PROPOSAL
EKSPERIMENTAL
DISUSUN OLEH:
VANNY GRASIELA
(C1614201092)
VIYATA DIAH EKAWATY
(C1614201094)
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Stunting adalah keadaaan kurang gizi pada balita yaitu proses kumulatif
yang disebabkan oleh asupan zat-zat gizi yang tidak cukup ataupun yang
berasal dari infeksi yang berulang atau kedua-duanya. Stunting ini dapat
terjadi sebelum kelahiran yang dipengaruhi oleh asupan gizi pada ibu
ataupun bayi yang sangat kurang saat masa kehamilan, pola asuh makan,
rendahnya kualitas makanan yang sejalan dengan frekuensi penyakit
infeksi sehingga dapat menghambat pertumbuhan. (UNICEF,2012) dalam
(Ayuningtyas et al, 2018).
Menurut (WHO, 2014) Stunting disebabkan oleh banyak factor, namun
yang terutama adalah gizi buruk, entah itu gizi buruk pada ibu atau pada
anak di periode emas atau 1000 hari sejak pembuahan sampai anak 2
tahun. Adapun factor-faktor penyebab stunting seperti: kurangnya ASI,
dan makanan pendamping yang cukup nutrisi,asupan gizi yang kurang,
penyakit menular akut yang biasa menyebabkan konsekuensi jangka
panjang terhadap pertumbuhan linier anak, infeksi subklinis akibat
paparan lingkungan (sanitasi) dan pola asuh yang buruk terhadap balita.
Pada tahun 2017, 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di dunia
mengalami stunting, dan WHO menetapkan batas toleransi stunting
(bertubuh pendek) maksimal 20% atau seperlima dari jumlah keseluruhan
balita.
Eko Setiawan dalam penelitiannya (2018) mengemukakan masalah
kurang gizi dan stunting merupakan dua masalah yang saling
berhubungan. Hal ini dapat menimbulkan gangguan perkembangan fisik
anak yang irreversible, sehingga menyebabkan penurunan performa
kerja. Anak stunting memiliki rerata skor intelligence quotient (IQ) sebelas
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 3
poin lebih rendah dibandingkan rerata skor IQ pada anak normal. Ia juga
mengatakan stunting pada balita perlu mendapatkan perhatian khusus
karena dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan fisik,
perkembangan mental dan status kesehatan pada anak. Dalam penelitian
(Fikadu et al, 2014) memperlihatkan anak yang mendapat ASI Eksklusif
kurang dari enam bulan memiliki peluang 3,27 kali menjadi stunting di
bandingkan anak yang mendapatkan ASI Eksklusif selama 6 bulan.
Stunting dapat menimbulkan dampak jangka panjang dan dampak
jangka pendek. Jangka pendek peningkatan kejadian kesakitan dan
kematian; perkembangan kognitif dan motorik terganggu dan verbal pada
anak tidak optimal; dan peningkatan biaya kesehatan. Jangka panjang:
postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek dibandingkan
pada umumnya); meningkatkan resiko obesitas dan penyakit lainnya
menurunnya kesehatan reproduksi; kapasitas belajar dan performa yang
kurang optimal saat masa sekolah. (WHO, 2014)
Merujuk pada pola pikir UNICEF, dimana pola asuh (caring), termasuk
di dalamnya adalah Inisiasi Menyusui Dini (IMD), menyusui eksklusif
sampai dengan 6 bulan, pemberian ASI dilanjutkan dengan makanan
pendamping ASI (MPASI) sampai dengan 2 tahun merupakan proses
untuk membantu tumbuh kembang bayi dan anak. (UNICEF, 2016).
Majelis Kesehatan Dunia (WHA, 2012) menargetkan pengurangan dari
40% pada anak balita pada tahun 2025, maka diperlukan upaya untuk
mengurangi kondisi ini yaitu sebesar 3,9% per tahun. Global targetkan
yang dicapai untuk mengurangi stunting adalah 39,7% dari 1990 hingga
26,7% pada tahun 2010. Dan diharapkan dalam 20 tahun kedepan, akan
berkurang sebesar 1,6% pertahun. (Dewi et al, 2019).
(UNICEF, 2016) dalam (KEMENKES RI, 2018) mengatakan bahwa
terdapat 22,9% atau hampir satu dari empat anak berusia dibawa lima
tahun (balita) mengalami stunting. Lebih dari setengah balita yang
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 4
mengalami stunting tersebut berada di Benua Asia (55%) dan lebih dari
sepertiga (39%) tinggal di Benua Afrika. Dari 83,6 juta balita stunting di
Asia, proposi terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%) dan proporsi
paling sedikit di Asia Tengah (0,9%).
Data prevalensi balita stunting yang di kumpulkan oleh World Health
Organization ( Child Stunting Data Visualizations Dashboard, 2018 )
Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di
Regional Asia Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR). (PSG, 2015)
Prevalensi balita pendek di Indonesia adalah 29%. Angka ini mengalami
penurunan pada tahun 2016 menjadi 2,5%.
Namun prevalensi ini kembali meningkat menjadi 29,6% pada tahun
2017. Pada tahun 2018, ditetapkan 100 kabupaten atau 1000 desa di 34
provinsi sebagai lokasi prioritas penurunan stunting. Jumlah ini akan
bertambah sebanyak 60 kabupaten pada tahun berikutnya. Dengan
adanya kerja sama lintas sektor, diharapkan dapat menekan angka
kejadian stunting di Indonesia sehingga dapat tercapai target Sustainable
Development Goals (SDGS) pada tahun 2025 yaitu penurunan angkat
stunting hingga 40%.
B. RUMUSAN MASALAH
Menurut Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
(TNP2K) 2017, prevalensi stunting di Indonesia menempati peringkat
kelima terbesar di dunia. Menariknya, Sulawesi Selatan yang dikenal
sebagai lumbung pangan justru memiliki angka stunting yang lebih tinggi
dari angka nasional, dan cenderung meningkat setiap periode. Sulawesi
Selatan menempati urutan ke-4 yang memiliki prevalensi stunting tinggi
setelah NTT, NTB dan Sulawesi Tenggara. Di Sulawesi Selatan sendiri
Kabupaten tertinggi stunting adalah Kabupaten Enrekang dan Kabupaten
Bone. Dua daerah ini menjadi perhatian fokus Nasional Bapenas yang
masuk kategori daerah stunting terbanyak di SulSel. (DINKES, 2018).
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 5
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan
penyebab stunting pada Balita di Kecamatan Maiwa Kabupaten
Enrekang 2019
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
a) Mengidentifikasi factor pola asuh makan dengan kejadian stunting
di wilayah kerja Puskesmas X kecamatan Maiwa Kabupaten
Enrekang 2019
b) Mengidentifikasi factor asupan gizi dengan kejadian stunting di
wilayah kerja puskesmas x kecamatan maiwa kabupaten Enrekang
2019
c) Mengidentifikasi factor Asi Ekslusif dengan kejadian stunting di
wilayah kerja puskesmas X kecamatan Maiwa Kabupaten
Enrekang 2019
d) Menganalisis factor determinan penyebab stunting pada balita di
kecamatan Maiwa kabupaten Enrekang 2019
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi pemerintah Kabupaten Enrekang
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ASI saja tanpa tambahan cairan lain baik susu formula, air putih, air
jeruk, ataupun makanan tambahan lainnya. (Hanum, 2010).
3. Komponen ASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 8
b. Laktosa ( karbohidrat )
c. Lemak
Lemak ASI adalah penghasil kalori ( energy) utama dan merupakan
komponen zat gizi yang sangat bervariasi. Lebih mudah dicerna
karena sudah dalam bentuk emulsi. Penelitian OSBORN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 9
d. Energi
Untuk bulan pertama kehidupan bayi, kebutuhan energy yang
dikonsumsi sekitar 95-145 Kkal/kg sudah cukup memenuhi. Sebab,
luas permukaan tubuh nayi perberat badannya sektiar dua kali lebih
bersar daripada orang dewasa. Sebagai besar sekitar 50% dari jumlah
energy yang dikonsumsi digunakan untuk bekerjanya organ-organ
didalam tubuh, peredaran darah, dan sebagainnya.
e. Protein
Kebutuhan akan protein selama masa periode pertumbuhan tulang
rangka dan otot pada masa bayi relative cukup tinggi. Bayi pada dua
minggu pertama kelahiran membutuhkan konsumsi protein sebanyak
2,2 gr/kgBBper hari, jumlah ini menghasilkan retensi nitrogen sekitar
45% suatu jumlah yang cukup membuat pertumbuhan bayi noral. Pada
minggu ketiga, jumlah protein yang dikonsumsi sektiar 60 sampai 70%
digunakan untuk pertumbuhan, dan sisanya digunakan untuk
pemeliharaan.
f. Zat besi
Meskipun ASI mengandung sedikit zat besi (0,5-1,0 mg/liter), bayi
yang menyusui jarang kekurangan zat besi (anemia). Hal ini
dikarenakan zat besi pada ASI yang lebih mudah diserap.
g. Fosfor
Kurang lebih 1% berat tubuh terdiri dari fosfor. Fosfor merupakan
mineral kedua terbanyak setelah kalsium. Peran fosfor mirip dengan
kalsium yaitu untuk pembentukan Tulang dan gigi, dan penyimpanan
serta pengeluaran dalam energy. DNA dan RNA terdiri ata fosfor dalam
bentuk fosfor, demikian juga membran sel yang membantu menjaga
permeabilitas sel.
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 10
g. biotin 30 40 145
h. asam foalt
75 160 82
i. vitamin B12
j. vitamin C - 12-15 64
k. vitamin D (mg)
183 246 340
l. vitamin Z
m. vitamin K ,06 0,6 2,8
6. mineral
0,05 0,1 0,13
a. kalsium (mg)
b. klorin (mg) 0,05 0,1 0,02
c. tembaga (mg)
5,9 5 1,1
d. zat besi / ferrum
- 0,04 0,02
(mg)
e. magnesium (mg) 1,5 0,25 0,07
f. potassium (mg)
- 1,5 6
g. sodium (mg)
h. sulfur (mg)
39 35 130
85 40 108
40 40 14
70 100 70
4 4 12
74 57 145
48 15 58
22 14 30
Status gizi balita merupakan hal penting yang harus diketahui oleh
setiap orangtua. Menginjak usia 6 bulan, kebutuhan gizi si kecil
meningkat. Makanan pun harus disesuaikan secara bertahap.
(Sediaoetama, 2010). ASI akan memenuhi 60% kebutuhan gizi si kecil,
sedangkan sisianya didapat melalui makanan. Menurut ahli gizi dari IPB,
Prof. Dr. Ir. Ali Kkhomsan, MS, standar acuan status gizi balita adalah
Berat Badan menurut Umur (BB/U) Berat Badan menurut Tinggi Badan
(BB/TB), dan Tinggi Badan menurut Umur (TB/U). Sementara
klasifikasinya adalah normal, underweight (kurus), dan gemuk. Untuk
acuam yamg menggunakan tinggi badan, bila kondisinya kurang baik
disebut stunted (pendek). Pedoman yang digunakan adalah standar
berdasarkan table WHO-NCHS (National Center for Health Statistics).
Status gizi balita pada balita daapt diketahui dnegan cara mencocokkan
umur anak (dalam bulan ) dengan berat badan standar table WHO-NCHS,
bila berat badannya kurang, maka status gizinya kurang. (Sutomo dan
Anggraini, 2010).
1. Kebutuhan gizi
Berikut ini zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh balita (Sutomo dan
Anggraini, 2010):
a. Sumber Hidrat Arang
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 14
Sea perti beras merah, dan kentang. Jenis bahan makanan ini
merupakakan makanan pokok si kecil. Pilihlah yang rendah kadar
seratnya, seperti: biskuuit, krekers, aneka jenis bubur sereals untuk
bayi, aneka jenis roti gandum, kentang, dll.
b. Sumber protein
Seperti daging, ikan, ayam, telur, tahu, tempe, dan kacang-
kacangan. Aneka jenis daging yang sudah dicincang atau digiling,
kemudian dicampurkan ke dalam pure, bubur, atau nasi tim. Jika
perlu dihaluskan kembali.
c. Sumber lemak
Seperti minyak sayur, santan, margarin, atau mentega. Sejak usia
6 bulan, berikan sedikit demi sedikit lemak. Pilihlah jenis lemak
atau minyak kaya asam lemak atau minyak kaya lemak tak jenuh
(PUFA, polyunsaturated fatty acid), misalnya minyak jagung atau
minyak bunga matahari.
d. Karbohidrat
Kebutuhan karbohidrat utama bagi bayi adalah Laktosa yang
terdaapt dalam ASI. ASI yang dikonsumsi bayi mengandung
laktosa sektiar 7%. Kadar laktosa yang tinggi akan mengakibatkan
terjadinya pertumbuhan lactobacillus dalam usus bayi sehingga
daapt mencegah trjadinya infeksi. Selain itu, kadar laktosa yang
tinggi dapat memperbaiki penahanan (retensi) beeapa mineral
penting utnuk pertumbuhan bayi, seperti kalium, fosfor, dan
magnesium.
e. Vitamin.
Vitamin merupakan unsur esensial bagi gizi normal. Kebutuhan
vitamin D dapat terpenuhi dengan mengaktifkan vitain D yang ada
dalam tubuh bayi dengan cra mendapatkan penyinaran sinar
matahari. Penyinaran oleh sinar matahari berlangsung selama 10-
15 menit tiap hari. Hal ini akan memenuhi kebutuhan bayi akan
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 15
f. Mineral
Manfaat mineral secara umum adalah untuk membangun jarignan
tulang dan gigi, mengatur tekanan osmose dalam tubuh,
memberikan elektrolit untuk keeprluan otot-otot dan syaraf, serta
membuat berbagai emzim.
g. Air
Kecukupan air pada bayi merupakan hal penting yang harus
dieprhatikan. Kecukupan air pada bayi 3 bulan sebanyak
150ml/kgBB. Kecukupan ini biasa sudah terpenuhi melalui
konsumsi ASI. Kecukupan cairan pada bayi harus sangat
diperhatikan karena bayi biasanya rentan terhadap penyakit yang
mengakibatkan kehilangan air, seperti diare, demam, dan muntah-
muntah.
Angka kecukupan gizi (AKG) harian balita usia 1-3 tahun yaitu:
( Sulistuoningsih, 2011):
1. Kebutuhan zat gizi makro harian anak
a) Energy 1125 kkal
b) Protein 26 gr
c) Lemak 44 gr
d) Karbohidrat 155 gr
e) Serat 16 gr
f) Air 1200 ml
b) Mineral
1) Kalsium 650 mg
2) Fosfor 500 mg
3) Magnesium 60 mg
4) Natrium 1000 mg
5) Kalium 3000 mg
6) Besi 8 mg
ISTILAH PENGERTIAN
STATUS GIZI
Krisis ekonomi
a. Stunting
Gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak yang
membuatnya tinggi badannya terhambat, sehingga tidak sesuai
dengan anak seusianya. Stunting merupakan masalah gizi yang kronis
yang terjadi akbiat berbagai penyebab dari masa lalu. Meliputi supan
gizi yang buruk, mengalami penyakit infeksi menular, dan berat badan
lahir rendah (BBLR). Perkembangan stunting umumnya dimulai sejak
anak berusia 3 bulan, hingga kemudian berangsur-angsur melambat
saat usianya menginjak 3 tahun. Gejala anak yang mengalami stunting
berupa:
1) Postur anak lebih pendek dari teman-teman seusianya
2) Proporsi tubuh mungkin tampak normal, tapi anak terlihat
lebih muda atau kecil untuk usianya.
3) Berat badan rendah untuk anak usianya
4) Pertumbuhan tulang terhambat.
b. Marasmus
Kekurangan gizi yang terjadi karena anak tidak mendapatkan
asupan energy dalam waktu yang cukup lama. Hal ini menyebabkan
anak asrama marasmus tergolong ke dalam status gizi buruk dan
harus cepat ditangani. Gejala khas yang muncul pada anak dengan
marasmus yakni:
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 22
c. Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah kekurangan gizi akibat dari rendahnya asupan
protein. Hal utama yang membedahkan kwashiorkor dan marasmus,
yakni yakni tampak pad perutnya. Anak yang mengalami kwashiorkor
memiliki perut yang membesarkan akibat adanya penggumpalan
cairan (asites). Gejala kwashiorkor lainnya seperti:
d. Marasmik-Kwahiorkor
Gabungan kondisi dan gejala dari marasmus serta kwashiorkor.
Kondisi ini biasanya disebabkan oleh pola makan, khususnya karena
tidak tercukupinya asupan zat gizi tertentu seperti kalori dan protein.
Anak yang mengalami marasmik-kwashiorkor akan mengalami gejala
seperti:
1) Tubuh sangat kurus
2) Muncul tanda-tanda tubuh kurus (wasting) di beberapa
bagian tubuh. Misalnya jairngan dan massa otot hilang, serta
tulang yang langsung kentara oleh daging.
3) Mengalami penumpukkan cairan di bebrapa bagian tubuh
(asites)
e. Wasting (kurus)
Anak dikatakan bertubuh kruus (wasting) jika berat badannya jauh
berada dibawa normal, atau tidak sesuai dengan tinggi badannya.
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 23
h. Obesitas
Obesitas tidak sama dengan kegemukan, karena berat badan yang
dimiliki anak obesitas berarti sudah berada jauh diatas rentang normal.
Hal ini bisa diakibatkan karena adanya ketidakseimbangan antara
energy yang masuk ke dalam tubuh ( terlalu banyak), dnegan yang
dikeluarkan oleh tubuh (terlalu sedikit). Obesitas pada anak ditandai
dengan postur tubuhnya yang sangat gemuk, bahkan sampai
membuatnya sulit bergerak dan beraktivitas banyak. Anak yang
mengalami obesitas juga biasanya gampang kelelahan meski baru
sebentar melakukan kegiatan.
kebutuhan anak oleh ibu dalam bentuk pemberian ASI atau makanan
pendamping ASI (MP-ASI) pada anak. Pengasuhan makanan
dinyatakan cukup bila di beri ASI semata sejak lahir sampai 4-6 bulan
dengan frekuensi kapan saja (Juleha, 2012). Pengasuhan makanan
pada anak dengan fase enam bualn kedua adalah pemenuhan
kebutuhan makanan untuk bayi yang dilakukan ibu, dinyakan cukup
bila anak diberikan ASI plus makanan lumat (berupa bubur atau nasi
biasa) bersama ikan, daging atau putih telur ditambah sayuran, yang
diberi dalam frekuensi sma atau lebih 3 kali per hari.(Bahar, 2002
dalam Juleaha, 2012).
Makanan yang baik untuk bayi dan balita harus memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut (Ningrun, 2016):
a. Memenuhi kecukupan energy dan semua zat gizi yang
sesuai dengan umur.
b. Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu
seimbang, bahan makanan yang tersedia di tempat tunggal,
kebiasaan makan dan selera terhadap makanan tersebut.
c. Bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan daya terima,
toleransi, dan keadaan faal bayi/anak.
d. Memperhatikan kebersihan perorangan dan lingkungan.
3. Faktor pendidikan
Pendidikan formal ibu mempengaruhi tingkat pengetahuan diamna
pendidikan yang rendah maka pengetahuan yang diperoleh akan
kurang dan sebaliknya dengan pendidikan yang tinggi pengetahuan
yang di peroleh akan baik. Akan tetapi, ibu yang berpendidikan
rendah bukan berarti bepengetahuan rendah juga, dikarenakan
dalam memperoleh pengetahuan dapat melalui pendidikan non
formal (Wawan, 2010).
4. Faktor social budaya
Salah satu penyebab masalah gizi kurang anak pada keluarga
adalah faktor perilaku, yang juga ada hubugnannya dnegan
kebiasaan dan budaya dalam penatalaksanaan kesehatan (Hidayat
et al, 2013). Budaya mempengaruhi pola asuh dalam pemberian
makan pada anak dalam hal keyakinan, nilai, dan perilaku yang
berkaitan dnegan makanan yang berbeda (Brus, et al. 2005 dalam
Erika 2014). Pola pemberian makan tepat belum tentu memeliki
komposisi zat gizi yang seimbang. Pemenuhan nutrisi yang
diberikan oleh ibu kepada anak sering kali tidak memperhatikan
kecukupan gizi anak. Ibu cenderung memberikan nutrisi seadanya
sesuai dnegan kemauan anak (Subarkah, Nursalam and
Rachmawati 2016).
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 28
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL dan HIPOTESIS
A. Kerangka Konseptual
1. Kerangka Teori
ASI Eksklusif adalah pemberian Air Susu Ibu saja tanpa
tambahan cairan lain baik susu formula, air putih, air jeruk, ataupun
makanan tambahan lainnya. ASI merupakan sumber makanan
utama dan paling sempurna untuk bayi 0-6 bulan. Bayi yang tidak
mendapatkan ASI Eksklusif dapat menghambat pertumbuhan dan
perkembangan si anak.
ASI EKSLUSIF
Pola Asuh Makan
STUNTING
Status Gizi
Keterangan:
:variable Dependen
2. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori yang ada di tinjauan pustaka dan
kerangka konseptual di atas maka dapat dirumuskan hipotesa
penelitian sebagai berikut:
a. Apakah ada hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan
kejadian stunting?
b. Apakah ada hubungan Pola Asuh Makan dengan kejadian
stunting ?
c. Apakah ada hubungan Status Gizi dengan kejadian
stunting ?
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 30
3. Defenisi Operasional
Defenisi operasional dari variabel yang diteliti daapt dilihat dari table
berikut ini.
variabel independen: ASI Eksklusif, Pola Asuh Makan, Status Gizi
variabel dependen: Stunting
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian asosiatif, dengan menggunakan rancangan asosiatif yang
dimaksudkan untuk menganalisis hubungan antar beberapa variable
(independen dan dependen), menganalisis kekuatan hubungan, arah
hubungan dan memprediksi besaran perubahan.
E. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah meteran
F. Instrument Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan wawancara. Pada jenis pengukuran ini peneliti
mengumpulkan data dengan cara melalui pertanyaan yang diajukan
secara lisan kepada responden, baik secara langsung(tatap muka) atau
tidak langsung(via media elektronik).
Jenis wawancara yang digunakan peneliti adalah wawancara tidak
terstruktur. Dimana dalam kalimat pertanyaan, urutan dan jawaban bebas
responden. Digunakan untuk mengetahui akar permasalahan, jawaban
tidak dapat diprediksi dan responden sedikit (indeep interview).
G.Etika Penelitian
Untuk melakukan pengumpulan data, peneliti membuat instrument
sebagai pedoman pengumpulan data berupa wawancara. Adapun
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 33
1. Informed consent
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan
diteliti yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai jadwal penelitian dan
manfaat penelitian. Bila subjek menolak, maka peneliti tidak akan
memaksakan dan tetap menghormati hak-haknya.
2. Anomity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan
nama responden, tetapi lembaran tersebut diberikan inisial atau kode.
3. Confidentiality
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya
kelompok data tertentu akan dilaporkan sebagai hasil penelitian. Data
yang telah dikumpulkan disimpan didalam disk dan hanya bisa diakses
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 34
oleh peneliti dan pembimbing, data ini akan dimusnakan pada akhir
penelitian.
H. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan guna memperoleh data
yang sesuai dengan variabel penelitian ini diperoleh dengan dua cara :
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diambil secara langsung dari objek
yang akan diteliti. Melalui data observasi selama penelitian.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data awal tentang populasi pasien kanker
yang menjalani kemoterapi yang diperoleh dari Instansi Rumah sakit
Stella Maris Makassar.
J. Analisa Data
Analisis multivariat digunakan untuk melihat variable independen utama
yang memiliki hubungan erat terhadap variable dependen. Uji ini
digunakan untuk mengestimasi secara valid factor mana yang paling
berhubungan dan paling mempengaruhi dependen.
DAFTAR PUSTAKA
Hartati, A.S., (2008). Skripsi, Konsep Diri dan Kecemasan Wanita Kanker
Payudara di Poli Bedah Onkologi RSUP Haji Adam Malik, Medan.
Diunduh 5 oktober 2016 dari http:// www.respiratory.usu.ac.id.
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 36
Rasjidi, I., dan Hartanto, A., 2009. Kanker Payudara. Dalam : Deteksi dan
Pencegahan Kanker Pada Wanita. Jakarta : Sagung Seto.
Susanti & Tarigan (2012). Karakterisitk Mual dan Muntah Serta Upaya
Penanggulangan Oleh Penderita Kanker Yang Menjalani Kemoterapi.
Diakses tanggal 12 Oktober 2016
.
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 38
DAFTAR ISI
Hal
SAMPUL DEPAN................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. iii
KATA PENGANTAR .............................................................................. iv
DAFTAR ISI ........................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ vii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 2
Latar Belakang ........................................................................... 2
Rumusan Masalah ..................................................................... 5
Tujuan Penelitian ....................................................................... 5
Tujuan Umum ....................................................................... 5
Tujuan Khusus ...................................................................... 6
Manfaat Penelitian ..................................................................... 6
Bagi Praktik Keperawatan..................................................... 6
Bagi Klien............................................................................... 6
Bagi Institusi Pendidikan....................................................... 6
Bagi Peneliti........................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 6
Tinjauan Umum Tentang Kanker................................................ 8
Defenisi Kanker..................................................................... 8
Jenis-Jenis Kanker................................................................ 8
Penyebab Kanker.................................................................. 9
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 39
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas segala berkat dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposal ini dengan judul “Hubungan Efek Kemoterapi
Dengan Gangguan Citra Tubuh Pada Pasien kanker di RS. Stella Maris
Makassar”. Proposal ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 40
Penulis