MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengelolaan Limbah Proses Hayati
KELOMPOK 9
KEVIN PRIYONO TANSIL (1606831930)
PRISKA ANASTASIA CECILIA (1606829604)
TRI LESTARI (1706044686)
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat karuniaNya penulis dapat menyelesaikan Tugas Makalah: Pengelolaan
Limbah Proses Hayati ini, yang membahas tentang Teknologi Industri Proses
Produksi “Minimisasi Limbah pada Industri Polystyrene”. Pertama-tama, kami
ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Roekmijati W. Soemantojo, M.Si. dan Dr. Eva Fathul
Karamah, S.T., M.T. selaku dosen pengajar Pengelolaan Limbah Proses
Hayati.
2. Pihak-pihak lain yang turut membantu penulis, baik secara langsung
maupun tidak langsung selama penulisan makalah ini yang tidak dapat
disebutkan satu per satu.
Makalah ini telah disusun dengan sebaik-baiknya oleh penulis agar dapat
bermanfaat menjadi sumber referensi di bidang Teknik Kimia untuk banyak
pihak. Penulis memohon maaf jika dalam laporan ini terdapat kesalahan ataupun
kata-kata yang tidak sesuai. Maka dari itu, kami mengharapkan adanya masukan
dan kritik dari sebagai acuan perbaikan pada penulisan berikutnya. Terima kasih.
Tim Penulis
ii Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
iv Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1 Universitas Indonesia
BAB II
INDUSTRI POLYSTYRENE
2 Universitas Indonesia
3
Universitas Indonesia
4
1) Pre – Expansion
Bahan baku dipanaskan dengan mesin pre-expanders dengan uap
panas pada suhu 80–100°C. Kepadatan material menurun dari 630 kg/m3
jadi 10–35 kg/m3. Selama proses, beads padat bahan baku berubah jadi
beads cellular plastic dengan sel kecil tertutup yang menahan udara.
2) Intermediate Maturing and Stabilisation
Saat pendinginan, partikel yang baru diperluas dari ruang hampa
udara di bagian dalamnya dan harus dikompensasi oleh difusi udara.
Proses ini dilakukan selama bahan terjatuh dalam silo aerasi. Beads
tersebut dikeringkan pula. Ini adalah bagaimana beads mencapai elastisitas
mekanik yang lebih besar dan meningkatkan kapasitas ekspansi.
3) Expansion and Final Moulding
Selama tahap ini, beads pra-expansion yang distabilkan diangkut
ke cetakan dimana akan dikenai uap sehingga beads dapat mengikat
bersama. Lalu diperoleh bentuk cetakan untuk balok besar (kemudian
dibagi menjadi bentuk yang diperlukan).
Universitas Indonesia
5
Sifat Keterangan
Saat dikemas dalam EPS, buah–buahan dan sayuran
Retensi Vitamin C mempertahankan kandungan vitamin C lebih lama dari
kemasan makanan dalam bahan lain.
Sifat Keterangan
Bahan tersebut memiliki indeks penyerapan energi yang
tinggi. Ini menjadikannya bahan yang ideal untuk
Penyerapan
melindungi produk sensitif selama transportasi dan
Goncangan
penyimpanan. Sehingga membuat EPS cocok untuk helm
keselamatan dan olahraga dan untuk kursi mobil anak-anak.
Karena struktur sel tertutup, EPS memiliki kapasitas tinggi
untuk isolasi termal yang melindungi produk-produk seperti
Isolasi Termal
vaksin atau barang farmasi lainnya dan makanan seperti
ikan dan daging dari perubahan suhu yang tiba-tiba.
EPS adalah 98% udara yang menjadikannya bahan
kemasan paling ringan. Ini mengurangi keseluruhan berat
Berat Rendah
kemasan dan menghemat konsumsi bahan bakar sehingga
mengurangi dampak lingkungan dari produk angkut.
Ketahanan terhadap Sifat mekanik dan termal yang baik tidak terpengaruh oleh
Kelembaban kelembaban karena EPS tidak menyerap air atau uap air.
Kemampuan EPS menahan kompresi membuatnya ideal
untuk mengemas barang besar. EPS tidak hanya melindungi
Resistensi Tekanan
dalam perjalanan, tetapi mereka dapat ditumpuk di gudang,
menghemat ruang dan tanpa merusak item.
Resistensi Kimia Mengizinkan produk dikemas tanpa terpengaruh barang.
Tampilan Efek EPS dapat dengan mudah dicetak atau diwarnai, memiliki
untuk Promosikan tampilan yang menarik dan dapat digunakan untuk
Penjualan mendandani produk untuk menarik pelanggan.
EPS lembab dan tidak berbahaya; memenuhi standar
Sifat Higienis peraturan kontak makanan dan dapat digunakan untuk
mengemas makanan atau obat-obatan.
Universitas Indonesia
BAB III
MINIMISASI LIMBAH
7 Universitas Indonesia
8
Universitas Indonesia
9
Universitas Indonesia
10
3.1.3.1 Reuse
Merupakan proses pemakaian kembali sumber daya yang ada. Proses ini
dapat melibatkan pengembalian kualitas sumber daya yang ada menjadi tetap
efektif dan efisien tanpa merubah sumber daya tersebut.
3.1.3.2 Recycle
Merupakan proses mengubah suatu barang menjadi barang lain dengan
nilai guna yang lebih tinggi. Proses ini umumnya merujuk pada pemanfaatan
limbah yang dihasilkan agar dapat dialih fungsikan menjadi barang lain, seperti
daur ulang kertas dan logam dengan mengubah bentuk dan bisa juga identitas
berupa struktur kimianya. Terdapat 2 jenis pengolahan recycle, yaitu on-situ dan
off-situ. Recycle on-situ merujuk pada daur ulang yang dilaksanakan dalam situs
pabrik, berbeda dengan off-situ yang dilaksanakan di luar pabrik.
3.1.3.3 Recovery
Merupakan proses pengambilan kembali sumber daya dari suatu
campuran. Proses ini merujuk pada serangkaian proses pemisahan komponen dari
campuran sehingga diperoleh bagian sumber daya yang masih bisa digunakan.
proses pengolahan dan minimisasi yang dapat digunakan dalam mengolah limbah.
Tidak hanya itu, adanya segresi limbah dapat dengan efektif meningkatkan
efisiensi minimisasi limbah terutama dari aspek daur ulang (recycle).
Produksi limbah kategori EPS hanya sebatas limbah padat yang dihasilkan
setelah pemakaian produk bukan pada proses manufaktur, merujuk pada proses
produksinya yang sebatas expansi oleh panas dan molding sehingga tidak ada
limbah cair maupun gas yang dihasilkan. Segregasi limbah pada kasus EPS lebih
merujuk pada pemisahan EPS dari sampah plastik lainnya. Secara sederhana
proses ini melibatkan pemisahan berdasarkan ukuran dan massa komponen
limbah yang akan disegresi. Beberapa alat yang digunakan dalam proses ini
adalah rotary vessel, vibrating conveyor, dsb.
3.2.2 Minimisasi Limbah dengan 4R (Reduce, Reuse, Recycle, dan Recovery)
3.2.2.1 Minimisasi Limbah EPS Post–Produksi
Untuk proses produksi EPS, secara singkat opsi minimisasi limbah tidak
dapat dilaksanakan. Hal ini mengingat rangkaian proses produksinya yang cukup
sederhana dan terjadi hanya secara fisik, yaitu pre-expansion, maturation, dan
molding. Metode reduce tidak dapat dilaksanakan mengingat proses molding
sangat didasarkan pada spesifikasi densitas produk yang dibutuhkan. Untuk proses
reuse, recycle, dan recovery, proses produksi EPS tidak menghasilkan limbah
cair, padat, maupun gas. Jika ada bahan baku yang tersisihkan pada saat molding,
EPS cukup dikumpulkan dan ditampung sementara untuk memasuki batch
molding berikutnya.
3.2.2.2 Minimisasi Limbah EPS Post–Konsumsi
a. Reuse
EPS hanya akan berpotensi sebagai limbah setelah keluar dari pabrik dan
sampai di tangan konsumen. EPS merupakan produk yang dapat dengan aman
digunakan kembali (reuse) selama dengan orientasi non-makanan. Beberapa
fungsi utama dimana produk ini dapat digunakan kembali adalah sebagai insulasi
termal, material packaging, dan peredam guncangan (Johnson, 2018). Terkhusus
untuk insulasi termal mengingat umum digunakan untuk menyimpan
makanan/minuman, disarankan produk makanan sebelumnya dibungkus dalam
kemasan plastik untuk mencegah kontak dengan EPS.
Universitas Indonesia
12
b. Reduce
Untuk opsi reduce, dapat dilakukan dengan mengganti/mengurangi
penggunaan EPS berdasarkan berbagai keperluan, sebagai berikut.
Material Pengepakan
Penggunaan EPS sebagai material pengepakan dapat diganti
dengan material kertas kardus atau menggunakan tempat penyimpanan
seperti lemari sehingga kasus kerusakan material pengepakan akibat
kompresi penumpukan dapat dihindari.
Insulasi Termal
Sebagai insulasi termal, EPS murni digunakan sebagai coolbox
yang umumnya hanya digunakan sekali pakai. Produk ini dapat digantikan
dengan coolbox reusable yang material permukaan dalam dan luarnya
dilapisi oleh plastik dan ditengahnya berisi material insulasi termal, seperti
extruded polystyrene, EPS, FID polyurethane. Material insulasi termal,
seperti vacuum insulation panel juga dapat digunakan. Dibidang bangunan
juga, EPS dapat digantikan dengan insulation panel.
Peredam Guncangan
Sebagai peredam guncangan, produk EPS benar adalah opsi yang
sangat efektif dari segi biaya dan performa, akan tetapi karena hanya
digunakan sekali pakai dalam proses transportasi barang yang mudah
pecah/rusak, seperti produk berbahan kaca, mebel, dan elektronik. Oleh
karena itu, EPS harus sebisa mungkin dikurangi dengan menggantinya
dengan material seperti bubble wrap untuk produk berukuran kecil seperti
kaca, karet untuk produk mebel seperti pada kaki kursi/meja, serta
penggunaan kertas bekas seperti koran untuk mengisi ruang antar produk
dengan material pengepakan.
c. Recycle
Terakhir, produk EPS dapat didaur ulang secara utuh untuk membuat
produk baru yang lebih berguna daripada hanya ditimbun atau diinsinerasi.
Sebenarnya metode ini dapat diterapkan juga untuk jenis polystyrene lainnya
seperti extruded polystyrene dan polystyrene paper. Perbedaan utama yang ada
terletak pada spesifikasi mesin yang digunakan akan berbeda menurut spesifikasi
Universitas Indonesia
13
material yang akan diolah (GreenMax, n.d.). Secara sederhana, produk EPS
didaur ulang dengan membentuk ulang produk. Penambahan senyawa kimia/aditif
terkadang masih dibutuhkan untuk beberapa kasus tertentu menurut produk yang
ingin dihasilkan seperti senyawa pewarna, namun umumnya lebih mengarah pada
proses fisika. Tahap recycle EPS secara umum (Moore Recycling Associates,
2014), antara lain:
1. Sorting
Limbah EPS yang dikumpulkan baik dari landfill maupun langsung
dari pemukiman akan disortir di fasilitas pengepulan. Tujuan utama proses
ini adalah memisahkan polystyrene dari limbah lain seperti plastik dari
golongan yang berbeda (PE, HDPE, PP, dsb), kertas, limbah organik,
kertas, kaca, dan limbah lain yang tidak dapat didaur ulang. Sampah yang
dipisah kemudian disortir kembali secara manual untuk memastikan
sampah telah terpisah dengan sebaik mungkin.
2. Compression
Selanjutnya limbah EPS yang telah dipisah akan dihancurkan dan
dikompres secara hidrolik menjadi sangat padat dengan perbandingan
ukuran kompresi menjadi 40 kali lebih kecil agar proses transportasi
menjadi lebih efisien. Hal ini mengingat komposisi EPS adalah 95%
udara. EPS yang telah dikompres akan kemudian dikirim ke fasilitas daur
ulang.
3. Pelletizing
Produk ini akan menjadi feed untuk produksi dengan cara
dihancurkan menjadi serpihan kecil. Kemudian feed dilelehkan dan ditarik
untuk kemudian dipotong-potong menjadi pellet.
Universitas Indonesia
14
4. Extruding
Pellet yang telah diperoleh akan diproses dan dibentuk melalui
celah dengan memberikan tekanan dan panas kepada pellet. Hal ini
menyebabkan pellet akan meleleh dan mengikuti bentuk die.
5. Molding
Terakhir, outlet dari proses extruding dibentuk dalam cetakan baru
menurut tipe produk yang ingin dihasilkan. Pada tahap ini, bentuk cetakan
yang digunakan oleh perusahaan akan menentukan produk apa yang akan
dihasilkan.
Beberapa produk daur ulang EPS yang terdapat di dunia (JB Packaging,
n.d.), antara lain:
Pigura/bingkai foto, oleh Natural Environment Protection Company
(NEPCO), Pomona, California, USA (Moore Recycling Associates, 2014),
Gantungan baju;
Kerucut jalan;
Ornamen dinding;
Tiang;
Genteng;
Alat kebun, seperti nampan bibit, pagar;
Kayu sintetis untuk furnitur, seperti kursi, meja, dan sebagainya.
3.2.3 Potensi untuk Waktu ke Depan
Selain produk daur ulang yang secara komersial terdapat dipasar, adapun
beberapa upaya dalam meminimisasi EPS, namun masih dalam tahap penelitian,
yaitu sebagai berikut.
3.2.3.1 Komposit Katun–Polystyrene sebagai Adsorben Minyak untuk
Bioremediasi (Mehmandost, et al., 2019)
Konsep utama dari daur ulang limbah ini adalah menjadikan EPS sebagai
coating hidrofobik pada permukaan katun agar dapat menyerap komponen
minyak dalam lingkungan tercemar. Metode ini adalah berdasarkan jurnal,
sehingga implementasi ditingkat industri masih belum dilaksanakan.
Dari jurnal, bahan katun diperoleh secara komersial di pasaran.
Kandungan dari katun adalah 80 − 90% selulosa, dan sisanya berupa lemak, air,
Universitas Indonesia
15
dan komponen inorganik. Sebelum digunakan, katun dicuci dengan air distilasi
dan methanol kemudian dikeringkan di oven.
Untuk polystyrene, diperoleh dari kemasan yogurt. Polystyrene dicuci
dengan air demineral dan methanol kemudian dikeringkan. Polystyrene kemudian
dipotong-potong menjadi ukuran serpihan kecil dan dilarutkan dalam kloroform
0,1 − 2%. Komposit katun-polystyrene diperoleh dengan mencuci katun dalam
larutan polistirena selama 3 detik. Pelarut kloroform dapat dibersihkan dengan
distilasi. Komposit kemudian dicuci dengan air demineral dan dikeringkan dengan
oven pada suhu 60℃.
Dari segi performa, dalam literatur menggunakan senyawa organik yang
umumnya diperoleh dari coal tar berupa, flourene, anthracene, fluoranthene, dan
pyrene. Dari percobaan ditemukan bahwa komposit ini mampu melakukan
ekstraksi yang relatif besar terhadap senyawa tersebut, terutama terhadap pyrene
seiring peningkatan banyak senyawa komposit itu sendiri maupun persentase dari
larutan prekursor.
3.2.3.2 Campuran Semen dan Polystyrene (Tittarelli, Giosue, Mobili, Perna, &
Monosi, 2016)
Konsep utama dalam daur ulang dengan metode ini adalah dengan
menjadikan EPS sebagai pengganti komponen pasir dari semen. Fungsinya adalah
menghasilkan semen dengan kualitas tinggi dengan memanfaatkan EPS yang
diperoleh sebagai limbah. Metode ini juga masih sebatas jurnal, sehingga
implementasi dalam industri masih belum dilaksanakan.
Berdasarkan jurnal, semen akan dicampurkan dengan EPS dari 2 jenis
kondisi, yaitu baru (virgin) dan bekas (recycled) dengan tambahan perlakuan
penambahan hydrophobic admixture berupa larutan emulsi 45% buthyl-ethoxy-
silane dengan dosis senyawa aktif 0,5% berat semen untuk tipe bekas. Besaran
EPS yang digunakan adalah 33%, 66%, dan 100% volume pasir.
Dari segi performa, penggunaan EPS baru maupun bekas mempengaruhi kekuatan
semen, namun secara kualitatif masih menempatkan semen dalam kategori stiff
(slump value ≤ 140 𝑚𝑚). Selain itu, dari segi permeabilitas air, penggunaan EPS
bekas memiliki nilai koefisien kapilaritas air yang lebih rendah dari jenis baru
karena ukuran partikel yang tidak seragam. Adanya penambahan admixture juga
Universitas Indonesia
16
Universitas Indonesia
BAB IV
KESIMPULAN
18 Universitas Indonesia
19
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
20 Universitas Indonesia