Anda di halaman 1dari 33

BAB IV

PEMBAHASAN PENGENDALIAN PROYEK

4.1 Tinjauan Umum


Dalam manajemen konstruksi terdapat salah satu fungsi yang sangat penting
untuk mengontrol dan mengendalikan item-item pekerjaan dari seluruh pekerjaan
proyek agar dapat diselesaikan sesuai rencana. Pengendalian adalah usaha yang
sistematis untuk menentukan standar yang sesuai dengan sasaran dan tujuan
perencanaan, merancang sisteminformasi, membandingkan pelaksanaan dengan
standar, menganalisis kemungkinan penyimpangan,kemudian melakukan tindakan
koreksi yang diperlukan agar sumber daya dapat digunakan secara efektif dan efisien
dalam rangka mencapai sasaran dan tujuan(Wibowo, 2017).
Menurut Yaqin (2011), Tujuan pengendalian proyek antara lain memastikan
pencapaian tujuan proyek apakah sesuai dengan target yang telah ditentukan,
mengendalikan pelaksanaan proyek agar sesuai dengan estimasi rencana awal, dan
pengendalian diharapkan adanya masukan apakah rencana manajemen proyek perlu
diupdate atau tidak, sehingga diharapkan pelaksanaan yang dikerjakan sesuai dengan
perencanaan awal. Pengendalian yang dilaksanaan ditandai dengan progress
kemajuan pekerjaan yang dilaksanakan sesuai dengan schedule.
Pengendalian yang perlu ditinjau pada Proyek Pembangunan Bandara
Internasional Yogyakarta antara lain:
a. Pengendalian pelaksanaan proyek.
b. Pengendalian waktu pekerjaan.
c. Pengendalian biaya.
d. Pengendalian dokumen.
e. Pengendalian tenaga kerja.
f. Pengendalian mutu material.
g. Pengendalian kesehatan keselamatan kerja dan lingkungan (K3L).

111
Keberhasilan dapat dicapai secara maksimal apabila dalam sebuah proyek
memiliki poin – poin pengendalian tersebut. Secara umum, pengendalian meliputi
hal-hal sebagai berikut:
a. Penentuan standar, yaitu penentuan tolok ukur dalam menilai material dan hasil
pekerjaan dari segi kualitas yang harus sesuai dengan spesifikasi.
b. Pemeriksaan, yaitu melakukan pemeriksaan terhadap material, progres, dan hasil
pekerjaan yang harus sesuai dengan jadwal pekerjaan rencana dan spesifikasi
yang diminta.
c. Perbandingan, yaitu membandingkan hasil pekerjaan yang telah dilaksanakan
dengan rencana yang ditentukan. Dari perbandingan ini dapat diketahui apakah
pelaksanaan proyek berjalan lancar atau mengalami keterlambatan.
d. Tindakan korektif, yaitu mengadakan evaluasi terhadap pelaksanaan proyek.
Apabila terjadi ketidaksesuaian antara perencanaan dengan pelaksanaan teknis di
lapangan, perlu tindakan koreksi dan pemecahannya serta pelaksanaan
selanjutnya.
Berdasarkan analisa selama kegiatan kerja praktik yang dilaksanakan selama 3
bulan terhitung mulai tanggal 1 Agustus 2018 sampai dengan 31 Oktober 2018 sesuai
Kerja Praktik No : 007/B.3.8/FT/IX/2015 atas nama Dekan Fakultas Teknik
Universitas Tidar pada Proyek Pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta. Pada
Bab IV ini penulis akan lebih membahas tentang monitoring, pengawasan setiap
pekerjaan, menilai hasil pekerjaan dan mengevaluasi hasil pekerjaan dengan
membandingkan dengan aspek – aspek pengendalian seperti mutu, material, uang
(money), sumber daya manusia (human) atau pekerja, metode pelaksanaan, apakah
sudah sesuai dengan time schedule, network planning, RKS, serta mengkajinya
dengan sumber referensi dari jurnal ilmiah, laporan praktik kerja dari berbagai
literatur dan membandingkan dengan ilmu yang sudah didapatkan selama duduk
dibangku perkuliahan.

112
4.2 Pengendalian Mutu Material
Pada Proyek Pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta ini,
pengendalian mutu material yang digunakan perlu dilakukan untuk mendapatkan
spesifikasi teknis pekerjaan yang sesuai dengan standar. Untuk menjaga kualitas yang
sesuai dengan syarat spesifikasi teknis struktur, maka diperlukan pengendalian dan
pengawasan yang continue pada berbagai aspek material meliputi:

4.2.1 Ketersedian Material


Material merupakan komponen penting dalam menentukan besarnya
biaya suatu proyek diserap oleh material yang digunakan. Material konstruksi
dalam sebuah proyek dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bahan yang kelak akan
menjadi bagian tetap dari struktur (bahan permananen) dan bahan yang
dibutuhkan kontraktor dalam membangun proyek. Tetapi tidak akan menjadi
bagian tetap dari struktur (bahan sementara) (Ervianto, 2007). Material yang sesuai
standar dapat menjaga mutu dari item pekerjaan yang dilaksanakan.
Kebijakan dan prosedur memegangperanan yang penting dalam
penyelenggaraan suatu kegiatan proyek, yaitu merupakanalat komunikasi yang
diharapkan dapat mengatur, mengkoordinasi dan menyatukanarah gerak bagian
kegiatan yang akan dilakukan. Pada Proyek Pembangunan Bandara Internasional
Yogyakarta pengadaan material barang dilaksanakan secara langsung oleh Quality
Control proyek, Yudi Eko P selaku QC Manager. Pengadaan material yang
dilaksanakan menuju lokasi proyek dapat dikatakan sudah baik karena secara
pelaksanaan di lapangan PT. PP KSO sudah memenuhi kriteria didalam penyediaan,
mobilisasi dan produksi material atau bahan pembangunan. Pada proses pengadaan
material proyek selalu dicatat dan dikomunikasikan oleh pihak Quality Control
dengan para pelaksana proyek. Material yang dibawa menuju lokasi proyek adalah
material yang sesuai dengan spesifikasi didalam kontrak.
Berdasarkan kegiatan kerja praktik yang di laksanakan dalam Proyek
Pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta, material yang masuk memiliki data

113
spesifikasi didalam lembar bukti tanda terima yang berisi jenis material dengan
spesifikasi termasuk di dalamnya persetujuan masing-masing pihak yang terlibat
terhadap mutu material-material tersebut. Sebagai contoh tanda bukti pemesanan mix
beton bore pileberikut :

Gambar 4.2.1 Spesifikasi Baja Tulangan SNI

Sebuah proyekdikatakan berhasil jika pembangunan diselesaikann tepat


waktu, sesuai anggaran dan kualitas baik.Selain itu juga memberikan kepuasan yang
tinggi pada pelanggan (Sufa, 2012). Untuk mewujudkan hal tersebut, fungsi-fungsi
dalam manajemen proyek harus sinkron mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan,
dan pengendalian.
Dari kegiatan kerja praktik dilapangan, kegiatan pengadaan barang dan
material guna kebutuhan pembangunan Pada Proyek Pembangunan Bandara
Internasional Yogyakarta sudah dilaksanakan sesuai prosedur dan spesifikasi teknis
seperti didalam kontrak.

114
4.2.2 Mutu Material
Menurut Ahadi (2011), Untuk memperoleh hasli pekerjaan struktur yang
sesuai standar dan dapat dipertanggungjawabkan, maka mutu bahan untuk struktur
bangunan harus sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan. Untuk
mencapai tujuan tersebut maka perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian mutu
material antara lain pemilihan bahan, pengujian berkala, cara pelaksanaan, perawatan
dan pemeliharaan.
Material merupakan komponen biaya yang paling besar pada pelaksanaan
proyek konstruksi, sehingga material menjadi elemen penting dalam pengendalian
biaya proyek. Pada manajemen material, pembelian material merupakan faktor yang
mempunyai pengaruh cukup besar terhadap besar kecilnya harga material, sehingga
diperlukan perhitungan yang cermat dalam penentuan harga material serta pemilihan
distributor material dengan harga yang terjangkau (Ayu, 2017).
Pengendalian mutu material yang berada Proyek Pembangunan Terminal
Bandara Internasonal Yogyakarta meliputi:
a. Semen
Semen berasal dari bahasa latin caementum yang berarti bahan perekat. Secara
sederhana, definisi semen adalah bahan perekat atau lem, yang bisa merekatkan
bahan – bahan material lain seperti batu bata dan batu koral hingga bisa
membentuk sebuah bangunan. Sedangkan dalam pengertian secara umum semen
diartikan sebagai bahan perekat yang memiliki sifat mampu mengikat bahan –
bahan padat menjadi satu kesatuan yang kompak dan kuat (Pangaribuan, 2013).
Semen yang digunakan pada Proyek Pembangunan Terminal Bandara
Internasioanl Yogyakarta adalah semen Portland yang memenuhi SNI 15-2049-
1994 kecuali jenis IA, IIA, IIIA, dan IV. Dalam pelaksanaannya, pengendalian
terhadap material semen yaitu dengan melakukan penyimpanan semen di dalam
semen silo bantching plant PT. PP KSO. sedemikian rupa, sehingga semen

115
terhindar dari risiko basah atau kemungkinan lembab, serta terjamin tidak
tercampur dengan bahan lain.

Gambar 4.2.2.1. Semen Silo milik Bantching Plant PT.PP KSO

Silo merupakan sebuah tempat penyimpanan bahan atau material yang berupa
butiran maupun cairan yang berbentuk silinder maupun persegi panjang. Penyimpana
n di dalam silo pasti dalam bentuk curah. Struktur silo terbuat dari baja atau beton.
Selama penyimpanan, semen yang berada di dalam silo terhindar dari risiko basah
atau kemungkinan lembab, serta terjamin tidak tercampur dengan bahan lain
(Pradana, 2013).

b. Agregat Kasar
Agregat kasar dapat berupa batu pecah atau kerikil hasil desintergrasi alami
dari batuan-batuan dan yang diperoleh dari pemecahan batu dengan besar butir

116
lebih dari 5 mm (Hizrian, 2017). Batu pecah, dalam penggunaannya harus
memenuhi syarat- syarat sebagai berikut:
1) Butir-butir keras yang tidak berpori serta bersifat kekal yang artinya tidak
pecah karena pengaruh cuaca seperti sinar matahari dan hujan.
2) Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%, apabila melebihi maka
harus dicuci lebih dahulu sebelum menggunakannya.
3) Tidak boleh mengandung zat yang dapat merusak batuan seperti zat –zat
yang reaktif terhadap alkali.
4) Agregat kasar yang berbutir pipih hanya dapat digunakan apabila jumlahnya
tidak melebihi 20% dari berat keseluruhan.

Pada Proyek Pembangunan Terminal Bandara Internasional Yogyakarta, batu


pecah diambil dari Gunung Merapi yang kemudian di-screening/dibersihkan di
lokasi pengambilan. Batu pecah yang telah di bersihkan kemudian di letakan di
area bantchung plant PT. PP KSO yang bersih dan mempunyai jarak dengan
material lainnya.

Gambar 4.2.2.2. Batu Pecah di Bantching Plant PT.PP KSO

117
c. Agregat Halus
Menurut Hizrian (2017), Agregat halus adalah butiran mineral yang
berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran mortar (adukan) dan beton.
Atau didefinisikan sebagai bahan yang dipakai sebagai pengisi, dipakai bersama
dengan bahan perekat dan membentuk suatu massa yang keras dan padat yang
disebut beton. Agregat halus harus terdiri dari butiran yang beranekaragam dan
apabila diayak dengan ayakan susunan harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
1) Sisa diatas ayakan 4 mm minimum beratnya 2%
2) Sisa diatas ayakan 1mm minimum beratnya 10%
3) Sisa diatas ayakan 0,025 beratnya berkisar antara 80% sampai 95%.
4) Tidak mengandung lumpur.

Pada Proyek Pembangunan Terminal Bandara Internasional Yogyakarta,


agregat halus diambil dari Gunung Merapi, Sungai Progo, dan Sungai
Bogowonto yang kemudian di-screening/dibersihkan di lokasi pengambilan.
Agregat halus yang telah di bersihkan kemudian di letakan di area bantchingng
plant PT. PP KSO yang bersih dan mempunyai jarak dengan material lainnya.

118
Gambar 4.2.2.3. Pengecekan Pasir di Area Bantching Plant PT. PP KSO

d. Air
Senyawa kimia yang merupakan hasil ikatan dari unsur hidrogen (H2) yang
bersenyawa dengan unsur oksigen (O) dalam hal ini membentuk senyawa H2O
(Armansyah, 2018).Menurut SK SNI 03-2847-2002, syarat air yang dapat
digunakan dalam proses pencampuran beton adalah sebagai berikut :

1) Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari bahan-
bahan merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik,
atau bahan-bahan lainnya yang merugikan terhadap beton atau tulangan.
2) Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton yang
didalamnya tertanam logam aluminium, termasuk air bebas yang terkandung
dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang
membahayakan.
3) Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali
Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran beton
yang menggunakan air dari sumber yang sama dan hasil pengujian pada

119
umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar yang dibuat dari adukan dengan
air yang tidak dapat diminum harus mempunyai kekuatan sekurang-
kurangnya sama dengan 90% dari kekuatan benda uji yang dibuat dengan air
yang dapat diminum. Perbandingan uji kekuatan tersebut harus dilakukan
pada adukan serupa, terkecuali pada air pencampur, yang dibuat dan diuji
sesuai dengan “Metode uji kuat tekan untuk mortar semen hidrolis
(Menggunakan spesimen kubus dengan ukuran sisi 50 mm” (ASTM C 109 ).

Untuk air yang digunakan sebagai pelarut material pada Proyek


Pembangunan Terminal Bandara Internasional Yogyakarta menggunakan air
yang bersih dan bebas dari bahan yang merugikan sepert minyak, garam, asam,
basa, gula atau organis. bersumber dari sumur bor yang dibuat di bantching
plant PT.PP KSO yang harus memenuhi dari kriteria penggunaan air sesuai
ketentuan AASHTO T26.

e. Baja Tulangan
Baja tulangan beton adalah baja yang berbentuk batang berpenampang
lingkaran yang digunakan untuk penulangan beton,yang diproduksi dari bahan
baku billet dengan cara hot rolling. Berdasarkan bentuknya, baja tulangan beton
dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu baja tulangan beton polos dan baja tulangan
beton sirip (Gazal, 2014). Baja tulangan yang digunakan harus memenuhi ketentuan-
ketentuan sbb.:
a. Tulangan tidak boleh mengandung serpih-serpih, lipatan-lipatan, retak-retak,
gelombang-gelombang, cerna-cerna yang dalam, atau berlapis-lapis.
b. Batang Tulangan hanya diperkenankan berkarat ringan pada permukaan saja .
c. Untuk tulangan utama (tarik/tekan lentur) harus digunakan baja tulangan deform
(BJTD), dengan jarak antara dua sirip melintang tidak boleh lebih dari 70 %
diameter nominalnya, dan tinggi siripnya tidak boleh kurang dari 5 % diameter
nominalnya.

120
d. Tulangan dengan ∅ <10 mm dipakai BJTP 24 (polos), dan untuk tulangan
dengan ∅ ≥10 mm memakai BJTD 40 (deform) bentuk ulir. Semua baja
tulangan dengan diameter yang berbeda yang akan digunakan harus dites di
Laboratarium untuk mengetahui tegangan luluhnya masing-masing 2 sempel.
e. Untuk kualitas dan diameter nominal dari baja tulangan yang digunakan harus
dibuktikan dengan sertifikat pengujian laboratorium, yang pada prinsipnya
menyatakan nilai kuat - leleh dan berat per meter panjang dari baja tulangan
dimaksud.
f. Ketentuan diameter nominal baja tulangan (baik deform/BJTD) yang digunakan
harus ditentukan dari sertifikat pengujian tersebut dan harus ditentukan dari
rumus:
d = 4,029√B ataud = 12.47 √G
dimana :
d = diameter nominal dalam mm;
B = berat baja tulangan (N/mm);
G = berat baja tulangan (kg/m).
g. Toleransi berat batang fabrikasi seperti dalam SNI 03 – 6816 - 2002 sebagai
berikut :

Tabel 4.1 Batasan Penulangan


Diameter Tulangan Toleransi Berat
Baja Tulanagan Yang Di Ijinkan

∅ < 10 𝑚𝑚 ±7%
10 𝑚𝑚 < ∅ < 16 𝑚𝑚 ±6%
16 𝑚𝑚 < ∅ < 10 𝑚𝑚 ±5%
∅ > 28 𝑚𝑚 ±4%

121
4.2.3 Pengujian Bahan Material
a. Uji Beton
Menurut Jurnal Mahdi (2013), Pekerjaan beton dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan dan peraturan yang berlaku (SNI 03 – 2847 Tahun 2002) dengan jenis
beton yang akan dilaksanakan sesuai dengan Rencana Anggaran dan Biaya
(RAB). Dalam pelaksanaan pekerjaan beton harus diawasi seluruh tahapan
pekerjaan oleh seorang pengawas ahli yang mampu dan bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut. Perlunya pengawasan pada setiap
tahapan karena kekuatan beton yang diproduksi di lapangan mempunyai
kecenderungan untuk bervariasi dari adukan yang satu ke adukan yang
selanjutnya. Besarnya variasi ini bergantung pada berbagai faktor, antara lain
mutu bahan agregat, cara pengadukan, stabilitas pekerjaan, waktu pengecoran,
dan mobilisasi materal.
Dalam suatu perencanaan pembuatan job mix, komposisi kebutuhan dari tiap
material pendukung akan berbeda tergantung data agregat yang digunakan.
Sehingga sangat disarankan untuk melakukan berbagai percobaan. Pelaksanaan
campuran beton (trial mix) bertujuan untuk menyederhanakan variasi komposisi
campuran yang dilakukan dalam percobaan nanti dan menentukan penggunaan
kebutuhan air pencampur sehingga mudah untuk dikerjakan. Setelah ditetapkan
komposisi campuran berdasarkan hasil mix design, selanjutnya adalah
pelaksanaan pencampuran unsur-unsur beton. Pembuatan benda uji dilakukan
oleh supplier beton ready mix atas persetujuan pengawas lapangan,
Pada Proyek Pembangunan Terminal Bandara Internasional Yogyakarta
melaksanakan tes sesuai standar kerja yaitu, slump test, uji kuat tekan beton, uji
kuat tarik dan tulangan baja.
1) Slump Test
Pemeriksaan mutu beton cair dilapangan dapat dilakukan dengan cara
slump test. Slum test dilakukan untuk mengetahui kekentalan dari adukan
beton yang akan dicor. Pada Proyek Pembangunan Terminal Bandara

122
Internasional Yogyakrta nilai slump yang dipakai yaitu 12 ± 2 cm. Pekerjaan
beton tidak diperbolehkan dimulai sebelum diperiksa Konsultan Pengawas
dan Direksi Pekerjaan tentang kekuatan/kebersihannya. Semua pembuatan
dan pengujian trial mix dan design mix serta keseluruhan biaya menjadi
tanggung jawab kontraktor. Pada percobaan slump test ini peralatan yang
digunakan antara lain :
a) Kerucut Abrams dengan bentuk terpancung dengan tebal palt 1,5 mm
tinggi, tinggi kerucut 30 cm, diameter bawah 10 cm dan diameter atas
20 cm.
b) Tongkat besi sebagai alat pemadat dengan diameter 16 mm dan panjang
60 cm dengan ujung bulat.
c) Alat ukur meteran, sekop kecil untuk mengisi adukan beton dan cetak
untuk meratakan permukaan beton.

Tahapan -tahap pelaksanaan slump test dilapangan adalah sebagai berikut:


a) Adukan beton untuk pengujian slump test harus diambil langsung dari
mesin pencampur dengan menggunakan alat lain yang tidak menyerap air.
Bila dianggap perlu adukan beton diadukan lagi sebelum dilakukan
pengujian.
b) Siapkan kerucut terpancung dengan diameter atas 10 cm, diameter bawah
20 cm dan tingginya 30 cm. Kemudian diletakkan pada pelat atau bidang
yang datar dan tidak menyerapair.
c) Cetkan diisi sampai penuh dengan adukan beton dalam 3 lapis. Setiap
lapisan berisi kira-kira 1/3 isi cetakan. Tiap lapis dipadatkan dengan
tongkat pemadat yang berukurn panjang 60 cm dan diameter 16 mm
sebanak 25 kali tusukan secara merata.

123
Gambar 4.2.3.1. Pengisian Semen pada Kerucut

d) Setelah cetakan diisi penuh maka bidang atasnya diratakan kemudian


dibiarkan selama ½ menit dan dalam jangka waktu itu semua adukan
beton yang jatuh disekitar kerucut harus dibersihkan.
e) Kemudian cetakan diangkat perlahan-lahan tegak lurus keatas. Balikkan
cetakan dan diletakkan perlahan-lahan disamping bendauji.
f) Ukurlah nilai slump yang terjadi dengan menentukan perbedaan tinggi
cetakan dengan tinggi rata-rata bendauji.

124
Gambar 4.2.3.2. Uji Slump pada Proyek Pembangunan Terminal Bandara
Internasional Yogyakarta

2) Uji Kuat Tekan Beton


Menurut Ahadi (2009), Kuat tekan beton adalah kemampuan beton
keras untuk menahan gaya tekan dalam setiap satu satuan luas permukaan
beton. Secara teoritis, kekuatan tekan beton dipengaruhi oleh kekuatan
komponen-komponennya yaitu pasta semen, volume rongga, agregat, dan
interface(hubungan antar muka) antara pasta semen dengan agregat. Beton
merupakan salah satu bahan bangunan atau material yang memiliki daya
tekan yang cukup kuat dan biaya yang relatif terjangkau dibandingkan
material lain seperti baja atau kayu (Adisa, 2015)
Uji kuat tekan beton bertujuan untuk mengetahui kuat tekan beton
karakteristik (kuat tekan maksimum yang dapat diterima oleh beton hingga
beton mengalami kehancuran) serta untuk menentukan waktu
pembongkaran cetakan atau bekisting balok dan plat beton. Pengambilan
sample untuk benda uji kuat tekan beton yang digunakan adalah 8 benda uji
pada tiap tipe mutu beton pekerjaan pengecoran yang akan dilakukan
dimana 4 benda sample di uji di tempat dan 4 lainnya di uji di lab. Masing-
masing sample digunakan pada uji hari ke-3, ke-7, hari ke-14 dan hari ke-
28.
Berdasarkan pengamatan selama kerja praktik di lapangan beriukut
adalah prosedur pengujian kuat tekan beton:
a) Menyiapkan cetakan silinder beton diameter 15 cm x tinggi 30 cm
sesuai SNI 03-686-1-2002; Agregat Beton, ACI Committee - 304,
ASTM C 94-98.
b) Untuk benda uji (pengambilan terdiri dari 4 buah dengan pengetesan
dilakukan pada hari ke-3, ke-7, hari ke-14 dan hari ke-28).

125
c) Meletakkan cetakan silinder pada plat atas baja yang telah dibersihkan
dan mengolesi sisi dalamnya dengan minyak pelumas atau oli
seperlunya untuk mempermudah pelepasan beton dari cetakannya.
d) Masukkan adukan beton yang dipakai pada pengujian slump test ke
dalam cetakan yang dibagi dalam tiga lapisan yang sama,tusuk-tusuk
sebanyak 25 kali tiap lapisan.
e) Meratakan bagian atasnya dan setelah lumayan mengering kemudia
beri kode tanggal pembuatan dan penggunaan beton dengan spidol
atau stypo.
f) Diamkan selama 24 jam, kemudian cetakan dilepas.
g) Melepas cetakan kemudian merendam dalam air (curing) selama
waktu tertentu, kemudian diserahkan ke laboratorium untuk melakukan
pengetesan beton pada usia yang telah di tentukan.

Pengujian kuat tekan sample beton pada Proyek Pembangunan


Terminal Bandara Internasional Yogyakarta dilakukan di Laboratorium
Teknik Sipil Universitas Gajah Mada.

b. Uji Mutu Baja


Menurut bentuk fisiknya, terdapat dua jenis baja tulangan yang
digunakan, yaitu baja tulangan polos (plain bar) dan baja tulangan ulir (deformed
bar) (Pradhipta, 2017). Baja tulangan yang digunakan pada Proyek
Pembangunan Terminal Bandara Internasional Yogyakarta dengan diameter yang
bervariasi antara lain D-13,D-16, D-19, D-22, dan D-25. Pengendalian mutu baja
adalah hal yang penting karena akan mempengaruhi kekuatan tulangan yang
berada didalam cor beton.
Selama kegiatan kerja praktik pada Proyek Pembangunan Terminal
Bandara Internasional Yogyakarta, proses pengendalian mutu dari kedatangan
bahan yaitu mobilisasi material dan pelaksanaan pemasangan memenuhi syarat

126
pembuatan, sertatoleransi pembuatan dan pemasangan tulangan disesuaikan
dengan persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau A.C.I. 315.
Dari proses pengiriman tulangan ke lapangan dalam kelompok ikatan
ditandai dengan label yang mencantumkan ukuran batang, panjang dan tanda
pengenal. Pemindahan tulangan harus hati-hati untuk menghindari kerusakan.
Tempat penyimpanan yang ada harus di atas tanah yang kering, daerah yang
bagus saluran-salurannya, dan terlindung dari lumpur, kotoran, karat dan
sebagainya. Kemudian dari pengerjaan, pembengkokan, dan pembentukan
tulangan sesuai dengan rencana serta tidak mengalami perubahan bentuk maupun
tempat selama pengecoran berlangsung.
Selain dengan usaha yang dilakukan dengan cara pengiriman dan
penyimpanan yang baik terhadap besi tulangan, pelaksana proyek juga
mengambil beberapa sample tulangan untuk dilakukan uji tarik kekuatan
tulangan. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui besarnya tegangan
leleh dan kuat tarik baja (Guritno, 2013). Pengujian uji tarik baja pada Proyek
Pembangunan Terminal Bandara Internasional Yogyakarta dilakukan di pabrik
produksinya.

Gambar 4.2.3.3. Sample Besi Tulangan

127
4.2.4 Jadwal Pengadaan Material
Pengadaan material proyek merupakan salah satu hal penting bagi
pelaksanaan proyek. Persediaan material harus dapat memenuhi kebutuhan rencana
fabrikasi, karena jika persediaan material tidak dapat dipenuhi maka akan
mengakibatkan keterlambatan jadwal pelaksanaanyang diberikan oleh owner. Selama
ini dalam perencanaan pengadaan material proyek menggunakan cara sederhana yang
membutuhkan waktu relatif lebih lama untuk proses pemesanan material pada
supplier, belum lagi dibutuhkan beberapa tenaga kerja, baik dari proses pemisahan
material, mesin- mesin, dan consumable. Perencanaan pengadaan material yang tidak
terstruktur ini mengakibatkan terjadinya keterlambatan pekerjaan pada proyek,
dikarenakan terlambatnya pasokan material sehingga berimbas pada peningkatan
biaya proyek.(Nyoman, 2007). Untuk itu diperlukan analisis pengendalian pengadaan
material proyek karena material merupakan bagian penting dari sebuah pelaksanaan
proyek konstruksi, dimana material adalah bagian terbesar dari proyek yang nilainya
hampir mencapai setengah dari total biaya proyek, sehingga dapat meminimalkan
risiko terjadinya keterlambatan item – item pekerjaan akibat dari proses pengadaan
yang tidak efisien (Haikal, 2017).
Berdasarkan pengamatan pada kegiatan kerja praktik bahwa proyek yang
dikerjakan oleh PT. PP KSO dilihat dari jadwal pengadaan sesuai standar
pengawasan yang dimonitor oleh konsultan pengawas, dan pihak proyek yang
bertanggung jawab pada proses pengadaan adalah pihak quality control sebagai
pengontrol dan penentu kebijakan material agar material sesuai dengan rencana yang
meliputi efisiensi penggunaan, standar, kriteria mutu agar pekerjaan yang
dilaksanakan sesuai dengan mutu dan spesifikasi yang disyaratkan. Berdasarkan
kegiatan yang dilaksanakan dalam proses pengadaan material proyek di lapangan
sudah sesuai standar. Pengadaan yang dilakukan oleh pihak quality control sudah
sesuai dengan jadwal pelaksanaan item – item pekerjaan yang akan dilaksanakan.
Dalam kegiatan pengadaan dipilih supplier / pemasok material yang telah ditetapkan

128
bersama dengan pelaksana proyek dengan ketentuan supplier memiliki jarak terdekat
dengan lokasi proyek dan memiliki harga yang memenuhi kriteria yang disetujui oleh
pelaksana proyek dan kontraktor.

4.2.5 Penempatan dan Penyimpanan Material


Pihak logistik memiliki peran yang penting dalam mengatur penempatan serta
penyimpanan material agar terkontrol dari segi keamanan, tidak mengganggu
pekerjaan dan terjaminnya mutu material. Berdasarkan jurnal yang dikutip dari
Lestiani Nova Pontoh dkk.(Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.8, Juli 2013 (562-570)
ISSN:2337-6732), penempatan material dalam proses pekerjaan berpengaruh
pada waktu dan biaya pelaksanaan. Bart chart di buat untuk memperhatikan
lamanya waktu pekerjaan yang di peroleh dari perhitungan jarak lokasi
penempatan material ke lokasi pekerjaan dan dilihat dari letak jalan masuk untuk
mengangkut material.
Berdasarkan pengamatan dan analisa selama kerja praktik di lapangan untuk
mencapai mutu material dalam memenuhi ketentuan yang diijinkan pada suatu
bangunan, diperlukan adanya aturan – aturan untuk mengendalikan dan memudahkan
pelaksanaan suatu pekerjaan proyek. Suplai kebutuhan material harus sesuai dengan
jadwal dengan kebutuhan material di lapangan, sehingga tidak terjadi kekurangan
atau kelebihan material yang dapat memengaruhi progres pekerjaan. Usaha yang
dilakukan terhadap pengendalian mutu bahan dan material di lapangan dilakukan
dengan cara monitoring secara langsung, metode perawatan, metode penyimpanan
dan pengujian bahan atau material dengan sampling.

4.3 Pengendalian Mutu Alat


Secara umum, peranan alat harus dianalisis secara rinci dan efisien, sehingga
diharapkan pelaksanaan suatu proyek konstruksi dapat menghasilkan suatu produk
pekerjaan yang bisa diselesaikan dalam batas waktu tertentu dengan jenis dan jumlah
alat yang memadai. Menurut Kartika (2013), Dalam hubungannya dengan

129
pelaksanaan proyek, analisis teknis mengenai alat ini sangat bermanfaat dalam
menyusun rencana kebutuhan peralatan konstruks sehingga setiap aktifitas kerja
rencana dengan baik. Pengendalian mutu peralatan dilakukan dengan melakukan
kalibrasi alat sebelum alat tersebut digunakan untuk pekerjaan proyek. Selain itu juga
diperlukan perawatan secara rutin terhadap alat yang akan digunakan, agar alat
tersebut selalu dalam keadaan baik dan dapat digunakan sesuai fungsinya.
Kalibrasi adalah salah satu upaya untuk mengendalikan kemampuan dan
kelayakan suatu alat untuk digunakan dalam pekerjaan proyek. Menurut Almega
(2016), Kalibrasi adalah proses pengecekan dan pengaturan akurasi dari alat ukur
dengan cara membandingkannya dengan standar/tolak ukur. Kalibrasi diperlukan
untuk memastikan bahwa hasil pengukuran yang dilakukan akurat dan konsisten
dengan instrumen lainnya. Kalibrasi ulang secara periodik juga harus dilakukan untuk
menjaga kesesuaian alat terhadap kondisi standarnya. Selain itu, juga ada schedule
alat utama untuk mengetahui berapa lama alat dibutuhkan, dan berapa banyak jumlah
yang dibutuhkan di lapangan.
Semua peralatan pada Proyek Pembangunan Terminal Bandara Internasional
Yogyakarta menjadi tanggungan dari pihak PT. PP KSO selaku kontraktor proyek.
Setiap kerusakan yang terjadi menjadi tanggung jawab dari pihak kontraktor,
termasuk servis rutin dan perbaikan-perbaikan bila ada kerusakan.

4.4 Pengendalian Mutu Pekerjaan


Pembangunan suatu proyek konstruksi yang dikerjakan oleh kontraktor
seringkali tidak sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan lain yang tertuang pada
dokumen kontrak. Kecenderungan adanya gejala di mana pencapaian mutu hasil
pembangunan baik berupa gedung, konstruksi jalan dan jembatan, serta bangunan
irigasi, tidak konsisten dengan perencanaan teknis, hal tersebut terlihat dari hasil
pembangunan yang ternyata rentan mengalami kerusakan dan usia ekonomisnya lebih
pendek dari perkiraan rencana semula. .Jika hal ini terjadi tentu yang dirugikan
adalah pemilik modal / investor (Riki, 2013).

130
Pada Proyek Pembangunan Terminal Bandara Internasional Yogyakarta untuk
pekerjaan struktur bawah mulai dari pekerjaan pengeboran bore pile, pengecoran
bore pile, pekerjaan pile cap, pengecoran pile cap, dan pekerjaan lainnya
dilaksanakan oleh para pekerja yang kompeten dalam bidangnya. Untuk memastikan
hasil pekerjaan tersebut sesuai dengan gambar rencana dan spesifikasi teknis yang
berlaku, terdapa tkonsultan pengawas dan quality qontro ldari kontraktor yang selalu
melakukan check list semua item pekerjaan yang benar-benar siap untuk dikerjakan
.Maka dari itu pengendalian mutu pekerjaan juga dipengaruhi oleh para pekerja
dalam pelaksanaannya di lapangan.

4.5 Pengendalian Tenaga Kerja


Menurut Basari dkk. dalam (Jurnal Karya Teknik Sipil, Volume 3, Nomor 4,
Tahun 2014, Halaman 830– 839) Menyatakan bahwa produktivitas tenaga kerja
adalah salah satu factor keberhasilan sebuah proyek konstruksi. Untuk mengetahui
performa tenaga kerja secara optimal dapat diukur pada koefisien produktivitas para
pekerja tersebut.
Menurut Harun (2017), Produktivitas tenaga kerja dalam pekerjaan konstruksi
di proyek sangat dibutuhkan oleh para kontraktor, konsultan maupun pemilik proyek
(owner) dalam membuat rencana anggaran biaya. Penempatan tenaga kerja yang
sesuai dengan jumlah dan keterampilannya dapat menunjang tercapainya efisiensi
dalam suatu pekerjaan proyek (the right man in the right place). Tenaga kerja yang
berlisensi dan berpengalaman pun dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas pekerjaan
yang dilaksanakan .Oleh karena itu diperlukan usaha pengendalian mutu tenaga kerja
oleh manajemen proyek.
Pada Proyek Pembangunan Terminal Bandara Internasional Yogyakarta,
seluruh pengadaan tenaga kerja diserahkan pada tim pelaksana yaitu PT.PP KSO.
Pemilihan dan penunjukan pemborong dilakukan berdasarkan hasil lelang yang
diadakan oleh PT. Angkasa Pura 1. Untuk mengendalikan jumlah tenaga kerja agar
sesuai dengan rencana, maka setiap minggu pelaksana proyek melaporkan jumlah

131
tenaga kerja kepada konsultan pengawas agar tenaga kerja yang ada dapat dikontrol
apakah tenaga kerja yang bekerja sesuai dengan schedule kebutuhan tenaga kerja
pada item pekerjaan proyek tertentu.

4.6 Pengendalian Waktu


Menurut Auzan dkk. (Jurnal Karya Teknik Sipil Volume 6, Nomor 4, Tahun
2017, 460-470), Dalam suatu proyek konstruksi faktor yang menjadi indicator
keberhasilan suatu proyek adalah harus tepat biaya, waktu dan mutu. Untuk
mencapai target tersebut perlu dilakukan perencanaan, penjadwalan, dan
pengendalian pelaksanannya secara tepat.
Ketepatan waktu pekerjaan merupakan hal yang harus dicapai oleh setiap
kontraktor dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi bangunan. Manajemen
konstruksi yang baik sangat berpengaruh terhadap ketepatan waktu pekerjaan, karena
dengan sistem ini dapat memperkirakan penggunaan sumber daya yang efektif dan
efisien sesuai dengan kebutuhan pekerjaan.Waktu pekerjaan suatu proyek konstruksi
sangat bergantung terhadap produktivitas tenaga kerja .Makin rendah tingkat
produktivitasnya maka makin besar peluang terjadi keterlambatan pekerjaan.
Sebaliknya, makin tinggi tingkat produktivitasnya maka makin rendah tingkat
terjadinyaketerlambatan ( Suryanto, 2015).
Tujuan pengendalian waktu adalah agar pelaksanaan pekerjaan tidak melebihi
waktu yang telah ditetapkan oleh pemilik proyek. Meskipun keterlambatan pekerjaan
proyek dapat diantisipasi dengan melakukan percepatan dalam pelaksanaannya,
namun harus tetap memperhatikan faktor biaya agar tidak terjadi overbudget
(Nurtsani dkk., 2017). Selain itu pengendalian waktu juga digunakan untuk
memperhitungkan kendala lapangan seperti cuaca hujan, sehingga item – item
pekerjaan utama sudah selesai dikerjakan sebelum kendala tersebut terjadi.
Pengendalian dan pengawasan waktu pada proyek ini dilakukan dengan
pembuatan time schedule dan diagram kurva “S” sebagai pengaturan waktu
pelaksanaan semua item pekerjaan yang ada berdasarkan urutan pekerjaan sehingga

132
pekerjaan fisik terminal bandara ini selesai tepat pada waktu yang telah ditetapkan.
Pengendalian dan pengawasan waktu pada proyek ini antara lain:
1. Time Schedule
Time Schedule adalah rencana alokasi waktu untuk menyelesaikan masing-
masing item pekerjaan proyek secara keseluruhan mulai dari bagian-bagian pekerjaan
permulaan sampai dengan bagian-bagian pekerjaan akhir (Ahadi, 2011). Pada Proyek
Pembangunan Terminal Bandara Internasional Yogyakarta, time schedule disusun
berdasarkan urutan pelaksanaan pekerjaan dan merupakan acuan yang digunakanagar
pekerjaan dapat berjalan sesuai rencana, efisien, dan tepat waktu.
2. S-Curve (Kurva S)
Menurut Albajili (2013), Kurva S merupakan jadwal pelaksanaan proyek
dalam bentuk gambaran diagram % (persen) komulatif bobot pekerjaan yang diplot
pada suatu sumbu, dimana sumbu x menyatakan satuan waktu sepanjang durasi
proyek dan sumbu y menyatakan nilai bobot % (persen) komulatif biaya selama
durasi proyek tersebut. Dari grafik hasil pembuatan kurva S dapat dilihat apakah
proyek tersebut mengalami keterlambatan progres pekerjaan atau tidak. Dengan
kurva S juga dapat dilihat intensitas pekerjaan. Kemiringan curam menunjukkan pada
saat itu pekerjaan besar dengan intensitas tinggi dan kemiringan landai menunjukkan
pekerjaan pada saat itu relative sedikit.

133
Gambar 4.6 Time Schedule dan Diagram Kurva S Proyek Pembangunan Bandara
Internasional Yogyakarta

3. Laporan Mingguan
Laporan mingguan adalah laporan kegiatan pekerjaan proyek yang
dilaksanakan dalam kurun waktu satu minggu. Dari hasil laporan mingguan akan
diperoleh kumulatif prestasi pekerjaan untuk time schedule pelaksanaan maka akan
diketahui jika terjadi keterlambatan atau kemajuan dalam proyek tersebut. Pada
proyek ini, bentuk laporan mingguan dibuat oleh pelaksana proyek yaitu PT.PP
KSO.
4. Laporan Bulanan
Laporan bulanan disusun berdasarkan laporan mingguan dalam suatu
proyek. Laporan bulanan juga dikerjakan untuk mengetahui progress pekerjaan
terkait kemajuan maupun keterlambatan dalam proyek yang sedang dilaksanakan.
Laporan bulanan saling berkaitan dengan time schedule. Bentuk laporan bulanan

134
terdiri dari laporan mingguan yang kemudian di jadikan rangkuman yang nantinya
akan di bahas dalam rapat bulanan. Laporan bulanan di kerjakan oleh pelaksanan
proyek yaitu PT. PP KSO.

4.7 Pengendalian Pelaksanaan Proyek


Menurut Poerwanto (2011), Pengendalian dilakukan seiring dengan
berlangsungnya pelaksanaan proyek. Pengendalian proyek dilakukan agar proyek
tetap berjalan dalam batas waktu, biaya dan performa yang ditetapkan dalam rencana.
Pengendalian didefinisikan sebagai usaha yang sistimatis untuk menentukan standar
yang sesuai dengan perencanaan, merancang sistem informasi, membandingkan
pelaksanaan dengan standar, kemudian mengambil tindakan pembetulan yang
diperlukan agar sumber daya yang ada dapat dipergunakan secara efektif dan efisien
dalam rangka mencapai sasaran (Ahadi, 2011).
4.7.1 Pengendalian Pekerjaan Pemadatan Tanah dengan RIC
Sebelum pelaksanaan pekerjaan pondasi dilakukan pekerjaan pemadatan tanah
dengan alat Rapid Impuls Compaction (RIC) untuk mendapatkan kepadatan tanah
yang sasuai dengan kriteria desain. Ditinjau dari analisa schedule pelaksanaan dan
kurva S pekerjaan ini memiliki progress yang lama dikarenakan jumlah alat yang
digunakan hanya satu, dan ditambah luasan area pemadatan yang luas yaitu 106.911
m2. Namun pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan didalam
schedule pekerjaan dan ada sedikit keterlambatan pelaksanaannya. Pekerjaan
pemadatan pada proyek ini dikerjakan pada Bulan Agustus sesuai dengan ketentuan
pada time schedule.
4.7.2 Pengendalian Pekerjaan Pondasi Bore Pile
Menurut Harsanto dalam (Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.5No.2,
September 2015(345-350) ISSN:2087-9334) menyatakan bahwa tiang bor (bored
pile) merupakan salah satu jenis pondasi yang merupakan bagian dari konstruksi yang
terbuat dari beton dan tulangan baja. Fungsi pondasi ini untuk mentransfer beban-

135
beban dari atas ke lapisan tanah. Bentuk distribusi beban dapat berbentuk beban
vertikal melalui dinding tiang.P ekerjaan tiang borepile adalah metode pembuatan
lubang berbentuk spiral untuk pondasi dalam dengan kedalaman >3 m dari
permukaan tanah dengan mesin Driven Pile yang kemudian dimasukkan tulangan dan
diberi cor beton dengan mutu tertentu sebagai tiang bore pile.
Pada pekerjaan pondasi bore pile terbagi atas pekerjaan pengeboran,
pemasangan casing dan tulangan borepile, dan pengecoran bore pile. Pekerjaan Pada
Proyek Pembangunan Terminal Bandara Internasional Yogyakarta, pekerjaan
pengeboran yang direncanakan terdapat 100 titik di area fix bridge , 184 titik di area
kerb keberangkatan, 1108 titik di boarding longue dan terminal tengah. Metode
pelaksanaan pada item pekerjaan pondasi bore pile dilakukan sesuai dengan
perencanaan pada item pengeboran, penulangan pondasi bore pile, hingga pengecoran
pondasi bore pile. Pada schedule proyek ini, pelaksanaan pekerjaan pondasi bore pile
mundur satu bulan, yang seharusnya Bulan Agustus sudah mulai. Penyebabnya ialah
terjadi perubahan perencanaan pada pondasi, yang pada awalnya pondasi tiang
pancang menjadi pondasi bor pile. Kendala yang dihadapi pada pelaksanaan
pekerjaan pondasi bore pile adalah lamanya pekerjaan pengeboran yang
menyebabkan beton ready mix yang sudah tiba harus menunggu beberapa jam untung
penuangan beton.
4.7.3 Pengendalian Pekerjaan Pile Cap dan Tie Beam
Menurut Emka (2012), Secara umum pelat penutup tiang (pile cap)
merupakan elemen struktur yang berfungsi untuk menyebarkan beban dari kolom ke
tiang-tiang. Pemakaian pile cap pada suatu bangunan, apabila pondasi bore pile pada
tanah dasar pondasi yang mempunyai nilai kohesi tinggi, maka beban yang diterima
oleh tiang akan ditahan oleh pile cap. Sedangkan tie beam adalah balok penghubung
antar pile cap.
Pekerjaan pile cap dan tie beam pada proyek ini terdapat 3 tipe pile cap di
area fix bridge, sedangkan di area boarding longue, terminal tengah, dan curb side

136
area terdapat 10 tipe pilecap. Sedangkan pada tie beam terdiri dari 12 tipe untuk
seluruh wilayah terminal.

Pelaksanaan pekerjaan pile cap dan tie beam dilaksanakan pada Bulan
Oktober dengan item pekerjaan meliputi pekerjaan lantai kerja, penulangan pile cap
dan tie beam, bekisting, dan pengecoran. Metode kerja pada pelaksanaan pekerjaan
pile cap dan tie beam sesuai dengan perencanaan pada gambar kerja. Kendala yang
dihadapi pada pelaksanaan pekerjaan pile cap dan tie beam adalah badai pasir yang
sering terjadi sehingga menghambat pekerjaan. Untuk mengatasinya pekerja
menyemprotkan air di titik yang berpotensi menyebabkan debu berterbangan.
Pengendalian mutu yang dilakukan sebelum pengecoran adalah dengan mengambil
sample mix beton untuk dilakukan slump test oleh pihak quality control bersama
pengawas lapangan untuk mengetahui mutu beton yang digunakan selama
pengecoran.

4.7.4 Pengendalian Pekerjaan Bekisting


Formwork atau bekisting adalah cetakan sementara yang digunakan untuk
menahan beton selama beton dituang dan dibentuk sesuai dengan bentuk yang
diinginkan. Dikarenakan berfungsi sebagai cetakan sementara, bekisting akan dilepas
atau dibongkar apabila beton yang dituang telah mencapai kekuatan yang cukup
(Uberlin, 2015).
Pada Proyek Pembangunan Terminal Bandara Internasional Yogyakarta
bekisting digunakan adalah jenis bekisting knock down. Bekisting knock down adalah
bekisting yg menggunakan bahan besi hollow dan plat baja (strong-indonesia.com).

137
Gambar 4.7.4.1. Bekisting Knock Down

Ukuran untuk setiap bekisting berbeda beda, tergantung dengan item


pekerjaannya. Bekisting pada proyek ini dibuat di tempat fabrikasi yang ada di
proyek sedangkan untuk mobilisasi bekisting di bantu dengan tower crane. Metode
pelaksanaan bekisting dilaksanakan sesuai dengan perencanaan. Bekisting untuk
pekerjaan pile cap dan tie beam sudah disiapkan sehari sebelum pengecoran.

Gambar 4.7.4.2. Tempat Fabrikasi

4.8 Pengendalian Biaya Proyek


Menurut Pratiwi (2016), Dalam proyek konstruksi, faktor biaya dapat dibagi
menjadi empat kategori: tenaga kerja, material, peralatan, dan subkontraktor. Dari
keempat hal tersebut, material dan subkontraktor memiliki biaya relatif mudah untuk
dikontrol. Biaya bahan dan material relative mudah untuk diprediksi, dan biaya
subkontraktor didefinisikan pada saat tawaran dan pekerjaan buy-out. Tenaga kerja

138
dan peralatan, bagaimanapun keadaannya adalah dua hal yang sama sekali berbeda.
Kedua faktor tersebut memiliki risiko terbesar sebagai penyebab kelebihan biaya
besar, dan dalam banyak kasus kedua hal tersebut memiliki potensi untuk
membangkrutkan proyek serta perusahaan.
Fungsi pengendalian biaya proyek adalah untuk melakukan efisiensi /
menekan biaya pekerjaan, bagi kontraktor untuk memperoleh keuntungan sedangkan
dipihak owner supaya dapat menghemat biaya sekecil mungkin. Proyek konvensional
dikendalikan langsung oleh pemilik proyek dibantu tenaga konsultan perencana dan
konsultan pengawas (Buis, 2018). Pada proyek ini pengendalian biaya yang
dilakukan adalah dengan melakukan sistem pembayaran gaji pada tenaga kerja yang
bekerja di Proyek Pembangunan Terminal Bandara Internasional Yogyakarta dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Upah karyawan tetap dibayarkan setiap akhir bulan.
2. Upah mandor dibayarkan setiap minggu, besarannya ditentukan berdasarkan
kebijakan administrasi perusahaan.
3. Upah tenaga kerja/tukang dibayarkan setiap minggu melalui mandor.
Selain itu, upaya pengendalian lain selama kerja praktik di proyek ini adalah
dengan melakukan optimalisasi pada saat akan melakukan pengadaan material
proyek. Hal yang dipertimbangkan oleh pelaksana selaku penanggung jawab
pengadaan material adalah dengan melakukan hal – hal berikut:
1. Menetapkan kapan harus mulai membeli material ketika stok material di gudang
hamper habis.
2. Menentukan jumlah bahan akan dibeli, apakah diperlukan dalam jumlah yang
relative banyak atau relative sedikit dilihat dari item pekerjaan yang sedang
digunakan.
3. Menerapkan prinsip hubungan kerja sama dengan mitra kerja (supplier), jika
diproyek ini memilih mitra supplier yang terdekat dengan lokasi proyek dan telah
dilakukan survey harga sebelumnya oleh pelaksana proyek.
4. Menguasai deskripsi spesifikasi mutu jenis - jenis material

139
5. Menguasai rencana pembelian taktis
6. Menguasai peraturan / prosedur pembelian yang ditetapkan perusahaan.

4.9 Pengendalian Kesehatan Keselamatan Kerja Dan Lingkungan (K3L)


Menurut Mintje dkk. dalam Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.9, Agustus2013 (616-
622) ISSN: 2337-6732 menyatakan bahwa Penerapan Sistem Pengendalian
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) banyak menyita perhatian berbagai organisasi
karena mencakup permasalahan dari segi perikemanusiaan, biaya dan manfaat
ekonomi, aspek hukum, pertanggung jawaban serta citra organisasi itu sendiri. Proses
pembangunan proyek konstruksi umumnya merupakan kegiatan yang mengandung
unsur bahaya, sehingga hal Keselamatan dan Kesehatan Kerja perlu diperhatikan.
Proyek konstruksi memiliki sifat yang khas, antara lain tempat kerjanya di ruang
terbuka yang dipengaruhi cuaca, jangka waktu pekerjaan terbatas, menggunakan
pekerja yang belum terlatih, menggunakan peralatan kerja yang membahayakan
keselamatan dan kesehatan kerja dan pekerjaan yang banyak mengeluarkan tenaga.
Menurut Jawat (2018), Penerapan sistem Pengendalian Keselamatan
Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) perlu direncanakan dan diawasi dengan
seksama. Hal tersebut sering kali tidak dilaksanakan secara menyeluruh oleh para
pihak proyek, baik dari sisi manajemen proyek maupun pekerja proyek dengan
berbagai faktor dan alasan tertentu. Pada Proyek Pembangunan Terminal Bandara
Internasional Yogyakrta penerapan Pengendalian Keselamatan Kesehatan Kerja dan
Lingkungan (K3L) sudah berjalan cukup baik dengan adanya jaminan sosial
ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan) bagi para pekerja proyek yang merupakan
perhatian yang diberikan perusahaan kepada para pekerja yang sesuai dengan amanat
UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial di
Indonesia, namun secara teknis (PK3L) sudah dijalankan dengan baik sehingga,
namun tetap diperlukan pengawasan yang lebih baik lagi agar pelaksanaan
Pengendalian Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) dapat berjalan
sesuai peraturan yang ada didalam perjanjian.

140
Hal tersebut dapat dibenarkan karena kenyataan dilapangan sudah tersedia
manajemen Pengendalian Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (PK3L)
bagi para pekerja proyek. Beberapa hal yang ditemukan dilapangan selama
melaksanakan kerja praktik pada Proyek Pembangunan Terminal Bandara
Internasional Yogyakarta tentang adanya penerapan teknis Pengendalian Keselamatan
Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) diantaranya:
1. Tersedianya peraturan dan tenaga professional (safety team)Pengendalian
Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L).

Gambar 4.9.1. Safety Team dalam Proyek Pembangunan Bandara Internasional


Yogyakarta.

2. Adanya kesadaran dan edukasi para pekerja mengenai Pengendalian Keselamatan


Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L). Dalam proyek ini setiap sebelum
melaksanakan pekerjaan diadakan toolbox meeting.

Gambar 4.9.2. Toolbox Meeting Sebelum Memulai Pekerjaan

141
3. Adanya kesadaran para pekerja untuk menggunakan alat perlindungan diri(APD)
seperti helm proyek, rompi, sarung tangan, masker dan sepatu safety.

.Gambar 4.9.3. Adanya Kesadaran Para Pekerja tentang K3L

4. Adanya penggunaan rambu-rambu P3L pada aktivitas proyek.

Gambar 4.9.4. Rambu-Rambu K3L


5. Tersedianya WC potable untuk para pekerja, demi kesehatan dan kebersihan
lingkungan.

142
Gambar 4.9.5. WC Portable untuk Pekerja Proyek

Berdasarkan hal tersebut pelaksanaan K3L dalam proyek ini sudah memenuhi
ketentuan yang berlaku, akan tetapi pengawasan harus tetap di laksanakan demi
kesalaman para pekerja proyek.

143

Anda mungkin juga menyukai