Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang sangat penting bagi
pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional. Penerimaan pajak berasal dari
Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan
atas Barang Mewah (PPnBM), penerimaan cukai, pencairan tunggakan pajak,
maupun pajak-pajak lainnya.
Pajak dipungut dari warga negara Indonesia dan menjadi salah satu kewajiban
yang dapat dipaksakan penagihannya. Sistem pemungutan perpajakan di Indonesia
menggunakan sistem perpajakan Self Assessment System yaitu suatu sistem dimana
pemerintah memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk menghitung,
menyetor, dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya.. Direktorat Jenderal
Pajak sesuai dengan fungsinya berkewajiban melaksanakan pembinaan, pelayanan,
pengawasan, dan penerapan sanksi perpajakan terhadap pelaksanaan kewajiban
perpajakan wajib pajak berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam peraturan
perundangundangan perpajakan.
Self Assessment System memungkinkan potensi adanya wajib pajak tidak
melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik akibat dari kelalaian,
kesengajaan atau mungkin ketidaktahuan para wajib pajak atas kewajiban
perpajakannya. Oleh karena itu, diperlukan adanya peran yang aktif dari fiskus untuk
menjalankan fungsi pembinaan dan pengawasannya. Self Assessment System ini
dapat berjalan secara efektif melalui keterbukaan dan pelaksanaan penegakan hukum
(law enforcement). Dalam prakteknya masih saja banyak wajib pajak yang berbuat
curang agar pajak yang dibayarkan menjadi lebih kecil. Dalam kasus ini, penulis
ingin membahas lebih lanjut wajib pajak yang berbuat curang yaitu “Penggelapan
Pajak Pertambahan Nilai yang dilakukan oleh CV. CC Bandung”.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana modus operandi yang digunakan oleh CV. CC dalam melakukan
penggelapan pajaknya?
2. Bagaimana Proses penyelidikan kasus penggelapan pajak yang dilakukan
terhadap CV. CC?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana modus operandi yang digunakan oleh CV. CC
dalam melakukan penggelapan pajaknya.
2. Untuk mengetahui bagaimana cara penyelidikan kasus penggelapan pajak
yang dilakukan terhadap CV. CC.

2
BAB II
KERANGKA TEORI

A. Pajak Pertambahan Nilai


Dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai
tidak terdapat defenisi mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah tidak terdapat defenisi mengenai Pajak
Pertambahan Nilai, sehingga setiap orang dapat secara bebas memberikan
defenisi mengenai pajak tersebut.
Pajak Pertambahan Nilai adalah pengenaan pajak atas pengeluaran untuk
konsumsi baik yang dilakukan perseorangan maupun badan baik baik badan
swasta maupun badan pemerintah dalam bentuk belanja barang atau jasa yang
dibebankan pada anggaran belanja negara. Berdasarkan objek yang dikenakan
Pajak Pertambahan Nilai adalah konsumsi barang dan jasa, maka Pajak
Pertambahan Nilai secara bebas dapat diartikan pajak yang dikenakan atas
pertambahan nilai suatu barang atau jasa. Secara matematis pertambahan nilai
atau nilai tambah suatu barang atau jasa dapat dihitung dari nilai/harga
penjualan dikurangi nilai/harga pembelian, sehingga salah satu unsur
pertambahan nilai atau nilai tambah suatu barang atau jasa adalah laba yang
diharapkan.1

B. Tindak Pidana Perpajakan


Tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal
dengan istilah startbaar feit yaitu perbuatan yang memenuhi perumusan yang
diberikan dalam ketentuan pidana. Perlu dipahami bahwa ketentuan pidana
tidak semata-mata terdapat dalam KUHP saja, melainkan dapat dijumpai
dalam undang-undang lain seperti Undang-undang Pajak, Undang-undang
Bea dan cukai, dan sebagainya. Agar suatu perbuatan dapat dinyatakan

1
Sukardji, Untung. 2010. Pokok Pajak Pertambahan Nilai. Edisi Revisi. PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta. Hal 22

3
sebagai tindak pidana, perbuatan tersebut harus sesuai dengan perumusan
yang diberikan dalam ketentuan undang-undang. 2
Tindak pidana perpajakan adalah informasi yang tidak benar mengenai
laporan yang terkait dengan pemungutan pajak dengan menyampaikan surat
pemberitahuan, tetapi yang isinya tidak benar atau tidak lengkap atau
melampirkan keterangan keterangan yang tidak benar sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada negara dan kejahatan lain yang diatur dalam
undang-undang yang mengatur perpajakan.3
Sistem pemungutan pajak di Indonesia adalah Self Assessment dimana wajib
pajak diberi kepercayaan untuk mendaftar, menghitung, memperhitungkan,
membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Konsekuensi dari
penerapan Self assessment ini memberikan tanggung jawab besar pada Wajib
Pajak untuk melakukan kepatuhannya secara sukarela (Voluntary
Compliance).
Terdapat dua potensi pelanggaran dari voluntary compliance yaitu
penghindaran pajak (Taz Avoidance) dan penggelapan pajak (Tax Evasion).
Penghindaran Pajak adalah suatu skema transaksi yang ditujukan untuk
meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan kelemahan-kelemahan
(loophole) ketentuan perpajakan (pemanfaatkan celah hukum). Penggelapan
Pajak adalah upaya penyelundupan pajak, Suatu skema memperkecil pajak
yang terutang dengan cara melanggar ketentuan perpajakan (illegal) seperti
tidak melaporkan sebagian penjualan, memperbesar biaya dengan cara fiktif,
memungut pajak tetapi tidak menyetor.

C. Penyidikan Tindak Pidana Perpajakan


Penyidikan tindak pidana perpajakan adalah serangkaian tindakan yang
dilakukan penyidik pajak untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang

2
T. N. Syamsah, Tindak Pidana Perpajakan. (Bandung, P.T. Alumni, 2011), hlm. 1
3
Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

4
dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang
terjadi serta menemukan tersangkanya.4

Penyidikan pajak hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan Ditjen Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai
penyidik pajak. Penyidikan pajak dilaksanakan berdasarkan surat perintah
penyidikan yang ditandatangani oleh Dirjen Pajak atau Kepala Kanwil Ditjen
Pajak. Tetapi jika diperlukan,polisi dapat mendampingi atau membantu
penyidik pajak, terutama dalam masalah pemberkasan.

Penyidik pajak harus memberitahukan kepada jaksa penuntut umum bila


memulai penyidikan dan wajib pula menyampaikan hasil/laporan
penyidikannya kepada jaksa penuntut umum. Selanjutnya jaksa penuntut
umum yang akan menentukan apakah masalahnya sudah matang untuk
diajukan ke pengadilan. Proses penyidikan mengandung dua klausul, yakni:
Penyidikan yang berakhir dengan diserahkannya hasil penyidikan ke
pengadilan atau untuk kepentingan penerimaan negara atas permintaan
Menteri Keuangan, hasil penyidikan tidak diproses di pengadilan/dihentikan,
dengan catatan wajib pajak yang disidik telah melunasi utang pajaknya dan
ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar empat kali jumlah
pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya
dikembalikan.

4
http://www.wikiapbn.org/tindak-pidana-di-bidang-perpajakan. Diakses pada tanggal 31 Mei 2015
jam 21.00

5
D. Penegakan Hukum
Penegakan Hukum merupakan proses dilakukannya upaya untuk tegaknya
atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman
perilaku dalam lalulintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.5
Penegakan Hukum (law enforcement) dalam arti luas mencakup kegiatan
untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan
hukum terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang
dilakukan oleh subjek hukum, baik melalui prosedur peradilan ataupun
melalui prosedur arbitrase dan mekanisme penyelesaian seng-keta lainnya
(Alternative desputes or conflicts resolution).6
Dan menurut Satjipto Raharjo, penegakan hukum itu bukan merupakan suatu
tindakan yang pasti, yaitu menerapkan hukum terhadap suatu kejadian, yang
dapat di ibaratkan menarik garis lurus antara dua titik.7
Dalam arti sempit, aktor-aktor utama yang peranan-nya sangat menonjol
dalam proses penegakan hukum itu adalah polisi, jaksa, pengacara dan hakim.
Para penegak hukum ini dapat dilihat pertama-tama sebagai orang atau unsur
manusia dengan kualitas, kualifikasi, dan kultur kerjanya masing-masing.
Dalam pengertian demikian persoalan penegakan hukum tergantung aktor,
pelaku, pejabat atau aparat penegak hukum itu sendiri. Kedua, penegak
hukum dapat pula dilihat sebagai institusi, badan atau organisasi dengan
kualitas birokrasinya sendiri-sendiri. Dalam kaitan itu kita melihat penegakan
hukum dari kaca-mata kelembagaan yang pada kenyataannya, belum
terinstitusionalisasikan secara rasional dan impersonal (institutionalized).
Namun, kedua perspektif tersebut perlu dipahami secara komprehensif dengan
melihat pula keterkaitannya satu sama lain serta keterkaitannya dengan

5
Asshiddiqie, SH Prof. Dr. Jimly, Artikel PENEGAKAN HUKUM.
6
gtg.blogspot.com/2009/12/penegakan-hukum-law-enforcement.html diakses 1 Juni 2015
7
Satjipto Raharjo, Sosisologi Hukum (Perkembangan metode dan pilihan masalah) 2002 Yogyakarta
hal. 190

6
berbagai faktor dan elemen yang terkait dengan hukum itu sendiri sebagai
suatu sistem yang rasional.8

E. Landasan Hukum

Pasal 39 ayat (1) UU KUP merumuskan bahwa:


“Setiap orang yang dengan sengaja:
a) Tidak mendaftarkan diri
b) Menyalahgunakan NPWP/NPPKP;
c) Tidak menyampaikan SPT;
d) Menyampaikan SPT yang isinya tidak benar/tidak lengkap;
e) Menolak untuk dilakukan pemeriksaan;
f) Memperlihatkan pembukuan palsu/dipalsukan;
g) Tidak menyelenggarakan/memperlihatkan/meminjamkan Pembukuan;
h) Tidak menyimpan buku, catatan, dokumen cfm pasal 28 ayat (11) UU KUP;
i) Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong/dipungut,
Sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dikenakan
sanksi pidana Penjara minimal 6 bulan maksimal 6 Tahun dan Denda minimal 2
kali maksimal 4 kali jumlah pajak yang terutang/kurang dibayar

Secara yuridis, kejahatan dibidang perpajakan menunjukkan bahwa kejahatan


ini merupakan substansi hukum pajak karena terlanggarnya kaidah hukum pajak.
Kejahatan dibidang perpajakan dapat berupa melakukan perbuatan atau tidak
melakukan perbuatan yang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Pada hakikatnya, ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
dikategorikan sebagai kaidah hukum pajak yang menjadi koridor untuk berbuat atau
tidak berbuat. Dengan demikian, melakukan perbuatan atau tidak melakukan dibidang

8
Ibid.Raharjo Satjipto,hal 192

7
perpajakan tergolong sebagai kejahatan dibidang perpajakan karena memenuhi
rumusan kaidah hukum pajak.9
Tindak pidana lazimnya dikelompokkan dalam :
a) Pelanggaran
Pelanggaran adalah tindak pidana yang dilakukan karena kealpaan (culpoos),
artinya bahwa tindak pidana itu dilakukan tidak dengan sengaja, melainkan
terjadi karena pelakunya alpa, kurang memerhatikan keadaan atau khilaf
(pasal 38 KUHP, dan pasal 24 UU PBB, UU No. 12 Tahun 1994).
b) Kejahatan
Kejahatan adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja (doleus) dan
dilakukan dengan sadar dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri
yang merugikan orang lain atau masyarakat.
Suatu perbuatan itu termasuk “pelanggaran” atau “kejahatan” ditentukan oleh
undang-undang. Dalam pasal 38 dan 39 UU No. 28 Tahun 2007. Sanksi
tindak pidana “kejahatan” adalah lebih dari sanksi “pelanggaran”. Sanksi
pidana untuk tindak pidana dibidang perpajakan dalam Undang-undang
Perpajakan tidak ada yang berupa hukuman mati atau hukuman seumur hidup,
tetapi hanya hukuman penjara yang tidak lebih dari 6 (enam) tahun. Perlu
diperhatikan bahwa ketentuan hukum pidana umum yang tercantum dalam
pasal 1 sampai dengan 85 berlaku juga untuk fakta tindak pidana yang diatur
dalam UU lain (seperti UU Pajak, Bea dan Cukai, dan Imigrasi).

Dengan demikian, ketentuan (perumusan dan sanksi) tentang percobaan (poging


Pasal 53-54 KUHP) turut serta melakukan perbuatan yang dapat dihukum
(medeplichtig, deelneming, Pasal 55-62 KUHP), tentang gabungan perbuatan yang
dapat dihukum (samenloop starfbare felten Pasal 63 KUHP dan seterusnya), berlaku
juga untuk tindak pidana yang diatur dalam undang-undang perpajakan.10

9
Saidi, Muhammad Djafar. 2012. Kejahatan dibidang Perpajakan. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada. hlm. 2
10
Syamsah, T.N. 2011. Tindak Pidana Perpajakan. Bandung: PT. Alumni. hlm. 27-30

8
BAB III
PROFIL PERUSAHAAN

CV.CC adalah perusahaan yang bergerak di bidang agribisnis, sebagai distributor dan
produsen pupuk, pestisida, benih padi dan benih jagung yang berdiri sejak tahun
2006. CV. CC terletak di kota Bandung.
Produk-produk yang disediakan oleh CV. CC sangat beragam yaitu seperti bibit
unggul, produk-produk pupuk nonsubsidi, pestisida yang sesuai dengan
perkembangan produk-produk dipasaran, termasuk produk-produk pertanian
tambahan seperti perekat/pembasah pestisida dan produk calcium yang sangat penting
bagi tanaman.
Dibawah pimpinan DS, CV. CC ingin menciptakan pertanian yang maju, mandiri,
sejahtera, dan berwawasan lingkungan. Dengan semangat membara dan tekad yang
kuat, CV.CC berusaha keras untuk mencapai cita-cita dengan menjadi perusahaan
distribusi produk-produk pertanian berkualitas tinggi namun terjangkau mulai dari
benih, pupuk, hingga pestisida.

9
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Penjabaran Kasus
Kasus ini bermula ketika penyidik internal Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat 1
melakukan pengembangan atas proses penelitian SPT Masa Pajak tahun pajak
2008 sampai dengan tahun pajak 2012 milik CV.CC Bandung. CV. CC Bandung
yang bergerak dibidang pupuk non subsidi ini diduga tidak menyetorkan PPN
yang dipungut dari pembelinya ke kas negara selama 4 tahun.
Standar operasional prosedur meminimalisasi sesuai dengan Undang-undang
Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan (KUP), peringatan, himbauan,
teguran, kepada tersangka diberikan, namun tak ditanggapi serius oleh wajib
pajak, sampai akhirnya dilakukan pemeriksaan Wajib Pajak tersebut tidak
kooperatif maka akhirnya DS ditangkap oleh Kanwil DJP Jawa Barat I pada hari
Rabu, tanggal 11 Maret 2015 bersama penyidik Polda Jawa Barat. Dalam hal
penangkapan Wajib Pajak, Ditjen Pajak menjalin kerja sama dengan Polri Jawa
Barat. Tersangka lalu diserahkan dan akan ditahan di Lapas Kebonwaru selama
20 hari terhitung sejak 11 Maret 2015.11

B. Pemecahan Kasus
Berdasarkan kasus mengenai DS atas CV. CC yang diduga tidak menyetorkan
PPN ke kas negara, dalam proses pemecahan kasusnya dilakukan oleh pejabat
pegawai negeri Direktorat Jenderal Pajak dengan menganalisa dari
pengembangan penelitian yang dilakukan atas SPT Masa PPN CV.CC yang
diduga belum disetorkan sejak tahun 2008. Dari analisa tersebut terbukti bahwa
DS belum menyetorkan pajak konsumen sebesar 10%

11
http://www.pajak.go.id/content/kanwil-djp-jabar-i-bekuk-tersangka-penggelapan-pajak, diakses 31
Mei 2015 pukul 15.00

10
C. Modus Operandi
DS, selaku Direktur dari CV.CC, diduga telah melakukan tindak pidana dengan
sengaja tidak menyampaikan surat pemberitahuan dan tidak menyetorkan pajak
sejak tahun 2008. Akibat perbuatannya tersebut, negara dirugikan sebesar Rp 5,9
miliar. Dalam kasus ini, DS telah menghindari pajak konsumen sebesar 10 persen
dari nilai transaksi sejak tahun 2008. DS memungut pajak atas transaksi
pembelian ke konsumennya, namun yang bersangkutan tidak menyetorkan PPN
tersebut ke kas negara.12

D. Pasal pidana yang dilanggar


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Umum Perpajakan (UU KUP), tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh
CV.CC tercantum di dalam pasal-pasal berikut ini:
 Pasal 39 ayat (1) UU KUP :
“Setiap orang yang dengan sengaja:
c. Tidak menyampaikan SPT;
i, Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong/dipungut,

E. Calon tersangka
Berdasarkan kasus yang telah dijabarkan sebelumnya, calon tersangka dari kasus
ini adalah DS selaku direktur dari CV. CC. DS diduga tidak melaporkan pajak
konsumen yang telah dipungut dari pembeli pupuk selama 4 tahun dan akhirnya
setelah dilakukan pemeriksaan DS terbukti tidak melaporkan pajak pertambahan
nilai ke kas negara dari tahun 2008 sampai tahun 2012.

12
4 Tahun Selewengkan Dana Pajak, Bos CV TC Ditahan di Kejati Jabar.
http://www.fokusjabar.com/2015/05/06/4-tahun-selewengkan-dana-pajak-bos-cv-tc-ditahan-di-kejati-
jabar diakses tanggal 31 Mei 2015 pukul 16.00

11
F. Kerugian pada pendapatan negara
Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh internal Ditjen Pajak Jawa Barat, atas
tindakan DS yang tidak menyetorkan pajak sebesar 10% yang telah dipungutnya dari
pembeli pupuk selama 4 tahun, CV.CC dinilai telah merugikan negara sebesar 5,9
miliar.

12
BAB V
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Modus operandi yang dilakukan oleh DS selaku Direktur dari CV.CC dalam
melakukan penggelapan pajaknya adalah dengan sengaja tidak melaporkan SPT Masa
PPN dan tidak menyetorkan PPN yang telah dipungutnya dari pembeli pupuk. Atas
perbuatannya, DS telah merugikan negara atas penggelapan Pajak Pertambahan Nilai
sebesar 5,9 Miliar. Perbuatannya ini telah dilakukan sejak tahun 2008, sebelumnya
DS telah dihimbau dan ditegur namun tidak ada tanggapan dari yang bersangkutan
sampai akhirnya dilakukan pemeriksaan serta penyidikan dan berujung pada
penetapan DS sebagai tersangka. DS terbukti telah terbukti telah melakukan tindak
pidana pajak sesuai Pasal 39 ayat (1) huruf c Jo. Pasal 39 ayat (1) huruf i UU Nomor
6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
diubah dengan UU Nomor 28 Tahun 2007 (UU KUP) karena tidak menyampaikan
SPT Masa PPN dan tidak menyetorkan PPN yang telah dipungutnya dari tahun 2008
hingga tahun 2012.

13

Anda mungkin juga menyukai