rongga mulut,
diawali dengan gejala prodormal berupa malaise, sakit pada otot, pusing, demam, serta terjadi
pembesaran kelenjar limfe regional. Setelah beberapa hari, gejala tersebut akan diikuti
timbulnya gelembung kecil-kecil, banyak, bergerombol, dan mudah pecah menjadi ulser
multipel dengan dasar dangkal dan sakit. Adanya gejala prodormal yang menyertai
membedakan penyakit infeksi virus ini dengan stomatitis alergika. Pasien juga tidak memiliki
riwayat alergi pada obat yang menunjukkan bahwa pasien tidak sedang menderita Erytema
Multiformis.

Obat antivirus dapat digunakan dalam pengobatan Gingivostomatitis Herpetika


Primer. Obat tersebut terbukti efektif melawan infeksi HSV dengan menghambat sintesis
DNA virus sehingga perkembangbiakan herpes virus terhambat. Obat topikal berupa salep/
krim yang mengandung preparat idoksuridin (stoxil, viruguent, virunguent-P) atau preparat
asiklovir (zovirax) dapat digunakan pada lesi dini. Pengobatan oral dapat menggunakan
preparat asiklovir yang efektif menyembuhkan penyakit akibat HSV. Parenteral asiklovir atau
preparat adenine arabinosid (vitarabin) dapat diberikan pada penderita penyakit yang lebih
berat atau apabila terjadi komplikasi pada organ dalam. Pencegahan kekambuhan bisa
dilakukan dengan menghilangkan atau mengurangi faktor pencetus dengan memberikan
pengarahan serta pengobatan infeksi dan meningkatkan daya tahan tubuh penderita dengan
perbaikan kondisi tubuh. Selain obat-obatan tersebut, pasien juga dianjurkan menghindari
makanan pedas dan berbumbu tajam, serta istirahat yang cukup dan mengkonsumsi makanan
lunak tinggi kalori dan protein seperti susu, roti, dan jus buah

Pemeriksaan berkala pada kunjungan hari pertama, keempat, dan hari keempat belas.
Terapi obat berupa tablet acyclovir 200 mg 5x sehari sebanyak 1 tablet, multivitamin yang
berisi vitamin B dan vitamin C (B Comp C), serta obat kumur Benzidamin HCl 0,2% 3-4x
sehari, dikumur setelah makan dan salep acyclovir untuk dioleskan pada bibir atas dan bibir
bawah.

Anda mungkin juga menyukai