Anda di halaman 1dari 4

Nama : Lola Tersia BCA 117 319

Shilpa Stesafira Gabrila BCA 117 289


Teresia BCA 117 308
M.k : Pengauditan I

“Kasus Pelanggaran Kode Etik Oleh Auditor Badan Pengawasan


Keuangan dan Pembangunan (BPKP)”

Analisis Kasus :
Auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Tomi Triono mengaku
menerima duit dari anggaran kegiatan joint audit pengawasan dan pemeriksaan di
Kemendikbud. Tomi mengaku sudah mengembalikan duit ke KPK. Tomi saat bersaksi untuk
terdakwa mantan Irjen Kemendikbud Mohammad Sofyan mengaku bersalah dengan
penerimaan duit dalam kegiatan wasrik sertifikasi guru (sergu) di Inspektorat IV
Kemendikbud. Duit yang dikembalikan Rp 48 juta. Menurutnya ada 10 auditor BPKP yang
ikut dalam joint audit. Mereka bertugas untuk 6 program, di antaranya penyusunan SOP
wasrik dan penyusunan monitoring dan evaluasi sertifikasi guru. Adanya aliran duit ke
auditor BPKP juga terungkap dalam persidangan dengan saksi Bendahara Pengeluaran
Pembantu Inspektorat I Kemendikbud, Tini Suhartini pada 11 Juli 2013. Sofyan didakwa
memperkaya diri sendiri dan orang lain dengan memerintahkan pencairan anggaran dan
menerima biaya perjalanan dinas yang tidak dilaksanakan. Dia juga memerintahkan
pemotongan sebesar 5 persen atas biaya perjalanan dinas yang diterima para peserta pada
program kegiatan joint audit Inspektorat I, II, III, IV dan investigasi Itjen Depdiknas tahun
anggaran 2009. Dari perbuatannya. Total kerugian keuangan negara dalam kasus ini
mencapai Rp 36,484 miliar.

Pihak-pihak Yang Terlibat :


Berikut ini merupakan pihak-pihak yang terlibat dalam kasus tersebut diatas dengan
perannya masing-masing:
1. Tomi Triono dan 10 Auditor lainnya selaku Auditor Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP)
2. Mohammad Sofyan selaku Irjen Kemendikbud
3. Tini Suhartini selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu Inspektorat I Kemendikbud

Pelanggaran Yang Dilakukan :


Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan
profesi akan tanggungjawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini
memandu anggota dalam memenuhi tanggung-jawab profesionalnya dan merupakan landasan
dasar perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk
berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi. Kasus suap yang
menimpa beberapa auditor BPKP menunjukan adanya pelanggaran terhadap prinsip etika
profesi. Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Auditor bersangkutan berdasarkan
Prinsip Etika Ikatan Akuntan Indonesia, sebagai berikut:
1. Tanggungjawab Profesi, Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional,
setiap auditor harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam
semua kegiatan yang dilaksankannya. Dalam kasus suap auditor BPKP, jelas beberapa
auditor tidak mempertimbangkan aspek moral dan professional dengan menerima sesuatu
yang bukan haknya serta lebih mengedepankan kepentingan pribadi diatas kepentingan
public.
2. Kepentingan Publik, Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam
kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan
komitmen atas profesionalisme. Dalam kasus ini, auditor BPKP seharusnya berkewajiban
untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati
kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen dan profesionalisme. Selain itu, alam
kasus ini yang dirugikan adalah Masyarakat karena uang negara adalah uang rakyat, dan
auditor BPKP adalah pegawai negeri yang secara tidak langsung mengemban amanah
dari rakyat. dengan kata lain, auditor BPKP dalam kasus ini juga telah mengabaikan
prinsip kepentingan publik.
3. Integritas, Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap
auditor BPKP harus memenuhi tanggungjawab profesionalnya dengan integritas
setinggi mungkin. Tidak menerima suap adalah cerimanan auditor yang berintegritas.
4. Objektivitas, Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa
yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan auditor bersikap adil, tidak
memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka. Seharusnya auditor menjunjung
tinggi nilai-nilai kejujuran dan objektifitas dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang
profesional. tidak diperkenankan auditor menerima sejumlah uang untuk menutup-nutupi
suatu kecurangan apalagi ikut 'merancang' agar kecurangan tersebut tidak terbaca oleh
mata hukum.
5. Kompetensi dan Kehati – hatian Profesional, Setiap auditor BPKP harus melaksanakan
jasa profesionalnya dengan kehati– hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai
kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada
tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh
manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi
dan teknik yang paling mutakhir.
6. Perilaku Profesional, Setiap auditor BPKP harus berperilaku konsisten sesuai aturan yang
telah ditetapakan dan menjauhi tindakan seperti menerima suap yang dapat
mendiskreditkan profesi.
7. Standar Teknis, Setiap auditor harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan
standar teknis dan standar profesional yang relevan.
Selain pelanggaran atas kode etik profesi yang dijelaskan di atas, auditor tersebut
juga melakukan penyimpangan secara hukum dengan telah melanggar Pasal 12 huruf a
UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi.

Dampak :
Berikut merupakan dampak yang ditimbulkan dari kasus yang dilakukan auditor, bagi:
1. Masyarakat
2. Pemerintah
3. Lingkungan

Solusi :
Adapun solusi yang dapat kami tawarkan dalam kasus tersebut, meliputi:
1. Membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai baik di instansi pemerintah
maupun swasta tentang pemisahan yang jelas dan tajam antara milik pribadi dan milik
perusahaan atau milik negara.
2. Mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji) bagi pejabat dan pegawai negeri sesuai
dengan kemajuan ekonomi dan kemajuan swasta, agar pejabat dan pegawai saling
menegakan wibawa dan integritas jabatannya dan tidak terbawa oleh godaan dan
kesempatan yang diberikan oleh wewenangnya.
3. Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan
pekerjaan. Kebijakan pejabat dan pegawai bukanlah bahwa mereka kaya dan melimpah,
akan tetapi mereka terhormat karena jasa pelayanannya kepada masyarakat dan negara.
4. Bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan
pandangan, penilaian dan kebijakan.
5. Menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka untuk kontrol, koreksi
dan peringatan, sebab wewenang dan kekuasaan itu cenderung disalahgunakan.
6. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menumbuhkan “sense of
belongingness” dikalangan pejabat dan pegawai, sehingga mereka merasa perusahaan
tersebut adalah milik sendiri dan tidak perlu korupsi, dan selalu berusaha berbuat yang
terbaik.
7. Perlu penayangan wajah para Auditor maupun para Koruptor yang bermasalah di televisi
dan media elektronik serta cetak lainnya agar bisa dijadikan sebagai bahan pelajaran
untuk professional lainnya
8. Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan pejabat terkhususnya para auditor di
pemerintahan.

Anda mungkin juga menyukai