Anda di halaman 1dari 94

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Kesehatan Masyarakat Skripsi Sarjana

2017

Beberapa Faktor yang Berhubungan


dengan Stres Kerja pada Polisi Bagian
Reserse Kriminal Umum Polda Aceh di
Banda Aceh Tahun 2016

Suryaningrat, Dimas Daviari


Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/16617
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STRES
KERJA PADA POLISI BAGIAN RESERSE KRIMINAL UMUM
POLDA ACEH DI BANDA ACEH TAHUN 2016

SKRIPSI

OLEH
DIMAS DAVIARI SURYANINGRAT
NIM : 131000660

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STRES
KERJA PADA POLISI BAGIAN RESERSE KRIMINAL UMUM
POLDA ACEH DI BANDA ACEH TAHUN 2016

Skripsi ini diajukan sebagai


salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :
DIMAS DAVIARI SURYANINGRAT
NIM : 131000660

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Denganinisayamenyatakanbahwaskripsi yang berjudul“BEBERAPA FAKTOR


YANG BERHUBUNGAN DENGAN STRES KERJA PADA POLISI BAGIAN
RESERSE KRIMINAL UMUM POLDA ACEH DI BANDA ACEH TAHUN 2016”
inibesertaseluruhisinyaadalahbenarhasilkaryasayasendiri,
dansayatidakmelakukanpenjiplakanataupengutipandengancara-cara yang
tidakdenganetikakeilmuan yang berlakudalammasyarakatkeilmuan. Ataspernyataanini,
sayasiapmenanggungrIsikoatausanksi yang
dijatuhkankepadasayaapabilakemudianditemukanadanyapelanggaranterhadapetikakeilmuand
alamkaryasayaini, atauklaimdaripihak lain terhadapkeasliankaryasayaini.

Medan,Februari 2017

DIMAS DAVIARI SURYANINGRAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK

Para penyidik di Polda Aceh bisa bekerja selama 12 jam dalam sehari, dan
tidak jarang ada juga tekanan dari pihak saksi atau tersangka yang tidak puas terhadap
penyidikan polisi dan tekanan dari atasan.Penelitian ini dilakukan di Banda Aceh
pada polisi bagian Reskrim Umum. Bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang
berhubungan dengan stres kerja pada polisi bagian Reskrim Umum Polda Aceh di
Banda Aceh tahun 2016.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan cross sectional.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung dengan membagikan
kuesioner terhadap 37 polisi bagian Reskrim Umum. Analisis data dilakukan secara
univariat dan bivariat, menggunakan uji kolmogorov-smirnov.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat enam faktor yang
berhubungan dengan stres kerja dengan nilai p < 0,05 ; yaitu faktor intrinsik
pekerjaan, faktor peran individu dalam organisasi kerja, faktor hubungan kerja, faktor
struktur organisasi, faktor suasana kerja, dan faktor luar pekerjaan. Sementara
terdapat satu faktor yang tidak memiliki hubungan dengan stres kerja dengan nilai p >
0,05; yaitu faktor pengembangan karir.
Berdasarkan hasil penelitian diharapkan bagi pihak Direktur Reskrim Umum
untuk mengontrol jam kerja polisi Reskrim Umum yang panjang ketika
menyelesaikan kasus dengan tidak lembur setiap hari, untuk mengatasi stres kerja
pada polisi bagian Reskrim Umum diharapkan bagi pihak Direktur Reskrim Umum
untuk dapat menjalankan kembali konsultasi agar polisi dapat menceritakan masalah
yang mengganggu pikirannya sehingga bisa dicarikan jalan keluarnya, agar anggota
polisi bagian Reskrim Umum lebih merasa diperhatikan dan dihargai oleh atasan
maupun instansi disarankan bagi pihak Direktur Reskrim Umum untuk dapat
melakukan pendekatan kepada anggota polisi, dan diharapkan kepada anggota polisi
untuk selalu menjaga hubungan yang baik dengan antar polisi sehingga rasa nyaman
dapat tercipta di tempat kerja.

Kata Kunci: Stres Kerja, Faktor-faktor Stres Kerja, Polisi bagian Reskrim
Umum Polda Aceh.

iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACT

The investigator at Polda Aceh can work about 12 hours a day, and seldom
there were pressures from the victims that didn’t satisfied with the investigation and
also pressure from the head office. This research was at Banda Aceh to police in
police’s common criminal division. That aims to know what factors that related with
job stress on police of common criminal division at Banda Aceh year 2016.
The research was an analiticsurvey with cross sectional design. Data
collection was done with direct interview with sharing the quetionnaire to 37 police
in common criminal division. Data was analysedwith univariate and bivariate, with
kolmogorov-smirnov test.
The result of research found that there were six factors had related with job
stress, p value < 0,05 ; intrinsic job factor, the role of individual in the job
organization factor, job atmosphere factor, and outside job factor. And there was one
factor had didn’t related with job stress, p value > 0,05 is career development factor.
Based on the result of the research are expected the Directorof common
criminal to control the common criminal’s job hours every day, to resolve job stress
on the common criminal’s police expect the Director of common criminal to do
consultation again so that police can share their problem that disturb their mind and
can find the solution of their problem, in order to the common criminal’s police
members are feeling payed by the head office or the institution I recommend to the
Director of common criminal to approach to the police member, and expect the
police member must always keep the good relation between division so that can
create feeling comfortable in the office.

Key Words: Job Stress, The Factors of Job Stress, Police in Common Criminal
Division Polda Aceh.

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan

hidayah-Nya yang telah memberikan kesempatan penulis untuk dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini, yang merupakan salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul: “Beberapa Faktor

yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Polisi bagian Reserse Kriminal

Umum Polda Aceh di Banda Aceh Tahun 2016”.

Penulis menyadari bahwa di dalam pelaksanaan penulisan ini banyak

mengalami kesulitan-kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan dan

arahan dari dosen pembimbing maka penulis dapat menyelesaikan penulisan

skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak

kelemahan serta kekurangan-kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan

masukan serta saran yang bersifat membangun di masa yang akan datang.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan

dan motivasi dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih

yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M. Hum selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M. Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat

3. Dr. Ir. Gerry Silaban, M. Kes selaku Ketua Departemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4. dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS, sebagai Dosen Pembimbing I, terima kasih

atas bimbingan dan dukungan Bapak kepada penulis selama penulisan

skripsi.

5. Arfah Mardiana Lubis, S.Psi., M. Psi, sebagai Dosen Pembimbing II,

terima kasih atas bimbingan dan dukungan Ibu kepada penulis selama

penulisan skripsi.

6. Ir. Kalsum, M. Kes, sebagai Dosen Penguji I, terima kasih atas bimbingan

dan dukungan Ibu kepada penulis selama penulisan skripsi.

7. Isyatun Mardhiyah Syahri, SKM., M.Kes, sebagai Dosen Penguji II,

terima kasih atas bimbingan dan dukungan Ibu kepada penulis selama

penulisan skripsi.

8. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes, selaku Dosen Penasehat Akademik

selama penulis menjalani perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat

USU.

9. Seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat

USU

10. Kepada kedua orang tua tercinta, yang telah memberikan perhatian dan

semangat pada penulis.

11. Kepada adik tersayang, yang telah memberikan semangat kepada penulis.

12. Kepada kakakIna Muliyani Harahap yang telah membantu dan

membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi dan memberi semangat

serta dukungan.

13. Kepada sahabat Adryana Cinta, Ari Tia Vialdo, Calvin Lukas Sentosa,

Citra Devi Napitupulu, Dheani Rahma Suri, Dinda Sekar,Mutia Respati,

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Ridha Amini, dan Rizky Ardiles yang selalu memberi semangat dan

dukungan kepada penulis

14. Kepada seluruh sahabat yang telah memberi dukungan dan motivasi, yang

namanya tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

15. Dan semua pihak yang membantu selesainya skripsi ini.

Demikianlah yang penulis dapat sampaikan, atas segala kesalahan dan

kekurangannya penulis mohon maaf sebesar-besarnya.

Medan, Februari 2017

Dimas Daviari Suryaningrat

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dimas Daviari Suryaningrat

Tempat lahir : Medan

Tanggal lahir : 21 Mei 1995

Agama : Islam

Anak ke : 1 dari 2 bersaudara

Nama Ayah : R. Dadik Junaedi Supri Hartono

Suku Bangsa Ayah : Jawa

Nama Ibu : Evi Diana

Suku Bangsa Ibu : Batak

Riwayat Pendidikan Formal

Tahun 1999-2001 : TK Iqra’ Asy-Syakirin

Tahun 2001-2007 : SD Swasta Ikal Medan

Tahun 2007-20010 : SMP Negeri 1 Medan

Tahun 2010-2013 : SMA Negeri 1 Medan

Tahun 2013-2017 : S-1 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Pengesahan ................................................................................... ii
Abstrak ......................................................................................................... iii
Abstract ......................................................................................................... iv
Kata Pengantar ............................................................................................ v
Daftar Isi ....................................................................................................... vi
Daftar Tabel ................................................................................................. ix
Daftar Lampiran .......................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Permasalahan Penelitian ................................................................. 7
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 7
1.3.1 Tujuan Umum ....................................................................... 7
1.3.2 Tujuan Khusus ...................................................................... 8
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Stres Kerja ..................................................................................... 9
2.1.1 Pengertian Stres ..................................................................... 9
2.1.2 Pengertian Stres Kerja ........................................................... 10
2.1.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja ............. 11
2.1.4 Pengaruh Stres ...................................................................... 16
2.1.5 Pengukuran Stres Kerja ......................................................... 18
2.1.6 Pengembangan dan Implementasi Program Manajemen
Stres Akibat Kerja ................................................................ 20
2.1.7 Pencegahan dan Pengendalian Stres Kerja ............................. 25
2.2 Organisasi Polri .............................................................................. 26
2.2.1 Pengertian Polri ..................................................................... 26
2.2.2 Tujuan Organisasi Polri ......................................................... 27
2.2.3 Bagian Reskrim Umum ......................................................... 27
2.3 Kerangka Teori .............................................................................. 32
2.4 Kerangka Konsep ........................................................................... 32

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian .............................................................................. 33
3.1.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 33
3.2 Populasi dan Sampel ...................................................................... 33
3.2.1 Populasi ................................................................................ 33
3.2.2 Sampel .................................................................................. 34
3.3 Metode Pengumpulan Data ............................................................ 35

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.4 Definisi Operasional ...................................................................... 35
3.5 Metode Pengukuran ....................................................................... 37
3.6 Pengolahan Data ............................................................................ 39
3.7 Analisis Data .................................................................................. 39
3.7.1 Analisis Univariat .................................................................. 39
3.7.2 Analisis Bivariat .................................................................... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN


4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................ 40
4.1.1 Visi dan Misi Polda Aceh ....................................................... 41
4.2.1.1 Visi ............................................................................. 41
4.2.2.2 Misi ............................................................................. 41
4.1.2 Karakteristik Responden ......................................................... 43
4.2 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja ....................... 44
4.3 Gambaran Stres Kerja ...................................................................... 48
4.4 Hasil Uji Bivariat ............................................................................ 51
4.4.1 Hasil Uji kolmogorov-smirnov Faktor Intrinsik Pekerjaan
dengan Tingkat Stres Kerja pada Polisi bagian Reskrim
Umum Polda Aceh di Banda Aceh Tahun 2016 ...................... 52
4.4.2 Hasil Uji kolmogorov-smirnov Faktor Peran Individu
dalam Organisasi Kerja dengan Tingkat Stres Kerja pada
Polisi bagian Reskrim Umum Polda Aceh di Banda Aceh
Tahun 2016 .............................................................................. 53
4.4.3 Hasil Uji kolmogorov-smirnov Faktor Hubungan Kerja
dengan Tingkat Stres Kerja pada Polisi bagian Reskrim
Umum Polda Aceh di Banda Aceh Tahun 2016 ...................... 54
4.4.4 Hasil Uji kolmogorov-smirnov Faktor Pengembangan
Karir dengan Tingkat Stres Kerja pada Polisi bagian
Reskrim Umum Polda Aceh di Banda Aceh Tahun 2016 ........ 55
4.4.5 Hasil Uji kolmogorov-smirnov Faktor Struktur Organisasi
dengan Tingkat Stres Kerja pada Polisi bagian Reskrim
Umum Polda Aceh di Banda Aceh Tahun 2016 ...................... 56
4.4.6 Hasil Uji kolmogorov-smirnov Faktor Suasana Kerja
dengan Tingkat Stres Kerja pada Polisi bagian Reskrim
Umum Polda Aceh di Banda Aceh Tahun 2016 ...................... 57
4.4.7 Hasil Uji kolmogorov-smirnov Faktor Luar Pekerjaan
dengan Tingkat Stres Kerja pada Polisi bagian Reskrim
Umum Polda Aceh di Banda Aceh Tahun 2016 ...................... 58

BAB V PEMBAHASAN
5.1 Analisis Univariat ........................................................................... 60
5.1.1 Karakteristik Responden ........................................................ 60
5.1.2 Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Polisi ...... 63
5.1.3 Gambaran Tingkat Stres Kerja pada Polisi bagian Reskrim
Umum Polda Aceh ................................................................. 63
5.2 Analisis Bivariat ............................................................................. 64

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5.2.1 Hubungan Faktor Intrinsik dengan Tingkat Stres Kerja .......... 64
5.2.2 Hubungan Faktor Peran Individu dalam Organisasi Kerja
dengan Tingkat Stres Kerja .................................................... 66
5.2.3 Hubungan Faktor Hubungan Kerja dengan Tingkat Stres
Kerja ...................................................................................... 67
5.2.4 Hubungan Faktor Pengembangan Karir dengan Tingkat
Stres Kerja ............................................................................. 69
5.2.5 Hubungan Faktor Struktur Organisasi dengan Tingkat Stres
Kerja ...................................................................................... 70
5.2.6 Hubungan Faktor Suasana Kerja dengan Tingkat Stres
Kerja ...................................................................................... 71
5.2.7 Hubungan Faktor Luar Pekerjaan dengan Tingkat Stres
Kerja ...................................................................................... 72

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan .................................................................................... 74
6.2 Saran .............................................................................................. 75

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jumlah Sampel Polisi pada Masing-masing Bidang ....................... 34


Tabel 3.2 Klasifikasi Tingkat Risiko Stres Akibat Kerja
Berdasarkan Total Skor Individu.................................................... 38

Tabel 4.1 Data Karakteristik Umum Polisi Reskrim Umum Polda Aceh
Tahun 2016 .................................................................................... 43

Tabel 4.2 Distribusi Polisi berdasarkan Faktor-faktor yang Berhubungan


dengan Stres Kerja di bagian Reskrim Umum Polda Aceh
Tahun 2016 .................................................................................... 46

Tabel 4.3 Distribusi Polisi yang Mengalami Stres Kerja berdasarkan


Tingkat Stres Kerja di Reskrim Umum Polda Aceh Tahun 2016 .... 49

Tabel 4.4 Tabulasi Silang Karakteristik Responden dengan Tingkat Stres


Kerja pada Polisi Bagian Reskrim Umum Polda Aceh
Tahun 2016 ................................................................................... 50

Tabel 4.5 Hasil Uji kolmogorov-smirnov Faktor Intrinsik Pekerjaan pada


Polisi bagian Reskrim Umum Polda Aceh di Banda Aceh
Tahun 2016 .................................................................................. 52

Tabel 4.6 Hasil Uji kolmogorov-smirnov Faktor Peran Individu dalam


Organisasi Kerja pada Polisi bagian Reskrim Umum
Polda Aceh di Banda Aceh Tahun 2016 ......................................... 53

Tabel 4.7 Hasil Uji kolmogorov-smirnov Faktor Hubungan Kerja pada


Polisi bagian Reskrim Umum Polda Aceh di Banda Aceh
Tahun 2016 .................................................................................... 54

Tabel 4.8 Hasil Uji kolmogorov-smirnov Faktor Pengembangan Karir pada


Polisi bagian Reskrim Umum Polda Aceh di Banda Aceh
Tahun 2016 ................................................................................... 55

Tabel 4.9 Hasil Uji kolmogorov-smirnov Faktor Struktur Organisasi pada


Polisi bagian Reskrim Umum Polda Aceh di Banda Aceh
Tahun 2016 ................................................................................... 56

Tabel 4.10 Hasil Uji kolmogorov-smirnov Faktor Suasana Kerja pada Polisi
bagian Reskrim Umum Polda Aceh di Banda Aceh Tahun 2016 .. 57

ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.11 Hasil Uji kolmogorov-smirnov Faktor Luar Pekerjaan pada
Polisi bagian Reskrim Umum Polda Aceh di Banda Aceh
Tahun 2016 ................................................................................. 58

x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penilaian Stres Akibat Kerja


Lampiran 2. Data Base
Lampiran 3. Output
Lampiran 4. Dokumentasi

xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap pekerjaan memiliki beberapa tingkat tantangan dan kesulitan yang

berbeda-beda. Stress tidak dapat dilepaskan dari kehidupan sehari-hari, utamanya

yang terlibat dalam berbagai kesibukan. Stres dapat didefinisikan sebagai

tanggapan atau proses internal atau eksternal yang mencapai tingkat ketegangan

fisik dan psikologis sampai pada batas atau melebihi batas kemampuan subyek

(Waluyo, 2009). Stres kerja merupakan umpan balik atas diri karyawan secara

fisiologis maupun psikologis terhadap keinginan atau permintaan organisasi. Stres

kerja juga dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi dari hasil penghayatan

subjektif individu dan lingkungan kerja yang dapat mengancam dan memberi

tekanan secara psikologis, fisiologis, dan sikap individu (Wijono, 2011).

Berdasarkan Waluyo (2009) stres kerja adalah respon adaptif yang

dihubungkan oleh perbedaan individu dan proses psikologis yang merupakan

tuntutan psikologis atau fisik yang berlebihan pada seseorang. Stres kerja adalah

perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stres

kerja merupakan perwujudan dari kekaburan peran, konflik peran, dan beban kerja

berlebihan yang dapat mengganggu prestasi dan kemampuan individu untuk

bekerja (Wijono, 2011).

Seperti yang masyarakat ketahui Kepolisian Negara Republik Indonesia

adalah alat negara untuk menegakkan hukum yang bertugas untuk memelihara

keamanan negara. Organisasi Polisi adalah bagian dari Organisasi Pemerintahan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

Dengan demikian, maka keberadaannya tumbuh dan berkembangnya, bentuk dan

strukturnya ditentukan oleh visi pemerintah yang bersangkutan terhadap

pelaksanaan tugas polisinya. Di seluruh dunia, Organisasi Polisi itu berbeda-beda,

ada yang membawah pada Departemen Dalam Negeri, ada yang membawah pada

Departemen Kehakiman, ada yang di bawah kendali Perdana Menteri, Wakil

Presiden bahkan dikendalikan oleh Presiden sendiri, ada yang merupakan

Departemen yang berdiri sendiri (Kunarto, 2001).

Dalam proses negara yang semakin demokratis, menunjukkan arah

Perilaku Organisasi Kepolisian yang semakin modern, semakin menghormati dan

menegakkan HAM. Modernisasi Kepolisian dan pemuliaan HAM serta

demokratisasi dapat digambarkan sebagai tolok ukur kemajuan dan/atau

keberhasilan pembangunan suatu negara/bangsa. Artinya; perubahan perilaku

organisasi Polisi yang semakin demokratis dan semakin berbudaya HAM

merupakan gambaran semakin majunya peradaban dan keberhasilan

pembangunannya (Kunarto, 2001).

Kedudukan Organisasi Polisi yang ditentukan oleh visi pemerintahan itu

lalu menentukan bentuk struktur, tata cara kerja, kinerja, maupun fungsi dan

perannya, yang lalu menentukan pula perilaku organisasinya. Bentuk organisasi

yang diwujudkan dengan ketentuan-ketentuan tentang struktur organisasi dan

prosedurnya, selalu dimaksudkan sebagai arah dan aturan permainan (rules of the

game) dari upaya-upaya untuk mencapai tujuan organisasi. Demikian juga

organisasi POLRI yang terus dan selalu mengalami perubahan. Perubahan-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

perubahan itu memang bertujuan untuk mencapai efektivitas dan efisiensi optimal

dalam melandasi pelaksanaan POLRI (Parulian, 2011).

Berdasarkan Utami (2014) reskrim adalah satuan fungsi teknis Polri yang

bertugas melaksanakan penegakan hukum dan berbeda dengan bagian Polri lain

yang hanya melakukan pencegahan saja. Tugas Reskrim lebih tepatnya

melakukan upaya penegakan hukum dengan melaksanakan Penyelidikan dan

Penyidikan. Reskrim pun memiliki dua bagian yaitu kriminal umum (krimum)

dan kriminal khusus (krimsus). Biasanya kasus-kasus yang ditangani polisi

Reskrim umum adalah kasus penipuan, pencurian, perjudian, women trafficking,

kekerasan dalam rumah tangga dan lainnya serta untuk kasus kriminal khusus

salah satunya adalah pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

Berdasarkan Utami (2014) perbedaan polisi Reskrim dan polisi bagian

lainnya dimana polisi Reskrim sendiri harus mengalami kejahatan yang tidak

terlihat contohnya seperti penipuan, perjudian bersifat terselubung, sedangkan

untuk bagian polisi lainnya seperti Sabhara, mereka dihadapkan dengan pelaku

anarki yang aksinya jelas terlihat. Aktivitas kerja polisi Reskrim yang sehari-hari

berkaitan dengan penangkapan pelaku kejahatan, penyidikan, pengintaian hingga

penyelesaian kasus kriminal sangat berpeluang terhadap stress. Sifat kerja polisi

Reskrim yang membutuhkan daya reaksi cepat, hati-hati, cermat dan teliti dalam

penanganan kasus kriminal, membutuhkan ketelitian sehingga kasus penyidikan

kriminalitas dapat berjalan dengan lancar. Ketelitian dalam menangani kasus

penyidikan kriminalitas juga sangat rentan terhadap timbulnya stres.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

Berdasarkan Utami (2014) menurut sebuah survei yang dilakukan oleh

The Bureau of Labor di Amerika Serikat menyatakan bahwa polisi termasuk

kedalam sepuluh pekerjaan yang memiliki risiko kematian tertinggi. Meskipun

kasus kriminalnya berbeda, namun prosedur pelaksanaan Reskrim tetaplah sama

yaitu melalui penyelidikan dan penyidikan. Penyelidikan adalah tindakan

penyelidik untuk mencari suatu peristiwa yang diduga tindak pidana untuk

menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan, serta penyidikan adalah

cara yang diatur dalam undang-undang serta mengumpulkan bukti yang dengan

bukti itu berguna untuk membuat jelas tindak pidana yg terjadi dan menemukan

tersangkanya (Undang-Undang No 8 Tahun 1981 KUHP Pasal 1 ayat 5 dan ayat

2).

Untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan tersebut anggota

kepolisian memiliki wewenang tersendiri dalam melakukan kedua prosedur

tersebut. Hal ini seperti yang tertuang dalam Undang-Undang nomor 8 tahun 1981

KUHP Pasal 5 ayat 1(a) dan pasal 7 ayat 1(a) yaitu penyelidikan adalah menerima

laporan atau pengaduan seseorang tentang tindak pidana, mencari keterangan atau

bukti menyuruh berhenti seseorang serta menanyakan tanda pengenal dan lain

sebagainya. Sedangkan wewenang penyidik antara lain adalah melakukan

penangkapan, penahanan, penggeledahan dan lain-lain.

Berdasarkan Ristiani (2014) anggota Reskrim Polri berdinas selama 24

jam, mereka harus selalu siap siaga apabila sewaktu-waktu dibutuhkan. Anggota

Reskrim Polri dalam melaksanakan tugasnya harus siap dengan aktivitas fisik

yang tinggi. Semakin banyaknya kejadian di masyarakat yang membutuhkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

peran dari kepolisian sebagai pelindung masyarakat, menuntut para anggota

Reskrim Polri untuk menyelesaikan segala tugasnya seoptimal mungkin. Tugas-

tugas anggota Reskrim ini bukan hanya tugas dari luar kantor seperti penyidikan

terhadap kasus yang terjadi di masyarakat, namun juga tugas di dalam kantor

berupa penyelesaian laporan-laporan penyidikan dari kasus yang sedang ditangani

saat ini. Penyelesaian tugas-tugas ini sudah menjadi kewajiban anggota Reskrim

Polri, namun tidak jarang kewajiban yang harus dilaksanakan ini menimbulkan

konflik di kalangan anggota Reskrim. Konflik ini dapat terjadi dengan sesama

anggota Reskrim maupun dengan atasan. Konflik kerja ini dapat menimbulkan

stres kerja bila tidak diatasi dengan baik.

Berdasarkan Gupita (2016) tekanan kerja dan faktor-faktor personal

merupakan penyebab stres kerja pada Polisi. Hasil riset Mabes Polri yang

menyebutkan 80% anggota polisi Reserse Kriminal mengalami stres akibat beban

atau tekanan kerja. Berdasarkan penelitian dengan jumlah sampel yaitu seluruh

anggota polisi satuan reserse kriminal Polres Blora yang berjumlah 34 orang

dengan hasil sebagian anggota polisi satuan reserse kriminal Polres Blora

mengalami stres sangat rendah sebanyak 9 orang atau sebesar 26,5%, stres tingkat

rendah sebanyak 10 orang atau sebesar 29,4%, stres tingkat sedang sebanyak 5

orang atau sebesar 14,7%, stres tingkat tinggi sebanyak 8 orang atau sebesar

23,5%, dan stres sangat tinggi sebanyak 2 orang atau sebesar 5,9%.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan penulis, dengan

mewawancarai 10 orang Polisi di bagian Reskrim Umum didapatkan bahwa

proses kerja pada bagian Reskrim Umum adalah dengan melakukan penyidikan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

terhadap kasus yang dilaporkan ke Polda Aceh, lalu penyidik Reskrim Umum

langsung mencatat semua kesaksian dari saksi, tersangka yang dilaporkan, dan

membuat surat yang akan diberikan ke pengadilan untuk disidang. Namun, setiap

penyidik tidak ditetapkan beban kasus per orangnya. Penyelesaian satu buah

perkara bergantung pada beratnya kasus yang sedang ditangani. Dalam

penyelesaian kasus tersebut, adapun kendala yang dialami oleh penyidik dalam

menyelesaikannya, diantaranya alamat saksi yang tidak jelas, tersangka yang tidak

diketahui tempat tinggalnya, korban yang tidak mau datang ke Polda, hingga bukti

yang belum jelas. Dalam pemecahan suatu perkara, para penyidik di Polda Aceh

bisa bekerja selama 12 jam dalam sehari. Tidak jarang ada juga tekanan dari pihak

saksi atau tersangka yang tidak puas terhadap penyidikan polisi dan tekanan dari

atasan. Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya kejenuhan dan

timbulnya stres kerja pada para penyidik.

Berdasarkan hasil yang disebutkan di atas dan penelitian mengenai

beberapa faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada polisi di bagian

Reskrim Umum di Polda Aceh belum pernah dilakukan, maka penulis ingin

meneliti mengenai beberapa faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada

polisi di bagian Reskrim Umum Polda Aceh.

1.2 Permasalahan Penelitian

Belum diketahuinya faktor apa saja yang berhubungan dengan stres kerja

pada polisi bagian Reskrim Umum yang menjadi dasar bagi peneliti untuk

mengetahui beberapa faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada polisi

bagian Reskrim Umum Polda Aceh Tahun 2017.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui beberapa

faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada Polisi bagian Reskrimum Polda

Aceh di Banda Aceh tahun 2016.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik dari polisi yaitu jenis kelamin, usia,

lama kerja dan waktu kerja.

2. Untuk mengetahui faktor stres yang paling banyak dialami Polisi

bagian Reskrim Umum Polda Aceh di Banda Aceh.

3. Untuk mengetahui tingkat stres yang paling tinggi pada Polisi bagian

Reskrim Umum Polda Aceh di Banda Aceh.

4. Untuk mengetahui beberapa faktor yang berhubungan dengan stres

kerja pada Polisi bagian Reskrim Umum Polda Aceh di Banda Aceh.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Dapat menjadi sumber informasi dan bahan pertimbangan dalam

mengatasi permasalahan yang timbul terutama dalam hal mengatasi

stres kerja yang timbul pada polisi bagian Reskrim Umum.

2. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam rangka penerapan

ilmu pengetahuan yang telah diterima selama kuliah.

3. Dapat menjadi bahan referensi untuk melakukan penelitian lain yang

sejenis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stres Kerja

2.1.1 Pengertian Stres

Berdasarkan Tarwaka (2015), stres adalah segala rangsangan atau aksi dari

tubuh manusia baik yang berasal dari luar maupun dari dalam tubuh itu sendiri

yang dapat menimbulkan bermacam-macam dampak yang merugikan mulai dari

menurunnya kesehatan sampai kepada dideritanya suatu penyakit. Stres adalah

reaksi negatif manusia akibat adanya tekanan yang berlebihan atau jenis tuntutan

lainnya. Secara umum, stres merupakan tekanan psikologis yang dapat

menyebabkan berbagai bentuk penyakit baik penyakit secara fisik maupun mental

(kejiwaan). Secara konsep stres dapat didefenisikan menurut variabel kajian

berikut ini (Tarwaka, 2015) :

1. Stres sebagai stimulus

Stres sebagai variabel bebas menitikberatkan pada lingkungan

sekitarnya sebagai stresor. Sebagai contoh : petugas air traffic control

merasa lingkungan pekerjaannya penuh risiko tinggi, sehingga mereka

sering mengalami stres akibat lingkungan pekerjaannya tersebut.

2. Stres sebagai respon

Stres sebagai variabel tergantung memfokuskan pada reaksi tubuh

terhadap stresor. Sebagai contoh : seseorang mengalami stres apabila

akan menjalani ujian berat. Respon tubuh (strain) yang dialami dapat

berupa respon psikologis (perilaku, pola pikir, emosi, dan perasaan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

stres itu sendiri) dan respon fisiologis (jantung berdebar, perut mulas-

mulas, badan berkeringat, dll).

3. Stres sebagai interaksi antara individu dan lingkungannya

Stres di sini merupakan suatu proses penghubung antara stresor dan

strain dengan reaksi stres yang berbeda pada stresor yang sama.

Berdasarkan Waluyo (2013), stres adalah suatu keadaan yang bersifat

internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik (badan), atau lingkungan, dan

situasi sosial, yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol. Stres adalah segala

rangsangan atau aksi dari tubuh manusia baik yang berasal dari luar maupun dari

dalam tubuh itu sendiri yang dapat menimbulkan bermacam-macam dampak yang

merugikan mulai dari menurunnya kesehatan sampai kepada dideritanya suatu

penyakit (Tarwaka, 2015).

Stres umumnya digunakan untuk merujuk pada kondisi lingkungan dan

reaksi individu untuk lingkungannya. Stres juga didefinisikan sebagai tanggapan

atau proses internal atau eksternal yang mencapai tingkat ketegangan fisik dan

psikologis sampai pada batas atau melebihi batas kemampuan subyek. Stres

sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat merusak bila tidak ada

keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang dirasakannya

(Waluyo, 2009).

2.1.2 Pengertian Stres Kerja

Stres akibat kerja adalah suatu ketidakmampuan pekerja untuk

menghadapi tuntutan tugas dengan akibat suatu ketidaknyamanan dalam kerja

(Tarwaka, 2015). Stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

yang menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis, dan

perilaku. Stressor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan

karyawan sebagai suatu tuntutan dan dapat menimbulkan stres kerja (Waluyo,

2009).

Berdasarkan Prasetyo (2013), secara umum orang berpendapat bahwa jika

seseorang dihadapkan pada tuntutan pekerjaan yang melampaui kemampuan

individu tersebut, maka dikatakan individu itu mengalami stres kerja. Stres kerja

juga didefinisikan sebagai respon baik secara fisik maupun emosional yang

berbahaya yang muncul atau terjadi ketika tuntutan pekerjaan tidak sesuai dengan

kapabilitas, sumber atau kebutuhan pekerja (Haqqoh, 2016).

Stres kerja adalah respon emosional dan fisik yang bersifat menggangu

atau merugikan yang terjadi pada saat tuntutan tugas tidak sesuai dengan

kemampuan, sumber daya, atau keinginan pekerja. Stres kerja dapat memicu

munculnya gangguan kesehatan pada pekerja seperti gangguan psikologis yang

berakibat pada menurunnya produktivitas tenaga kerja (Fitri, 2013). Stres kerja

adalah respon emosional dan fisik yang bersifat mengganggu atau merugikan

yang terjadi pada saat tuntutan tugas tidak sesuai dengan kapabilitas, sumber

daya, atau keinginan kerja (Tarwaka, 2015).

2.1.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja

Berdasarkan Tarwaka (2015) faktor-faktor penyebab stres akibat kerja ada

6 kelompok penyebab, yaitu :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

1. Faktor Intrinsik Pekerjaan

Ada beberapa faktor intrinsik dalam pekerjaan di mana sangat

potensial menjadi penyebab terjadinya stres dan dapat mengakibatkan

keadaan yang buruk pada mental. Faktor tersebut meliputi keadaan fisik

lingkungan kerja yang tidak nyaman (bising, berdebu, bau, suhu panas dan

lembab, dll), stasiun kerja yang tidak ergonomis, kerja shift, jam kerja

yang panjang, perjalanan ke dan dari tempat kerja yang semakin macet,

pekerjaan berisiko tinggi dan berbahaya, pemakaian teknologi baru,

pembebanan berlebihan, adaptasi pada jenis pekerjaan baru, dll.

2. Faktor Peran Individu dalam Organisasi Kerja

Beban tugas yang bersifat mental dan tanggung jawab dari suatu

pekerjaan lebih memberikan stres yang tinggi dibandingkan dengan beban

kerja fisik. Dalam suatu penelitian tentang stres akibat kerja menemukan

bahwa karyawan yang mempunyai beban psikologis lebih tinggi dan

ditambah dengan keterbatasan wewenang untuk mengambil keputusan

mempunyai risiko terkena penyakit jantung koroner dan tekanan darah

yang lebih tinggi serta mempunyai kecenderungan merokok yang lebih

banyak dari karyawan yang lain.

3. Faktor Hubungan Kerja

Hubungan baik antara karyawan di tempat kerja adalah faktor yang

potensial sebagai penyebab terjadinya stres. Kecurigaan antara pekerja,

kurangnya komunikasi, ketidaknyamanan dalam melakukan pekerjaan

merupakan tanda-tanda adanya stres akibat kerja. Tuntutan tugas yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

mengharuskan seorang tenaga kerja bekerja dalam tempat terisolasi,

sehingga tidak dapat berkomunikasi dengan pekerja lain (seperti ; operator

telepon, penjaga mercusuar, dll) juga merupakan pembangkit terjadinya

stres.

4. Faktor Pengembangan Karir

Perasaan tidak aman dalam pekerjaan, posisi dan pengembangan karir

mempunyai dampak cukup penting sebagai penyebab terjadinya stres.

Faktor pengembangan karir yang dapat menjadi pemicu stres, adalah :

a. Ketidakpastian pekerjaan seperti adanya reorganisasi perusahaan

dan mutasi kerja.

b. Promosi berlebihan atau kurang : promosi yang terlalu cepat atau

tidak sesuai dengan kemampuan individu akan menyebabkan stres

bagi yang bersangkutan atau sebaliknya bahwa seseorang merasa

tidak pernah dipromosikan sesuai dengan kemampuannya juga

menjadi penyebab stres.

5. Faktor Struktur Organisasi

Berdasarkan Sunarmi dan Widajanti (2011), struktur organisasi

berkaitan dengan hubungan yang relatif tetap diantara berbagai tugas yang

ada dalam organisasi. Perubahan struktur organisasi akan berdampak pada

tujuan, strategi, dan teknologi desain pekerjaan dan sumber daya manusia.

Adapun perubahan organisasi faktor utama yang dijadikan alasan untuk

melakukan perubahan adalah lingkungan eskternal yang selalu berubah

dan dinamis, sehingga mendorong organisasi untuk berusaha

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

menyesuaikan dengan perubahan-perubahan. Namun, tidak semua

perubahan-perubahan dalam organisasi dapat menimbulkan pengaruh yang

positif. Perubahan ini dapat juga menimbulkan dampak negatif,

diantaranya konflik antara pekerja dalam perbedaan pendapat tidak selalu

berarti perbedaan keinginan. Oleh karena konflik bersumber pada

keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik.

Persaingan sangat erat hubungannya dengan konflik karena dalam

persaingan beberapa pihak menginginkan hal yang sama tetapi hanya satu

yang mungkin mendapatkannya. Selain itu, sering kali pemilihan dan

penempatan karyawan pada posisi yang tidak tepat juga dapat

menyebabkan stres (Tarwaka, 2015).

6. Faktor Suasana Kerja

Suasana kerja berawal dari budaya organisasi yang dipergunakan.

Adapun faktor penyebabnya, seperti kurang pendekatan partisipatoris,

konsultasi yang tidak efektif, kurangnya komunikasi dan kebijaksanaan

kantor (Tarwaka, 2015).

7. Faktor dari Luar Pekerjaan

Faktor kepribadian seseorang (ekstrovert atau introvert) sangat

berpengaruh terhadap stresor yang diterima. Konfllik yang diterima oleh

dua orang dapat mengakibatkan reaksi yang berbeda satu dengan yang

lainnya. Perselisihan antar anggota keluarga, lingkungan tetangga dan

komunitas juga merupakan faktor penyebab timbulnya stres yang

kemungkinan besar masih akan terbawa dalam lingkungan kerja.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

Faktor-faktor lain yang kemungkinan besar dapat menyebabkan stres

akibat kerja, antara lain :

1. Ancaman Pemutusan Hubungan Kerja

Faktor ini sering kali menghantui para karyawan di perusahaan dengan

berbagai alasan dan penyebab yang tidak pasti. Salah satu contoh kasus

pengeboman hebat yang terjadi pada tanggal 12 Oktober 2002 di Legian

Kuta Bali merupakan kasus yang memberikan dampak negatif di bidang

ketenagakerjaan di samping dampak-dampak kemanusiaan, sosial dan

ekonomi. Khusus pada bidang ketenagakerjaan, ribuan karyawan sektor

pariwisata terancam pemutusan hubungan kerja akibat menurunnya turis

yang datang ke Bali. Kondisi ini tentu menimbulkan keresahan bagi

karyawan dan berakibat kepada timbulnya stres.

2. Perubahan Politik Nasional

Perubahan politik secara cepat berakibat kepada pergantian pemimpin

secara cepat pula, diikuti dengan pergantian kebijaksanaan pemerintah

yang seringkali menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat.

Kondisi demikian tidak jarang menimbulkan kegelisahan para pegawai,

akibatnya motivasi kerja menurun, angka absensi meningkat, dan mogok

kerja, keadaan tersebut juga merupakan bentuk dari adanya stres.

3. Krisis Ekonomi Nasional

Krisis ekonomi yang berkepanjangan seperti yang terjadi di Indonesia,

menyebabkan banyak perusahaan melakukan efisiensi dalam bentuk

perampingan organisasi. Akibatnya, ribuan karyawan terancam berhenti

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

kerja atau pensiun muda dan pencari kerja kehilangan lowongan pekerjaan.

Stres dan depresi menjadi bahasa popular pada kalangan masyarakat

pekerja maupun pencari kerja.

Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pekerjaan sebagai penyebab stres

ditandai dengan :

1. Tingkat tuntutan tugas yang tinggi (beban kerja).

2. Tingkat kontrol tugas yang rendah (pembuat keputusan).

3. Tingkat pelaksanaan tugas tidak menentu (kemampuan kerja dan

keterampilan teknis).

4. Dukungan organisasi rendah (pengakuan dan penghargaan terhadap

individu pekerja).

Melalui identifikasi dan penilaian yang cermat akan dapat segera

dilakukan langkah-langkah pengendalian untuk meminimalkan pengaruh stres

yang lebih parah, baik bagi kepentingan organisasi maupun kepentingan individu

karyawan.

2.1.4 Pengaruh Stres

Berdasarkan Tarwaka (2015) reaksi tubuh terhadap stresor pada seseorang

sangat bervariasi dan berbeda dari masing-masing orang yang menerimanya.

Perbedaan reaksi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :

1. Reaksi Psikologis

Stres biasanya merupakan perasaan subjektif seseorang sebagai bentuk

kelelahan, kegelisahan dan depresi. Reaksi psikologis akibat stres dapat

dievaluasi dalam bentuk beban mental, kelelahan dan perilaku.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

2. Respon Sosial

Setelah beberapa lama mengalami kegelisahan, depresi, konflik dan

stres di tempat kerja, maka pengaruhnya akan dibawa ke dalam lingkungan

keluarga dan lingkungan sosial.

3. Respon Stres Kepada Gangguan Kesehatan atau Reaksi Fisiologis

Bila tubuh mengalami stres, maka akan terjadi perubahan fisiologis

sebagai jawaban atas terjadinya stres. Adapun sistem di dalam tubuh yang

mengadakan respon adalah diperantarai oleh saraf otonom, hypothalamic-

pituitari axis dan pengeluaran katekolamin yang akan mempengaruhi

fungsi-fungsi organ di dalam tubuh seperti sistem kardiovaskuler, sistem

gastrointestinal dan gangguan penyakit lainnya.

4. Respon Individu

Dalam menghadapi stres, individu dengan kepribadian introvert akan

bereaksi lebih negatif dan menderita ketegangan lebih besar dibandingkan

dengan mereka yang berkeperibadian ekstrovert.

Sedangkan pengaruh stres di tempat kerja dikelompokkan menjadi dua,

yaitu :

1. Pengaruhnya terhadap individu seseorang

a. Reaksi Emosional

Dalam keadaan stres tingkat emosi seseorang sangat tidak stabil

dimana sering kita lihat orang tersebut mudah marah, emosi yang tidak

terkontrol, curiga yang berlebihan perasaan tidak aman, depresi,

iritabilitas, dll.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

b. Reaksi Perubahan Kebiasaan atau Mental

Dalam kedaan stres atau tertekan seseorang dengan tanpa sadar

mencari pelarian dari permasalahan yang diterima yang terkadang

mempengaruhi kebiasaan seseorang. Sebagai contoh : perubahan

kebiasaan untuk merokok, minum minuman keras dan peggunaan obat-

obatan terlarang. Pengaruh terhadap mental atau kejiwaan ; gangguan

persepsi, konsentrasi, motivasi, akurasi dan kreativitas.

c. Perubahan Fisiologis

Dalam keadaan stres, otot-otot kepala dan leher menjadi tegang

yang menyebabkan sistem imunitas melemah, sakit kepala, susah

tidur, perasaan lelah, gangguan selera makan, gangguan

kardiovaskuler, dll.

2. Pengaruhnya Terhadap Organisasi

Pengaruh yang dapat timbul akibat stres pada organisasi yaitu ;

tingginya angka tidak masuk kerja, turnover, hubungan kerja menjadi

tegang dan rendahnya kualitas pekerjaan. Keadaan tersebut akan dapat

mengganggu performansi kerja dan meningkatkan risiko terjadinya

kecelakaan kerja, menurunkan produktivitas kerja, dan menyebabkan

biaya kompensasi pekerja meningkat.

2.1.5 Pengukuran Stres Kerja

Berdasarkan dalam Karima (2014), teknik pengukuran stress dapat

dilakukan dengan tiga cara, yaitu :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

a. Self Report Measure

Pengukuran dengan metode ini dilakukan dengan menanyakan

intensitas pengalaman baik psikologis, fisiologis, dan perubahan fisik yang

dialami seseorang menggunakan kuesioner. Teknik ini seringkali disebut

life event scale. Teknik ini mengukur stres dengan cara mengobservasi

perubahan perilaku seseorang, seperti kurangnya konsentrasi, cenderung

berbuat salah, bekerja dengan lambat, dll.

b. Physiological Measure

Pengukuran metode ini dilakukan dengan cara melihat perubahan

yang terjadi pada kondisi fisik seseorang, seperti perubahan tekanan darah,

ketegangan otot bahu, leher, dan pundak. Cara ini dianggap memiliki

reliabilitas paling tinggi akan tetapi sebenarnya tergantung pada alat yang

digunakan serta pengukur itu sendiri.

c. Biochemical Measure

Pengukuran metode ini dilakukan dengan melihat respon biokimia

melalui perubahan kadar hormon katekolamin dan kortikosteroid setelah

dilakukan pemberian stimulus. Reliabilitas pengukuran dengan metode ini

tergolong cukup tinggi tetapi hasil pengukurannya dapat berubah jika

subjek penelitiannya memiliki kebiasaan merokok, minum alkohol, dan

kopi. Hal ini dikarenakan kandungan dalam rokok, alkohol, dan kopi dapat

mempengaruhi kadar hormon tersebut di dalam tubuh.

Dari ketiga cara di atas, pengukuran life event scale paling sering

digunakan dalam pengukuran stress. Hal ini dikarenakan penggunaannya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

yang mudah serta biaya yang relatif murah meskipun tidak dapat dihindari

adanya keterbatasan tertentu.

2.1.6 Pengembangan dan Implementasi Program Manajemen Stres Akibat

Kerja

Stres akibat kerja yang tidak ditangani dengan baik telah banyak

menimbulkan dampak negatif yang bersifat merugikan, baik terhadap individu

pekerja maupun terhadap perusahaan. Ada beberapa langkah dalam

pengembangan dan implementasi suatu program manajemen terhadap stres akibat

kerja, yaitu (Tarwaka, 2015) :

1. Langkah 1 : Adanya Komitmen Manajemen

Bentuk komitmen yang ditunjukkan oleh pihak manajemen akan

menjamin bahwa para supervisor dan pekerja menganggap program yang

dijalankan tersebut sangat penting. Mereka akan dapat mengenal dan

memahami program yang dituangkan dalam komitmen manajemen.

Selanjutnya, komitmen manajemen tersebut antara lain melalui :

a. Adanya pemahaman secara jelas tentang alasan dan nilai manfaat

program yang ditandatangani oleh senior manajer.

b. Penyediaan sarana diskusi dengan para manajer kunci, mengenai

risiko organisasi jika program tidak dapat dilaksanakan dan

kemungkinan untuk meningkatkannya jika program telah dapat

dilaksanakan dengan baik.

c. Pemberian contoh dalam bentuk pelaksanaan dan dukungan awal

dari para manajer K3 dan/atau manajer sumber daya manusia

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

terhadap program yang sedang dijalankan, sehingga akan diikuti

oleh semua karyawan di bawahnya.

2. Langkah 2 : Mendefinisikan Ekspektasi Program Manajemen

Pada langkah kedua, tim kerja yang telah dibentuk harus mengkaji

secara detail tentang program yang sedang dilaksanakan. Seluruh anggota

tim kerja harus membuat dan menyetujui tujuan diselenggarakannya

program, yaitu :

a. Mengurangi risiko stres akibat kerja.

b. Mengurangi biaya kompensasi pekerja yang berkaitan dengan stres

akibat kerja.

c. Meningkatkan kesejahteraan pekerja dan meningkatkan

produktivitas kerja.

3. Langkah 3 : Pengembangan dan Pembuatan suatu Rencana Aksi

Program

Pada langkah ketiga, bahwa suatu rencana dikembangakan untuk

memberikan informasi kepada karyawan dan yang lainnya, langkah-

langkah rencana organisasi yang dibuat untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan, yaitu :

a. Latar belakang dari pengembangan program manajemen stres

akibat kerja.

b. Tujuan dan sasaran program.

c. Outcomes atau hasil kerja yang diharapkan.

d. Alokasi biaya penyelenggaraan program.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

e. Manajemen proyek.

f. Peraturan bagi manajemen dan pekerja.

g. Aktivitas atau kegiatan-kegiatan program.

h. Kerangka waktu dari pelaksanaan program.

i. Evaluasi program secara reguler.

4. Langkah 4 : Identifikasi Penyebab Stres (Stresor)

Tujuan utama pada langkah ke empat adalah untuk mendapatkan

informasi tentang stres kerja di tempat kerja, yang dapat dilakukan antara

lain :

a. Identifikasi angka absensi.

b. Pengenalan dan pencatatan sarana pengendalian konflik, seperti

prosedur penanganan keluhan atau komplain, klaim gangguan di

tempat kerja, program manajemen persamaan hak, program

manajemen kinerja dan langkah-langkah aksi untuk

mengidentifikasi jika masalah yang dapat menyumbangkan

terjadinya stres akibat kerja juga menunjukkan adanya indikasi.

c. Penilaian terhadap laporan kecelakaan K3 dan laporan terjadinya

stres pada pekerja atau yang berkaitan dengan terjadinya penyakit

akibat kerja.

d. Penilaian klaim kompensasi pekerja yang dikeluarkan oleh

perusahaan untuk mengidentifikasi terhadap individu atau

kelompok kerja yang telah melakukan klaim tersebut dan alasan

dari klaim yang dibuat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

e. Interview kepada supervisor dari pekerja yang telah membuat

klaim kompensasi untuk mengidentifikasi tentang apa yang telah

mengurangi lama waktu absen atau tidak masuk kerja.

f. Penilaian terhadap bentuk bantuan konsultasi kepada pekerja untuk

mengidentifikasi apa yang telah dilakukan oleh pekerja di dalam

menangani stres yang terjadi pada dirinya.

g. Pelaksanaan survei tentang opini pekerja untuk mendapatkan

umpan balik secara kualitatif dari pekerja.

h. Interview dengan kelompok kerja yang sedang diobservasi dan para

manajer untuk mendapatkan umpan balik secara kualitatif pada

masalah yang dihadapi.

5. Langkah 5 : Penilaian Risiko Terjadinya Stres

Dengan menilai tingkat risiko, maka organisasi perusahaan dapat

menetapkan skala prioritas terhadap penyebab stres yang dominan dan

melakukan pengendalian agar setiap risiko yang ada dapat segera

dikurangi atau dihilangkan. Untuk menentukan tingkat keparahan risiko

stres, maka perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

a. Outcomes Tingkat Risiko

Untuk setiap stresor yang telah diidentifikasi, perlu

mempertimbangkan kemungkinan outcome terburuk dari pemaparan

yang terjadi, seperti ; tingkat kefatalan, cedera berat, cedera ringan

atau tidak ada cedera.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

b. Tingkat Keseringan (Likelihood)

Untuk setiap stresor yang telah diidentifikasi, perlu

mempertimbangkan kemungkinan gangguan yang terjadi jika pekerja

mengalami stres.

c. Pemaparan (exposured)

Untuk setiap stresor yang telah diidentifikasi, perlu

mempertimbangkan berapa banyak pekerja yang dapat mengalami

stres. Aspek ini sangat penting pada saat organisasi perusahaan

mempertimbangkan dalam menyusun skala prioritas untuk melakukan

pengendalian terhadap stresor.

6. Langkah 6 : Pengendalian Risiko Terjadinya Stres

Pertimbangan untuk penerapan sarana pengendalian yang meliputi

antara lain :

a. Kondisi tempat kerja dan lingkungan kerja

b. Membangun komunikasi formal dan informal yang efektif di dalam

organisasi kerja

c. Mendefinisikan prioritas secara jelas

d. Mendefinisikan aturan kerja secara jelas

e. Menyediakan aktivitas pengembangan keterampilan

f. Penyediaan sumber daya yang cukup

g. Membangun sistem manajemen sumber daya manusia

h. Penerapan proses manajemen perubahan

i. Mendukung persamaan aktivitas dan status sosial di tempat kerja

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

j. Menyediakan fasilitas untuk istirahat dan makan serta untuk

relaksasi pada waktu istirahat.

7. Langkah 7 : Review terhadap Implementasi Sarana Pengendalian

Risiko

Setelah sarana pengendalian risiko diujicobakan dan

diimplementasikan di tempat kerja, maka perlu dievaluasi tingkat

efektivitasnya. Apabila sarana pengendalian dinilai belum efektif maka

perlu dicari alternatif lain yang mungkin dapat diimplementasikan secara

lebih efektif, sehingga betul-betul dapat menghilangkan atau mengurangi

stresor sampai batas yang dapat diterima.

2.1.7 Pencegahan dan Pengendalian Stres Kerja

Berdasarkan Tarwaka (2015), ada beberapa rekomendasi tentang

bagaimana cara untuk mengurangi atau meminimalisir stres akibat kerja, sebagai

berikut :

1. Beban kerja baik fisik maupun mental harus disesuaikan dengan

kemampuan atau kapasitas kerja pekerja yang bersangkutan dengan

menghindarkan adanya beban berlebih maupun beban yang terlalu

ringan.

2. Jam kerja harus disesuaikan baik terhadap tuntutan tugas maupun

tanggung jawab di luar pekerjaan.

3. Setiap pekerjan harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan

karier, mendapatkan promosi dan pengembangan kemampuan

keahlian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

4. Membentuk lingkungan sosial yang sehat, hubungan antara tenaga

kerja yang satu dengan yang lain, tenaga kerja dan supervisor yang

baik dan sehat dalam organisasi akan membuat situasi yang nyaman.

5. Tugas-tugas pekerjaan harus didesain untuk dapat menyediakan

stimulasi dan kesempatan agar pekerja dapat menggunakan

keterampilannya. Rotasi tugas dapat dilakukan untuk meningkatkan

karier dan pengembangan usaha.

2.2 Organisasi POLRI

2.2.1 Pengertian POLRI

Berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 22 Tahun 2010, Kepolisian Negara

Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat POLRI adalah alat negara yang

berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan

hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Kepala

Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Kapolri adalah

pimpinan POLRI dan penanggung jawab penyelenggara fungsi kepolisian.

Berdasarkan Undang-Undang republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002, tugas

pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah :

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.

b. Menegakkan hukum.

c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

2.2.2 Tujuan Organisasi POLRI

Berdasarkan Undang-Undang republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002,

Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan

dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat,

tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan

pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan

menjunjung tinggi hak asasi manusia.

2.2.3 Bagian Reskrim Umum

Berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 22 Tahun 2010, Direktorat Reserse

Kriminal Umum yang selanjutnya disingkat Ditreskrimum adalah unsur pelaksana

tugas pokok pada tingkat Polda yang berada di bawah Kapolda. Ditreskrimum

bertugas menyelenggarakan penyelidikan, penyidikan, dan pengawasan

penyidikan tindak pidana umum, termasuk fungsi identifikasi dan laboratorium

forensik lapangan. Dalam melaksanakan tugasnya, Ditreskrimum

menyelenggarakan fungsi :

1. Pembinaan pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana

umum, identifikasi, dan laboratorium forensik lapangan.

2. Pelayanan dan perlindungan khusus kepada remaja, anak, dan wanita

baik sebagai pelaku maupun korban sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

3. Pengidentifikasian untuk kepentingan penyidikan dan pelayanan

umum.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

4. Penganalisisan kasus beserta penanganannya, serta mempelajari dan

mengkaji efektivitas pelaksanaan tugas Ditreskrimum.

5. Pelaksanaan pengawasan penyidikan tindak pidana umum di

lingkungan Polda.

6. Pengumpulan dan pengolahan data serta menyajikan informasi dan

dokumentasi program kegiatan Ditreskrimum.

Ditreskrimum terdiri dari :

1. Subbagian Perencanaan dan Administrasi (Subbagrenmin).

2. Bagian Pembinaan Operasional (Bagbinopsnal).

3. Bagian Pengawas penyidikan (Bagwassidik).

4. Seksi Identifikasi (Siident).

5. Sub Direktorat (Subdit).

Dalam struktur organisasinya, bagian-bagian dalam Ditreskrimum

memiliki tugas masing-masing, diantaranya :

1. Subbagrenmin bertugas menyusun perencanaan program kerja dan

anggaran, manajemen Sarpras, personel, dan kinerja, serta mengelola

keuangan dan pelayanan ketatausahaan dan urusan dalam di

lingkungan Ditreskrimum. Dalam melaksanakan tugasnya,

Subbagrenmin menyelenggarakan fungsi :

a. Penyusunan perencanaan jangka sedang dan jangka pendek, antara

lain Renstra, Rancangan Renja, Renja, kebutuhan sarana prasarana,

personel, dan anggaran.

b. Pemeliharaan perawatan dan administrasi personel.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

c. Pengelolaan Sarpras dan penyusunan laporan Sistem Informasi

Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN).

d. Pelayanan fungsi keuangan yang meliputi pembiayaan,

pengendalian, pembukuan, akuntansi, dan penyusunan laporan

Sistem Akuntansi Instansi (SAI) serta pertanggungjawaban

keuangan.

e. Pengelolaan dan pelayanan ketatausahaan dan urusan dalam.

f. Penyusunan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan pembuatan

laporan akuntabilitas kinerja Satker dalam bentuk Laporan Kinerja

Instansi Pemerintah (LAKIP) meliputi analisis target pencapaian

kinerja, program, dan anggaran.

2. Tugas dari Bagbinopsnal adalah sebagai berikut :

a. Melaksanakan pembinaan Ditreskrimum melalui analisis dan gelar

perkara beserta penanganannya.

b. Mempelajari dan mengkaji efektivitas pelaksanakan tugas

penyelidikan dan penyidikan.

c. Melaksanakan latihan fungsi, serta menghimpun dan memelihara

berkas perkara yang telah selesai diproses dan bahan literatur yang

terkait.

d. Mengumpulkan dan mengolah data, serta menyajikan informasi

dan dokumentasi program kegiatan Ditreskrimum.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

Dalam melaksanakan tugasnya, Bagbinopsnal menyelenggarakan

fungsi :

a. Penganalisisan dan pengevaluasian pelaksanaan tugas

Ditreskrimum.

b. Pengkoordinasian pemberian dukungan operasional ke kesatuan

kewilayahan.

c. Pelatihan fungsi dan pengadministrasian kegiatan penyelidikan dan

penyidikan, serta pengarsipan berkas perkara.

d. Pengumpulan dan pengolahan data serta penyajian informasi dan

dokumentasi program kegiatan Ditreskrimum.

e. Perencanaan operasi, penyiapan administrasi operasi, dan

pelaksanaan analisis dan evauasi operasi.

3. Bagwassidik bertugas melakukan koordinasi dan pengawasan proses

penyidikan tindak pidana di lingkungan Ditreskrimum, serta

menindaklanjuti pengaduan masyarakat yang terkait dengan proses

penyidikan. Dalam melaksanakan tugasnya, Bagwassidik

menyelenggaralan fungsi :

a. Pengawasan pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan tindak

pidana yang dilakukan oleh Subdit pada Ditreskrimum.

b. Pelaksanaan supervisi, koreksi, dan asistensi kegiatan penyelidikan

dan penyidikan tindak pidana.

c. Pengkajian efektivitas pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan

tindak pidana melalui penyelenggaraan gelar perkara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

d. Pemberian saran masukan kepada Dirreskrimum terkait dengan

hasil pengawasan penyidikan, termasuk menjawab pengaduan

masyarakat.

e. Pemberian bantuan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana

umum yang dilakukan oleh penyidik pada Subdit Ditreskrimum.

4. Siident bertugas membina dan menyelenggarakan kegiatan identifikasi

kepolisian, meliputi daktiloskopi kriminal, daktiloskopi umum, dan

fotografi kepolisian untuk mendukung proses penyidikan yang

diemban oleh fungsi reserse kriminal di lingkungan Polda. Dalam

melaksanakan tugasnya, Siident menyelenggarakan fungsi :

a. Pengambilan rekaman sidik jari seseorang dalam rangka pelayanan

untuk kepentingan identifikasi kepolisian dan kepentingan umum.

b. Pendokumentasian foto-foto yang berkaitan dengan penanganan

perkara untuk mendukung kelancaran proses penyidikan tindak

pidana.

c. Pemanfaatan teknologi informasi untuk menggambarkan sketsa

wajah seseorang yang dicurigai melakukan tindak pidana.

5. Subdit bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana

yang terjadi di daerah hukum Polda, dalam melaksanakan tugasnya

Subdit menyelenggarakan fungsi :

a. Penyelidikan dan penyidikan tindak pidana umum yang terjadi di

daerah hukum Polda.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

b. Pemberkasan dan penyelesaian berkas perkara sesuai dengan

ketentuan administrasi penyelidikan dan penyidikan tindak pidana

umum.

c. Penerapan manajemen anggaran, serta manajemen penyelidikan

dan penyidikan tindak pidana umum.

2.3 Kerangka Teori

Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja :


1. Faktor Intrinsik Pekerjaan
Polisi
2. Faktor Peran Individu dalam
bagian
Organisasi.
Reserse
Stres Kerja
3. Faktor Hubungan Kerja.
Kriminal
4. Faktor Pengembangan Karier.
Umum
5. Faktor Struktur Organisasi
Polda Aceh.
6. Faktor Suasana Kerja.
7. Faktor dari Luar Pekerjaan.

2.4 Kerangka Konsep

Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja :


1. Faktor Intrinsik Pekerjaan
2. Faktor Peran Individu dalam
Organisasi.
3. Faktor Hubungan Kerja. Stres Kerja
4. Faktor Pengembangan Karier.
5. Faktor Struktur Organisasi
6. Faktor Suasana Kerja.
7. Faktor dari Luar Pekerjaan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat analitik untuk

mengetahui beberapa faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada polisi

bagian Reserse Kriminal Umum Polda Aceh di Banda Aceh dengan desain cross

sectional.

3.1.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Polda Aceh bagian Reserse Kriminal Umum

dan waktu penelitian dilaksanakan pada bulan November 2016s/d Februari 2017.

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh jumlah Polisi di bagian

Reserse Kriminal Umum Polda Aceh yaitu sebanyak 85 Polisi.

3.2.2 Sampel

Penarikan sampel menggunakan teknik Proportionate Random Sampling

yaitu digunakan bila proporsi mempunyai anggota atau unsur yang tidak homogen

secara proporsional. Jumlah anggota sampel total ditentukan melalui rumus

Lemeshow yaitu :

32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

(1 − )+ (1 − )
=
( − )

1,96 0,10(1 − 0,10) + 1,282 0,29(1 − 0,29)


=
(0,29 − 0,10)

1,96√0,09 + 1,282√0,20
=
(0,19)

(0,585 + 0,573)
=
0,0361

= 37,14

= 37

Dimana :

n = Jumlah anggota sampel

Zα = Tingkat kepercayaan 95% = 1,96

Zβ = Kekuatan penelitian = 90% = 1,282

Po = Nilai Proporsi tingkat stres pada penelitian sebelumnya = 0,10

Pa = Nilai proporsi yang diharapkan = 0,29

= 37

Jumlah anggota sampel berdasarkan kelas masing-masing dilakukan

dengan cara pengambilan sampel secara Proportionate Random Sampling yaitu

menggunakan rumus alokasi proportional :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

= ×

Dimana :

= ℎ

= ℎ

= ℎ ℎ

= ℎ ℎ

Tabel 3.1 Jumlah Sampel Polisi pada Masing-masing Bidang


Bidang Reserse Kriminal Populasi Jumlah Sampel Per
Umum Bidang
Pembinaan Operasi 9 5
Pengawasan Penyidikan 2 2
Identifikasi 9 5
Keamanan Negara 17 6
Harta Benda 15 6
Kejahatan dan Kekerasan 15 6
Remaja, Anak, dan Wanita 18 7
Total 85 37

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder :

1. Data primer diperoleh dengan wawancara langsung dengan

membagikan kuesioner pada Polisi bagian Reskrim Umumuntuk

mengetahui distribusi faktor-faktor yang berhubungan dengan stres

kerja, gambaran tingkat stres kerja, dan faktor-faktor yang mungkin

mempunyai hubungan dengan timgkat stres kerja.

2. Data sekunder yaitu data yang mencakup tentang tugas pokok dan

fungsi serta karakteriatik responden yang mencakup jumlah polisi

berdasarkan jenis kelamin, usia, lama kerja, waktu kerjapolisi bagian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

Reskrim Umum yang didapat dari bagian administrasi Polda Aceh dan

data yang diperoleh dari buku-buku dan jurnal serta literatur yang

mendukung sebagai bahan kepustakaan.

3.4 Definisi Operasional

1. Beberapa faktor yang berhubungan dengan stres kerja adalah faktor-

faktor yang dapat menimbulkan stres kerja pada polisi bagian Reskrim

Umum Polda Aceh.

2. Stres kerja adalah keadaan yang dapat mengakibatkan polisi menjadi

kehilangan fokus dalam bekerja dan munculnya penyakit psikologis

maupun fisiologis sehingga dapat menyebabkan kerugian bagi pihak

polisi, yaitu terhambatnya penyelesaian suatu kasus yang diukur

dengan self report measure.

3. Faktor intrinsik stres kerja adalah faktor yang muncul dari keadaan

dan aturan yang ada di organisasi Polri khususnya pada bagian reserse

kriminal umum Polda Aceh, seperti jam kerja yang panjang dan

pembebanan berlebih.

4. Faktor peran individu dalam organisasi kerja adalah peran polisi

bagian reskrim umum dalam organisasi kerja Polri memiliki tanggung

jawab dan beban mental yang tinggi.

5. Faktor hubungan kerja adalah komunikasi yang terbangun antara

sesama polisi bagian reserse kriminal umum akibat berada dalam

suatu sektor yang sama untuk menangani pemecahan suatu kasus.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

6. Faktor pengembangan karier adalah promosi jabatan yang dilakukan

seorang polisi untuk mendapatkan jabatan yang lebih tinggi, dan

mutasi jabatan yang ada di organisasi Polri adalah sebagai salah satu

pemicu munculnya stres pada polisi karena tidak diketahuinya tempat

baru yang akan ditanggungjawabi.

7. Faktor struktur organisasi adalah susunan posisi dan pembagian tugas

masing-masing polisi berdasarkan jabatan sesuai dengan ketetapan

yang ada.

8. Faktor suasana kerja adalah keadaan nyaman atau tidaknya

lingkungan kerja polisi seperti, bising, bau atau suhu panas dan

lembab, dan juga termasuk hubungan dengan anggota polisi lainnya

yang dapat meningkatkan atau menurunkan kinerja anggota polisi

hingga mengakibatkan stres.

9. Faktor dari luar pekerjaan adalah faktor yang muncul dari lingkungan

sekitar tempat tinggal seorang polisi yang dapat memicu timbulnya

stres dan terbawa hingga polisi tersebut kehilangan fokus ketika

bekerja di kantor, seperti perselisihan antar anggota keluarga,

lingkungan tetangga, dan komunitas.

3.5 Metode Pengukuran

1. Pengukuran Stres Kerja

Variabel dependen (stres kerja) diukur dengan indikator yang telah

ditetapkan sesuai dengan metode self report measure yang dapat untuk

mengukur tingkat stres. Metode self report measure menggunakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

sejumlah pertanyaan yang berhubungan dengan adanya perubahan

fisiologis, psikologi dan perilaku. Salah satunya adalah dengan

menggunakan kuesioner dari HSE (2003) ini dapat dilakukan dengan

desain penilaian stres secara subjektif melalui pengisian kuesioner dengan

5skala likert dari 35 daftar pertanyaan, terdapat 23 pertanyaan dengan

kalimat positif dan 12 pertanyaan dengan kalimat negatif. Penempatan

skor tergantung dari setiap pertanyaan yang diajukan. Dimana tentang

jawaban skoring dimulai dari “Tidak Pernah” sampai “Selalu”.

Selanjutnya setelah selesai melakukan pengisian kuesioner, maka

langkah berikutnya adalah menghitung jumlah skor pada masing-masing

kolom dari 35 pertanyaan yang diajukan dan menjumlahkannya menjadi

total skor individu. Berdasarkan desain penelitian stres dengan

menggunakan 5 skala likert ini, akan diperoleh skor individu terendah

adalah sebesar 35 (tingkat risiko stres sangat tinggi) dan skor individu

tertinggi adalah 175 (tingkat stres rendah atau tidak ada indikasi stres).

Skor kuesioner mulai dari Tidak Pernah, Jarang, Agak Sering, Sering,

dan Selalu dijelaskan menggunakan nominal atau menunjukkan frekuensi

per minggu mulai dari 0 (nol) sampai dengan 7 untuk menjelaskan tingkat

perbedaan dari skor tersebut. Tidak pernah (0), Jarang (1 – 2 kali dalam

seminggu), Agak Sering (3 – 4 kali dalam seminggu), Sering (5 – 6 kali

dalam seminggu), dan Selalu (7 kali dalam seminggu).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

Tabel 3.2 Klasifikasi Tingkat Risiko Stres Akibat Kerja Berdasarkan


Total Skor Individu
Tingkat
Total Skor Stres Kategori
Risiko Tindakan Perbaikan
Individu Stres
Stres
Belum diperlukan adanya kontrol
140 – 175 0 Rendah
untuk perbaikan.
Mungkin diperlukan kontrol terhadap
105 – 139 1 Sedang
gejala stres di kemudian hari.
Diperlukan kontrol terhadap stres di
70 – 104 2 Tinggi
tempat kerja segera.
Sangat Diperlukan kontrol terhadap stres
35 – 69 3
Tinggi secara menyeluruh sesegera mungkin.
Sumber : Tarwaka (2015)

3.6 Pengolahan Data

Untuk menghasilkan informasi yang benar, maka data yang telah diperoleh

akan diolah dengan melalui beberapa tahapan yaitu sebagai berikut :

1. Editing

Merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian kuesioner

apakah sesuai dengan apa yang diharapkan.

2. Coding

Merupakan kegiatan merubah data berbentuk kalimat atau huruf

menjadi data angka atau bilangan.

3. Tabulating

Mengelompokkan data dalam suatu tabel tertentu menurut, sifat-sifat

yang dimilikinya sesuai dengan tujuan penelitian.

4. Cleaning

Merupakan pemeriksaan kembali data yang sudah dimasukkan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

3.7 Analisa Data

3.7.1 Analisa Univariat

Data yang telah terkumpul diolah secara manual yaitu data karakteristik

polisi yang terdiri dari jenis kelamin, usia, lama kerja, dan waktu kerja disajikan

secara deskriptif dalam bentuk tabel serta membuat tabulasi silang mengenai

karkteristik polisi dengan tingkat stres kerja.

3.7.2 Analisa Bivariat

Data yang telah terkumpul diolah dan hasilnya disajikan secara analitik

dalam bentuk tabel dan grafik untuk mengetahui beberapa faktor yang

berhubungan dengan stres kerja secara tabulasi silang. Setelah itu, hasil dari tabel

dibahas secara analitik dengan hasil hitung statistika melalui uji kolmogorov-

smirnovuntuk membuktikan apakah faktor tersebut berhubungan atau tidak

dengan nilai exact fisher yang dihasilkan < 0,05.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Direktorat Reskrim Umum Polda Aceh terletak di Jalan T. Nyak Arief

Jeulingke Syah Kuala Banda Aceh. Polisi di bagian Reskrim Umum Polda aceh

bekerja dimulai dengan upacara pagi pada pukul 08.00 WIB dan diakhiri dengan

upacara sore pukul 16.00 WIB. Waktu istirahat di Polda Aceh adalah mulai pukul

12.30 WIB sampai pukul 13.30 WIB. Polisi di bagian Reskrim Umum Polda Aceh

dapat bekerja lebih dari 8 jam kerja apabila satu kasus yang ditangani dalam satu

hari belum terbukti kebenarannya atau kasus tersebut belum terpecahkan,

sehingga beberapa polisi di divisi tersebut harus bekerja lembur untuk

menyelesaikan kasus tersebut sehingga tidak melebihi batas waktu yang diberikan

berdasarkan penggolongan kasus yang sudah ditetapkan pada Peraturan Kapolri

no. 14 Tahun 2012.

Proses kerja pada bagian Reskrim Umum adalah dengan melakukan

penyidikan terhadap kasus yang dilaporkan ke Polda Aceh. Penyidik Reskrim

Umum langsung mencatat semua kesaksian dari saksi, tersangka yang dilaporkan,

dan mencari kebenaran dari kesaksian yang diberikan saksi maupun korban yang

melapor ke Polda Aceh. Jika kesaksian terbukti, polisi langsung membuat surat

yang akan diberikan ke pengadilan untuk disidang.

Direktorat Reskrim Umum Polda Aceh memiliki pekerja sebanyak 100

polisi dengan pembagian delapan divisi, satu orang Direktur, dan satu orang

Wakil Direktur. Setiap divisi memiliki pekerja yang berbeda-beda, diantaranya;

40
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41

Divisi Perencanaan dan Administrasi 13 polisi, Divisi Pembinaan Operasi 9 polisi,

Divisi Pengawasan dan Penyidikan 2 polisi, Divisi Identifikasi 9 polisi, Divisi

Keamanan Negara 17 polisi, Divisi Harta Benda 15 polisi, Divisi Kejahatan dan

Kekerasan 15 polisi, dan Divisi Remaja Anak dan Wanita 18 polisi.

4.1.1 Visi dan Misi Polda Aceh

4.1.1.1 Visi

Terwujudnya postur Polri sebagai sosok penolong, pelayan dan sahabat

masyarakat serta penegak hukum yang jujur, benar, adil, transparan dan akuntabel

guna memelihara keamanan dalam negeri yang mantap didukung sinergitas

polisional dalam rangka keberlangsungan pembangunan nasional.

4.1.1.2 Misi

1. Meningkatkan kemampuan deteksi dini dan peringatan dini melalui

kegiatan/operasi penyelidikan, pengamanan dan penggalangan;

2. Membangun budaya organisasi Polda Aceh yang berbasis pelayanan prima

dalam rangka meningkatkan pelayanan yang proporsional, tidak

diskriminasi, menjunjung tinggi HAM dan responsif;

3. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan secara mudah,

responsif dan tidak diskriminatif;

4. Memberdayakan kinerja Polda Aceh secara proporsional, transparan,

akuntabel guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan;

5. Memantapkan keamanan, keteertiban dan kelancaran lalulintas untuk

menjamin keselamatan dan kelancaran arus orang dan barang serta

pelayanan SIM, STNK dan BPKB;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

6. Meningkatkan upaya penanggulangan dan pemberantasan narkoba dan

psikotropika di Provinsi Aceh;

7. Mengembangkan dan memantapkan perpolisian masyarakat (Polmas) yang

berbasis pada masyarakat yang patuh hukum;

8. Mengelola secara profesional, transparan, akuntabel dan modern seluruh

sumber daya Polri guna mendukung operasional tugas Polri;

9. Meningkatkan kerja sama intern dan antar instansi dalam rangka

keamanan di Provinsi Aceh;

10. Meningkatkan fungsi pengawan dalam mewujudkan kinerja Polri yang

bersih, transparan, berwibawa dan terpercaya;

11. Meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana Polda Aceh dengan

memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi;

Membangun budaya kerja yang lebih protagonis, proaktif, legitimasi,

populis, humanis, demokratis, transparan, akuntabilitas publik dan dialogis dalam

rangka meningkatkan kierja Polda Aceh.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

4.1.2 Karakteristik Responden

Data umum polisi yang menjadi responden tentang berbagai karakteristik

responden yang terdiri dari jenis kelamin, usia, waktu kerja, dan lama kerja. Polisi

yang menjadi responden yaitu 37 polisi yang diambil dari 7 divisi yang berbeda.

Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini :

Tabel 4.1 Data Karakteristik Umum Polisi Reskrim Umum Polda Aceh
Tahun 2016
Karakteristik Umum n (Polisi) %
Jenis Kelamin
Laki-laki 32 86.5
Perempuan 5 13.5
Jumlah 37 100.0
Usia
20 – 30 tahun 16 43.2
31 – 40 tahun 16 43.2
41 – 50 tahun 3 8.1
≥ 51 tahun 2 5.4
Jumlah 37 100.0
Waktu Kerja
MS NAB ≤ 8 jam 10 27.0
TMS NAB ˃ 8 jam 27 73.0
Jumlah 37 100.0
Lama Kerja
< 2 Tahun 6 16.2
3 – 4 Tahun 15 40.5
> 5 Tahun 16 43.2
Jumlah 37 100.0

Berdasarkan Tabel 4.1 di atas didapat bahwa karakteristik responden

berdasarkan jenis kelamin yaitu pada umumnya polisi berjenis kelamin laki-laki

sebanyak 32 polisi (86,5%) dibandingkan dengan polisi perempuan sebanyak 5

polisi (13,5%). Hal ini menunjukkan bahwa laki-laki lebih diutamakan dalam

penanganan kasus yang identik dengan mendapatkan tekanan dari pihak korban

maupun tersangka.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

Karakteristik responden berdasarkan usia yaitu rata-rata polisi berusia 20 –

30 tahun yaitu sebanyak 16 polisi (43,2%) dan berusia 31 – 40 tahun sebanyak 16

polisi (43,2%), dibandingkan dengan polisi yang berusia 41 – 50 tahun sebanyak 3

polisi (8,1%), dan polisi yang berusia ≥ 51 tahun sebanyak 2 polisi (5,4%). Hal ini

menunjukkan bahwa mayoritas polisi di bagian Reskrim Umum Polda Aceh

masih berada dalam umur yang produktif bekerja.

Karakteristik responden berdasarkan waktu kerja yaitu sebagian besar

polisi yang bekerja tidak memenuhi syarat NAB > 8 jam yaitu sebanyak 27 polisi

(73%), dibandingkan dengan yang bekerja dengan memenuhi syarat NAB ≤ 8 jam

sebanyak 10 polisi (27%). Hal ini menunjukkan bahwa polisi bagian Reskrim

Umum Polda Aceh sering bekerja melebihi NAB (Nilai Ambang Batas) yaitu > 8

jam kerja dalam sehari.

Karakteristik responden berdasarkan lama kerja yaitu lebih banyak polisi

yang bekerja > 5 tahun yaitu sebanyak 16 polisi (43,2%), dibandingkan dengan

yang bekerja dengan lama kerja 3 – 4 tahun sebanyak 15 polisi (40,5%), dan yang

bekerja dengan lama kerja < 2 tahun sebanyak 6 polisi (16,2%). Hal ini

menunjukkan bahwa apabila lama kerja polisi semakin tinggi, maka semakin

banyak pula pengalaman yang didapat dalam pemecahan kasus. Pengalaman kerja

dapat menambah pengetahuan dan kemampuan seseorang untuk melakukan

pekerjaannya.

4.2 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja

Terdapat tujuh faktor penyebab stres kerja, yaitu ; Faktor Intrinsik

Pekerjaan meliputi keadaan fisik lingkungan kerja yang tidak nyaman, stasiun

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

kerja yang tidak ergonomis, jam kerja yang panjang, dan pekerjan berisiko tinggi;

Faktor Peran Individu dalam Organisasi Kerja meliputi beban tugas dan tanggung

jawab yang tinggi menjadi beban secara psikologis bagi seorang pekerja; Faktor

Hubungan Kerja meliputi hubungan antar pekerja dan kurangnya komunikasi

menjadi faktor yang membuat timbulnya rasa tidak nyaman pada pekerja; Faktor

Pengembangan Karir meliputi perubahan sistem kerja perusahaan dan adanya

mutasi kerja menjadi faktor yang membuat rasa tidak aman pada pekerja; Faktor

Struktur Organisasi meliputi konflik yang terjadi antar pekerja, perubahan dan

penempatan pekerja yang tidak tepat dapat menimbulkan stres pada pekerja;

Faktor Suasana Kerja meliputi kurangnya pendekatan yang dilakukan atasan dan

konsultasi yang tidak efektif; dan Faktor Luar Pekerjaan meliputi perselisihan

antar anggota keluarga dan lingkungan kerja dapat menimbulkan stres pada

pekerja.

Penggolongan pertanyaan kuesioner ke dalam tujuh faktor penyebab stres

kerja dibuat berdasarkan penjelasan setiap faktor penyebab stres kerja,

diantaranya; faktor intrinsik pekerjaan mancakup pertanyaan nomor (2, 9, 10, 18,

30), faktor peran individu dalam organisasi kerja mencakup pertanyaan nomor (4,

6, 11, 12, 20), faktor hubungan kerja mencakup pertanyaan nomor (7, 24, 27, 31,

33), faktor pengembangan karir mencakup pertanyaan nomor (1, 8, 16, 19, 22),

faktor struktur organisasi mencakup pertanyaan nomor (13, 17, 28, 32, 35), faktor

suasana kerja mencakup pertanyaan nomor (15, 23, 25, 26, 29), dan faktor dari

luar pekerjaan mencakup pertanyaan nomor (3, 5, 14, 21, 34).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

Penilaian faktor-faktor tersebut dilakukan pada 37 polisi bagian Reskrim

Umum dengan melakukan wawancara langsung dan membagikan kuesioner dari

HSE (2003) dengan 5 skala likert dai 35 daftar pertanyaan. Setiap faktor memiliki

masing-masing 5 pertanyaan dari tota 35 pertanyaan dalam kuesioner, diantaranya

terdapat 23 pertanyaan dengan kalimat positif dan 12 pertanyaan dengan kalimat

negatif. Dalam penetapan skor dari setiap faktor untuk menyatakan ada atau tidak

adanya faktor tersebut dihitung berdasarkan jumlah skor pada masing-masing

pertanyaan setiap faktor dengan penetapannya yaitu > 13 ada faktor dan < 13

tidak ada faktor. Adapun hasil tersebut dapat dilihat dalam tabel 4.2 berikut :

Tabel 4.2 Distribusi Polisi berdasarkan Faktor-faktor yang Berhubungan


dengan Stres Kerja di bagian Reskrim Umum Polda Aceh Tahun
2016
Faktor-faktor Stres Kerja Ada Faktor Tidak Ada Faktor
n % n %
Faktor Intrinsik Pekerjaan 27 73.0 10 27.0
Faktor Peran Individu dalam Organisasi
23 62.2 14 37.8
Kerja
Faktor Hubungan Kerja 25 67.6 12 32.4
Faktor Pengembangan Karir 11 29.7 26 70.3
Faktor Struktur Organisasi 20 54.1 17 45.9
Faktor Suasana Kerja 20 54.1 17 45.9
Faktor Luar Pekerjaan 20 54.1 17 45.9

Berdasarkan tabel 4.2 di atas mengenai data distribusi faktor instrinsik

pada polisi bagian Reskrim Umum Polda Aceh bahwa sebagian besar polisi

mempunyai faktor instrinsik pekerjaan yaitu sebanyak 27 polisi (73,0%),

dibandingkan dengan polisi yang tidak mempunyai faktor intrinsik pekerjaan

yaitu sebanyak 10 polisi (27.0%). Hal ini disebabkan oleh jam kerja yang panjang

pada bagian Reskrim Umum Polda Aceh ketika polisi melakukan penyidikan dan

penyelidikan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

Lebih banyak polisi mempunyai faktor peran individu dalam organisasi

kerja yaitu sebanyak 23 polisi (62,2%), dibandingkan dengan polisi yang tidak

mempunyai faktor peran individu dalam organisasi kerja yaitu sebanyak 14 polisi

(37,8%). Hal ini disebabkan oleh beban tugas dan tanggung jawab yang tinggi

polisi bagian Reskrim Umum Polda Aceh untuk menyelesaikan penyidikan dan

penyelidikan kasus tepat waktu.

Sebagian besar polisi mempunyai faktor hubungan kerja yaitu sebanyak 25

polisi (67,6%) dibandingkan dengan polisi yang tidak mempunyai faktor

hubungan kerja yaitu sebanyak 12 polisi (32,4%). Hal ini disebabkan oleh adanya

konflik-konflik kecil yang terjadi di divisi bagian Reskrim Umum Polda Aceh

sehingga mengakibatkan komunikasi antar rekan kerja menjadi sedikit terganggu.

Pada umumnya polisi tidak mempunyai faktor pengembangan karir yaitu

sebanyak 26 polisi (70,3%) dibandingkan dengan yang mempunyai faktor

pengembangan karir yaitu sebanyak 11 polisi (29,7%). Hal ini disebabkan oleh

masih banyak anggota polisi bagian Reskrim Umum yang belum ikut sekolah

untuk promosi jabatan.

Lebih banyak polisi yang mempunyai faktor struktur organisasi yaitu

sebanyak 20 polisi (54,1%), dibandingkan dengan polisi yang tidak mempunyai

faktor struktur organisasi yaitu sebanyak 17 polisi (45,9%). Hal ini disebabkan

oleh kepala divisi bagian Reskrim Umum baru diganti sehingga cara dan tuntutan

kerja yang diberikan berbeda dengan yang lama.

Lebih banyak polisi yang mempunyai faktor suasana kerja yaitu sebanyak

20 polisi (54,1%), dibandingkan dengan polisi yang tidak mempunyai faktor

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

suasana kerja yaitu sebanyak 17 polisi (45,9%). Hal ini disebabkan oleh

konsultasi yang dilakukan oleh polisi bagian Reskrim Umum kepada sesama

rekan kerja kurang efektif sehingga menjadi faktor penyebab terjadinya stres.

Lebih banyak polisi yang mempunyai faktor luar pekerjaan yaitu sebanyak

20 polisi (54,1%), dibandingkan dengan polisi yang tidak mempunyai faktor luar

pekerjaan yaitu sebanyak 17 polisi (45,9%). Hal ini disebabkan oleh hubungan

dengan rekan atau dengan lingkungan luar kantor yang tidak baik mengakibatkan

timbulnya beban pikiran pada anggota polisi.

4.3 Gambaran Stres Kerja

Pengukuran stres kerja dalam hal ini dilakukan dengan wawancara melalui

kuesioner yang diambil dari HSE dalam Tarwaka (2015). Penggolongan skor

dalam kuesioner tersebut mulai dari Tidak Pernah, Jarang, Agak Sering, Sering,

dan Selalu dan dijelaskan menggunakan nominal atau menunjukkan frekuensi per

minggu mulai dari 0 (nol) sampai dengan 7 untuk menjelaskan tingkat perbedaan

dari skor tersebut. Tidak pernah (0), Jarang (1 – 2 kali dalam seminggu), Agak

Sering (3 – 4 kali dalam seminggu), Sering (5 – 6 kali dalam seminggu), dan

Selalu (7 kali dalam seminggu). Dimana jumlah pertanyaan dalam kuesioner

tersebut ada 35 pertanyaan, dengan kategori skor yang diberikan berdasarkan

tingkatan stres, yaitu; Tingkat Stres Rendah (140 – 175), Tingkat Stres Sedang

(105 – 139), Tingkat Stres Tinggi (70 – 104), dan Tingkat Stres Sangat Tinggi (35

– 69).

Setelah dilakukan perhitungan skor kuesioner, tidak terdapat polisi dengan

tingkatan stres rendah dikarenakan satu hari sebelum dilakukan pengambilan data

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

sebagian besar polisi bagian Reskrim Umum bekerja lembur untuk menyelesaikan

suatu kasus. Sehingga penulis menghilangkan kategori tingkat stres rendah

menjadi hanya tiga kategori saja, yaitu; Tingkat Stres Sedang, Tingkat Stres

Tinggi, dan Tingkat Stres Sangat Tinggi. Pengkategorian tersebut bertujuan agar

mempermudah mendapatkan uji chi-square yang memiliki syarat tabel 2x3.

Adapun hasil tersebut dapat dilihat pada tabel 4.3 :

Tabel 4.3 Distribusi Polisi yang Mengalami Stres Kerja berdasarkan Tingkat
Stres Kerja di Reskrim Umum Polda Aceh Tahun 2016
Tingkat Stres berdasarkan Skor n %
Tingkat Stres Sedang 10 27.0
Tingkat Stres Tinggi 18 48.6
Tingkat Stres Sangat Tinggi 9 24.3
Total 37 100.0
Keterangan :
1. Tingkat stres sedang : skor 105 – 139
2. Tingkat stres tinggi : skor 70 – 104
3. Tingkat stres sangat tinggi : skor 35 – 69

Berdasarkan Tabel 4.3 di atas, didapat bahwa lebih banyak polisi yang

mengalami stres dengan tingkat stres Tinggi yaitu sebanyak 18 polisi (48,6%)

dengan range skor 70 – 104, dibandingkan dengan jumlah polisi yang mengalami

stres dengan tingkat stres sedang yaitu sebanyak 10 polisi (27,0%) dengan range

skor 35 – 69 dan stres dengan tingkat stres sangat tinggi yaitu sebanyak 9 polisi

(24,3%) dengan range skor 105 – 175. Hal ini disebabkan oleh jam kerja yang

panjang polisi bagian Reskrim Umum Polda Aceh ketika melakukan penyidikan

dan penyelidikan; beban tugas dan tanggung jawab yang tinggi dalam

menyelesaikan suatu kasus; adanya konflik-konflik kecil di kalangan polisi

Reskrim Umum Polda Aceh; adanya tekanan dari atasan, pelapor, maupun

terlapor dalam penyelesaian suatu kasus; promosi jabatan yang belum berjalan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

dengan baik, dikarenakan anggota polisi yang belum lulus untuk mengikuti

pelatihan promosi jabatan; dan konsultasi yang kurang efektif kepada sesama

rekan kerja kurang efektif sehingga menjadi faktor penyebab terjadinya stres. Hal

ini juga dapat dilihat jumlah yang mengalami stres kerja berdasarkan tabulasi

silang antara karakteristik polisi dengan tingkat stres kerja untuk melihat jumlah

polisi yang mengalami stres kerja berdasarkan karakteristik masing-masing polisi

seperti yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.4 Tabulasi Silang Karakteristik Responden dengan Tingkat Stres


Kerja pada Polisi Bagian Reskrim Umum Polda Aceh Tahun 2016
Tingkat Stres
Karakteristik Tingkat Stres Tingkat Stres Tingkat Stres
Umum Sedang Tinggi Sangat Tinggi
n % n % n %
Jenis Kelamin
Laki-laki 8 25.0 14 43.8 10 31.2
Perempuan 0 0 5 100.0 0 0
Total 8 21.6 19 51.4 10 27.0
Usia
20 – 30 Tahun 4 25.0 8 50.0 4 25.0
31 – 40 Tahun 3 18.8 7 43.8 6 37.5
≥ 51 Tahun 1 50.0 1 50.0 0 0
Total 8 21.6 19 51.4 10 27.0
Waktu Kerja
MS NAB ≤ 8 jam 3 30.0 6 60.0 1 10.0
TMS NAB > 8 jam 5 18.5 13 48.1 9 33.3
Total 8 21.6 19 51.4 10 27.0
Lama Kerja
< 2 Tahun 1 16.7 4 66.7 1 16.7
3 – 4 Tahun 2 13.3 6 40.0 7 46.7
> 5 Tahun 5 31.2 9 56.2 2 12.5
Total 8 21.6 19 51.4 10 27.0

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas didapat bahwa karakteristik responden

berdasarkan jenis kelamin yaitu lebih banyak polisi berjenis kelamin laki-laki

mengalami stres kerja dengan tingkat stres tinggi yaitu sebanyak 14 polisi

(43,8%). Pada karakteristik berdasarkan usia didapat bahwa pada usia 20 – 30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

tahun lebih banyak polisi yang mengalami stres kerja dengan tingkat stres tinggi

yaitu sebanyak 8 polisi (50,0%). Hal yang sama juga terjadi pada polisi yang

berusia 31 – 40 tahun lebih banyak polisi yang mengalami stres kerja dengan

tingkat stres tinggi yaitu sebanyak 7 polisi (43,8%).

Pada karakteristik berdasarkan waktu kerja didapat bahwa polisi yang

bekerja selama > 8 jam lebih banyak yang mengalami stres dengan tingkat stres

tinggi yaitu sebanyak 13 polisi (48,1%). Hal yang sama juga terjadi pada polisi

yang bekerja selama ≤ 8 jam lebih banyak polisi yang mengalami stres dengan

tingkat stres tinggi yaitu sebanyak 6 polisi (60,0%). Pada karakteristik

berdasarkan lama kerja didapat bahwa polisi yang sudah bekerja > 5 tahun lebih

banyak yang mengalami stres dengan tingkat stres tinggi yaitu sebanyak 9 polisi

(56,2%). Pada polisi yang sudah bekerja selama 3 – 4 tahun lebih banyak yang

mengalami stres dengan tingkat stres sangat tinggi yaitu sebanyak 7 polisi

(46,7%).

4.4 Hasil Uji Bivariat

Berdasarkan hasil yang didapatkan dari 37 polisi di bagian Reskrim

Umum Polda Aceh, selanjutnya dilakukan uji chi-square untuk melihat apakah

beberapa faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada polisi Bagian Reskrim

Umum Polda Aceh di Banda Aceh tahun 2016. Syarat menggunakan uji chi-

square adalah harus mempunyai baris x kolom (b x k) yaitu 2 x 2 dan nilai

expected dari setiap cell harus lebih dari 5. Jika tidak memenuhi syarat tersebut,

maka dilakukan dengan uji fisher apabila tabel mempunyai baris x kolom (b x k)

tetap 2 x 2, namun jika tidak dapat menggunakan uji kolmogorov-smirnov untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

tabel yang mempunyai (b x k) 2 x 3 atau uji macnemmar jika (b x k) 3 x 3. Dalam

hal ini penulis menggunakan uji kolmogorov-smirnov karena jenis tabel peneliti (b

x k) adalah 2 x 3 dan masih ada dari tiap cell yang mempunyai nilai expected < 5.

4.4.1 Hasil Uji kolmogorov-smirnov Faktor Intrinsik Pekerjaan dengan

Tingkat Stres Kerja pada Polisi bagian Reskrim Umum Polda Aceh di

Banda Aceh Tahun 2016

Tabel 4.5 Hasil Uji kolmogorov-smirnov Faktor Intrinsik Pekerjaan pada


Polisi bagian Reskrim Umum Polda Aceh di Banda Aceh Tahun
2016
Tingkat Stres
Faktor Intrinsik Sangat Total
Sedang Tinggi p
Pekerjaan Tinggi
n % n % n % n %
Ada Faktor
Intrinsik 3 11.1 15 55.6 9 33.3 27 100.0
Pekerjaan
0,013
Tidak Ada Faktor
Intrinsik 7 70.0 3 30.0 0 0 10 100.0
Pekerjaan
Total 10 27.0 18 48.6 9 24.3 37 100.0

Berdasarkan tabel hasil pengukuran di atas, didapat bahwa lebih banyak

polisi yang memiliki tingkat stres tinggi yaitu sebanyak 15 polisi (55,6%),

dibandingkan dengan polisi yang memiliki tingkat stres sangat tinggi sebanyak 9

polisi (33,3%) dan yang memiliki tingkat stres sedang sebanyak 3 polisi (11,1%).

Sedangkan lebih banyak polisi yang tidak memiliki faktor intrinsik pekerjaan

dengan tingkat stres sedang yaitu sebanyak 7 polisi (70,0%) dibandingkan dengan

tingkat stres tinggi sebanyak 3 polisi (30,0%). Pada hasil uji tersebut diketahui

bahwa faktor intrinsik pekerjaan memiliki hubungan dengan tingkat stres kerja,

dimana nilai p < 0,05 yaitu 0,013.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

Hal ini sesuai dengan kondisi di lapangan dimana polisi bagin Reskrim

Umum Polda Aceh dalam bekerja untuk menyelesaikan kasus membutuhkan jam

kerja yang panjang atau melebihi Nilai Ambang Batas (NAB > 8 jam) dimana

dengan kondisi seperti ini dapat menyebabkan polisi menjadi stres karena jam

kerja yang panjang tersebut. Dan juga sesuai dengan penelitian dari Aulya (2013)

yang menyatakan bahwa faktor intrinsik pekerjaan memiliki hubungan yang

bermakna dengan stres kerja dengan nilai p = 0,030 dan penelitian Rivai (2014)

tentang stres kerja pada pekerja pertolongan kecelakaan penerbangan dan

pemadam kebakaran bahwa faktor intrinsik pekerjaan memiliki hubungan yang

bermakna dengan stres kerja dengan nilai p = 0,011.

4.4.2 Hasil Uji kolmogorov-smirnov Faktor Peran Individu dalam

Organisasi Kerja dengan Tingkat Stres Kerja pada Polisi bagian

Reskrim Umum Polda Aceh di Banda Aceh Tahun 2016

Tabel 4.6 Hasil Uji kolmogorov-smirnov Faktor Peran Individu dalam


Organisasi Kerja pada Polisi bagian Reskrim Umum Polda Aceh
di Banda Aceh Tahun 2016
Tingkat Stres
Faktor Peran
Sangat Total
Individu dalam Sedang Tinggi p
Tinggi
Organisasi Kerja
n % n % n % n %
Ada Faktor Peran
Individu dalam 1 4.3 13 56.5 9 39.1 23 100.0
Organisasi Kerja
Tidak Ada Faktor 0,004
Peran Individu
9 64.3 5 35.7 0 0 14 100.0
dalam Organisasi
Kerja
Total 10 27.0 18 48.6 9 24.3 37 100.0

Berdasarkan tabel hasil pengukuran di atas, didapat bahwa lebih banyak

polisi yang memiliki tingkat stres tinggi yaitu sebanyak 13 polisi (56,5%)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

dibandingkan dengan yang memiliki tingkat stres sangat tinggi sebanyak 9 polisi

(39,1%) dan yang memiliki tingkat stres sedang sebanyak 1 polisi (4,3%).

Sedangkan polisi yang tidak memiliki faktor peran individu dalam organisasi

kerja dengan tingkat stres sedang sebanyak 9 polisi (64,3%) dan dengan tingkat

stres tinggi sebanyak 5 polisi (35,7%). Pada hasil uji tersebut diketahui bahwa

faktor peran individu dalam organisasi kerja memiliki hubungan dengan tingkat

stres kerja, dimana nilai p < 0,05 yaitu 0,004.

Hal ini sesuai dengan kondisi di lapangan dimana polisi bagian Reskrim

Umum Polda Aceh mendapatkan beban tugas untuk menyelesaikan kasus yang

tidak tentu besar dan beratnya, memiliki tanggung jawab yang tinggi untuk

menyelesaikan kasus tersebut, serta adanya beban psikologis yang dirasakan polisi

bagian Reskrim Umum Polda Aceh dalam pemberian saran dan keputusan juga

menjadi faktor timbulnya stres kerja. Beban kassus tersebut dan tanggung jawab

untuk menyelesaikannya tepat waktu mengakibatkan polisi memiliki beban

mental yang mampu mengakibatkan stres kerja.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

4.4.3 Hasil Uji kolmogorov-smirnov Faktor Hubungan Kerja dengan

Tingkat Stres Kerja pada Polisi bagian Reskrim Umum Polda Aceh di

Banda Aceh Tahun 2016

Tabel 4.7 Hasil Uji kolmogorov-smirnov Faktor Hubungan Kerja pada Polisi
bagian Reskrim Umum Polda Aceh di Banda Aceh Tahun 2016
Tingkat Stres
Faktor
Sangat Total
Hubungan Sedang Tinggi p
Tinggi
Kerja
n % n % n % n %
Ada Faktor
2 8.0 14 56.0 9 36.0 25 100.0
Hubungan Kerja
0,008
Tidak Ada Faktor
8 66.7 4 33.3 0 0 13 100.0
Hubungan Kerja
48.6 10 27.0 18 51.4 9 24.3 37 100.0

Berdasarkan tabel hasil pengukuran di atas, didapat bahwa lebih banyak

polisi yang memiliki tingkat stres tinggi yaitu sebanyak 14 polisi (56,0%)

dibandingkan dengan yang memiliki tingkat stres sangat tinggi sebanyak 9 polisi

(36,0%), dan yang memiliki tingkat stres sedang sebanyak 2 polisi (8,0%).

Sedangkan lebih banyak polisi yang tidak memiliki faktor hubungan kerja dengan

tingkat stres sedang yaitu sebanyak 8 polisi (66,7%) dibandingkan dengan tingkat

stres tinggi sebanyak 4 polisi (33,3%). Pada hasil uji tersebut diketahui bahwa

faktor hubungan kerja memiliki hubungan dengan tingkat stres kerja, dimana nilai

p < 0,05 yaitu 0,008.

Hal ini sesuai dengan kondisi di lapangan dimana polisi bagian Reskrim

Umum Polda Aceh mengalami konflik-konflik kecil di divisi bagian Reskrim

Umum Polda Aceh yang membuat polisi menjadi merasa tidak nyaman dalam

melakukan pekerjaannya dan dapat mengakibatkan munculnya faktor stres kerja.

Dan sesuai dengan penelitian Nugrahani (2006) tentang stres kerja pada pekerja

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

bagian operasional PT Gunze Indonesia menyatakan bahwa faktor hubungan kerja

memiliki hubungan dengan stres kerja dengan nilai p = 0,0001.

4.4.4 Hasil Uji kolmogorov-smirnov Faktor Pengembangan Karir dengan

Tingkat Stres Kerja pada Polisi bagian Reskrim Umum Polda Aceh di

Banda Aceh Tahun 2016

Tabel 4.8 Hasil Uji kolmogorov-smirnov Faktor Pengembangan Karir pada


Polisi bagian Reskrim Umum Polda Aceh di Banda Aceh Tahun
2016
Tingkat Stres
Faktor
Sangat Total
Pengembangan Sedang Tinggi p
Tinggi
Karir
n % n % n % n %
Ada Faktor
Pengembangan 4 36.4 4 36.4 3 27.3 11 100.0
Karir
0,999
Tidak Ada Faktor
Pengembangan 6 23.1 14 53.8 6 23.1 23.1 100.0
Karir
Total 10 27.0 18 48.6 9 24.3 37 100.0

Berdasarkan tabel hasil pengukuran di atas, didapat bahwa lebih banyak

polisi yang memiliki tingkat stres tinggi dan sedang yaitu sebanyak 4 polisi

(36,4%), dibandingkan dengan polisi yang memiliki tingkat stres sangat tinggi

yaitu sebanyak 3 polisi (27,3%). Sedangkan lebih banyak polisi yang tidak

memiliki faktor pengembangan karir dengan tingkat stres tinggi yaitu sebanyak 14

polisi (53,8%), dibandingkan dengan tingkat stres sangat tinggi dan sedang

sebanyak 6 polisi (23,1%). Pada hasil uji tersebut diketahui bahwa faktor

pengembangan karir tidak memiliki hubungan dengan tingkat stres kerja, dimana

nilai p > 0,05 yaitu 0,999.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

Hal ini sesuai dengan kondisi di lapangan dimana promosi jabatan pada

polisi Reskrim Umum Polda Aceh belum berjalan, dikarenakan anggota polisi

yang belum lulus untuk mengikuti pelatihan promosi jabatan.

4.4.5 Hasil Uji kolmogorov-smirnov Faktor Struktur Organisasi dengan

Tingkat Stres Kerja pada Polisi bagian Reskrim Umum Polda Aceh di

Banda Aceh Tahun 2016

Tabel 4.9 Hasil Uji kolmogorov-smirnov Faktor Struktur Organisasi pada


Polisi bagian Reskrim Umum Polda Aceh di Banda Aceh Tahun
2016
Tingkat Stres
Faktor Struktur Sangat Total
Sedang Tinggi p
Organisasi Tinggi
n % n % n % n %
Ada Faktor
1 5.0 10 50.0 9 45.0 20 100.0
Struktur Organisasi
0,029
Tidak Ada Faktor
9 52.9 8 47.1 0 0 19 100.0
Struktur Organisasi
Total 10 27.0 18 48.6 9 24.3 37 100.0

Berdasarkan tabel hasil pengukuran di atas, didapat bahwa lebih banyak

polisi yang memiliki tingkat stres tinggi yaitu sebanyak 10 polisi (50,0%),

dibandingkan dengan polisi yang memiliki tingkat stres sangat tinggi yaitu

sebanyak 9 polisi (45,0%) dan polisi dengan tingkat stres sedang sebanyak 1

polisi (5,0%). Sedangkan lebih banyak polisi yang tidak memiliki faktor struktur

organisasi dengan tingkat stres sedang yaitu sebanyak 9 polisi (52,9%),

dibandingkan dengan tingkat stres tinggi yaitu sebanyak 8 polisi (47,1%). Pada

hasil uji tersebut diketahui bahwa faktor struktur organisasi memiliki hubungan

dengan tingkat stres kerja, dimana nilai p < 0,05 yaitu 0,029. Dimana jika semakin

banyak jumlah polisi bagian Reskrim Umum Polda Aceh yang mempunyai faktor

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

struktur organisasi maka semakin banyak pula polisi yang mengalami stres degan

tingkat stres tinggi.

4.4.6 Hasil Uji kolmogorov-smirnov Faktor Suasana Kerja dengan Tingkat

Stres Kerja pada Polisi bagian Reskrim Umum Polda Aceh di Banda

Aceh Tahun 2016

Tabel 4.10 Hasil Uji kolmogorov-smirnov Faktor Suasana Kerja pada Polisi
bagian Reskrim Umum Polda Aceh di Banda Aceh Tahun 2016
Tingkat Stres
Faktor Suasana Sangat Total
Sedang Tinggi p
Kerja Tinggi
n % n % n % n %
Ada Faktor
0 0 11 55.0 9 45.0 20 100.0
Suasana Kerja
0,003
Tidak Ada Faktor
10 58.8 7 41.2 0 0 17 100.0
Suasana Kerja
Total 10 27.0 18 48.6 9 24.3 37 100.0

Berdasarkan tabel hasil pengukuran di atas, didapat bahwa lebih banyak

polisi yang memiliki tingkat stres tinggi yaitu sebanyak 11 polisi (55,0%)

dibandingkan dengan yang memiliki tingkat stres sangat tinggi yaitu sebanyak 9

polisi (45,0%). Sedangkan lebih banyak polisi yang tidak memiliki faktor suasana

kerja dengan tingkat stres sedang yaitu sebanyak 10 polisi (58,8%) dibandingkan

dengan tingkat stres tinggi yaitu sebanyak 7 polisi (41,2%). Pada hasil uji tersebut

diketahui bahwa faktor suasana kerja memiliki hubungan dengan tingkat stres

kerja, dimana nilai p < 0,05 yaitu 0,003.

Hal ini sejalan dengan penelitian Sormin (2016) menyatakan bahwa

kondisi kerja atau suasana kerja yang berupa keputusan atau kebijaksanaan

seseorang dapat menimbulkan kelelahan mental. Hal ini sesuai dengan kondisi di

lapangan dimana konsultasi yang kurang efektif kepada sesama rekan kerja polisi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

bagian Reskrim Umum Polda Aceh yang dapat menimbulkan faktor stres kerja

pada polisi bagian Reskrim Umum.

4.4.7 Hasil Uji kolmogorov-smirnov Faktor Luar Pekerjaan dengan Tingkat

Stres Kerja pada Polisi bagian Reskrim Umum Polda Aceh di Banda

Aceh Tahun 2016

Tabel 4.11 Hasil Uji kolmogorov-smirnov Faktor Luar Pekerjaan pada Polisi
bagian Reskrim Umum Polda Aceh di Banda Aceh Tahun 2016
Tingkat Stres
Faktor Luar Sangat Total
Sedang Tinggi p
Pekerjaan Tinggi
n % n % n % n %
Ada Faktor Luar
0 0 11 55.0 9 45.0 20 100.0
Pekerjaan
0,003
Tidak Ada Faktor
10 58.8 7 41.2 0 0 17 100.0
Luar Pekerjaan
Total 10 27.0 18 48.6 9 24.3 37 100.0

Berdasarkan tabel hasil pengukuran di atas, didapat bahwa lebih banyak

polisi yang memiliki tingkat stres tinggi yaitu sebanyak 11 polisi (55,0%),

dibandingkan dengan yang memiliki tingkat stres sangat tinggi yaitu sebanyak 9

polisi (45,0%). Sedangkan lebih banyak polisi yang tidak memiliki faktor suasana

kerja dengan tingkat stres sedang yaitu sebanyak 10 polisi (58,8%), dibandingkan

dengan tingkat stres tinggi yaitu sebanyak 7 polisi (41,2%). Pada hasil uji tersebut

diketahui bahwa faktor luar pekerjaan memiliki hubungan dengan tingkat stres

kerja, dimana nilai p < 0,05 yaitu 0,003.

Hal ini sesuai dengan kondisi di lapangan dimana hubungan polisi bagian

Reskrim Umum Polda Aceh dengan rekan atau dengan lingkungan luar kantor

yang kurang baik mengakibatkan timbulnya beban pikiran pada anggota polisi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Analisis Univariat

5.1.1 Karakteristik Responden

Karakteristik polisi yang dilihat meliputi jenis kelamin, usia, waktu kerja,

dan lama kerja. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa pada umumnya polisi

berjenis kelamin laki-laki sebanyak 32 polisi (86,5%) dibandingkan dengan polisi

perempuan sebanyak 5 polisi (13,5%). Hal ini menunjukkan bahwa laki-laki lebih

diutamakan dalam penanganan kasus yang identik dengan mendapatkan tekanan

dari pihak korban maupun tersangka.

Berdasarkan usia polisi dapat dilihat bahwa rata-rata polisi berusia 20 – 30

tahun sebanyak 16 polisi (43,2%) dan berusia 31 – 40 tahun sebanyak 16 polisi

(43,2%), sedangkan polisi yang berusia 41 – 50 tahun sebanyak 3 polisi (8,1%),

dan polisi yang berusia ≥ 51 tahun sebanyak 2 polisi (5,4%). Hal ini menunjukkan

bahwa mayoritas polisi di bagian Reskrim Umum Polda Aceh masih berada dalam

umur yang produktif bekerja.

Berdasarkan waktu kerja polisi dapat dilihat bahwa sebagian besar polisi

yang bekerja tidak memenuhi syarat NAB > 8 jam yaitu sebanyak 27 polisi

(73%), dibandingkan dengan yang bekerja dengan memenuhi syarat NAB ≤ 8 jam

sebanyak 10 polisi (27%). Hal ini menunjukkan bahwa polisi bagian Reskrim

Umum Polda Aceh sering bekerja melebihi NAB (Nilai Ambang Batas) yaitu > 8

jam kerja dalam sehari.

60
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
61

Berdasarkan lama kerja polisi dapat dilihat bahwa lebih banyak polisi yang

bekerja > 5 tahun yaitu sebanyak 16 polisi (43,2%), dibandingkan dengan yang

bekerja dengan lama kerja 3 – 4 tahun sebanyak 15 polisi (40,5%), dan yang

bekerja dengan lama kerja < 2 tahun sebanyak 6 polisi (16,2%). Hal ini

menunjukkan bahwa apabila lama kerja polisi semakin tinggi, maka semakin

banyak pula pengalaman yang didapat dalam pemecahan kasus. Pengalaman kerja

dapat menambah pengetahuan dan kemampuan seseorang untuk melakukan

pekerjaannya.

Dari tujuh faktor yang berhubungan dengan stres kerja, terdapat faktor

intrinsik pekerjaan yang paling banyak dimiliki oleh polisi bagian Reskrim Umum

Polda Aceh, disebabkan karena jam kerja yang panjang pada bagian Reskrim

Umum Polda Aceh ketika polisi melakukan penyidikan dan penyelidikan. Faktor

hubungan kerja menjadi faktor yang kedua paling banyak adanya konflik-konflik

kecil yang terjadi di divisi bagian Reskrim Umum Polda Aceh sehingga

mengakibatkan komunikasi antar rekan kerja menjadi sedikit terganggu. Lalu

faktor peran individu dalam organisasi kerja yang terbanyak ketiga, disebabkan

oleh beban tugas dan tanggung jawab yang besar untuk menyelesaikan suatu

kasus tidak ada pembatasan setiap penyidik.

Dengan demikian faktor-faktor yang paling banyak dialami oleh polisi

bagian Reskrim Umum Polda Aceh Tahun 2016 sebagai pemicu terjadinya tingkat

stres kerja, yaitu; faktor intrinsik pekerjaan, faktor hubungan kerja, dan faktor

peran individu dalam organisasi kerja. Untuk mengendalikan faktor pemicu

terjadinya stres tersebut atasan bagian Reskrim Polda Aceh dapat membuat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


62

kebijakan untuk mengontrol jam kerja polisi Reskrim Umum yang panjang ketika

menyelesaikan kasus dengan tidak lembur setiap hari, memperbaiki hubungan

antar petugas setiap divisi sehingga tidak terjadi konflik.

Polisi bagian Reskrim Umum Polda Aceh paling banyak mengalami stres

dengan tingkat stres tinggi dibandingkan dengan tingkat stres rendah, sedang,

maupun sangat tinggi. Hal ini disebabkan oleh jam kerja yang panjang polisi

bagian Reskrim Umum Polda Aceh ketika melakukan penyidikan dan

penyelidikan; beban tugas dan tanggung jawab yang tinggi dalam menyelesaikan

suatu kasus; adanya konflik-konflik kecil di kalangan polisi Reskrim Umum Polda

Aceh; adanya tekanan dari atasan, pelapor, maupun terlapor dalam penyelesaian

suatu kasus; dan konsultasi yang kurang efektif kepada sesama rekan kerja kurang

efektif sehingga menjadi faktor penyebab terjadinya stres.

Dengan demikian hal ini sejalan dengan 3 faktor yang berhubungan

dengan stres kerja dimana paling banyak dialami oleh polisi bagian Reskrim

Umum Polda Aceh yaitu faktor pengembangan karir, disebabkan oleh tekanan

yang dilakukan pelapor dan terlapor yang mengakibatkan munculnya pemicu stres

kerja pada polisi bagian Reskrim Umum. Untuk mengendalikan faktor

pengembangan karir tersebut, penyidik harus lebih fokus agar tidak terjadi

kesalahan dalam penyelidikan kasus, bertukar pikiran dengan sesama polisi lain

dan atasan.

5.1.2 Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Polisi

Hasil penelitian berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa hasil uji

kolmogorov-smirnov dengan tabel memiliki baris x kolom (b x k) 2 x 3 pada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


63

faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat stres kerja di Polda Aceh didapat

bahwa dari tujuh faktor yang kemungkinan mempunyai hubungan dengan tingkat

stres kerja ternyata ada enam faktor yang berhubungan dimana nilai p < 0,05 yaitu

faktor intrinsik pekerjaan, faktor peran individu dalam organisasi kerja, faktor

hubungan kerja, faktor struktur organisasi, faktor suasana kerja, dan faktor dari

luar pekerjaan; dan satu faktor yang tidak berhubungan karena nilai p > 0,05 yaitu

faktor pengembangan karir.

5.1.3 Gambaran Tingkat Stres Kerja pada Polisi bagian Reskrim Umum

Polda Aceh

Berdasarkan tabel distribusi tingkat stres kerja pada polisi bagian Reskrim

Umum, didapat bahwa polisi bagian Reskrim Umum Polda Aceh lebih banyak

yang mengalami stres dengan tingkat stres Tinggi yaitu sebanyak 18 polisi

(48,6%), dibandingkan dengan jumlah polisi yang mengalami stres dengan tingkat

stres sedang yaitu sebanyak 10 polisi (27,0%), dan stres dengan tingkat stres

sangat tinggi yaitu sebanyak 9 polisi (24,3%). Hal ini disebabkan oleh jam kerja

yang panjang polisi bagian Reskrim Umum Polda Aceh ketika melakukan

penyidikan dan penyelidikan; beban tugas dan tanggung jawab yang tinggi dalam

menyelesaikan suatu kasus; adanya konflik-konflik kecil di kalangan polisi

Reskrim Umum Polda Aceh; adanya tekanan dari atasan, pelapor, maupun

terlapor dalam penyelesaian suatu kasus; promosi jabatan yang belum berjalan

dengan baik, dikarenakan anggota polisi yang belum lulus untuk mengikuti

pelatihan promosi jabatan; dan konsultasi yang kurang efektif kepada sesama

rekan kerja kurang efektif sehingga menjadi faktor penyebab terjadinya stres.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


64

Hal ini sesuai dengan kondisi di atas dimana tingkat stres kerja yang tinggi

yang dialami polisi bagian Reskrim Umum Polda Aceh dapat juga dibuktikan

dengan hasil tabulasi silang karakteristik polisi dengan tingkat stres kerja yaitu

berdasarkan jenis kelamin semua polisi wanita bagian Reskrim Umum Polda

Aceh mengalami tingkat stres kerja tinggi. Berdasarkan usia, polisi yang berusia

20 – 30 tahun lebih rentan mengalami tingkat stres tinggi dikarenakan pada saat

usia ini merupakan usia produktif bagi polisi sehingga beban kerja yang diberikan

juga cukup besar. Untuk waktu kerja yang tidak memenuhi syarat (> 8 jam) lebih

banyak polisi yang mengalami stres tingkat tinggi, hal ini dikarenakan dalam

memecahkan satu kasus polisi membutuhkan waktu yang panjang untuk

menemukan bukti.

5.2 Analisis Bivariat

5.2.1 Hubungan Faktor Intrinsik dengan Tingkat Stres Kerja

Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan melalui uji kolmogorov-

smirnov didapat bahwa nilai p < 0,05 yaitu nilai p = 0,013, berarti faktor intrinsik

pekerjaan mempunyai hubungan dengan tingkat stres kerja. Hal ini dapat dilihat

bahwa lebih banyak polisi yang memiliki tingkat stres tinggi yaitu lebih banyak

polisi yang memiliki tingkat stres tinggi yaitu sebanyak 15 polisi (55,6%),

dibandingkan dengan polisi yang memiliki tingkat stres sangat tinggi sebanyak 9

polisi (33,3%) dan yang memiliki tingkat stres sedang sebanyak 3 polisi (11,1%).

Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak polisi yang mempunyai

masalah pada faktor intrinsik maka semakin banyak pula polisi yang mengalami

stres kerja pada tingkat stres tinggi dan begitu pula kebalikannya semakin sedikit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


65

polisi yang mempunyai masalah pada faktor intrinsik maka semakin sedikit polisi

yang mengalami stres kerja pada tingkat stres tinggi. Hal ini sesuai dengan

kondisi di lapangan dimana polisi bagian Reskrim Umum dalam bekerja

membutuhkan jam kerja yang panjang pada bagian Reskrim Umum Polda Aceh

ketika polisi melakukan penyidikan dan penyelidikan agar kasus-kasus yang

ditangani dapat selesai tepat waktu sesuai target. Dimana hal ini juga dibuktikan

dengan hasil tabulasi silang antara waktu kerja dengan tingkat stres kerja dimana

polisi bagian Reskrim Umum Polda Aceh yang bekerja pada waktu kerja yang

tidak memenuhi syarat NAB (> 8 jam) lebih banyak mengalami tingkat stres kerja

yang tinggi yaitu sebanyak 13 polisi (43,8%).

Hal ini pun sejalan dengan teori Tarwaka (2015) bahwa penyebab

terjadinya stres kerja faktor intrinsik pekerjaan adalah lingkungan kerja yang tidak

nyaman, stasiun kerja yang tidak ergonomis, kerja shift, jam kerja yang panjang,

dan pekerjaan berisiko tinggi dan berbahaya. Jam kerja yang panjang

mengakibatkan pekerja tidak mendapatkan waktu istirahat yang kurang, sehingga

pikiran pekerja dalam menyelesaikan tugas menjadi tekanan.

Hal ini sejalan dengan penelitian Aulya (2013) yang menyatakan bahwa

terlalu banyak pekerjaan mengakibatkan pekerja juga harus menyelesaikannya

tepat waktu sehingga membutuhkan waktu yang panjang dalam

menyelesaikannya. Dengan demikian faktor intrinsik pekerjaan mempunyai

hubungan dengan tingkat stres kerja dimana salah satunya yaitu jam kerja yang

melebihi NAB (> 8 jam) dalam sehari untuk menyelesaikan kasus. Untuk

mengendalikan faktor pemicu terjadinya stres tersebut atasan dapat mengontrol

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


66

jam kerja polisi Reskrim Umum yang panjang ketika menyelesaikan kasus dengan

tidak lembur setiap hari.

5.2.2 Hubungan Faktor Peran Individu dalam Organisasi Kerja dengan

Tingkat Stres Kerja

Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan melalui uji kolmogorov-

smirnov didapat bahwa nilai p < 0,05 yaitu nilai p = 0,004, berarti faktor peran

individu dalam organisasi kerja mempunyai hubungan dengan tingkat stres kerja

yaitu semakin banyak polisi yang mempunyai masalah pada faktor peran individu

dalam organsasi kerja maka semakin banyak pula polisi yang mengalami stres

kerja pada tingkat stres tinggi dan begitu pula kebalikannya semakin sedikit polisi

yang mempunyai masalah pada faktor peran individu dalam organisasi maka

semakin sedikit polisi yang mengalami stres kerja pada tingkat stres tinggi. Hal ini

dapat dilihat bahwa lebih banyak polisi yang memiliki tingkat stres tinggi yaitu

sebanyak 13 polisi (56,5%) dibandingkan dengan yang memiliki tingkat stres

sangat tinggi sebanyak 9 polisi (39,1%) dan yang memiliki tingkat stres sedang

sebanyak 1 polisi (4,3%).

Berdasarkan teori Tarwaka (2015) beban tugas yang bersifat mental dan

tanggung jawab dari suatu pekerjaan lebih memberikan stres yang tinggi

dibandingkan dengan beban kerja fisik. Berdasarkan teori Munandar (2008)

tenaga kerja memiliki perannya dalam organisasi dan tanggung jawabnya masing-

masing, namun demikian pekerja tidak selalu berhasil memainkan perannya dan

menanggungjawabi pekerjaannya tanpa menimbulkan masaah sehingga dapat

menimbulkan stres.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


67

Hal ini sejalan dengan penelitian Malia (2016) menyatakan bahwa pekerja

di PT. Sisirau tidak pernah diikutsertakan dalam pengambilan keputusan, berarti

mengakibatkan adanya beban psikologis pada pekerja tersebut. Hal ini sejalan

dengan kondisi di lapangan dimana polisi bagian Reskrim Umum memiliki beban

psikologis ketika pengambilan keputusan dan tanggung jawab yang tinggi dalam

menyelesaikan kasus yang sedang ditangani agar tidak terjadi kesalahan ketika

melakukan penyidikan dan penyelidikan.

Dengan demikian faktor peran individu dalam organisasi kerja mempunyai

hubungan dengan tingkat stres kerja dimana salah satunya yaitu beban tugas dan

tanggung jawab untuk penyelesaian kasus yang tinggi. Untuk mengendalikan

faktor pemicu terjadinya stres tersebut atasan dapat menggolongkan jenis kasus

dan memberikan jumlah kasus yang sama kepada setiap penyidik sehingga

penyidik dapat bertanggung jawab untuk menyelesaikan kasus tersebut tepat

waktu.

5.2.3 Hubungan Faktor Hubungan Kerja dengan Tingkat Stres Kerja

Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan melalui uji kolmogorov-

smirnov didapat bahwa nilai p < 0,05 yaitu nilai p = 0,008, berarti faktor

hubungan kerja mempunyai hubungan dengan tingkat stres kerja, yaitu semakin

banyak polisi yang mempunyai masalah pada faktor hubungan kerja maka

semakin banyak pula polisi yang mengalami stres kerja pada tingkat stres tinggi

dan begitu pula kebalikannya semakin sedikit polisi yang mempunyai masalah

pada faktor hubungan kerja maka semakin sedikit polisi yang mengalami stres

kerja pada tingkat stres tinggi. Hal ini dapat dilihat bahwa lebih banyak polisi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


68

yang memiliki tingkat stres tinggi yaitu sebanyak 14 polisi (56,0%) dibandingkan

dengan yang memiliki tingkat stres sangat tinggi sebanyak 9 polisi (36,0%), dan

yang memiliki tingkat stres sedang sebanyak 2 polisi (8,0%).

Berdasarkan teori Munandar (2008) hubungan dalam pekerjaan yang tidak

baik terungkap dalam gejala-gejalanya dalam kepercayaan yang rendah,

ketegangan dalam bentuk kepuasan kerja yang menurun. Berdasarkan teori

Tarwaka (2015) hubungan antar pekerja, ketidaknyamanan dalam melakukan

pekerjaan, tuntutan tugas yang tinggi merupakan faktor potensial terjadinya stres

kerja. Hal ini sejalan dengan kondisi di lapangan dimana dalam di divisi Reskrim

Umum Polda Aceh terdapat konflik-konflik kecil yang terjadi di divisi bagian

Reskrim Umum Polda Aceh sehingga mengakibatkan komunikasi antar rekan

kerja menjadi sedikit terganggu.

Hal ini sejalan dengan penelitian Aulya (2013) menyatakan bahwa

terdapat 52,3% responden dengan kategori stres ringan. Dan penelitian Gupita

(2016) pemilihan dan penempatan karyawan pada posisi yang tidak tepat. Dengan

demikian faktor hubungan kerja mempunyai hubungan dengan tingkat stres kerja

dimana salah satunya yaitu hubungan antar pekerja, tuntutan tugas yang tinggi,

dan ketidaknyamanan dalam melakukan pekerjaan. Untuk mengontrol faktor

tersebut anggota polisi harus selalu menjaga hubungan yang baik dengan antar

polisi sehingga rasa nyaman dapat tercipta di tempat kerja.

5.2.4 Hubungan Faktor Pengembangan Karir dengan Tingkat Stres Kerja

Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan melalui uji kolmogorov-

smirnov didapat bahwa nilai p = 0,999, nilai p > 0,05 yang berarti faktor

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


69

pengembangan karir tidak mempunyai hubungan dengan tingkat stres kerja. Hal

ini dapat dilihat bahwa lebih banyak polisi yang memiliki tingkat stres tinggi yaitu

sebanyak 4 polisi (36,4%), dibandingkan dengan polisi yang memiliki tingkat

stres sangat tinggi yaitu sebanyak 3 polisi (27,3%), berarti bahwa faktor

pengembangan karir pada polisi bagian Reskrim Umum Polda Aceh tidak

mempunyai hubungan dengan tingkat stres kerja.

Hal ini sesuai dengan kondisi di lapangan dimana promosi jabatan pada

polisi Reskrim Umum Polda Aceh sudah berjalan dengan baik, anggota polisi

sudah banyak lulus untuk mengikuti pelatihan promosi jabatan, sehingga promosi

jabatan tidak memiliki ada hubungan dengan stres kerja. Hal ini sejalan dengan

penelitian Setyani (2013) menyatakan bahwa responden menyatakan puas dengan

promosi jabatan yang ada di institusi tersebut, sehingga pengembangan karir tidak

menjadi suatu penghambat untuk bekerja, dan dapat disimpulkan bahwa tidak ada

hubungan antara pengembangan karir dengan stres kerja.

5.2.5 Hubungan Faktor Struktur Organisasi dengan Tingkat Stres Kerja

Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan melalui uji kolmogorov-

smirnov didapat bahwa nilai p = 0,029, berarti faktor struktur organisisai

mempunyai hubungan dengan tingkat stres kerja, yaitu semakin banyak polisi

yang mempunyai masalah pada faktor struktur organisasi maka semakin banyak

pula polisi yang mengalami stres kerja pada tingkat stres tinggi dan begitu pula

kebalikannya semakin sedikit polisi yang mempunyai masalah pada faktor

struktur organisasi maka semakin sedikit polisi yang mengalami stres kerja pada

tingkat stres tinggi. Hal ini dapat dilihat bahwa lebih banyak polisi yang memiliki

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


70

tingkat stres sangat tinggi yaitu sebanyak 10 polisi (50,0%), dibandingkan dengan

polisi yang memiliki tingkat stres sangat tinggi yaitu sebanyak 9 polisi (45,0%)

dan polisi dengan tingkat stres sedang sebanyak 1 polisi (5,0%).

Berdasarkan teori Tarwaka (2015) pemilihan dan penempatan karyawan

pada posisi yang tidak tepat. Berdasarkan teori Munandar (2008) struktur

orgasnisasi dan iklim organisasi yang tidak baik dan kurang mendukung pekerja,

dapat menimbulkan ketidakpuasan dalam bekerja. Hal ini sesuai dengan kondisi

di lapangan dimana beberapa divisi pada bagian Reskrim Umum baru menjabat

menjadi kepala divisi tersebut, sehingga memiliki cara kerja dan tuntutan yang

berbeda juga. Hal ini sejalan dengan penelitian Pangayuanti (2010) menyatakan

bahwa sebagian besar responden mengalami tingkat stres sedang yang disebabkan

oleh faktor struktur organisasi sebesar 84,2% seperti kebijakan kantor dan

tuntutan kerja yang diberikan atasan, berarti faktor struktur organisasi mempunyai

hubungan dengan stres kerja.

Dengan demikian faktor struktur organisasi mempunyai hubungan dengan

stres kerja dimana salah satunya struktur organisasi yang tidak baik ataupun

penempatan pekerja di posisi yang tidak tepat. Untuk mengontrol faktor tersebut

atasan dapat menempatkan dan memposisikan polisi pada tempat dan jobdesk

yang sesuai sehingga dapat mendukung pekerjaannya.

5.2.6 Hubungan Faktor Suasana Kerja dengan Tingkat Stres Kerja

Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan melalui uji kolmogorov-

smirnov didapat bahwa nilai p < 0,05 yaitu p = 0,003, berarti faktor suasana kerja

mempunyai hubungan dengan tingkat stres kerja, yaitu semakin banyak polisi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


71

yang mempunyai masalah pada faktor suasana kerja maka semakin banyak pula

polisi yang mengalami stres kerja pada tingkat stres tinggi dan begitu pula

kebalikannya semakin sedikit polisi yang mempunyai masalah pada faktor

suasana kerja maka semakin sedikit polisi yang mengalami stres kerja pada

tingkat stres tinggi. Hal ini dapat dilihat bahwa lebih banyak polisi yang memiliki

tingkat stres sangat tinggi yaitu sebanyak 11 polisi (55,0%) dibandingkan dengan

yang memiliki tingkat stres sangat tinggi yaitu sebanyak 9 polisi (45,0%).

Berdasarkan teori Tarwaka (2015) kurang pendekatan partisipatoris,

konsultasi yang tidak efektif, kurangnya komunikasi dan kebijaksanaan kantor.

Hal ini sejalan dengan penelitian Sormin (2016) menyatakan bahwa variabel

suasana kerja mempunyai hubungan yang bermakna dengan stres kerja yang

memiliki nilai p = 0,0001 kurangnya pendekatan emosinal dari mandor

mengakibatkan timbulnya stres kerja. Hal ini sejalan dengan kondisi di lapangan

dimana konsultasi yang dilakukan oleh polisi bagian Reskrim Umum kepada

sesama rekan kerja kurang efektif dan kurangnya pendekatan yang dilakukan

atasan sehingga menjadi faktor penyebab terjadinya stres. Untuk mengontrol

faktor tersebut atasan dapat melakukan pendekatan kepada anggota polisi agar

anggota merasakan diperhatikan oleh atasan maupun institusi.

5.2.7 Hubungan Faktor Luar Pekerjaan dengan Tingkat Stres Kerja

Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan melalui uji kolmogorov-

smirnov didapat bahwa nilai p < 0,05 yaitu p = 0,003, berarti faktor luar pekerjaan

mempunyai hubungan dengan tingkat stres kerja, yaitu semakin banyak polisi

yang mempunyai masalah pada faktor dari luar pekerjaan maka semakin banyak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


72

pula polisi yang mengalami stres kerja pada tingkat stres tinggi dan begitu pula

kebalikannya semakin sedikit polisi yang mempunyai masalah pada faktor dari

luar pekerjaan maka semakin sedikit polisi yang mengalami stres kerja pada

tingkat stres tinggi. Hal ini dapat dilihat bahwa lebih banyak polisi yang memiliki

tingkat stres sangat tinggi yaitu sebanyak 11 polisi (55,0%), dibandingkan dengan

yang memiliki tingkat stres sangat tinggi yaitu sebanyak 9 polisi (45,0%). Hal ini

sejalan dengan penelitian Bida (2005) menyatakan bahwa faktor hubungan rumah

tangga mempunyai peran yang besar bagi kinerja dan tingkat stres seorang

pekerja, hubungan rumah tangga yang tidak baik akan mengakibatkan beban

mental bagi pekerja yang akan terbawa ketika bekerja.

Berdasarkan teori Tarwaka (2015) perselisihan antar anggota keluarga,

lingkungan tetangga dan komunitas juga merupakan faktor penyebab timbulnya

stres yang kemungkinan besar masih akan terbawa dalam lingkungan kerja. Hal

ini sesuai dengan kondisi di lapangan dimana hubungan polisi bagian Reskrim

Umum Polda Aceh dengan rekan atau dengan lingkungan luar kantor yang kurang

baik mengakibatkan timbulnya beban pikiran pada anggota polisi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis terhadap sampel

sebanyak 37 polisi bagian Reskrim Umum Polda Aceh, diperoleh data bahwa :

1. Berdasarkan jenis kelamin pada umumnya polisi berjenis kelamin

laki-laki sebanyak 32 polisi (86,5%). Berdasarkan usia yaitu rata-rata

polisi berusia 20 – 30 tahun yaitu sebanyak 16 polisi (43,2%) dan

berusia 31 – 40 tahun sebanyak 16 polisi (43,2%). Berdasarkan waktu

kerja yaitu sebagian besar polisi yang bekerja tidak memenuhi syarat

NAB > 8 jam yaitu sebanyak 27 polisi (73%). Berdasarkan lama kerja

yaitu lebih banyak polisi yang bekerja > 5 tahun yaitu sebanyak 16

polisi (43,2%).

2. Faktor yang paling banyak dialami oleh polisi bagian Reskrim Umum

Polda Aceh adalah faktor intrinsik pekerjaan, faktor hubungan kerja,

dan faktor peran individu dalam organisasi kerja.

3. Tingkat stres yang paling banyak dialami oleh polisi bagian Reskrim

Umum Polda Aceh adalah Tingkat Stres Tinggi sebanyak 18 polisi

(48,6%).

4. Terdapat enam faktor yang mempunyai hubungan dengan stres kerja

pada polisi bagian Reskrim Umum Polda Aceh tahun 2016, yaitu

faktor intrinsik pekerjaan, faktor peran individu dalam organisasi

kerja, faktor hubungan kerja, faktor struktur organisasi, faktor

73
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
74

suasana kerja, dan faktor luar pekerjaan. Dan terdapat satu faktor yang

tidak mempunyai hubungan dengan stres kerja pada polisi bagian

Reskrim Umum Polda Aceh tahun 2016 yaitu faktor pengembangan

karir.

6.2 Saran

1. Perbaikan waktu kerja sehingga tidak terjadi lembur melebihi

peraturan waktu lembur sesuai dengan undang-undang.

2. Melakukan pendekatan kepada setiap anggota.

3. Menjalin hubungan yang baik dengan rekan kerja dan atasan sehingga

rasa nyaman dapat tercipta di tempat kerja.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Aulya, Diana. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja


pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-
Agustus Tahun 2013. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Bida, Putu. 2005. Hubungan Faktor Intrinsik Pekrjaan, Faktor Ekstrinsik


Pekerjaan dan Faktor Rumah Tangga dengan Stes Kerja pada
Kryawan Conoco dan Kontraktor di Kepulauan Natuna. Tesis.
Universitas Indonesia.

Fitri, Azizah Musliha. 2013. Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan


Kejadian Stres Kerja pada Karyawan Bank (Studi pada Karyawan
Bank BMT). Universitas Diponegoro Semarang : JKM, 2 (1) : hal. 1 – 10.

Gupita, Handy. 2016. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja


pada Anggota Polisi Satuan Reserse Kriminal Polres Blora.
Universitas Diponegoro Semarang : JKM, 4 (4) : hal. 673 – 681.

Haqqoh, Arinil. 2016. Stres Kerja Karyawan dan Kemampuan Berpikir


Divergen. Universitas Muhammadiyah Malang : JIPI, 4 (1) : hal. 16 – 30.

Jannah G., Ma’rufi I., Hartanti R., 2014. Hubungan Karakteristik Responden,
Beban Kerja Fisik, dan Iklim Kerja dengan Kelelahan Kerja pada
Perajin Kayu (Studi di Industri Mebel Kayu Kelurahan Bukir
Kecamatan Gadingrejo Kota Pasuruan). Universitas Jember : Artikel
Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa : hal. 1 – 7.

Karima, Asri. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stress Kerja pada


Pekerja di PT X Tahun 2014. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Kunarto. 2001. Perilaku Organisasi POLRI. Jakarta : PT. Cipta Manunggal.

Malia, Nur. 2016. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja di


PT. Sisirau Aceh Tamiang Tahun 2016. Skripsi. Universitas Sumatera
Utara.

Munandar, A.S. 2008. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta : UI-Press.

Oktavia, I. 2014. Hubungan antara Dukungan Sosial Rekan Kerja dengan


Stres Kerja pada Anggota Polisi di Polresta Surakarta. Skripsi.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pangayuanti, D. 2010. Hubungan antara Faktor Eksternal & Faktor Internal
dengan Stres Kerja Pada Unit Kerja Teller Di PT. Bank BCA KCU
Veteran Surabaya. Skripsi. Universitas Airlangga Surabaya.

Parulian. 2011. Implementasi Peraturan Kode Etik Polri Dalam Penanganan


Terhadap Anggota Polri Yang Melanggar Ketentuan Pidana (Studi di
Kepolisian RESOR Kota Besar Medan). Skripsi. Universitas Sumatera
Utara.

Peraturan Kapolri. 2010. Peraturan Kapolri Nomor 22 Tahun 2010 tentang


Kepolisian Negara Republik Indonesia. Jakarta.

Prasetyo, Sandra Azwar. 2013. Pengaruh Pemahaman Konflik dan Stress


Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Citra Alam Abadi
Surabaya. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Surabaya : Jurnal
Ilmu dan Riset Manajemen, 2 (9) : hal. 1 – 13.
Rahmayanti, dkk. 2014. Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kinerja
Karyawan. Universitas Brawijaya : Jurnal Administrasi Bisnis (JAB), 8
(2) : hal. 1 – 9.

Ristiani, Heny. 2014. Hubungan Beban Kerja dan Konflik Kerja Dengan
Kejadian Hipertensi di Kalangan Anggota Reskrim Polri di Wilayah
Kerja Polda Banten. Skripsi. Universitas Esa Unggul.

Setyani. 2013. Analisis Stres Kerja dan Hubungannya dengan Karakteristik


Pekerja, Kondisi Pekerjaannya dan Lingkungan Kerja pada Dosen di
Faktultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Tahun 2013. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.

Setyanto. 2015. Hubungan antara Stres Kerja dengan Kinerja Karyawan di


Bagian Produksi di PT. Sam Kyun Jaya Garment di Kabupaten
Semarang. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Singarimbun, M., Effendi, S.,2008. Metode Penelitian Survai. Edisi Revisi,


Jakarta Barat : LP3ES.

Sormin, T. 2016. Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Pekerja
Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit di PT.PN VII Bekri Lampung
Tengah. Poltekkes Tanjungkarang : Jurnal Keperawatan, XII (1) : hal 46 –
51.

Suma’mur, PK. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes).


Jakarta : Sagung Seto.

Sumantri, Arif. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Kencana.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sunarmi, dkk. 2011. Pengaruh Struktur Organisasi terhadap Kinerja Pegawai
dengan Konflik Sebagai Variabel Moderasi. Dinas Sosial Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Kabupaten Karanganyar : Jurnal Manajemen
Sumberdaya Manusia, 5 (2) : hal. 111 – 119.

Tarwaka, dkk. 2004. Ergonomi Untuk Kesehatan kerja dan Produktivitas.


Surakarta : UNIBA Press.

Tarwaka. 2015. Ergonomi Industri (Dasar-dasar Pengetahuan Ergonomi dan


Aplikasi di Tempat Kerja). Surakarta : Harapan Press.

Umyati. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Kerja


pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang
Cipondoh Tangerang Tahun 2009. Skripsi. Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.

Utami, Dewi. 2014. Hubungan antara Persepsi Stres dengan Agresivitas pada
Anggota Kepolisian Reskrim di Jakarta. Skripsi. Universitas Bina
Nusantara.

Waluyo, Minto. 2009. Psikologi Teknik Industri. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Wijono, Sutarto. 2011. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta : Kencana.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai