Anda di halaman 1dari 60

BAB 3

GEOLOGI & ENDAPAN BIJIH BESI

3.1 Geologi dan Struktur Regional Daerah Penelitian


Daerah Polewali dan sekitarnya meliputi Formasi Latimojong (TK1) yang berumur
Kapur.Formasi batuan ini meliputi Serpih, Fillit, Rijang, Marmer, Kwarsa dan Breksi terkersikkan
serta beberapa intrusi menengah - hingga basa.Di beberapa tempat terdapat intrusi yang terdiri dari
Granit -Granodiorit – Sienit.
Geologi daerah penelitian termasuk dalam Lembar Majene dan bagian barat Lembar
Palopo.Secara geologi regional, tersusun oleh batuan Terobosan (Tmpi) pada bagian timur, yang
litologi umumnya batuan beku bersusun asam sampai menengah, seperti Granit, Granodiorit,
Diorit, Syenit, Monzonit, Kwarsa, dan Rhytolit. Umurnya diduga Pliosen karena menerobos
batuan gunung api Waylimbong yang berumur Mio-Pliosen. Sedangkan bagian barat daya disusun
oleh satuan alluvium (Qa) berupa Lempung, Lanau, Pasir dan Kerikil.Umurnya diperkirakan
Holosen.
Bagian utara, selatan sampai timur disusun oleh batuan gunung api Waylimbong (Tmpv),
berupa lava bersusunan basalt sampai andesit, sebagian Lava Bantal, Breksi Andasit Trachit,
mengandung Feldspatoid di beberapa tempat, diperkirakan diendapkan di lingkungan laut, diduga
berumur Mio-Pliosen karena menjemari dengan formasi skala yang berumur Miosen tengah –
Pliosen, tebalnya ratusan meter. Umur diperkirakan Pliosen awal sampai Miosen akhir.

3.1.1 Topografi dan Geomorfologi


Survei lapangan dilakukan oleh PT. Bukit Asin, TbkPada beberapa singkapan batuan yang
dijumpai, terdapat beberapa lokasi ditemukannya endapan lepas magnetit baik berupa stockworks
maupun lepas-lepas berukuran gravel hingga boulder. Bijih Besi yang ditemukan berwarna segar
hitam, pucat, warna lapuk hitam kecoklatan, kilap kusam, padat, belahan/fractureconcoidal,
walaupun masih terdapat rekahan yang tupis, streak/goresan hitam, sifat magnet sedang hingga
kuat.
Batuan yang ditemukan di lapangan, pada umumnya didominasi oleh intrusi Granodiorit,
Diorite dengan kontak yang tegas pada satuan lava basalt yang diterobosnya. Batuan Granodiorit
ini dicirikan warna segar putih – putih keabuan, segar hingga terlapukkan kuat, faneritik, butiran
medium – coarse, hypocristalin, fenokris kwarsa, amphibole, biotit, pyrite yang tersementasi oleh
silica yang tinggi, butiran equigranular, anhedral – subhedral disekitarnya, kontak yang tegas
terhadap lava basalt maupun batuan Siltstone yang dilalui. Batuan Granodiorit ini diperkirakan
berasal dari magma andesitic yang mengalami proses pendinginan/cooling magma. Pembentukan
granodiorit ini erat kaitannya dengan pembekuan lava andesitic tadi di permukan bumi, atau
mengalami proses cooling yang sangat cepat atau tiba-tiba setelah kontak dengan batuan
disekitarnyayang lebih dingin. Hal ini dapat terlihat dari beberapa singkapan batuan yang
ditemukan di lapangan, dimana terdapatnya bekas/ jejak aliran seperti slicken sided pada tubuh
batuan, yang diakibatkan oleh luncuran massa batuan diatasnya. Pada singkapan batuan, semakin
kearah timur dan tenggara dijumpai granodiorit yang memiliki ukuran butir yang lebih kasar dan
kandungan kwarsa yang tinggi.Hal ini menandakan bahwa semakin kearah tersebut mendekati
terhadap sumber instrusi magma.
Batuan Granodiorit ini diperkirakan berasal dari zona intrusi dangkal magmatis pada
temperatur tinggi dan tekanan yang rendah. Sedangkan lava basaltis yang ditemukan di lapangan,
memiliki cirri fisik berwarna segar abu hingga hitam, massif, segar hingga terlapukkan sedang,
afanitik, kontak yang tegas dengan granodiorit, glassy, setempat-setempat terdapat struktur
Columnar joint, Fenokris kwarsa, Pyrite, dalam masssa dasar yang tersemenkan oleh Silica,
Holohyalin, dan sering berasosiasi dengan endapan Magnetit. Lava basaltis ini diperkirakan lebih
dahulu terbentuk daripada Granodiorit dan terobosan Granodiorit yang memiliki kandungan
viskositas magma lebih tinggi menyebabkan Lava basaltis ini tertransportasi ke permukaan.
Mineral Magnetit yang dominan ikut tertransport merupakan bagian magma Basaltis yang miskin
akanSilica, tetapi kaya akan unsure Fe, terbawa bersama-sama dan terendapkan pada rekahan-
rekahan, seperti Sill dan Dyke.
Batuan Magnetit yang ditemukan berwarna segar abu-abu, sebagai batuan yang sudah
mengalami oksidasi memberikan warna lapuk abu-abu kecoklatan sebagai Limonitic dengan sifat
magnetisasi bervariasi rendah sangat kuat atau tinggi, segar hingga terlapukkan sedang, pecahan
Concoidal, padat, streak hitam, kilap kusam, ditemukan sebagai endapan stockwork maupun lepas-
lepas pada beberapa lokasi.
3.1.2 Litologi
Berdasarkan ciri fisik yang dijumpai di lapangan, maka litologi daerah penelitian dapat
dibagi menjadi 3 satuan batuan, yaitu:
1. Satuan Meta-sedimen
2. Satuan Vulkanik
3. Satuan Granit

3.1.2.1 Satuan Meta-Sedimen


Satuan ini menempati sekitar 20% di bagian timur-laut sampai utara daerah penelitian dan
membentuk morfologi perbukitan terjal.Umumnya tersingkap di lereng-lereng bukit terjal dan
terganggu oleh adanya struktur. Satuan ini disusun oleh serpih yang termetamorfisme lemah dan
setempat dijumpai adanya sufficed rock.
Serpih menunjukkan kenampakan lapangan berwarna coklat sampai coklat kehitaman,
tekstur wastik halus, ukuran butir <1/256mm, tebal perlapisan sekitar 20-40cm, struktur berlapis
(kedudukan N45°E),permeabilitas rendah, porositas sedang, komposisi mineral berupa lempung
dan oksida besi.
Setempat dijumpai proses silisifikasi dan proses backing effect terutama pada zona kontak
dengan batuan intrusi granit yang ada di daerah penelitian. Oksida besi dan mineral-mineral yang
kaya akan ferromagnesium lainnya hadir akibat adanya proses hidrothermal yang dibawa oleh
intrusi batuan beku pada batuan disekelilingnya. Silicified dijumpai menunjukkan warna segar
coklat kemerahan, umumnya dijumpai pada zona struktur dan kontak dengan batuan intrusif,
struktur non-foliasi, komposisi mineral kwarsa, umumnya dijumpai dalam bentuk bongkah-
bongkah. Satuan ini merupakan bagian dari Formasi Latimojong (Kls) yang berumur Kapur
berdasarkan hasil penelitian dari Djuri &Sudjatmiko, 1998.

3.1.2.2 Satuan Vulkanik


Satuan ini dapat dijumpai di bagian barat memanjang sampai ke barat laut dan menempati
sekitar 30% daerah penelitian.Kondisi singkapan pada umumnya mengalami pelapukan terutama
di bagian permukaan. Disusun oleh tufa dan intrusi andesit dengan kenampakan lapangan
menunjukkan warna segar coklat kekuningan dan putih keabu-abuan apabila lapuk, tekstur
vulkanikasi, struktur berlapis, komposisi mineral berupa material vulkaniklasi,
feldspar~plagioklas dan biotit. Dijumpai mineralisasi mineral yang bersifat ferromagnesiun seperti
Bijih Besi dan Hematit dalam jumlah sedikit yang terkandung dalam veins kwarsa terutama di
zona-zona kontak batuan intrusif. Umur satuan batuan ini adalah Miosen - Pliosen yangdidasarkan
pada peta geologi regional (Djuri, dkk, 1974).

3.1.2.3 Satuan Granit


Satuan Granit menempati hampir sekitar 50% dari luas daerah penelitian, memanjang di
bagian utara sampai selatan dan barat yang membentuk satuan morfologi perbukitan
bergelombang. Bersifat intrusif dengan jenis dike yang memotong perlapisan batuan sedimen
disekitarnya. Kenampakan fisik berwarna coklat hingga kuning kecoklatan berstruktur non-foliasi.
Secara petrologi Granit yang dijumpai terbagi menjadi beberapa macam antara lain granit-biotit
dan granit.
Mineral ubahan yang dijumpai setempatberupa mineral lempung dan klorit yang berasal dari
plagioklas serta biotit dan sebagian telah berubah menjadi oksida besi.Kondisi singkapan Granit
umumnya lapuk, terutama pada bagian selatan.Granit biotit banyak tersebar di daerah selatan
dengan warna umumnya abu-abu, sedangkan untuk Granit dijumpai hampir di semua daerah
penelitian yang menunjukkan variasi warna abu-abu dan abu-abu kemerahan.
Komposisi Granit Biotit disusun oleh mineral Kwarsa, OrthoklasPlagioklas, Piroksin dan
Biotit yang melimpah, serta beberapa mineral-mineral alterasi lainnya mempunyai tekstur afanitik
sampai porfiritik.Banyak dijumpai dalam bentuk bongkah-bongkah dengan ukuran hingga 3meter.
Granit disusun oleh dominan Orthoklas, Kwarsa, Plagioklas Biotit, Piroksin dan dibeberapa tempat
khususnya disekitar zona-zona struktur banyak dijumpai mineral-mineral hasil alterasi.Selain itu
juga dijumpai vein-vein atau urat-urat kwarsa yang menunjukkan struktur khusus berupa vug dan
comb.Struktur khusus ini terdapat padabatuan Granit yang berada di zona struktur, terutama
mengisi kekar-kekar. Batuan beku yang bersifat lebih basa seperti basalt dijumpai setempat dalam
bentuk sill, juga di daerah-daerah zona struktur.Padabeberapa blockGranit banyak dijumpai
Xenolithdengan komposisi basaltik serta proses silisifikasi.
3.1.2.4 Satuan Alluvium
Dijumpai dalam bentuk endapan sungai berupa pasir hingga bongkah.Kondisi endapan
berwarna abu-abu dan hitam, berukuran pasir dan batu (seperti berukuran kerikil, kerakal dan
bongkah.Jenis material terdiri dari Granit, Bijih Besi, Aplitdan Batuan Riolitik).

Gambar 3.1
PetaGeologi Regional
3.1.3 Struktur Geologi
Perkembangan struktur geologi daerah eksplorasi Tapango sangat dipengaruhi oleh struktur
regional yang berkembang di daerah lengan barat Pulau Sulawesi.Hal ini dapat dilihat pada pola
perkembangan struktur geologi yang telah terpetakan secara regional pada Peta Geologi Lembar
Majene dan Bagian Barat Lembar Palopo Sulawesi Selatan (Djuri dan Sudjatmiko, 1974).
Perkembangan struktur geologi pada daerah eksplorasi dan sekitarnya dapat teramati
terutama dari gejala-gejala deformasi batuan dan kenampakan bentangalam ekstrim yang
dihasilkan.Gejala deformasi batuan yang dimaksud berupa perlipatan (folding), pengkekaran
(jointing), penggerusan, breksiasi, orientasi bidang sesar, orientasi zona hancuran batuan, dan
sebagainya.Sedang gejala kenampakan bentangalam ekstrim yang dimaksud berupa pelurusan
bentangalam, orientasi dan penjajaran gawir-gawir sesar, undak-undak perbukitan, perkembangan
pola aliran sungai dan sebagainya.Berdasarkan gejala-gejala tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa struktur geologi yang berkembang pada daerah eksplorasi berupa perlipatan (folding),
pengkekaran (jointing) dan atau pensesaran batuan (faulting).
Struktur kekar yang umum dijumpai pada daerah eksplorasi dapat diklasifikasikan dalam
jenis kekar-kekar gerus (shear joint)yang umumnya sistematis dengan arah tegasan utama relatif
timur barat, spasi kekar berkisar antara 10-50cm dengan lebar bukaan antara 1-10mm. Pada
beberapa tempat bukaan kekar-kekar tersebut telah mengalami pengisian dalam bentuk urat-urat
halus Kwarsa (veinlet)dan sebagian dalam bentuk retas-retas Aplite.
Sesar-sesar yang berkembang pada daerah eksplorasi umumnya berupa sesar-sesar mendatar
(transform fault)dan sesar-sesar normal (normal fault).Indikasi sesar mendatar yang dapat teramati
berupa orientasi zona breksiasi, bidang sesar, steriasi pada batuan, serta orientasi zona-zona
hancuran.Sedang pada sesar normal diindikasikan oleh kenampakan bidang-bidang sesar yang
relatif tegak, gawir sesar, dan undak-undak batuan.Arah umum pergerakan dari sesar-sesar
mendatar relatif timur laut – baratdaya dan kebanyakan berkembang sebagai daerah aliran sungai
berpola denrito-rektangular.

3.1.4 Alterasi
Diyakini bahwa secara umum magma merupakan sumber dari pembentukan batuan--batuan dan
konsentrasi mineral-mineral di kerak bumi. Dalam proses pembekuan magma menjadi igneous
rock, magma mengalami differensiasi menjadi mineral-mineral tertentu termasuk metalik mineral.
Dalam prosesnya batuan yang membeku ini akan menimbulkan pertambahan panas dan tekanan
pada batuan yang telah ada sebelumnya dan akan mempengaruhi bentuk batuan tersebut
(metamorphism) membentuk batuan metamorf (metamorphic rock), di mana jika terjadi
migmatisasi akan membentuk migmatite (atau mixed rock).
Dalam proses ubahan ini, ukuran seperti panas, tekanan dan luas penyebaran seringkali dijadikan
dasar klasifikasi proses metamorfisme. Ukuran yang besar dalam hal panas dan luas penyebaran
seringkali diklasifikasikan sebagai proses metamorfisme regional (regional metamorphism). Pada
umumnya proses ini akan mengubah batuan sekitar menjadi -bentuk batuan sekis (mica, schist),
sedangkan ukuran yang lebih kecil hanya akan mempengaruhi batuan sekitar dalam radius yang
tidak luas juga panas yang tidak terlalu besar seringkali diklasifikasikan sebagai metamorfisme
kontak (contact metamorphism). Jika ada air tanah (yang terpanaskan oleh proses magmatik) yang
terlibat dalam proses pembekuan igneous rock ini, prosesnya dinamakan dengan hydrothermal.
Zona kontak akan mengubah batuan host menjadi batuan alterasi yaitu batuan ubahan sekitar yang
seringkali dihubungkan dengan adanya proses hydrothermal.
Proses pelapukan berupa disintegrasi fisik maupun dekomposisi kimia, dilanjutkan dengan proses
transportasi dan deposisi di wilayah-wilayah cekungan akan menjadikan batuan beku ataupun
batuan metamorf yang terbentuk sebelumnya, berubah menjadi sedimen, di mana jika sedimen ini
terkompaksi akan menjadi batuan sedimen.
Dalam hubungannya dengan konsentrasi iron ore, sedimentasi berupa soil in-situ maupun
transported hasil lapukan ini biasanya berhubungan dengan terbentuknya tanah laterite. Laterite
adalah material permukaan yang mengalami pengerasan (hardened) atau kompaksi secara kimiawi
di mana pada umumnya terjadi di lingkungan tropikal.
Laterite biasanya diklasifikasikan menjadi: (1) ferricrete, (2) latosol, (3) conakryte, dan (4)
bauksite. Dalam Ferricrete biasanya hematite berasosiasi dengan kaolinite, membentuk mottle,
nodul dan metanodul. Sementara di bagian atas dari profil biasanya ditemukan goethite, dan
kadang-kadang pada zona ini gibbsite berkembang menggantikan hematite dan kaolinite,
protopisolotik dan pisolotik. Dalam ferricrete hematite dan kaolinite biasanya membentuk
konkresi, tersebar secara luas dan seringkali merupakan akumulasi bijih besi yang bernilai. Latosol
adalah soft lateritic. Biasanya ditutupi oleh struktur mikroglaebular. Seperti ferricrete, khususnya
latosol merah biasanya menunjukkan adanya asosiasi dengan hematite dan kaolinite juga, tetapi
proporsi goethite dan gibbsite lebih besar. Conakryte merupakan konsentrasi besi biasanya
berhubungan dengan lateritik bauksit di mana conakryte biasanya berlokasi di bagian atas dari
profil bauksit. Dalam conakryte non-nodular ferrite atau ferralite didominasi oleh komposisi
hematite (besi oksida) dan goethite (besi oksida-hidroksida). Sedangkan Lateritik bauksit adalah
konsentrasi aluminium di mana besi juga sering berasosiasi.
Air tanah (dalam suhu iklim tropikal) berperan penting dalam pembentukan Fe-rich atau Al-rich
laterite. Iron ore dalam laterite seringkali berbentuk oksida besi (hematite).
Singkapan Iron ore di wilayah penyelidikan memperlihatkan bahwa ada beberapa kemungkinan
genesa yaitu:
1) Batuan iron ore primer mungkin terjadi melalui proses konsentrasi magmatik, khususnya pada
singkapan-singkapan magnetite yang didapati bersama-sama dengan batuan beku granitik.
2) Batuan iron ore mungkin terjadi melalui proses metamorfisme regional, khususnya pada
singkapan-singkapan yang memperlihatkan adanya batuan sekis yang teramati dalam sample
magnetite.
3) Batuan iron ore primer mungkin terjadi melalui proses hydrothermal, khususnya pada singkapan
singkapan yang memperlihatkan asosiasi iron ore dengan batuan alterasi. Pada umumnya batuan
alterasi jenis ini akan menghasilkan mineral-mineral metalik lain seperti pyrite (Besi sulfida),
chalcopyrite (Besi-Tembaga Sulphida), Emas, dll; juga batuan chert merah di antara iron ore;
4) Proses pelapukan dan sedimentasi akan membongkar batuan iron ore primer menjadi bongkah-
bongkah iron ore yang diendapkan kembali dalam bentuk lateritik atau dalam
bentuk konsentrasi oksida besi (hematite – Fe2O3).
5) Tipe Oksidasi Residual yang terbentuk sebagai pelapukan/residual dari batuan Vulkanik yang
digantikan atau replacement oleh mineral besi selama proses pelapukan. Pada proses pelapukan
terjadi fluktuasi permukaan air tanah naik, pada waktu itu garam-garam besi yang larut kedalam
air tanah diubah menjadi fero hidroksida. Pada waktu musim kemarau terjadi penurunan air tanah,
pada saat itu besi ferihidroksida tertinggal di permukaan, kemudian bereaksi dengan oksigen dari
udara dan air permukaan, pada waktu tersebut fero hidroksida diubah menjadi feri hidroksida yang
lebih stabil yaitu limonit, yang umumnya berwarna coklat kekuningan dan mengendap
dipermukaan Reaksinya Kimia :
Fe++ + 2OH- ---- Fe(OH)2 Besi Ferohidroksida
4Fe(OH)2 + 2H2O + O2 ---- = 4 Fe OH3 Limonit (Besi Feri hidroksida)
Singkapan permukaan batuan iron ore di Blok S memperlihatkan bahwa konsentrasi iron-ore di
wilayah ini tidak terbentuk secara primer. Bongkah-bongkah iron ore (berukuran hingga 10 meter)
yang bercampur dengan bongkah-bongkah batuan beku granitik (berukuran hingga 3 meter) dalam
masa dasar tanah lateritik yang mengandung cukup hematite dan kaolinite menunjukkan bahwa
pembentukan Blok Sejambuan telah dipengaruhi oleh proses sedimentasi (residual?).
Di permukaan, Tipe S mempunyai Fe dari jenis magnetite (Fe3O4), massive, berwarna abu-abu
hitam, kilap logam, feromagnetik kuat, dijumpai mineral mika (muskovit), kuarsa susu, dan oksida
besi (recent-time weathering). Ini mungkin berhubungan dengan keterlibatan proses regional
metamorphism pada waktu pembentukan Granit Sukadana (Kus) yang mengubah batuan volkanik
(yaitu tufa dan lava dari Kerabai Vokanik [Kuk]) yang telah ada sebelumnya.
Agak berbeda adalah singkapan permukaan iron ore di wilayah Blok Bebatuan, di mana iron ore
di wilayah ini ditemukan dalam bentuk bongkah-bongkah (berukuran hingga 5 meter) di antara
tanah hasil lapukan batuan alterasi hydrothermal (umumnya ditemukan berwarna kuning pucat) di
mana umumnya lahan di wilayah sekitar Blok Bebatuan juga merupakan lahan untuk bahan galian
lain seperti emas. Ini menimbulkan kesimpulan bahwa iron ore primer di wilayah ini juga telah
mengalami proses pembongkaran dan pengendapan kembali bersama-sama dengan lapukan tanah
hasil alterasi hydrothermal bercampur dengan tanah lateritik membentuk konsentrasi iron ore.
Di permukaan, Tipe Bebatuan mempunyai Fe dari jenis magnetite (Fe3O4), kadang-kadang
massive, berwarna abu-abu hitam, kilap logam, feromagnetik medium, pengamatan pada beberapa
singkapan memperlihatkan adanya rongga-rongga berukuran hingga berukuran 10 cm, terdapat
mineral-mineral kuarsa mengisi rekah-rekah, cherty, dan dijumpai juga oksida mangan.
Kedua jenis singkapan di atas kelihatannya adalah tipikal yang juga ditemukan di Blok-Blok
Prospek lain di wilayah S. Sejenis dengan Tipe S adalah Bongkah Iron ore di Blok D, Blok T, Blok
L, L, L E, S, S, P dan S B
Sedangkan Tipe B ditemukan di Blok K, Blok R K, Blok Batu K, Blok C dan Sj.
Secara umum iron ore di wilayah yang diselidiki berhubungan dengan tanah lateritik dan tanah
lapukan batuan alterasi hydrothermal, di mana iron-ore ditemukan tersebar dalam bentuk bongkah-
bongkah berukuran kerikil (berukuran sekitar 3 cm) hingga boulder (berukuran hingga 10 meter).
Tersebar secara kurang beraturan kecuali yang tersingkap di Blok B, di mana di blok ini kerikil
iron ore tersebar dalam bentuk band bersifat loose tersingkap setebal kira-kira kurang dari 1 meter
sepanjang kira-kira 50 meter. Penyebaran yang diduga kurang beraturan ini akan mempengaruhi
kemenerusan penyebaran iron ore secara lateral maupun vertikal. Hal ini akhirnya akan
mempengaruhi penetapan radius pengaruh penyebaran iron ore untuk setiap titik pengukuran di
mana radius pengaruhnya mungkin akan bernilai kecil. Teknik geostatistik yang melibatkan
sample-sample pemboran akan memastikan hal tersebut.

3.1.5 Mineralisasi Jebakan Bijih Besi


3.1.5.1 Pendekatan Teoritis
Pada umumnya jenis endapan logam terbentuk karena proses mineralisasi yang diakibatkan oleh
aktivitas magma. Pembentukan mineral tersebut terjadi baik pada batuan beku sebagai batuan
induknya maupun pada batuan samping yang ikut terpengaruh karena proses magmatisme tersebut.
Selama pergerakan magma ke permukaan, maka proses diferensiasi, asimilasi dan
kristalisasi akan berlangsung seiring dengan perubahan temperatur pada tubuh magma yang
kemudian diikuti oleh proses pembekuan. Jenis-jenis batuan beku yang terbentuk masing-masing
didirikan oleh komposisi mineral yang berbeda sesuai dengan komposisi magma dan temperatur
pembekuannya. Karena proses diferensiasi magma yang terjadi, maka jenis dan komposisi mineral
yang terbentuk bisa terdiri dari berbagai macam mineral logam maupun non-logam.
Proses pembentukan jebakan mineral logam karena diferensiasi magma secara umum
digambarkan oleh Alan M. Bateman (1951) dalam tiga stadium sebagai berikut:
 Stadium Likwido Magmatis(>600°C). Stadium ini merupakan awal pembentukan mineral-
mineral baik logam maupun non-logam yang dicirikan oleh terjadinya pemisahan unsur-unsur
kurang votatil berupa mineral-mineral silica. Dengan penurunan temperatur yang berlangsung
terus-menerus, maka kecepatan pembentukan mineral berikutnya dicirikan oleh unsur-unsur
yang lebih volatil pada kondisi tekanan yang semakin besar. Jebakan mineral yangterbentuk
pada stadium ini disebut jebakan magmatis.
 Stadium Pegmatitis-Pneumatolitis (600°C - 450°C). Pada stadium ini terjadi pemisahan
yang luar biasa dan unsur-unsur volatil larutan sisa magma pada kondisi tekanan yang cukup
besar. Larutan sisa magma ini sebagian menerobos batuan yang telah ada melalui rekahan dan
kemudian membentuk jebakan pegmatis. Setelah temperatur mulai menurun (550°C - 450°C),
akumulasi gas mulai membentuk mineral. Pada penurunan temperatur selanjutnya, volume
unsur volatil semakin menurun dan membentuk endapan mineral yang disebut jebakan
pneumatolitis atau jebakan metasomatis kontakdan tinggallah larutan sisa magma yang sangat
encer.
 Stadium Hydrothermal (450°C-350°C), merupakan stadium terakhir dimana keadaan
larutan sisa magma sangat encer. Pada stadium ini tekanan gas menurun secara cepat dan
setelah mencapai temperatur kritis air (±372°C), mulailah terbentuk jebakan hidrothermal.
Proses pembentukan mineral berlangsung terus sampai mencapai tahap akhir pembekuan
semua larutan sisa magma (100°C-50°C).

3.1.5.2 Pendekatan Genetik Jebakan


Keterdapatan mineralisasi berupa jebakan Bijih Besi pada daerah eksplorasi
Tapangodiperkirakan sangat berhubungan atau berasosiasi dengan aktivitas volcanic-intrusive
selama terjadinya injeksi magmatisme dan proses pembentukan batuan berlangsung. Dari asosiasi
batuan yang terbentuk dan tersingkap di daerah eksplorasi, serta indikasi mineralisasi dan hasil
ubahan batuan yang ditimbulkan menunjukkan bahwa terbentuknya jebakan mineralisasi tersebut
diperkirakan berhubungan erat dengan pembentukan batuan plutonik granit.
Batuan intrusi granit yang tersingkap dan melampar sangat luas pada daerah eksplorasi dan
sekitarnya diperkirakan merupakan sebuah massa plutonik besar yang keberadaannya juga
berhubungan atau merupakan bagian dari proses pembentukan pegunungan di kawasan ini. Karena
proses tektonik danerosi yang berlangsung terus-menerus, massa plutonik ini kemudian tersingkap
ke permukaan yang kemudian disebut dengan tubuh batholit granit.
Berdasarkan posisi penempatan zonasi mineralisasinya, menunjukkan bahwa jebakan Bijih
Besi pada daerah eksplorasi Tapangomemperlihatkan suatu karakteristik endapan tipe greisenyang
secara genetik terbentuk pada tubuh batuan beku plutonik sebagai batuan induk atau batuan sumber
(source rock).Penyebaran endapan tersebut dijumpai setempat-setempat (sporadis), dimana
umumnya menempati dan tersingkap pada bagian punggungan-punggungan bukit yang
diperkirakan merupakan bagian atap dari tubuh batolit granit atau menyerupai roof pendant.
Indikasi mineralisasi yang dijumpai terutama berupa tubuh bijih (ore body)yang sangat
kompak atau dikenal dengan endapan bijih massif(massive ore).Endapan ini umumnya dicirikan
oleh tekstur yang kasar - sangat kasar, dimana komposisi mineral utama terdiri dari magnetityang
saling tumbuh bersama (intergrowth)dengan hematite.Kandungan minor minerals lainnya yang
dijumpai dalam persentasi sangat kecil terutama terdiri dari copper minerals(malacite dan azurite),
serta kwarsa yang umumnya hadir dalam bentuk urat-urat halus - sangat halus (veinlet dan
microveinlet).Bentuk endapan secara umum memperlihatkan kesan menyerupai
lapisan/layer(stratiform)ataupun bentuk melensa (fensis) dengan ketebalan bervariasi antara 0,25-
2,4meter, kadang-kadang memperlihatkan struktur crustified, banded dan comb yang umumnya
berasosiasi dengan kehadiran mineral silica.

Kondisi endapan seperti ini secara genetik sangat dipengaruhi oleh proses segregation,
dimana mineralisasi logam terakumulasi dan terkumpul pada tempat-tempat tertentu, terutama
pada zona rekahan maupun zona-zona lemah lainnya yang terdapat pada tubuh batuan plutonik
ataupun pada batuan samping (country rock). Proses segregation pada mineral-mineral logam
dapat saja terjadi selama differensiasi magma berlangsung atau saat terjadinya injeksi larutan sisa
magma pada kondisi temperatur dan tekanan cukup tinggi. Kondisi seperti ini sangat mungkin
terjadi dimana diferensiasi magma berada pada stadium pegmatitis-pneumatolitis.
Kehadiran copper minerals dan minor minerals lainnya yang hadir sebagai gangue dalam
tubuh bijih (ore body)dapat disebabkan oleh proses ubahan (alteration) ataupun proses
penggantian/subsitusi mineral (replacement)yang terjadi selama injeksi larutan sisa magma
berlangsung. Pada kondisi tersebut diperkirakan komposisi larutan sisa magma akan semakin asam
dengan komponen utama terdiri dari unsur-unsur volatil berupa gas dan uap. Unsur-unsur volatil
tersebut akan bergerak menerobos batuan plutonik granit yang telah ada, serta batuan samping di
sekitarnya (Serpih dan Riolitik). Unsur-unsur tersebut akan membentuk mineral baik karena proses
sublimasi dari gas dan uap yang dikandungnya atau karena reaksi yang terjadi antara unsur volatil
tersebut dengan batuan yang diterobosnya, termasuk tubuh bijih (ore body)yang telah terbentuk
sebelumnya. Proses sublimasi ataupun reaksi yang terjadi bisa saja menyebabkan terjadinya
mineralisasi atau pembentukan jebakan mineral baru yang disertai dengan terjadinya alteration
dan replacement pada mineral-mineral yang telah terbentuk. Jebakan mineral yang terbentuk oleh
proses sublimasi dan reaksi unsur volatil (gas dan uap) tersebut dikenal dengan endapan
pneumatolitis atau metasomatis kontak.
Selain gejala ubahan dan penggantian mineral, indikasi endapan metasomatik kontak pada
daerah eksplorasi Tapangodapat teramati dari perkembangan mineralisasi dan ubahan batuan yang
terjadi, khususnya pada aliran lava riolitik yang berumur lebih muda.
Perkembangan mineralisasi dan ubahan batuan tersebut dijumpai setempat-setempat
(sporadis)dan umumnya dijumpai pada zona-zona kontak antara aliran lava riolitik dengan tubuh
bijih (ore body).Gejala mineralisasi yang dijumpai umumnya dalam bentuk hamburan
(disseminated)ataupun dalam bentuk urat-urat halus (microveinlet), sedang gejala ubahan batuan
umumnya dijumpai dalam bentuk batuan tersilisifikasi.
Gejala mineralisasi dan ubahan batuan tersebut diperkirakan sangat berhubungan dengan
terjadinya injeksi larutan sisa magma akhir yang kemudian membentuk retas-retas aplite maupun
perlite dalam bentuk urat-urat dyke.Retas-retas tersebut umumnya dijumpai memotong
secaravertikal.
Semua batuan yang telah terbentuk sebelumnya, termasuk batuan Plutonik Granit, aliran
Lava Riolitik, maupun Serpih. Tidak dijumpainya gejala mineralisasi logam pada tubuh retas-retas
aplite maupun pertite menunjukkan bahwa mineralisasi yang berkembang secara sporadis pada
aliran lava riolitik merupakan hasil reaksi yang terjadi antara unsur-unsur volatile dengan tubuh
bijih (ore body) yang diterobosnya. Akibat reaksi tersebut, kandungan unsur-unsur logam yang
ikut larut bersama unsur-unsurvolatil akan terus bermigrasi dan kemudian diendapkan dalam tubuh
aliran Lava Riolitik yang berada di atasnya. Gejala ini dapat diamati dengan jelas pada setiap zona-
zona kontak antara aliran Lava Riolitik dengan jebakan tubuh bijih (ore body), dimana mineralisasi
dan ubahan batuan dalam bentuk silicified hanya berkembang pada zona-zona kontak tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diinterpretasikan bahwa terbentuknya jebakan
mineralisasi Bijih Besi pada daerah eksplorasi Tapangosangat dipengaruhi oleh proses diferensiasi
dan segregasi selama terjadinya injeksi larutan sisa magma pada stadium pegmatitis-pneumatolitis
atau metasomatis kontak.
3.6 Sumber Daya Bijih Besi
3.6.1 Perhitungan Cadangan
Perhitungan cadangan dilakukan berdasarkan hasil pemetaan geologi Bijih Besi yang
dijumpai di lapangan, geomagnet, pendugaan dan pemboran inti.Perhitungan cadangan
berdasarkan hasil geologi adalah berdasarkan hasil pengukuran endapan yang berupa ketebalan
tersingkap dan penyebarannya kearah lateral.Sedangkan perhitungan cadangan berdasarkan hasil
pendugaan geomagnet, geolistrik dan pemboran ditentukan berdasarkan hasil endapan yang
terletak di permukaan dan di bawah permukaan (berdasarkan penampang bawah permukaan).
Hasil pemetaan geologi dan pengukuran topografi menunjukkan bahwa luas sebaran
endapan pada wilayah Reamambu(yang kemudian dikenal sebagai zona 1) dan sekitarnya
mencapai luas ±127,3Ha, dihitung dari batas utara wilayah Kuasa Pertambangan (KP) ke
arahselatan selebar 2.282,8meter, dan panjang 2.853,5meter. Sedangkan endapan Bijih Besi yang
ters ingkap di lereng selatan zona 1 ketebalannya mencapai 1-4,5meter, dengan arah penyebaran
N950E (relatif timur-barat). Sedangkan endapan lain yang dijumpai dipermukaan diperkirakan
sebagai bongkah-bongkah hasil pelengseran dari urat bijih yang tersingkap di permukaan.
Berdasarkan data tersebut, maka cadangan endapan Bijih Besi pada wilayah eksplorasi mencapai±
5.000.000ton.
Hasil pendugaan geomagnetic, dapat disimpulkan bahwa secara geologi terdapat 2 (dua)
zona keterdapatan Bijih Besi, yaitu zona 1 dan zona 2 dengan keterangan sebagai berikut:
Zona-1:
 Terdiri dari 2 lapisan/layer:
o Lapisan ke-1 dengan lebar/ketebalan = ± 4,5 meter
o Lapisan ke-2 dengan lebar/ketebalan = ± 1,5 meter
 Perkiraan panjang total adalah ± 900 meter membentang dari timur ke barat
 Perkiraan kedalaman > 200 meter

Zona-2:
 Terdiri dari 2 lapisan/layer:
o Lapisan ke-1 dengan lebar/ketebalan = ± 1,5 meter
o Lapisan ke-2 dengan lebar/ketebalan = ± 1,2 meter
Zone 2
Metamorphic

Zone 1

Granite

Granite

Gambar 3.2
Hasil Studi Geologi PT. Bukit Asin, Tbk
Keterdapatan Zona 1 dan Zona 2

Zona pertama terletak di wilayah Reamambu dengan luas penyebaran mencapai ± 114,91
Ha, dengan ketebalan rata-rata sebesar 4 meter. Dengan demikian jumlah cadangan pada zona ini
mencapai ± 3.447.205 ton.Pada zona kedua terletak pada wilayah Talise (yang kemudian dikenal
sebagai zona 2) bagian tengah yang prospek dengan luas penyebaran mencapai 115,02 Ha, dengan
ketebalan rata-rata sebesar 4,9 meter. Dengan demikian jumlah cadangan pada zona ini adalah
sebesar ± 1.552.795,03 ton (berat jenis Bijih Besi– 4,5-5,3).
Hasil pemboran diperoleh data bentuk endapan di bawah permukaan. Pemboran ini sampai
dengan kedalaman 130 m. Lubang bor yang menunjukkan tubuh Bijih Besi. Untuk keperluan
perhitungan cadangan, maka di buat penampang dari titik bor tersebut. Dari perhitungan cadangan
dengan menggunakan metode penampang, maka didapat jumlah cadangan sebesar 2.916.160,52
ton dengan berat jenis 4,5-5,3.

3.6.2 Cadangan Bijih Besi Tertambang (Mineable Reserves)


Perhitungan cadangan tertambang menggunakan sistem penampang dengan jarak antar
penampang 50 dan elevasi ke arah dow dip yang dihitung sampai -30m. Berdasarkan kajian
lapangan di daerah prospek diketemukan beberapa endapan Bijih Besi yang tidak dapat
dieksploitasi karena faktor lingkungan, keamanan, dan ada pula yang disebabkan oleh karena
faktor kurang ekonomis. Oleh karena itu, jumlah perhitungan cadangan Bijih Besi terukur perlu
direvisi. Adapun cadangan Bijih Besi yang tidak termasuk dalam rencana penambangan berjumlah
357.819,09 ton sehingga cadangan Bijih Besi yang telah terkoreksi sebanyak 2.558.341,40 ton.
Cadangan Bijih Besi ini akan dijadikan acuan utama untuk keperluan sebagai proses pengkajian
teknis dan non-teknis.

3.7 Rencana Penambangan


Berbagai kajian dan aspek teknis geologi memberikan gambaran tentang kondisi Bijih Besi
yang akan ditambang. Direncanakan areal yang akan dibuka adalah seluas 229,93 Ha dengan
jumlah block sebanyak 8 block dengan pembagian tiap block menjadi jenjang-jenjang. Ketinggian
tiap panjang 10 meter dan lebar 10 meter. Kemiringan sudut lereng overall 39.5°, permukaan atap
(top) dan permukaan bawah (floor) dianggap horizontal, sehingga bentuknya seperti prisma
terpancung (terbalik). Luas permukaan atas dan luas permukaan bawah dari masing-masing block
adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1
Luas Bukaan Tambang

No. Tahun Block Luas Bukaan (Ha)

1. 2011 1 1,862
2. 2012 2 2,042
3. 2013 3 2,185
4. 2014 4 2,400
5. 2015 5 2,724
Total 11,213

Dari keterangan tersebut di atas, maka wilayah yang akan mengalami perubahan secara
ekologis adalah seluas 11,213 Ha. Cadangan Bijih Besi yang akan dieksploitasi sebanyak ±
5.000.000 ton dengan tanah penutup (overburden) sejumlah 7.239.130,42 BCM. Rencana produksi
tahun pertama yaitu akhir tahun 2011.
3.8 Kualitas Bijih Besi
Kajian kualitas Bijih Besi didasarkan pada hasil-hasil analisis laboratorium
terhadapbeberapa parameter kualitas Bijih Besi. Parameter kualitas yang dianalisis adalah analisis
Fe total, Fe2O3, Al2O3, SiO2, TiO2, V2O5, MgO, CaO, Sulfur. Di samping itu dilakukan pula
analisis SG.

3.9 Kajian Hidrogeologi


Kajian hidrogeologi bertujuan mengindentifikasikan lapisan aquifer atau lapisan pembawa
air tanah yang berpotensi mempengaruhi kegiatan penambangan.Analisis tentang kondisi
hidrogeologi daerah tambang didasarkan pada data litologi, karakteristik batuan dan struktur
geologi.
Diasumsikan lapisan-lapisan batuan adalah berjajar dengan kemiringan rata-rata 15° kearah
selatan. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa diantara batuan-batuan tersebut hanya
batu pasir memiliki porositas 13-14%, Diperkirakan batu pasir di wilayah ini bertindak sebagai
aquifer, akan tetapi ia memiliki kuat tekan antara 6-27 MPa. Karena pit-pit di gali kearah jurus
lapisan, maka lereng pit yang memiliki lapisan batupasir akan selalu basah karena rembesan air.
Lapisan-lapisan ini kemiringannya kearah barat sehingga dampak rembesan air sangat
berpeluang di bagian dinding pit sebelah timur. Untuk menangani rembesan airtanah tersebut
disarankan untuk membuat penyaluran pada lereng-lereng galian.

3.10 Curah Hujan


Untuk memahami karakteristik curah hujan di daerah kajian akan digunakan data hasil
pengukuran hujan dari berbagai stasiun hujan yang terletak disekitar daerah kajian.
Berdasarkan dari data tersebut dapat disimpulkan karakteristik curah hujan sebagai berikut:
 Curah hujan tahunan antara 12 mm sampai 579 mm dengan hari hujan berkisar antara 4 hari
sampai 17 hari.
 Curah hujan tahunan rata-rata adalah 168,5 mm. Bulan Januari - Maret dan Nopember -
Desember merupakan bulan-bulan basah dengan curah hujan diatas 200 mm.
Karakteristik hujan diatas akan digunakan sebagai masukan dalam perencanaan tambang
terbuka.
3.11 Intensitas Hujan
Sarana penyaliran tambang pada dasarnya berfungsi mengatasi masalah-masalah yang
ditimbulkan oleh hujan jangka pendek, atau oleh suatu kejadian hujan yang akan mempengaruhi
kegiatan penambangan.
Oleh karena itu sarana penyaliran tambang dirancang untuk dapat mengatasi kondisi ekstrim
yang mungkin terjadi selama umur sarana tersebut. Curah hujan jangka pendek dinyatakan sebagai
intensitas hujan. Di wilayah penyelidikan, seperti umumnya daerah tropis, jenis hujan yang terjadi
pada umumnya adalah hujan konvektif yang mempunyai ciri intensitas tinggi dan durasi hujan
pendek. Penentuan intensitas hujan ekstrim yang dapat digunakan sebagai intensitas hujan rencana
(design rainfall intensity) untuk sarana penyaliran tambang, diperlukan data hasil pengukuran
dengan alat pengukur otomatis.Jika hal ini tidak tersedia, maka penentuan intensitas hujan rencana
diperkirakan dari data curah hujan harian.
Berdasarkan data intensitas hujan untuk bulan Januari mencapai 379 mm dan untuk bulan
Desember mencapai 261 mm dengan pertimbangan bahwa kedua bulan tersebut dapat mewakili
bulan-bulan basah, maka untuk keperluan perancangan digunakan intensitas hujan, rencana
sebesar 60mm/jam dengan durasi hujan 30-60 menit.

3.12 Penyaliran Tambang


Tambang Bijih Besiakan membentuk cekungan (pit), maka operasi penambangan akan
selalu dihadapkan pada masalah air. Air tersebut dapat berupa air tanah, air sungai maupun air
hujan. Jika daerah penambangan tergenang air, maka alat-alat akan sulit beroperasi dengan baik,
demikian pula kemantapan lereng jugaakan terganggu bila lereng selalu dalam keadaan basah.
Untuk mengatasi masalah ini diperlukan suatu sistem penyaliran yang baik.
Berdasarkan kajian hidrogeologi diketahui bahwa air tanah tidak akan mempengaruhi daerah
penambangan. Air hujan dan air dari aliran sungai akan ditangani dengan cara mengalihkan aliran
yang mungkin masuk ke tambang ke lokasi lain yang lebih rendah.
Masalah air hujan ditangani dua cara yaitu:
a. Air hujan yang jatuh di luar pit di usahakan semaksimal mungkin tidak mengalir ke dalam pit
dengan membuat paritan atau saluran sekeliling pit atau di lereng pit untuk mengalirkan air
ke daerah yang lebih rendah.
b. Air yang jatuh ke dalam pit akan ditangani dengan menggunakan sistem penyaliran open
sump. Ini adalah suatu metode penyaliran dengan membuat sumuran (sump) di elevasi
terendah daerah penambangan (lantai tambang), kemudian air dalam sumuran dialirkan ke
luar pit. Tempat penyaliran open sump ini dilakukan dengan cara membuat paritan di dekat
jenjang (toe) untuk mengalirkan air menuju ke sumuran serta mencegah genangan air di
daerah jenjang. Paritan dan sumuran bersifat sementara yang berubah kedudukannya sesuai
dengan kemajuan penambangan. Agar daerah penggalian tidak tergenang air maka elevasi
sumuran dibuat lebih rendah dari elevasi daerah penggalian sehingga semua air akan mengalir
kedalam sumuran. Selain itu agar kemantapan lereng tidak terganggu, maka lantai jenjang di
buat miring dan pada sisi jenjang di buat paritan. Paritan ini akan mengalirkan air langsung
ke luar daerah tambang. Semua air dari aktifitas penambangan akan dialirkan ke dalam kolam
pengendap sebelum dialirkan ke sungai-sungai di sekitar daerah tambang.
Perhitungan debit air yang masuk daerah tambang dilakukan dengan metode rasional dengan
menggunakan rumus:
Q = 0,278 x C x I x A
Keterangan :
Q = Debit limpasan (m3/det)
C = Koefisien limpasan (untuk daerah tambang = 0,9)
I = Intensitas hujan (mm/jam, 60 mm/jam)
A = Luas daerah tangkapan atau catchment area (km2)

Dengan perhitungan tersebut, maka kebutuhan penyaliran dan volume penggalian yang perlu
dilakukan setiap tahun dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 3.2
Perhitungan Debit Saluran
Dengan Slope 60° (Tahun 1 Block I)
Iterasi Kecepatan
Aliran pada 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60
Saluran (V~m/dt)
T 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000
I 25,431 25,431 25,431 25,431 25,431
Qr= 0,0034 I 0,0244 0,0244 0,0244 0,0244 0,0244
y = (0,56137. V)3/2 0,0376 0,0691 0,1064 0,1487 0,1955

QS= V. y2 3 0,0005 0,0025 0,0078 0,0192 0,0397

Rechecking : Qr = Qs No! No ! No! No! = 0k!

Tabel 3.3
Perhitungan Debit Saluran
Dengan Slope 60° (Tahun 2 Block 2)
Iterasi Kecepatan
Aliran pada 0,50 0,60 0,70 0,80 0,90
Saluran (V~m/dt)
T 1,1500
I 25,4313 25,4313 25,4313 25,4313 25,4313
Qr= 0,0034 I 0,0396 0,0396 0,0396 0,0396 0,0396
y = (0,56137. V)3/2 0,1487 0,1955 0,2463 0,3010 0,3591

QS= V. y2 3 0,0192 0,0397 0,0736 0,1255 0,2010

Rechecking : Qr = Qs No! No ! No! No! = 0k!

Tabel 3.4
Perhitungan Debit Saluran
Dengan Slope 60° (Pit 5 Block I)
Iterasi kecepatan
aliran pada 0,50 0,60 0,70 0,80 1,1952
saluran (V~m/dt)
T 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
I 25,431 25,431 25,431 25,431 25,431
Qr= 0,0034 I 0,0488 0,0488 0,0488 0,0488 0,0488
y = (0,56137. V)3/2 0,1487 0,1955 0,2463 0,3010 0,3591

QS= V. y2 3 0,0192 0,0397 0,0736 0,1255 0,2010

Rechecking : Qr = Qs No! No ! No ! No ! No !

3.13 Geoteknik Tambang


Penyelidikan geoteknik untuk mendukung kegiatan operasional penambangan Bijih Besi
dengan sistem penambangan terbuka (open pit)bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai
kemiringan lereng galian yang dapat meminimalkan timbulnya longsoran dari dinding galian.Data
yang diperlukan untuk penyelidikan ini adalah sebagai berikut:
A. Data Lapangan
1) Susunan batuan
Susunan batuan pembentuk Iereng yang didapat dari data hasil pemboran inti.
2) Struktur lapisan batuan
Struktur lapisan batuan agak kompak akibat pengaruh tektonik namun ada beberapa memiliki
rekahan-rekahan dan kekar yang disebabkan oleh patahan dan sesar.

B. Hasil Pengamatan Bor dan Sampel Untuk Uji Laboratorium


1) Pemboran
Jumlah pemboran geoteknik untuk saat ini sebanyak 3 titik.
2) Jumlah sampel untuk uji laboratorium
Pengujian kondisi fisik, mekanik dan analisis batuan dilakukan dengan mengacu kepada
standar baku yang diakui secara umum. Jumlah sampel yang dianalisis di laboratorium
sebanyak 3 sampel yang terdiri dari tanah dan Granit.

C. Hasil Uji Coba dan Analisis Laboratorium


1) Hasil Uji Sifat Fisik
Jenis pengujian yang dilakukan di laboratorium, meliputi uji sifat dasar dan sifat
keteknikan.Sifat dasar atau indeks digunakan untuk menentukan klasifikasi dan perilaku tanah
atau batuan. Adapun rincian jenis pengujian tersebut, adalah sebagai berikut:
 Pengujian sifat fisik dasar (basical properties), antara lain: kadar air (water content), berat
isi asli (bulk density), berat isi kering (dry density), berat isi jenuh (saturated density),
porositas (porosity) dan derajat kejenuhan (saturated).
 Pengujian sifat indeks/perilaku (index properties), diperlukan untuk menentukan batas-
batas Atterberg (consistensy) dan distribusi butir (grainsize).
2) Hasil Uji Sifat Mekanik
Uji sifat mekanik atau keteknikan diperlukan untuk mengetahui ketahanan tanah atau batuan
di bawah tekanan statik atau dinamik.Untuk tekanan searah atau 1 (satu) dimensi digunakan
uji kuat tekan atau Unconfined Compressive Strength.Untuk dua dimensi adalah uji geser
langsung dan tegangan tiga dimensi adalah uji triaxial.Untuk uji geser langsung akan
menghasilkan nilai c (kohesi) dan  (sudut geser dalam).

3) Hasil Uji Analisis Kekuatan Batuan


Kekuatan batuan (rock strenght)mencerminkan kekerasan batuan tersebut menerima tekanan
atau beban.Nilai kekuatan batuan diperoleh dari hasil uji kuat tekan (unconfined compression
strenght), dinyatakan dalam satuan kg/cm2.

Tabel 3.5
Data Hasil Uji Laboratorium Terhadap Contoh Batuan
Data Parameter Hasil Uji Sifat-Sifat Fisik
Parameter Nilai
DH-2
KadarAir, w (%) 37,21
Berat Jenis (gram/cm2) 2,52
Berat Isi Basah. y (gram/cm5) 1,42
Berat Isi Kering, yet (gram/cm3) 1,04
Angka Pori (-) 1,17
Porositas, n (%) 53,98
Derajat Kejenuhan, S (%) 0,99
Batas Cair, (WL) (%) 58,00
Batas Plastis. (WP) (%) 52,54
Indeks Plastis (lp) (%) 5,46
DH-5
KadarAir, w(%) 32,74
Berat Jenis (gram/cm2) 3,22
Berat Isi Basah, y (ton/m3) 1,33
Berat Isi Kering, yd (ton/m3) 1,00
Angka pori (-) 0,97
Porasitas, n {%) 49,35
Derajat Kejenuhan, S (%) 0,88
Batas Cair, (WL) (% 55,50
Batas Plastis, (WP) (%) 47,43
Indeks Plastis (lp) (%) 8,07

3.14 Geometri Tambang


Seperti yang telah diketahui, kajian geoteknik diperlukan untuk menentukan desain tambang
yang mencakup tinggi dan sudut lereng yang dianggap. Secara umum geometri lereng dinding
bukaan tambang Bijih Besidi bagi dalam dua kategori, yakni lereng keseluruhan atau total (overall
slope)dan lereng jenjang atau individu (bench / individual slope). Selain menghitung dimensi
kedua jenis lereng, dalam laporan ini juga disertakan perhitungan terhadap lereng timbunan
(dumping area).
Analisis dan perhitungan kemantapan lereng dilakukan pada setiap lokasi titik pemboran
yang mewakili daerah sekitarnya dan dibatasi sampai kedalaman maksimun dari setiap lubang bor.

3.14.1 Analisis Perhitungan Kemantapan Lereng


Untuk memperoleh geometri lereng total dan jenjang tambang yang aman diperlukan analisis
perhitungan kemantapan lereng (slope stability)secara empirik. Dengan kata lain, analisis
kemantapan lereng diperlukan untuk menentukan suatu bangunan lereng agar cukup stabil
sehingga tidak berbahaya untuk keselamatan dan kehidupan.
Hal yang terkait secara langsung dengan kemantapan lereng adalah menentukan nilai Faktor
Keamanan (safety factor).Faktor Keamanan (FK) adalah nilai empirik yang diperoleh dari gaya
penahan dibagi oleh gaya pendorong, yang dinyatakan sebagai persamaan :
Gaya Penahan
FK = Gaya Pendorong

Selanjutnya, nilai FK (Bowles, 1981) dinyatakan sebagai berikut :


 FK < 1,0 : Lereng longsor
 FK 1, 0 - 1.2 : Lereng kondisi kritis
 FK > 1,2 : Lereng dianggap aman (stabil)

3.14.2 Kondisi Lereng


Gaya Pendorong maupun gaya penahan yang bekerja pada sebuah lereng, setidaknya
dipengaruhi 2 (dua) faktor utama yang saling berkaitan yaitu faktor dalam dan faktor luar.
Faktor dalam (internal) adalah gaya-gaya yang bekerja pada lereng tersebut, yaitu gaya
pendorong dan gaya penahan. Besaran atau nilai dari gaya - gaya tersebut di atasdalam aspek
keteknikan dinyatakan sebagai nilai sifat fisik dan mekaniknya, seperti berat isi (density), sudut
geser dalam (internal friction angle)dan kohesi dari setiap lapisan sub-struktur yang menyusun
lereng tersebut.
Faktor luar (eksternal)adalah faktor yang dipengaruhi oleh kondisi fisik, seperti : dimensi
tambang (sudut dan tinggi lereng), kondisi geologi (struktur, kemiringan lapisan, kegempaan),
kondisi hidrologi (pengaruh tekanan air atau hydrostatic pressure dan banjir), dan getaran yang
disebabkan aktivitas atau kegiatan penambangan seperti penggunaan alat-alat berat atau getaran
akibat peledakan (blasting).
Kedua faktor di atas, dapat diperoleh dari hasil penyelidikan di lapangan maupun uji di
laboratorium penyelidikan lapangan berupa pemboran inti, merupakan aspek yang sangat penting
untuk mengidentifikasi keadaan/ karakteristik sub-struktur bawah permukaan, dari hasil pemboran
inti (coring)contoh tanah dan batuan tak terganggu diambil untuk uji laboratorium.
3.14.3 Parameter Untuk Analisis Kemantapan Lereng
Adapun parameter yang diperlukan untuk menghitung analisis kemantapan lereng adalah:
a. Sifat fisik, khususnya berat isi (bulk and dry density), dinyatakan dengan: y dan ysat
b. Sifat mekanik, yaitu kohesi dan sudut geser dalam, dinyatakan dengan dan c
c. Tekanan pori atau tekanan hidrostat
d. Percepatan atau akselarasi (getaran, gempa, peledakan atau pergerakan alat-alat berat)
Nilai parameter yang diperoleh dari hasil pengujian di laboratorium dari hasil pemboran
(kohesi dan sudut geser dalam masing-masing total dan efektif). Selain parameter di atas,
diperlukan juga data pendukung seperti:
a. Data makro dan mikro struktur (termasuk bidang diskontinu)
b. Sifat indeks (perilaku) yang dinyatakan dalam nilai konsistensi dan distribusi butir (khusus
untuk tanah dan batuan sedimen klastik)
c. Nilai kekerasan atau kuat tekan

3.15 Longsoran
Longsoran merupakan sebuah fenomena alam yang umum terjadi, akibat perubahan
keseimbangan terhadap kemantapan lereng. Ditinjau dari aspek keteknikan,longsoran terjadi
disebabkan oleh gaya dorong lebih besar dari gaya penahan sehingga nilai F< 1 (terjadi longsor).
Longsoran dianggap berbahaya bila telah memakan korban jiwa dan merusak harta maupun
benda.Dikaitkan dengan bukaan tambang, longsoran termasuk berbahaya karena adanya aktivitas
di tempat tersebut. Akibat longsoran, selain membahayakan juga menghambat aktivitas kegiatan
penambangan, dan selanjutnya akan menghambat produksi tambang. Secara umum terdapat 4
(empat) jenis longsoran yang terjadi pada area tambang terbuka, yaitu:
- Longsoran blok atau bidang (Plane Failure)
- Longsoran baji atau gunting (Wedge Failure)
- Longsoran memutar atau tak memutar (Circuit Circular Failure)
- Longsoran guling atau rebah (Toppling Failure)
Perbedaan jenis longsoran dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: jenis batuan,
struktur (makro) dan kondisi geologi daerah yang akan ditambang. Longsoran memutar (rotasi)
dan tak memutar, bidang (translasi), longsoran baji umumnya terjadi pada batuan sedimen,
sedangkan longsoran rebah (jungkiran), umumnya terjadi pada batuan beku atau batuan-batuan
sedimen yang lapisannya relatif tegak.
Longsoran bidang dan baji timbul karena struktur kekar yang terpola (joint pattern),arah dan
kemiringan lapisan sejajar dan terpotong oleh bidang lereng (cut slope).Longsoran memutar dan
tak memutar sangat umum terjadi dibandingkan jenis longsoran lainnya.Longsoran ini timbul
karena struktur yang tak beraturan (chaotic), dan lapisan batuan sedimen relatif belum
terkonsolidasi baik.
Untuk menghitung analisis kemantapan lereng yang ditujukan untuk tipe longsoran memutar
digunakan rumus persamaan (Bishop, 1955), sebagai berikut:
1
{(c, b,(W  b) tan  , } 
cos  , (1  ta , ) / FK
f 
W , sin 
Dimana :
FK = Faktor Keamanan
c = Kohesi
b = Lebar Irisan longsoran
W = Berat Massa (luas + berat asli/jenuh)
, = Sudut Gelincir Bidang Longsor
1 = Sudut Geser Dalam
P = Tekanan Hidrostatis (berat isi air x tinggi)

Mengingat data curah hujan cukup tinggi dan didukung hasil pengamatan mikrostruktur di
lapangan, maka perhitungan analisis kemantapan lereng total diintensikan pada jenis longsoran
memutar. Walaupun demikian untuk perhitungannya, masih diperlukan beberapa asumsi
tambahan, yakni:
a. Perhitungan untuk lereng total menggunakan nilai FK > 1,3 dengan ketinggian mat (muka
air tanah), sesuai dengan hasil pengukuran. Untuk teras jenjang menggunakan nilai FK > 1,5
dengan kondisi dianggap jenuh dan batuan dianggap homogen.
b. Dimensi longsoran ditentukan melalui daerah paling lemah (lapisan batu-lempung) atau
melalui bidang rekah yang terdeteksi.
c. Perhitungan longsoran memutar diasumsikan, bagian mahkota longsoran terletak pada
puncak datar, yakni beberapa meter dari ujung.

3.15.1 Perhitungan Secara Grafis Hoek & Bray


Analisis kemantapan lereng secara grafis dengan menggunakan metode Hoek dan Bray dapat
dilakukan lebih cepat karena menggunakan diagram(chart). Adapun cara dan langkah perhitungan
dalam menggunakan diagram yang dibuat oleh Hoek and Bray, dengan langkah sebagai berikut:
1. Tentukan kondisi air tanah untuk memperoleh ketinggian seperti pada gambar 3.4 yang
dimaksud.
Hitung harga c / h tan 0, kemudian masukan dalam grafik gambar 3.5
2.

.01

.02

.03

.04

.05
3. 2.0 2) pada lengkung luar, tentukan harganya
Letakkan harga (langkah

.06
CIRCULAR FAI

.07

.08
4. Tarik garis lurus yang berawal dari titik hasil langkah 3. sehingga memotong lengkungan

.09
.10
1.8

.11
sudut lereng dan kemudian tentukan titik perpotongannya.

.12
.13
titik langkah 4, sehingga memotong garis tepi kiri (tan /F)atau garis

4
5. Tarik garis lurus dari1.6

.1
5
.1

.1 6
.1
batas bawah (c/HF).
1.4
6. Hitung harga F (=FK) dari persamaan tan /F atau c/  HF).
Cara dan langkah metode 1.2
Hoek & Bray dapat dilihat pada gambar 3.3
tan  /F

90
1.0


gle
0.8 e An
p
tan  Slo
F 80
0.6
70
60
0.4 50
40
30
20
0.2

0
c
0.

0.

0.

0.

0.

0.

0.

0.

0.

0.

0.

0.

0.
00

02

04

06

08

10

12

14

16

18

20

22

24

 HF c/  HF

Gambar 3.3
Cara dan Langkah Perhitungan Hoek & Bray
Meskipun metode atau cara Hoek &Bray dapat dilakukan dengan cepat dan mudah, namun
hasil perhitungannya mempunyai kelemahan karena kondisi Iereng diasumsikan homogen.
Penggunaan diagram (chart) sangat tergantung kepada kedudukan/ketinggian muka air tanah
mulai dari kering sampai jenuh, seperti yang terlihat pada gambar 3.4.

Gambar 3.4
Kondisi Muka Air Tanah Untuk Diagram Hoek & Bray
Gambar 3.5
Diagram Untuk Analisis Perhitungan Jenuh Air

3.15.2 Hasil Analisis


Untuk memperoleh hasil yang akurat, analisis perhitungan pada lereng total (overall slope)
dilakukan terhadap setiap titik pemboran, disesuaikan dengan kedalaman maksimumnya. Analisis
kemantapan lereng dihitung berdasarkan pengambilan contoh tanah/batuan pada kedalaman total
pemboran setara dengan tinggi lereng (H) yang dirancang. Tinggi lereng (H) - 50 meter.

3.15.2.1 Lereng Total


Hasil analisis perhitungan kemantapan lereng untuk jenis longsoran memutar untuk lereng
total tercantum dalam tabel 3.6 di bawah ini:

Tabel 3.6
Hasil Perhitungan Kemantapan Lereng Total, Lokasi DH 1, 5 dan 7
Sudut Faktor Keamanan
(...0) DH -1, H = 70 DH - 5,H = 70 DH - 7, H = 70
30, 1,206 1,257 1,276
Catalan: H & B = Hoek & Bray FK >
1,200
3.15.2.2 Lereng Jenjang (Bench slope)
Hasil analisis perhitungan kemantapan lereng untuk lereng jenjang tercantum dalam tabel
3.7 di bawah ini:
Tabel 3.7
Hasll Perhitungan Kemantapan Lereng Jenjang, Lokasi DH 1, 5 dan 7
Sudut Faktor Keamanan
(...0) DH-1,H = 10 DH-5, H = 10 DH-7,H = 10
30, 2,607 2,034 2,768
Catalan: H & B = Hoek & Bray FK >
1,200

3.15.2.3 Analisis Lereng Timbunan


Parameter yang digunakan untuk menganalisis lereng timbunan atau lereng material
buangan (dumping slope), yang terdiri dari campuran beberapa material menggunakan data
gabungan.Mengingat tingkat kepadatan (tanah) timbun relatif rendah dan belum terkonsolidasi
dengan baik dibandingkan dengan lapisan/ sedimen aslinya, maka diperlukan beberapa asumsi.
Asumsi yang digunakan dalam perhitungan lereng timbunan ini antara lain:
 Tinggi lereng maksimum 25 meter
 Parameter yang digunakan untuk nilai c dan $ adalah 1/3 dari nilai rata-rata dari setiap lokasi
bor
 Muka air tanah dianggap sama dengan tanah dasar
Hasil perhitungan analisis kemantapan lereng untuk timbunan (dumping area)dengan
menggunakan longsoran memutar, hasilnya dapat dilihat pada tabel 3.8 sebagai berikut:
Tabel 3.8
Hasil Perhitungan Kemantapan Lereng Jenjang Tunggal
Lokasi DH 1, 5 dan 7
45 55 65 75
No. TINGGI
MP B MP B MP B MP B
1 6 1,533 1,523 1,334 1,325 1,175 1,168 1,034 1,028
2 7 1,315 1,329 1,111 1,123 0,965 0,954 0,820 0,810
3 8 1,186 1,168 0,979 0,964 0,812 0,797 0,670 0,656
4 9 1,080 1,060 0,903 0,883 0,707 0,688 0,562 0,543
5 10 0,932 0,910 0,793 0,793 0,633 0,608 0,486 0,460
Dari perhitungan diatas diketahui untuk jenjang tunggal dengan tinggi 6 m, maka sudut
maksimum yang aman adalah 650.
Hasil analisis perhitungan kemantapan lereng total untuk jenis longsoran memutar untuk
lereng total tercantum dalam tabel 3.9 di bawah ini:
Tabel 3.9
Hasil Perhitungan Kemantapan Lereng Timbunan (H) = 25 m
Faktor Keamanan
Sudut (…..°)
DH-1 DH-S DH-7
15 1,236 1,292 1,254
Catatan : H & B = Hoek & Bray FK> 1,200

 Biaya penambangan yang meliputi penggalian, pengolahan dan pengangkutan Bijih Besi
adalah sekitar US $ 75,00 per ton.
 Biaya penggalian dan pemindahan tanah penutup sekitar US $ 4,80 per BCM.
 Faktor kehilangan karena penambangan sekitar 10%.

Maka akan didapat nilai nisbah pengupasan sebesar:


(𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝐽𝑢𝑎𝑙 𝑥 𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛) − (𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑎𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛)
 SR = (𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙𝑖𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑚𝑖𝑛𝑑𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑢𝑡𝑢𝑝)
(US $ 145,00 x 0,90)− US $ 75)
BESR =
US $ 4,80

= 11,56

3.16 Cadangan Tertambang (Mineable Reserve)


Cadangan Bijih Besi tertambang akan dihitung berdasarkan batasan-batasan sebagai berikut:
 Kondisi geologi (struktur, topografi, sungai)
 Geometri lereng tambang dimana tinggi lereng keseluruhan rata-rata adalah 50m dengan
kemiringan lereng total 39,5°, dan lereng tunggal adalah 10m dengan kemiringan 60°
 Nisbah pengupasan (SR)
Hasil perhitungan cadangan tertambang tercantum dalam tabel 3.10:

Tabel 3.10
Jumlah Cadangan Tertambang
Tahun Cadangan Tertambang Cadangan Layak Jual
Nisbah
Bijih Besi T. Penutup T. Penutup
Bijih Besi (Ton) Pengupasan
(Ton) (BCM ) (BCM)
2018 88.571,40 207.257,08 60.000 140.400 2,34
2019 89.083,90 327.828,75 60.000 220.800 3,68
2020 178.167,80 538.066,76 120.000 362.400 3,02
2021 177.142,80 543.828,40 120.000 368.400 3,07

Dalam merencanakan desain tambang, hal penting yang harus dilakukan adalah pemilihan
metode penambangan yang sesuai dengan kondisi teknis dan ekonomis sumber daya Bijih Besi
yang akan ditambang dalam menentukan jumlah Bijih Besi yang dapat ditambang dari potensi
sumber daya yang ada, sehingga jumlah Bijih Besi sebagai cadangan yang dapat ditambang akan
dihitung dengan mempertimbangkan hasil desain tambang.
Secara teknis, pemilihan metode penambangan didasarkan pada pertimbangan hal-hal
sebagai berikut:
 Kedalaman lapisan (seam)
 Ketebalan lapisan dan penyebarannya
 Kondisi lapisan tanah penutup (overburden)
 Struktur geologi
Secara ekonomis akan dipertimbangkan nisbah pengupasan atau "stripping ratio", yaitu
besarnya volume pengupasan tanah penutup untuk mendapatkan setiap ton Bijih Besi.
BAB 4
PENAMBANGAN

4.1 Pemilihan Metode Penambangan


Memilih metode penambangan tambang terbuka yaitu dengan open pit mining untuk
melaksanakan penambangan Bijih Besi ini. Metode tambang terbuka dipilih berdasarkan
pertimbangan faktor-faktorteknis yang mencakup model geologi, kondisi lapisan Bijih Besi(strike,
dip, thikness).kondisi lapisan penutup (overburden)serta pertimbangan jumlah sumber daya Bijih
Besi. Metode penambangan ini menggunakan kombinasi back hoe dan dump truck serta
bulldozer.Sebagai alat bantu, ini memiliki kelebihan dalam fleksibilitas dan selektivitas
penambangan, antara lain seperti:
- Biaya investasi awal yang lebih kecil
- Perolehan sumber daya Bijih Besi dapat lebih besar
- Tingkat produksi Bijih Besi per hari yang lebih besar
- Penanganan peralatan tambang yang lebih mudah dan keselamatan tambang dan karyawan
yang lebih baik
Open pitmerupakan teknik penambangan Bijih Besi yang dinilai cocok dan sesuai untuk
diterapkan. Teknik penambangan open pit mining ini adalah dengan melakukan penggalian Bijih
Besi pada batas-batas penambangan (pit limit)dari arah singkapan (crop line) menuju ke bawah
searah dengan kemiringan lapisan Bijih Besi(down dip).
Penggalian ini digunakan dengan membentuk jenjang-jenjang atau lereng multi yang
memiliki geometri tertentu berdasarkan hasil kajian geoteknik dan rencana pengoperasian alat-alat
penambangan.Dengan teknik penambangan ini, diharapkan semua lapisan (seam) Bijih Besi yang
penyebarannya jelas, dapat ditambang dengan baik.

4.2. Desain Tambang


Menentukan desain tambang cukup kompleks seperti:
 Potensi sumberdaya bijih geoteknik
 Kualitas Bijih Besi
 Geometri lereng tambang pen-teknik
 Air dalam tambang (geohomoni)
 Harga dan kualitas Bijih Besi yang di pasarkan

Ada hal-hal lain yang juga menjadi pertimbangan yaitu:


 Aspek lingkungan dalam hubungannya dengan pasca tambang
 Kontrak jangka pendek dan jangka panjang dengan konsumen (buyer)
 Sarana dan prasarana yang sudah tersedia

4.3 Potensi Sumber Daya Bijih Besi


Dalam penyusunan desain tambang, hal pertama yang harus diketahui adalah jumlah sumber
daya yang tersedia, karena kuantitas sumber daya akan menyangkut penentuan kapasitas produksi
tambang dan umur tambang.

4.4 Kualitas Bijih Besi


Keberadaan dan penyebab kualitas Bijih Besi sangat berperan dalam penetapan sekuen
kemajuan penambangan dan rancangan penggalian permukaan penambangan (mine front). Dengan
demikian, perlu tidaknya proses blending bijih Bijih Besi pada kegiatan pengolahan sangat
ditentukan oleh penyebaran kualitas dan produksi Bijih Besi yang direncanakan.
Cadangan Bijih Besi tertambang tanpa faktor losses adalah 2.919.079,6ton yang terbagi
dalam 8block. Setiap block memilikikuantitas dan kualitas Bijih Besi berbeda dengan block
lainnya. Keseluruhan kualitas Bijih Besi belerang mengandung total belerang (TS) rata-rata ± 3%,
dengan kadar total rata-rata ± 45%.

4.5 Kualitas Produk dan Harga Jual


Karakteristik Bijih Besi yang akan dijual oleh perusahaan dengan karakteristik Bijih Besi
yang dimiliki oleh perusahaan akan menentukan jenis kegiatan pengolahan yang dilakukan, untuk
memperoleh kualitas produk yang diinginkan. Beberapa alternatif proses pengolahan di antaranya
adalah:
 Proses reduksi ukuran saja
 Proses reduksi ukuran ditambah blending
 Proses reduksi ukuran dan pencucian
 Proses reduksi ukuran dan pencucian serta blending
Pemilihan setiap alternatif akan mempengaruhi pengaturan sekuen dan kegiatandi
permukaan penambangan.Harga jual Bijih Besi sangat berpengaruh pada penentuan “stripping
ratio" (SR) karena harga jual yang besar akan lebih membukapeluang untuk melakukan operasi
penambangan dengan SR yang besar pula, sehingga akan memperbesar perolehan cadangan Bijih
Besi.
Perubahan besaran SR mempunyai implikasi yang luas terhadap desain tambang, demikian
pula sebaliknya karena secara teknis dapat berakibat pada perubahan batas penambangan (pit limit)
dan perubahan level penambangan (pit level).Dengan demikian, berakibat pada perubahan jumlah
cadangan Bijih Besi dan umur tambang.

4.6 Geometri Lereng Tambang


Rekomendasi geometri lereng tambang berupa ketinggian dan kemiringan lereng diperoleh
dan dikaji kemantapan lerengnya.Dalam menyusun desain tambang, geometri lereng ini
melupakan salah satu parameter yang sangat penting sehingga dapat berakibat fatal apabila desain
tambang mengabaikan rekomendasi geometri lereng ini.
Hasil uji geoteknik dari formasi lapisan penutup Bijih Besi dapat dilihat pada babIII (Kajian
Geoteknik dan Hidrogeologi) dimana batuan pembentuk lereng tambang didominasi oleh batu
Granit.
Overall slope telah dibuat bervariasi sesuai dengan karakteristik sifat keteknikan tanah dan
batuan pada masing-masing block yang bervariasi, perhitungan tersebut telah memperhitungkan
beban dari material timbunan (bila sisi bukaan tambang memotong lokasi material timbunan).
Selain berdasarkan sudut lereng yang direkomendasikan studigeoteknik, juga berdasarkan
konvensi jarak aman lokasi wastedump area (WDA) dengan lokasi tambang yaitu minimal sama
dengan tinggi/kedalaman tambang (pit) itu, jarak WDA di sekitar tambang didesain antara 100-
500m.
Selain diperlukannya analisis kemantapan lereng pada lokasi bukaan tambang, juga
dilakukan usaha pemantuan kemungkinan terjadinya longsoran. Pemantauan ini dimaksudkan
untuk mengetahui gejala-gejala awal sebelum terjadinya longsoran sehingga dapat dilakukan
tindakan-tindakan pencegahan atau penanggulangan longsoran yang akan terjadi agar tidak
menimbulkan korban jiwa serta kerugian yang lebih besar.
Beberapa usaha pemantauan kemantapan lereng direkomendasikan adalah sebagai berikut:
 Identifikasi struktur geologi seperti lahan, kekar, rembesan-rembesan air tanah. Identifikasi
ini dilakukan setelah dilakukan pemotongan lereng pada saat operasional tambang sehingga
pada saat dilakukan pemotongan lereng dan ditemukannya gejala-gejala tersebut perlu
dilakukan pemantauan secara intensif dengan memasang patok-patok geser.
 Identifikasi gejala-gejala longsoran selama penambangan seperti timbulnya rekahan-rekahan
pada bukaan tambang, bila dijumpai gejala-gejala tersebut di atas, maka perlu dilakukan
pemantauan secara intensif dengan memasang patok-patok geser.
 Membuat prosedur petunjuk operasional untuk pemantauan longsoran sebagai berikut:
a. Peralatan yang Digunakan
1. Alat Ukur (EDM, PS, atau Geo-radar)
2. Patok (terbuat dari logam tahan karat atau kayu/bambu yang dicat atau diberi tanda yang
mencolok)
3. Alat pencatat
b. Prosedur Pengukuran
1. Tentukan titik patok tetap pada lokasi yang stabil dan menetap (tidak dipindahkan)
selama patok tetap difungsikan. Bila perlu patok tetap dipasang dudukan (pondasi) agar
kuat dan tidak mudah digeser.
2. Catat rekaman posisi geografis atau diikat dengan titik triangulasi terdekat atau titik
lainnya yang digunakan sebagai referensi posisi patok tetap.
3. Tentukan dan tanam titik patok gerak, pada posisi lahan/tanah yang berpotensi longsor.
Untuk memperoleh hasil yang lebih akurat, sebaiknya patok gerak dibuat lebih dari satu,
pada lahan yang sama.
4. Ukur jarak antara patok tetap dengan patok gerak dengan ketelitian maksimum sesuai
dengan spesifikasi teknis alat ukur yang digunakan.
5. Catat jarak antara patok tetap dengan patok gerak. Lakukan pengukuran ulang (cek)
untuk kepastian data pengukuran awal. Catatan jarak antara kedua patok tersebut dalam
kepekaan ukur minimal dinyatakan dalam mm.
6. Untuk mendeteksi gerakan tanah, pengukuran dapat dilakukan selang tiap 3 hari atau
lebih selama musim kemarau. Untuk musim penghujan pengukuran minimal sehari
sekali atau bila perlu dilakukan setiap interval 6 jam (tergantung keperluan dan keadaan
yang dianggap darurat).
7. Bila pengukuran berkala dilakukan pada waktu yang lama, disarankan kedua patok
tersebut terbuat dari logam tahan karat.
8. Jika dalam pengukuran terjadi selisih jarak secara signifikan (misal > 10mm), segera
laporkan kepada penanggung jawab (Kepala Teknik Tambang) untuk ditindaklanjuti.
Pemantauan harian dan mingguan dengan mempergunakan total station harus dilakukan
secara rutin, dan pemantauan akan diintensifkan apabila teridentifikasi adanya gejala struktur
geologi ataupun rekahan-rekahan baru dengan memantau patok-patok geser yang telah dipasang
pada daerah yang telah teridentifikasi tersebut. Bila ternyata dalam waktu yang sama akan
dilakukan pelandaian lereng totalnya.
Dari hasil uji geoteknik tersebut di atas, maka dapat dihitung Faktor Keamanan (FK) dari
setiap jenjang yang direncanakan pada block penambangan untuk setiap sudut kemiringan
lereng.Dengan sudut lereng tunggal sebesar 250 dan sudut secara keseluruhan sebesar 15° maka
timbunan tanah penutup masih stabil sampai ketinggian timbunan sebesar 25meter.

4.7 Air Dalam Tambang


Air di dalam tambang mencakup keberadaan air di ataspermukaan maupun di bawah
permukaan.Air di atas permukaan meliputi keberadaan sungai dan anak-anak sungai di daerah
tambang serta aliran limpasan (run-off) yang berasal dari curah hujan.Sedangkan air di bawah
permukaan (groundwater) berkaitan erat dengan keberadaan lapisan batuan yang berfungsi
sebagai pembawa air (aquifer).
Pengaruh sungai dan anak sungai dari segi keberadaannya jelas akan menjadi faktor
pembatas luas daerah yang akan ditambang (block area), dan perlu diantisipasi sebagai sumber air
rembesan (seepage) baik melalui lapisan aquiferataupun rekahan yang ada. Hal ini sedikit banyak
akan mengganggu kegiatan penambangan.
Air hujan termasuk air permukaan yang harus diperhitungkan karena air yang masuk daerah
tambang secara langsung ataupun sebagai air limpasan dapat menimbulkan genangan sehingga
mengganggu operasional penambangan, secara keseluruhan akan menurunkan efisiensi kerja.
Disamping itu bila tidak ditangani dengan baik dapat menjadi sumber pencemaran air (water
pollution).
Keberadaan air di bawah permukaan (groundwater) juga perlu diperhitungkan karena
berkaitan dengan efek tekanan air pori(water pressure) dimana akibat yang ditimbulkan dapat
menurunkan kekuatan (materialstrength)dari massa batuan pembentuk lerengtambang, sehingga
akan mempengaruhi stabilitas atau kemantapan lereng tambang.

4.8 Analisis Desain Tambang


Dengan memperhatikan beberapa parameter pembentuk model desain tambang, maka untuk
melakukan analisis model desain tambang, daerah penambangan dapat diasumsikan sebagai
sebuah block yang memiliki dimensi panjang, lebar, dan ketebalan tertentu. Dengan
mempertimbangkan parameter model geologi sumber daya Bijih Besi, terutama aspek penyebaran
lapisan Bijih Besi, maka dapat dilakukan seleksi block penambangan, untuk memilih sub-block
penambangan yang prospek untuk menjadi lokasi tambang sesuai dengan persyaratan yang
diberikan oleh desain tambang.
Hasil kajian geoteknik yang telah dilakukan memberikan angka sudut keseluruhan lereng
sebesar 39,5° dengan tinggi lereng lebih kurang 50m, Berdasarkan kajian tersebut
direkomendasikan pada setiap block dengan sudut lereng keseluruhan sebesar 39,5° dengan tinggi
lereng 50m, dan lereng jenjang dengan ketinggian H = 10m dan sudut jenjang 60°. Dengan
mengacu pada hasil rekomendasi geoteknik tersebut, maka desainblock akan menggunakan sudut
39,5°.
Perhitungan cadangan (reka block cadangan) yang dilakukan dengan mengacu pada standar
(SNl 88) berdasarkan sudut lereng dari kajian geoteknik. Jumlah cadangan yang akan ditambang
merupakan bagian dari perhitungan cadangan awal sehingga stripping ratio-nya tidak berubah.

4.9 Bukaan Tambang


Desain tambang direncanakan terdiri dari 8 block. Pengupasan tanah penutup dan penggalian
Bijih Besi akan dilaksanakan tidak secara serempak, dimana jarak angkut penimbunan tanah
penutup di waste dump area dan jarak angkut back filling berkisar antara 0,2.00 m sampai 500 m
dan jarak angkut Bijih BesiRun Of Mine (ROM) ke Iron oreProcessing Plant (GPP) berkisar antara
146 m sampai 439 m.
Sesuai dengan skenario penggalian Bijih Besi dan pembuangan tanah penutup, maka Bijih
Besi dari blockakan habis digali selama kurun waktu 20 tahun.
4.10 Sistem dan Tata Cara Penambangan
Dari perencanaan desain tambang diketahui bahwa pemilihan sistem dan metode
penambangan adalah tambang terbuka dengan metode openpit mining dimana penggalian tanah
dan Bijih Besi akan dikerjakan dengan membentuk jenjang-jenjang atau lereng (multy benches)
yang memiliki geometri tertentu berdasarkan hasil kajian geoteknik yang telah dilakukan. Dengan
teknik penambangan ini diharapkan semua lapisan (seam) Bijih Besi yang penyebarannya jelas,
dapat ditambang dengan baik. Pada umumnya tak semua cadangan terukur dapat diambil Bijih
Besinya karena faktor-faktor berikut:
- Keterbatasan peralatan
- Kondisi perlapisan pembentuk Bijih Besi
- Struktur geologi
- Morfologi daerah tambang
- Kualitas produk yang diinginkan
Dalam hal ini akan diambil persentase perolehan (recovery) sebesa r2.560.900,97 ton.

4.11 Tahapan Kegiatan Penambangan


Kegiatan operasi penambangan Bijih Besi yang direncanakan pada setiap bukaan tambang
akan mencakup:
4.11.1 Operasi Pembersihan Lahan
Operasi pembersihan lahan penambangan dilakukan pada lokasi dimana tambang akan
dibuka. Berkaitan dengan operasi ini akan dilakukan beberapa pekerjaan, yaitu:
A. Operasi Penebangan Pohon dan Pemotongan Kayu
Dalam operasi pembersihan lahan, apabila ditemukan pohon-pohon, maka terlebih dahulu
dilakukan operasi penebangan pohon dan operasi pemotongan kayu. Bila pohon-pohon
tersebut dinilai mampu ditumbangkan dengan tenaga dorong bulldozer, maka operator akan
langsung menggunakan bulldozer. Untuk pohon-pohon berukuran besar, untuk
penebangannya perlu dibantu dengan menggunakan gergaji mesin (chain shaw). Bila kayu
yang dikerjakan memiliki ukuran yang besar, maka operasi pemindahan kayu dari lokasi
penambangan ketempat penyimpanan kayu ini perlu dipergunakan alat angkat untuk beban
berat (crane)dan rantai besi untuk pengikat dan penarik, serta truk pengangkut kayu.Bila kayu
memiliki ukuran yang kecil, maka operasi pemindahan kayu dari lokasi penambangan ke
lokasi penyimpanan kayu ini cukup dipergunakan tenaga manusia dan trukpengangkut kayu.
Kayu-kayu hasil penebangan dan pemotongan akan disimpan di lokasi penyimpanan yang
telah direncanakan. Lokasi penyimpanan kayu dapat dipilih pada lahan-lahan terbuka yang
dekat dengan daerah penambangan dan dilintasi oleh jalan angkut.Kayu-kayu yang disimpan
ini dapat dimanfaatkan untuk pembuatan bangunan, jembatan, bahan bakaratau kepentingan
lainnya.

B. Operasi Pembabatan Semak dan Perdu


Pekerjaan pembabatan semak dan perdu ini akan dilakukan dengan menggunakan
bulldozer, yang dapat menjalankan fungsi gali dan dorong dengan memanfaatkan blade dan
tenaga dorong yang besar dari alat tersebut. Semak dan perdu yang sudah dibabat tersebut
selanjutnya akan didorong ke daerah-daerah lembah yang dekat dengan areal penambangan.
4.11.2 Operasi Pengupasan Tanah Atas (Top Soil)
Setelah operasi pembersihan selesai, selanjutnya dilakukan operasi pengupasan lapisan atas
(top soil) yang banyak mengandung bahan-bahan organik hasil pelapukan, yang sangat baik untuk
penyuburantanah.Lapisan tanah subur ini dikupas dengan menggunakan blade dari
bulldozer.Operator bulldozer sambil mengupas tanah subur tersebut sekaligus mendorong dan
mengumpulkannya pada lokasi tertentu di dekat daerah operasi bulldozer.Dengan demikian pada
lahan penambangan akan terdapat lokasi timbunan tanah subur yang pada gilirannya akan
dimanfaatkan untukreklamasi lahan bekas penambangan. Apabila lokasi timbunan top soil ini
relatif jauh, maka pekerjaan pemindahan top soil ini akan memerlukan excavator sebagai alat muat
dan dump truck sebagai alat angkut.

4.11.3 Operasi Pemindahan Tanah Penutup (Overburden)


Operasi penggalian tanah penutup berupa overburden dan interburden, dilakukan dengan
menggunakan excavator dan dibantu dengan bulldozer. Untuk material lemah sampai sedang,
excavator dapat langsung melakukan penggalian dan pemuatan ke atas dump truck.Sedangkan
untuk material agak keras, bulldozer akan membantu memberaikan material tersebut, sebelum
digali dan dimuat oleh excavator. Pemakaian ripper pada bulldozer akandisesuaikan dengan
kebutuhan operasi pemberaian material. Selanjutnya apabila diketemukan lapisan tanah penutup
yang keras sampai sangat keras, maka akan dipergunakan stone breaker untuk memberaikan
material tersebut sebelum dimuat ke atas dump truck. Dalam batas-batas penggalian yang telah
direncanakan, operator excavator akan melakukan pembentukan jenjang (bench), dibantu oleh
operator bulldozer.
Dump truck sebagai alat angkut akan mengangkut tanah penutup dari daerah penambangan
menuju lokasi penimbunan (dumping area), yang telah direncanakan di daerah dengan morfologi
lembah atau datar yang ada di lokasi terdekat. Timbunan tanah penutup ini akan diatur secara
berjenjang dengan menggunakan dozer shoveldan selanjutnya akan ditutup dengan lapisan tanah
subur (top soil) untuk persiapan proses penanaman bibit pohon (revegetasi).
Kemajuan tambang dimulai dari BlockI, pada tahun 2011, pemindahan tanah akan diarahkan
ke waste dump area, sedangkan setelah tahun 2011, pemindahan tanah akan dilakukan secara
backfilling ke bekas tambang block yang telah selesai ditambang (mine out)yaitu Block 1 ke Block
2, Block 3 dan Block 4 akan mulai dilakukan backfilling pada tahun 2012. Block 1 akan dimulai
backfilling pada tahun 2012 ,Block 2 akan dilakukan pada tahun 2013, Block 3 akan dilakukan
pada tahun 2014, Block 4 dan 5 akan dilakukan setelah Block 3. Begitu pula dengan block-block
berikutnya.Selanjutnya pada setiap waste dump area juga untuk penimbunan tanah pucuk (top
soil)dimana tanah pucuk tersebut akan dipergunakan untuk program reklamasi tambang.
Timbunan tanah penutup di waste dump area akan dibuat berjenjang, masing-masing
setinggi 6m, dimana lebar jenjang adalah sebesar 10m, sudut jenjang tunggal sebesar 30°, dan
sudut jenjang keseluruhan adalah sebesar 15°.Desain pit ini disesuaikan dengan posisi endapan
mineral dan faktor keamanan pit misalnya dari bahaya longsor.

4.11.4 Operasi Penggalian dan Pemindahan Bijih Besi


Operasi penggalian Bijih Besi, dilakukan dengan menggunakan bantuan bulldozer.Untuk
Bijih Besi yang memiliki kekuatan lemah sampai sedang, excavatorlangsung melakukan
penggalian dan pemuatan ke atas dump truck.Bila ditemukan Bijih Besi yang agak keras, bulldozer
akan membantu memberaikan material tersebut terlebih dahulu sebelum penggalian dan pemuatan
olehexcavator. Pemakaian ripper pada bulldozer disesuaikan dengan kebutuhan operasi
pemberaian Bijih Besi. Selanjutnya apabila ditemukan Bijih Besi dan tanah penutup yang keras,
maka akan dipergunakan stone breaker untuk memberaikan material tersebut.
Dapat ditambahkan bahwa bukaan tambang akan dibuat berjenjang, masing-masing setinggi
10m, dimana lebar jenjang keseluruhan adalah sebesar 10m, sudut jenjang tunggal sebesar 60°,
dan sudut jenjang keseluruhan adalah sebesar 39,5°.

Gambar 4.1
Desain Pit
Dalam operasi pemindahan Bijih Besiakan digunakan excavator sebagai alat muat dan dump
truck sebagai alat angkut. Dump truck akan mengangkut Bijih Besi dari daerah penambangan (Run
Of Mine)menuju ke lokasi penimbunan Bijih Besi(raw stockpile), yang lokasinya berdekatan
dengan unit pengolahan Bijih Besi(Mine Iron ore Crushing Plant). Tumpukan Bijih Besi di raw
stockpileini selanjutnya akan menjadi umpan/masukan (feed) pada proses pengolahan Bijih Besi
di unit pengolahan Bijih Besi tersebut. Operasi penambangan Bijih Besi berlangsung tidak secara
serentak pada semua block tambang.
Di unit pengolahanBijih Besi, Bijih Besi produk tambang akan diperkecil ukurannya
menjadi Bijih Besi siap jual yaitu berukuran ± 22mm. Selanjutnya Bijih Besi siap jual ini akan
diangkut oleh dump truck kapasitas 20ton menuju ke lokasi pelabuhan Bijih Besi.
Di pelabuhan muat Bijih Besi, Bijih Besi siap jual tersebut akan ditumpuk diarea stockpile
pelabuhan.Dari sini Bijih Besi akan diangkut oleh dump trukHT 130 ke atas tongkang.

4.12 Operasi Penanganan Air Tambang


Operasi penanganan air tambang atau penirisan tambang mutlak diperlukan karena lantai
tambang yang berair, selain mengganggu kelancaran produk, juga dapat menimbulkan kecelakaan
kerja, baik berupa tergelincirnya roda ban dump truck maupun bahaya sengatan listrik apabila ada
kabel listrik yang menyentuh permukaan air.
Sumber air tambang selain berasal dari air tanah, juga terutama dari air hujan. Dari data
curah hujan dan hari hujan yang ada (lihat tabel 2.2), terlihat bahwa lokasi tambang memiliki curah
hujan yang cukup tinggi yaitu maksimum 28,759 mm perhari. Selanjutnya dalam perhitungan
untuk drainase tambang, diambil curah hujan maksimum yang mungkin terjadi yaitu sebesar 60
mm per jam, sehingga untukluas permukaan kerja sebesar 100 m x 100 m, maka debit air hujan
akan mencapai 600 m3 per jam.
Untuk menangani air tambang, maka diperlukan saluran bukaan tambang yang akan
mengalirkan air ini kelevel dasar. Karena kemiringan lapisan di lokasi yang tegak, maka air yang
akan masuk dalam aquifer sangat kecil sehingga potensi air tanah juga akan kecil, namun apabila
pada lokasi yang terpengaruh oleh struktur geologi ternyata dijumpai adanya rembesan air tanah
akan dilakukan pemompaan dan disalurkan keluar tambang. Selain munculnya rembesan air tanah,
pemantauan berkala secara rutin seperti yang akan dilakukan peda pemantauan lereng tetap akan
dilakukan.

Tabel 4.1
Debit Air di Lokasi Tambang
Nama Lokasi Tambang Debit Air
Tapango 4,43

Tabel 4.2
Perhitungan Dimensi Settling Pond di Areal Tambang

Mining Block
No. Parameters Remarks
1-5

A. KECEPATAN PENGENDAPAN
PARTIKEL
1. Ukuran partikel (lempung - lanauan) ( D 9,91E-Q5 m
)
2. Viskositas kinematik (u) 7,10E-07 m2/s
3. Specific gravity padatan (SG) 1,0127
4. Kecepatan pengendapan partikel (V) 8,95E-Q5 m/s
B.DIMENSI KOLAM PENGENDAPAN
1. Luas areal bukaan tambang (A) 7,8 Ha
2. Debit yang masuk block (Q) 105.479,56 m3/hari
3. Luas minimum kolam pengendapan 36 Ha
yang
Dibutuhkan
4. Kedalaman kolam pengendapan 7,73 m

4.13 RencanaProduksi
4.13.1 Analisis Kualitas Cadangan
Lapisan Bijih Besi menunjukkan kualitas yang relatif sama.Dari pengamatan di lapangan
diketahui bahwa Bijih Besi berwarna coklat tua kusam.Sedangkan dari analisis kimia, Bijih Besi
ini kadarnya rata-rata ± 45%.

4.13.2 Analisis Kuantitas Cadangan


Rencana penjualan Bijih Besi pertahunnya sesuai permintaan konsumen yaitu 60.000 ton per
tahun, di mana produksi perbulannya adalah 5.000 ton.

4.14 Peralatan Tambang


4.14.1 Jenis dan Spesifikasi Teknis Peralatan
Metode penambangan yang diterapkan dalam operasi penambangan adalah open pit mining.
Untuk menentukan jenis peralatan yang digunakan dalam metode ini, maka perlu dikaji terlebih
dahulu jenis-jenis kegiatan yang akan dilakukan dalam operasi penambangan tersebut. Dengan
gambaran jenis kegiatan yang jelas, maka penentuan spesifikasi peralatan yang akan digunakan
lebih mudah dilakukan. Hasil dari pemilihan jenis peralatan yang akan digunakan dalam operasi
penambangan Bijih Besi dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3
Pemilihan Jenis Peralatan
No. Nama Peralatan Merk Jumlah
1. Excavator Caterpillar, Komatsu 3 unit
2. Bulldozer Caterpillar 3 unit
3. Wheel Loader Caterpillar 4 unit
4. Road Grader Komatsu 1 unit
5. Dump Truck Hino Jumbo Ranger 10 unit
Jumlah 21 unit

Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa jenis peralatan utama penambangan yang mutlak
dipergunakan adalah excavator, dump truck dan bulldozer.

A. Excavator
Alat ini berdasarkan fungsi utamanya sering disebut alat gali muat. Pada operasi penambangan
akan digunakan untuk melakukan tugas-tugas sebagai berikut:
1. Melakukan penggalian, pemuatan dan pemindahan serta pencurahan material lemah seperti
humus atau top soilpada lokasi penimbunan atau langsung ke atas alat angkut.
2. Melakukan penggalian, pemuatan, dan pencurahan lapisan tanah penutup (overburden), dan
mengumpulkannya pada suatu lokasi dekat tambang atau langsung memuat ke atas alat
angkut.
3. Melakukan penggalian, pemuatan dan pencurahan lapisan Bijih Besi dan mengumpulkannya
pada lokasi dekat tambang atau langsung memuat ke atas alat angkut.
4. Melakukan perintisan dan pembuatan saluran-saluran air di tambanguntuk sistem drainase
tambang.
5. Melakukan perintisan dan pembuatan kolam air di tambang (settling pond) dalam rangka
pengelolaan dan pemantauan lingkungan tambang.
Kemampuan alat ini dalam melakukan jenis pekerjaan di atas didukung oleh:
 Kemampuan daya gali yang besar
 Kemampuan memotong untuk permukaan yang relatif se-block dengan memanfaatkan blade
pada bucket-nya
 Kemampuan melakukan manuiver pada medan yang se-block
 Dengan memanfaatkan kemampuan track yang dimilikinya

B. Dump Truck
Alat ini berdasarkan fungsi utamanya sering disebut truk jungkit dan pada operasi
penambangan akan digunakan untuk melakukan tugas-tugas sebagai berikut:
1. Melakukan pengangkutan, pencurahan hasil penggalian tanah penutup (overburden) ke lokasi
penimbunan tanah penutup (dumping area)
2. Melakukan pengangkutan, pencurahan Bijih Besi hasil tambang (Run Of Mine) dari tambang
ke stockpile Bijih Besi
Kemampuan alat ini dalam melakukan jenis pekerjaan di atas didukung oleh:
 Kemampuan muat yang besar dari bucket-nya
 Kemampuan mobilitas yang cepat untukb jarak angkut yang jauh
 Kemampuan untuk melakukan dumping dari bucket-nya
 Kemampuan untuk melakukan manuiver pada medan yang se-block

C. Bulldozer
Alat ini fungsi utamanya adalah alat gali, dorong dan gusur.Pada operasi penambangan akan
digunakan untuk melakukan tugas-tugas sebagai berikut :
1. Melakukan pembabatan semak dan mengumpulkannya ke suatu lokasi tertentu
2. Melakukan penggusuran jenis tanaman pohon-pohonan
3. Melakukan pengupasan tanah atas atau humus (stripping) dan mengumpulkannya dekat lokasi
tambang
4. Melakukan pembersihan Iapisan tanah penutup (overburden)dan mengumpulkanya pada
suatu lokasi dekat tambang.Apabila berhadapan dengan material keras, maka digunakan alat
tambahan yang disebut ripper
5. Melakukan perintisan dalam pembuatan lantai kerja dan jalan angkut tambang
6. Mengatur bentuk geometri lereng tambang
Kemampuan alat ini dalam melakukan jenis pekerjaan-pekerjaan seperti di atas akan di
dukung oleh:
 Kemampuan daya dorong yang besar yang dimilikinya
 Kemampuan memotong untuk ukuran yang cukup lebar dengan memanfaatkan blade dan daya
dorong yang besar
 Kemampuan merobek material keras dengan memanfaatkan kemampuan ripper dandaya
dorong yang besar
 Kemampuan untuk melakukan manuiver pada medan yang se-block dengan memanfaatkan
kemampuan track yang dimilikinya
Jenis atau tipe bulldozer yang akan digunakan adalah Caterpillar D 6 Gyang dapat melakukan
pekerjaan seperti:
1. Melakukan pemuatan tanah penutup ke atas bucketdump truck dan atau ke atas timbunan tanah
penutup di waste dump area
2. Mengatur bentuk geometri lereng timbunan tanah penutup
3. Mendorong tanah penutup ke posisi yang direncanakan

D. Wheel Loader
Alat ini fungsi utamanya adalah alat muat.Akan tetapi dapat berfungsi pula sebagai alat
dorong dan pada operasi penambangan akan digunakan untuk melakukan tugas-tugas sebagai
berikut:
1. Melakukan penggalian, pengangkutan, dan pencurahan Bijih Besi di stockpile atau ke atas
copper atau ke atas dump truck
2. Melakukan pendorongan Bijih Besi di stockpile agar tertata dengan rapi
Kemampuan alat ini dalam melakukan jenis pekerjaan di atas di dukung oleh:
 Kemampuan muat yang besar dari bucket-nya
 Kemampuan mobilitas cepat untuk jarak angkut yang tidak terlalu jauh
 Kemampuan untuk melakukan digging dan dumping yang cepat
 Memiliki daya dorong yang besar
Jenis atau tipe wheel loader yang akan digunakan adalah Caterpillar LW 220.
Tabel 4.4
Jenis Peralatan Utama Penambangan
Jenis Kegiatan Nama Alat Type
Pembersihan lahan Bulldozer Cat. D 6G
Pembuatanjenjang, Pendamping Bulldozer Cat. D 6 G
excavator
Penggalian dan Pemuatan Tanah Excavator ( Back hoe ) PS 125
Penutup
Penggalian dan Pemuatan Bijih Besi Excavator ( Back hoe ) PC 320
Pengangkutan Tanah Penutup Dump Truck PS 125
Pengangkutan Bijih Besi Produk Dump Truck PS 130
Pemuatan Bijih Besi di stockpile Wheel Loader Cat. LW
220

4.14.2 Kebutuhan Peralatan


Dalam melakukan perhitungan jumlah kebutuhan unit peralatan untuk operasi penambangan
Bijih Besi maupun operasi pengupasan tanah penutup, harus diperhatikan beberapa batasan-
batasan yang berkaitan dengan karakteristik Bijih Besi, karakteristik overburden, maupun
karakteristik masing-masing peralatan yang digunakan serta asumsi-asumsi yang perlu diterapkan
berkaitan dengan gambaran operasional penambangan yang direncanakan.
Berdasarkan besarnya volume pekerjaan pemindahan Bijih Besi ke stockpile dan volume
pekerjaan pemindahan tanah penutup ke dumping area per tahun, maka dapat ditentukan jumlah
kebutuhan peralatan utama setiap tahun untuk operasi penambangan Bijih Besi, seperti terlihat
pada tabel 4.5.

Tabel 4.5
Jumlah Kebutuhan Peralatan Utama Operasi Penambangan Bijih Besi
Pemindahan Tanah
Jumlah Jumlah Penambangan
Tahun Penutup
Bijih Tanah Bijih Besi
Bijih Penutup
PC 320
Besi (ton) (BCM) PC 320 D PS 125 t>7R HT130
D
2011 60.000 140.400 1 2 1 1 2
2012 60.000 220.800 1 2 1 1 3
2013 120.000 362.400 1 1 1 1 3
2014 120.000 368.400 1 1 1 1 1

4.14.3 Jam Kerja Peralatan


Jumlah jam kerja alat-alat penambangan ditentukan dengan pendekatan sebagai berikut:
Jumlah hari kerja kalender adalah sebesar 365 hari per tahun dan jumlah jam
kerja kalender adalah sebesar 24 jam per hari, dan juga memperhitungkan hari
hujan.
Jumlah hari tidak efektif dihitung sebagai berikut (lihat tabel 4.6 dan tabel 4.7)
Tabel 4.6
Persentase Jam Tidak Bekerja Karena Hari Hujan
Data Cuaca Persentase Keterangan
- Bulan hujan 7,00 bulan/tahun
- Bulan kering 5,00 bulan/tahun
Bila jam kerja/ hari: 24,00 jam/hari
30,00 hari/bulan
720,00 jam/bulan
Maka:
- Jam kerja di bulan hujan (a) 5.040,00 Jam/tahun
- Jam Kerja di bulan kering (b) 3.600,00 jam/tahun

Jam Tidak Bekerja


Estimasi jam tidak bekerja di bulan 30,00%
hujan
- Jam tidak bekerja (a.1) 1.512,00 jam/tahun

Estimasi jam tidak bekerja di bulan 5,00%


kering
- Jam tidak bekerja (b. 1 ) 180,00 jam/tahun

Jadi: 1 .692,00 jam/tahun

% Jam Tidak Bekerja di bulan hujan & 19,58%


kering

Jam Kerja:

Estimasi jam bekerja di bulan hujan 3.528,00 jam/tahun


- Jam bekerja a. 2 = (a - a.1)

Estimasi jam bekerja di bulan kering 3.420,00 jam/tahun


-Jam bekerja b.2 = (b – b.1)

Sehingga:
- Total Jam Kerja (a.2) + (b.2) 6.948,00 jam/tahun

% Jam Kerja di bulan hujan & kering 80,42%

Tabel 4.7
Jam Kerja Efektif
Keteranga
No. Deskripsi Quantity
n
1. Hari Kalender / tahun 365.00 hari/tahun
2. Hari Minggu (untuk ganft shift) 26,00 hari/tahun
3. Hari Libur Nasional 6,00 hari/tahun
4. Jumlah hari libur 32,00 hari/tahun
5. Hari kerja / tahun 333,00 hari/tahun
6. Ketersediaan jam kerja / hari 24,00 jam/hari
7. Ketersediaan jam kerja / tahun 7.992,00 jam/hart
8. Waktu hilang yang direncanakan /
hari
- Istirahat / makan 2,00 jam/hari
- Ganti shift 1,00 jam/hari
- Persiapan 0,50 jam/hari
- Shift malam (spesial) 1,00 jam/hari
Jumlah 4,50 jam/hari
9. Waktu hilang yang direncanakan / 1.498,50 jam/hari
tahun
10. Shalat Jumat (1,5 jam / minggu) 78,00 jam/tahun
11. Waktu hilang yang direncanakan / 1.576,50 jam/tahun
tahun
12. Ketersediaan jam / tahun 6.415,50 jam/tahun
13. Waktu hilang tidak direncanakan
a. Faktor Hujan (%) 19,58%
b. Faktor Main (%) 2,00%
c. Jumlah (%) 21,58%
14. Ketersediaan waktu karena waktu 78,00%
yang hilang (tidak direncanakan)
jam kerja /tahun 5.030,82 jam/tahun
15. Ketersediaan Mekanis
a. Faktor pemeliharaan (%) 92,00%
b- Faktor perbaikan (%) 92,00%
c. Total (%) 84,64%
17. Total jam kerja efektif/ tahun 4.258,09 jam/tahun
18. Jam kerja efektif /tahun (dibulatkan) 4.300 jam/tahun

Dengan demikian jumlah hari kerja efektif per tahun adalah sebesar 4.300 jam per tahun.

4.15 Jadwal Produksi dan Umur Tambang


4.15.1 Urutan (Sekuen) Operasi Penambangan
Urutan (sekuen) operasi penambangan Bijih Besi selain menggambarkan arah kemajuan
tambang per tahun, juga menyangkut jumlah pemindahan tanah penutup dan produksi Bijih Besi
per tahun menggambarkan arah kemajuan tambang senantiasa mengikuti arah penyebaran lapisan
Bijih Besi.

A. Tahap Produksi (Tahun 2018)


Operasi penambangan Bijih Besi akan dilakukan pada block atas dengan produksi 60.000 ton
pertahun dan jumlah tanah penutup sebesar 140.400,00 BCM. Pada tahap ini operasi penambangan
berjalan dengan nisbah pengupasan rata-rata sebesar 1 : 2,34.

B. Tahap Produksi (Tahun ke 2019)


Operasi penambanganBijih Besiakan dilakukan terus pada Block 2 dan Block 3 dilakukan
dalam rangka pemenuhan target produksi sebesar 60.000 ton pertahun. Dari Block 2 akan di
tambang sebesar 26.300,00 ton dan dari Block 3 dengan produksi 33.700,00 ton.Jumlah tanah
penutup sebesar 220.800 BCM yang berasaldari Block 2 sebesar 96.413,82 BCM dan dari Block 3
sebesar 124.386,18 BCM. Sebagian tanah penutup akan di backfilling ke block 1 dan sebagian lagi
akan di angkut ke waste dump area. Pada tahap ini operasi penambangan berjalan dengan nisbah
pengupasan rata-rata sebesar 1 : 3,68.

C. Tahap Produksi (Tahun ke2020)


Operasi penambangan Bijih Besi akan dilakukan terus pada Block 3, Block 4, Block 5, sampai
Block 8. Hal ini menentukan dalam rangka pemenuhan target produksi sebesar 120.000 ton
pertahun. Dari Block 3 akan di tambang sebesar 15.100 ton, Block 4 akan di tambang sebesar
81.267 ton dan dari Block 5 dengan produksi 23.633 ton dan jumlah tanah penutup sebesar
154.679,33 BCM dari Block 3. Tanah penutup sebesar 160.373,05 BCM dari Block 4. Tanah
penutup sebesar 47.347,63 BCM dari Block 5. Tanah penutup akan di backfilling di Block 2 dan
Block3. Pada tahap ini operasi penambangan berjalan dengan nisbah pengupasan rata-ratasebesar
1 : 3,02.

D. Tahap Produksi (Tahun ke 2021)


Operasi penambangan biji akan terus dilakukan pada Block 5 dengan produksi 120.000 ton
dan jumlah tanah penutup sebesar 368.400 BCM. Pada tahap ini operasi penambangan berjalan
dengan nisbah pengupasan rata-rata sebesar 1 : 3,07.

4.15.2 Umur Tambang


Kegiatan penambangan Bijih Besi direncanakan berakhir hingga 20 tahun.
BAB 5
PENGOLAHAN BIJIH BESI

5.1 Pengolahan Bijih Besi


Pengolahan Bijih Besi PT. Bukit Asin, Tbk akan dilaksanakan di lokasi crushing plant
dimana lokasi ini menyatu dengan lokasi penumpukan Bijih Besi (raw iron ore stockpile).
Pengolahan Bijih Besi (iron ore preparation) bertujuan untuk mereduksi ukuran (size reduction)
Bijih Besi produksi operasi penambangan atau Run of Mine (ROM) sehingga mencapai ukuran
yang diinginkan.
Dalam rangka melakukan reduksi ukuran, maka akan dilakukan beberapa penanganan
terhadap Bijih Besiproduksi penambangan (ROM), antara lain:
 Proses penghancuran/pemecahan
 Proses klasifikasi ukuran fraksi
 Proses penanganan pemindahan Bijih Besi antar lokasi
Pengolahan Bijih Besi secara garis besar adalah proses peremukan Bijih Besi sampai ukuran
± 22 mm.

5.2 Tatacara Pengolahan dan Pemurnian


A. Tahapan pengolahan
Berikut ini penjelasan secara rinci dari PT.Bukit Asin, Tbk mengenai langkah-langkah
pengolahan bijih besi menjadi besi kasar:
Langkah 1. Penghancuran (Crushing)
Setelah melewati tahap breaking menggunakan mesin hammer mill, bijih besi akan
berwujud batu atau pasir. Batu/pasir bijih besi ini kemudian dihancurkan memakai mesin
gyratory mill sehingga ukurannya menjadi mesh 10. Tujuan dari proses crushing ialah
memperbesar luas permukaan pada material tersebut sehingga dapat mempermudah pekerjaan
berikutnya.
Langkah 2. Penghalusan (Grinding)
Maksud dari penghalusan bijih besi ialah memurnikan kandungan yang ada di dalamnya.
Bijih tersebut diproses menggunakan mesin ball mill supaya semakin banyak mineral-mineral
yang tidak diinginkan yang tercampur dengan butiran halus bijih besi. Pada tahap ini, bijih
besi akan dihaluskan sampai ukurannya menjadi 120 mesh.

Langkah 3. Pemisahan dengan Magnetic Separator


Langkah ini dikerjakan untuk memisahkan antara butiran-butiran yang bersifat logam dan
non-logam. Seluruh proses pemisahannya dilakukan secara magnetik, di mana butiran bijih
besi dicuci memakai air di dalam silinder yang telah dilapisi bahan magnet. Jadi bijih yang
bersifat magnetit (Fe3O4) dan hematit (Fe2O3) akan terpisah secara otomatis. Dengan begini,
maka tingkat kemurnian pada bijih besi yang dihasilkan pun akan meningkat.
Langkah 4. Pemanggangan (Roasting)
Bijih besi yang bersifat hematit mempunyai daya magnet yang rendah. Oleh sebab itu,
bijih tersebut harus dipanggang agar daya magnetnya bisa meningkat. Di dalam proses ini
terjadi pemisahan sekali lagi antara material yang memiliki kadar Fe hingga 65% dengan
material yang non-magnet.
Langkah 5. Kalsinasi dengan Rotary Dryer
Proses kalsinasi dilakukan untuk menurunkan kadar air yang terkandung di dalam bijih
besi. Prosesnya dilaksanakan memakai mesin rotary dryer, di mana material tersebut
dimasukkan ke dalam silinder yang berputar dengan arah yang berlawanan. Selanjutnya
silinder tadi akan dikenai uap panas yang bersuhu sekitar 200-300 derajat celsius dari burner.
Langkah 6. Pembuatan Pellet dengan Pan Palletizer
Sebelum melewati proses ini, bijih besi dicampur dengan batubara dan binder bentonit
dengan komposisi tertentu. Batubara berguna untuk meningkatkan kadar besi melalui proses
reduksi dari internal. Sedangkan binder bentonit ditambahkan agar konsentrat besi oksida
yang halus bisa merekat membentuk gumpalan.
Kemudian bijih besi yang telah bercampur batubata dan binder bentonit dimasukkan ke
dalam mesin pelletizing secara bertahap. Mesin ini berbentuk bejana yang berputar dengan
kecepatan dan sudut kemiringan tertentu. Proses perputaran ini mengakibatkan timbulnya
gaya centrifugal sehingga partikel-partikel halus akan saling mendekat dan menekan satu
dengan yang lainnya. Lama-kelamaan semua partikel ini akan membentuk gumpalan pellet
basah. Green pellet ini biasanya berdiameter 12 mm serta mempunyai kuat tekan 5 kg/pellet
dan kuat jatuh hingga 5 kali.
Langkah 7. Reduksi dengan Rotary Clean
Tujuan dari dilakukannya proses reduksi yakni memurnikan kandungan besi oksida
menjadi besi murni melalui rangkaian proses reduksi eksternal menggunakan gas alam (CO2)
dan proses reduksi internal memakai batubara. Seluruh rangkaian dari proses ini juga
dilaksanakan di suhu hingga mencapai 1700 derajat celsius. Akibatnya material oksida besi
akan terpisah sehingga terbentuklah besi murni yang mempunyai kadar Fe hingga 92%,
sedangkan kandungan oksidanya berubah bentuk menjadi gas CO2.
Setelah itu, material yang terbentuk didinginkan di dalam mesin coolet hingga suhunya
berubah menjadi 60 derajat celsius. Hasil dari proses pendinginan ini berupa pellet yang
memiliki kualitas sesuai standar, di mana diameternya berkisar antara 12-15 mm dengan kuat
tekan 250 mpa. Jadi material tersebut bisa dikemas dan disebut sebagai curah.
Langkah 8. Produksi dengan Pig Iron
Green pellet selanjutnya bisa dibentuk menurut desain tertentu. Green pellet yang
diperoleh dari proses pelletizer kemudian dimasukkan ke dalam tungku blast furnace. Lalu
masukkan larutan kapur dan gas CO2 dengan komposisi tertentu sebagai zat pereduksi. Proses
ini dimulai dengan pelelehan (melting) untuk memisahkan kembali kandungan di dalam green
pellet antara logam besi dan kotoran karena perbedaan berat jenis. Adapun besi yang
dihasilkannya nanti mengandung kadar kemurnian Fe total 95%. Hasil dari proses ini
selanjutnya dialirkan menuju ke mesin casting untuk keperluan pencetakan bentuk sesuai
kebutuhan.

B. Bagan Alir

Penghancuran

Penghalusan

Pemisahan

Kalsinasi

Pembuatan Pellet
5.3 Peralatan Pengolahan Bijih Besi
Peralatan unit crusher selain jaw-crusher, hammer-crusher, vibrating-screen dan hopper,
juga dilengkapi oleh ban berjalan (belt conveyor) untuk memindahkan Bijih Besi dari terminal satu
ke terminal lainnya dan terakhir ke kamar penampungan Bijih Besi produk (Silo). Adapun
peralatan unit crusher dan pendukungnya dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1
Peralatan Reduksi Ukuran Bijih BesiPada Unit Pengolahan Bijih Besi
No
Peralatan Spesifikasi Unit
.
Jaw Crusher PE 400 x 600, 160 t0/jam. 65 KVA,
1. Primary Crusher 1
Feed Opening = (400 x 600 ) mm
Secondary Jaw Crusher P 250 x 750,160 ton/jam, 45 KVA,
3. 1
Crusher Feed Opening= ( 100 x 200 ) mm
5. Hammer Crusher Feed Opening = 20 x 30 mm 1
6. Jigger Feed Opening = 150 mm x 200 mm 1
Belt 60 cm x 4 ply, motor 5 Hp x 3 phase, ban
7. Belt Conveyor mobil (kijang), spasi roller 70 cm, chain RS 100, 10
Gear box type 100 ; 1 : 3.

5.4 Fasilitas Penimbunan Bijih Besi


Untuk mengantisipasi produksi Bijih Besi sebesar 60.000 ton per tahun atau sebesar 5.000
ton per bulan, maka dimensi lahan untuk penumpukan Bijih Besi adalah 25 m x 25 m dengan tinggi
timbunan rata-rata 4 m dengan sudut 350 di areal ROM stockpile. Demikian pula halnya dengan
areal product stockpile.

Stockpile I

Hopper

Jaw Crusher PE 400 x 600

Jaw crusher P 250 X 750

Hammer Crusher

Vibrating Screen

Stockpile Stockpile
(kadar tinggi) (kadar rendah)

Jigger

Stockpile (Dry) Produk

Gambar 5.1
Flow Chart Pengolahan

Anda mungkin juga menyukai