Anda di halaman 1dari 24

UNIVERSITAS INDONESIA

PENGELOLAAN LIMBAH PROSES HAYATI


“MINIMISASI LIMBAH PADA INDUSTRI POLYSTYRENE”

MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengelolaan Limbah Proses Hayati

KELOMPOK 9
KEVIN PRIYONO TANSIL (1606831930)
PRISKA ANASTASIA CECILIA (1606829604)
TRI LESTARI (1706044686)

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
OKTOBER 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat karuniaNya penulis dapat menyelesaikan Tugas Makalah: Pengelolaan
Limbah Proses Hayati ini, yang membahas tentang Teknologi Industri Proses
Produksi “Minimisasi Limbah pada Industri Polystyrene”. Pertama-tama, kami
ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Roekmijati W. Soemantojo, M.Si. dan Dr. Eva Fathul
Karamah, S.T., M.T. selaku dosen pengajar Pengelolaan Limbah Proses
Hayati.
2. Pihak-pihak lain yang turut membantu penulis, baik secara langsung
maupun tidak langsung selama penulisan makalah ini yang tidak dapat
disebutkan satu per satu.
Makalah ini telah disusun dengan sebaik-baiknya oleh penulis agar dapat
bermanfaat menjadi sumber referensi di bidang Teknik Kimia untuk banyak
pihak. Penulis memohon maaf jika dalam laporan ini terdapat kesalahan ataupun
kata-kata yang tidak sesuai. Maka dari itu, kami mengharapkan adanya masukan
dan kritik dari sebagai acuan perbaikan pada penulisan berikutnya. Terima kasih.

Depok, Oktober 2019

Tim Penulis

ii Universitas Indonesia
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii


DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................. iv
BAB I – PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 1
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................... 1
BAB II – INDUSTRI POLYSTYRENE ............................................................. 2
2.1 Definisi Polystyrene .............................................................................. 2
2.2 Sifat Polystyrene .................................................................................... 2
2.2.1 Rumus Molekul ............................................................................ 2
2.2.2 Rumus Bangun.............................................................................. 2
2.2.3 Sifat Kimia.................................................................................... 2
2.3 Expanded Polystyrene............................................................................ 3
2.3.1 Definisi Expanded Polystyrene...................................................... 3
2.3.2 Bahan Baku Expanded Polystyrene ............................................... 3
2.3.3 Proses Produksi Expanded Polystyrene ......................................... 3
2.3.4 Aplikasi Expanded Polystyrene ..................................................... 5
2.3.5 Sifat Expanded Polystyrene ........................................................... 5
BAB III – MINIMISASI LIMBAH ................................................................... 7
3.1 Minimisasi Limbah secara Umum.......................................................... 7
3.1.1 Pendekatan Minimisasi Limbah .................................................... 8
3.1.2 Reduksi pada Sumber .................................................................... 9
3.1.3 Pemanfaatan Limbah ..................................................................... 9
3.2 Minimisasi Limbah EPS ...................................................................... 10
3.2.1 Segresi Limbah ........................................................................... 10
3.2.2 Minimisasi Limbah dengan 4R (Reduce, Reuse, Recycle, dan
Recovery) ................................................................................... 11
3.2.3 Potensi untuk Waktu ke Depan.................................................... 14
3.3 Pengelolaan Limbah Expanded Polystyrene ......................................... 16
3.3.1 Proses Produksi dan Jenis Limbah yang Dihasilkan..................... 16
3.3.2 Karakteristik Limbah Setelah Proses Minimisasi ......................... 16
3.3.3 Target Pengolahan Limbah.......................................................... 16
BAB IV – KESIMPULAN ............................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 20

iii Universitas Indonesia


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Rumus Bangun Polystyrene............................................................. 2


Gambar 2.2 Bahan Baku Expanded Polystyrene ................................................. 3
Gambar 2.3 Proses Pembuatan Expanded Polystyrene ........................................ 4
Gambar 3.1 Hirarki Pengelolaan Limbah ............................................................ 7
Gambar 3.2 Diagram Alir Tahap Recycle EPS secara Umum............................ 13

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sifat Expanded Polystyrene ................................................................. 5

iv Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Expanded Polystyrene (EP) atau yang biasa dikenal dengan nama
styrofoam merupakan salah satu pilihan yang paling popular untuk digunakan
sebagai pengemas barang-barang yang rentan rusak maupun makanan sekalipun.
Styrofoam memiliki keunggulan yaitu praktis dan tahan lama. Inilah yang menjadi
daya tarik yang cukup kuat bagi para penjual maupun konsumen makanan untuk
menggunakannya.
Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh EPS dapat mempengaruhi kesehatan
dan lingkungan, maka perlu dilakukannya minimalisasi limbah agar limbah
berkurang atau produk dapat dimanfaatkan lebih lanjut. Minimisasi limbah adalah
upaya untuk mengurangi colume, konsentrasi, toksisitas, dan tingkat bahaya
limbah yang berasal dari proses produksi, dengan cara reduksi pada sumbernya
dan/atau pemanfaatan limbah.

1.2 Rumusan Masalah


Berikut ini adalah rumusan masalah yang akan dijawab dalam makalah ini.
• Bagaimana proses yang terjadi pada industri Expended Polystyrene (EPS)?
• Bagaimana metode minimisasi limbah yang paling cocok untuk
diaplikasikan dalam industri Expended Polystyrene (EPS)?
• Bagaimana metode pengelolaan limbah yang paling cocok untuk
diaplikasikan dalam industri Expended Polystyrene (EPS)?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut.
• Mengetahui proses pembuatan Expended Polystyrene (EPS).
• Mengetahui proses minimisasi terhadap limbah yang dihasilkan dari
proses pembuatan Expended Polystyrene (EPS).
• Mengetahui proses pengelolaan limbah yang dihasilkan dari proses
pembuatan Expended Polystyrene (EPS).

1 Universitas Indonesia
BAB II
INDUSTRI POLYSTYRENE

2.1 Definisi Polystyrene


Polystyrene adalah sebuah polimer dengan monomer stirena, sebuah
hidrokarbon cair yang dibuat secara komersial dari minyak bumi. Polystyrene
biasanya bersifat termoplastik padat pada suhu ruang dan mencair pada suhu yang
lebih tinggi. Secara struktur, polistirena merupakan rantai panjang hidrokarbon
dengan gugus fenil yang berdekatan dengan setiap atom karbon (Moore Recycling
Associates, 2014).

2.2 Sifat Polystyrene


2.2.1 Rumus Molekul
Susunan kimiawi dari polystyrene adalah hidrokarbon rantai panjang
dengan setiap karbon lain yang terhubung ke kelompok fenil. Rumus kimia
polystyrene adalah (C8 H8)n, itu berisi unsur-unsur kimia karbon dan hidrogen.
2.2.2 Rumus Bangun
Berikut ini merupakan rumus bangun dari polystyrene.

Gambar 2.1 Rumus Bangun Polystyrene


(Sumber: Moore Recycling Associates, 2014)

2.2.3 Sifat Kimia


Berikut ini merupakan sifat kimia polystyrene.
 Larut dalam beberapa pelarut organik, terutama yang mengandung aseton.
 Perubahan ikatan rangkap karbon ke ikatan tunggal kurang reaktif.
 Sangat mudah terbakar dengan bara api berwarna kuning.
 Pada oksidasi sempurna, hanya menghasilkan karbon dioksida dan uap air.
 Fleksibel dan mudah dibentuk padatan karena kekuatan Van der Waals
yang kuat, yang ada antara rantai hidrokarbon yang panjang.

2 Universitas Indonesia
3

2.3 Expanded Polystyrene


2.3.1 Definisi Expanded Polystyrene
Expanded Polystyrene adalah busa plastik jenis polystyrene yang berisi
gas pentane (C5H12) sebagai bahan pengembang (blowing agent) dari plastik
polystyrene tersebut. Dalam masa proses produksi material, disebut polimerisasi.
Butiran resin polystyrene diresapi oleh bahan pengembang (blowing agent).
2.3.2 Bahan Baku Expanded Polystyrene
Expanded Polystyrene terbuat dari expandable polystyrene, yang
merupakan cellular plastic kaku yang mengandung agen ekspansi. EPS diperoleh
dari minyak seperti yang dapat dilihat pada diagram berikut ini.

Gambar 2.2 Bahan Baku Expanded Polystyrene


(Sumber: Moore Recycling Associates, 2014)

2.3.3 Proses Produksi Expanded Polystyrene


Expanded Polystyrene dibawa kepada kita dari sumur minyak meluli
proses kimia. Proses pembuatan EPS terbagi menjadi tiga bagian yakni sebagai
berikut.

Universitas Indonesia
4

Gambar 2.3 Proses Pembuatan Expanded Polystyrene


(Sumber: Moore Recycling Associates, 2014)

1) Pre – Expansion
Bahan baku dipanaskan dengan mesin pre-expanders dengan uap
panas pada suhu 80–100°C. Kepadatan material menurun dari 630 kg/m3
jadi 10–35 kg/m3. Selama proses, beads padat bahan baku berubah jadi
beads cellular plastic dengan sel kecil tertutup yang menahan udara.
2) Intermediate Maturing and Stabilisation
Saat pendinginan, partikel yang baru diperluas dari ruang hampa
udara di bagian dalamnya dan harus dikompensasi oleh difusi udara.
Proses ini dilakukan selama bahan terjatuh dalam silo aerasi. Beads
tersebut dikeringkan pula. Ini adalah bagaimana beads mencapai elastisitas
mekanik yang lebih besar dan meningkatkan kapasitas ekspansi.
3) Expansion and Final Moulding
Selama tahap ini, beads pra-expansion yang distabilkan diangkut
ke cetakan dimana akan dikenai uap sehingga beads dapat mengikat
bersama. Lalu diperoleh bentuk cetakan untuk balok besar (kemudian
dibagi menjadi bentuk yang diperlukan).
Universitas Indonesia
5

2.3.4 Aplikasi Expanded Polystyrene


Aplikasi untuk Expanded Polystyrene akan difokuskan menjadi tiga
kategori utama dan menggarisbawahi sifat yang membuat EPS menjadi ideal
untuk masing-masing aplikasi tersebut (Moore Recycling Associates, 2014).
 Pengemasan
Setiap produk dalam bentuk dan ukuran apapun dapat dikemas
dalam EPS.
 Kemasan Produk
EPS adalah pilihan kemasan terbaik untuk hampir semua produk
berat bernilai tinggi. Dilindungi sepenuhnya dan aman dari risiko
transportasi dan penanganan, EPS memberikan perlindungan total untuk
produk industri. EPS dirancang agar pas dengan jalur produk otomatis,
yang meliputi pengepakan produk. Sistem pengemasan EPS merupakan
alternatif terbaik dalam hal biaya, keserbagunaan, dan efisiensi.
 Kemasan Makanan
Kemasan EPS adalah cara terbaik untuk menjaga bahan makanan
agar tetap segar. Keamanan pangan sangat penting; produk yang
terlindungi dengan buruk dapat tiba dalam kondisi di bawah standar. Ini
bisa menjadi risiko kesehatan yang serius bagi konsumen atau masalah
pemborosan serius untuk pemasok makanan. Ini adalah manfaat ekologis
penting dari EPS. Kapasitasnya untuk menghemat makanan membantu
mengurangi pemborosan makanan dan jaminan keamanan makanan.
2.3.5 Sifat Expanded Polystyrene
Berikut ini merupakan sifat EPS yang membuat EPS menjadi bahan
kemasan yang sempurna (Moore Recycling Associates, 2014).

Tabel 2.1 Sifat Expanded Polystyrene

Sifat Keterangan
Saat dikemas dalam EPS, buah–buahan dan sayuran
Retensi Vitamin C mempertahankan kandungan vitamin C lebih lama dari
kemasan makanan dalam bahan lain.

(Sumber: Moore Recycling Associates, 2014)


Universitas Indonesia
6

Tabel 2.1 Sifat Expanded Polystyrene (Lanjutan)

Sifat Keterangan
Bahan tersebut memiliki indeks penyerapan energi yang
tinggi. Ini menjadikannya bahan yang ideal untuk
Penyerapan
melindungi produk sensitif selama transportasi dan
Goncangan
penyimpanan. Sehingga membuat EPS cocok untuk helm
keselamatan dan olahraga dan untuk kursi mobil anak-anak.
Karena struktur sel tertutup, EPS memiliki kapasitas tinggi
untuk isolasi termal yang melindungi produk-produk seperti
Isolasi Termal
vaksin atau barang farmasi lainnya dan makanan seperti
ikan dan daging dari perubahan suhu yang tiba-tiba.
EPS adalah 98% udara yang menjadikannya bahan
kemasan paling ringan. Ini mengurangi keseluruhan berat
Berat Rendah
kemasan dan menghemat konsumsi bahan bakar sehingga
mengurangi dampak lingkungan dari produk angkut.
Ketahanan terhadap Sifat mekanik dan termal yang baik tidak terpengaruh oleh
Kelembaban kelembaban karena EPS tidak menyerap air atau uap air.
Kemampuan EPS menahan kompresi membuatnya ideal
untuk mengemas barang besar. EPS tidak hanya melindungi
Resistensi Tekanan
dalam perjalanan, tetapi mereka dapat ditumpuk di gudang,
menghemat ruang dan tanpa merusak item.
Resistensi Kimia Mengizinkan produk dikemas tanpa terpengaruh barang.
Tampilan Efek EPS dapat dengan mudah dicetak atau diwarnai, memiliki
untuk Promosikan tampilan yang menarik dan dapat digunakan untuk
Penjualan mendandani produk untuk menarik pelanggan.
EPS lembab dan tidak berbahaya; memenuhi standar
Sifat Higienis peraturan kontak makanan dan dapat digunakan untuk
mengemas makanan atau obat-obatan.

(Sumber: Moore Recycling Associates, 2014)

Universitas Indonesia
BAB III
MINIMISASI LIMBAH

3.1 Minimisasi Limbah secara Umum


Dalam hirarki pengelolaan limbah, terdapat 2 tahap, yaitu minimisasi dan
pengolaan limbah. Minimisasi adalah upaya untuk mengurangi volume,
konsentrasi, toksisitas, dan tingkat bahaya limbah yang berasal dari proses
produksi, dengan cara reduksi pada sumbernya dan/atau pemanfaatan limbah
berupa reuse, recycle, dan recovery. Metode ini meliputi pencegahan pencemaran
serta pemanfaatan kembali limbah yang ada.

Gambar 3.1 Hirarki Pengelolaan Limbah


(Sumber: Soemantojo, 2000)

Berikut adalah beberapa kelebihan dilaksanakannya minimisasi limbah,


antara lain:
 Penggunaan sumberdaya lebih efisien.
 Efisiensi produksi meningkat.
 Mencegah/mengurangi terbentuknya limbah dan bahan pencemar pada
umumnya.
 Mencegah/mengurangi perpindahan pencemar antar media.

7 Universitas Indonesia
8

 Mengurangi terjadinya risiko kesehatan manusia dan kerusakan


lingkungan.
 Mendorong dikembangkan dan dilaksanakannya teknologi bersih dan
produk akrab lingkungan.
 Mengurangi biaya pentaatan hukum.
 Menghindari/mengurangi biaya pembersihan lingkungan.
 Meningkatkan daya saing internasional.
 Pendekatan pengaturan bersifat fleksibel dan sukarela.
3.1.1 Pendekatan Minimisasi Limbah
Terdapat 2 pendekatan dalam mengendalikan produksi limbah, antara lain:
3.1.1.1 Pendekatan Preventif
Merupakan pendekatan dengan tujuan menghasilkan produk dengan
limbah seminim dan seaman mungkin sebelum limbah tersebut terbentuk. Dari
konsep ini dikembangan metode minimisasi limbah berupa reduksi pada
sumbernya, yang juga bisa dikenal sebagai efisiensi.
3.1.1.2 Pendekatan Represif
Merupakan pendekatan dengan tujuan memperbaiki kualitas limbah yang
telah terbentuk. Pendekatan ini merujuk pada proses memastikan limbah yang
nanti dilepaskan ke lingkungan benar-benar aman. Dari pendekataan ini
dikembangkan metode minimisasi berupa pemanfaatan limbah melalui reuse,
recycle, dan recovery.
Berdasarkan kedua pendekatan tersebut pula penulis melihat adanya
strategi pengelolaan pencegahan limbah secara terpadu yang dapat diterapkan
pada siklus produksi. Strategi dalam melaksanakan konsep tersebut, antara lain:
1. Reduce, melakukan upaya efisiensi jumlah limbah yang dihasilkan;
2. Reuse, mengupayakan penggunaan limbah yang terbentuk jika mungkin;
3. Recycle, mengolah kembali limbah yang tidak dapat digunakan kembali
sehingga memiliki nilai guna yang lebih tinggi;
4. Treatment, pengolahan terhadap limbah yang tidak dapat dimanfaatkan
lagi untuk mengurangi dampak lingkungan yang akan terbentuk
5. Dispose, melepaskan limbah yang telah diolah, seperti ke Tempat
Pembuangan Akhir (TPA)/landfill;

Universitas Indonesia
9

6. Remediation, memperbaiki kondisi alam yang rusak akibat pelepasan


limbah ke lingkungan.
3.1.2 Reduksi pada Sumber
Reduksi pada sumber merujuk pada serangkaian proses pengurangan input
maupun tahap yang berdampak pada peningkatan efisiensi proses produksi,
terutama dalam kasus ini produksi limbah yang ada. Terdapat 4 jenis aspek
dimana proses reduksi dapat dilakukan, antara lain:
3.1.2.1 Reduksi pada Bahan Baku
Proses ini merujuk pada proses peningkatan efisiensi penggunaan bahan
baku yang menyebabkan penurunan jumlah limbah yang dihasilkan. Salah satu
cara teknis lain yang dapat digunakan adalah dengan melakukan substitusi bahan
baku sehingga dapat dihasilkan limbah yang lebih minim, bahkan tidak ada.
3.1.2.2 Reduksi pada Proses Operasi
Proses ini mengarah pada efisiensi pengaturan proses operasi dan
pemeliharaan pabrik sehingga dapat dihasilkan limbah dengan jumlah yang
seminim mungkin.
3.1.2.3 Reduksi pada Teknologi
Proses ini mencakup efisiensi dari segi teknologi yang digunakan untuk
menghasilkan limbah yang lebih sedikit. Hal utama yang dilakukan dalam proses
ini adalah pengembangan dan penerapan teknologi proses produksi yang lebih
mutakhir sehingga dihasilkan limbah per bahan baku yang lebih sedikit dibanding
teknologi sebelumnya.
3.1.2.4 Reduksi pada Produksi
Proses ini merujuk pada efisiensi dari spesifikasi desain produk untuk
menghasilkan limbah yang minim. Pemilihan desain produk yang efektif,
menghasilkan produk ramah lingkungan dan awet merupakan salah satu cara yang
dapat diambil.
3.1.3 Pemanfaatan Limbah
Terdapat 3 jenis hal yang dicangkup dalam minimisasi limbah perihal
pemanfaatan kembali, yaitu sebagai berikut.

Universitas Indonesia
10

3.1.3.1 Reuse
Merupakan proses pemakaian kembali sumber daya yang ada. Proses ini
dapat melibatkan pengembalian kualitas sumber daya yang ada menjadi tetap
efektif dan efisien tanpa merubah sumber daya tersebut.
3.1.3.2 Recycle
Merupakan proses mengubah suatu barang menjadi barang lain dengan
nilai guna yang lebih tinggi. Proses ini umumnya merujuk pada pemanfaatan
limbah yang dihasilkan agar dapat dialih fungsikan menjadi barang lain, seperti
daur ulang kertas dan logam dengan mengubah bentuk dan bisa juga identitas
berupa struktur kimianya. Terdapat 2 jenis pengolahan recycle, yaitu on-situ dan
off-situ. Recycle on-situ merujuk pada daur ulang yang dilaksanakan dalam situs
pabrik, berbeda dengan off-situ yang dilaksanakan di luar pabrik.
3.1.3.3 Recovery
Merupakan proses pengambilan kembali sumber daya dari suatu
campuran. Proses ini merujuk pada serangkaian proses pemisahan komponen dari
campuran sehingga diperoleh bagian sumber daya yang masih bisa digunakan.

3.2 Minimisasi Limbah EPS


Dalam meminimisasi limbah EPS, berdasarkan definisi merujuk pada
upaya pengurangan volume, konsentrasi, toksisitas, dan tingkat bahaya limbah
tersebut. Secara sederhana, hal ini berarti mencegah produk tertentu (EPS)
berakhir sebagai limbah melalui reduce, reuse, recycle, dan recovery.
Sebagai limbah, metode paling umum dalam minimisasi produk ini adalah
insinerasi, yaitu membakar limbah dan memperoleh karbon dioksida dan uap air.
Komponen ini digunakan untuk menghasilkan energi dari turbin pada insinerator.
Metode ini digunakan dalam mengolah sampah termasuk EPS bersamaan dengan
sampah lainnya karena sampah umumnya tercampur satu sama lain. Hal ini
menyebabkan perusahaan membutuhkan biaya tambahan dalam memisahkan
sampah berdasarkan jenis plastiknya agar memungkinkan pengolahan yang lebih
spesifik.
3.2.1 Segresi Limbah
Segresi limbah merupakan upaya memisahkan limbah menurut jenis
kriteria tertentu. Adanya proses segresi limbah akan memudahkan pemilihan
Universitas Indonesia
11

proses pengolahan dan minimisasi yang dapat digunakan dalam mengolah limbah.
Tidak hanya itu, adanya segresi limbah dapat dengan efektif meningkatkan
efisiensi minimisasi limbah terutama dari aspek daur ulang (recycle).
Produksi limbah kategori EPS hanya sebatas limbah padat yang dihasilkan
setelah pemakaian produk bukan pada proses manufaktur, merujuk pada proses
produksinya yang sebatas expansi oleh panas dan molding sehingga tidak ada
limbah cair maupun gas yang dihasilkan. Segregasi limbah pada kasus EPS lebih
merujuk pada pemisahan EPS dari sampah plastik lainnya. Secara sederhana
proses ini melibatkan pemisahan berdasarkan ukuran dan massa komponen
limbah yang akan disegresi. Beberapa alat yang digunakan dalam proses ini
adalah rotary vessel, vibrating conveyor, dsb.
3.2.2 Minimisasi Limbah dengan 4R (Reduce, Reuse, Recycle, dan Recovery)
3.2.2.1 Minimisasi Limbah EPS Post–Produksi
Untuk proses produksi EPS, secara singkat opsi minimisasi limbah tidak
dapat dilaksanakan. Hal ini mengingat rangkaian proses produksinya yang cukup
sederhana dan terjadi hanya secara fisik, yaitu pre-expansion, maturation, dan
molding. Metode reduce tidak dapat dilaksanakan mengingat proses molding
sangat didasarkan pada spesifikasi densitas produk yang dibutuhkan. Untuk proses
reuse, recycle, dan recovery, proses produksi EPS tidak menghasilkan limbah
cair, padat, maupun gas. Jika ada bahan baku yang tersisihkan pada saat molding,
EPS cukup dikumpulkan dan ditampung sementara untuk memasuki batch
molding berikutnya.
3.2.2.2 Minimisasi Limbah EPS Post–Konsumsi
a. Reuse
EPS hanya akan berpotensi sebagai limbah setelah keluar dari pabrik dan
sampai di tangan konsumen. EPS merupakan produk yang dapat dengan aman
digunakan kembali (reuse) selama dengan orientasi non-makanan. Beberapa
fungsi utama dimana produk ini dapat digunakan kembali adalah sebagai insulasi
termal, material packaging, dan peredam guncangan (Johnson, 2018). Terkhusus
untuk insulasi termal mengingat umum digunakan untuk menyimpan
makanan/minuman, disarankan produk makanan sebelumnya dibungkus dalam
kemasan plastik untuk mencegah kontak dengan EPS.

Universitas Indonesia
12

b. Reduce
Untuk opsi reduce, dapat dilakukan dengan mengganti/mengurangi
penggunaan EPS berdasarkan berbagai keperluan, sebagai berikut.
 Material Pengepakan
Penggunaan EPS sebagai material pengepakan dapat diganti
dengan material kertas kardus atau menggunakan tempat penyimpanan
seperti lemari sehingga kasus kerusakan material pengepakan akibat
kompresi penumpukan dapat dihindari.
 Insulasi Termal
Sebagai insulasi termal, EPS murni digunakan sebagai coolbox
yang umumnya hanya digunakan sekali pakai. Produk ini dapat digantikan
dengan coolbox reusable yang material permukaan dalam dan luarnya
dilapisi oleh plastik dan ditengahnya berisi material insulasi termal, seperti
extruded polystyrene, EPS, FID polyurethane. Material insulasi termal,
seperti vacuum insulation panel juga dapat digunakan. Dibidang bangunan
juga, EPS dapat digantikan dengan insulation panel.
 Peredam Guncangan
Sebagai peredam guncangan, produk EPS benar adalah opsi yang
sangat efektif dari segi biaya dan performa, akan tetapi karena hanya
digunakan sekali pakai dalam proses transportasi barang yang mudah
pecah/rusak, seperti produk berbahan kaca, mebel, dan elektronik. Oleh
karena itu, EPS harus sebisa mungkin dikurangi dengan menggantinya
dengan material seperti bubble wrap untuk produk berukuran kecil seperti
kaca, karet untuk produk mebel seperti pada kaki kursi/meja, serta
penggunaan kertas bekas seperti koran untuk mengisi ruang antar produk
dengan material pengepakan.
c. Recycle
Terakhir, produk EPS dapat didaur ulang secara utuh untuk membuat
produk baru yang lebih berguna daripada hanya ditimbun atau diinsinerasi.
Sebenarnya metode ini dapat diterapkan juga untuk jenis polystyrene lainnya
seperti extruded polystyrene dan polystyrene paper. Perbedaan utama yang ada
terletak pada spesifikasi mesin yang digunakan akan berbeda menurut spesifikasi

Universitas Indonesia
13

material yang akan diolah (GreenMax, n.d.). Secara sederhana, produk EPS
didaur ulang dengan membentuk ulang produk. Penambahan senyawa kimia/aditif
terkadang masih dibutuhkan untuk beberapa kasus tertentu menurut produk yang
ingin dihasilkan seperti senyawa pewarna, namun umumnya lebih mengarah pada
proses fisika. Tahap recycle EPS secara umum (Moore Recycling Associates,
2014), antara lain:

Sorting Compression Pelletizing Extrusion Molding

Gambar 3.2 Diagram Alir Tahap Recycle EPS secara Umum


(Sumber: Moore Recycling Associates, 2014)

1. Sorting
Limbah EPS yang dikumpulkan baik dari landfill maupun langsung
dari pemukiman akan disortir di fasilitas pengepulan. Tujuan utama proses
ini adalah memisahkan polystyrene dari limbah lain seperti plastik dari
golongan yang berbeda (PE, HDPE, PP, dsb), kertas, limbah organik,
kertas, kaca, dan limbah lain yang tidak dapat didaur ulang. Sampah yang
dipisah kemudian disortir kembali secara manual untuk memastikan
sampah telah terpisah dengan sebaik mungkin.
2. Compression
Selanjutnya limbah EPS yang telah dipisah akan dihancurkan dan
dikompres secara hidrolik menjadi sangat padat dengan perbandingan
ukuran kompresi menjadi 40 kali lebih kecil agar proses transportasi
menjadi lebih efisien. Hal ini mengingat komposisi EPS adalah 95%
udara. EPS yang telah dikompres akan kemudian dikirim ke fasilitas daur
ulang.
3. Pelletizing
Produk ini akan menjadi feed untuk produksi dengan cara
dihancurkan menjadi serpihan kecil. Kemudian feed dilelehkan dan ditarik
untuk kemudian dipotong-potong menjadi pellet.

Universitas Indonesia
14

4. Extruding
Pellet yang telah diperoleh akan diproses dan dibentuk melalui
celah dengan memberikan tekanan dan panas kepada pellet. Hal ini
menyebabkan pellet akan meleleh dan mengikuti bentuk die.
5. Molding
Terakhir, outlet dari proses extruding dibentuk dalam cetakan baru
menurut tipe produk yang ingin dihasilkan. Pada tahap ini, bentuk cetakan
yang digunakan oleh perusahaan akan menentukan produk apa yang akan
dihasilkan.
Beberapa produk daur ulang EPS yang terdapat di dunia (JB Packaging,
n.d.), antara lain:
 Pigura/bingkai foto, oleh Natural Environment Protection Company
(NEPCO), Pomona, California, USA (Moore Recycling Associates, 2014),
 Gantungan baju;
 Kerucut jalan;
 Ornamen dinding;
 Tiang;
 Genteng;
 Alat kebun, seperti nampan bibit, pagar;
 Kayu sintetis untuk furnitur, seperti kursi, meja, dan sebagainya.
3.2.3 Potensi untuk Waktu ke Depan
Selain produk daur ulang yang secara komersial terdapat dipasar, adapun
beberapa upaya dalam meminimisasi EPS, namun masih dalam tahap penelitian,
yaitu sebagai berikut.
3.2.3.1 Komposit Katun–Polystyrene sebagai Adsorben Minyak untuk
Bioremediasi (Mehmandost, et al., 2019)
Konsep utama dari daur ulang limbah ini adalah menjadikan EPS sebagai
coating hidrofobik pada permukaan katun agar dapat menyerap komponen
minyak dalam lingkungan tercemar. Metode ini adalah berdasarkan jurnal,
sehingga implementasi ditingkat industri masih belum dilaksanakan.
Dari jurnal, bahan katun diperoleh secara komersial di pasaran.
Kandungan dari katun adalah 80 − 90% selulosa, dan sisanya berupa lemak, air,

Universitas Indonesia
15

dan komponen inorganik. Sebelum digunakan, katun dicuci dengan air distilasi
dan methanol kemudian dikeringkan di oven.
Untuk polystyrene, diperoleh dari kemasan yogurt. Polystyrene dicuci
dengan air demineral dan methanol kemudian dikeringkan. Polystyrene kemudian
dipotong-potong menjadi ukuran serpihan kecil dan dilarutkan dalam kloroform
0,1 − 2%. Komposit katun-polystyrene diperoleh dengan mencuci katun dalam
larutan polistirena selama 3 detik. Pelarut kloroform dapat dibersihkan dengan
distilasi. Komposit kemudian dicuci dengan air demineral dan dikeringkan dengan
oven pada suhu 60℃.
Dari segi performa, dalam literatur menggunakan senyawa organik yang
umumnya diperoleh dari coal tar berupa, flourene, anthracene, fluoranthene, dan
pyrene. Dari percobaan ditemukan bahwa komposit ini mampu melakukan
ekstraksi yang relatif besar terhadap senyawa tersebut, terutama terhadap pyrene
seiring peningkatan banyak senyawa komposit itu sendiri maupun persentase dari
larutan prekursor.
3.2.3.2 Campuran Semen dan Polystyrene (Tittarelli, Giosue, Mobili, Perna, &
Monosi, 2016)
Konsep utama dalam daur ulang dengan metode ini adalah dengan
menjadikan EPS sebagai pengganti komponen pasir dari semen. Fungsinya adalah
menghasilkan semen dengan kualitas tinggi dengan memanfaatkan EPS yang
diperoleh sebagai limbah. Metode ini juga masih sebatas jurnal, sehingga
implementasi dalam industri masih belum dilaksanakan.
Berdasarkan jurnal, semen akan dicampurkan dengan EPS dari 2 jenis
kondisi, yaitu baru (virgin) dan bekas (recycled) dengan tambahan perlakuan
penambahan hydrophobic admixture berupa larutan emulsi 45% buthyl-ethoxy-
silane dengan dosis senyawa aktif 0,5% berat semen untuk tipe bekas. Besaran
EPS yang digunakan adalah 33%, 66%, dan 100% volume pasir.
Dari segi performa, penggunaan EPS baru maupun bekas mempengaruhi kekuatan
semen, namun secara kualitatif masih menempatkan semen dalam kategori stiff
(slump value ≤ 140 𝑚𝑚). Selain itu, dari segi permeabilitas air, penggunaan EPS
bekas memiliki nilai koefisien kapilaritas air yang lebih rendah dari jenis baru
karena ukuran partikel yang tidak seragam. Adanya penambahan admixture juga

Universitas Indonesia
16

semakin menurunkan koefisien tersebut, menyebabkan ketahanan semen menjadi


lebih baik.

3.3 Pengelolaan Limbah Expanded Polystyrene


Seperti yang telah dibahas dalam proses minimisasi, limbah padat EPS
tidak dihasilkan dalam proses produksi melainkan setelah sampai ke tangan
konsumen (Moore Recycling Associates, 2014). Meskipun demikian, proses
produksi EPS menghasilkan VCO (volatile organic compound) yang dapat
mencemari udara. Oleh karena itu proses pengolahan limbah terbagi menjadi dua
sector yaitu untuk limbah yang dihasilkan pada proses produksi serta limbah yang
dihasilkan setelah masa guna EPS. Proses pengolahan limbah EPS yang utama
adalah energy recovery, namun jika proses tersebut tidak memungkinkan, EPS
dapat didegradasi dengan cara lain menjadi material yang lebih aman untuk
lingkungan.
3.3.1 Proses Produksi dan Jenis Limbah yang Dihasilkan
Proses produksi EPS terdiri dari tiga proses terpisah yaitu produksi foam
sheet, foam board, dan expandable beads. Dari ketiga proses tersebut, produksi
expandable beads menghasilkan emisi VOC paling banyak (Agency, 1990). VOC
yang dihasilkan berasal dari blowing agents yang digunakan. Adapun blowing
agents yang digunakan umumnya adalah CFC, HCFC, pentana, isopentana, dan n-
butana.
3.3.2 Karakteristik Limbah Setelah Proses Minimisasi
Pada proses minimisasi, hal yang dilakukan adalah memasukan bahan-
bahan yang tersisihkan untuk diolah kembali. Proses pembuatan EPS memang
cukup sederhana dan bersih sehingga tidak banyak hal yag dilakukan untuk
meminimisasi limbahnya. Walaupun demikian, blowing agents yang digunakan
pada proses dapat terlepas dan mencemari udara. Blowing agents yang digunakan
ini berupa VOC yang dapat berbahaya bagi lingkungan seperti CFC ataupun bagi
kesehatan seperti pentana.
3.3.3 Target Pengolahan Limbah
Karena limbah dihasilkan pada proses produksi dan post-konsumsi, maka
pengolahan harus dilakukan pada dua sektor tersebut. Untuk mengolah limbah
pada proses produksi yang berupa gas dilakukan dengan cara adsorpsi. Utuk
Universitas Indonesia
17

limbah yang dihasilkan post-konsumsi, pengolahan limbah dapat dilakukan


dengan cara energy recovery melalui insinerasi dan degradasi menjadi bahan yang
lebih ramah lingkungan.
3.3.3.1 Adsorpsi
Adsorpsi menggunakan karbon dapat dilakukan untuk mengurangi VOC
yang dibebaskan pada proses produksi EPS, namun efektifitasnya tidak lebih
tinggi dibandingkan insinerasi.
3.3.3.2 Energy Recovery
Salah satu cara mengekstrak energi dari materi yang mengandung plastik
seperti EPS adalah dengan pembakaran atau insinerasi. Metode ini merupakan
cara yang efektif karena EPS memiliki nilai energi yang cukup tinggi yaitu setara
dengan 1,3 liter bahan bakar pemanas (Moore Recycling Associates, 2014).
Adapun insinerasi dilakukan pada sistem modern dengan temperatur tinggi.
Proses ini tidak akan menghasilkan emisi yang bersifat toksik sehingga aman
digunakan untuk proses pengolahan limbah EPS.
3.3.3.3 Degradasi
EPS merupakan senyawa yang sangat stabil sehingga sulit didegradasi
dalam kondisi ambien. Meskipun demikian, EPS dapat diubah menjadi
polyhydroxyalkanoates atau PHA, plastik yang dapat didegradasi secara biologis.
Adapun proses yang dilakukan adalah dua tahap yaitu pirolisis dan konversi
menggunakan mikroorganisme. Pirolisis digunakan untuk mengubah EPS menjadi
polystyrene oil. Polystyrene oil kemudian digunakan sebagai substrat untuk
pertumbuhan Pseudomonas putida yang mengubahnya menjadi PHA (PG, 2006).

Universitas Indonesia
BAB IV
KESIMPULAN

 Polystyrene adalah sebuah polimer dengan monomer stirena, sebuah


hidrokarbon cair yang dibuat secara komersial dari minyak bumi yang
memiliki rumus kimia (C8H8)n.
 Expanded Polystyrene adalah busa plastik jenis polystyrene yang berisi
gas pentane (C5H12) sebagai bahan pengembang (blowing agent) dari
plastik polystyrene tersebut.
 Bahan baku Expanded Polystyrene adalah expandable polystyrene, yang
merupakan cellular plastic kaku yang mengandung agen ekspansi.
 Proses pembuatan Expanded Polystyrene terbagi menjadi tiga bagian,
yakni pre-expansion, intermediate maturing and stabilisation, dan
expansion and final moulding.
 Aplikasi Expanded Polystyrene adalah untuk pengemasan, kemasan
produk, dan kemasan makanan.
 Sifat Expanded Polystyrene adalah penyerap goncangan, isolasi termal,
berat rendah, retensi vitamin C, ketahanan terhadap kelembaban, resistensi
tekanan, resistensi kimia, tampilan efek untuk promosikan penjualan, dan
sifat higienis.
 EPS adalah material yang pada hakikatnya tidak menghasilkan emisi saat
proses produksi dan akan menjadi limbah setelah digunakan oleh
konsumen, sehingga konsep 3R dapat diimplementasikan pada segmen ini.
 Minimisasi limbah EPS dapat dilakukan dengan memakai kembali dan
mengurangi penggunaan EPS dengan barang-barang yang reusable
maupun material yang lebih ramah lingkungan seperti kertas.
 Terdapat beberapa potensi lain EPS seperti menjadi absorben hidrofibik
dan campuran semen, akan tetapi masih dalam tahap penelitian.
 Limbah yang dihasilkan dalam produksi EPS biasanya berupa gas yang
dihasilkan dari blowing agents. Blowing agents ini umumnya berupa
volatile organic compounds yang dapat berbahaya bagi lingkungan dan

18 Universitas Indonesia
19

kesehatan seperti CFC.


 Pengolahan limbah yang dihasilkan pada prose produksi umumnya adalah
dengan adsorpsi untuk menghilangkan VOC yang dilepaskan dari proses.
 Untuk post-konsumsi, EPS umumnya diolah dengan cara dibakar dalam
insinerator menghasilkan karbon dioksida dan air, akan metode yang lebih
ramah lingkungan dapat dilakukan dengan memisahkan EPS dari
campuran sampah lainnya, dipadatkan, dibuat menjadi pelet, kemudian di-
extrude dan dibentuk menjadi berbagai produk.

Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

Agency, U.S. (1990). Control of VOC Emissions from Polystyrene Foam


Manufacturing. North Carolina: Radian Corporation.
Chemical Safety Facts. (n.d.). Polystyrene. Retrieved from
ChemicalSafetyFacts.org:
https://www.chemicalsafetyfacts.org/polystyrene/
GreenMax. (n.d.). How to Recycle polystyene? Retrieved from GreenMax INTCO
RECYCLING: https://www.intcorecycling.com/How-To-Recycle-
Polystyrene.html
JB Packaging. (n.d.). Is Polystyrene Recyclable? YES. Polystyrene is 100%
recyclable. Retrieved from JB Packaging:
https://www.jbpackaging.co.uk/is-polystyrene-recyclable.html
Johnson, T. (2018, July 30). What Is EPS or Expanded Polystyrene? Retrieved
from ThoughtCo.: https://www.thoughtco.com/what-is-eps-expanded-
polystyrene-820450
Mehmandost, N., Soriano, M. L., Lucena, R., Goudarzi, N., Chamjangali, M. A.,
& Cardenas, S. (2019). Recycled polystyrene-cotton composites, giving a
second life to plastic residues for environmental remediation. Journal of
Environmental Chemical Engineering, 7: 103424.
Moore Recycling Associates. (2014, October 10). Recycling Polystyrene and
Expanded Polystyrene. Retrieved from Youtube:
https://www.youtube.com/watch?v=UAYl8zrOQZo.
PG, Ward et al. (2006). A Two Step Chemo-biotechnological Conversion of
Polystyrene to a Biodegradable Thermoplastic. Environmental Science &
Technology, 40(7): 2433-2437
Soemantojo, R. W. (2000). Pencegahan & Pengendalian Pencemaran dlm
Industri. Jakarta.
Tittarelli, F., Giosue, C., Mobili, A., Perna, C. d., & Monosi, S. (2016). Effect of
Using Recycled instead of Virgin EPS in Lightweighht Mortars. Procedia
Engineering, 161: 660-665.

20 Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai