Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN An.

A DENGAN
HIPERTERMI YANG MENGALAMI DENGUE
HEMORAGIC FEVER (DHF) DI RUANG ANAK RSUD
DR. R SOEDARSONO PASURUAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dengue Hemoragic Fever (DHF) atau yang biasa disebut dengan Demam
Berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (Ismiah, 2004). DHF dapat
menyebabkan demam atau peningkatan suhu tubuh (hipertermi) secara mendadak
dan berlangsung selama 5 – 7 hari. Hipertermi adalah bentuk mekanisme tubuh
terhadap serangan penyakit, apabila ada suatu kuman atau virus penyakit yang
masuk kedalam tubuh, secara otomatis tubuh akan melakukan perlawanan terhadap
kuman penyakit itu dengan mengeluarkan zat antibodi. Pengeluaran zat antibodi
yang lebih banyak dari biasanya ini diikuti dengan naiknya suhu badan. Semakin
berat penyakit yang menyerang, semakin banyak pula antiboodi yag dikeluarkan,
dan akhirnya semakin tinggi pula suhu tubuh yang terjadi. Hipertermi yang tidak
segera diatasi dan berkepanjangan akan berakibat sangat serius diantaranya bisa
menyebabkan kejang demam pada anak, dehidrasi, bahkan terjadi syok.
1

Angka kejadian kasus DHF di Jawa Timur per tanggal 27 Januari 2015, telah
dilaporkan oleh DINKES Provinsi Jawa Timur bahwa ada peningkatan kasus DHF
sebesar 46% bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu 980 kasus. Dan
hingga bulan februari 2015 telah dilaporkan oleh DINKES Provinsi Jawa Timur
sebanyak 92 orang meninggal dunia. Dinas Kesehatan Kota Pasuruan mencatat
angka kejadian DHF Di Kota Pasuruan meningkat dibanding tahun sebelumnya, di
tahun 2013 terdapat 114 kasus, dan pada tahun 2014 terdapat 198 kasus, sedangkan
awal tahun 2015 sudah ada 25 kasus dengan rincian pada bulan Januari terdapat 7
kasus dan bulan Februari terdapat 18 kasus. Adapun data dari RSUD Dr. R.
Soedarsono Pasuruan pada bulan Agustus – Desember 2015 yang dirawat di Ruang
Anak dengan penyakit DHF sebanyak 64 kasus, semuanya mengalami Hipertermi
dan 1 penderita mengalami kejang dan meninggal.
DHF pada anak disebabkan oleh Virus dengue yang
telah masuk ketubuh penderitadan menimbulkan viremia sehingga menyebabkan pe
ngaktifan complement sehinggaterjadi komplek imun antibodi, virus
pengaktifan tersebut akan membentuk danmelepaskan zat bradikinin, serotonin,
trombin, histamin, yang akan merangsang prostaglandin di
hipotalamus sehingga terjadi termoregulasi instabil yaitu hipertermia yang
akan meningkat kan reabsorb si natrium dan air
sehingga terjadi hipovolemik.Keaadaan ini jika tidak segera di
atasi dapat menyebabkan tubuh kekurangan cairan,
akibatnya dapat berkomplikasi terjadinya kejang demam. Pada kenaikan suhu 10C
akanmengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10 – 15 %
dan kebutuhan oksigen akanmeningkat
20%. Kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membranesel
neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion
natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikianbes
arnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun kemembran sel sekitarnyadenga
n bantuan “Neurotransmitter” dan terjadi kejang . Kejang demam yang berlangsung
lama (lebihdari 15 menit) biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhanoksigen dan energy untuk kontraksi otot yang
akhirnya terjadi hipoksemia dan biasterjadi kematian (Smeltzer, 2001).
Kasus DHF yang terjadi pada
anak tersebut maka dibutuhkan peran dan fungsiperawat dalam melakukan asuhan k
eperawatan dengan benar. Penilaian dan tindakanawal juga sangat penting dilakuka
n untuk menentukan penatalaksanaan dan prognosis
selanjutnya. Dalam menangani peningkatan suhu tubuh pada penderita DHF
dapatdilakukan tindakan keperawatan mandiri yaitu dengan melakukan Health
Education kepada keluarga
klien, kompres hangat pada penderita untuk mengurangi peningkatansuhu tubuh, p
emberian cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah dehidrasi sertaberistirahat
yang
cukup dan juga dibutuhkan kolaborasi dengan tim medis dalampemberian obat anti
piretik agar tidak terjadi komplikasi.
1.2 BatasanMasalah
Asuhan Keperawatan Anak Dengan Hipertermi Yang Mengalami Dengue
Hemoragic Fever (DHF) Di Ruang Anak RSUD Dr. R. Soedarsono Pasuruan
1.3 Rumusan Masalah
Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Anak Dengan Hipertermi Yang
Mengalami Dengue Hemoragic Fever (DHF) Di Ruang Anak RSUD Dr. R.
Soedarsono Pasuruan ?

1.4 Tujuan Penelitian


1.1.1 Tujuan Umum
Melaksanakan Asuhan Keperawatan Anak Dengan Hipertermi Yang
Mengalami Dengue Hemoragic Fever (DHF) Di Ruang Anak RSUD Dr. R.
Soedarsono Pasuruan
1.1.2 Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian keperawatan pada anak An.A dengan Hipertermi yang
mengalami Dengue Hemoragic Fever (DHF) Di RSUD Dr. R.
SoedarsonoPasuruan.
2. Menetapkan diagnosis keperawatan pada An.A dengan hipertermi yang
mengalami Dengue Hemoragig Fever (DHF) Di RSUD Dr. R.
SoedarsosnoPasuruan.
3. Menyusun perencanaan keperawatan pada An.A dengan hipertermi yang
mengalami Dengue Hemoragig Fever (DHF) Di RSUD Dr. R.
SoedarsosnoPasuruan.
4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada An.A dengan hipertermi yang
mengalami Dengue Hemoragig Fever (DHF) Di RSUD Dr. R.
SoedarsosnoPasuruan.
5. Melakukan evaluasi pada An.A dengan hipertermi yang mengalami Dengue
Hemoragig Fever (DHF) Di RSUD Dr. R. Soedarsosno Pasuruan.
1.5 Manfaat
1.5.1 ManfaatTeoritis
hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kepustakaan yang memberikan
sumbanngan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan ilmu kesehatan
serta teori-teori kesehatan khususnya dalam upaya penerapan asuhan keperawatan
pada An.A yang mengalami Dengue Hemoragic Fever (DHF).
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Perawat
Manfaat praktis bagi perawat yaitu untuk menambah pengetahuan dan sebagai
bahan dalam penanganan keperawatan untuk menentukan diagnosa dan itervensi
keperawatan yang tepat pada An.A dengan Hipertermi yang mengalami DHF.
2. Bagi Rumah Sakit
Manfaat praktis bagi Rumah Sakit yaitu untuk mengembangkan dan meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan serta sebagai acuan dalam melakukan tindakan asuhan
keperawatan bagi klien khususnya pada anak dengan Hipertermi yang mengaami
DHF.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Manfaat praktis bagi institusi pendidikan yaaitu dapat digunakan sebagai referensi
untuk mengembangkan ilmu tentang Asuhan Keperawatan An.A dengan
Hipertermi yang mengalami DHF.

4. Bagi Klien Dan Keluarga


Manfaat praktis bagi klien dan keluarga yaitu supaya keluarga dapat mengetahui
gambaran umum tentang Hipertermi pada An.A yang mengalami DHF serta
perawatan yang benar bagi klien supaya mendapatkan perawatan yang tepat dalam
keluarganya.

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Penyakit Dengue Hemoragic Fever (DHF)


2.1.1 Definisi

Dengue Hemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh


virus dengueyang ditularkan oleh gigitan nyamuk aedes aegypti dan aedes albopictus.

Virus ini akan mengganggu kinerja darah kapiler dan sistem pembekuan darah, sehingga
mengakibatkan perdarahan-perdarahan. Penyakit ini banyak ditemukan di daerah tropis,
seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika, termasuk diseluruh pelosok Indonesia,
kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 m diatas permukaan air laut.
Demam berdarah Dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan manusia. Virus
dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan melalui nyamuk
(Prasetyono 2012).
Demam Dengue / DF dan DBD atau DHF adalah penyakit infeksi yang disebabkan

oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang
disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diathesis hemoragik (Sudoyo
2010 didalam Nurarif dan Kusuma)
Dengue Hemoragic Fever (DHF) merupakan penyakit yang disebabkn oleh virus
dengue yang termasuk golongan Arbovirus melalui gigitan nyamuk aedes aegypti betina
(Hidayat 2010).

2.1.2 Etiologi

Pada umumnya masyarakat kita mengetahui penyebab dari Dengue Hemoragic Fever
adalah melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Virus Dengue mempunyai 4 tipe, yaitu :
DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4, yang ditularkan melalui nyamuk Aedes Aegypti.
Nyamuk ini biasanya hidup dikawasan tropis dan berkembang biak pada sumber air yang
tergenang. Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 serotipe terbanyak. Infeksi
salah satu serotip akan menimbulkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe yang lain
sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap
serotipe yang lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat
terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat
ditemukan diberbagai daerah di Indonesia (Sudoyo dkk. 2010)
Virus Dengue berbentuk batang, bersifat Termoragil, sensitif terhadap inaktivitas
oleh distiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 700C. Keempat tipe tersebut telah
ditemukan pula di Indonesia dengan tipe DEN 3 yang paling banyak
ditemukan (Hendarwanto 2010).
2.1.3 Manifestasi Klinis
1. Demam
Dengue Hemoragic Fever (DHF) biasanya ditandai dengan demam yang mendadak tanpa
sebab yang jelas, continue, bifasik. Biasanya berlangsung 2 – 7 hari dengan suhu 38 –
400C. Naik turun dan tidak berhasil dengan pengobatan antipiretik. Demam biasanya
menurun pada hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda – tanda anak menjadi lemah, ujung jari,
telinga dan hidung teraba dingin dan lembab. Masa kritis pada hari ke-3 sampai hari ke-5.
Demam akut (380 – 400 C) dengan gejala yang tidak spesifik atau terdapat gejala penyerta
seperti; anoreksia, lemah, nyeri punggung, nyeri tulang sendi dan kepala (Prasetyono
2012)
2. Perdarahan
Manifestasi perdarahan pada umumnya muncul pada hari ke 2-3 demam. Pada Uji
Torniquet, tampak adanya jentik atau puspura (Prasetyono 2012).
3. Renjatan (syok)
Syok biasanya terjadi pada saat demam mulai menurun pada hari ke-3 dan ke-7 sakit.
Syok yang terjadi lebih awal atau periode demam biasanya mempunyai prognosa buruk.
Kegagalan sirkulasi ini ditandai dengan denyut nadi terasa cepat dan lemah disertai
penurunan tekanan nadi kurang dari 20 mmHg. Terjadi hipotensi dengan tekanan darah
kurang dari 20 mmHg. Terjadi hipotensi dengan tekanan darah kurang dari 80 mmHg,
akral dingin, kulit lembab, dan pasien terlihat gelisah (Prasetyono 2012).
4. Hepatomegali
Ditemukan pada permulaan demam, sifatnya nyeri tekan dan tanpa disertai ikterus.
Umumnya bervariasi, dimulai dengan hanya dapat diraba hingga 2-4 cm dibawah
lengkungan iga kanan. Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit
namun nyeri tekan pada daerah tepi hati berhubungan adanya perdarahan (Prasetyono
2012).
2.1.4 Klasifikasi
Berdasarkan WHO, Dengue Hemoragic Fever (DHF) dibagi menjadi 4 derajat, yaitu
sebagai berikut :
1. Derajat I
Demam tinggi mendadak ( terus menerus 2-7 hari) disertai tanda dan gejala klinis (nyeri
ulu hati, mual, muntah, hepatomegali), tanpa perdarahan spontan, trombositopenia dan
hemokonsentrasi, uji torniquet positif.
2. Derajat II
Derajat 1 dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain seperti mimisan,
muntah darah, dan BAB darah.
3. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi darah dengan adanya nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun (kurang dari 20 mmHg) atau hipotensi diseretai kulit yang dingin dan lemab,
gelisah (tanda-tanda renjatan).
4. Derajat 4
Renjatan berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah yang tidak dapat diukur.
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang

1. Darah
a. Kadar trombosit darah menurun (trombositopenia) yaitu trombosit <100000/µI)
b. Hematokrit meningkat > 20 %, merupakan indikator akan timbulnya renjatan. Kadar
trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis pasti pada DHF dengan dua kriteria
tersebut ditambah terjadinya trombositopenia, hemokonsentrasi serta dikonfirmasi secara
uji serologi hemaglutnasi (Brasier dkk 2012).
c. Leukosit menurun pada hari kedua atau ketiga
d. Hemoglobin meningkat lebih dari 20 %
e. Protein rendah
f. Natrium rendah (hiponatremi)
g. SGOT/SGPT bisa meningkat
h. Asidosis metabolik
i. Eritrosit dalam tinja hampir sering ditemukan
2. Urine
Kadar albumin urine positif (albuminuria) (Vasanwala 2012)
3. Foto Thorax
Pada pemeriksaan foto torax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya posisi lateral
dekubitus kanan (pasien tidur disisi kanan) lebih baik dalam mendeteksi cairan
dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.
4. USG
Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai dan dijadikan pertimbangan karena tidak
menggunakan sistem pengion (sinar X) dan dapat diperiksa sekaligus berbagai organ pada
abdomen. Adanya acites dan cairan pleura pada pemeriksaan USG dapat digunakan
sebagai alat menentukan diagnosa penyakit yang mungkin muncul lebih berat misalnya
dengan melihat ketebalan dinding kandung empedu dan penebalan pankreas.
5. Diagnosis Serologis
a. Uji Hemaglutinasi (Uji HI)
Tes ini adalah gold standart pada pemeriksaan serologis, sifatnya sensitif namun tidak
spesifik. Artinya tidak dapat menunjukkan tipe virus yang menginfeksi. Antibodi HI
bertahan dalam tubuh lama sekali (<48 tahun) sehingga uji ini baik digunakan pada studi
serologi epidemiologi. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x lipat dari titer
serum akut atau tinggi (>1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap sebagai
pesumtif (+) atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi (Vasanwala dkk.
2012).
b. Uji komplemen Fiksasi (uji CF)
Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit dan butuh tenaga
berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi bertahan beberapa tahun saja (sekitar 2-3
tahun).
c. Uji Neutralisasi Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue. Dan biasanya
memakai cara Plaque Reduction Neutralization Test (PNRT) (Vasanwala dkk. 2012)
d. IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)
Banyak sekali dipakai, uji ini dilakukan pada hari ke 4-5 infeksi virus dengue karena IgM
sudah timbul kemudian akan diikuti IgG. Bila IgM negatif maka uji harus diulang. Apabila
sakit ke-6 IgM masih negatif maka dilaporkan sebagai negatif. IgM dapat bertahan dalam
darah sampai 2-3 bulan setelah adanya infeksi(Vasanwala dkk. 2012)
e. Identifikasi Virus
Cara diagnostic baru dengan reverse transcriptase polymerase chain reaction(RTPCR)

sifatnya sangat sensitif dan spesifik terhadap serotype tertentu, hasil cepat dan dapat
diulang dengan mudah. Cara ini dapat mendeteksi virus RNA dari specimenyang berasal
dari darah, jaringan tubuh manusia, dan nyamuk(Vasanwala dkk. 2012).
2.1.6

Infeksi virus dengue (viremia)


Beredar dalam alirandarah

Arbovirus (melalui nyamuk


aedes aegypti)

Patofisiologi
MK: Gangguan
rasa nyaman
Gambar 2.3 Patofisiologi menurut NANDA NIC - NOC
Virus Dengue yang telah masuk ke tubuh penderita akan menimbulkan viremia.
Hal tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi komplek imun
antibodi, virus pengaktifan tersebut akan membentuk dan melepaskan zat bradikinin,
serotonin, trombin, histamin, yang akan merangsang prostaglandin di hipotalamus
sehingga terjadi termoregulasi instabil yaitu hipertermia atau peningkatan suhu tubuh yang
akan meningkatkan reabsorbsi natrium dan air sehingga terjadi hipovolemik. Keadaan ini
jika tidak segera diatasi dapat menyebabkan tubuh dehidrasi maka akan muncul masalah
keperawatan kekurangan volume cairan, akibatnya dapat berkomplikasi terjadinya kejang.
Pada kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10 – 15 % dan
kebutuhan oksigen akan meningkat 20 % (Smeltzer & Bare 2005).
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan terjadinya perembesan
plasma ke ruang ekstra seluler akibatnya terjadi pengurangan volume plasma, penurunan
tekanan darah, maka akan menimbulkan perfusi jaringan. Plasma merembes sejak
permulaan demam dan mencapai puncaknya saat terjadi renjatan (syok). Jika perdarahan
terjadi pada hepar maka akan terjadi pembesaran hepar (hepatomegali) yang
menyebabkan nyeri ulu hati, maka terjadi masalah keperawatan gangguan rasa nyaman
nyeri (Price & Wilson 2006).
2.1.7 Penatalaksanaan
1. Medis

a. Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi dan haus.
Asien diberi banyak minum yaitu 1,5 – 2 liter dalam 24 jam. Keadaan hiperpireksia diatasi
dengan obat antipiretik. Jika terjadi kejang diberikan antikonvulsan. Luminal diberikan
dengan dosis : anak umur < 12 bulan 50 mg IM, anak umur > 1tahun 75 mg. Jika kejang
lebih dari 15 menit belum berhenti luminal diberikan lagi dengan dosis 3 mg/kgBB. Infus
diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila pasien terus menerus muntah, tidak
dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi dan hematokrit yang
cenderung meningkat (Annisa, www.nissa_uchiel.blogspot.com jam 09.55 am).
b. Pasien menalami syok segera segera dipasang infus sebagai pengganti cairan hilang
akibat kebocoran plasma. Cairan yang diberikan biasanya RL, jika pemberian cairan
tersebut tidak ada respon diberikan plasma atau plasma ekspander banyaknya 20 – 30
mL/kg BB. Pada pasien dengan renjatan berat pemberian infus harus diguyur. Apabila
syok telah teratasi, nadi sudah jelas teraba, amplitude nadi sudah cukup besar, maka
tetesan infus dikurangi menjadi 10 mL/kg BB/jam(Ngastiyah 2005).
c. Cairan (Rekomendasi WHO, 2007)
1). Kristaloid
a). Larutan Ringer Laktat (RL) atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer Laktat (D5/RL).
b). Larutan Ringer Asetat (RA) atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer Asetat (D5/RA).
c). Larutan Nacl 0,9% (Garal Faali + GF) atau Dextrose 5% dalam larutan Faali (d5/GF).
2). Koloid
a). Dextran 40
b). Plasma
2. Keperawatan

a. Derajat I
Pasien istirahat, observasi tanda-tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht, Hb dan trombosit tiap
4 jam sekali. Berikan minum 1,5 – 2 liter dalam 24 jam dan kompres hangat.
b. Derajat II
Segera dipasang infus, bila keadaan pasien sangat lemah sering dipasang pada 2 tempat
karena dalam keadaan renjatan walaupun klem dibuka tetesan infus tetap tidak lancar
maka jika 2 tempat akan membantu memperlancar. Kadang-kadang 1 infus untuk
memberikan plasma darah dan yang lain cairan biasa.
c. Derajat III dan IV
a). Penggantian plasma yang keluar dan memberikan cairan elektrolit (RL) dengan cara
diguyur kecepatan 20 ml/kgBB/jam.
b). Dibaringkan dengan posisi semi fowler dan diberikan O2.
c). Pengawasan tanda – tanda vital dilakukan setiap 15 menit.
d). Pemeriksaan Ht, Hb dan Trombosit dilakukan secara periodik.
e). Bila pasien muntah bercampur darah perlu diukur untuk tindakan secepatnya baik obat –
obatan maupun darah yang diperlukan.
f). Makanan dan minuman dihentikan, bila mengalami perdarahan gastrointestinal biasanya
dipasang NGT untuk membantu pengeluaran darah dari lambung. NGT bisa dicabut
apabila perdarahan telah berhenti. Jika kesadaran telah membaik sudah boleh diberikan
makanan cair walaupun feses mengandung darah hitam dan kemudian lunak biasa
(Annisa, www.nissa_uchiel.blogspot.com jam 09.55 am).
3. Keperawatan Mandiri Dengan Kompres Hangat
a. Pengertian
Kompres hangat adalah prosedur menggunakan kain atau handuk yang telah dicelupkan
pada air hangat, yang ditempelkan pada bagian tubuh tertentu. Mengompres dilakukan
dengan handuk atau waslap yang dibasahi dengan air hangat. Usahakan perbedaan
antara air kompres dengan suhu tubuh tidak terlalu berbeda. Seka seluruh tubuh dengan
air hangat, penurunan suhu tubuh akan terjadi pada saat pertukaran udaramelalui
permukaan kulit. Gunakan pakaian atau selimut tipis, pada bayi tidak boleh dibedong.
Hindari kompres dengan alkohol karena toxic dan uapnya dapat terserap ke kulit maupun
paru – paru anak.
b. Tujuan dari kompres hangat
Meningkatkan kontrol kehilangan panas tubuh melalui penguapan
c. Manfaat dari kompres hangat
1). Dapat memberikan rasa nyaman
2). Menurunkan suhu tubuh yang demam
3). Membuat otot tubuh menjadi lebih rileks
4). Menurunkan / menghilangkan rasa nyeri
2.1.8 Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Konsep keperawatan Pada klien DHF menurut Ngastiyah (2005) yaitu :
a. Identitas Pasien
Nama, Umur (Pada DHF paling sering menyerang anak – anak dengan usia kurang dari 15
tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, dan pekerjaan orang tua.
b. Keluhan utama
Pasien mengeluh panas, sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan
menurun.
c. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan pada saat
demam kesadaran kompos mentis. Turunyya panas terjadi antara hari ke 3 dan ke 7, dan
anak semakin lemah. Kadang – kadang disertai keluhan batuk, pilek, nyeri telan, mual,
muntah, anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati
dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit,
gusi (grade III dan IV), melena atau hematemesis.
d. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Riwayat tumbuh kembang dan apakah pernah
dirawat sebelumnya. Pada DHF anak bisa mengalami serangan ulang DHF dengan tipe
virus yang lain.
e. Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan timbulnya komplikasi
dapat dihindarkan.
f. Riwayat gizi
Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi
baik maupun buruk dapat beresiko apabila terdapat faktor predisposisinya. Anak yang
menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah dan nafsu makan menurun.
Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang cukup,
maka anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi
kurang.
g. Kondisi lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih
seperti air yang menggenang dan gantungan baju dikamar.
h. Pola kebiasaan
1). Nutrisi dan metabolisme frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang dan nafsu
makan menurun.
2). Eliminasi alvi (buang air besar)
Kadang – kadang anak mengalami diare / konstipasi, dan pada DHF grade III-IV dapat
terjadi malena.
3). Eliminasi urin (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit/ banyak, sakit /
tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.
4). Tidur dan istirahat
Anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami sakit / nyeri otot dan persendian
sehingga kualitas dan kuantitas tidur maupun istirahatnya kurang.
5). Kebersihan
Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan cenderung kurang terutama
untuk membersihkan sarang nyamuk aedes aegypti.
6). Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk menjaga kesehatan.
7). Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung rambut
sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan (grade) DHF, keadaan fisik anak adalah sebagai
berikut.
a). Grade I : kesadaran kompos lemah, kecil, dan tidak teratur serta tensi menurun.mentis,
keadaan umum lemah, tanda – tanda vital dan nadi lemah.
b). Grade II : kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan spontan,
perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil dan tidak teratur.
c). Grade III : kesadaran apatis, somenolen, keadaan umum lemah, nadi
d). Grade IV : kesadaran koma, tanda – tanda vital ; nadi tidak teraba, tensi tidak terukur,
pernafasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit tampak biru.
8). Sistem integumen
a). Adanya petekia pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin dan lembab.
b). Kuku sianosis atau tidak
c). Kepala dan leher
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam (flusy), mata anemis, hidung
kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II, III, IV, pada mulut didapatkan
bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi dan nyeri telan. Sementara
tenggorokan mengalami hipertermi faring dan terjadi perdarahan telinga (pada grade II, III,
IV).
d). Dada
Bentuk dada simetris dan kadang terasa sesak. Pada foto thorax terdapat cairan yang
tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi pleura), Rales +, Rhonki +, yang biasa terdapat
pada grade III dan IV.
e). Abdomen, mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali).
f). Ekstremitas, akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta tulang.
2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul menurut Diagnosa NANDA 2015 :


a. Hipertermi.
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer.
c. Kekurangan volume cairan.
d. Ketidakefektifan pola nafas.
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
f. Gangguan rasa nyaman

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan pada klien DHF menurut NANDA NIC – NOC :


a. Diagnosa I
Hipertermi.
1). Tujuan : Anak menunjukkan suhu tubuh dalam batas normal.
2). Kriteria hasil :
a). Suhu tubuh dalam rentang normal
b). Nadi dan RR dalam rentang normal
c). Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
3). Rencana tindakan :
a). Monitor temperatur suhu tubuh
Rasional : Perubahan temperatur dapat terjadi pada proses infeksi akut.
b). Observasi tanda – tanda vital (suhu,tensi, nadi, pernafasan, dan perubahan warna kulit).
Rasional : Tanda – tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum
pasien.
c) .Anjurkan pasien untuk minum banyak 1,5 – 2 liter dalam 24 jam.
Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga
perlu diimbangi dengan asupan yang banyak.
d). Berikan kompres pada lipatan axila dan paha.
Rasional : menurunkan panas lewat konduksi
e). Berikan antipiretik sesuai program tim medis
Rasional : menurunkan panas pada pusat hipotalamus
b. Diagnosa II
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
1). Tujuan : Anak menunjukkan tanda – tanda perfusi jaringan perifer yang adekuat
2).Kriteria hasil :
3). suhu ekstremitas hangat, tidak lembab, warna merah muda
4). Ekstrimitas tidak nyeri, tidak ada pembengkakan
5). CRT kembali dalam 1 detik
6). Rencana tindakan :
7). Kaji dan catat tanda – tanda vital (kualitas dan frekuensi nadi, tensi, capilary reffil)
Rasional : Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui penurunan perfusi ke jaringan
8).Kaji dan catat sirkulasi pada ekstrimitas (suhu kelembaban, dan warna)
Rasional : Suhu dingin, warna pucat pada ekstrimitas menunjukkan sirkulasi darah kurang
adekuat.
9). Nilai kemungkinan kematian jaringan pada ekstrimitas seperti dingin, nyeri, pembekakan
kaki
Rasional : Mengetahui tanda kematian jaringan ekstrimitas lebih awal dapat berguna untuk
mencegah kematian jaringan.
c. Diagnosa III
Kekurangan volume cairan.
Tujuan : Anak menunjukan tanda - tanda terpenuhinya kebutuhan cairan
1). Kriteria hasil :
a. Mempertahankan urine output
b. Tekanan darah, nadi, dan suhu tubuh dalam batas normal
c. Tidak ada tanda – tanda dehidrasi, turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada
rasa haus yang berlebihan
2). Rencana tindakan :
a. kaji keadaan umum pasien
Rasional : Menetapkan data dasar untuk mengetahui dengan cepat penyimpangan dari
keadaan normalnya.
b. Observasi tanda tanda syok (nadi lemah dan cepat, tensi menurun, akral dingin, kesadaran
menurun, gelisah)
Rasional : Mengetahui tanda syok sedini mungkin sehingga dapat segera dilakukan
tindakan.
c. Monitor tanda – tanda dehidrasi ( turgor kulit turun, ubun – ubun cekung, produksi urin
turun)
Rasional : Mengetahui tanda dehidrasi sehingga dapat segera dilakukan tindakan.
d. Berikan hidrasi per oral secara adekuat sesuai kebutuhan tubuh
Rasional : asupan cairan sangat diperhatikan untuk menambah volume cairan tubuh.
e. Kolaborasi pemberian cairan intravena RL, glukosa 5% dalam half strenght NaCl 0,9%,
Dextran L 40.
Rasional : Pemberian cairan ini sangat penting bagi pasien yang mengalami defisit volume
cairan dengan keadaan umum yang buruk karena cairan ini langsung masuk kedalam
pembuluh darah.
d. Diagnosa IV
Ketidakefektifan pola nafas
Tujuan : inspirasi dan Ekspirasi dapat memberi ventilasi
1). Kriteria hasil :
a. Mampu bernafas dengan mudah
b. Tanda – tanda vital dalam batas normal
c. Menunjukkan jalan nafas yang paten (tidak ada suara nafas abnormal)
2). Rencana Tindakan :
a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Rasional : Posisi pasien sangat penting untuk memaksimalkan
ventilasi
b. Monitor Tanda –Tanda Vital (TD, nadi, RR, dan suhu)
Rasional : Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui penurunan
perfusi ke jaringan
c. Buka jalan nafas (bila terjadi kejang)
Rasional : Membuka jalan nafas merupakan tindakan untuk
mengurangi resiko syok karena kekurangan oksigen
e. Diagnosa V
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
1). Tujuan : Pemenuhan nutrisi dapat terpenuhi
2). Kriteria hasil :
a. Adanya minat / selera makan
b. Porsi makan sesuai kebutuhan
c. BB dipertahankan sesuai usia
d. BB meningkat sesuai usia
3). Rencana tindakan :
a. Monitor intake makanan
Rasional : Memonitor intake kalori dan insufisiensi kualitas konsumsi makanan.
b. Memberikan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan
Rasional : Mengurangi rasa tidak nyaman dan meningkatkan selera makan.
c. Sajikan makanan yang menarik, merangasang selera dan dalam suasana yang
menyenangkan
Rasional : Meningkatkan selera makan sehingga meningkatkan intake makanan.
d. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : makan dalam porsi besar atau banyak lebih sulit dikonsumsi pada saat pasien
anoreksia.
e. Timbang BB setiap hari
Rasional : Memonitor kurangnya BB dan efektifitas intervensi nutrisi yang diberikan.
f. Konsul ke ahli gizi
Rasional : Memberikan bantuan untuk menetapkan diet dan merencanakan pertemuan
secara individual bila diperlukan.

f. Diagnosa VI
Gangguan rasa nyaman
Tujuan : Rasa nyaman pasien terpenuhi
1). Kriteria hasil : Nyeri berkurang
2). Rencana tindakan :
a. Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien dengan memberi rentang nyeri ( 0 – 10 )
Rasional : Mengetahui nyeri yang dialami pasien sehingga perawat dapat menentukan
cara mengatasinya.
b. Kaji faktor – faktor yang mempengaruhi reaksi pasien terhadap nyeri
Rasional : Dengan mengetahui faktor – faktor tersebut maka perawat dapat melakukan
intervensi yang sesuai dengan masalah klien.
c. Berikan posisi yang nyaman dan ciptakan suasana ruangan yang tenang
Rasional : Posisi yang nyaman dan situasi yang tenang dapat membuat perasaan yang
nyaman pada pasien.
d. Berikan suasana gembira bagi pasien, alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri dengan
mainan, membaca buku cerita
Rasional : Dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat sedikit mengalihkan perhatiannya
terhadap nyeri.
e. Kolaborasi pemberian obat analgesik
Rasional : Obat analgesik dapat menekankan rasa nyeri.

Anda mungkin juga menyukai