Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH FARMAKOLOGI

IDENTIFIKASI REAKSI OBAT METHYLPREDNISOLONE DI


DALAM TUBUH
Dosen Pengampu: Ribkha Itha I, S.Pd, M.Kes.

Disusun Oleh :

Aji Tri Mahanani


P1337424516022
Annona

PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN MAGELANG


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2018

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mengenai Obat
Methylprednisolone yang merupakan tugas untuk melengkapi mata kuliah
Farmakologi di Prodi Sarjana Terapan Kebidanan Magelang Politeknik Kesehatan
Kemenkes Semarang.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para
pembaca. Akhirnya penulis berharap agar laporan ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Magelang, 15 September 2018

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi
klinis yang sangat luas. Kortikosteroid sering disebut sebagai life saving drug.
Manfaat dari preparat ini cukup besar tetapi karena efek samping yang tidak
diharapkan cukup banyak, maka dalam penggunaannya dibatasi termasuk
dalam bidang dermatologi kortikosteroid merupakan pengobatan yang paling
sering diberikan kepada pasien. Kortikosteroid adalah derivat dari hormon
kortikosteroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon ini dapat
mempengaruhi volume dan tekanan darah, kadar gula darah, otot dan
resistensi tubuh.
Kortikosteroid terbagi menjadi dua golongan utama, yaitu glukokortikoid
dan mineralokortikoid. Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang
efek utamanya menyimpan glikogen hepar dan inflamasi, sedangkan
golongan mineralokortikoid memiliki efek utama pada keseimbangan air dan
elektrolit. Yang termasuk golongan glukokortikoid sintetik adalah
deksametason, prednison, metil prednisolon, triamsinolon dan betametason.
Methylprednisolon merupakan golongan glukokortikoid sintetik dengan
struktur mirip dengan hormon alami yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal.
Methylprednisolone biasanya digunakan dalam terapi pengganti insufisiensi
adrenal dan sebagai agen anti-inflamasi dan imunosupresan.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana identifikasi penggunaan obat Methylprednisolon di dalam tubuh ?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui Bagaimana identifikasi penggunaan obat
methylprednisolon di dalam tubuh

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Morfologi Obat


Methylprednisolone adalah kortikosteroid. Mekanisme kerja dari
methylprednisolone adalah sebagai Kortikosteroid hormon Receptor Agonist .
Methylprednisolone adalah suatu glukokortikoid sintetik dan diabsorpsi secara
cepat melalui saluran pencernaan. Metilprednisolon merupakan kortikosteroid
dengan kerja intermediate yang termasuk kategori adrenokortikoid,
antiinflamasi dan imunosupresan.
Metilprednisolon yang nama kimianya 21-(acetyloxy)-11, 17-dihydroxy-
6-methyl-, (6(alpha), 11(beta)) pregna-1,4-diene-3, 20-dione. Metilprednisolon
merupakan serbuk kristalin berwarna putih, tidak berbau, meleleh pada 215°
dengan sedikit penguraian. Larut dalam dioksan, sedikit larut dalam aseton,
etanol, metanol, kloroform, dan sedikit sekali larut dalam eter.
Metilprednisolon praktis tidak larut dalam air.

Gambar 1. Rumus Struktur Kimia


Metilprednisolon

2.2 Farmakokinetik
Metilprednisolon merupakan golongan glukokortikoid sintetik yang
memiliki farmakodinak yang sesuai dengan farmakodinamik glukokortikoid
secara umum. Sumber steroid-steroid farmaseutik biasanya disintesis dari
cholic acid (diperoleh dari hewan ternak) atau steroid sapogenin dalam
diosgenin dan hecopenin tertentu, yang ditemukan pada tumbuhan famili
Liliaceae dan Dioscoreaceae. Modifikasi steroid tersebut lebih lanjut
mengarah pada pemasaran grup steroid sintesis dalam jumlah besar dengan
ciri khusus, yang baik secara farmakologis maupun teraupetik penting.
Kortisol dan analog sintetiknya pada pemberian oral diarbsorbsi dengan
cukup baik. Untuk mencapai kadar tinggi dengan cepat dalam cairan tubuh
ester kortisol dan derivat sintetiknya diberikan secara IV. Untuk mendapatkan
efek yang lama kortisol dan esternya diberikan secara IM.
Pada keadaan normal, 90% kortisol terikat pada 2 jenis protein plasma
yaitu globulin pengikat kortikosteroid dan albumin. Afinitas globulin tinggi
tetapi kapasitas ikatannya rendah sebaliknya afinitas albumin rendah tetapi
kapasitas ikatnya relatif tinggi. Kortikosteroid sintesis seperti
metilprednisolon terikat pada albumin lebih besar dibanding dengan globulin.
Waktu paruh kortisol dalam sirkulasi, normalnya sekitar 60-90 menit;
waktu paruh meningkat apabila hydrocortisone (preparat farmasi kortisol)
diberikan dalam jumlah besar atau pada saat terjadi stres, hipotiroidisme, atau
penyakit hati. Hanya 1% kortisol diekskresi tanpa perubahan di urine sebagai
kortisol bebas; sekitar 20% kortisol diubah menjadi kortison oleh 11-
hydroxysteroid dehydrogenase di ginjal dan jaringan lain dengan reseptor
mineralkortikoid sebelum mencapai hati. Sebagian besar kortisol diinaktivasi
di hati dengan reduksi ikatan ganda 4,5 pada cincin A dan perubahan
berikutnya ke tetrahydrocortisol dan tetrahydrocortisone oleh 3-
hydroxysteroid dehydrogenase. Beberapa diubah menjadi cortol dan cortolone
dengan mereduksi C20 keton. Terdapat pula sejumlah kecil metabolit lain.
Sekitar sepertiga kortisol yang dihasilkan perhari diekskresi urine sebagai
metabolit dihydroxy ketone dan dideteksi sebagai 17-yhdroxysteroid. Banyak
metabolit kortisol dikonjugasi dengan glucuronic acid atau sulfate secara
berurutan pada hidroksil C3 dan C21 di hati, kemudian metabolit tersebut
memasuki sirkulasi lagi dan diekskresi di urine.
Kortikosteroid sintesis diabsorpsi dengan cepat dan menyeluruh pada
pemberian secara oral. Meskipun kortikosteroid tersebut di transport dan di
metabolisme dengan cara yang serupa dengan steroid endogen seperti yang
dijelaskan sebelumya, terdapat perbedaan penting diantara keduanya.
Perubahan pada molekul glukokortikoid ini mempengaruhi afinitasnya
untuk reseptor glukkokortikoid dan mineralokortikoid serta aviitas ikatan-
protein, kemantapan rantai samping, kecepatan reaksi reduksi, dan hasil
metabolisme. Halogenasi pada posisi 9, ketidakjenuhan ikatan dari cincin A,
dan metilasi pada posisi 2 atau 16 memperpanjang paruh waktu lebih dari
50%. Senyawa 1 diekskresikan dalam bentuk bebas. Pada beberapa kasus,
agen yang diberikan merupakan suatu pro-obat (prodrug) misalnya
prednisolon dengan cepat diubah menjadi produk prednisolon aktif di dalam
tubuh.1
2.3 Farmakodiamik
Triamcinolone bekerja terutama sebagai glukokortikoid sintetik. Kortisol
dan analog sintetiknya dapat mencegah atau menekan timbulnya gejala
inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat kimia, mekanik, atau alergen. Secara
mikroskopik obat ini menghambat fenomena inflamasi dini yaitu edema,
deposit fibrin, dilatasi kapiler, migrasi leukosit ke tempat radang dan aktivitas
fagositosis. Selain itu juga dapat menghambat manifestasi inflamasi yang
telah lanjut yaitu proliferasi kapiler dan fibroblast, pengumpulan kolagen dan
pembentukan sikatriks. Hal ini karena efeknya yang besar terhadap
konsentrasi, distribusi dan fungsi leukosit perifer dan juga disebabkan oleh
efek supresinya terhadap cytokyne dan chemokyne imflamasi serta mediator
inflamasi lipid dan glukolipid lainnya. Inflamasi, tanpa memperhatikan
penyebabnya, ditandai dengan ekstravasasi dan infiltrasi leukosit kedalam
jaringan yang mengalami inflamasi. Peristiwa tersebut diperantarai oleh
serangkaian interaksi yang komplek dengan molekul adhesi sel, khususnya
yang berada pada sel endotel dan dihambat oleh glukokortikoid. Sesudah
pemberian dosis tunggal glukokortikoid dengan masa kerja pendek,
konsentrasi neutrofil meningkat , sedangkan limfosit, monosit dan eosinofil
dan basofil dalam sirkulasi tersebut berkurang jumlahnya. Perubahan tersebut
menjadi maksimal dalam 6 jam dan menghilang setelah 24 jam. Peningkatan
neutrofil tersebut disebabkan oleh peningkatan aliran masuk ke dalam darah
dari sum-sum tulang dan penurunan migrasi dari pembuluh darah, sehingga
menyebabkan penurunan jumlah sel pada tempat inflamasi.
Glukokortikoid juga menghambat fungsi makrofag jaringan dan sel
penyebab antigen lainnya. Kemampuan sel tersebut untuk bereaksi terhadap
antigen dan mitogen diturunkan. Efek terhadap makrofag tersebut terutama
menandai dan membatasi kemampuannya untuk memfagosit dan membunuh
mikroorganisme serta menghasilkan tumor nekrosis factor-a, interleukin-1,
metalloproteinase dan activator plasminogen. Selain efeknya terhadap fungsi
leukosit, glukokortikoid mempengaruhi reaksi inflamasi dengan cara
menurunkan sintesis prostaglandin,leukotrien dan platelet-aktivating factor.
Khasiat glukokortikoid adalah sebagai anti radang setempat, anti-
proliferatif, dan imunosupresif. Melalui proses penetrasi, glukokortikoid
masuk ke dalam inti sel-sel lesi, berikatan dengan kromatin gen tertentu,
sehingga aktivitas sel-sel tersebut mengalami perubahan. Sel-sel ini dapat
menghasilkan protein baru yang dapat membentuk atau menggantikan sel-sel
yang tidak berfungsi, menghambat mitosis (anti-proliferatif), bergantung pada
jenis dan stadium proses radang. Glukokotikoid juga dapat mengadakan
stabilisasi membran lisosom, sehingga enzim-enzim yang dapat merusak
jaringan tidak dikeluarkan.
2.4 Indikasi
a. Gangguan endokrin:
 Insufisiensi adrenokortikal primer atau sekunder (hidrokortison atau
kortison merupakan pilihan pertama, namun analog sintetisnya juga
dapat digunakan)
 Hiperplasia adrenal congenital/bawaan

b. Gangguan non endokrin

 Artritis
 penyakit ginjal
 Gangguan reumatik
 Penyakit kolagen
 Penyakit kulit
 Penyakit alergi
 Asma bronkial dan penyakit saluran napas
 Penyakit mata
 Gangguan hematologik
 Penyakit neoplastik
 Edema serebral

2.5 Kontraindikasi
Sebenarnya sampai sekarang tidak ada kontraindikasi yang absolut.
Pemberian dosis tunggal besar bila diperlukan selalu dapat dibenarkan,
keadaan yang mungkin dapat merupakan kontraindikasi relatif dapat
dilupakan, terutama pada keadaan yang mengancam jiwa pasien. Bila obat
akan diberikan untuk beberapa hari atau beberapa minggu, kontraindikasi
relatif yaitu : diabetes melitus, tukak peptik/duodenum, infeksi berat,
hioertensi atau gangguan sistem kardiovaskular lain patut diperhtikan. Dalam
hal yang terakhir ini dibutuhkan pertimbangan matang antara risiko dan
keuntungan sebelum obat diberikan. Kontraindikasi yang disebutkan Infeksi
jamur sistemik.
2.6 Efek samping
Penyebab timbulnya efek samping dapat dikarenakan penghentian
pemberian secara tiba-tiba atau pemberian terus-menerus terutama dengan
dosis besar. Pemberian dalam jangka lama yang dihentikan tiba-tiba dapat
menimbulkan insufisiensi adrenal akut dengan demam, mialgia, atralgia dan
malaise. Insufisiensi terjadi akibat kurang berfungsinya kelenjar adrenal yang
telah lama tidak memproduksi kortikosteroid endogen karena rendahnya
mekanisme umpan balik oleh kortikosteroid eksogen dalam hal ini metil
prednisolon.
Komplikasi yang timbul akibat pengobatan lama ialah gangguan cairan
dan elektrolit, hiperglikemia dan glikosuria, mudah dan mendapat infeksi
terutama tuberkulosis, pasien tukak peptik mungkin dapat mengalami
perdarahan atau perforasi, osteoporosis, fraktur vetebra, miopati yang
karakteristik, psikosis, habitus pasien Cushing (antara lain moon face, buffalo
hump, timbunan lemak supraklavikular, obesitas sentral, ekstremitas kurus,
striae, ekimosis, akne dan hirsutisme).2

2.7 Interaksi obat


Obat-obat yang menginduksi enzim-enzim hepatik, seperti fenobarbital,
fenitoin, dan rifampisin dapat meningkatkan klirens kortikosteroid. Oleh sebab
itu jika terapi kortikosteroid diberikan bersama-sama obat-obat tersebut, maka
dosis kortikosteroid harus ditingkatkan untuk mendapatkan hasil sebagaimana
yang diharapkan. Obat-obat seperti troleandomisin and ketokonazol dapat
menghambat metabolisme kortikosteroid, dan akibatnya akan menurunkan
klirens atau ekskresi kortikosteroid. Oleh sebab itu jika diberikan bersamaan,
maka dosis kortikosteroid harus disesuaikan untuk menghindari toksisitas
steroid. Kortikosteroid dapat meningkatkan klirens aspirin dosis tinggi yang
diberikan secara kronis. Hal ini dapat menurunkan kadar salisilat di dalam
serum, dan apabila terapi kortikosteroid dihentikan akan meningkatkan risiko
toksisitas salisilat. Aspirin harus digunakan secara berhati-hati apabila
diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid pada pasien yang menderita
hipoprotrombinemia. Efek kortikosteroid pada terapi antikoagulan oral
bervariasi. Beberapa laporan menunjukkan adanya peningkatan dan laporan
lainnya menunjukkan adanya penurunan efek antikoagulan apabila diberikan
bersama-sama dengan kortikosteroid. Oleh sebab itu indeks koagulasi harus
selalu dimonitor untuk mempertahankan efek antikoagulan sebagaimana yang
diharapkan.

2.8 Dosis dan sediaan


Dosis awal pada dewasa dari metilprednisolon dapat bermacam-macam
dari 4 mg – 48 mg per hari, dosis tunggal atau terbagi, tergantung keadaan
penyakit diberikan bersamaan dengan makanan. Dosis vial 10-40 mg IV/ IM
(mims). .Sediaan oral Metilprednisolon (generik, medrol, meprolone) ;
2,4,8,16, 32 mg tablet. Sediaan paranteral metilprednisolon asetat (generic,
Depo-medrol) ; 20, 40, 80 mg/ mL IM. Sediaan paranteral metilprednisolon
sodium susinat (generik, solu- medrol) ; 40,125, 500, 1000 mg/vial injeksi.

BAB III
PEMBAHASAN

KASUS
Pada tanggal 9 September 2018 Nn. M berusia 20 tahun mengeluh merasakan
sakit di tenggorokan, Nn. M mengatakan bahwa pada saat menelan tenggorokanya
terasa sakit. Kemudian siangnya Nn. M pergi ke apotek untuk membeli obat sakit
tenggorokan, kemudian apoteker memberikanya obat methylprednisolone 10 tablet
@4gr dikonsumsi 3 kali sehari. Berikut adalah data Ny.M mengkonsumsi obat
bersama makanan:
Waktu/Tanggal Konsumsi Makan Konsumsi Obat
13.00 WIB / 9 Sept Makan nasi, tahu, Sop Methylprednisolone 4 gr
2018
21.00 WIB / 9 Sept Makan nasi, tempe, Sop Methylprednisolone 4 gr
2018
06.30 WIB / 10 Sept Makan nasi, telur, sayur Methylprednisolone 4 gr
2018 daun singkong

Nn. M mengatakan keadaannya membaik setelah meminum obat sebanyak 2 kali,


yaitu setelah minum obat yang pertama kali Nn.M tidak istirahat dan melakukan
kegiatan seperti biasanya. Kemudian setelah minum obat yang kedua Nn. M tidur
malam dan pagi bangun pukul 05.00 WIB, Nn.M tidur kurang lebih 7,5 Jam, pada saat
bagun pagi Nn. M mengatakan bahwa tenggorokanya keadaannya sudah membaik.
Setelah minum obat ketiga Nn. N merasakan jauh lebih baik dari sebelumnya. Dalam
hal ini Ny. S hanya minum obat sebanyak 3 kali. Karena keadaan sudah sangat baik,
Nn. M menghentikan pengonsumsian obat.

A. MEKANISME KERJA

Methylprednisolone merupakan salah satu obat yang masuk dalam


kelompok glukokortikoid (bertindak seperti halnya hormon steroid) dan
termasuk derivat prednison. Obat ini bekerja dengan cara mengurangi
peradangan (antiinflamasi) dan menekan respon kekebalan tubuh
(imunosupresan), dan mengurangi respon alergi (antialergi). Sehingga
metilprednisolon dapat digunakan untuk mengurangi pembengkakan,
kemerahan, gatal dan reaksi-reaksi alergi lainnya.
Methylprednisolone bekerja dengan berikatan pada reseptor khusus dalam
sitoplasma sel. Ikatan tersebut dapat menghambat sintesis beberapa protein
tertentu yang berperan pada reaksi inflamasi dalam tubuh. Methylprednisolone
bekerja dengan menduduki reseptor spesifik dalam sitoplasma sel yang
responsif. Ikatan steroid-reseptor ini lalu berikatan dengan DNA yang
kemudian mempengaruhi sintesis berbagai protein. Beberapa efek penting
yang timbul akibat ini yaitu berkurangnya produksi prostaglandin dan
leukotrien, berkurangnya degranulasi mast cell, berkurangnya sintesis kolagen
dan lain-lain.

Dalam kasus ini, yaitu Methylprednisolone mengurangi nyeri pada


tenggorokan Nn. M hanya meminum obat 3 kali dan keadanya lebih baik.
Methylprdnisolone mengandung antiinflamasi yang merupakan obat untuk
menananggulangi peradangan, yaitu peradangan yang terjadi pada
tenggorokan.. Adapun tanda – tanda inflamasi adalah :
1. tumor atau membengkak
2. calor atau menghangat
3. dolor atau nyeri
4. rubor atau memerah
5. functio laesa atau daya pergerakan menurun dan kemungkinan disfungsi
organ atau jaringan

B. FARMAKOKINETIK
1. Absorbsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke
dalam darah. Misal di gastrointestinal, bukal, rectal, pulmonal. Beberapa
kemungkinan proses penyerapan meloxicam dengan obat lain.
a. Methylprednisolone + Enzim penginduksi mikrosom hepatik.
Obat seperti barbiturat, fenitoin dan rifampin yang menginduksi enzim
hepatik dapat meningkatkan metabolisme glukokortikoid, sehingga
mungkin diperlukan dosis tambahan atau obat tersebut tidak diberikan
bersamaan.
b. Methylprednisolone + Anti inflamasi nonsteroidal.
Pemberian bersamaan dengan obat ulcerogenik seperti indometasin
dapat meningkatkan resiko ulcerasi saluran pencernaan. Aspirin harus
diberikan secara hati-hati pada pasien hipotrombinernia. Meskipun
pemberian bersamaan dengan salisilat tidak tampak meningkatkan
terjadinya ulcerasi saluran pencernaan, kemungkinan efek ini harus
dipertimbangkan.
c. Methylprednisolone + Obat yang mengurangi kalium.
Diuretik yang mengurangi kadar kalium (contoh: thiazida, furosemida,
asam etakrinat) dan obat lainnya yang mengurangi kalium oleh
glukokortikoid. Serum kalium harus dimonitor secara seksama bila
pasien diberikan obat bersamaan dengan obat yang mengurangi
kalium.
d. Methylprednisolone + Bahan antikolinesterase.
Interaksi antara glukokortikoid dan antikolinesterase seperti
ambenonium, neostigmin, atau pyridostigmin dapat menimbulkan
kelemahan pada pasien dengan myasthenia gravis. Jika mungkin,
pengobatan antikolinesterase harus dihentikan 24 jam sebelum
pemberian awal terapi glukokortikoid.

e. Methylprednisolone + Vaksin dan toksoid.

Karena kortikosteroid menghambat respon antibodi, obat dapat


menyebabkan pengurangan respon toksoid dan vaksin inaktivasi atau
hidup.

f. Methylprednisolone + makanan
Methylprednisolone sebaiknya di konsumsi bersamaan dengan
makanan. Methylprednisolone dapat mengiritasi mukosa lambung,
sehingga lebih baik jika dikonsumsi bersama makanan untuk
mengurangi efek samping pada gastrointestinal.
Dalam kasus ini, Methylprednisolone dikonsumsi setelah makan
makanan pokok menggunakan air putih. Maka dapat disimpulkan bahwa
proses penyerapan obat berlangsung secara optimal.
Distribusi merupakan penyebaran obat keseluruh tubuh mengikuti sistem
peredaran darah. kortikosteroid oral diserap dengan cepat di saluran
pencernaan. Dimetabolisme di hati dan diekskresikan dalam urin. Waktu
paruh kortikosteroid cukup lama dalam dosis sekali sehari.

C. FARMAKODINAMIK
Interaksi ini bertujuan untuk mengetahui efek utama obat, efek samping
obat, interaksi obat dengan sel, dasar terapi tentang rasionalitas, dan
digunakan sebagai pedoman untuk memilih obat dan monitoring efek terapi.
Methylprednisolone bekerja dengan menduduki reseptor spesifik dalam
sitoplasma sel yang responsif. Ikatan steroid-reseptor ini lalu berikatan
dengan DNA yang kemudian mempengaruhi sintesis berbagai protein.
Beberapa efek penting yang timbul akibat ini yaitu berkurangnya produksi
prostaglandin dan leukotrien, berkurangnya degranulasi mast cell,
berkurangnya sintesis kolagen dan lain-lain. Dalam kasus ini Nn. M tidak
merasakan efek apapun, sehingga melakukan akifitas seperti biasanya.

D. INDIKASI
Dengan mekanisme kerja yang seperti itu, maka metilprednisolon
digunakan untuk mengobati: Peradangan (pembengkakan) Alergi parah,
misalnya karena makanan atau obat. Gangguan hormon adrenal Arthritis atau
radang sendi Asma Gangguan darah atau sumsum tulang akibat peradangan
atau autoimun Masalah mata atau penglihatan akibat peradangan, alergi, atau
autoimun Penyakit Lupus Penyakit kulit akibat peradangan, alergi, atau
autoimun Masalah ginjal akibat peradangan, alergi, atau autoimun contohnya
sindroma nefrotik Radang usus (ulcerative colitis) Multiple sclerosis. Dalam
Kasus ini Nn. M mengalami nyeri pada tenggorokanya, sehingga Nn. M
mengkonsumsi Methylprednisolone.

E. KONTRAINDIKASI
Memiliki alergi atau hipersensitifitas terhadap komponen obat Memiliki
penyakit infeksi jamur sistemik Penderita TBC, diabetes melitus, herpes
simpleks, varisela, dan osteoporosis. Baru saja menerima vaksinasi dengan
vaksin hidup. Dalam kasus ini Nn. M tidak mengidap menderita alergi,
penyakkit jamur sistemik, TBC, Diabetus Melitus, Herpes simplex,
varisela osteoporosis dan tida melakukan vaksin.

F. EFEK SAMPING
a. Insufisiensi adrenokortikal:
Dosis tinggi untuk periode lama dapat terjadi penurunan sekresi
endogeneous kortikosteroid dengan menekan pelepasan kortikotropin
pituitary insufisiensi adrenokortikal sekunder.
b. Efek muskuloskeletal:
Nyeri atau lemah otot, penyembuhan luka yang tertunda, dan atropi
matriks protein tulang yang menyebabkan osteoporosis, retak tulang
belakang karena tekanan, nekrosis aseptik pangkal humerat atau
femorat, atau retak patologi tulang panjang.
c. Gangguan cairan dan elektrolit:
Retensi sodium yang menimbulkan edema, kekurangan kalium,
hipokalemik alkalosis, hipertensi, serangan jantung kongestif.
d. Efek pada mata:
Katarak subkapsular posterior, peningkatan tekanan intra okular,
glaukoma, eksoftalmus.
e. Efek endokrin:
Menstruasi yang tidak teratur, timbulnya keadaan cushingoid,
hambatan pertumbuhan pada anak, toleransi glukosa menurun,
hiperglikemia, bahaya diabetes mellitus.
f. Efek pada saluran cerna:
Mual, muntah, anoreksia yang berakibat turunnya berat badan,
peningkatan selera makan yang berakibat naiknya berat badan, diare
atau konstipasi, distensi abdominal, pankreatitis, iritasi lambung,
ulceratif esofagitis. Juga menimbulkan reaktivasi, perforasi,
perdarahan dan penyembuhan peptik ulcer yang tertunda.
g. Efek sistem syaraf:
Sakit kepala, vertigo, insomnia, peningkatan aktivitas motor, iskemik
neuropati, abnormalitas EEG, konvulsi.
h. Efek dermatologi:
Atropi kulit, jerawat, peningkatan keringat, hirsutisme, eritema fasial,
striae, alergi dermatitis, urtikaria, angiodema.
i. Efek samping lain:
Penghentian pemakaian glukokortikoid secara tiba-tiba akan
menimbulkan efek mual, muntah, kehilangan nafsu makan, letargi,
sakit kepala, demam, nyeri sendi, deskuamasi, mialgia, kehilangan
berat badan, dan atau hipotensi.

G. DOSIS OBAT
Dosis dari metilprednisolon dapat bermacam – macam dari 4 mg –
48 mg per hari, dosis tunggal atau terbagi, tergantung keadaan penyakit.
Sediaan oral Metilprednisolon (generik, medrol, meprolone) ; 2,4,8,16,
32 mg tablet. Nn. M mengkonsumsi obat methylprednisolone ini secara
oral dengan 4gr per tablet. Dan dikonsumsi 3x sehari maka total dosis
per hari 12gr.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Methylprednisolone merupakan salah satu obat yang masuk dalam
kelompok glukokortikoid (bertindak seperti halnya hormon steroid) dan termasuk
derivat prednison. Obat ini bekerja dengan cara mengurangi peradangan
(antiinflamasi) dan menekan respon kekebalan tubuh (imunosupresan), dan
mengurangi respon alergi (antialergi). Mehylprednisolone dalam kasus ini
digunakan untuk mengobati nyeri (radang) tenggorokan.
Dan dalam kasus ini Nn.M merasa keadaanya lebih baik setelah 3 kali
minum, disertai konsumsi makanan, minum air putih dan istirahat yang cukup.
Nn.M tidak merasakan efek setelah mengkonsumsi methyilprednisolone ini,
Penggunaan jangka panjang Methylprednisolone dapat menyebabkan katarak
subkapsular posterior, glaukoma dengan kemungkinan kerusakan pada saraf
optik, dan dapat meningkatkan pembentukan infeksi okuler sekunder akibat
jamur atau virus. Penggunaan pada ibu hamil, berencana untuk hamil, dan ibu
menyusui harus benar-benar dipertimbangkan bahwa manfaat lebih besar
daripada resikonya.

3.2 Saran
Sebagai klien yang bijak harus lebih mengetahui obat yang dikonsumsi, dan lebih
berhati hati dalam bertindak.
DAFTAR PUSTAKA
 Woro sujati Indijad,dkk, Farmakologi (Modul bahan Cetak Farmasi), Desember
2016 Pusdik SDM Kesehatan : Jakarta Selatan.
 http://dokumen.tips/download/link/bab-i-refereat-farmako
 https://mediskus.com/methylprednisolone
 https://www.okaydoc.com/obat/methylprednisolone/
 http://apotekerudayana.blogspot.com/2014/01/perubahan-farmakokinetika-pada-
obat_14.html
 Tornatore KM, Logue G, Venuto RC, Davis PJ. 1994. Pharmacokineticsof
methylprednisolone in elderly and young healthy males. J Am GeriatrSoc. 1994
Oct;42(10):1118-22.
 MedSafe. 2013. Prednison. Available at:www.medsafe.govt.nz/
profs/datasheet/p/prednisonetab.pdf
http://www.dexa-medica.com/our-product/prescriptions/ogb/Methylprednisolone

Anda mungkin juga menyukai