Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Makalah dengan judul Pengetahuan dan Ukuran Kebenaran


dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu di Program Studi
Pendidikan Matematika IAIN SU.
Pada kesempatan ini penyusun menyampaikan rasa syukur yang tidak
terkira kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan oleh-Nya.
Kemudian penyusun juga menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Ibu selaku dosen pengampu mata kuliah yang senantiasa mencurahkan
segenap waktu dan tenaganya untuk bisa terlibat langsung serta memberi nasehat
dan kritikan yang membangun, dalam penyusunan makalah ini. Rasa terima kasih
juga penyusun berikan kepada teman-teman dan pihak-pihak yang telah banyak
membantu atas terselesaikannya makalah ini.
Disadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, masukan, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan para pencinta ilmu pengetahuan.

Medan, November 2014

` Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, philo yang berarti cinta,
dan sophia yang berarti kebijaksanaan. Maka secara sederhana jika dilihat dari
arti asal kata-nya, filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Akan tetapi, definisi secara
etimologis berupa cinta kebijaksanaan, belum cukup mewakili keluasan arti dari
kata filsafat. Memahami definisi asal kata filsafat tidak bisa lepas dari konteks
sejarah mengenai filsafat itu sendiri. Dahulu, setiap pengetahuan atau ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan logos dan rasio manusia, secara umum
dinamakan sebagai filsafat. Orang memikirkan sesuatu, atau berfikir mengenai
suatu pengetahuan dan kemudian menurunkannya menjadi suatu disiplin ilmu
tertentu, maka orang tersebut dapat dikatakan sebagai orang yang sudah
berfilsafat. Dengan kata lain, setiap bidang ilmu yang mampu dipikirkan oleh
rasio manusia dinamakan filsafat. Itulah sebabnya, filsafat disebut-sebut sebagai
‘ibu dari ilmu pengetahuan’, karena berasal dari filsafat-lah setiap disiplin ilmu
yang kita kenal sekarang ini terlahir.
Namun, seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman,
definisi filsafat juga mengalami perubahan. Dewasa ini filsafat juga
diklasifikasikan sebagai salah satu dari sekian banyak ilmu pengetahuan. Maka,
filsafat lebih dipersempit kedalam sebuah fokus kajian tersendiri dan menjadi
bagian dari ilmu pengetahuan, yang disebut sebagai ilmu filsafat. Definisi ilmu
filsafat dewasa ini, berbeda dengan definisi filsafat di masa lampau. Ilmu filsafat
dewasa ini merupakan ilmu yang mempelajari tentang segalanya, realitas baik
yang fisik maupun yang metafisik, yang dapat dipikirkan oleh manusia secara
kritis-refleksif, radikal, integral dan universal. Kajian ilmu filsafat dibagi dalam
sistematika filsafat yang terdiri dari ontologi, aksiologi dan epistemologi, yang
masing-masing memiliki fokus pengkajian permasalahan yang berbeda. Ilmu
filsafat selalu merumuskan pertanyaan-pertanyaan kritis atas kemapanan
jawaban yang sudah dipecahkan oleh ilmu pengetahuan. Filsafat selalu mencari
prinsip-prinsip umum, tidak membatasi segi pandangannya, bahkan cenderung
memandang segala sesuatu secara umum dan keseluruhan. Ilmu filsafat juga
bertugas mengintegrasikan ilmu-ilmu.
Jadi pada zaman sekarang ilmu pengetahuan tidak lagi bagian dari
filsafat, akan tetapi filsafat merupakan bagian ilmu pengetahuan. Untuk lebih
jelas lagi mengenai pengetahuan, pada makalah ini akan disampaikan definisi
pengetahuan, jenis-jenis pengetahuan, faktor yang mempengaruhi kedalaman
pengetahuan, hakekat pengetahuan, dan sumber pengetahuan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI DAN JENIS PENGETAHUAN


a. Definisi Pengetahuan
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa inggris
yaitu knowledge. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa definisi
pengetahuan adalah kepercayaan yang benar.
Beberapa Definisi pengetahuan menurut para tokoh:
Menurut Drs. Sidi Gazalba, pengetahuan adalah apa yang diketahui atau
hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf,
mengerti dan pandai. Pengetahuan adalah semua milik atau isi pikiran. Dalam
kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan adalah proses kehidupan yang
diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. 1
Sidi Gazalba mengatakan “apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu
(sadar, kenal, insaf, mengerti dan pandai), atau semua milik (isi) pikiran. Jadi,
pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu”.
Dalam Kamus Filsafat mengatakan bahwa pengetahuan merupakan
“proses kehidupan yang diketahui manusia scr langsung dari kesadarannya
sendiri. Dlm peristiwa ini yang mengetahui (subjek) memiliki yang diketahui
(objek) di dlm dirinya sedemikian aktif, sehingga yang mengetahui itu menyusun
yang diketahui pada dirinya sendiri dalam kesatuan aktif.2

b. Jenis Pengetahuan
a) Pengetahuan Biasa, yakni pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan
dengan istilah common sense, dan dalam filsafat dikatakan dengan good
sense, karena seseorang memiliki sesuatu dimana ia menerima secara
baik. Dengan common sensesemua orang sampai pada kenyataan secara
umum tentang sesuatu, dimana mereka berpendapat sama semuanya. Ia
diperoleh dari pengalaman sehari-hari.

1
Bakhtiar, Amsal. Dr.M.A.2005.Filsafat Ilmu.jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
2
(Lorens Bagus, Kamus Filsafat)
b) Pengetahuan Ilmu, yaitu ilmu sebagai terjemahan dari science. Science
yaitu untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam, yang sifatnya
kuantitatis dan objektif. Ilmu pd prinsipnya mrpk usaha utk
mengorganisasikan dan mensistematisasikancommon sense. Namun
dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti dengan
menggunakan berbagai metode.Pengetahuan yang diperoleh melalui ilmu
diperoleh melalui observasi, eksperimen, klasifikasi. Analisis ilmu itu
objektif dan menyampingkan unsur pribadi, pemikiran logika diutamakan,
netral (tdk subjektif), karena dimulai dengan fakta.

c) Pengetahuan Filsafat, yakni pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran


yang bersifat kontemplatif dan spekulatif.C.D. Broad berkata : “maksud
dari filsafat spekulatif adalah untuk ambil alih hasil-hasil dari berbagai
ilmu, dan menambahkannya dengan hasil pengalaman keagamaan dan
budi pekerti. Dgn cara ini, diharapkan bahwa kita akan dapat sampai
kepada suatu kesimpulan tentang watak alam ini, serta kedudukan dan
prospek kita di dalamnya. Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada
universalitas dan kedalaman kajian ttg sesuatu. Kalau ilmu hanya pd suatu
bidang pengetahuan tertentu yang sempit dan rigid, filsafat membahas hal
yang lebih luas dan mendalam. Filsafat biasanya memberikan pengetahuan
yang reflektif dan kritis, sehingga ilmu yang tadinya kaku dan tertutup
menjadi ‘longgar’ kembali.

d) Pengetahuan Agama, yakni pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan


lewat para utusan-Nya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib
diyakini oleh para pemeluk agama. Pengetahuan ini mengandung beberapa
hal pokok, baik ttg hubungan dgn Tuhan (vertikal), maupun dgn sesama
manusia (horizontal). 3

3
Bakhtiar, Amsal. Dr.M.A.2005.Filsafat Ilmu.jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
c. Perbedaan pengetahuan dengan Ilmu
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengetahuan disamakan artinya
dengan ilmu, ilmu adalah pengetahuan. Definisi pengetahuan adalah hasil tahu
manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu
objek tertentu. Sedangkan definisi ilmu yaitu pengetahuan yang bersifat positif
dan sistematis. Pengetahuan dengan ilmu bersinonim arti, sedangkan dalam arti
material, keduanya mempunyai perbedaan.

B. HAKIKAT DAN SUMBER PENGETAHUAN


Binatang juga mempunyai pengetahuan, namun pengetahuan ini terbatas
untuk kelangsungan hidupnya. Manusia mengembangkan pengetahuannya untuk
mengatasi kebutuhan-kebutuhan kelangsungan hidupnya.
1) Hakikat pengetahuan
Pengetahuan pada dasarnya adalah keadaan mental. Ada 2 teori untuk
mengetahui hakikat pengetahuan, yaitu:
a) Realisme
Kata ini menunjuk kepada benda-benda atau kejadian-kejadian
yang sesungguhnya, artinya yang bukan sekedar khayalan atau apa yang ada
dalam pikiran kita (kepatuhan kepada fakta). Dalam arti filsafat yang sempit,
realisme berarti anggapan bahwa objek indra kita adalah real, benda-benda ada,
adanya itu terlepas dari kenyataan bahwa benda itu kita ketahui atau ada
hubungannya dengan persepsi kita. Teori ini mempunyai pandangan realistis
terhadap alam. Dalam hal ini, pengetahuan adalah benar dan tepat bila sesuai
dengan kenyataan. Pengetahuan menurut realisme adalah gambaran atau kopi
yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata. Menurut Prof. Dr. Rasjidi,
penganut agama perlu sekali mempelajari realism dengan alasan:
1) Dengan menjelaskan kesulitan-kesulitan yang terdapat dalam pikiran.
2) Dengan jalan memberi pertimbangan-pertimbangan yang positif, menurut
Rasjidi, umunya orang beranggapan bahwa tiap-tiap benda mempunyai
satu sebab.
b) Idealisme
Ajaran idealisme menegaskan bahwa untuk mendapatkan
pengetahuan yang benar-benar sesuai dengan kenyataan adalah mustahil.
Pengetahuan adalah proses mental atau proses psikologis yang bersifat subjektif. 4

2) Sumber Pengetahuan
Ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan antara lain:

a) Empirisme
Kata ini berasal dari bahasa yunani yang artinya pengalaman.
Menurut pendapat ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya.
John Locke (1632-1704), Bapak empiris Britania mengemukakan teori tabula
rasa, yang maksudnya ialah bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari
pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu, lantas ia
memiliki pengetahuan. Jadi, dalam empirisme, sumber utama untuk memperoleh
pengetahuan adalah data empiris yang diperoleh dari panca indera.
Aliran ini memiliki banyak kelemahan, antara lain:
1) Indera terbatas, benda yang jauh kelihatan kecil karena keterbatasan indera
yang menggambarkan seperti itu.
2) Indera menipu, pada orang yang sakit malaria gula rasanya pahit.
3) Objek yang menipu, objek itu sebenarnya tidak sebagaimana ia ditangkap
oleh indera, ia membohongi indera.
4) Berasal dari indera dan Objek Sekaligus.

b) Rasionalisme
Aliran ini mengatakan bahwa akal adalah dasar kepastian
pengetahuan. Descartes, seorang pelopor rasionalisme berusaha menemukan suatu
kebenaran yang tidak dapat diragukan lagi. Kebenaran itu, menurutnya adalah dia
tidak ragu bahwa ia ragu. Ia yakin kebenaran-kebenaran semacam itu ada dan

4
Ibid. hal 92-97
kebenaran tersebut dikenal dengan cahaya yang terang dari akal budi sebagai hal-
hal yang tidak dapat diragukan.5

c) Intuisi
Menurut Henry Bergson intuisi adalah hasil dari evolusi
pemahaman yang tertinggi. Kemampuan ini mirip insting, tetapi berbeda dengan
kesadaran dan kebebasannya. Pengembangan kemampuan ini memerlukan suatu
usaha. Perbedaan antara intuisi dalam filsafat barat dengan makrifat dalam Islam
adalah kalau intuisi diperoleh lewat perenungan dan pemikiran yang konsisten,
sedangkan dalam Islam makrifat diperoleh lewat perenungan dan penyinaran dari
Tuhan.

d) Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Allah
kepada manusia lewat perantara para nabi. Para nabi memperoleh pengetahuan
dari Tuhan tanpa upaya, tanpa bersusah payah, tanpa memerlukan waktu untuk
memperolehnya. Pengetahuan mereka terjadi atas kehendak Tuhan semesta.
Tuhan mensucikan jiwa mereka dan diterangkan_nya pula jiwa mereka untuk
memperoleh kebenaran dengan jalan wahyu.6

C. UKURAN KEBENARAN
Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai
nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau
martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu
kebenaran. Berbicara tentang kebenaran ilmiah tidak bisa dilepaskan dari makna
dan fungsi ilmu itu sendiri sejauh mana dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh
manusia. Di samping itu proses untuk mendapatkannya haruslah melalui tahap-
tahap metode ilmiah.

5
Ibid. hal 98-109

6
Ibid. hal 109-110
Poedjawiyatna yang mengatakan bahwa persesuaian antara pengatahuan
dan obyeknya itulah yang disebut kebenaran. Artinya pengetahuan itu harus yang
dengan aspek obyek yang diketahui. Jadi pengetahuan benar adalah pengetahuan
obyektif.
Meskipun demikian, saat ini kita pegang sebagai kebenaran mungkin
suatu saat akan hanya pendekatan kasar saja dari suatu kebenaran yang lebih jati
lagi dan demikian seterusnya. Hal ini tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan
manusia yang transenden,dengan kata lain, keresahan ilmu bertalian dengan hasrat
yang terdapat dalam diri manusia. Dari sini terdapat petunjuk mengenai kebenaran
yang trasenden, artinya tidak henti dari kebenaran itu terdapat diluar jangkauan
manusia.7

Ada tiga jenis kebenaran :


1) Kebenaran epistemologis yaitu “kebenaran yang berhubungan dengan
pengetahuan manusia”.
2) Kebenaran ontologis adalah “kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat
pada hakikat segala sesuatu yang ada atau diadakan”.
3) Kebenaran semantic yakni “kebenaran yang terdapat serta melekat dalam
tutur kata dan bahasa”.8

Ada 4 ujian tentang kebenaran, yaitu:


1) Teori Korespondensi
Menurut teori ini, kebenaran atau keadaan benar itu apabila ada
kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan atau pendapat
tersebut. Maka pengetahuan adalah benar bila apa yang terdapat didalam budi
pikiran subjek itu benar sesuai dengan apa yang ada didalam objek.9
Menurut teori ini, ada atau tidaknya keyakinan tidak mempunyai
hubungan langsung terhadap kebenaran atau kekeliruan, oleh karena kebenaran
atau kekeliruan itu tergantung kepada kondisi yang sudah ditetapkan atau

7
http:// www. filsafat manusia dan filog/makalah-filsafat-ilmu-tentang-teori.html
8
Bakhtiar, Amsal. Dr.M.A.2005.Filsafat Ilmu.jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
9
Ibid. hal 112
diingkari. Jika sesuatu pertimbangan sesuai dengan fakta, maka pertimbangan itu
benar. Jika tidak, maka pertimbangan itu salah.
Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta dan fakta
itu sendiri, atau antara pertimbangan (judgement) dan situasi yang pertimbangan
itu berusaha untuk melukiskan, karena kebenaran mempunyai hubungan erat
dengan pernyataan atau pemberitaan yang kita lakukan tentang sesuatu. Jadi,
secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori korespondensi suatu
pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu
berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan
tersebut.
Misalnya jika seorang mahasiswa mengatakan “kota Yogyakarta terletak
di pulau Jawa” maka pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan itu dengan
obyek yang bersifat faktual, yakni kota Yogyakarta memang benar-benar berada
di pulau Jawa. Sekiranya orang lain yang mengatakan bahwa “kota Yogyakarta
berada di pulau Sumatra” maka pernnyataan itu adalah tidak benar sebab tidak
terdapat obyek yang sesuai dengan pernyataan terebut. Dalam hal ini maka secara
faktual “kota Yogyakarta bukan berada di pulau Sumatra melainkan di pulau
Jawa”.10
2) Teori Koherensi Tentang Kebenaran
Menurut teori ini, kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara
putusan dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta atau realitas, tetapi atas hubungan
antara putusan-putusan itu sendiri.11
Berdasarkan teori ini suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu
bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang
dianggap benar. Artinya pertimbangan adalah benar jika pertimbangan itu bersifat
konsisten dengan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya, yaitu yang
koheren menurut logika. Misalnya, bila kita menganggap bahwa “semua manusia
pasti akan mati” adalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “si

10
http://www. filsafat manusia dan filog/makalah-filsafat-ilmu-tentang-teori.html
11
Bakhtiar, Amsal. Dr.M.A.2005.Filsafat Ilmu.jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Hasan seorang manusia dan si Hasan pasti akan mati” adalah benar pula, sebab
pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan yang pertama.12

3) Teori Pragmatisme Tentang Kebenaran


Pragmatism berasal dari bahasa yunani pragmaartinya yang
dikerjakan, yang dilakukan, perbuatan, tindakan, sebutan bagi filsafat yang
dikembangkan oleh William James di Amerika Serikat. Menurut teori ini, suatu
kebenaran dan suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut
bersifat fungsional dalam kehidupan manusia.13
Teori pragmatik dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914)
dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 yangberjudul “How to Make
Ideals Clear”. Teori ini kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat yang
kebanyakan adalah berkebangsaan Amerika yang menyebabkan filsafat ini sering
dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahli-ahli filasafat ini di antaranya adalah
William James (1842-1910), John Dewey (1859-1952), George Hobart Mead
(1863-1931) dan C.I. Lewis (Jujun, 1990:57).14

4) Agama Sebagai Teori Kebenaran


Manusia adalah makhluk pencari kebenaran. Salah satu cara untuk
menemukan suatu kebenaran. Salah satu cara untuk menemukan kebenaran adalah
melalui agama. Agama dengan karakteristiknya sendiri memberikan jawaban atas
segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia. Baik tentang alam, manusia,
maupun tentang Tuhan.kalau ketiga taori kebenaran sebelumnya lebih
mengedepankan akal, budi, rasio dan reason manusia, dalam agalam yang
dikedepankan adalah wahyu yang bersumber dari Tuhan.15

D. KLASIFIKASI DAN HIRARKI ILMU


Para filosof muslim membedakan ilmu kepada ilmu yang berguna dan
yang tak berguna. katagori ilmu yang berguna merekaa memasukan ilmu-ilmu

12
http://www. filsafat manusia dan filog/makalah-filsafat-ilmu-tentang-teori.html
13
Bakhtiar, Amsal. Dr.M.A.2005.Filsafat Ilmu.jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
14
Ibid. hal 119
15
Ibid. hal 121
duniawi, seperti kedokteran, fisika, kimia, geografi, logika, etika, bersama
disiplin-disiplin yang khusus mengenai ilmun keagamaan. ilmun sihir, aklemi dan
numerologi (ilmu nujum dengan menggunakan bilangan) di masukan ke dalam
golongan cabang-cabang ilmu yang tidak berguna. klafifikasi ini memberikan
makna implisit menolak adanya sekularisme, karn wawasan yang kudus tidak
menghalangi-menghalangi orang untuk menekuni ilmu-ilmu pengetahuan duniawi
secara teorektis dan praktis.

Klasifikasi ilmu menurut Al-Ghazali:


I. Ilmu Syar’iyyah
1. Ilmu tentang prinsip-prinsip dasar (al-ushul)
1) Ilmu tentang keesaan Tuhan (al-tauhid)
2) Ilmu tentang kenabian
3) Ilmu tentang akhirat atau eskatologis
4) Ilmu tentang sumber pengetahuan religious. Yaitu Al-quran dan Al Sunnah
(primer), ijma’ dan tradisi para sahabat (sekunder), ilmu ini terbagi menjadi dua
kategori:
i. Ilmu-ilmu pengantar (ilmu alat)
ii. Ilmu-ilmu pelengkap, terdiri dari: ilmu Quran, ilmu riwayat al-hadis, ilmu
ushul fiqh dan biografi para tokoh.

2. Ilmu tentang Cabang-cabang (furu’)


1) Ilmu tentang kewajiban manusia kepada Tuhan (ibadah)
2) Ilmu tentang kewajiban manusia kepada masyarakat:
i. Ilmu tentang transaksi, termasuk qishas
ii. Ilmu tentang kewajiban kontraktual (berhubungan dengan hukum
keluarga)
3) Ilmu tentang kewajiban manusia kepada jiwanya sendiri (ilmu akhlak)

II. Ilmu Aqliyyah


1. Matematika, aritmatika, geometri, astronomi dan astrologi, music
2. Logika
3. Fisika/ilmu alam: kedokteran, meteorology, mineralogy, kimia
4. Ilmu tentang wujud di luar alam, atau metafisika: ontology
1) Pengetahuan tentang esensi, sifat dan aktivitas ilahi
2) Pengetahuan tentang substansi-substansi sederhana
3) Pengetahuan tentang dunia halus
4) Ilmu tentang kenabian dan fenomena kewalian ilmu tentang mimpi
5) Teurgi. Ilmu ini menggunakan kekuatan-kekuatan bumi untuk
menghasilkan efek tampak seperti supernatural.16

sementara itu Stuart Chase membagi ilmu pengetahuan sebagai berikut :


1. ilmu-ilmu pengetahuan alam (natural sciences)
1. biologi
2. antropologi fisik
3. ilmu kedokteran
4. ilmu farmasi
5. ilmu pertanian
6. ilmu pasti
7. ilmu alam
8. geologi
9. dan lain sebagainya

2. Ilmu-ilmu kemasyarakatan
1. Ilmu hukum
2. Ilmu ekonomi
3. Ilmu jiwa sosial
4. Ilmu bumi sosial
5. Sosiologi
6. Antropologi budaya an sosial
7. Ilmu sejarah
8. Ilmu politik
9. Ilmu pendidikan

16
Ibid. hal 124-125
10. Publisistik dan jurnalistik
11. Dan lain sebagainya

3. Humaniora
1. Ilmu agama
2. Ilmu filsafat
3. Ilmu bahasa
4. Ilmu seni
5. Ilmu jiwa
6. Dan lain sebagainya17

Sejarah perkembangan ilmu pasca Al-Ghazali mengalami pengaruh cukup


signifikan. Bahwa pemikiran ilmu di dunia Islam cenderung kurang rasionalistik
dan lebihn selaras dengan pandangan dunia Alquran. Oleh karena itu banyak para
pemikir dan filosof sesudahnya mengembalikan peran nalar pada posisi
seimbang. Seperti Quthb al-Din memberikan klasifikasi jenis ilmu secara garis
besar menjadi ilmu hikmat (filosofis) dan ghair hikmat (nonfilosofis). Al-Ghazali
yang sebenarnya berusaha meratakan jalan bagi penyebaran mazhab filsafat
iluminasionis (isyroqi). sedangkan . quthb al-Din mengacu lebih dari sekali pada
basis Quranik hikmat. Filsafatnya adalah filsafat iluminasionis(hikmat dzauqi)
yang didasarkan pada pengalaman suprarasional atau iluminasi intelek, tetapi pada
saat yang sama dia memanfaatkan sebaik-baiknya penalaran diskursif
dalam diskursus pemikiran jenis-jenis ilmu dalam islam tersebut diatas,
pemikiran falsafi yang sangat berbeda dengan Barat. Bentuk-bentuk pemikiran
sepeti empirisme, rasionalisme dan ilmunasionisme telah banyak disinggung oleh
para pemikir islam sejak awal dengan basis landasan wawasan bahwa perbedaan
di antara hal ini adalah adanya concern dan penekanan metodologis, ontolgis dan
etis memiliki kapasistas yang berbeda dan bersifat relatif.
Karena semua bentuk pengetahuan yang bersifat empiris, rasionalis, dan
iuminasionalis, ketiganya bersumber dari manusia yang bersifat relatif. Relavitas
itu tidak saja dari pemikiran , tetapijug perangkat yang dimiliki oleh manusia

17
http:// www. filsafat manusia dan filog/makalah-filsafat-ilmu-dan-kebenaran.html
dalam memperoleh pengetahuan , seperti panca indera, akal dan wahyu. Yang
Kudus-lah yang membedakan pmikiran islam dengan Barat.
Demikian sekalian gambaran sejenis dan bentuk ilmu dalam islam, baik
dalam sejarah pemikirannya, wacana yang berkembang. bahwa ilmu islam tidak
lepas dari wawasan Yng Kudus merupakan sumber pengetahuan. Meski kemudian
mengalami penyikapan-penyikapan ilmiah yang berbeda dari para filsofi dan
ilmuwan muslim dan masing-masing memiliki corak dan bentuk yang berbeda
pula, karena adanya perbedaan penekanan penerapan metodologis-filosofis yang
pula .
Namun mustahil terdapat pertentangan antara agama islam pada satu pihak
dengan filsafat ilmu pengetahuan yang benar pada pihak lain. Sebab ilmu dan
filsafat yang benar tiada lain ialah usaha manusia dengan kekuatan akal-budinya
yang relatif berhasi dalam memahami kenyataan alam, susunan alam, pembagian
alam, pembukuan segenap alam semesta (ayat kauniyah) dalam satu kitabsuci.
Kedua ayat Allah (ayat Quraniyyah) dan ayat (kauniyyah) itu saling menafsirkan.
Upaya klasfikasi ataupun pembidangan ilmu-ilmu adalah ciri-ciri dan
karateristik ilmu yang sulit dihindari. Suatu ilmu akan berhenti di suatu tempat ,
tapi akan berkembang di tempat lain. Dinamika ini terus berjalan seiring
perkembangan ilmu itu sendiri yang tela mengarah pada tataran praktis berupa
kemajuan sains dan teknologi. Begitupun ilmu-ilmuan yang berkembang di dunia
islam.
Secara umum ilmu-ilmu yang berkembang dalam sejarah islam meliputi
Al-quran , ilmu hadis, ilmu tafsir, bahasa Arab, peradilan, tasawuf, tarekat,
akhlak, sejarah politik , dakwah islam, saims islam, pendidikan islam, peradaban
islam , perbandingan agama, kebudayaan islam, pembaharuan dan pemurnian dan
sastra-sastra islam. Ilmu itu kemudian berlanjut berkembang dan memiliki cabang
masing-masing.
khususnya di abad kontemporer, upaya integrasi terus dilakukan guna
mencapai islamisasi ilmu.Dan perihal yang perlu diketahui bahwa membedakan
antara upaya pengembangan pembidangan ataupun klasifikasi jenis dan bentuk
ilmu Barat dan didunia islam adalah islam mengenal visi hierarki dalam objek
yang diketahui dan subjek yang mengetahui.Adanya pengakuan wawasan Yang
Kudus dan kemudian terjabarkan secara hierarki ke dalam berbagai bidang
keilmuan. Dan masing-masing ilmu memiliki visi prioritas dan religus.
Struktur ilmu-ilmu ideal secara teoritis menurut hemat penulis tak dapat
ditemukan. Masing-masing klasifikasi yang disodorkan oleh sarjana dan ilmuwan
muslim yang telah ada memiliki corak dan penekanan yang berbeda. Maka apa
pun format klasifikasi-klasifikasi itu adalah sah-sah saja selama tidak menafikan
adanya etika-etika ilmiah religus. Persoalan upaya integrasi ataupun islamisasi
ilmu-ilmu hanya berkisar pada basis etiss praksisnya dan tidak lebih dari itu.Dan
hubungan antar bidang ilmu-ilmu pun sangat erat , seperti pendapat Al-ghazali
yang membedakan adanya ilmu religius dan ilmu inteletual. atau Klasifikasi
Quthb ad –Din menjadi ilmu hikmat dan non hikmat Keduannya tak dapat
dipisahkan di tingkat etis, teoritis maupun praksis.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara garis besar pengetahuan merupakan hasil dari proses mencari tahu,
dari yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat menjadi dapat serta
ilmu pengetahuan dapat dikatakan benar apabila memenuhi kriteria teori koheren,
teori korespondensi, dan teori pragmatis. Secara umum jenis pengetahuan antara
lain pengetahuan langsung, pengetahuan tak langsung, pengetahuan konseptual,
pengetahuan partikular, dan pengetahuan universal. serta apabila ditinjau dari
sudut pengetahuan itu diperoleh dibedakan menjadi pengetahuan biasa,
pengetahuan ilmiah atau ilmu pengetahuan, pengetahuan filsafat, dan pengetahuan
agama. Hakekat dari pengetahuan terdapat dua aspek penting yaitu hal-hal yang
diperoleh, dan realitas yang berubah. Sumber dari pengetahuan itu sendiri antara
lain dari intuisi, rasional, empirikal atau indra, dan wahyu.
Para filosof muslim membedakan ilmu kepada ilmu yang berguna dan
yang tak berguna. katagori ilmu yang berguna merekaa memasukan ilmu-ilmu
duniawi, seperti kedokteran, fisika, kimia, geografi, logika, etika, bersama
disiplin-disiplin yang khusus mengenai ilmun keagamaan. ilmun sihir, aklemi dan
numerologi (ilmu nujum dengan menggunakan bilangan) di masukan ke dalam
golongan cabang-cabang ilmu yang tidak berguna. klafifikasi ini memberikan
makna implisit menolak adanya sekularisme, karn wawasan yang kudus tidak
menghalangi-menghalangi orang untuk menekuni ilmu-ilmu pengetahuan duniawi
secara teorektis dan praktis.

Anda mungkin juga menyukai