PENDAHULUAN
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi
bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara
menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada
masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas
kesehatan dan non kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita
pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari
beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai
faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta
keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko
kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.
Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah
mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya
kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga,
masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Selain itu seperti yang tercantum dalam pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor
44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bahwa “Rumah Sakit harus memenuhi
persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan
peralatan”, yang mana persyaratan-persyaratan tersebut salah satunya harus
memenuhi unsur K3 di dalamnya. Dan bagi Rumah Sakit yang tidak memenuhi
persyaratan-persyaratan tersebut tidak diberikan izin mendirikan, dicabut atau tidak
diperpanjang izin operasional Rumah Sakit (Pasal 17).
a. Secara global:
3 juta terpajan patogen darah (2 juta terpajan virus HBV, 0,9 juta terpajan
virus HBC dan 170.000 terpajan virus HIV/AIDS).
Dapat terjadi : 15.000 HBC, 70.000 HBB dan 1.000 kasus HIV.
b. Di luar Negri
Staf wanita Rumah Sakit yang terpajan gas anestesi, secara signifikan
meningkatkan abortus spontan, anak yang dilahirkan mengalami kelainan
kongenital (studi restrospektif di Rumah Sakit Ontario terhadap 8.032 orang
tahun 1981 – 1985).
41% perawat Rumah Sakit mengalami cedera tulang belakang akibat kerja
(occupational low back pain), (Harber P et al, 1985).
c. Di Indonesia:
Gaya berat yang ditanggung pekerja rata-rata lebih dari 20 kg. Keluhan
subyektif low back pain didapat pada 83,3% pekerja. Penderita terbanyak
usia 30-49 : 63,3%. (Instalasi bedah sentral di RSUD di Jakarta 2006).
Penelitian dr. Joseph tahun 2005 – 2007 mencatat bahwa angka KAK NSI
mencapai 38-73% dari total petugas kesehatan.
Insiden akut secara signifikan lebih besar terjadi padapekerja Rumah Sakit
dibandingkan dengan seluruh pekerja di semua kategori (jenis kelamin, ras,
umur dan status pekerjaan ). (Gun 1983).
Berdasarkan data-data yang ada insiden akut secara signifikan lebih besar
terjadi pada pekerja Rumah Sakit dibandingkan dengan seluruh pekerja di semua
kategori (jenis kelamin, ras, umur dan status pekerjaan) (Gun 1983). Pekerja Rumah
Sakit berisiko 1,5 kali lebih besar dari golongan pekerja lain. Probabilitas penularan
HIV setelah luka tusuk jarum suntik yang terkontaminasi HIV 4 : 1000. Risiko penularan
HBV setelah luka tusuk jarum suntik yang terkontaminasi HBV 27 – 37 : 100. Risiko
penularan HCV setelah luka jarum suntik yang mengandung HCV 3 -10 : 100.
Bahaya – bahaya potensial di Rumah Sakit yang disebabkan oleh faktor biologi
(virus, bakteri, jamur, parasit); faktor kimia (antiseptik, reagen, gas anastesi); faktor
ergonomi (lingkungan kerja, cara kerja, dan posisi kerja yang salah); faktor fisik (suhu,
cahaya, bising, listrik, getaran dan radiasi); faktor psikososial (kerja bergilir, beban
kerja, hubungan sesama pekerja / atasan) dapat mengakibatkan penyakit dan
kecelakaan akibat kerja.
PAK di Rumah Sakit, umumnya berkaitan dengan faktor biologi (kuman patogen
yang berasal umumnya dari pasien); faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil yang
terus menerus seperti antiseptik pada kulit, gas anestesi pada hati); faktor ergonomi
(cara duduk salah, cara mengangkat pasien salah); faktor fisik (panas pada kulit,
tegangan tinggi pada sistem reproduksi, radiasi pada sistem sel darah); faktor
psikologis ( ketegangan di kamar bedah, penerimaan pasien gawat darurat, bangsal
penyakit jiwa, dan lain-lain). Sumber bahaya yang ada di Rumah Sakit harus
diidentifikasi dan dinilai untuk menentukan tingkat risiko, yang merupakan tolok ukur
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan PAK.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka RSUD Dr. Soedarso perlu dibuat standar
pelayanan K3RS yang merupakan pedoman bagi Rumah Sakit dalam upaya-upaya
melaksanakan program kesehatan dan keselamatan kerja secara komprehenship
sehingga tercipta kondisi lingkungan yang sehat dilingkungan rumah sakit yang pada
akhirnya terciptanya kualitas pelayanan kesehatan yang aman diberikan di lingkungan
rumah sakit.
a. Tujuan Umum
Terciptanya lingkungan kerja yang aman, sehat dan produktif untuk SDM
Rumah Sakit, aman dan sehat bagi pasien, pengunjung / pengantar pasienm
masyarakat dan lingkungan sekitar Rumah sakit sehingga proses pelayanan rumah
sakit berjalan baik dan lancar.
b. Tujuan Khusus
c. Sasaran
1. Pengelola rumah sakit
a. Manajemen K3RS adalah upaya terpadu seluruh pekerja rumah sakit, pasien,
pengunjung / pengantar orang sakit untuk menciptakan lingkungan kerja, tempat
kerja untuk rumah sakit yang sehat, aman, nyaman baik bagi masyarakat dan
lingkungan sekitar rumah sakit.
STANDAR KETENAGAAN
Atas dasar tersebut perlu adanya perencanaan SDM, yaitu proses dimana
rumah sakit berkomitmen pada kebijakan pelayanan K3RS melalui pengembangan
kemampuan petugas dibidang K3RS sehingga tujuan pelayanan kesehatan diberikan
dapat tercipta pada lingkungan yang aman dan sehat.
2. Dokter / dokter gigi Spesialis dan dokter umum / dokter gigi minimal 1 orang
dengan sertifikat dalam bidang K3 dan mendapatkan pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3RS.
Dalam hal ini RSUD Dr. Soedarso dalam upaya pengembangan SDM melalui
pendidikan dan latihan hendaknya memuat unsur-unsur antaranya:
STANDAR FASILITAS
Untuk persyaratan teknis bangunan rumah sakit harus sesuai dengan fungsi,
kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan
keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang
usia lanjut. Luas lahan untuk bangunan tidak bertingkat minimal 1,5 kali luas
bangunan. Luas lahan untuk bangunan bertingkat minimal 2 kali lias bangunan lantai
dasar. Luas bangunan disesuaikan dengan jumlah tempat tidur (TT) dan klasifikasi
rumah sakit. Bangunan minimal adalah 50 m2 per tempat tidur.
b. Lantai
Lantai ruangan dari bahan yang kuat, kedap air, rata, tidak licin dan mudah
dibersihkan dan berwarna terang.
Lantai KM / WC dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin, mudah
dibersihkan mempunyai kemiringan yang cukup dan tidak ada genangan
air.
Khusus ruang operasi lantai rata, tidak mempunyai pori atau lubang untuk
berkembang biaknya bakter, menggunakan bahan vynil anti elektrostatik
dan tidak mudah terbakar.
d. Pintu / Jendela:
Pintu harus cukup tinggi minimal 270 cm dan lebar minimal 120 cm.
Khusus ruang operasi, pintu terdiri dari dua daun, mudah dibuka tetapi
harus dapat menutup sendiri (dipasang penutup pintu / door close).
e. Plafond
f. Ventilasi
g. Atap
h. Sanitasi
Closet, wastafel dan bak mandi dari bahan kualitas baik, utuh dan tidak
cacat, serta mudah dibersihkan.
Wastafel dipasang rata, tegak lurus dinding kuat, tidak menimbulkan bau,
dilengkapi desinfektan.
Bak mandi tidak berujung lancip, tidak menjadi sarang nyamuk dan mudah
dibersihkan.
Indek perbandingan jumlah tempat tidur pasien dengan jumlah toilet dan
kamar mandi 10 : 1.
Air untuk keperluan sanitair seperti mandi, cuci, wastafel, closet, keluar
dengan lancar dan jumlahnya cukup.
i. Air bersih
Kapasaitas reservoir sesuai dengan kebutuhan rumah sakit (250 - 500 liter
/ tempat tidur).
Siste penyediaan air bersih menggunakan jaringan PAM atau sumur dalam
(artesis).
Air bersih dilakukan pemeriksaan fisik, kimia, dan biologi setiap 6 bulan
sekali.
j. Pemipaan (plumbing)
Pipa air bersih tidak boleh bersilang dengan pipa air kotor.
k. Saluran (drainase)
Saluran keliling bangunan drainase dari bahan yang kuat, kedap air dan
berkualitas baik dengan dasar mempunyai kemiringan yang cukup kearah
aliran pembuangan.
Saluran air hujan tertutup telah dilengkapi bak kontrol dalam jarak tertentu
dan di tiap sudut pertemuan bak kontrol dilengkapi penutup yang mudah di
buka / di tutup memenuhi syarat teknis serta berfungsi dengan baik
Ramp untuk evakuasi harus satu arah dengan lebar minimum 140 cm,
khusus ramp koridor dapat di buat dua arah dengan lebar minimal 240 cm,
kedua ramp tersebut dilengkapi dengan pegangan rambatan , kuat,
ketinggian 80 cm.
Area awal dan akhir ramp harus bebas dan datar, mudah untuk berputar,
tidak licin.
m. Tangga
Lebar tangga minimum 120 cm jalan searah dan 160 cm jalan dua arah.
Tangga diluar bangunan di rancang ada penutup, tidak kena air hujan.
Tersedia jalur kursi roda dengan permukaan keras/ stabil, kuat dan tidak
licin.
Ukuran minimum 120 cm ( jalur searah), seratus 160 cm ( jalur dua arah).
o. Area parkir
Saluran pembuangan yang melewati jalan harus tertutup dengan baik dan
tidak menimbulkan bau.
Tanam- tanaman tertata dengan baik dan tidak menutupi rambu- rambu
yang ada.
Jalan dalam area rumah sakit pada kedua belah tepinya dilengkapi dengan
kansten dan di rawat.
1. Penyediaan listrik
Untuk rumah sakit yang memiliki kapasitas daya listrik tersambung dari PLN
minimal 200 KVA disarankan agar sudah memiliki sistem jaringan listrik.
Tegangan menengah 20 KV ( jaringan listrik TM 20 KV), sesuai pedoman
baha rumah sakit kelas B mempunyai kapasitas daya listrik ±1 MVA (100
KVA)
Untuk kamar badah , ICU, ICCU menggunakan catu daya khusus dengan
sistem catu daya cadangan otomatis dua lapis ( generator dan UPS/
Uniterupable Power Suply).
Harus tersedia UPS minimal 2 x 3 m2 (Sesuai kebutuhan) terletk di gedung
COT, ICU, ICCU dan diberi pendingin ruangan. Kapasitas UPS disesuaikan
kebutuhan.
HIDRAN terpasang dan berfungsi dengan baik dan tersedia air yang cukup,
sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan
4. Sistem komunikasi
Tersedia saluran telepon internal dan eksternal dan berfungsi dengan baik.
Instalasi kabel telah terpasang rapi, aman, dan berfungsi dengan baik.
Tersedia komunikasi lain (HT, paging sistem dan alarm) untuk mendukung
komunikasi tanggap darurat.
5. Gas medis
Sentral gas medis dengan sistem jaringan dan outlet terpasang, berfungsi
dengan baik dilengkapi dengan ALARM untuk menunjukkan kondisi sentral
gas medis dalam keadaan rusak/ ketersediaan gas tidak cukup.
Tersedia pengisap
Kelengkapan sentral gas berupa gas oxigen (O2), gas nitrous oxida (NO2),
gas tekan dan vacum.
6. Limbah Cair
a. Memiliki perizinan
b. Diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai Pengujian Fasilitas Kesehatan
dan/ institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang.
Rumah sakit merupakan salah satu tempat kerja yang wajib melaksanakan
program K3RS yang bermanfaat baik bagi SDM rumah sakit, pasien, pengunjung /
pengantar pasien, maupun bagi masyarakat di lingkungan sekitar rumah sakit.
Pelayanan K3RS sampai saat ini dirasakan belum maksimal. Hal ini
dikarenakan masih banyak rumah sakit yang belum menerpkan Sistem Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3).
Adapun standar pelayanan K3RS yang perlu diberikan adalah sebagai berikut:
Kesegaran jasmani
Laboratorium rutin
SDM rumah sakit yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit yang
memerlukan perawatan yang lebih dari 2 minggu
SDM rumah sakit yang berusia di atas 40 tahun atau SDM rumah sakit
yang wanita dan SDM rumah sakit yang cacat serta SDM rumah sakit
yang berusia muda yang mana melakukan pekerjaan tertentu.
Informasi umum Rumah Sakit dan fasilitas atau sarana yang terkait
dengan K3
SOP kerja, SOP peralatan, SOP penggunaan alat pelindung diri dan
kewajibannya
Orientasi K3 di tempat kerja
Pertemuan koordinasi
Pembahasan kasus
Penyehatan air
Sterilisasi / desinfeksi
Perlindungan radiasi
6. Pelatihan dan promosi / penyuluhan keselamtan kerja untuk semua SDM rumah
sakit.
BAB V
Setiap kegiatan dan atau kejadian/ kasus sekecil apapun, yang berkaitan
dengan K3, wajib dicatat dan dilaporkan secara tepat waktu kepada wadah organisasi
K3 di rumah Sakit. Rumah Sakit perlu menetapkan dengan jelas alur pelaporan baik
pelaporan rutin/ berkala, laporan kasus/ kejadian tidak terduga.
BAB VI
PENGENDALIAN MUTU
Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang
akan ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang digunakan
untuk mengukur mutu pelayanan Rumah Sakit yaitu:
Adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi. Indikator
merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan. Indikator
yang baik adalah yang sensitif tapi juga spesifik.
Kreteria :
Standar :
Tingkat performance atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang
berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung jawab
untuk mempertahankan tingkat performance atau kondisi tersebut.
Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat
baik.
Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau
mutu.
Keprofesian
Efisiensi
Keamanan pasien
Kepuasan pasien
Sarana dan lingkungan fisik
Indikator lebih diutamakan untuk menilai output daripada input dan proses
Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan kelompok daripada
untuk perorangan
Dapat digunakan untuk membandingkan antar daerah dan antar Rumah Sakit
Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih untuk di
monitor
Kreteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat menilai
indikator, sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan antara mutu yang
baik dan mutu yang tidak baik.
BAB VII
PENUTUP
Pengertian: 1. Limbah Rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan
rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas.
2. Limbah Padat Rumah Sakit adalah semua limbah rumah sakit yang
berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari
limbah medis padat dan non-medis.
3. Limbah Medis Padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah
infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah
sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah container bertekanan,
dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.
4. Limbah Padat Non-medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari
kegiatan dirumah sakit diluar medis yang berasal dari dapur,
perkantoran, taman, dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali
apabila ada teknologinya.
5. Limbah Cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal
dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung
mikriorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi
kesehatan.
6. Limbah Gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal
dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insenerator, dapur,
perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat citotoksik.
7. Limbah Infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme
pathogen yang tidak secara rutin ada dilingkungan dan organisme
tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan
penyakit pada manusia rentan.
8. Limbah Sangat Infeksius adalah limbah berasal dari pembiakan dan stock
bahan sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan, dan bahan
lain yang diinokulasi , terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat
infeksius.
9. Limbah Citotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari
persiapan dan pemberian obat citotoksis untuk kemoterapi kanker yang
mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat
pertumbuhan sel hidup.
10. Minimasi Limbah adalah upaya yang dilakukan rumah sakit
untuk mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara
mengurangi bahan (reduce), menggunakan kembali limbah (reuse)
dan daur ulang limbah (recycle)
Unit Terkait
Dokumen Terkait
PEMILAHAN SAMPAH MEDIS DAN NON MEDIS
Pengertian: 1. Sampah Medis adalah sampah hasil imbah dari aktivitas suatu
rumah sakit, klinik atau unit pelayanan kesehatan yang
membahayakan dan dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi
masyarakat, pengunjung dan petugas yang menanganinya.
2. Sampah non medis adalah hasil sampingan dari kegiatan manusia
yang dirasakan tidak berguna dan dapat mengganggu manusia dan
lingkungan.
Tujuan : Sebagai acuan dalam pemilahan sampah medis dan non medis
Kebijakan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
Prosedur 1. Pemilahan sampah medis dan non medis dilakukan pada setiap
sumber dan ruangan yang berpotensi menghasilkan sampah medis
2. Pemilahan dilakukan oleh petugas ruangan atau petugas cleaning
service dengan menggunakan sarung tangan dan masker
3. Wadah/tempat yang disiapkan berupa tempat sampah yang diberi
tanda khusus (sampah medis, sampah non medis, sampah
benda tajam)
4. Sampah medis pada setiap sumber dan ruangan dikumpulkan di TPS
dan TPS Limbah B3 RS.
5. Setelah sampah medis tersebut dikumpulkan di TPS dan TPS Limbah
B3 RS, lalu diserahkan ke pihak ketiga yang telah mendapat
rekomendasi KLH untuk diolah selanjutnya
6. Penyimpanan sampah medis max 5 Hari
Dokumen Terkait
PENGUMPULAN SAMPAH MEDIS
Pengertian: 1. Sampah Medis adalah sampah hasil imbah dari aktivitas suatu
rumah sakit klinik atau unit pelayanan kesehatan yang membahayakan
dan dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi masyarakat,
pengunjung dan petugas yang menanganinya.
2. Pembuangan sampah medis adalah prosedur mulai pengosongan
sampah medis ditiap ruangan yang potensial sebagai sumber sampah
medis sampai dibawa ke Tempat Insenerasi untuk dimusnahkan.
Tujuan : Sebagai acuan dalam pengumpulan sampah medis
1. Petugas RTP
2. Petugas Cleaning service
3. Petugas Medivest
Dokumen Terkait
PELAPORAN MASALAH ELEKTRIKAL DAN MEKANIKAL
33
34