Anda di halaman 1dari 42

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 1

PROPOSAL

DETERMINAN PENYEBAB STUNTING PADA BALITA DI


PUSKESMAS X KECAMATAN MAIWA KABUPATEN
ENREKANG TAHUN 2019

EKSPERIMENTAL

DISUSUN OLEH:
VANNY GRASIELA
(C1614201092)
VIYATA DIAH EKAWATY
(C1614201094)

PROGRAM S1 KEPERAWATAN & NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS
MAKASSAR
2019
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 2

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Stunting adalah keadaaan kurang gizi pada balita yaitu proses kumulatif
yang disebabkan oleh asupan zat-zat gizi yang tidak cukup ataupun yang
berasal dari infeksi yang berulang atau kedua-duanya. Stunting ini dapat
terjadi sebelum kelahiran yang dipengaruhi oleh asupan gizi pada ibu
ataupun bayi yang sangat kurang saat masa kehamilan, pola asuh makan,
rendahnya kualitas makanan yang sejalan dengan frekuensi penyakit
infeksi sehingga dapat menghambat pertumbuhan. (UNICEF,2012) dalam
(Ayuningtyas et al, 2018).
Menurut (WHO, 2014) Stunting disebabkan oleh banyak factor, namun
yang terutama adalah gizi buruk, entah itu gizi buruk pada ibu atau pada
anak di periode emas atau 1000 hari sejak pembuahan sampai anak 2
tahun. Adapun factor-faktor penyebab stunting seperti: kurangnya ASI,
dan makanan pendamping yang cukup nutrisi,asupan gizi yang kurang,
penyakit menular akut yang biasa menyebabkan konsekuensi jangka
panjang terhadap pertumbuhan linier anak, infeksi subklinis akibat
paparan lingkungan (sanitasi) dan pola asuh yang buruk terhadap balita.
Pada tahun 2017, 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di dunia
mengalami stunting, dan WHO menetapkan batas toleransi stunting
(bertubuh pendek) maksimal 20% atau seperlima dari jumlah keseluruhan
balita.
Eko Setiawan dalam penelitiannya (2018) mengemukakan masalah
kurang gizi dan stunting merupakan dua masalah yang saling
berhubungan. Hal ini dapat menimbulkan gangguan perkembangan fisik
anak yang irreversible, sehingga menyebabkan penurunan performa
kerja. Anak stunting memiliki rerata skor intelligence quotient (IQ) sebelas
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 3

poin lebih rendah dibandingkan rerata skor IQ pada anak normal. Ia juga
mengatakan stunting pada balita perlu mendapatkan perhatian khusus
karena dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan fisik,
perkembangan mental dan status kesehatan pada anak. Dalam penelitian
(Fikadu et al, 2014) memperlihatkan anak yang mendapat ASI Eksklusif
kurang dari enam bulan memiliki peluang 3,27 kali menjadi stunting di
bandingkan anak yang mendapatkan ASI Eksklusif selama 6 bulan.
Stunting dapat menimbulkan dampak jangka panjang dan dampak
jangka pendek. Jangka pendek peningkatan kejadian kesakitan dan
kematian; perkembangan kognitif dan motorik terganggu dan verbal pada
anak tidak optimal; dan peningkatan biaya kesehatan. Jangka panjang:
postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek dibandingkan
pada umumnya); meningkatkan resiko obesitas dan penyakit lainnya
menurunnya kesehatan reproduksi; kapasitas belajar dan performa yang
kurang optimal saat masa sekolah. (WHO, 2014)
Merujuk pada pola pikir UNICEF, dimana pola asuh (caring), termasuk
di dalamnya adalah Inisiasi Menyusui Dini (IMD), menyusui eksklusif
sampai dengan 6 bulan, pemberian ASI dilanjutkan dengan makanan
pendamping ASI (MPASI) sampai dengan 2 tahun merupakan proses
untuk membantu tumbuh kembang bayi dan anak. (UNICEF, 2016).
Majelis Kesehatan Dunia (WHA, 2012) menargetkan pengurangan dari
40% pada anak balita pada tahun 2025, maka diperlukan upaya untuk
mengurangi kondisi ini yaitu sebesar 3,9% per tahun. Global targetkan
yang dicapai untuk mengurangi stunting adalah 39,7% dari 1990 hingga
26,7% pada tahun 2010. Dan diharapkan dalam 20 tahun kedepan, akan
berkurang sebesar 1,6% pertahun. (Dewi et al, 2019).
(UNICEF, 2016) dalam (KEMENKES RI, 2018) mengatakan bahwa
terdapat 22,9% atau hampir satu dari empat anak berusia dibawa lima
tahun (balita) mengalami stunting. Lebih dari setengah balita yang
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 4

mengalami stunting tersebut berada di Benua Asia (55%) dan lebih dari
sepertiga (39%) tinggal di Benua Afrika. Dari 83,6 juta balita stunting di
Asia, proposi terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%) dan proporsi
paling sedikit di Asia Tengah (0,9%).
Data prevalensi balita stunting yang di kumpulkan oleh World Health
Organization ( Child Stunting Data Visualizations Dashboard, 2018 )
Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di
Regional Asia Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR). (PSG, 2015)
Prevalensi balita pendek di Indonesia adalah 29%. Angka ini mengalami
penurunan pada tahun 2016 menjadi 2,5%.
Namun prevalensi ini kembali meningkat menjadi 29,6% pada tahun
2017. Pada tahun 2018, ditetapkan 100 kabupaten atau 1000 desa di 34
provinsi sebagai lokasi prioritas penurunan stunting. Jumlah ini akan
bertambah sebanyak 60 kabupaten pada tahun berikutnya. Dengan
adanya kerja sama lintas sektor, diharapkan dapat menekan angka
kejadian stunting di Indonesia sehingga dapat tercapai target Sustainable
Development Goals (SDGS) pada tahun 2025 yaitu penurunan angkat
stunting hingga 40%.

B. RUMUSAN MASALAH
Menurut Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
(TNP2K) 2017, prevalensi stunting di Indonesia menempati peringkat
kelima terbesar di dunia. Menariknya, Sulawesi Selatan yang dikenal
sebagai lumbung pangan justru memiliki angka stunting yang lebih tinggi
dari angka nasional, dan cenderung meningkat setiap periode. Sulawesi
Selatan menempati urutan ke-4 yang memiliki prevalensi stunting tinggi
setelah NTT, NTB dan Sulawesi Tenggara. Di Sulawesi Selatan sendiri
Kabupaten tertinggi stunting adalah Kabupaten Enrekang dan Kabupaten
Bone. Dua daerah ini menjadi perhatian fokus Nasional Bapenas yang
masuk kategori daerah stunting terbanyak di SulSel. (DINKES, 2018).
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 5

Menurut hasil wawancara bersama ketua Kesehatan Masyarakat


(KESMAS), berdasarkan hasil data (2013-2018) Dinas Kesehatan
Kabupaten Enrekang, Kabupaten penghasil Dangke ini memiliki data
balita stunting mencapai 24,5% atau 3.771 jiwa dari total 15.405 balita
yang ada di Kabupaten Enrekang. Dengan 4 Kecamatan terbanyak
stunting di Kabupaten Enrekang adalah Buntu Batu 44,3%, Baraka 42,9%,
Malua 35,5% dan Maiwa 30,6%.
Berdasarkan hasil perumusan masalah tersebut diatas maka dapat
dirumuskan masalah penelitian dalam bentuk pertanyaan penelitian yaitu
Faktor manakah yang menjadi determinan penyebab stunting pada balita
di kec. Baraka kab. Enrekang tahun 2019?

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan
penyebab stunting pada Balita di Kecamatan Maiwa Kabupaten
Enrekang 2019
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
a) Mengidentifikasi factor pola asuh makan dengan kejadian stunting
di wilayah kerja Puskesmas X kecamatan Maiwa Kabupaten
Enrekang 2019
b) Mengidentifikasi factor asupan gizi dengan kejadian stunting di
wilayah kerja puskesmas x kecamatan maiwa kabupaten Enrekang
2019
c) Mengidentifikasi factor Asi Ekslusif dengan kejadian stunting di
wilayah kerja puskesmas X kecamatan Maiwa Kabupaten
Enrekang 2019
d) Menganalisis factor determinan penyebab stunting pada balita di
kecamatan Maiwa kabupaten Enrekang 2019

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi pemerintah Kabupaten Enrekang
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 6

Dalam rangka program pemerintah diharapkan dapat dipahami


tentang Determinant atau factor penentu penyebab terjadinya
stunting bertujuan untuk mengurangi jumlah angka kejadian
stunting di kecamatan Maiwa kabupaten Enrekang.
2. Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
factor yang mempengaruhi kejadian stunting pada balita dan
diharapkan dapat menambah pengetahuan sehingga dapat
menurunkan angka kejadian stunting pada balita.
3. Bagi instansi pelayanan kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar mengenai
determinant penyebab stunting pada balita di kecamatan Maiwa
kabupaten Enrekang dan nantinya dari instansi pelayanan
kesehatan yang terkait menyelesaikan permasalahan stunting di
kecamatan maiwa kabupaten enrekang.
4. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
kreatifitas peneliti untuk mengetahui factor yang menjadi
determinan penyebab stunting pada balita.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan umum tentang ASI Eksklusif


1. Pengertian ASI Eksklusif

Satu bentuk rangsangan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan


perkembangan otak bayi dengan menerapkan pola asah, asih dan asuh
dalam perawatannya sehari-hari, dalam pemberian ASI harus juga
ditunjang dengan pemenuhan zat-zat gizi yang tepat. ASI merupakaan
sumber makanan utama dan paling sempurna bagi bayi 0-6 bulan. ASI
Eksklusif menurut WHO (World Health Organization) adalah pemberian
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 7

ASI saja tanpa tambahan cairan lain baik susu formula, air putih, air
jeruk, ataupun makanan tambahan lainnya. (Hanum, 2010).

Untuk mencapai ASI Eksklusif, WHO dan UNICEF merekomendasi


metode 3 langkah. Yang pertama adalah menyusui segera setelah
melahirkan. Yang kedua tidak memberikan makanan tambahan apapun
pada bayi. Dan yang ketiga, menyusuia sesering dan sebanyak yang
diinginkan bayi. (Nirwana, 2014).

2. Alasan pemberian ASI Eksklusif.


ASI di berikan pada bayi karena mengandung banyak manfaat dan
kelebihan. Diantaranya ialah menurunkan risiko terjadinya penyakait
infeksi saluran pencernaan (diare), infeksi saluran pernafasan, dan
infeksi telinga. ASI juga menurukan dan mencegah terjadinya penyakit
noninfeksi, seperti penyakit alergi, obesitas, kurang gizi, asma. Selain
itu, ASI dapat meningkatkan IQ dan EQ anak.
Proses pemberian ASI hingga bayi berusia 2 tahun dapat
mendatangkan keuntungan secara psikologis. Kontak fisik antara ibu
dan bayinya melalui aktivitas menyusui ini bisa memberikan rasa
tenang dan mengurangi stress. Sesungguhnya, sentuhan, isapan, dan
jilatan bayi pada putting ibu selama menyusui akan merangsang
keluarnya oksitosin yang menyebabkan Rahim berkontraksi, sehingga
membantu pengeluaran plasenta dan mengurangi pendarahan pada
ibu. Sentuhan dari bayi juga merangsang hormone lain yang membuat
ibu menjadi tenang, rileks, dan mencitai bayi. Serta merangsang
mengalirnya ASI dari payudara. Secara alamiah, proses menyusui
akan mengurangi rasa sakit pada ibu. Selain itu, bayi pun dilatih
motoriknya saat proses tersebut. (Ade, 2014).

3. Komponen ASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 8

Susu menjadi salah satu sumber nutrisi bagi manusia, komponene


ASI sangat rumit dan berisi lebih dari 100.000 biologi komponen unik,
yang memainkan peran utama dalam perlawanan penyakit pada bayi.
Meskipun tidak semua keuntungan dari semua komponen yang telah
sepenuhnya diteliti atau belum ditemukan, berikut daftar elemen penting
ASI:
a. Kolostrum
Cairan susu kental berwarna kekuning-kuningan yang dihasilkan
pada sel alveoli payudara ibu. Sesuai untuk kapasitas pencernaan bayi
dan kemampuan ginjal baru lahir yang belum mampu menerima
makanan dalam volume besar. Jumlahnya tidak terlalu banyak tetapi
kaya akan gizi dan dan sangat baik bagi bayi. Kolostrum mengandung
karoten dan vitamin A yang sangat tinggi.

b. Laktosa ( karbohidrat )

Laktosa merupakan jenis karbohidrat utama dalam ASI yang


berperan penting sebagai sumber energy. Laktosa merupakan satu-
satunya karbohidrat yang terdapat dalam ASI murni. Sebagai sumber
energy, meningkatkan penyerapan kalsium dalam tubuh. Selain itu,
laktosa juga akan diolah menjadi glukosa dan galaktosa yang berperan
dalam perkembangan system saraf. Komposisi laktosa dalam ASI
yakni 7gr/100 ml.

c. Lemak
Lemak ASI adalah penghasil kalori ( energy) utama dan merupakan
komponen zat gizi yang sangat bervariasi. Lebih mudah dicerna
karena sudah dalam bentuk emulsi. Penelitian OSBORN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 9

membuktikan, bayi yang tidak mendapatkan ASI lebih banyak


menderita penyakit jantung coroner di usia muda.

d. Energi
Untuk bulan pertama kehidupan bayi, kebutuhan energy yang
dikonsumsi sekitar 95-145 Kkal/kg sudah cukup memenuhi. Sebab,
luas permukaan tubuh nayi perberat badannya sektiar dua kali lebih
bersar daripada orang dewasa. Sebagai besar sekitar 50% dari jumlah
energy yang dikonsumsi digunakan untuk bekerjanya organ-organ
didalam tubuh, peredaran darah, dan sebagainnya.

e. Protein
Kebutuhan akan protein selama masa periode pertumbuhan tulang
rangka dan otot pada masa bayi relative cukup tinggi. Bayi pada dua
minggu pertama kelahiran membutuhkan konsumsi protein sebanyak
2,2 gr/kgBBper hari, jumlah ini menghasilkan retensi nitrogen sekitar
45% suatu jumlah yang cukup membuat pertumbuhan bayi noral. Pada
minggu ketiga, jumlah protein yang dikonsumsi sektiar 60 sampai 70%
digunakan untuk pertumbuhan, dan sisanya digunakan untuk
pemeliharaan.

f. Zat besi
Meskipun ASI mengandung sedikit zat besi (0,5-1,0 mg/liter), bayi
yang menyusui jarang kekurangan zat besi (anemia). Hal ini
dikarenakan zat besi pada ASI yang lebih mudah diserap.

g. Fosfor
Kurang lebih 1% berat tubuh terdiri dari fosfor. Fosfor merupakan
mineral kedua terbanyak setelah kalsium. Peran fosfor mirip dengan
kalsium yaitu untuk pembentukan Tulang dan gigi, dan penyimpanan
serta pengeluaran dalam energy. DNA dan RNA terdiri ata fosfor dalam
bentuk fosfor, demikian juga membran sel yang membantu menjaga
permeabilitas sel.
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 10

h. Vitamin dan Mineral


ASI mengandung beberapa jenis vitamin, yaitu antara lain; Vitamin
A, Karoten, Vitamin D, Vitamin E, Vitamin K, Vitamin C (asam
askorbat), Biotin, Kolin, Asam Folat, Inositol, asam nikotinat (niasin),
asam panthotenat, pridoksin (vitamin B 3), riboflavin (B2), thiamin
(vitamin B1), dan sianokobalamin (vitamin B12). Mineral air susu
berbentuk organic maupun anorganik. Kebutuhan dasar berbagai
mineral antara lain: adanya imbangan antara Ca dengan P, yaitu: 1:2;
sedangkan imbagnan antara Na dengan K bagi bayi 1:1. Rendah
tingginya kadar mineral menjadi indicator tingkat tumbuh/kembang
sang bayi.
i. Kalsium
Kandungan kalsium pada bayi sangatlah kecil yaitu sekitar 25-30 g.
keeprluan kalsium terbesar terjadi pada waktu pertumbuhan. Kalsium
yang berada pada ASI berguna dalam sirkulasi dalam darah yang
berperan dalam tubuh sebagai transmisi implus saraf, kontraksi otot,
penggumpulan darah, pengaturan permeabilitas membrane sel serta
keaktifan enzim, selain itu kalsium juga diperlukan dalam proses
penyrrapan vitamin B12.
Table: 1. Komposisi dan Komponen ASI

Umur Komposisi Komposisi


Faktor Nutrisi
(bulan) per dl per 100 g
Laktosa (g) 12-18 7,93 7.69
Lemak total (g) 12-18 3,53 3,42
Protein (g) 12-18 0,995 0,965
Energy (kcal) 12-18 67,47 65,44
Total Kalori (µg) 12, 18 59,57 57,8
Kalsium (mg) 12-26 18,1 17,6
Fosfor (mg) 12-26 15,8 15,3
Besi (mg) 12-26 0,12 0,12
Vitamin A (µg
11,5-23,5 21,2 20,6
RE)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 11

Β- Karoten(µg) 11,5-23,5 18,8 18,2


Tiamin (µg) 13-18 > 18 16 15,5
Riboflavin (µg) 13-18 > 18 15,2 14,7

j. Kandungan Susu Formula

Pada prinsipnya, semua susu formula sudah di upayakan


mendekati komposisi ASI dengan kandungan sesuai standar yang
ditetapkan. Kandungan giz susu formula untuk bayi di bahwa 6 bulan
lebih special secara alami, usus bayi kecil sebelum mampu mencerna
nutrisi susu degnan baik. Meskipun susu formula dibuat semirip
mungkin dengan ASI, tetap saja susu formula tidak sebaik ASI. Adapun
kandungan nutrisi susu formuls dibandingkan ASI dapat dilihat pada
table berikut: (Nur, 2011)
Table: 2
Komposisi Kolostrum, ASI, dan Susu Sapi untuk setiap 100 ml

Zat-Zat Gizi Kolostrum ASI Susu Sapi


1. Energy (K Cal) 58 70 65
2. Protein (g)
23 0,9 3,4
a. Kasein/whey
b. Kasein (mg) - 1:1,5 1:1,2
c. Laktamil bumil
140 187 -
d. Laktoferin (mg)
e. Ig (A) 218 161 -
3. Laktosa (g)
330 167 -
4. Lemak (g)
5. Vitamin 364 142 -
a. Vitamin A (mg)
5,3 7,3 4,3
b. Vitamin B1 (mg)
c. Vitamin B2 2,9 4,2 3,9
d. asam Nikotinmik
(mg)
151 75 41
e. vitamin B6 (mg)
f. asam pantotenik 1,9 14 43
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 12

g. biotin 30 40 145
h. asam foalt
75 160 82
i. vitamin B12
j. vitamin C - 12-15 64
k. vitamin D (mg)
183 246 340
l. vitamin Z
m. vitamin K ,06 0,6 2,8
6. mineral
0,05 0,1 0,13
a. kalsium (mg)
b. klorin (mg) 0,05 0,1 0,02
c. tembaga (mg)
5,9 5 1,1
d. zat besi / ferrum
- 0,04 0,02
(mg)
e. magnesium (mg) 1,5 0,25 0,07
f. potassium (mg)
- 1,5 6
g. sodium (mg)
h. sulfur (mg)

39 35 130
85 40 108
40 40 14
70 100 70
4 4 12
74 57 145
48 15 58
22 14 30

k. Kandungan Susu Formula Tak Selengkap ASI

Susu formula (susu sapi) tidak mengandung DHA seperti halnya


pada ASI sehingga tidak bias membantu meningkatkan kecerdasan
bayi. Terdapat lebih dari 100 jenis zat gizi dalam ASI anatar lain AA,
DHA, taurine, dan sphingomyelin, yang tidak terdaapt dalam susu
sapi. Meskipun, produsen susu formula mencoba menambahkan zat
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 13

gizi tersebut, namun hasilnya tetap tidak bias menyamai kandungan


gizi yang terdapat dalam ADI. Demikian pula susu formula bayi yang
difortifikasi dengan zat besi, ternyata tidak meningkatkan
pertumbuhan bayi, walaupun dapat membantunya dari penyakit
anemia. (Nur, 2014)

B. TINJAUAN UMUM STATUS GIZI BALITA

Status gizi balita merupakan hal penting yang harus diketahui oleh
setiap orangtua. Menginjak usia 6 bulan, kebutuhan gizi si kecil
meningkat. Makanan pun harus disesuaikan secara bertahap.
(Sediaoetama, 2010). ASI akan memenuhi 60% kebutuhan gizi si kecil,
sedangkan sisianya didapat melalui makanan. Menurut ahli gizi dari IPB,
Prof. Dr. Ir. Ali Kkhomsan, MS, standar acuan status gizi balita adalah
Berat Badan menurut Umur (BB/U) Berat Badan menurut Tinggi Badan
(BB/TB), dan Tinggi Badan menurut Umur (TB/U). Sementara
klasifikasinya adalah normal, underweight (kurus), dan gemuk. Untuk
acuam yamg menggunakan tinggi badan, bila kondisinya kurang baik
disebut stunted (pendek). Pedoman yang digunakan adalah standar
berdasarkan table WHO-NCHS (National Center for Health Statistics).
Status gizi balita pada balita daapt diketahui dnegan cara mencocokkan
umur anak (dalam bulan ) dengan berat badan standar table WHO-NCHS,
bila berat badannya kurang, maka status gizinya kurang. (Sutomo dan
Anggraini, 2010).

1. Kebutuhan gizi

Berikut ini zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh balita (Sutomo dan
Anggraini, 2010):
a. Sumber Hidrat Arang
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 14

Sea perti beras merah, dan kentang. Jenis bahan makanan ini
merupakakan makanan pokok si kecil. Pilihlah yang rendah kadar
seratnya, seperti: biskuuit, krekers, aneka jenis bubur sereals untuk
bayi, aneka jenis roti gandum, kentang, dll.
b. Sumber protein
Seperti daging, ikan, ayam, telur, tahu, tempe, dan kacang-
kacangan. Aneka jenis daging yang sudah dicincang atau digiling,
kemudian dicampurkan ke dalam pure, bubur, atau nasi tim. Jika
perlu dihaluskan kembali.

c. Sumber lemak
Seperti minyak sayur, santan, margarin, atau mentega. Sejak usia
6 bulan, berikan sedikit demi sedikit lemak. Pilihlah jenis lemak
atau minyak kaya asam lemak atau minyak kaya lemak tak jenuh
(PUFA, polyunsaturated fatty acid), misalnya minyak jagung atau
minyak bunga matahari.

d. Karbohidrat
Kebutuhan karbohidrat utama bagi bayi adalah Laktosa yang
terdaapt dalam ASI. ASI yang dikonsumsi bayi mengandung
laktosa sektiar 7%. Kadar laktosa yang tinggi akan mengakibatkan
terjadinya pertumbuhan lactobacillus dalam usus bayi sehingga
daapt mencegah trjadinya infeksi. Selain itu, kadar laktosa yang
tinggi dapat memperbaiki penahanan (retensi) beeapa mineral
penting utnuk pertumbuhan bayi, seperti kalium, fosfor, dan
magnesium.

e. Vitamin.
Vitamin merupakan unsur esensial bagi gizi normal. Kebutuhan
vitamin D dapat terpenuhi dengan mengaktifkan vitain D yang ada
dalam tubuh bayi dengan cra mendapatkan penyinaran sinar
matahari. Penyinaran oleh sinar matahari berlangsung selama 10-
15 menit tiap hari. Hal ini akan memenuhi kebutuhan bayi akan
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 15

vitamin D sebesar 5 microgram (200 IU) per hari. Setelah bayi


mulai dengan makanan padat, bayi memperoleh vitamin dari
asupan makanan padatnya di smaping dari ASI yang masih terus
diberikan.

f. Mineral
Manfaat mineral secara umum adalah untuk membangun jarignan
tulang dan gigi, mengatur tekanan osmose dalam tubuh,
memberikan elektrolit untuk keeprluan otot-otot dan syaraf, serta
membuat berbagai emzim.

g. Air
Kecukupan air pada bayi merupakan hal penting yang harus
dieprhatikan. Kecukupan air pada bayi 3 bulan sebanyak
150ml/kgBB. Kecukupan ini biasa sudah terpenuhi melalui
konsumsi ASI. Kecukupan cairan pada bayi harus sangat
diperhatikan karena bayi biasanya rentan terhadap penyakit yang
mengakibatkan kehilangan air, seperti diare, demam, dan muntah-
muntah.

Angka kecukupan gizi (AKG) harian balita usia 1-3 tahun yaitu:
( Sulistuoningsih, 2011):
1. Kebutuhan zat gizi makro harian anak
a) Energy 1125 kkal
b) Protein 26 gr
c) Lemak 44 gr
d) Karbohidrat 155 gr
e) Serat 16 gr
f) Air 1200 ml

2. Kebutuhan zat gizi mikro harian anak


a) Vitamin
1) Vitamin A 400 mikrogram (mcg)
2) Vitamin D 15 mcg
3) Vitamin E 6 miligram (mg)
4) Vitamin K 15 mcg
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 16

b) Mineral
1) Kalsium 650 mg
2) Fosfor 500 mg
3) Magnesium 60 mg
4) Natrium 1000 mg
5) Kalium 3000 mg
6) Besi 8 mg

3. Makanan pendamping ASI


ASI hanya dapat memenuhi sekitar 65-80% dari total kebutuhan
energy, dan sangat sedikit kandungan mikronutriennya. Itu sebabnya,
pemberian ASI tidak mampu memenuhi semua nutrisi harian anak.
Untuk melengkapinya anak harus diberikan makanan pendamping ASI
(MP-ASI) sejak usianya 6 bulan. Untuk waktu pemberian MP-ASI, bisa
disesuaikan dengan jadwal makan harian sebanyak 3 kali sehari.
Bahkan bisa lebih tergantung seberapa banyak porsi pemberiannya.
Berdasarkan Pedoman Gizi Seimbang dari Kementerian Kesehatan RI
(2014), komposisi bahan makanan untuk MP-ASI dibagi menjadi dua
kelompok, meliputi:
a. MP-ASI lengkap, terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk
nabati, sayur, dan buah.
b. MP-ASI sederhana, terdiri dari makanan pokok, lauk hewani atau
nabati, dan sayur atau buah.

c. Sedangkan kriteria MP-ASI yang baik yakni :


d. Padat energy, protein serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng,
kalsium, vitamin A, vitamin C, dan fosfat.
e. Tidak mengandung bumbu yang tajam, dan mengunakan gula dan
garam, penyedap rasa pewarna maupun pengawet secukupnya
saja.
f. Mudah saat dimakan dan disukai oleh anak

4. Syarat MP-ASI yang baik


Menurut WHO, beberapa syarat MP-ASI yang baik meiputi:
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 17

a. Diberikan pada waktu ang tepat, yakni ketika pemberian ASI


saja sudah tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
bayi.
b. Aman, yakni MP-ASI harus disimpan dan diberikan kepada
anak dengan tangan atau perlengkapan makan yang bersih.
c. Kaya akan gizi, yakni MP-ASI mampu mencukupi kebutuhan
zat gizi makro dan mikronutrien bayi dan balita.
d. Teksturnya disesuaikan dengan usia dan kemampuan anak.

5. Menilai Kecukupan Gizi Bayi


(Sandjaja et al. 2010) Secara langsung menilai kecukupan ASI
yang dikonsumsi bayi dapat dilihat dari kondisi bayi. Tanda-tanda bayi
yang mendapatkan ASI dalam jumlah cukup adalah bayi terlihat puas dan
tenang, tidur 2 jam setiap kali habis menyusu, buang air kecil minimal 6-8
kali dalam sehari, dan terjadi penambahan berat badan. Pertumbuhan
bayi dapat dipantau dengan melihat hasil penimbangan yang terdapat
pada KMS (Kartu Menuju Sehat). Catatan pada KMS dapat menunjukkan
proses tumbuh kembang berjalan normal sesuai bertambahnya umur.
Warna yang terdaapt pada KMS menunjukkan status gizi bayi. Bayi
dengan pemenuhan gizi yang cukup memeliki berat badan ayng berada
pada daerah berwarna hijau, sedangkan warna kuning menunjukkan
status gizi kurang, dan jika berada dibawa garis warna merah
menunjukkan status gizi buruk.
a. Ukuran rata-rata lingkar kepalan (LILA)
Ukuran LILA bayi ketika lahiran 35 cm. pada usia 6 bulan, lingkar
kepala bertambah kurang lebih 8,5 cm, menjadi 43,5 cm. pada usia
1 tahun bertambah sekitar 12 cm dari ukuran saat lahir, menjadi
sekitar 47 cm.
b. Panjang bayi
Panjang bayi saat berumur 1 tahun rata-rata 1,5 kali panjang lahir.
Pada umur 4 tahun, 2 kali panajng waktu lahir.
c. Z-score
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 18

Nilai simpangan BB atau TB dari nilai BB atau TB normal menurut


baku pertumbuhan WHO. Status gizi balita dinilai menurut 3 indeks,
yaitu Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut
Umur (TB/U), Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Secara umum rumus perhitungan Z-score adalah :


Z-score = nilai individu subyek-nilai median baku rujukan

Nilai simpan baku rujukan

Nilai simpang baku rujukan disini adalah selisih kasus dengan


standar +1 SD atau -1 SD. Jadi apabila BB/TB pada kasus lebih besar
daripada median, maka nilai simpang baku rujukannya diperoleh dengan
mengurangi +1 SD dengan median. Tetapi jika BB/TB kasus lebih kecil
daripada median, maka nilai simpang baku rujukannya menjadi median
dikurangi dengan -1 SD.

6. Klasifikasi status gizi

Klasifikasi status gizi ditentukan menggunakan standar deviasiunit


(Z-score) yang digunakan untuk memantau pertumbuhan serta
mengetahui klasifikasi status gizi.

TABEL. 3 KATEGORI STATUS GIZI BALITA

Indicator Status Gizi Z-score

Gizi Buruk <-3,0 SD


Gizi Kurang -3,0 SD s/d <-2,0 SD
BB/U
Gizi Baik -2,0 SD s/d 2,0 SD
Gizi lebih >2,0 SD
TB/U Sangat Pendek <-3,0 SD
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 19

Pendek -3,0 SD s/d <-2,0 SD


Normal ≥ -2,0 SD
Sangat Kurus <-3,0 SD
Kurus -3,0 SD s/d <-2,0 SD
BB/TB
Normal -2,0 SD s/d 2,0 SD
Gemuk >2,0 SD
Sumber: Buku Saku Pemantauan Status Gizi, 2017)
PENGERTIAN

ISTILAH PENGERTIAN

Underweight/Berat Badan Gabungan gizi buruk dan gizi


Kurang/Gizi Kurang kurang

Gabungan sangat pendek dan


Stunting/Pendek
pendek
Gabungan sangat kurus dan
Wasting/Kurus
kurus
Sumber: Buku Saku Pemantauan Status Gizi, 2017)

7. Konsep gizi seimbang


Gizi seimbang adalah makanan sehari-hari yang mengandung zat-
zat gizi dengan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhsn tubuh
dan memperhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi menu
makanan, aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan ideal. Gizi
seimbang di Indonesia divisualisasikan dengan Tumpeng Gizi
Seimbang (TGS) yang berdasarkan budaya Indonesia. TGS di
rancang untuk membantu seseorang memilih makanan dengan jenis
dan jumlah yang tepat sesuai dengan berbagai kebutuhan menurut
usia (bayi, balita, remaja, dewasa dan usia lanjut), serta sesuai dengan
keadaan kesehatan (hamil, menyusui, aktivitas fisik, dan sakit)
(Kemenkes RI 2014). Tumpeng gizi seimbang terdiri dari beberapa
potongan tumpeng, yaitu (Kemenkes RI 2014):
a) 1 potongan besar merupakan golongan makanan karbohidrat.
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 20

b) 2 potongan sedang dan 2 potongan kecil merupakan golongan


sayuran dan buah.
c) 2 potongan kecil diatasnya merupakan golongan protein
hewani dan nabati.
d) 1 potongan terkecil di puncak yaitu gula, garam, dan minyak
yang dikonsumsi seperlunya.
e) Potongan TGS juga dilapisi dengan air putih yang idealnya
dikonsumsi 2 liter atau 8 gelas per hari.
f) Luas potongan TGS menunjukkan porsi konsumsi setiap orang
per hari.
Karbohidrat dikonsumsi 3- 8 porsi, sayuran 3-5 porsi sedikit
lebih besar dari buah, buah 2-3 porsi, serta protein hewani dan
nabati 2-3 porsi.
g) Konsumsi tersebut di bagi untuk makan pagi, siang dan malam.
Kombinasi makanan perharinya perlu dilakukan.
h) Dibagian bawah TGS terdapat prinsip gizi seimbang yang lain,
yaitu: pola hidup aktif dengan berolahraga, menjaga kebersihan
dan pantau berat badan.

8. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi

STATUS GIZI

Asupan gizi Infeksi Penyakit

Pola asuh anak


tidak memadai Sanitasi
Tidak cukup
lignkungan, air
persediaan pangan
bersih, Pel Kes

Kurang pendidikan, kurang pengetahuan, dan kurang


keterampilan ibu
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 21

Kurang pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang


pemanfaatan sumber daya manusia

Krisis ekonomi

Sumber :UNICEF (1998) dalam Husin (2009)


9. Permasalahan Gizi Pada Anak
Ada beberapa kategori yang digunakan untuk mengelompokkan
status gizi anak, seperti (Hanum, 2010):

a. Stunting
Gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak yang
membuatnya tinggi badannya terhambat, sehingga tidak sesuai
dengan anak seusianya. Stunting merupakan masalah gizi yang kronis
yang terjadi akbiat berbagai penyebab dari masa lalu. Meliputi supan
gizi yang buruk, mengalami penyakit infeksi menular, dan berat badan
lahir rendah (BBLR). Perkembangan stunting umumnya dimulai sejak
anak berusia 3 bulan, hingga kemudian berangsur-angsur melambat
saat usianya menginjak 3 tahun. Gejala anak yang mengalami stunting
berupa:
1) Postur anak lebih pendek dari teman-teman seusianya
2) Proporsi tubuh mungkin tampak normal, tapi anak terlihat
lebih muda atau kecil untuk usianya.
3) Berat badan rendah untuk anak usianya
4) Pertumbuhan tulang terhambat.

b. Marasmus
Kekurangan gizi yang terjadi karena anak tidak mendapatkan
asupan energy dalam waktu yang cukup lama. Hal ini menyebabkan
anak asrama marasmus tergolong ke dalam status gizi buruk dan
harus cepat ditangani. Gejala khas yang muncul pada anak dengan
marasmus yakni:
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 22

1) Berat badan anak yang merosot pesat


2) Kulit keriput seperti orangtua
3) Perut cekung
4) Cenderung cengeng

c. Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah kekurangan gizi akibat dari rendahnya asupan
protein. Hal utama yang membedahkan kwashiorkor dan marasmus,
yakni yakni tampak pad perutnya. Anak yang mengalami kwashiorkor
memiliki perut yang membesarkan akibat adanya penggumpalan
cairan (asites). Gejala kwashiorkor lainnya seperti:

1) Perubahan warna kulit


2) Rambut rambut seperti jagung
3) Bengkak (edema) di beberapa bagian, eeprti kaki, tangan,
dan perut
4) Wajah bulat dan sembab (moon face)
5) Penurunan masa otot
6) Diare dan lemas

d. Marasmik-Kwahiorkor
Gabungan kondisi dan gejala dari marasmus serta kwashiorkor.
Kondisi ini biasanya disebabkan oleh pola makan, khususnya karena
tidak tercukupinya asupan zat gizi tertentu seperti kalori dan protein.
Anak yang mengalami marasmik-kwashiorkor akan mengalami gejala
seperti:
1) Tubuh sangat kurus
2) Muncul tanda-tanda tubuh kurus (wasting) di beberapa
bagian tubuh. Misalnya jairngan dan massa otot hilang, serta
tulang yang langsung kentara oleh daging.
3) Mengalami penumpukkan cairan di bebrapa bagian tubuh
(asites)

e. Wasting (kurus)
Anak dikatakan bertubuh kruus (wasting) jika berat badannya jauh
berada dibawa normal, atau tidak sesuai dengan tinggi badannya.
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 23

Indicator yang bisanya dipakai untuk menentukan wasting adalah berat


badan berbanding tinggi badan (BB/TB), untuk usia 0-60 bulan.
Wasting juga kerap disebut sebagai kekurangan gizi akut atau berat.
Kondisi ini biasanya disebabkan karena anak tidak memperoleh
asupan zat gizi yang cukup, atau mengalami penyakit yang
megnakibatkan kehilangan berat badan,seperti diare. Gejala yang
muncul ketika anak mengalami wasting yakni tubuh tampak sangat
kurus akibat berat badan rendah.

f. Underweight (berat badan kurang)


Underweight menandakan kondisi berat badan anaknya yang
kurang jika dibandingkan usianya. Indicator yang biasanya dipakai
untuk menentukan berat badan kurang adalah berat badan berbanding
usia (BB/U) untuk anak 0-60 bulan. Sementara anak usia 5-18 tahun
menggunakan indeks mass tubuh berbanding usia (IMT/U). tanda
paling kentara ketika anak mengalami berat badan kurang yakni
tubuhnya terlihat kurus dan berat badannya kurang jika dibandingkan
dengan teman-teman seusianya. Hal ini terjadinya karena jumlah
asupan energy yang masuk tidak setara dengan energy yang keluar.
Anak dengan underweight biasanya lebih rentan terserang penyakit
infeksi, sulit berkonsetrasi, mudah lelah, hingga tidak berenergi saat
beraktivitas.

g. Overweight ( kelebihan berat badan )


Anak dikatakan overweight (kegemukan) ketika berat badannya
tidak sebanding dnegan tinggi badannya. Kondisi ini tentu akan
membuat tubuh tampak gemuk dan kurang ideal. Selain memiliki tubuh
yang gemuk, anak dengan berat badan berlebih juga memiliki ciri
ukuran lingkar pinggan dan pinggul di atas normal. Kondisi ini juga
keraap membuat anak mengalami kelelahan parah serta nyeri otot dan
sendi. Lebih buruknya, overweight berisiko membuat anak terserang
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 24

berbagai penyakit. Mulai dari penyakit jantung, stroke, diabetes,


hingga gangguan musculoskeletal seperti arthritis.

h. Obesitas
Obesitas tidak sama dengan kegemukan, karena berat badan yang
dimiliki anak obesitas berarti sudah berada jauh diatas rentang normal.
Hal ini bisa diakibatkan karena adanya ketidakseimbangan antara
energy yang masuk ke dalam tubuh ( terlalu banyak), dnegan yang
dikeluarkan oleh tubuh (terlalu sedikit). Obesitas pada anak ditandai
dengan postur tubuhnya yang sangat gemuk, bahkan sampai
membuatnya sulit bergerak dan beraktivitas banyak. Anak yang
mengalami obesitas juga biasanya gampang kelelahan meski baru
sebentar melakukan kegiatan.

C. TINJAUAN UMUM TENTANG POLA ASUH MAKAN PADA BALITA

1. Pengertian pola asuh makan

Pola asuh makan adalah cara untuk seseorang atau sekelompok


orang dalam memilih makanan dan memakannya sebagai tanggapan
terhadap pengaruh fisiologi, psikologi budaya dan social. Pola
pemberian makan merupakan perilaku yang dapat mempengaruhi
status gizi. Pola pemberian makan adalah gambaran asupan gizi
mencakup macam, jumlah, dan jadwal makan dalam pemenuhan
nutrisi (Kemenkes RI 2014). Menurut Kemenkes RI (2014) prinsip pola
asuh dalam pemberian makan berpedoman pada gizi seimbang. Gizi
seimbang memiliki 4 pilar diantaranya konsumsi makanan beragam
atau bervariasi, perilaku hidup bersih, melakukan aktivitas fisik untuk
membantu proses metabolism tubuh dengan baik, dan
mempertahankan serta mmantau berat badan. meru Pengasuhan
makanan untuk fase enam bulan pertama adalah pemenuhan
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 25

kebutuhan anak oleh ibu dalam bentuk pemberian ASI atau makanan
pendamping ASI (MP-ASI) pada anak. Pengasuhan makanan
dinyatakan cukup bila di beri ASI semata sejak lahir sampai 4-6 bulan
dengan frekuensi kapan saja (Juleha, 2012). Pengasuhan makanan
pada anak dengan fase enam bualn kedua adalah pemenuhan
kebutuhan makanan untuk bayi yang dilakukan ibu, dinyakan cukup
bila anak diberikan ASI plus makanan lumat (berupa bubur atau nasi
biasa) bersama ikan, daging atau putih telur ditambah sayuran, yang
diberi dalam frekuensi sma atau lebih 3 kali per hari.(Bahar, 2002
dalam Juleaha, 2012).

Makanan yang baik untuk bayi dan balita harus memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut (Ningrun, 2016):
a. Memenuhi kecukupan energy dan semua zat gizi yang
sesuai dengan umur.
b. Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu
seimbang, bahan makanan yang tersedia di tempat tunggal,
kebiasaan makan dan selera terhadap makanan tersebut.
c. Bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan daya terima,
toleransi, dan keadaan faal bayi/anak.
d. Memperhatikan kebersihan perorangan dan lingkungan.

Table 1. Pola Pemberian Makan pada Bayi dan Balita

Umur ASI Makanan Makanan Makanan


(bulan) Lumat Lembek/Lembik Keluarga
0-6
6-8
9-11
12-23
24-59
Sumber: Kementerian Kesehatan, 2012
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 26

Table takaran konsumsi makanan anak yang dianjurkan:


Usia Bentuk Makanan Frekuensi
0-6 bulan ASI Eksklusif Sesering mungkin
minimal 8 kali/hari
6-9 bulan Makanan lumat/lembek 2 kali sehari, 2 sendok
makan setiap kali
9-12 Makanan lembek makan
bulan 3 kali sehari plus 2 kali
Makanan keluarga 1-1½ makanan selingan
1-3 tahun piring nasi/pengganti 3 kali sehari plus 2 kali
2-3 potong sedang lauk makanan selingan
hewani 1-2 potong sedang
lauk nabati
½ mangkuk sayur
2-3 potong buah-buahan
1 gelas susu
4-6 tahun 1-3 piring nasi/pengganti 3 kali sehari plus 2 kali
2-3 potong lauk hewani makanan selingan
1-2 potong lauk nabati
1-1½ mangkuk sayur
2-3 potong buah-buahan
1-2 gelas susu
Sumber DEPKES 2011

Faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh dalam pemberian


makan
1. Faktor ekonomi
Pendapatan keluarga merupakan faktor yang mempengaruhi pola
pemberian makan pada balita. Pendapatan tinggi akan
menentukan daya beli yang baik. Sebaliknya, pendapatan rendah
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 27

akan menurunkan daya beli (Sulistyoningsih 2011, dalam


Subarkah, Nursalam and Rachmawati, 2016)
2. Faktor status pekerjaan
Ibu yang bekerja diluar rumah cenderung memiliki waktu yang lebih
terbatas untuk melaksanakan tugas rumah tangga dibandingkan
ibu yang tidak bekerja, oleh karena itu pola asuh dalam pemberian
makan akan berpengaruh dan akhirnya pertumbuhan dan
perkembangan anak akan terganggu (Kumala, 2013)

3. Faktor pendidikan
Pendidikan formal ibu mempengaruhi tingkat pengetahuan diamna
pendidikan yang rendah maka pengetahuan yang diperoleh akan
kurang dan sebaliknya dengan pendidikan yang tinggi pengetahuan
yang di peroleh akan baik. Akan tetapi, ibu yang berpendidikan
rendah bukan berarti bepengetahuan rendah juga, dikarenakan
dalam memperoleh pengetahuan dapat melalui pendidikan non
formal (Wawan, 2010).
4. Faktor social budaya
Salah satu penyebab masalah gizi kurang anak pada keluarga
adalah faktor perilaku, yang juga ada hubugnannya dnegan
kebiasaan dan budaya dalam penatalaksanaan kesehatan (Hidayat
et al, 2013). Budaya mempengaruhi pola asuh dalam pemberian
makan pada anak dalam hal keyakinan, nilai, dan perilaku yang
berkaitan dnegan makanan yang berbeda (Brus, et al. 2005 dalam
Erika 2014). Pola pemberian makan tepat belum tentu memeliki
komposisi zat gizi yang seimbang. Pemenuhan nutrisi yang
diberikan oleh ibu kepada anak sering kali tidak memperhatikan
kecukupan gizi anak. Ibu cenderung memberikan nutrisi seadanya
sesuai dnegan kemauan anak (Subarkah, Nursalam and
Rachmawati 2016).
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 28

BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL dan HIPOTESIS

A. Kerangka Konseptual
1. Kerangka Teori
ASI Eksklusif adalah pemberian Air Susu Ibu saja tanpa
tambahan cairan lain baik susu formula, air putih, air jeruk, ataupun
makanan tambahan lainnya. ASI merupakan sumber makanan
utama dan paling sempurna untuk bayi 0-6 bulan. Bayi yang tidak
mendapatkan ASI Eksklusif dapat menghambat pertumbuhan dan
perkembangan si anak.

Pola Asuh Makan adalah pola pemberian makan yang dapat


mempengaruhi status gizi. Pengasuhan makanan dinyatakan
cukup bila diberi ASI semata sejak lahir 4-6 bulan dengan frekuensi
kapan saja dan dilanjutkan dengan pemberian MP- ASI,yaitu
makanan lumat 6-8 bulan, makanan lembek 9-11 bulan, dan
makanan keluarga 24-59 bulan. Pola Asuh Makan yang tidak
mencukupi bahkan tidak memadai kebutuhan gizi anak dapat
menganggu petumbuhan dan perkembangan anak.

Status Gizi merupakan hal penting yang harus diketahui oleh


setiap orangtua. Menginjak usia 6 bulan, kebutuhan gizi si kecil
meningkat. Gizi seimbang di Indonesia di visualisasaikan dnegan
Tumpeng Gizi Seimbang (TGS), yang dirancang untuk membantu
seseorang memilih makanan dengan jenis dan jumlah yang tepat
dengan berbagai kebutuhan, untuk mecegah terjadinya gangguan
gizi pada anak.

Stunting atau tubuh pendek merupakan akibat kekurangan


gizi kronis atau kegagalan pertumbuhan di masa lalu dan
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 29

digunakan sebagai indicator jangka panjang untuk gizi kurang pada


anak. Stunting dapat menghambat pertumbuhan dan
perkembangan anak yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu,
pemberian ASI Eksklusif , Pola Asuh Makan dan Status Gizi. Untuk
mengetahui determinan penyebab terjadinya stunting, kami
melakukan observasi dan pengukuran langsung dengan
menggunakan pengukuran Z-score untuk menilai status gizi pada
balita.
Berdasarkan uraian di atas serta pemikiran penulis dan tujuan dari
penelitian ini maka dikemukakan variabel independen dan variabel
dependen melalui konsep sebagai berikut:

Konsep penelitian digambarkan sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

ASI EKSLUSIF
Pola Asuh Makan
STUNTING
Status Gizi

Keterangan:

:Variabel Independen yang diteliti

:variable Dependen

:garis penghubung antara Variabel

2. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori yang ada di tinjauan pustaka dan
kerangka konseptual di atas maka dapat dirumuskan hipotesa
penelitian sebagai berikut:
a. Apakah ada hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan
kejadian stunting?
b. Apakah ada hubungan Pola Asuh Makan dengan kejadian
stunting ?
c. Apakah ada hubungan Status Gizi dengan kejadian
stunting ?
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 30

3. Defenisi Operasional
Defenisi operasional dari variabel yang diteliti daapt dilihat dari table
berikut ini.
variabel independen: ASI Eksklusif, Pola Asuh Makan, Status Gizi
variabel dependen: Stunting

VARIAB DEFENISI PARAMETE CARA SKALA SKOR


EL OPERASIONA R UKUR UKUR
L
ASI Air Susu Ibu wawanc
Eksklusif saja tanpa ara
tambahan
cairan lain baik
susu formula,
air putih, air
jeruk, ataupun
makanan
tambahan
lainnya untuk
bayi 0-6 bulan.
Pola pola pemberian wawanc
Asuh makan yang ara
Makan dapat
mempengaruhi
status gizi.
Status Keadaan gizi penguku Timbang
Gizi untuk menilai ran an
kecukupan gizi. Meteran
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 31

BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian asosiatif, dengan menggunakan rancangan asosiatif yang
dimaksudkan untuk menganalisis hubungan antar beberapa variable
(independen dan dependen), menganalisis kekuatan hubungan, arah
hubungan dan memprediksi besaran perubahan.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Puskesmas X desa X kecamatan Maiwa
Kabupaten Enrekang. Tempat ini dipilih karena jumlah responden cukup
banyak untuk mengumpulkan data sehingga peneliti mampu menganalisis
variabel yang akan diteliti. Penelitian ini dilakukan pada x-Jan-2020.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan(Nursalam,2017). Populasi dalam penelitian ini adalah 15
balita beserta ibunya.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi terjangkau yang memenuhi
kriteria penelitian dan dipilih melalui suatu teknik pengambilan sampel.
Sampel harus representatif yaitu sampel yang dapat mewakili populasi
yang ada. Semakin banyak sampel maka hasil penelitian akan
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 32

semakin representative dan mendekati jumlah


populasi(Nursalam,2017).
Peneliti telah menetapkan kriteria sampel sebagai berikut:
a) Kriteria inklusi
1) ibu yang memiliki anak usia (24 – 59 bulan) stunting.
2) ibu yang dapat membaca dan menulis.
3) Ibu yang menetap diwilayah penelitian
b) Kriteria ekslusi
1) Anak yang bukan berusia (24 – 59 bulan)
2) Ibu yang tidak bersedia dalam proses penelitian
Peneliti dalam menentukan besar sampel menggunakan rumus sebagai
berikut :
?????? BELUM DITEMUKAN
D. METODE SAMPLING
sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat
mewakili populasi. Pada penelitian ini teknik sampling yang digunakan
adalah probability sampling jenis cluster random sampling yaitu
pengelompokan sampel berdasarkan wilayah atau lokasi
populasi(Nursalam,2017).

E. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah meteran

F. Instrument Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan wawancara. Pada jenis pengukuran ini peneliti
mengumpulkan data dengan cara melalui pertanyaan yang diajukan
secara lisan kepada responden, baik secara langsung(tatap muka) atau
tidak langsung(via media elektronik).
Jenis wawancara yang digunakan peneliti adalah wawancara tidak
terstruktur. Dimana dalam kalimat pertanyaan, urutan dan jawaban bebas
responden. Digunakan untuk mengetahui akar permasalahan, jawaban
tidak dapat diprediksi dan responden sedikit (indeep interview).

G.Etika Penelitian
Untuk melakukan pengumpulan data, peneliti membuat instrument
sebagai pedoman pengumpulan data berupa wawancara. Adapun
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 33

prosedur yang dilakukan dalam pengumpulan data yaitu perlu adanya


rekomendasi dari pihak institusi kampus STIK Stella Maris Makassar
kemudian mengajuhkan permohonan izin kepada BAKESBANGPOL dan
DINKES Kabupaten Enrekang.
Setelah responden didapat, dilakukan penjelasan terlebih dahulu
kepada calon responden tentang tujuan penelitian serta menanyakan
kesediaan calon responden, jika bersedia diminta untuk menandatangani
surat persetujuan atau menyetujui secara lisan, responden dipersilahkan
untuk menjawab semua pertanyaan yang diajuhkan peneliti.
Dalam pengumpulan data kuisioner diberikan kepada responden
yang memenuhi kriteria yang sudah ditentukan, dan kuisioner diberikan
kepada setiap responden yang ada diruangan yang akan diteliti. Dalam
pengisian kuisioner responden diberikan kesempatan untuk mengisi
kuisioner, dan jika ada hal-hal yang kurang jelas dalam pengisian
kuisioner responden diberikan kesempatan untuk bertanya. Setelah data
terkumpul dengan jelas barulah peneliti melakukan pengolahan/analisa
data.
Setelah mendapat persetujuan, barulah dilakukan penelitian dengan
etika penelitian sebagai berikut :

1. Informed consent
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan
diteliti yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai jadwal penelitian dan
manfaat penelitian. Bila subjek menolak, maka peneliti tidak akan
memaksakan dan tetap menghormati hak-haknya.
2. Anomity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan
nama responden, tetapi lembaran tersebut diberikan inisial atau kode.
3. Confidentiality
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya
kelompok data tertentu akan dilaporkan sebagai hasil penelitian. Data
yang telah dikumpulkan disimpan didalam disk dan hanya bisa diakses
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 34

oleh peneliti dan pembimbing, data ini akan dimusnakan pada akhir
penelitian.

H. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan guna memperoleh data
yang sesuai dengan variabel penelitian ini diperoleh dengan dua cara :
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diambil secara langsung dari objek
yang akan diteliti. Melalui data observasi selama penelitian.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data awal tentang populasi pasien kanker
yang menjalani kemoterapi yang diperoleh dari Instansi Rumah sakit
Stella Maris Makassar.

I. Pengolahan dan Penyajian Data


Dari hasil data yang telah dikumpulkan, peneliti mengolah data
dengan menggunakan program SPSS melalui langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Editing (Penyuntingan)
Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan terhadap semua data yang
telah terkumpul, dilakukan pengecekan kelengkapan data untuk
memastikan data yang diperoleh lengkap, jelas, relevan, dan
konsisten.
2. Coding ( Pengujian)
Coding merupakan metode untuk mengkonfersikan data yang
dikumpulkan selama penelitian ke dalam simbol. Teknik ini dilakukan
dengan memberikan tanda pada masing-masing jawaban dengan
kode yang berupa angka, kemudian dimasukkan dalam tabel guna
mempermudah membacanya.
3. Tabulating ( Tabulasi)
Dilakukan dengan mengelompokkan data sesuai dengan variabel
yang diteliti yaitu variabel kemoterapi (independen) dan variabel
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 35

gangguan citra tubuh (dependen). Penyajian data yang digunakan


adalah dalam bentuk tabel.

J. Analisa Data
Analisis multivariat digunakan untuk melihat variable independen utama
yang memiliki hubungan erat terhadap variable dependen. Uji ini
digunakan untuk mengestimasi secara valid factor mana yang paling
berhubungan dan paling mempengaruhi dependen.

DAFTAR PUSTAKA

Akmal, M. Zely, I. (2010). Ensiklopedi kesehatan untuk umum. Jogjakarta:


Ar-ruzz Media Yogyakarta.

Ballenger, J.J. 2010. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan


Leher. Jilid I. Dialihbahasakan oleh Staf ahli Bagian THT RSCM-
FKUI. Binarupa Aksara. Tangerang.

Brooker C, 2009, Ensiklopedia Keperawatan, EGC, Alih Bahasa Hartono


dkk, Jakarta

Desen, W. 2008. Onkologi Klinis. Jakarta : FKUI.

Dewi, L. (2009). Kanker Payudara, mendeteksi gejala dini, pencegahan


dan pengobatan. Yogyakarta. Tugu Publisher.

Hartati, A.S., (2008). Skripsi, Konsep Diri dan Kecemasan Wanita Kanker
Payudara di Poli Bedah Onkologi RSUP Haji Adam Malik, Medan.
Diunduh 5 oktober 2016 dari http:// www.respiratory.usu.ac.id.
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 36

Harnawatiaj. (2008). Konsep-diri. Diambil tanggal 20 0ktober 2016 dari


http://www.konsep-diri.html.

Kelvin J. F. dan Tyson, L. B. 2011. 100 Tanya-Jawab Mengenai Gejala


Kanker dan Efek Samping Pengobatan Kanker. Jakarta : PT-Indeks.

Kozier, B., 2010, Fundamental Keperawatan, Edisi Ketujuh, Jakarta: EGC

Larsen, P. D & Lubkin, I. M. (2009), Chronic illness: impact and


intervention, Sudbury, Jones and Bartlett Publishers.

Mahdiana, Ratna. (2010). Penularan Penyakit dari Infeksi. Yogyakarta:


Citra Pustaka.

Ogce, F. & Ozkan, S. 2008. Changes in Functional Status and Physical


and Psychological Symptoms in Women Receiving Chemotherapy
for Breast Cancer. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention.

Otto, S.E.,(2007).Oncologi Nursing 5th Edition. America: Mosby.

Potter, P.A, Perry, A.G.Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,


Proses, dan Praktik. Edisi 4. Volume 2. Alih Bahasa : Renata
Komalasari,dkk .Jakarta: EGC. 2005

Potter, P.A.,& PerryA.G.(2009). Buku Ajar Fundamental Keperawatan


Konsep Proses dan Praktik. Jakarta: EGC.

Potter & Perry. (2006). Fundamental keperawatan; Konsep, proses, dan


praktik, Edisi 4, Jakarta: EGC.
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 37

Rasjidi, I., dan Hartanto, A., 2009. Kanker Payudara. Dalam : Deteksi dan
Pencegahan Kanker Pada Wanita. Jakarta : Sagung Seto.

Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol. 1.


Jakarta: EGC.

Smeltzer & Bare . (2009). Textbook of Medical Surgical Nursing Vol.2.


Philadelphia: Linppincott William & Wilkins.

Susanti & Tarigan (2012). Karakterisitk Mual dan Muntah Serta Upaya
Penanggulangan Oleh Penderita Kanker Yang Menjalani Kemoterapi.
Diakses tanggal 12 Oktober 2016

Wenny, A. Nisman, (2011).Lima menit kenali payudara anda.Yogyakarta :


penerbit CV Andi.

.
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 38

DAFTAR ISI

Hal

SAMPUL DEPAN................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. iii
KATA PENGANTAR .............................................................................. iv
DAFTAR ISI ........................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ vii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 2
Latar Belakang ........................................................................... 2
Rumusan Masalah ..................................................................... 5
Tujuan Penelitian ....................................................................... 5
Tujuan Umum ....................................................................... 5
Tujuan Khusus ...................................................................... 6
Manfaat Penelitian ..................................................................... 6
Bagi Praktik Keperawatan..................................................... 6
Bagi Klien............................................................................... 6
Bagi Institusi Pendidikan....................................................... 6
Bagi Peneliti........................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 6
Tinjauan Umum Tentang Kanker................................................ 8
Defenisi Kanker..................................................................... 8
Jenis-Jenis Kanker................................................................ 8
Penyebab Kanker.................................................................. 9
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 39

Gejala - Gejala Kanker.......................................................... 12


Pengobatan Kanker............................................................... 14
Tinjauan Umum Tentang Pengobatan Kemoterapi..................... 18
Pengertian Kemoterapi......................................................... 18
Cara Pemberian Obat Kemoterapi……………………........... 19
Efek Samping Kemoterapi…………………………………..... 19
Tinjauan Umum Tentang Gangguan Citra Tubuh .. .…............... 24
Pengertian Citra Tubuh ......................................................... 24
Pengertian Gangguan Citra Tubuh......................................... 25
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Citra Tubuh..................... 26
Dampak Positif dan Negatif Citra Tubuh………………........... 26
Tanda dan Gejala Gangguan Citra Tubuh......... ..................... 27
BAB III KERANGKA KONSEP dan HIPOTESIS ............................... 28
Kerangka Konsep ...................................................................... 28
Hipotesis Penelitian ................................................................... 29
Definisi Operasional ................................................................... 29
BAB IV METODELOGI PENELITIAN .................................................. 32
Jenis Penelitian .......................................................................... 32
Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 32
Populasi dan Sampel ................................................................. 32
Instrument Penelitian ................................................................. 33
Etika Penelitian……………………………………………………... 34
Pengumpulan Data .................................................................... 35
Pengolahan dan Penyajian Data ............................................... 36
Analisa Data ............................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas segala berkat dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposal ini dengan judul “Hubungan Efek Kemoterapi
Dengan Gangguan Citra Tubuh Pada Pasien kanker di RS. Stella Maris
Makassar”. Proposal ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 40

gelar Sarjana Keperawatan pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Stella


Maris Makassar.
Selama penyusunan proposal ini, penulis banyak mendapat bantuan
dari berbagai pihak baik secara moral maupun materil sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Henny Pongantung, S.Kep, Ns.,MSN selaku Ketua STIK Stella Maris
Makassar yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi S1
Keperawatan STIK Stella Maris Makassar.
2. Sr. Anita Sampe, JMJ, S.Kep,Ns., MAN selaku Ketua Bidang Akademik
dan Kemahasiswaan STIK Stella Maris Makassar.
3. Fransiska Anita E. R. S, S.Kep, Ns., M.Kep., Sp,KMB selaku ketua
program studi S1 Keperawatan STIK Stella Maris.
4. Elmiana Bongga Linggi, S. Kep, Ns, M. Kes selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukkan, dan dukungan
kepada penulis dari awal hingga selesainya proposal ini.
5. Para dosen dan staf yang telah membantu dan membimbing penulis
dalam menyelesaikan studi di STIK Stella Maris Makassar.
6. Kedua orang tua dan keluarga yang terus memberikan dukungan,
semangat, doa dan kasih sayang selama penulis mengikuti pendidikan
di STIK Stella Maris Makassar.
7. Teman-teman seperjuangan angkatan VI Program S1 Keperawatan
STIK Stella Maris Makassar
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
telah mendukung baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
menyelesaikan proposal ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam
penulisan proposal ini karena keterbatasan pengetahuan dan ilmu
pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan
proposal ini.
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 41

Akhir kata semoga proposal ini bermanfaat dan menambah wawasan


pembaca serta bermanfaat bagi pengembangan ilmu kesehatan.

Makassar, November 2016

Penulis

PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN


Judul :
Hubungan Efek Kemoterapi Dengan Gangguan Citra Tubuh
Pada Pasien Kanker di Rumah Sakit Stella Maris Makassar
Peneliti :
Yunita Rahayu Lestari

Saya bertanda tangan dibawah ini :


Nama (inisial)/ umur :

Menyatakan bahwa saya telah mendapat penjelasan dari peneliti


tentang tujuan dari penelitian, saya bersedia secara sukarela dan
tanpa paksaan dari siapapun untuk berperan serta dalam
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS HAL 42

penelitian yang berjudul “Hubungan efek kemoterapi dengan


gangguan citra tubuh pada pasien kanker di Rumah Sakit Stella
Maris Makassar tahun 2017“ oleh Yunita Rahayu Lestari dengan
mengisi kuesioner yang dibagikan. Saya mengerti bahwa
penelitian ini tidak membahayakan fisik maupun jiwa saya dan
jawaban yang saya berikan terjamin kerahasiaannya serta
berguna untuk pengembangan ilmu keperawatan di masyarakat.

Makassar, Januari 2017

(Tanda Tangan Responden)

Anda mungkin juga menyukai

  • Laporan Ahra
    Laporan Ahra
    Dokumen36 halaman
    Laporan Ahra
    ahmad ops
    Belum ada peringkat
  • Soal Uji
    Soal Uji
    Dokumen1 halaman
    Soal Uji
    ahmad ops
    Belum ada peringkat
  • Komputer
    Komputer
    Dokumen33 halaman
    Komputer
    ahmad ops
    Belum ada peringkat
  • Soal Ulangan
    Soal Ulangan
    Dokumen1 halaman
    Soal Ulangan
    ahmad ops
    Belum ada peringkat
  • Soal Ulangann
    Soal Ulangann
    Dokumen1 halaman
    Soal Ulangann
    ahmad ops
    Belum ada peringkat
  • Soal
    Soal
    Dokumen1 halaman
    Soal
    ahmad ops
    Belum ada peringkat
  • Abcd
    Abcd
    Dokumen6 halaman
    Abcd
    ahmad ops
    Belum ada peringkat
  • Lirik Lagu Barat
    Lirik Lagu Barat
    Dokumen10 halaman
    Lirik Lagu Barat
    ahmad ops
    Belum ada peringkat