Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN ABORTUS


DI PUSKESMAS KUTA BARO

Oleh:

RAIHANA IRMA

1912101020014

KEPANITERAAN KLINIK KEPERAWATAN SENIOR (K3S)

KEPERAWATAN METERNITAS

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

TAHUN 2019
Konsep Abortus dan Asuhan Keperawatan

A. Definisi

Aborsi adalah kematian dan pengeluaran janin dari uterus baik secara spontan atau

disengaja sebelum usia kehamilan 22 minggu (Sapte & Fruriolina, 2011). Abortus adalah

ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup luar kandungan.

Batasan abortus adalah umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang

dari 500 gram. Sedang menurut WHO/FIGO adalah jika kehamilan kurang dari 22 minggu,

bila berat janin tidak diketahui (Ratna & Arif, 2018)

Abortus merupakan salah satu masalah di dunia yang mempengaruhi kesehatan,

kesakitan dan kematian ibu hamil. Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi yang

terjadi pada umur kehamilan < 20 minggu dan berat badan janin ≤ 500 gram. Dampak dari

abortus jika tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat akan menambah angka

kematian ibu yang disebabkan oleh komplikasi dari abortus yaitu dapat terjadi perdarahan,

perforasi, infeksi dan syok (Sujiyatini, 2009).

Abortus ( keguguran ) merupakan salah satu penyebab perdarahan yang terjadi pada

kehamilan trimester pertama dan kedua. Perdarahan ini dapat menyebabkan berakhirnya

kehamilan atau kehamilan terus berlanjut. Secara klinis, 10-15% kehamilan yang

terdiagnosis berakhir dengan abortus (Wiknjosastro, 2010).

Abortus dapat terjadi secara tidak sengaja maupun disengaja. Abortus yang

berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan, sedangkan abortus yang dilakukan

dengan sengaja disebut abortus provokatus dan abortus yang terjadi berulang tiga kali

secara berturut-turut disebut habitualis (Prawirohadjo, 2009).

B. Etiologi

Menurut (Ratna & Arif, 2018), abortus dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu:
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi

biasanya menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor

yang menyebabkan kelainan ini adalah:

a. Kelainan kromosom Kelainan yang sering ditemukan pada abortus spontan

ialah trisomi, poliploidi, kelainan kromosom sex serta kelainan kromosom

lainnya

b. Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna Bila lingkungan di

endometrium di sekitar tempat implantasi kurang sempurna sehingga

menyebabkan pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi terganggu.

c. Pengaruh dari luar Adanya pengaruh dari radiasi, virus, obat-obat, dan

sebagainya dapat mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan

hidupnya dalam uterus. Pengaruh ini umumnya dinamakan pengaruh

teratogen.

2. Kelainan pada plasenta misalnya end-arteritis dapat terjadi dalam vili korialis dan

menyebabkan oksigenasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan

pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan muda

misalnya karena hipertensi menahun.

3. Faktor maternal Penyakit mendadak seperti pneumonia, tifus abdominalis,

pielonefritis, malaria, dan lain-lain dapat menyebabkan abortus. Toksin, bakteri,

virus atau plasmodium dapat melalui plasenta masuk ke janin, sehingga

menyebabkan kematian janin dan kemudian terjadilah abortus. Anemia berat,

keracunan, laparotomi, peritonitis umum, dan penyakit menahun juga dapat

menyebabkan terjadinya abortus.

4. Kelainan traktus genetalia, seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada

trimester kedua), retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus.
Abnoramalitas uterus yang mengakibatkan kalinan kavum uteri atau halangan

terhadap pertumbuhan dan pembesaran uterus, misalnya fibroid, malformasi

kongenital, prolapsus atau retroversio uteri.

C. Patofisiologi

Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh

nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian

atau seluruhnya, sehingga menjadi benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan

uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu,

hasil konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis belum menembus

desidua secara mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi korialis

menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak terlepas sempurna yang

dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya

dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta.

Hasil konsepsi keluar dalam berbagai bentuk, seperti kantong kosong amnion atau benda

kecil yang tidak jelas bentuknya (blightedovum), janin lahir mati, janin masih hidup, mola

kruenta, fetus kompresus, maserasi, atau fetus papiraseus.


(Ratna dan Arif, 2018)
D. Klasifikasi Abortus

Menurut (Ratna & Arif, 2018), abortus dapat digolongkan atas beberapa yaitu:

1. Abortus Spontan

Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului

faktor-faktor mekanis ataupun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh

faktorfaktor alamiah

a. Abortus imminens

Merupakan peristiwa terjadinya perdarahan pervagina pada

kehamilan kurang dari 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam

uterus dan tanpa adanya dilatasi serviks.

Diagnosis abortus imminens ditentukan dari:

1) Terjadi perdarahan mellaui ostium uteri eksternum dalam jumlah

sedikit

2) Disertai sedikit nyeri perut bawah atau tidak sama sekali

3) Serviks belum membuka, ostium uteri masih tertutup

4) Tes kehamilan (+)

b. Abortus Insipiens

Merupakan peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan kurang dari

20 minggu dengan adanya dilatasi serviks yang meningkat dan ostium uteri

telah membuka, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa

mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah.

Ciri dari jenis abortus ini yaitu perdarahan pervagina dengan

kontraksi makin lama makin kuat dan sering, serviks terbuka, besar uterus

masih sesuai dengan umur kehamilan dan tes urin kehamilan masih positif.
c. Abortus Inkomplet

Merupakan pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan

sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.

Perdarahan abortus ini dapat banyak sekali dan tidak berhenti sebelum hasil

konsepsi dikeluarkan.2 Adanya abortus inkomplit terlihat pada gambar 4.

Ciri dari jenis abortus ini yaitu perdarahan yang banyak disertai kontraksi,

kanalis servikalis masih terbuka, dan sebagian jaringan keluar.

d. Abortus Komplet

Abortus kompletus terjadi dimana semua hasil konsepsi sudah

dikeluarkan. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri

sebagian besar telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil.2 Adanya

abortus komplet terlihat pada gambar 5. Ciri dari abortus ini yaitu

perdarahan pervaginam, kontraksi uterus, ostium serviks menutup, dan

tidak ada sisa konsepsi dalam uterus.

e. Missed Abortion

Tertahannya hasil konsepsi yang telah mati didalam rahim selama ≥8

minggu. Ditandai dengan tinggi fundus uteri yang menetap bahkan

mengecil, biasanya tidak diikuti tanda–tanda abortus seperti perdarahan,

pembukaan serviks, dan kontraksi.

f. Abortus Habitualis

Merupakan abortus spontan yang terjadi 3x atau lebih secara berturut-

turut. Pada umumnya penderita tidak sulit untuk menjadi hamil, tetapi

kehamilan berakhir sebelum mencapai usia 28 minggu.

Etiologi abortus habitualis yaitu:


1) Kelainan dari ovum atau spermatozoa, dimana kalau terjadi

pembuahan hasilnya adalah pembuahan patologis.

2) Kesalahan-kesalahan pada ibu yaitu disfungsi tiroid, kesalahan

korpus luteum, kesalahan plasenta, yaitu tidak sanggupnya

plasenta menghasilkan progesteron sesudah korpus luteum atrofi.

Ini dapat dibuktikan dengan mengukur kadar pregnadiol dalam

urin. Selain itu juga bergantung pada gizi ibu (malnutrisi),

kelainan anatomis dalam rahim, hipertensi oleh karena kelainan

pembuluh darah sirkulasi pada plasenta/vili terganggu dan fetus

menjadi mati. Dapat juga gangguan psikis, serviks inkompeten,

atau rhesus antagonisme.

3) Kelainan kromosom.7 Diketahui bahwa adanya trisomi pada

kromosom ke 9, 12, 15, 16, 21, 22 dan X akan menyebabkan

anomali genetik pada kejadian abortus habitualis. Akhir-akhir ini

teknik analisis molekuler membantu dalam mengidentifikasi

banyak polimorfisme genetik bertanggung jawab akan terjadinya

abortus habitualis.

g. Abortus Infeksius dan abortus septik

Abortus infeksius adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia

bagian atas termasuk endometritis atau parametritis.13 Abortus septik juga

merupakan komplikasi yang jarang terjadi akibat prosedur abortus yang

aman.14,15 Abortus septik adalah abortus infeksius berat disertai

penyebaran kuman atau toksin ke dalam peredaran darah atau peritonium.

Infeksi dalam uterus/sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi


biasanya ditemukan pada abortus inkomplet dan lebih sering pada abortus

buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis.

Diagnosis abortus infeksius ditentukan dengan adanya abortus yang

disertai gejala dan tanda infeksi alat genital seperti panas, takikardi,

perdarahan pervaginam yang lama atau bercak perdarahan, discharge

vagina atau serviks yang berbau busuk, uterus lembek, serta nyeri perut dan

pelvis serta leukositosis.Apabila terdapat sepsis, penderita tampak sakit

berat atau kadang menggigil, demam tinggi, dan penurunan tekanan darah.

2. Abortus Provokatus

Abortus provokatus adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai

obat-obatan maupun alat-alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi:

a. Abortus Medisinalis (abortus therapeutica) Abortus medisinalis adalah

abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan

dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis).

b. Abortus Kriminalis Abortus kriminalis adalah abortus yang terjadi oleh

karena tindakantindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi

medis.

E. Gejala Klinis

Menurut Morlan & Carole, 2009, gejala klinis pada abortus ialah:

1. Tanda-tanda kehamilan, seperti amenorea kurang dari 20 minggu, mualmuntah,

mengidam, hiperpigmentasi mammae, dan tes kehamilan positif

2. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun,

tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil,

serta suhu badan normal atau meningkat


3. Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi

4. Rasa mulas atau keram perut di daerah atas simfisis disertai nyeri pinggang

akibat kontraksi uterus

5. Pemeriksaan ginekologis:

a. Inspeksi vulva: perdarahan pervaginam ada/tidak jaringan hasil

konsepsi, tercium/tidak bau busuk dari vulva.

b. Inspekulo: perdarahan dari kavum uteri ostium uteri terbuka atau sudah

tertutup, ada/tidak jaringan keluar dari ostium, serta ada/tidak cairan

atau jaringan berbau busuk dari ostium.

c. Colok vagina: porsio masih tebuka atau sudah tertutup serta teraba atau

tidak jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil

dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada

perabaan adneksa, dan kavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri.

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

a. Darah Lengkap

1) Kadar hemoglobin rendah akibat anemia hemoragik

2) LED dan jumlah leukosit meningkat tanpa adanya infeksi

b. Tes kehamilan

Terjadi penurunan atau level plasma yang rendah dari β-hCG secara prediktif.

Hasil positif menunjukkan terjadinya kehamilan abnormal (blighted ovum,

abortus spontan atau kehamilan ektopik).

2. Ultrasonografi

a. USG transvaginal dapat digunakan untuk deteksi kehamilan 4 - 5 minggu


b. Detik jantung janin terlihat pada kehamilan dengan CRL > 5 mm (usia

kehamilan 5 - 6 minggu)

c. Dengan melakukan dan menginterpretasi secara cermat, pemeriksaan USG

dapat digunakan untuk menentukan apakah kehamilan viabel atau non-viabel.

(Prawirohardjo & Sarwono, 2009)

G. Penatalaksanaan

Menurut (Ratna & Arif, 2018), penatalaksanaan pada abortus dibagi berdasarkan

klasifikasi yaitu:

1. Abortus imminens

a. Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang

mekanik berkurang.

b. Progesteron 10 mg sehari untuk terapi substitusi dan untuk mengurangi

kerentanan otot-otot rahim.

c. Tes kehamilan dapat dilakukan. Bila hasil negatif, mungkin janin sudah

mati.

d. Pemeriksaan USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.

e. Berikan obat penenang, biasanya fenobarbital 3 x 30 mg.

f. Pasien tidak boleh berhubungan seksual dulu sampai lebih kurang 2

minggu.

2. Abortus insipiens

a. Bila ada tanda-tanda syok maka atasi dulu dengan pemberian cairan dan

transfusi darah.

b. Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang biasanya disertai perdarahan,

tangani dengan pengosongan uterus memakai kuret vakum atau cunam


abortus, disusul dengan kerokan memakai kuret tajam. Suntikkan

ergometrin 0,5 mg intramuskular.

c. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infus oksitosin 10 IU dalam

dekstrose 5% 500 ml dimulai 8 tetes per menit dan naikkan sesuai kontraksi

uterus sampai terjadi abortus komplet.

d. Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan

pengeluaran plasenta secara digital yang dapat disusul dengan kerokan

e. Memberi antibiotik sebagai profilaksis.

3. Abortus inkomplet

a. Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus cairan NaCl fisiologis

atau ringer laktat yang disusul dengan ditransfusi darah.

b. Setelah syok diatasi, lakukan kerokan dengan kuret lalu suntikkan

ergometrin 0,2 mg intramuskular untuk mempertahankan kontraksi otot

uterus.

c. Berikan antibiotik untuk rnencegah infeksi.

4. Abortus komplet

a. Bila pasien anemia, berikan hematinik seperti sulfas ferosus atau transfusi

darah.

b. Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.

c. Anjurkan pasien diet tinggi protein, vitamin dan mineral.

5. Missed abortion

a. Bila terdapat hipofibrinogenemia siapkan darah segar atau fibrinogen.

b. Pada kehamilan kurang dari 12 minggu. Lakukan pembukaan serviks

dengan gagang laminaria selama 12 jam lalu dilakukan dilatasi serviks


dengan dilatator Hegar. Kemudian hasil konsepsi diambil dengan cunam

ovum lalu dengan kuret tajam.

c. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu. Infus intravena oksitosin 10 IU dalam

dekstrose 5% sebanyak 500 ml mulai dengan 20 tetes per menit dan naikkan

dosis sampai ada kontraksi uterus. Oksitosin dapat diberikan sampai 10 IU

dalam 8 jam. Bila tidak berhasil, ulang infus oksitosin setelah pasien

istirahat satu hari.

d. Bila tinggi fundus uteri sampai 2 jari bawah pusat, keluarkan hasil konsepsi

dengan menyuntik larutan garam 20% dalam kavum uteri melalui dinding

perut.

6. Abortus infeksius dan septik

a. Tingkatkan asupan cairan.

b. Bila perdarahan banyak, lakukan transfusi darah.

c. Penanggulangan infeksi

 Gentamycin 3 x 80 mg dan Penicillin 4 x 1,2 mg

 Chloromycetin 4 x 500 mg

 Cephalosporin 3 x 1

 Sulbenicilin 3 x 1-2 gram.

d. Kuretase dilakukan dalam waktu 6 jam karena pengeluaran sisa-sisa abortus

mencegah perdarahan dan menghilangkan jaringan nekrosis yang bertindak

sebagai medium perkembangbiakan bagi jasad renik.

e. Pada abortus septik diberikan antibiotik dalam dosis yang lebih tinggi

misalnya Sulbenicillin 3 x 2 gram

f. Pada kasus tetanus perlu diberikan ATS, irigasi dengan H2O2, dan

histerektomi total secepatnya.


7. Abortus Habitualis

a. Memperbaiki keadaan umum, pemberian makanan yang sehat, istirahat

yang cukup, larangan koitus, dan olah raga.

b. Merokok dan minum alkohol sebaiknya dikurangi atau dihentikan.

c. Pada serviks inkompeten terapinya adalah operatif: Shirodkar atau Mac

Donald (cervical cerclage).

H. Komplikasi

Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi, infeksi, dan syok.

1. Perdarahan Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil

konsepsi dan jika perlu pemberian tranfusi darah. Kematian karena perdarahan

dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.

2. Perforasi Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam

posisi hiporetrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamat-amati

dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi, dan

tergantung dari luar dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau

histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam

menimbulkan persoalan gawat karena perlukaan uterus biasanya luas, mungkin juga

terjadi perlukaan pada kandung kemih atau usus. Dengan adanya dugaan atau

kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk

menentukan luasnya cedera, untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan

seperlunya guna mengatasi komplikasi.

3. Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi biasanya

ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering pada abortus buatan yang

dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis. Apabila infeksi menyebar


lebih jauh, terjadilah peritonitis umum atau sepsis, dengan kemungkinan diikuti

oleh syok.

4. Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena

infeksi berat (syok endoseptik).

(Prawirohardjo & Sarwono, 2009)


Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

Menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi

klien. Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :

1. Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, agama,

suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya

perkawinan dan alamat

2. Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan

pervaginam berulang pervaginam berulang

3. Riwayat kesehatan , yang terdiri atas :

a. Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit

atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid,

pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.

b. Riwayat kesehatan masa lalu

4. Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis

pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.

5. Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh

klien misalnya DM , jantung , hipertensi , masalah ginekologi/urinary , penyakit

endokrin , dan penyakit-penyakit lainnya.

6. Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram

tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang

terdapat dalam keluarga.

7. Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya,

banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan

menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya


8. Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai

dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.

9. Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang

digunakan serta keluahn yang menyertainya.

10. Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat

digitalis dan jenis obat lainnya.

11. Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB

dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.

12. Pemeriksaan fisik, meliputi :

a. Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada

penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidung. Hal yang

diinspeksi antara lain : mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna,

laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan

kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya

keterbatasan fifik, dan seterusnya

b. Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.

Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan

tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus.

Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi

janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor.

Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang

abnormal

c. Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan

tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada

dibawahnya.
Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan

ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.

Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada

kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau

tidak

d. Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop

dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang

terdengar. Mendengar : mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah,

dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin.

13. Pemeriksaan laboratorium :

a. Darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsi, pap smear.

b. Keluarga berencana : Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien

setuju, apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa.

14. Data lain-lain :

a. Data psikososial. Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi dalam

keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien dan mekanisme koping yang

digunakan. Status sosio-ekonomi : Kaji masalah finansial klien.

b. Data spiritual : Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan YME, dan kegiatan

keagamaan yang biasa dilakukan.


B. Diagnosa Keperawatan

1. Defisiensi volume cairan berhubungan dengan perdarahan

2. Nyeri persalinan berhubungan dengan abortus

3. Intoleran aktivitas berhubungan dengan penetapan bedrest

4. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan

C. Intervensi

1. Diagnosa 1 (defisiensi volume cairan)

a. Pantau warnah, jumlah dan frekuensi kehilangan cairan

b. Pantau semua sekresi dari adanya perdarahan samar atau nyata

c. Identifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap bertambah buruknya

dehidrasi misal demam, stress

d. Tinjau ulang elektrolit terutama natrium, kalium, klorida, dan kreatinin

e. Kaji adanya vertigo atau hipotensi postural

f. Pantau status dehidrasi (seperti kelembapan membran mukosa, keadekuatan nadi,

dan tekanan darah ortostatik)

g. Pantau intake dan output cairan

h. Tingkatkan asupan oral

i. Laporkan jumlah pengeluaran urine

j. Berikan terapi intravena sesuai anjuran

2. Diagnosa 2 (Nyeri Persalinan)

a. Observasi keadan umum dan tanda vital

b. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif

c. Ajarkan teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri

d. Berikan penjeasan tentang penyebab nyeri dan tindakan yang akan dilakukan

e. Monitor his dan dj


f. Atur kondisi lingkungan yang nyaman

g. Kolaborasi untuk program terapi

3. Diagnosa 3 (intoleran aktivitas)

a. Bantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari (ADL)

b. Dekatkan barang-barang yang diperlukan oleh pasien ditempat yang mudah

dijangkau

c. Anjurkan pasien untuk bedrest

d. Berikan penjelasan aktivitas yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan

e. Observasi kondisi setelah melakukan aktivitas

4. Diagnosa 4 (Ansietas)

a. Kaji tingkat kecemasan pasien

b. Berikan dukungan mental

c. Berikan informasi tentang kondisi yang dialami

d. Jelaskan setiap prosedur yang akan dilakukan

e. Motivasi keluarga untuk mendampingi pasien’berikan kesempatan pasien untuk

mengungkapkan perasaannya

f. Kolaborasi dengan bimbingan rohani


Daftar Pustaka

Morgan, G & Carole, H. (2009). Obstetri & Ginekologi. Jakarta : EGC.

Prawirohardjo, S. (2009). Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka.

Prawirohardjo, S. (20100. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.

Jakarta : PT. Bina Pustaka.

Ratna, S.D.P & Arif, P.Y. (2018). Buku ajar perdarahan pada kehamilan trimester. Program

studi pendidikan dokter: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Sapte, Y. K & Fruriolina, A. (2011). Manajemen borsi inkomplet: Modul kebidanan Ed 2.

Jakarta: EGC

Sujiyatini. (2009). Asuhan Patologi Kebidanan. Yogyakarta : Pustaka Nuha Medika.

Wiknjosastro. 2010. Buku panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal, Edisi 1. Cet. 12. Jakarta : Bina Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai