Gambar 3.1
PetaGeologi Regional
3.1.3 Struktur Geologi
Perkembangan struktur geologi daerah eksplorasi Tapango sangat dipengaruhi oleh struktur
regional yang berkembang di daerah lengan barat Pulau Sulawesi.Hal ini dapat dilihat pada pola
perkembangan struktur geologi yang telah terpetakan secara regional pada Peta Geologi Lembar
Majene dan Bagian Barat Lembar Palopo Sulawesi Selatan (Djuri dan Sudjatmiko, 1974).
Perkembangan struktur geologi pada daerah eksplorasi dan sekitarnya dapat teramati
terutama dari gejala-gejala deformasi batuan dan kenampakan bentangalam ekstrim yang
dihasilkan.Gejala deformasi batuan yang dimaksud berupa perlipatan (folding), pengkekaran
(jointing), penggerusan, breksiasi, orientasi bidang sesar, orientasi zona hancuran batuan, dan
sebagainya.Sedang gejala kenampakan bentangalam ekstrim yang dimaksud berupa pelurusan
bentangalam, orientasi dan penjajaran gawir-gawir sesar, undak-undak perbukitan, perkembangan
pola aliran sungai dan sebagainya.Berdasarkan gejala-gejala tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa struktur geologi yang berkembang pada daerah eksplorasi berupa perlipatan (folding),
pengkekaran (jointing) dan atau pensesaran batuan (faulting).
Struktur kekar yang umum dijumpai pada daerah eksplorasi dapat diklasifikasikan dalam
jenis kekar-kekar gerus (shear joint)yang umumnya sistematis dengan arah tegasan utama relatif
timur barat, spasi kekar berkisar antara 10-50cm dengan lebar bukaan antara 1-10mm. Pada
beberapa tempat bukaan kekar-kekar tersebut telah mengalami pengisian dalam bentuk urat-urat
halus Kwarsa (veinlet)dan sebagian dalam bentuk retas-retas Aplite.
Sesar-sesar yang berkembang pada daerah eksplorasi umumnya berupa sesar-sesar mendatar
(transform fault)dan sesar-sesar normal (normal fault).Indikasi sesar mendatar yang dapat teramati
berupa orientasi zona breksiasi, bidang sesar, steriasi pada batuan, serta orientasi zona-zona
hancuran.Sedang pada sesar normal diindikasikan oleh kenampakan bidang-bidang sesar yang
relatif tegak, gawir sesar, dan undak-undak batuan.Arah umum pergerakan dari sesar-sesar
mendatar relatif timur laut – baratdaya dan kebanyakan berkembang sebagai daerah aliran sungai
berpola denrito-rektangular.
3.1.4 Alterasi
Diyakini bahwa secara umum magma merupakan sumber dari pembentukan batuan--batuan dan
konsentrasi mineral-mineral di kerak bumi. Dalam proses pembekuan magma menjadi igneous
rock, magma mengalami differensiasi menjadi mineral-mineral tertentu termasuk metalik mineral.
Dalam prosesnya batuan yang membeku ini akan menimbulkan pertambahan panas dan tekanan
pada batuan yang telah ada sebelumnya dan akan mempengaruhi bentuk batuan tersebut
(metamorphism) membentuk batuan metamorf (metamorphic rock), di mana jika terjadi
migmatisasi akan membentuk migmatite (atau mixed rock).
Dalam proses ubahan ini, ukuran seperti panas, tekanan dan luas penyebaran seringkali dijadikan
dasar klasifikasi proses metamorfisme. Ukuran yang besar dalam hal panas dan luas penyebaran
seringkali diklasifikasikan sebagai proses metamorfisme regional (regional metamorphism). Pada
umumnya proses ini akan mengubah batuan sekitar menjadi -bentuk batuan sekis (mica, schist),
sedangkan ukuran yang lebih kecil hanya akan mempengaruhi batuan sekitar dalam radius yang
tidak luas juga panas yang tidak terlalu besar seringkali diklasifikasikan sebagai metamorfisme
kontak (contact metamorphism). Jika ada air tanah (yang terpanaskan oleh proses magmatik) yang
terlibat dalam proses pembekuan igneous rock ini, prosesnya dinamakan dengan hydrothermal.
Zona kontak akan mengubah batuan host menjadi batuan alterasi yaitu batuan ubahan sekitar yang
seringkali dihubungkan dengan adanya proses hydrothermal.
Proses pelapukan berupa disintegrasi fisik maupun dekomposisi kimia, dilanjutkan dengan proses
transportasi dan deposisi di wilayah-wilayah cekungan akan menjadikan batuan beku ataupun
batuan metamorf yang terbentuk sebelumnya, berubah menjadi sedimen, di mana jika sedimen ini
terkompaksi akan menjadi batuan sedimen.
Dalam hubungannya dengan konsentrasi iron ore, sedimentasi berupa soil in-situ maupun
transported hasil lapukan ini biasanya berhubungan dengan terbentuknya tanah laterite. Laterite
adalah material permukaan yang mengalami pengerasan (hardened) atau kompaksi secara kimiawi
di mana pada umumnya terjadi di lingkungan tropikal.
Laterite biasanya diklasifikasikan menjadi: (1) ferricrete, (2) latosol, (3) conakryte, dan (4)
bauksite. Dalam Ferricrete biasanya hematite berasosiasi dengan kaolinite, membentuk mottle,
nodul dan metanodul. Sementara di bagian atas dari profil biasanya ditemukan goethite, dan
kadang-kadang pada zona ini gibbsite berkembang menggantikan hematite dan kaolinite,
protopisolotik dan pisolotik. Dalam ferricrete hematite dan kaolinite biasanya membentuk
konkresi, tersebar secara luas dan seringkali merupakan akumulasi bijih besi yang bernilai. Latosol
adalah soft lateritic. Biasanya ditutupi oleh struktur mikroglaebular. Seperti ferricrete, khususnya
latosol merah biasanya menunjukkan adanya asosiasi dengan hematite dan kaolinite juga, tetapi
proporsi goethite dan gibbsite lebih besar. Conakryte merupakan konsentrasi besi biasanya
berhubungan dengan lateritik bauksit di mana conakryte biasanya berlokasi di bagian atas dari
profil bauksit. Dalam conakryte non-nodular ferrite atau ferralite didominasi oleh komposisi
hematite (besi oksida) dan goethite (besi oksida-hidroksida). Sedangkan Lateritik bauksit adalah
konsentrasi aluminium di mana besi juga sering berasosiasi.
Air tanah (dalam suhu iklim tropikal) berperan penting dalam pembentukan Fe-rich atau Al-rich
laterite. Iron ore dalam laterite seringkali berbentuk oksida besi (hematite).
Singkapan Iron ore di wilayah penyelidikan memperlihatkan bahwa ada beberapa kemungkinan
genesa yaitu:
1) Batuan iron ore primer mungkin terjadi melalui proses konsentrasi magmatik, khususnya pada
singkapan-singkapan magnetite yang didapati bersama-sama dengan batuan beku granitik.
2) Batuan iron ore mungkin terjadi melalui proses metamorfisme regional, khususnya pada
singkapan-singkapan yang memperlihatkan adanya batuan sekis yang teramati dalam sample
magnetite.
3) Batuan iron ore primer mungkin terjadi melalui proses hydrothermal, khususnya pada singkapan
singkapan yang memperlihatkan asosiasi iron ore dengan batuan alterasi. Pada umumnya batuan
alterasi jenis ini akan menghasilkan mineral-mineral metalik lain seperti pyrite (Besi sulfida),
chalcopyrite (Besi-Tembaga Sulphida), Emas, dll; juga batuan chert merah di antara iron ore;
4) Proses pelapukan dan sedimentasi akan membongkar batuan iron ore primer menjadi bongkah-
bongkah iron ore yang diendapkan kembali dalam bentuk lateritik atau dalam
bentuk konsentrasi oksida besi (hematite – Fe2O3).
5) Tipe Oksidasi Residual yang terbentuk sebagai pelapukan/residual dari batuan Vulkanik yang
digantikan atau replacement oleh mineral besi selama proses pelapukan. Pada proses pelapukan
terjadi fluktuasi permukaan air tanah naik, pada waktu itu garam-garam besi yang larut kedalam
air tanah diubah menjadi fero hidroksida. Pada waktu musim kemarau terjadi penurunan air tanah,
pada saat itu besi ferihidroksida tertinggal di permukaan, kemudian bereaksi dengan oksigen dari
udara dan air permukaan, pada waktu tersebut fero hidroksida diubah menjadi feri hidroksida yang
lebih stabil yaitu limonit, yang umumnya berwarna coklat kekuningan dan mengendap
dipermukaan Reaksinya Kimia :
Fe++ + 2OH- ---- Fe(OH)2 Besi Ferohidroksida
4Fe(OH)2 + 2H2O + O2 ---- = 4 Fe OH3 Limonit (Besi Feri hidroksida)
Singkapan permukaan batuan iron ore di Blok S memperlihatkan bahwa konsentrasi iron-ore di
wilayah ini tidak terbentuk secara primer. Bongkah-bongkah iron ore (berukuran hingga 10 meter)
yang bercampur dengan bongkah-bongkah batuan beku granitik (berukuran hingga 3 meter) dalam
masa dasar tanah lateritik yang mengandung cukup hematite dan kaolinite menunjukkan bahwa
pembentukan Blok Sejambuan telah dipengaruhi oleh proses sedimentasi (residual?).
Di permukaan, Tipe S mempunyai Fe dari jenis magnetite (Fe3O4), massive, berwarna abu-abu
hitam, kilap logam, feromagnetik kuat, dijumpai mineral mika (muskovit), kuarsa susu, dan oksida
besi (recent-time weathering). Ini mungkin berhubungan dengan keterlibatan proses regional
metamorphism pada waktu pembentukan Granit Sukadana (Kus) yang mengubah batuan volkanik
(yaitu tufa dan lava dari Kerabai Vokanik [Kuk]) yang telah ada sebelumnya.
Agak berbeda adalah singkapan permukaan iron ore di wilayah Blok Bebatuan, di mana iron ore
di wilayah ini ditemukan dalam bentuk bongkah-bongkah (berukuran hingga 5 meter) di antara
tanah hasil lapukan batuan alterasi hydrothermal (umumnya ditemukan berwarna kuning pucat) di
mana umumnya lahan di wilayah sekitar Blok Bebatuan juga merupakan lahan untuk bahan galian
lain seperti emas. Ini menimbulkan kesimpulan bahwa iron ore primer di wilayah ini juga telah
mengalami proses pembongkaran dan pengendapan kembali bersama-sama dengan lapukan tanah
hasil alterasi hydrothermal bercampur dengan tanah lateritik membentuk konsentrasi iron ore.
Di permukaan, Tipe Bebatuan mempunyai Fe dari jenis magnetite (Fe3O4), kadang-kadang
massive, berwarna abu-abu hitam, kilap logam, feromagnetik medium, pengamatan pada beberapa
singkapan memperlihatkan adanya rongga-rongga berukuran hingga berukuran 10 cm, terdapat
mineral-mineral kuarsa mengisi rekah-rekah, cherty, dan dijumpai juga oksida mangan.
Kedua jenis singkapan di atas kelihatannya adalah tipikal yang juga ditemukan di Blok-Blok
Prospek lain di wilayah S. Sejenis dengan Tipe S adalah Bongkah Iron ore di Blok D, Blok T, Blok
L, L, L E, S, S, P dan S B
Sedangkan Tipe B ditemukan di Blok K, Blok R K, Blok Batu K, Blok C dan Sj.
Secara umum iron ore di wilayah yang diselidiki berhubungan dengan tanah lateritik dan tanah
lapukan batuan alterasi hydrothermal, di mana iron-ore ditemukan tersebar dalam bentuk bongkah-
bongkah berukuran kerikil (berukuran sekitar 3 cm) hingga boulder (berukuran hingga 10 meter).
Tersebar secara kurang beraturan kecuali yang tersingkap di Blok B, di mana di blok ini kerikil
iron ore tersebar dalam bentuk band bersifat loose tersingkap setebal kira-kira kurang dari 1 meter
sepanjang kira-kira 50 meter. Penyebaran yang diduga kurang beraturan ini akan mempengaruhi
kemenerusan penyebaran iron ore secara lateral maupun vertikal. Hal ini akhirnya akan
mempengaruhi penetapan radius pengaruh penyebaran iron ore untuk setiap titik pengukuran di
mana radius pengaruhnya mungkin akan bernilai kecil. Teknik geostatistik yang melibatkan
sample-sample pemboran akan memastikan hal tersebut.
Kondisi endapan seperti ini secara genetik sangat dipengaruhi oleh proses segregation,
dimana mineralisasi logam terakumulasi dan terkumpul pada tempat-tempat tertentu, terutama
pada zona rekahan maupun zona-zona lemah lainnya yang terdapat pada tubuh batuan plutonik
ataupun pada batuan samping (country rock). Proses segregation pada mineral-mineral logam
dapat saja terjadi selama differensiasi magma berlangsung atau saat terjadinya injeksi larutan sisa
magma pada kondisi temperatur dan tekanan cukup tinggi. Kondisi seperti ini sangat mungkin
terjadi dimana diferensiasi magma berada pada stadium pegmatitis-pneumatolitis.
Kehadiran copper minerals dan minor minerals lainnya yang hadir sebagai gangue dalam
tubuh bijih (ore body)dapat disebabkan oleh proses ubahan (alteration) ataupun proses
penggantian/subsitusi mineral (replacement)yang terjadi selama injeksi larutan sisa magma
berlangsung. Pada kondisi tersebut diperkirakan komposisi larutan sisa magma akan semakin asam
dengan komponen utama terdiri dari unsur-unsur volatil berupa gas dan uap. Unsur-unsur volatil
tersebut akan bergerak menerobos batuan plutonik granit yang telah ada, serta batuan samping di
sekitarnya (Serpih dan Riolitik). Unsur-unsur tersebut akan membentuk mineral baik karena proses
sublimasi dari gas dan uap yang dikandungnya atau karena reaksi yang terjadi antara unsur volatil
tersebut dengan batuan yang diterobosnya, termasuk tubuh bijih (ore body)yang telah terbentuk
sebelumnya. Proses sublimasi ataupun reaksi yang terjadi bisa saja menyebabkan terjadinya
mineralisasi atau pembentukan jebakan mineral baru yang disertai dengan terjadinya alteration
dan replacement pada mineral-mineral yang telah terbentuk. Jebakan mineral yang terbentuk oleh
proses sublimasi dan reaksi unsur volatil (gas dan uap) tersebut dikenal dengan endapan
pneumatolitis atau metasomatis kontak.
Selain gejala ubahan dan penggantian mineral, indikasi endapan metasomatik kontak pada
daerah eksplorasi Tapangodapat teramati dari perkembangan mineralisasi dan ubahan batuan yang
terjadi, khususnya pada aliran lava riolitik yang berumur lebih muda.
Perkembangan mineralisasi dan ubahan batuan tersebut dijumpai setempat-setempat
(sporadis)dan umumnya dijumpai pada zona-zona kontak antara aliran lava riolitik dengan tubuh
bijih (ore body).Gejala mineralisasi yang dijumpai umumnya dalam bentuk hamburan
(disseminated)ataupun dalam bentuk urat-urat halus (microveinlet), sedang gejala ubahan batuan
umumnya dijumpai dalam bentuk batuan tersilisifikasi.
Gejala mineralisasi dan ubahan batuan tersebut diperkirakan sangat berhubungan dengan
terjadinya injeksi larutan sisa magma akhir yang kemudian membentuk retas-retas aplite maupun
perlite dalam bentuk urat-urat dyke.Retas-retas tersebut umumnya dijumpai memotong
secaravertikal.
Semua batuan yang telah terbentuk sebelumnya, termasuk batuan Plutonik Granit, aliran
Lava Riolitik, maupun Serpih. Tidak dijumpainya gejala mineralisasi logam pada tubuh retas-retas
aplite maupun pertite menunjukkan bahwa mineralisasi yang berkembang secara sporadis pada
aliran lava riolitik merupakan hasil reaksi yang terjadi antara unsur-unsur volatile dengan tubuh
bijih (ore body) yang diterobosnya. Akibat reaksi tersebut, kandungan unsur-unsur logam yang
ikut larut bersama unsur-unsurvolatil akan terus bermigrasi dan kemudian diendapkan dalam tubuh
aliran Lava Riolitik yang berada di atasnya. Gejala ini dapat diamati dengan jelas pada setiap zona-
zona kontak antara aliran Lava Riolitik dengan jebakan tubuh bijih (ore body), dimana mineralisasi
dan ubahan batuan dalam bentuk silicified hanya berkembang pada zona-zona kontak tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diinterpretasikan bahwa terbentuknya jebakan
mineralisasi Bijih Besi pada daerah eksplorasi Tapangosangat dipengaruhi oleh proses diferensiasi
dan segregasi selama terjadinya injeksi larutan sisa magma pada stadium pegmatitis-pneumatolitis
atau metasomatis kontak.
3.6 Sumber Daya Bijih Besi
3.6.1 Perhitungan Cadangan
Perhitungan cadangan dilakukan berdasarkan hasil pemetaan geologi Bijih Besi yang
dijumpai di lapangan, geomagnet, pendugaan dan pemboran inti.Perhitungan cadangan
berdasarkan hasil geologi adalah berdasarkan hasil pengukuran endapan yang berupa ketebalan
tersingkap dan penyebarannya kearah lateral.Sedangkan perhitungan cadangan berdasarkan hasil
pendugaan geomagnet, geolistrik dan pemboran ditentukan berdasarkan hasil endapan yang
terletak di permukaan dan di bawah permukaan (berdasarkan penampang bawah permukaan).
Hasil pemetaan geologi dan pengukuran topografi menunjukkan bahwa luas sebaran
endapan pada wilayah Reamambu(yang kemudian dikenal sebagai zona 1) dan sekitarnya
mencapai luas ±127,3Ha, dihitung dari batas utara wilayah Kuasa Pertambangan (KP) ke
arahselatan selebar 2.282,8meter, dan panjang 2.853,5meter. Sedangkan endapan Bijih Besi yang
ters ingkap di lereng selatan zona 1 ketebalannya mencapai 1-4,5meter, dengan arah penyebaran
N950E (relatif timur-barat). Sedangkan endapan lain yang dijumpai dipermukaan diperkirakan
sebagai bongkah-bongkah hasil pelengseran dari urat bijih yang tersingkap di permukaan.
Berdasarkan data tersebut, maka cadangan endapan Bijih Besi pada wilayah eksplorasi mencapai±
5.000.000ton.
Hasil pendugaan geomagnetic, dapat disimpulkan bahwa secara geologi terdapat 2 (dua)
zona keterdapatan Bijih Besi, yaitu zona 1 dan zona 2 dengan keterangan sebagai berikut:
Zona-1:
Terdiri dari 2 lapisan/layer:
o Lapisan ke-1 dengan lebar/ketebalan = ± 4,5 meter
o Lapisan ke-2 dengan lebar/ketebalan = ± 1,5 meter
Perkiraan panjang total adalah ± 900 meter membentang dari timur ke barat
Perkiraan kedalaman > 200 meter
Zona-2:
Terdiri dari 2 lapisan/layer:
o Lapisan ke-1 dengan lebar/ketebalan = ± 1,5 meter
o Lapisan ke-2 dengan lebar/ketebalan = ± 1,2 meter
Zone 2
Metamorphic
Zone 1
Granite
Granite
Gambar 3.2
Hasil Studi Geologi PT. Bukit Asin, Tbk
Keterdapatan Zona 1 dan Zona 2
Zona pertama terletak di wilayah Reamambu dengan luas penyebaran mencapai ± 114,91
Ha, dengan ketebalan rata-rata sebesar 4 meter. Dengan demikian jumlah cadangan pada zona ini
mencapai ± 3.447.205 ton.Pada zona kedua terletak pada wilayah Talise (yang kemudian dikenal
sebagai zona 2) bagian tengah yang prospek dengan luas penyebaran mencapai 115,02 Ha, dengan
ketebalan rata-rata sebesar 4,9 meter. Dengan demikian jumlah cadangan pada zona ini adalah
sebesar ± 1.552.795,03 ton (berat jenis Bijih Besi– 4,5-5,3).
Hasil pemboran diperoleh data bentuk endapan di bawah permukaan. Pemboran ini sampai
dengan kedalaman 130 m. Lubang bor yang menunjukkan tubuh Bijih Besi. Untuk keperluan
perhitungan cadangan, maka di buat penampang dari titik bor tersebut. Dari perhitungan cadangan
dengan menggunakan metode penampang, maka didapat jumlah cadangan sebesar 2.916.160,52
ton dengan berat jenis 4,5-5,3.
Tabel 3.1
Luas Bukaan Tambang
1. 2011 1 1,862
2. 2012 2 2,042
3. 2013 3 2,185
4. 2014 4 2,400
5. 2015 5 2,724
Total 11,213
Dari keterangan tersebut di atas, maka wilayah yang akan mengalami perubahan secara
ekologis adalah seluas 11,213 Ha. Cadangan Bijih Besi yang akan dieksploitasi sebanyak ±
5.000.000 ton dengan tanah penutup (overburden) sejumlah 7.239.130,42 BCM. Rencana produksi
tahun pertama yaitu akhir tahun 2011.
3.8 Kualitas Bijih Besi
Kajian kualitas Bijih Besi didasarkan pada hasil-hasil analisis laboratorium
terhadapbeberapa parameter kualitas Bijih Besi. Parameter kualitas yang dianalisis adalah analisis
Fe total, Fe2O3, Al2O3, SiO2, TiO2, V2O5, MgO, CaO, Sulfur. Di samping itu dilakukan pula
analisis SG.
Dengan perhitungan tersebut, maka kebutuhan penyaliran dan volume penggalian yang perlu
dilakukan setiap tahun dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 3.2
Perhitungan Debit Saluran
Dengan Slope 60° (Tahun 1 Block I)
Iterasi Kecepatan
Aliran pada 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60
Saluran (V~m/dt)
T 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000
I 25,431 25,431 25,431 25,431 25,431
Qr= 0,0034 I 0,0244 0,0244 0,0244 0,0244 0,0244
y = (0,56137. V)3/2 0,0376 0,0691 0,1064 0,1487 0,1955
Tabel 3.3
Perhitungan Debit Saluran
Dengan Slope 60° (Tahun 2 Block 2)
Iterasi Kecepatan
Aliran pada 0,50 0,60 0,70 0,80 0,90
Saluran (V~m/dt)
T 1,1500
I 25,4313 25,4313 25,4313 25,4313 25,4313
Qr= 0,0034 I 0,0396 0,0396 0,0396 0,0396 0,0396
y = (0,56137. V)3/2 0,1487 0,1955 0,2463 0,3010 0,3591
Tabel 3.4
Perhitungan Debit Saluran
Dengan Slope 60° (Pit 5 Block I)
Iterasi kecepatan
aliran pada 0,50 0,60 0,70 0,80 1,1952
saluran (V~m/dt)
T 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
I 25,431 25,431 25,431 25,431 25,431
Qr= 0,0034 I 0,0488 0,0488 0,0488 0,0488 0,0488
y = (0,56137. V)3/2 0,1487 0,1955 0,2463 0,3010 0,3591
Rechecking : Qr = Qs No! No ! No ! No ! No !
Tabel 3.5
Data Hasil Uji Laboratorium Terhadap Contoh Batuan
Data Parameter Hasil Uji Sifat-Sifat Fisik
Parameter Nilai
DH-2
KadarAir, w (%) 37,21
Berat Jenis (gram/cm2) 2,52
Berat Isi Basah. y (gram/cm5) 1,42
Berat Isi Kering, yet (gram/cm3) 1,04
Angka Pori (-) 1,17
Porositas, n (%) 53,98
Derajat Kejenuhan, S (%) 0,99
Batas Cair, (WL) (%) 58,00
Batas Plastis. (WP) (%) 52,54
Indeks Plastis (lp) (%) 5,46
DH-5
KadarAir, w(%) 32,74
Berat Jenis (gram/cm2) 3,22
Berat Isi Basah, y (ton/m3) 1,33
Berat Isi Kering, yd (ton/m3) 1,00
Angka pori (-) 0,97
Porasitas, n {%) 49,35
Derajat Kejenuhan, S (%) 0,88
Batas Cair, (WL) (% 55,50
Batas Plastis, (WP) (%) 47,43
Indeks Plastis (lp) (%) 8,07
3.15 Longsoran
Longsoran merupakan sebuah fenomena alam yang umum terjadi, akibat perubahan
keseimbangan terhadap kemantapan lereng. Ditinjau dari aspek keteknikan,longsoran terjadi
disebabkan oleh gaya dorong lebih besar dari gaya penahan sehingga nilai F< 1 (terjadi longsor).
Longsoran dianggap berbahaya bila telah memakan korban jiwa dan merusak harta maupun
benda.Dikaitkan dengan bukaan tambang, longsoran termasuk berbahaya karena adanya aktivitas
di tempat tersebut. Akibat longsoran, selain membahayakan juga menghambat aktivitas kegiatan
penambangan, dan selanjutnya akan menghambat produksi tambang. Secara umum terdapat 4
(empat) jenis longsoran yang terjadi pada area tambang terbuka, yaitu:
- Longsoran blok atau bidang (Plane Failure)
- Longsoran baji atau gunting (Wedge Failure)
- Longsoran memutar atau tak memutar (Circuit Circular Failure)
- Longsoran guling atau rebah (Toppling Failure)
Perbedaan jenis longsoran dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: jenis batuan,
struktur (makro) dan kondisi geologi daerah yang akan ditambang. Longsoran memutar (rotasi)
dan tak memutar, bidang (translasi), longsoran baji umumnya terjadi pada batuan sedimen,
sedangkan longsoran rebah (jungkiran), umumnya terjadi pada batuan beku atau batuan-batuan
sedimen yang lapisannya relatif tegak.
Longsoran bidang dan baji timbul karena struktur kekar yang terpola (joint pattern),arah dan
kemiringan lapisan sejajar dan terpotong oleh bidang lereng (cut slope).Longsoran memutar dan
tak memutar sangat umum terjadi dibandingkan jenis longsoran lainnya.Longsoran ini timbul
karena struktur yang tak beraturan (chaotic), dan lapisan batuan sedimen relatif belum
terkonsolidasi baik.
Untuk menghitung analisis kemantapan lereng yang ditujukan untuk tipe longsoran memutar
digunakan rumus persamaan (Bishop, 1955), sebagai berikut:
1
{(c, b,(W b) tan , }
cos , (1 ta , ) / FK
f
W , sin
Dimana :
FK = Faktor Keamanan
c = Kohesi
b = Lebar Irisan longsoran
W = Berat Massa (luas + berat asli/jenuh)
, = Sudut Gelincir Bidang Longsor
1 = Sudut Geser Dalam
P = Tekanan Hidrostatis (berat isi air x tinggi)
Mengingat data curah hujan cukup tinggi dan didukung hasil pengamatan mikrostruktur di
lapangan, maka perhitungan analisis kemantapan lereng total diintensikan pada jenis longsoran
memutar. Walaupun demikian untuk perhitungannya, masih diperlukan beberapa asumsi
tambahan, yakni:
a. Perhitungan untuk lereng total menggunakan nilai FK > 1,3 dengan ketinggian mat (muka
air tanah), sesuai dengan hasil pengukuran. Untuk teras jenjang menggunakan nilai FK > 1,5
dengan kondisi dianggap jenuh dan batuan dianggap homogen.
b. Dimensi longsoran ditentukan melalui daerah paling lemah (lapisan batu-lempung) atau
melalui bidang rekah yang terdeteksi.
c. Perhitungan longsoran memutar diasumsikan, bagian mahkota longsoran terletak pada
puncak datar, yakni beberapa meter dari ujung.
.02
.03
.04
.05
3. 2.0 2) pada lengkung luar, tentukan harganya
Letakkan harga (langkah
.06
CIRCULAR FAI
.07
.08
4. Tarik garis lurus yang berawal dari titik hasil langkah 3. sehingga memotong lengkungan
.09
.10
1.8
.11
sudut lereng dan kemudian tentukan titik perpotongannya.
.12
.13
titik langkah 4, sehingga memotong garis tepi kiri (tan /F)atau garis
4
5. Tarik garis lurus dari1.6
.1
5
.1
.1 6
.1
batas bawah (c/HF).
1.4
6. Hitung harga F (=FK) dari persamaan tan /F atau c/ HF).
Cara dan langkah metode 1.2
Hoek & Bray dapat dilihat pada gambar 3.3
tan /F
90
1.0
gle
0.8 e An
p
tan Slo
F 80
0.6
70
60
0.4 50
40
30
20
0.2
0
c
0.
0.
0.
0.
0.
0.
0.
0.
0.
0.
0.
0.
0.
00
02
04
06
08
10
12
14
16
18
20
22
24
HF c/ HF
Gambar 3.3
Cara dan Langkah Perhitungan Hoek & Bray
Meskipun metode atau cara Hoek &Bray dapat dilakukan dengan cepat dan mudah, namun
hasil perhitungannya mempunyai kelemahan karena kondisi Iereng diasumsikan homogen.
Penggunaan diagram (chart) sangat tergantung kepada kedudukan/ketinggian muka air tanah
mulai dari kering sampai jenuh, seperti yang terlihat pada gambar 3.4.
Gambar 3.4
Kondisi Muka Air Tanah Untuk Diagram Hoek & Bray
Gambar 3.5
Diagram Untuk Analisis Perhitungan Jenuh Air
Tabel 3.6
Hasil Perhitungan Kemantapan Lereng Total, Lokasi DH 1, 5 dan 7
Sudut Faktor Keamanan
(...0) DH -1, H = 70 DH - 5,H = 70 DH - 7, H = 70
30, 1,206 1,257 1,276
Catalan: H & B = Hoek & Bray FK >
1,200
3.15.2.2 Lereng Jenjang (Bench slope)
Hasil analisis perhitungan kemantapan lereng untuk lereng jenjang tercantum dalam tabel
3.7 di bawah ini:
Tabel 3.7
Hasll Perhitungan Kemantapan Lereng Jenjang, Lokasi DH 1, 5 dan 7
Sudut Faktor Keamanan
(...0) DH-1,H = 10 DH-5, H = 10 DH-7,H = 10
30, 2,607 2,034 2,768
Catalan: H & B = Hoek & Bray FK >
1,200
Biaya penambangan yang meliputi penggalian, pengolahan dan pengangkutan Bijih Besi
adalah sekitar US $ 75,00 per ton.
Biaya penggalian dan pemindahan tanah penutup sekitar US $ 4,80 per BCM.
Faktor kehilangan karena penambangan sekitar 10%.
= 11,56
Tabel 3.10
Jumlah Cadangan Tertambang
Tahun Cadangan Tertambang Cadangan Layak Jual
Nisbah
Bijih Besi T. Penutup T. Penutup
Bijih Besi (Ton) Pengupasan
(Ton) (BCM ) (BCM)
2018 88.571,40 207.257,08 60.000 140.400 2,34
2019 89.083,90 327.828,75 60.000 220.800 3,68
2020 178.167,80 538.066,76 120.000 362.400 3,02
2021 177.142,80 543.828,40 120.000 368.400 3,07
Dalam merencanakan desain tambang, hal penting yang harus dilakukan adalah pemilihan
metode penambangan yang sesuai dengan kondisi teknis dan ekonomis sumber daya Bijih Besi
yang akan ditambang dalam menentukan jumlah Bijih Besi yang dapat ditambang dari potensi
sumber daya yang ada, sehingga jumlah Bijih Besi sebagai cadangan yang dapat ditambang akan
dihitung dengan mempertimbangkan hasil desain tambang.
Secara teknis, pemilihan metode penambangan didasarkan pada pertimbangan hal-hal
sebagai berikut:
Kedalaman lapisan (seam)
Ketebalan lapisan dan penyebarannya
Kondisi lapisan tanah penutup (overburden)
Struktur geologi
Secara ekonomis akan dipertimbangkan nisbah pengupasan atau "stripping ratio", yaitu
besarnya volume pengupasan tanah penutup untuk mendapatkan setiap ton Bijih Besi.
BAB 4
PENAMBANGAN
Gambar 4.1
Desain Pit
Dalam operasi pemindahan Bijih Besiakan digunakan excavator sebagai alat muat dan dump
truck sebagai alat angkut. Dump truck akan mengangkut Bijih Besi dari daerah penambangan (Run
Of Mine)menuju ke lokasi penimbunan Bijih Besi(raw stockpile), yang lokasinya berdekatan
dengan unit pengolahan Bijih Besi(Mine Iron ore Crushing Plant). Tumpukan Bijih Besi di raw
stockpileini selanjutnya akan menjadi umpan/masukan (feed) pada proses pengolahan Bijih Besi
di unit pengolahan Bijih Besi tersebut. Operasi penambangan Bijih Besi berlangsung tidak secara
serentak pada semua block tambang.
Di unit pengolahanBijih Besi, Bijih Besi produk tambang akan diperkecil ukurannya
menjadi Bijih Besi siap jual yaitu berukuran ± 22mm. Selanjutnya Bijih Besi siap jual ini akan
diangkut oleh dump truck kapasitas 20ton menuju ke lokasi pelabuhan Bijih Besi.
Di pelabuhan muat Bijih Besi, Bijih Besi siap jual tersebut akan ditumpuk diarea stockpile
pelabuhan.Dari sini Bijih Besi akan diangkut oleh dump trukHT 130 ke atas tongkang.
Tabel 4.1
Debit Air di Lokasi Tambang
Nama Lokasi Tambang Debit Air
Tapango 4,43
Tabel 4.2
Perhitungan Dimensi Settling Pond di Areal Tambang
Mining Block
No. Parameters Remarks
1-5
A. KECEPATAN PENGENDAPAN
PARTIKEL
1. Ukuran partikel (lempung - lanauan) ( D 9,91E-Q5 m
)
2. Viskositas kinematik (u) 7,10E-07 m2/s
3. Specific gravity padatan (SG) 1,0127
4. Kecepatan pengendapan partikel (V) 8,95E-Q5 m/s
B.DIMENSI KOLAM PENGENDAPAN
1. Luas areal bukaan tambang (A) 7,8 Ha
2. Debit yang masuk block (Q) 105.479,56 m3/hari
3. Luas minimum kolam pengendapan 36 Ha
yang
Dibutuhkan
4. Kedalaman kolam pengendapan 7,73 m
4.13 RencanaProduksi
4.13.1 Analisis Kualitas Cadangan
Lapisan Bijih Besi menunjukkan kualitas yang relatif sama.Dari pengamatan di lapangan
diketahui bahwa Bijih Besi berwarna coklat tua kusam.Sedangkan dari analisis kimia, Bijih Besi
ini kadarnya rata-rata ± 45%.
Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa jenis peralatan utama penambangan yang mutlak
dipergunakan adalah excavator, dump truck dan bulldozer.
A. Excavator
Alat ini berdasarkan fungsi utamanya sering disebut alat gali muat. Pada operasi penambangan
akan digunakan untuk melakukan tugas-tugas sebagai berikut:
1. Melakukan penggalian, pemuatan dan pemindahan serta pencurahan material lemah seperti
humus atau top soilpada lokasi penimbunan atau langsung ke atas alat angkut.
2. Melakukan penggalian, pemuatan, dan pencurahan lapisan tanah penutup (overburden), dan
mengumpulkannya pada suatu lokasi dekat tambang atau langsung memuat ke atas alat
angkut.
3. Melakukan penggalian, pemuatan dan pencurahan lapisan Bijih Besi dan mengumpulkannya
pada lokasi dekat tambang atau langsung memuat ke atas alat angkut.
4. Melakukan perintisan dan pembuatan saluran-saluran air di tambanguntuk sistem drainase
tambang.
5. Melakukan perintisan dan pembuatan kolam air di tambang (settling pond) dalam rangka
pengelolaan dan pemantauan lingkungan tambang.
Kemampuan alat ini dalam melakukan jenis pekerjaan di atas didukung oleh:
Kemampuan daya gali yang besar
Kemampuan memotong untuk permukaan yang relatif se-block dengan memanfaatkan blade
pada bucket-nya
Kemampuan melakukan manuiver pada medan yang se-block
Dengan memanfaatkan kemampuan track yang dimilikinya
B. Dump Truck
Alat ini berdasarkan fungsi utamanya sering disebut truk jungkit dan pada operasi
penambangan akan digunakan untuk melakukan tugas-tugas sebagai berikut:
1. Melakukan pengangkutan, pencurahan hasil penggalian tanah penutup (overburden) ke lokasi
penimbunan tanah penutup (dumping area)
2. Melakukan pengangkutan, pencurahan Bijih Besi hasil tambang (Run Of Mine) dari tambang
ke stockpile Bijih Besi
Kemampuan alat ini dalam melakukan jenis pekerjaan di atas didukung oleh:
Kemampuan muat yang besar dari bucket-nya
Kemampuan mobilitas yang cepat untukb jarak angkut yang jauh
Kemampuan untuk melakukan dumping dari bucket-nya
Kemampuan untuk melakukan manuiver pada medan yang se-block
C. Bulldozer
Alat ini fungsi utamanya adalah alat gali, dorong dan gusur.Pada operasi penambangan akan
digunakan untuk melakukan tugas-tugas sebagai berikut :
1. Melakukan pembabatan semak dan mengumpulkannya ke suatu lokasi tertentu
2. Melakukan penggusuran jenis tanaman pohon-pohonan
3. Melakukan pengupasan tanah atas atau humus (stripping) dan mengumpulkannya dekat lokasi
tambang
4. Melakukan pembersihan Iapisan tanah penutup (overburden)dan mengumpulkanya pada
suatu lokasi dekat tambang.Apabila berhadapan dengan material keras, maka digunakan alat
tambahan yang disebut ripper
5. Melakukan perintisan dalam pembuatan lantai kerja dan jalan angkut tambang
6. Mengatur bentuk geometri lereng tambang
Kemampuan alat ini dalam melakukan jenis pekerjaan-pekerjaan seperti di atas akan di
dukung oleh:
Kemampuan daya dorong yang besar yang dimilikinya
Kemampuan memotong untuk ukuran yang cukup lebar dengan memanfaatkan blade dan daya
dorong yang besar
Kemampuan merobek material keras dengan memanfaatkan kemampuan ripper dandaya
dorong yang besar
Kemampuan untuk melakukan manuiver pada medan yang se-block dengan memanfaatkan
kemampuan track yang dimilikinya
Jenis atau tipe bulldozer yang akan digunakan adalah Caterpillar D 6 Gyang dapat melakukan
pekerjaan seperti:
1. Melakukan pemuatan tanah penutup ke atas bucketdump truck dan atau ke atas timbunan tanah
penutup di waste dump area
2. Mengatur bentuk geometri lereng timbunan tanah penutup
3. Mendorong tanah penutup ke posisi yang direncanakan
D. Wheel Loader
Alat ini fungsi utamanya adalah alat muat.Akan tetapi dapat berfungsi pula sebagai alat
dorong dan pada operasi penambangan akan digunakan untuk melakukan tugas-tugas sebagai
berikut:
1. Melakukan penggalian, pengangkutan, dan pencurahan Bijih Besi di stockpile atau ke atas
copper atau ke atas dump truck
2. Melakukan pendorongan Bijih Besi di stockpile agar tertata dengan rapi
Kemampuan alat ini dalam melakukan jenis pekerjaan di atas di dukung oleh:
Kemampuan muat yang besar dari bucket-nya
Kemampuan mobilitas cepat untuk jarak angkut yang tidak terlalu jauh
Kemampuan untuk melakukan digging dan dumping yang cepat
Memiliki daya dorong yang besar
Jenis atau tipe wheel loader yang akan digunakan adalah Caterpillar LW 220.
Tabel 4.4
Jenis Peralatan Utama Penambangan
Jenis Kegiatan Nama Alat Type
Pembersihan lahan Bulldozer Cat. D 6G
Pembuatanjenjang, Pendamping Bulldozer Cat. D 6 G
excavator
Penggalian dan Pemuatan Tanah Excavator ( Back hoe ) PS 125
Penutup
Penggalian dan Pemuatan Bijih Besi Excavator ( Back hoe ) PC 320
Pengangkutan Tanah Penutup Dump Truck PS 125
Pengangkutan Bijih Besi Produk Dump Truck PS 130
Pemuatan Bijih Besi di stockpile Wheel Loader Cat. LW
220
Tabel 4.5
Jumlah Kebutuhan Peralatan Utama Operasi Penambangan Bijih Besi
Pemindahan Tanah
Jumlah Jumlah Penambangan
Tahun Penutup
Bijih Tanah Bijih Besi
Bijih Penutup
PC 320
Besi (ton) (BCM) PC 320 D PS 125 t>7R HT130
D
2011 60.000 140.400 1 2 1 1 2
2012 60.000 220.800 1 2 1 1 3
2013 120.000 362.400 1 1 1 1 3
2014 120.000 368.400 1 1 1 1 1
Jam Kerja:
Sehingga:
- Total Jam Kerja (a.2) + (b.2) 6.948,00 jam/tahun
Tabel 4.7
Jam Kerja Efektif
Keteranga
No. Deskripsi Quantity
n
1. Hari Kalender / tahun 365.00 hari/tahun
2. Hari Minggu (untuk ganft shift) 26,00 hari/tahun
3. Hari Libur Nasional 6,00 hari/tahun
4. Jumlah hari libur 32,00 hari/tahun
5. Hari kerja / tahun 333,00 hari/tahun
6. Ketersediaan jam kerja / hari 24,00 jam/hari
7. Ketersediaan jam kerja / tahun 7.992,00 jam/hart
8. Waktu hilang yang direncanakan /
hari
- Istirahat / makan 2,00 jam/hari
- Ganti shift 1,00 jam/hari
- Persiapan 0,50 jam/hari
- Shift malam (spesial) 1,00 jam/hari
Jumlah 4,50 jam/hari
9. Waktu hilang yang direncanakan / 1.498,50 jam/hari
tahun
10. Shalat Jumat (1,5 jam / minggu) 78,00 jam/tahun
11. Waktu hilang yang direncanakan / 1.576,50 jam/tahun
tahun
12. Ketersediaan jam / tahun 6.415,50 jam/tahun
13. Waktu hilang tidak direncanakan
a. Faktor Hujan (%) 19,58%
b. Faktor Main (%) 2,00%
c. Jumlah (%) 21,58%
14. Ketersediaan waktu karena waktu 78,00%
yang hilang (tidak direncanakan)
jam kerja /tahun 5.030,82 jam/tahun
15. Ketersediaan Mekanis
a. Faktor pemeliharaan (%) 92,00%
b- Faktor perbaikan (%) 92,00%
c. Total (%) 84,64%
17. Total jam kerja efektif/ tahun 4.258,09 jam/tahun
18. Jam kerja efektif /tahun (dibulatkan) 4.300 jam/tahun
Dengan demikian jumlah hari kerja efektif per tahun adalah sebesar 4.300 jam per tahun.
B. Bagan Alir
Penghancuran
Penghalusan
Pemisahan
Kalsinasi
Pembuatan Pellet
5.3 Peralatan Pengolahan Bijih Besi
Peralatan unit crusher selain jaw-crusher, hammer-crusher, vibrating-screen dan hopper,
juga dilengkapi oleh ban berjalan (belt conveyor) untuk memindahkan Bijih Besi dari terminal satu
ke terminal lainnya dan terakhir ke kamar penampungan Bijih Besi produk (Silo). Adapun
peralatan unit crusher dan pendukungnya dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1
Peralatan Reduksi Ukuran Bijih BesiPada Unit Pengolahan Bijih Besi
No
Peralatan Spesifikasi Unit
.
Jaw Crusher PE 400 x 600, 160 t0/jam. 65 KVA,
1. Primary Crusher 1
Feed Opening = (400 x 600 ) mm
Secondary Jaw Crusher P 250 x 750,160 ton/jam, 45 KVA,
3. 1
Crusher Feed Opening= ( 100 x 200 ) mm
5. Hammer Crusher Feed Opening = 20 x 30 mm 1
6. Jigger Feed Opening = 150 mm x 200 mm 1
Belt 60 cm x 4 ply, motor 5 Hp x 3 phase, ban
7. Belt Conveyor mobil (kijang), spasi roller 70 cm, chain RS 100, 10
Gear box type 100 ; 1 : 3.
Stockpile I
Hopper
Hammer Crusher
Vibrating Screen
Stockpile Stockpile
(kadar tinggi) (kadar rendah)
Jigger
Gambar 5.1
Flow Chart Pengolahan