DOSEN:
DR. IR. NGAKAN PUTU SUECA, MT
IR. I GUSTI MADE PUTRA, M.SI
IR. IDA AYU ARMELI, M.SI
MAHASISWA :
A. A. NGURAH ARITAMA
(0804205072)
FAKULTAS TEKNIK
PS ARSITEKTUR
UNIVERSITAS UDAYANA
BADUNG 2009
BAB I
1
PENDAHULUAN
2
manifestasinya sebagai pencipta tumbuhan,), tumpek kandang (penghormatan
kepada Tuhan dalam manifestasinya sebagai pencipta binatang). dan upacara
ngusaba bantal (sebagai penghormatan kepada Tuhan atas hasil panen yang telah
mereka nikmati).
1.3 Tujuan
Tujuan dari dibuatnya makalah ini agar dapat mengetahui pola pola rumah
tradisional di Desa Tradisional Penglipuran Bangli. Melalui pola pola rumah tersebut
dapat diketahui bagaimana kehidupan social masyarakat desa Penglipuran.
1.4 Manfaat
Manfaat yang didapatkan melalui pembuatan makalah ini adalah agar dapat
mengetahui lebih jauh mengenai pola pola rumah tradisional khususnya pola rumah di
desa tradisional Penglipuran. Serta mengetahui lebih juh tenteng perkembangan serta
perubahan pola rumah dan kehidupan social masyarakat Penglipuran.
BAB II
3
PEMBAHASAN
4
Tri angga adalah konsep dasar yang erat hubungannya dengan perencanaan
arsitektur, yang meupakan asal usul Tri Hita Karana. Konsep tri angga membagi segala
sesuatu menjadi tiga zone:
•Nista(bawah,kotor,kaki),
•Madya(tengah,netral,badan)
•Utama (atas, murni, kepala)
Konsepsi Tri Angga berlaku dari yang bersifat makro (alam semesta/bhuana
agung) sampai yang paling mikro (manusia/bhuana alit). Dalam skala wilayah; gunung
memiliki nilai utama; dataran bernilai madya dan lautan pada nilai nista. Dalam
perumahan, Kahyangan Tiga (utama), Perumahan penduduk (madya), Kuburan (nista),
juga berlaku dalam skala rumah dan manusia.
Selain memberikan nilai secara vertikal , Tri Angga juga memiliki tata nilai hulu
teben (atas bawah). Konsep ini memberikan nilai keselarasan antara bhuana agung dan
bhuana alit. Konsep ini kemudian mempunyai beberapa orientasi antara lain;
Orientasi dengan sumbu kangin kauh, dengan kangin sebagai unsur utama
karena merupakan arah matahari terbit. Sedangkan kauh dengan nilai nista
sebagai arah terbenamnya matahari.
5
Orientasi dengan konsep kaja kelod, dengan kaja sebagai gunung unsur
utama karena merupakan gunung sebagai pusat kemakmuran /sumber
penghidupan. Sedangkan kelod sebagai unsur nista dengan laut sebagai
tempat pembersihan kotoran.
Orientasi dengan konsep akasa Pretiwi (simbol langit dan bumi). Akasa
sebagai unsur purusa / utama. Sedangkan pretiwi sebagai unsur predana/
nista. Di dalam konsep ini penggabungan antara purusa dan predana
disebutkan sebagai natah(open space).
Dari sumbu-sumbu tersebut, masyarakat Bali mengenal konsep orientasi
kosmologikal, Nawa Sanga atau Sanga Mandala. Konsep – konsep di atas jika
diterjemahkan secara makro dan mikro adalah sama. Nawa sanga menunjuk ke arah
delapan penjuru angin ditambah titik pusat di tengah. Dari kesembilan orientasi ini yang
paling dominan adalah orientasi dengan gunung-laut dan sumbu terbit-terbenamnya
matahari. Daerah yang paling sakral selalu ditempatkan pada arah gunung (kaja-kangin),
sedang daerah yang sifatnya profan ditempatkan pada arah yang menuju ke laut (kelod-
kauh). Berdasarkan urut-urutan tingkat kesakralan, dari paling sakral ke paling profan
elemen bangunan rumah diurutkan sebagai berikut: Sanggah (pura rumah tangga),
pengijeng, bale adat, bale gede, bale meten (ruang serba guna), pawon (dapur), jineng
(lumbung), kandang ternak, teben (halaman belakang).
6
brata) ketika seseoarng dari keluarga yang tinggal di pekarangan itu melakukan suatu
ritual adat keagamaan. Sedangkan bale saka nem lebih banyak berfungsi untuk kegiatan
manusa yadnya, yaitu ritual yang berkaitan dengan upacara terhadap manusia, seperti
metatah dan tempat jenazah ketika salah seorang penghuni pekarangan itu meniggal
dunia.
Lebih kedalam lagi dijumpai lesung di sebelah utara, berdampingan dengan
lumbung di sebalah selatan. Lesung di sini ternyata diberi tempat khusus dan diberi atap.
Fungsinya selain sebagai sarana untuk menumbuk padi, jagung atau bahan makanan
lainnya, di sekitar lesung juga dimanfaatkan untuk mebat atau metanding ketika akan
melaksanakan suatu kegiatan/ritual keagamaan. Diseberangnya berdiri lumbung yang
dipakai sebagai tempat menyimpan hasil pertanian terutama gabah.
Paling ujunng atau paling timur adalah bangunan sanggah yang hamper
berdampingan dengan kamar mandi. Mungkin kamar mandi merupakan hasil akulturi
dari budaya modern. Karena sebelumnya masyarakat Pengelipuran lebih banyak
memanfaatkan aliran sungai untuk kebutuhan MCK-nya.
7
2.4 Pola/ Susunan Rumah Tradisional Bali di Penglipuran
Konsep-konsep di atas dapat kami temukan pada struktur rumah dan struktur desa
penglipuran. Struktur rumah yang ada pada masing-masing rumah di desa Penglipuran
bangli merupakan struktur yang berkiblat pada sumbu jalan desa. Sehingga dapat
disimpulkan letak angkul-angkul pada rumah di desa Penglipuran Bangli selalu
menghadap pada jalan desa.
Pola – pola rumah yang kami temukan pada pemukiman warga di desa
penglipuran Bangli pada umumnya sama. Pola–pola rumah yang seperti itu
diterjemahkan berdasarkan prinsip – prinsip di atas. Konsep hirarki ruang diterjemahkan
dalam Tri Loka dengan prinsip sebagai berikut:
a. Unsur Makro/Luas/Desa/Bhuana Agung
1. Parhyangan (jiwa)
Unsur Parhyangan pada konsep makro dapat diterjemahkan sebagai
Pura Desa/ Puseh yang merupakan tempat suci. Merupakan daerah
yang bersifat sakral.
2. Pawongan (tenaga)
Unsur-unsur Pawongan pada konsep makro dapat diterjemahkan dalam
masyarakat desa Penglipuran. Unsur Pawongan adalah tenaga yang
merupakan unsur penggerak. Dalam segala hal unsur Pawongan
diperlukan untuk menggerakkan segala hal yang melibatkan desa.
3. Palemahan
Unsur Palemahan pada usur makro diterjemahkan pada karang desa,
teba/ teben yang merupakan daerah kotor/profan.
b. Unsur Mikro/Sempit/Rumah/Bhuana Alit
1. Parhyangan (jiwa)
Pada konsep rumah/ perumahan unsur Parhyangan sendiri meliputi
pamerajan/ sanggah. Unsur sanggah dianggap sebagai daerah sakral
dalam konsep mikro. Pada daerah ini ditemukan adanya beberapa
pelinggih diantaranya: rong tiga, taksu serta pelinggih sebagai tempat
pemujaan lainnya.
8
2. Pawongan (tenaga)
Pada unsur mikro konsep rumah meliputi warga pemilik rumah.
Dengan ruang lingkup pawongan meliputi:
1. Pada arah utara terdapat pewaregan/ dapur yang merupakan tempat
untuk memasak dari penghuni rumah. Selain itu fungsi rumah tidak
hanya sebagai tempat memasak tetapi juga sebagai tempat orang
yang sudah tua/ jompo untuk tinggal. Mengingat iklim/ cuaca pada
daerah penglipuran termasuk daerah yang beriklim dingin.
Sehingga di dalam dapur juga difungsikan sebagai tempat tidur.
Selain itu dapur di desa Penglipuran juga merupakan bangunan
yang wajib dimiliki oleh warga desa Penglipuran yang sudah
menikah pada jaman dahulu sebelum masuk pengaruh arsitektur
modern. Sehingga dalam satu zona rumah dapat ditemukan 2 dapur
bahkan lebih
2. Pada arah barat terdapat loji merupakan tempat tidur tamu atau
keluarga.
3. Pada arah selatan ditemukan bangunan yang memiliki saka yang
berjumlah 6 yang merupakan bale adat yang berfungsi sebagai
tempat upacara adat seperti: upacara perkawinan, upacara
kematian. Pada upacara kematian bale ini digunakan sebagai
tempat meletakkan jenazah.
3. Palemahan
1. Pada daerah belakang loji merupakan teba/ teben, selain itu
pada daerah ini ditemukan kandang, wc, serta tempat untuk
menjemur pakaian. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada
daerah ini merupakan daerah kotor/ profan.
2. Natah di dalam rumah terbentuk
oleh adanya bangunan-bangunan rumah yang
mengelilinginya. Fungsi natah adalah untuk
melakukan kegiatan upacara yang berkaitan
9
dengan butha yadnya seperti mecaru; berkaitan
dengan manusa yadnya seperti mabyakala atau
juga untuk prosesi upacara pernikahan; berkaitan
dengan pitra yadnya seperti prosesi menyucikan
jenazah dan roh manusia. Fungsi sosialnya
adalah untuk penerimaan tamu yang berkaitan
dengan upacara atau perayaan. Fungsi
kesehatannya adalah penyediaan ruang terbuka
untuk mempermudah memperoleh sinar
matahari, penerangan, udara segar, dan lainlainnya.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan makalah diatas dapat disimpulkan bahwa rumah arsitektur
tradisional Bali yang memiliki konsepsi-konsepsi yang dilandasi agama Hindu, landasan
landasan dan konsepsi ini diwujudkan dalam merupakan perwujudan budaya, dimana
karakter perumahan tradisional Bali sangat ditentukan norma-norma agama Hindu, adat
istiadat serta rasa seni yang mencerminkan kebudayaan. Khususnya di daerah
Penglipuran, Bangli. Konsep konsep diwujudkan di dalam pola pola rumah serta
penempatan bangunan dengan konsep kaja kangin, konsep bhuana agung, bhuana alit dan
konsep konsep lainnya yang disebutkan dalam penjelasan di atas.
3.2 Saran
Untuk dapat melestarikan keberadaan arsitekur Bali khususnya di daerah desa
Penglipuran Bangli. Perlu dilaksanakan program program yang berkesinambungan demi
pelestarian arsitektur tradisional Bali. Selain itu pemahaman setiap orang akan
pentingnya arsitektur tradisional Bali sebagai identitas dan ciri dari masyarakat Bali perlu
ditingkatkan. Sehingga keberadaan arsitektur tradisional Bali khususnya di Penglipuran
tidak hanya menjadi cerita di masa yang akan datang dan tetap menjadi kebanggaan bagi
masyarakat itu sendiri.
11