Anda di halaman 1dari 41

First edition

Prodi Farmasi Fakultas Kedokteran


Universitas Islam Sultan Agung

MODUL 19 (FR2415)
STERILE PHARMACEUTICAL PRODUCTS
BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM

Prodi Farmasi Fakultas Kedokteran


Universitas Islam Sultan Agung
Alamat: JL. Raya Kaligawe Km. 4 Semarang 50112 PO Box 1054/SM
Telepon. (024) 6583584
Fax: (024) 6594366
Modul 19 : Sterile Pharmaceutical Products
Buku Modul

Copyright @ by School of Pharmacy, Faculty of Medicine


Islamic Sultan Agung University.
Printed in Semarang
First printed: Mei 2018
Designed by: Tim modul
Cover Designed by: Tim modul
Published by School of Pharmacy, Faculty of Medicine
Sultan Agung Islamic University
All right reserved

This publication is protected by Copyright law and permission should be obtained from
publisher prior to any prohibited reproduction, storage in a retrieval system, or transmission
in any form by any means, electronic, mechanical, photocopying, and recording or likewise

This publication is protected by Copyright law and permission should be obtained


from publisher prior to any prohibited reproduction, storage in a retrieval system,
or transmission in any form by any means, electronic, mechanical, photocopying,
and recording or likewise

2
TIM MODUL

Ika Buana Januarti, M.Sc., Apt.


Arifin Santoso, M.Sc., Apt.
Farah Bintang S, M.Farm., Apt.
Indriyati Hadi S, M.Sc.

3
TATA TERTIB

1. Peserta diwajibkan hadir tepat waktu, 15 (lima belas) menit sebelum praktikum
dimulai akan dilakukan absensi.
2. Peserta yang terlambat hadir tidak diperkenankan mengikuti praktikum. Untuk
alasan keterlambatan, peserta diijinkan untuk mengikuti praktikum susulan
sesudah mendapatkan izin/rekomendasi dari Tim Modul dan/atau Ka Prodi
3. Peserta diwajibkan memakai pakaian rapi, bersepatu dan mengenakan jas
praktikum. Peserta juga diharap mempersiapkan jas praktikum sebanyak dua (2)
buah.
4. Peserta diwajibkan mengikuti seluruh rangkaian kegiatan praktikum dan dilarang
meninggalkan laboratorium tanpa ijin
5. Peserta diwajibkan membuat laporan sementara dan laporan akhir/resmi sesuai
format yang ada (LAMPIRAN). Laporan akhir dikumpulkan maksimal 1 minggu
setelah pelaksanaan praktikum.
6. Peserta yang berhalangan hadir, diwajibkan menulis surat izin ditujukan kepada
koordinator praktikum dan diperbolehkan mengikuti praktikum susulan. Peserta
yang mendapatkan izin adalah:
a. Mahasiswa melakukan pernikahan.
b. Mahasiswa melaksanakan ibadah haji/umroh.
c. Mahasiswa sedang mengalami sakit parah, yang karena kondisinya harus
istirahat terlebih dahulu (ditunjukkan dengan surat dokter)
d. Mahasiswa mengalami musibah dimana anggota inti (ayah, ibu, saudara
kandung) ada yang meninggal dunia.
e. Mahasiswa mengikuti kegiatan dalam rangka mengharumkan nama Prodi,
Fakultas, Universitas, atau Negara. (ditunjukkan dengan surat tugas)

7. Peserta yang tidak mengikuti kegiatan praktikum sebanyak dua kali atau lebih
tanpa alasan yang jelas dinyatakan gagal dan nilai praktikum dianggap tidak ada,
serta diwajibkan mengulang praktikum pada tahun ajaran berikutnya.
8. Peserta diwajibkan menjaga kebersihan dan ketertiban laboratorium selama
praktikum berlangsung.

4
PENILAIAN PRAKTIKUM

1. Nilai praktikum akan memberi kontribusi sebesar 30% terhadap nilai modul.
2. Penilaian praktikum terdiri dari 2 komponen yakni:
a. Praktikum Harian (20%)
b. Ujian Praktikum/OSPE (10%)
3. Penilaian harian terdiri dari:
a. Pre Test/Post test, diskusi, dan tugas (20%)
b. Pelaksanaan Praktikum (30%)
c. Laporan Resmi (50%)
4. Ujian Praktikum merupakan evaluasi komprehensif terhadap semua materi
praktikum.

5
JADWAL PRAKTIKUM
Praktikum
No. Hari, Tanggal Waktu PS dan
KC SA IV FA PA FM PM FI PI
AP
1. Senin, 28 Mei 13.00-14.40 A B
2018 15.00-16.40 B A
2. Kamis, 1 Juni 08.25-10.05 A B
2018 10.05-11.45 A
3. Rabu, 6 Juni 08.25-10.05 B A
2018 10.05-11.45 B
4. Jumat, 8 Juni 13.00-14.40 B
A
2018 15.00-16.40
5. Rabu, 27 Juni 08.25-10.05 B
A A
2018 10.05-11.45
6. Jumat, 29 Juni 13.00-14.40 B
A
2018 15.00-16.40 B
Keterangan:
PS = Perbekalan Steril FI = Formulasi sediaan infus
KC = Kunjungan CSSD FM = Formulasi sediaan mata
SA = Sterilisasi Alat PA = Produksi sediaan ampul
AP = Aseptik Personal PI = Produksi sediaan infus
IV = IV-admixture PM = Produksi sediaan mata
FA = Formulasi sediaan ampul  ada bag

6
Jadwal Kelompok Piket:
Praktikum
SA IV FA FM
No. Hari, Tanggal
dan PA PM FI PI
AP
1. Rabu, 29 Maret 2017
2. Senin, 28 Mei 2018 A1 A1B1 B1 A1
3. Kamis, 1 Juni 2018 B2 B3 A6 B2 A2
4. Rabu, 6 Juni 2018 B3 A3
5. Jumat, 8 Juni 2018 B4 A4
6. Rabu, 27 Juni 2018 B5 A5
7. Jumat, 29 Juni 2018 B6

Adapun ketentuan praktikum sebagai berikut:


1. Satu kelas dibagi menjadi 2 golongan (A dan B) yang melaksanakan satu tema praktikum yang sama.
2. Setiap golongan dibagi menjadi 6 kelompok.
3. Setiap kelompok harap menyiapkan alat berikut setiap praktikum:
a. Pipet tetes panjang 2 buah
b. Pipet tetes pendek 2 buah
c. Aluminium foil
d. Kertas perkamen/kertas coklat
e. Serbet bersih 2 buah
f. Tisu
4. Setiap kelompok mendapatkan jatah untuk piket.
5. Kelompok piket bertugas untuk:
a. Menyiapkan perlengkapan semua kelompok pada satu golongan praktikum dalam loker yang telah disediakan
b. Perlengkapan yang dipersiapkan meliputi: alat yang dipersiapkan tiap kelompok (butir 3), dan APD sejumlah anggota kelompok
(masker, sarung tangan, penutup kepala)
c. Untuk ketertiban pelaksanaan praktikum, kelompok piket melaksanakan tugasnya satu hari sebelum praktikum dimulai

7
FORMAT LAPORAN SEMENTARA (1 Kelompok 1 Laporan)

Nama Praktikum :
Hari/Tanggal :
Kelompok :
Nama Praktikan : 1. NIM
2. NIM
3. NIM
4. NIM
5. NIM

A. TUJUAN

B. DASAR TEORI

C. PROSEDUR KERJA

D. HASIL

ACC

(NAMA ASISTEN/DOSEN)

8
FORMAT LAPORAN AKHIR (1 Mahasiswa 1 Laporan, lampirkan pula laporan
sementara dan dokumen pembuatan sediaan steril)
(Sediaan dikumpulkan bersama kemasan sekunder, 1 kelompok 1 sediaan)

Nama Praktikum :
Hari/Tanggal Praktikum :
Nama Mahasiswa :
Kelompok :
Dosen Penanggung jawab :
Nama Asisten Mahasiswa :

A. TUJUAN PRAKTIKUM

B. DASAR TEORI

C. ALAT DAN BAHAN

D. PROSEDUR KERJA

E. HASIL

F. ANALISIS HASIL

G. PEMBAHASAN

H. KESIMPULAN

I. DAFTAR PUSTAKA

Semarang, ...... Mei 2018


Praktikan

(NAMA MAHASISWA)

9
Dokumen R&D

PRAFORMULASI
I.1 TINJAUAN FARMAKOLOGI BAHAN OBAT
 Pemerian

 Farmakokinetika

 Efek samping

 Kontraindikasi

 Indikasi

I.2 TINJAUAN SIFAT FISIKOKIMIA BAHAN OBAT


 Struktur & berat molekul

 Kelarutan

 Stabilitas

 Titik lebur

 Inkompatibilitas

10
I.3 BENTUK SEDIAAN, DOSIS, DAN CARA PEMBERIAN

FORMULASI
Bentuk dan volume sediaan yang dibuat :

II.1 PERMASALAHAN

II.2 PENCEGAHAN MASALAH

11
II.3 MACAM-MACAM FORMULASI

II.4 FORMULASI YANG DIRENCANAKAN (termasuk perhitungan


penimbangan)

12
II.5 BROSUR DAN ETIKET

Bagian R&D,

( ________________________ )

13
Dokumen Produksi

III.1 PENIMBANGAN BAHAN


Nama bahan Jumlah yang Jumlah yang Ditimbang oleh Diperiksa oleh
dibutuhkan ditimbang

III.2 CARA KERJA (boleh dengan skema kerja)

14
III.3 ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN DAN CARA STERILISASINYA
No Nama Alat Ukuran Jumlah Sterilisasi Suhu Waktu

III.4 BAHAN-BAHAN YANG DIGUNAKAN DAN CARA STERILISASINYA


pH
Nama Bahan Fungsi Kelarutan Cara Sterilisasi
Stabilitas

CARA STERILISASI SEDIAAN :

III.5 PROSEDUR PENGOLAHAN


No. Aktivitas IPC Diperiksa Oleh
1. Pencampuran
2. Penyaringan
3. Pengisian
4. Penutupan wadah

15
III.6 STERILISASI SEDIAAN
Spesifikasi sediaan :
Volume :
Metode sterilisasi :
Suhu :
No. Tahap Waktu (menit)
1.
2.
3.
4.
4.
5.
6.
7.
Total

Bagian Produksi,
IPC Pelaksana

( ________________________ ) ( ________________________ )

16
Dokumen QC

IV. 1 UJI _______________________________ (diisi jenis ujinya)


 Cara Kerja:

 Interpretasi Hasil :

 Persyaratan

 Hasil Uji

 Kesimpulan

Bagian QC,

( ________________________ )

17
IV. 2 UJI _______________________________ (diisi jenis ujinya)
 Cara Kerja:

 Interpretasi Hasil :

 Persyaratan

 Hasil Uji

 Kesimpulan

Bagian QC,

( ________________________ )

18
LBM I
PRAKTIKUM 1
Perbekalan Steril
 Tujuan
Mahasiswa memahami dan dapat menjelaskan jenis-jenis perbekalan steril.

 Teori
Perbekalan steril terbagi atas sediaan farmasi steril dan alat kesehatan
steril. Sediaan farmasi steril adalah sediaan farmasi yang memenuhi syarat bebas
dari mikroorganisme disamping syarat fisika dan kimia. Sedangkan pengertian
alat kesehatan steril adalah alat kesehatan yang memenuhi syarat bebas dari
mikroorganise. Pengertian alat kesehatan sendiri menurut Undang-Undang
Republik Indonesia No. 23 tahun 1992 adalah instrumen, apparatus, mesin,
implan yang mengandung obat, yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosa,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta
memulihkan kesehatan pada manusia dan atau untuk membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh.
ALAT KESEHATAN STERIL
Alat kesehatan steril meliputi alat kesehatan steril yang bersifat habis
pakai (disposable) dan alat kesehatan steril yang dapat disterilisasi ulang
(reusable). Contoh alat-alat kesehatan yang bersifat habis pakai adalah :
1. Jarum suntik ( needles)
2. Alat semprit (Spuit Syringes)
3. Cateters (iv cateters, foley cateters, stomach tube, dll)
4. Alat-alat untuk mengambil / memberikan cairan atau darah (blood
administration set, solution administration set, dll)
Sedangkan contoh alat kesehatan steril yang dapat disterilisasi ulang
(reusable) berupa alat-alat bedah seperti :
1. Pisau operasi (scalpel)
2. Gunting operasi (surgical scissors)
3. Pinset operasi (chirugische pinset)
4. Doek klem
5. Kocher
6. Pean
19
7. Kogel tang
Alat Semprit / Syringes
Alat semprit adalah alat untuk menyuntik. Alat semprit dapat terbuat
dari : gelas semuanya, gelas dan metal, plastik semuanya dan metal semuanya.
Alat semprit yang terbuat dari gelas seringkali digunakan dengan tujuan untuk
menyimpan obat dalam waktu yang agak lama karena sebagian besar obat lebih
stabil dalam gelas. Alat semprit plastik lebih banyak digunakan karena harganya
lebih murah.
Alat semprit terdiri atas dua bagian dasar yaitu silinder berskala (barrel)
dan pegangan (plunger) sebagaimana gambar I. Untuk menjaga sterilitas alat
semprit maka dalam pemakaiannya bagian ujung alat semprit tempat menempel
jarum (syringe tip) dan pegangan alat semprit (plunger) tidak boleh bersentuhan
dengan tangan.
Alat semprit terdapat dalam berbagai ukuran dari 0,5 ml hingga 60 ml.
Dalam pemakaian perlu dipilih ukuran alat semprit yang sesuai dengan
kegunaannya, sehingga dapat menjamin ketepatan ukuran. Pada bagian silinder
alat semprit biasanya terdapat garis-garis skala dengan berbagai ukuran, sebagai
contoh tiap garis pada alat semprit berukuran 10 ml mempunyai ukuran 0,2 ml ,
sedangkan pada alat semprit berukuran 30 ml tiap garis berukuran 1 ml.
Untuk mendapatkan ukuran yang akurat, maka gunakan alat semprit
dengan ukuran terkecil yang masih dapat memuat seluruh larutan yang akan
digunakan. Akurasi alat semprit adalah setengah ukuran dari garis skala yang
tertera pada silindernya. Sebagai contoh alat semprit berukuran 10 ml dengan
ukuran garis skala 0,2 ml dapat digunakan untuk mengukur dengan akurasi
hingga 0,1 ml sehingga dapat digunakan untuk mengukur volume larutan 3,1 ml
dengan tepat. Pada saat menentukan ukuran dengan alat semprit, maka garis
pada dasar piston adalah ukuran volume yang dimaksud dan bukan ujung
pistonnya.
Alat semprit dari plastik biasanya dibuat oleh pabrik dan lansung
dikemas dalam satu kemasan steril. Sterilisasi dari alat semprit dalam kemasan
dijamin oleh pabrik sepanjang kemasannya tidak rusak.
Jarum / Needles
Sebagai alat semprit, jarum suntik tersedia dalam berbagai ukuran.
Ukuran jarum ditentukan oleh dua parameter, yaitu diameter jarum dan panjang
20
jarum. Diameter jarum bervariasi antara 27 (ukuran terkecil) hingga 13 (ukuran
terbesar), sedangkan panjang jarum berkisar antara 3/8 hingga 3 ½ inchi.
Sebagaimana alat semprit, jarum dibuat oleh pabrik dan dikemas secara
steril dalam bentuk satuan. Sterilisasi jarum dijamin sepanjang kemasan
pembungus jarum tersebut tidak rusak. Dalam pemakaian, seluruh bagian jarum
tidak boleh dipegang dengan tangan. Bagian yang boleh dipegang adalah
penutup jarum dan penutup ini baru boleh dilepas apabila jarum dan alat semprit
sudah siap digunakan.

SEDIAAN FARMASI STERIL


Terdapat beberapa macam bentuk sediaan farmasi steril dilihat dari
bentuk fisik sediaan, yaitu :
1. Bentuk cair,misal : larutan steril, emulsi steril dan suspensi steril
2. Bentuksemi-padat, misal : salep mata steril
3. Bentuk padat steril, misal : serbuk kering steril
Sebagian besar bentuk sediaan farmasi steril diberikan secara parenteral.
Pengobatan secara parenteral adalah pengobatan dengan menggunakan bentuk
sediaan farmasi steril yang digunakan dengan cara diinjeksikan (disuntikkan
dibawah atau melalui satu atau beberapa lapis kulit atau membran mukosa).
Dikenal dua macam sediaan parenteral yaitu parenteral kecil / small volume
parenteral (SVP) untuk volume sampai 100 ml dan volume besar / large volume
parenteral (LVP) untuk volume di atas 100 ml.
Ada beberapa cara penggunaan sediaan parenteral, yaitu :
1. Intradermal (ID) dan intracutan (IC)
a. Obat diinjeksikan pada lapisan paling atas kulit
b. Dalam jumlah sedikit (0,1 ml)
c. Untuk test diagnostic
d. Absorpsi obat lambat
2. Subcutan (SC)
a. Obat diinjeksikan dibawah kulit
b. Dalam volume kecil
c. Respon obat lebih cepat dibanding ID / IC
3. Intramuscular (im)
a. Diinjeksikan ke dalam jaringan otot
21
b. Dalam volume 2 ml atau maksimal 5 ml
c. Absorpsi lebih cepat dari subcutan (SC)
d. Aksi bisa diperpanjang bila diberikan dalam bentuk suspensi
4. Intravena (IV)
a. Diinjeksikan dalam volume kecil / besar
b. Memberikan efek lebih cepat
c. Dapat untuk memberikan obat-obat yang mengiritasi
Masih ada lagi rute pemakaian parenteral yang lain seperti : intra arteri,
intra cardial, intra spinal , intra peritoneum dll. Pemberian obat secara parenteral
memberikan beberapa keuntungan :
1. Aksi obat biasanya lebih cepat (i.v.)
2. Untuk obat-obat yang tidak efektif bila diberikan peroral atau obat-obat
yang dirusak oleh cairan pencernaan.
3. Untuk pasien yang tidak sadar, atau tidak biasa minum obat (non-
cooperative)
4. Untuk mendapatkan efek local
5. Untuk pemberian elektrolit dan cairan bila terjadi gangguan
keseimbangan yang serius.
Disamping keuntungan yang diperoleh, juga didapat beberapa kerugian :
1. Pada umumnya pasien tidak dapat menggunakan sendiri tetapi oleh
tenaga terdidik dan terlatih.
2. Memerlukan peralatan khusus
3. Menimbulkan rasa sakit
4. Relative lebih mahal
5. Pada umumnya tidak disukai pasien
Sediaan parenteral diinjeksikan ke dalam badan menembus mekanisme
pertahanan tubuh, masuk ke dalam sirkulasi darah / jaringan tubuh. Dengan
demikian, maka sediaan yang diinjeksikan harus betul-betul memenuhi
persyaratan sediaan parenteral.

 Bahan
Alat-alat peraga perbekalan steril

22
 Prosedur
1. Mahasiswa mempelajari jenis-jenis sediaan farmasi steril yang meliputi :
a. Large volume parenteral
b. Small volume parenteral
c. Bentuk-bentuk sediaan farmasi steril lainnya
2. Mahasiswa mempelajari jenis-jenis alat kesehatan steril yang meliputi :
a. Alat steril sekali pakai (Disposible use)
b. Alat kesehatan steril yang dapat disterilisasi ulang (Reusable)

 Tugas Mahasiswa
1. Mahasiswa menunjukkan letak perbedaan dari berbagai jenis sediaan farmasi
steril
2. Mahasiswa menunjukkan letak perbedaan jenis alat kesehatan steril yang
tergolong alat kesehatan steril sekali pakai dan alat kesehatan steril yang bisa
disterilisasi ulang

ASEPTIK PERSONAL
 Tujuan
Mahasiswa mampu melaksanakan aseptik personal dalam pembuatan sediaan
steril.

 Teori
Aseptik adalah tidak adanya patogen penyebab sakit. Teknik aseptik
adalah usaha mempertahankan klien sedapat mungkin bebas dari
mikroorganisme. Asepsis ada 2 macam :
1. Asepsis medis
Teknik bersih, termasuk prosedur yang digunakan untuk mencegah
penyebaran mikroorganisme.
ex: mencuci tangan, mengganti linen tempat tidur, dan menggunakan cangkir
untuk obat.
2. Asepsis bedah
Teknik steril, termasuk prosedur yang digunakan untuk membunuh
mikroorganisme dari suatu daerah.
Prinsip-prinsip tindakan asepsis yang umum :
23
1. Semua benda yang menyentuh kulit yang merekah atau dimasukkan ke
dalam kulit untuk menyuntikkan sesuatu ke dalam tubuh, atau yang
dimasukkan ke dalam rongga badan yang dianggap steril, haruslah steril.
2. Jangan sekali-kali menjauhi atau membelakangi tempat yang steril.
3. Peganglah objek-objek yang steril, setinggi atas pinggang dengan
demikian objek-objek itu selalu akan terlihat jelas dan ini mencegah
terjadinya kontaminasi diluar pengawasan.
4. Hindari berbicara, batuk, bersin atau menjangkau suatu objek yang steril
5. Jangan sampai menumpahkan larutan apapun pada kain atau kertas yang
sudah steril.
6. Bukalah bungkusan yang steril sedemikian rupa, sehingga ujung
pembungkusnya tidak mengarah pada si petugas.
7. Objek yang steril menjadi tercemar, jika bersentuhan dengan objek yang
tidak steril.
8. Cairan mengalir menurut arah daya tarik bumi, jika forcep dipegang
sehingga cairan desinfektan menyentuh bagian yang steril, maka forcep itu
sudah tercemar.

 Alat
APD yang digunakan pada produksi sediaan steril

 Tugas Mahasiswa
1. Buatlah prosedur melakukan cuci tangan dengan benar!
2. Buatlah prosedur memakai perlengkapan kerja dengan benar!
3. Buatlah prosedur melakukan penyiapan alat dan bahan dengan benar!
Tugas dikumpulkan pada saat pelaksanaan pre test

24
LBM I
PRAKTIKUM 2
CSSD (Kunjungan)
 Tujuan
1. Mahasiswa memahami tugas, pokok, fungsi, dan kedudukan CSSD di rumah
sakit.
2. Mahasiswa memahami tata kelola proses sterilisasi di CSSD.
3. Mahasiswa memahami cara penyimpanan dan distribusi peralatan steril di
rumah sakit.

 Teori
CSSD merupakan singkatan dari “Central Sterile and Supplies Department”,
dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan “Instalasi Sterilisasi Sentral”. Kegiatan
utama dari instalasi sterilisasi sentral ini adalah : sterilisasi, menyimpan dan
mendistribusikan pembalut, jarum suntik, barang-barang karet (sarung tangan, kateter,
tabung), instrumen, set dalam nampan, paket linen steril dan lain-lain. Di instalasi
sterilisasi sentral, proses pembersihan, disinfeksi, pengemasan, sterilisasi, penyimpanan
dan pendistribusiannya dilakukan oleh petugas khusus yang terlatih. Hal ini untuk
memastikan kontrol yang lebih baik dan hasil yang dapat diandalkan dan berkurangnya
risiko akibat infeksi.
Sasaran dari instalasi sterilisasi sentral adalah :
1. proses mensterilisasi peralatan dan bahan di bawah kondisi terkontrol oleh tenaga
yang terlatih dan berpengalaman sehingga ikut berpartisipasi dalam mengontrol
lingkungan rumah sakit secara keseluruhan;
2. dampak ekonomi yang lebih besar dengan menjaga dan mengoperasikan peralatan
proses yang mahal dalam satu area terpusat;
3. tercapainya keseragaman yang lebih besar sesuai standar teknik operasi; dan
4. memperoleh tingkat efisiensi yang lebih tinggi dalam operasi oleh personil terlatih
dengan prosedur proses yang tepat.

 Prosedur
1. Dalam satu kelompok praktikum akan dibagi menjadi 2 kunjungan
2. Sub kelompok pertama akan fokus mempelajari manajemen CSSD meliputi:
a. Filosofi CSSD
b. Tugas pokok, fungsi, dan kedudukan CSSD di rumah sakit

25
c. Struktur organisasi dalam CSSD beserta tugasnya
d. Syarat Bangunan CSSD
e. Fasilitas dan prasarana dasar CSSD
3. Sub kelompok kedua akan fokus mempelajari operasional prosedur dalam
CSSD sesuai fungsinya meliputi:
a. menerima dan memilah bahan-bahan kotor yang digunakan di rumah sakit;
b. menentukan apakah barang-barang tersebut akan digunakan kembali atau
dibuang;
c. melaksanakan proses dekontaminasi atau disinfeksi sebelum disterilisasi;
d. melaksanakan pembersihan khusus dari peralatan dan bahan-bahan;
e. memeriksa dan menguji instrumen, peralatan dan linen;
f. merakit kembali instrumen set, mengemas linen dan lain-lain.
g. mengemas semua bahan-bahan untuk sterilisasi;
h. sterilisasi;
i. memberikan label dan tanggal pada bahan;
j. menyimpan dan mengontrol persediaan; dan
k. mengeluarkan dan mendistribusikan.
4. Data dari masing-masing sub kelompok digabung untuk dilaporkan dalam
laporan akhir mahasiswa.

 Tugas Mahasiswa
1. Mahasiswa melakukan kunjungan ke Instalasi Sterilisasi Sentral RSI Sultan
Agung dan mencari informasi sesuai dengan pembagian sub kelompoknya.

26
LBM 2
PRAKTIKUM 1
Sterilisasi Alat
 Tujuan
1. Mahasiswa mampu melakukan cara sterilisasi panas basah dan panas kering.
2. Mahasiswa mampu melakukan cara sterilisasi alat.
 Teori
Peralatan dan alat bantu untuk produksi hendaklah dibersihkan,
disimpan, dan bila perlu disanitasi dan disterilisasi untuk mencegah kontaminasi
atau sisa bahan dari proses sebelumnya yang akan memengaruhi mutu produk
termasuk produk antara di luar spesifikasi resmi atau spesifikasi lain yang telah
ditentukan. Sedapat mungkin peralatan yang digunakan untuk memproses
produk steril hendaklah dipilih supaya dapat disterilisasi secara efektif dengan
menggunakan uap, atau panas kering atau metode lain.
Pada sterilisasi menggunakan uap, uap air panas yang jenuh akan kontak
dengan mikroorganisme yang suhunya dingin kemudian supersaturasi dan
kondensasi sehingga terjadi denaturasi protein mikroorganisme. Sedangkan pada
sterilisasi dengan panas kering peristiwa yang terjadi adalah proses dehidrasi
dan oksidasi.

 Bahan
Alat-alat yang digunakan untuk produksi sediaan steril

 Prosedur
1. Pencucian Alat
a. Alat terbuat dari Gelas
i. Rendam dalam larutan tepol panas,sebaiknya semalam
ii. Sikat dengan sikap yang keras
iii. Bilas dengan air kran (panas/dingin), bagian luar dan dalam
iv. Bilas dengan aquadest bebas pirogen sebanyak 3x
b. Alat terbuat dari Aluminium
i. Didihkan dengan detergent 10 menit
ii. Bila perlu rendam dalam Na2CO3 5% selama 5 menit (tidak boleh
lebih 5 menit, sebab Al akan larut)

27
iii. Bilas dengan air panas mengalir
iv. Didihkan dalam air kran 15 menit kemudian bilas
v. Didihkan dalam Aquadest 15 menit kemudian bilas dengan
aquadest 3x
c. Alat terbuat dari Karet
i. Rendam dalam larutan NaCl 2% selama 2 hari
ii. Rendam dalam larutan tepol dan Na2CO3 0,5% selama 1 hari
iii. Didihkan 15 menit dengan larutan tersebut
iv. Diulang dengan larutan baru
v. Diulang sampai larutan jernih
vi. Rendam dalam otoklaf 110ºC – 20 menit (1x atau 2x) sampai air
rendaman jernih
vii. Bilas dengan Spiritus dil-air sama banyak, sampai jernih
viii. Masukkan kantong kering dan disterilkan dengan otoklaf
ix. Catatan : Karet dengan kualitas baik tidak memerlukan
langkah i dan ii
2. Pengeringan Alat
a. Keringkan dalam keadaan terbalik pada oven dengan suhu 100 – 105º C
selama 10 menit
b. Bisa ditutup dengan kertas tembus uap air
c. Wadah kecil harus kering betul
d. Periksa : bila ada noda bekas cuci
e. Bila rusak/retak : buang
3. Pembungkusan Alat
Alat yang kering dibungkus dengan kertas tembus uap air untuk alat yang
akan disterilkan dengan autoklaf dan aluminium foil untuk alat yang akan
disterilkan dengan oven. Masing-masing alat dibungkus sebanyak rangkap
dua. Jangan lupa tandai alat yang di bungkus pada bungkus paling luar.
4. Sterilisasi Alat
a. Sterilisai dengan Autoklaf
i. Tahap Pengusiran : mengusir udara dari ruang otoklaf
ii. Tahap Pemanasan : sampai suhu pembinasaan yang diinginkan
iii. Tahap Keseimbangan : pemerataan panas
iv. Tahap pembinasaan : pembinasaan mikroorganisme
28
v. Tahap penjaminan : 50% dari waktu keseimbangan
vi. Tahap Jatuh : sampai uap habis
vii. Tahap pendinginan : Otoklaf sampai dengan suhu 80ºC
b. Sterilisasi dengan Oven
Sama seperti tahapan sterilisasi dengan autoklaf tanpa tahap pengusiran
dan tahap jatuh. Sedangkan tahap pendinginan dengan oven sampai
dengan suhu 40ºC
5. Penyimpanan Alat
Setelah disterilkan, tanpa membuka bungkus, alat disimpan dalam satu
wadah dan diletakkan pada rak sesuai kelompok masing-masing.

 Tugas Mahasiswa
Mahasiswa melakukan sterilisasi terhadap alat yang diberikan menggunakan
metode panas basah dan panas kering dan melaporkan waktu yang dibutuhkan
pada setiap tahap sterilisasi.

29
LBM 2 PRAKTIKUM 2
IV-Admixture
 Tujuan
Mahasiswa mampu melakukan pencampuran sediaan iv secara aseptik.
 Teori
IV admixture adalah suatu larutan steril yang dimaksudkan untuk
penggunaan parenteral yang dibuat dengan cara mencampurkan satu atau lebih
produk parenteral ke dalam satu wadah. Pada saat ini program IV admixture
makin banyak digunakan. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh melalui
program IV admixture adalah bahan obat/bahan aditif yang ditambahkan atau
dicampurkan ke dalam wadah larutan infus standar dapat berfungsi ganda
sekaligus, yaitu larutan infus sebagai pemelihara atau penjaga keseimbangan
cairan tubuh dan obat yang terkandung di dalamnya diharapkan dapat
mempertahankan kadar terapeutik obat dalam plasma. Keuntungan lainnya pada
pemberian banyak obat (multiple drug therapy), cara ini dianggap alternatif yang
paling baik mengingat terbatasnya vena yang tersedia. Dengan demikian selain
praktis juga lebih convenience bagi penderita.
Adapun kerugian yang bisa ditimbulkan pada pemberian obat melalui
program IV admixture adalah kemungkinan timbulnya interaksi in vitro serta
tercemarnya sediaan IV admixture oleh mikroorganisme apabila pencampuran
dilakukan secara sembarangan.
Karena diberikan secara intravena, maka sediaan IV admixture harus
memenuhi kriteria bebas pyrogen, partikel asing dan terjamin sterilitasnya.
Sehingga untuk mendapatkan sediaan yang memenuhi kriteria tersebut, maka
perlu diketahui komponen-komponen yang diperlukan dalam preparation IV
admixture :
1. Penyiapan ruangan
Ruangan yang dipersyaratkan untuk melakukan suatu pencampuran
sediaan steril adalah ruangan clean room. Ukuran ruangan clean room
bervariasi tergantung dari jumlah produk yang dihasulkan, jumlah karyawan
yang melakukan pencampuran sediaan steril serta peralatan yang digunakan
untuk pencampuran tersebut. Beberapa persyaratan yang diperlukan untuk
ruangan pada pencampuran sediaan steril adalah :

30
a. Lantai dan dinding dengan lapisan vinyl atau epoxy sehingga mudah
dibersihkan.
b. Terdapat fasilitas cuci tangan.
c. Tersedia alat Laminar Air Flow baik horisontal atau vertikal atau
keduanya.
d. Refrigerator (pendingin).
e. Tersedia alat-alat yang diperlukan dalam pencampuran sediaan steril
seperti: jarum, syringes, alkohol, sarung tangan, masker dan baju steril,
wadah-wadah yang bersifat disposable, small atau large volume
parenteral untuk pelarut.
f. Cahaya ruangan yang cukup.
g. Mempunyai tekanan udara positif.
h. Merupakan ruangan yang terpisah di mana lalu lintas dengan petugas
seminimal mungkin.
i. Larangan merokok, makan di ruang clean room.
j. Dan beberapa aspek lain yang perlu diperhatikan sebagaimana
persyaratan yang diperlukan untuk daerah steril seperti adanya pintu
locker, sistem aliran udara, dan lain-lain.
2. Kebijakan dan prosedur
Meliputi prosedur pencampuran sediaan steril, pemasangan label pada
sediaan IV admixture, penyimpanan dan penentuan waktu kadaluwarsa
sediaan parenteral.
a. Prosedur pencampuran sediaan steril secara aseptik
Yang dimaksud dengan teknik aseptik adalah petugas
menyiapkan IV admixture dalam ruangan clean room di bawah alat
laminar atau vertical air flow sehingga mencegah tercemarnya sediaan
dari mikroorganisme.
b. Pemasangan label pada sediaan IV admixture
Pemberian label pada sediaan IV admixture sangat penting,
karena adanya penambahan bahan aktif yang ditambahkan pada
sediaan infus. Tiap wadah sediaan IV admixture harus diberi label
yang mencantumkan :
i. Nama pasien, nomor registrasi dan nomor ruangan
ii. Nomor urut botol
31
iii. Nama dan jumlah obat yang ditambahkan
iv. Nama dan volume larutan infus yang digunakan
v. Volume akhir larutan (untuk kemoterapi admixture)
vi. Kecepatan pemberian (ml/jam) infus
vii. Tanggal dan waktu pemberian kepada pasien
viii. Waktu kadaluwarsa
ix. Tanda tangan petugas yang menyiapkan
x. Tambahan keterangan seperti cara penyimpanan dan lain-lain
c. Penyimpanan dan penentuan waktu kadaluwarsa
Penyimpanan dan penentuan waktu kadaluwarsa pada sediaan
IV admixture perlu diperhatikan karena kaitannnya dengan sifat
stabilitas obat dan terjadinya inkompatibilitas larutan yang
kemungkinan dapat terjadi.
Stabilitas bahan aktif dalam sediaan parenteral dapat
dipengaruhi oleh wadah, kondisi lingkungan seperti temperatur dan
cahaya, pelarut yang digunakan serta obat lain yang dicampurkan
secara bersamaan dalam larutan infus tersebut, sehingga waktu
kadaluwarsa bahan aktif dalam sediaan parenteral perlu ditetapkan
dengan benar. Walaupun kebanyakan sediaan parenteral cukup stabil
selama beberapa hari atau beberapa minggu, namun jangka waktu
sterilitasnya perlu mendapat perhatian karena mungkin tidak akan
bertahan selama itu.
Peristiwa inkompatibilitas dapat terjadi dalam proses
pencampuran bahan aktif ke dalam sediaan infus. Inkompatibilitas
dikategorikan ke dalam inkompatibilitas fisika, kimia dan
farmakologi. Inkompatibilitas fisika menghasilkan perubahan-
perubahan yang nampak seperti timbulnya endapan dan perubahan
warna. Inkompatibilitas kimia biasanya menghasilkan suatu senyawa
yang inaktif. Sedangkan inkompatibilitas terapetik terjadi karena
interaksi antara obat-obat atau antara obat penyakit yang
menyebabkan efek potensiasi obat sehingga dapat berdampak
terhadap terjadinya efek toksisitas atau sebaliknya terjadi efek
subterapetik.

32
 Bahan
1. Injeksi Aminofilin dengan kekuatan 24 mg/mL
2. Infus Dekstrosa 5%, 500 ml

 Skenario
Seorang anak usia 1,5 tahun (laki-laki, 12 kg) menderita asma akut dan masuk
rumah sakit. Dokter memutuskan memberikan infus aminofilin dengan dosis 1
mg/kg/jam selama 10 jam pertama sambil terus dipantau. Adapun tetesan yang
digunakan sebesar 60 tetes mikro/menit. Saudara sebagai farmasis klinis
diharapkan untuk menyiapkan sediaan tersebut.

 Tugas Mahasiswa
1. Buatlah prosedur pembuatan sediaan aminofilin yang dimaksud! Hitunglah
berapa infus yang harus disediakan!
2. Apa saja yang harus dievaluasi pada produk di atas?
3. Buatlah kemasan dan etiket dari produk yang telah dibuat!
Tugas dikumpulkan pada saat pelaksanaan pre test

33
LBM 3 PRAKTIKUM 1
FORMULASI DAN PRODUKSI SEDIAAN AMPUL
 Tujuan
Mahasiswa mampu melakukan setiap tahapan (R&D, produksi, dan QC)
pembuatan sediaan ampul.

 Teori
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau
serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum
digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau
melalui kulit atau selaput lender (Farmakope Indonesia III). Injeksi volume kecil
adalah injeksi yang dikemas dalam wadah bertanda volume 100 ml atau kurang
(Farmakope Indonesia IV).
Syarat-syarat obat suntik:
a. Aman. Tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau efek toksik. Pelarut
dan bahan penolong harus dicoba pada hewan dulu, untuk meyakinkan
keamanan pemakaian bagi manusia.
b. Harus jernih, tidak ada partikel padat, kecuali yang berbentuk suspensi.
c. Tidak berwarna, kecuali bila obatnya memang berwarna.
d. Sedapat mungkin isohidris, agar tidak terasa sakit dan penyerapan obat
dapat optimal. Isohidris artinya mempunyai pH yang sama dengan darah
dan cairan tubuh lain, yaitu pH = 7,4.
e. Sedapat mungkin isotonis agar tidak terasa sakit. Isotonis artinya
mempunyai tekanan osmosis yang sama dengan darah dan cairan tubuh
yang lain. Tekanan osmosis cairan-cairan tubuh seperti darah, air mata,
cairan lumbal, sama dengan tekanan osmosis arutan NaCl 0,9%.
f. Harus steril. Suatu bahan adalah steril bila sama sekali bebas dari
mikroorganisme hidup yang patogen maupun tidak, baik dalam bentuk
vegetatif maupun dalam bentuk tidak vegetatif ( spora ).
g. Bebas pirogen. Pirogen adalah senyawa kompleks polisakarida dimana
mengandung radikal yang ada unsur N, P. Selama radikal masih terikat,
selama itu masih dapat menimbulkan demam. Sumber utama pirogen
adalah aquades yang akan dipakai karena telah dibierkan dalam waktu
lama, dan telah terdapat kontaminasi bakteri dari udara yang tumbuh dan
34
mengeluarkan pirogen. Cara menghilangkan pirogen adalah larutan
injeksi digojok dengan penambahan 0,1% Karbo adsorben selama 5-10
menit.

 Bahan
Vitamin C

 Tugas Mahasiswa
Buatlah produksi sediaan bentuk ampul dengan bahan aktif vitamin C mulai dari
rancangan formulasi (R&D), produksi hingga evaluasi sediaan (QC)!

35
FORMULASI DAN PRODUKSI SEDIAAN AMPUL DAN INFUS

 Tujuan
Mahasiswa mampu melakukan setiap tahapan (R&D, produksi, dan QC)
pembuatan sediaan infus.

 Teori
Infus adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi bebas pirogen dan
sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah, disuntikkan langsung kedalam
vena dalam volume relative banyak. Emulsi dibuat dengan air sebagai fase luar.
Diameter fase dalam tidak lebih dari 5 µm. Kecuali dinyatakan lain, infus
intravena tidak diperbolehkan mengandung bakterisida dan zat dapar. Larutan
untuk infus intravena harus jernih dan praktis bebas partikel. Emulsi untuk
intravena setelah dikocok harus homogen dan tidak menunjukkan pemisahan
fase (Farmakope Indonesia III ).
Keuntungan pemberian infus intravena adalah menghasilkan kerja obat
yang cepat dibandingkan cara-cara pemberian lain dan tidak menyebabkan
masalah terhadap absorbsi obat. Sedangkan kerugiannya yaitu obat yang
diberikan sekali lewat intravena maka obat tidak dapat dikeluarkan dari sirkulasi
seperti dapat dilakukan untuk obat bila diberikan per oral, misalnya dengan cara
dimuntahkan. Pada umumnya cairan infus intravena digunakan untuk pengganti
cairan tubuh dan memberikan nutrisi tambahan, untuk mempertahankan fungsi
normal tubuh pasien rawat inap yang membutuhkan asupan kalori yang cukup
selama masa penyembuhan atau setelah operasi. Selain itu ada pula kegunaan
lainnya yakni sebagai pembawa obat-obat lain.
Cairan infus intravena dikemas dalam bentuk dosis tunggal, dalam wadah
plastik atau gelas, steril, bebas pirogen serta bebas partikel-partikel lain. Oleh
karena volumenya yang besar, pengawet tidak pernah digunakan dalam infus
intravena untuk menghindari toksisitas yang mungkin disebabkan oleh pengawet
itu sendiri.
Walaupun cairan infus intravena yang diinginkan adalah larutan yang
isotonis untuk meminimalisasi trauma pada pembuluh darah, namun cairan

36
hipotonis maupun hipertonis dapat digunakan. Untuk meminimalisasi iritasi
pembuluh darah, larutan hipertonis diberikan dalam kecepatan yang lambat.
Persyaratan sediaan infus :
1. Sesuai kandungan bahan obat yang dinyatakan di dalam etiket dan yang
ada dalam sediaan. Hal ini perlu diperhatikan karena terjadi pengurangan
efek selama penyimpanan akibat perusakan obat secara kimia.
2. Penggunaan wadah yang cocok, yang tidak hanya memungkinkan sediaan
tetap steril tetapi juga mencegah terjadinya interaksi bahan obat dengan
material dinding wadah.
3. Tersatukan tanpa terjadi reaksi. untuk itu, beberapa faktor yang paling
banyak menentukan adalah:
a) bebas kuman
b) bebas pirogen
c) tonisitas
d) isohidris
e) bebas bahan melayang

 Bahan
Glukosa

 Tugas Mahasiswa
Buatlah produksi sediaan steril infus glukosa mulai dari rancangan formulasi
(R&D), produksi hingga evaluasi sediaan (QC)!

37
LBM 3 PRAKTIKUM 2
FORMULASI DAN PRODUKSI SEDIAAN TETES MATA

 Tujuan
Mahasiswa mampu melakukan setiap tahapan (R&D, produksi, dan QC)
pembuatan sediaan mata.
 Teori
Yang dimaksud sebagai sediaan mata (opthalmetic preparation) adalah
tetes mata, salep mata, pencuci mata dan beberapa bentuk pemakaian yang
khusus misalnya bentuk depo, yang ditentukan untuk digunakan pada mata sehat
atau terluka. Obat mata digunakan untuk menghasilkan efek diagnostik dan
terapetik lokal, serta untuk merealisasikan kerja farmakologis, yang terjadi
setelah berlangsungnya penetrasi bahan obat dalam jaringan yang umumnya
terdapat disekitar mata. Pada umumnya sediaan mata bersifat isotonis dan
isohidris.
Mata merupakan organ yang paling peka dari manusia. Oleh karena itu
sediaan obat mata dipersyaratkan kualitas yang lebih tinggi yakni tersatukan
secara fisiologis agar bebas rasa nyeri/tidak mengiritasi, dan steril. Untuk
membuat sediaan yang tersatukan, maka faktor-faktor berikut hendaknya
diperhatikan :
 Steril
Sediaan tetes mata dipersyaratkan sebagai sediaan yang steril,
dikarenakan pada penggunaannya terjadi kontak langsung dengan bola mata,
sehingga adanya kontaminan berupa mikroorganisme dapat menyebabkan
gangguan fungsi mata bahkan dapat menyebabkan kebutaan, misalnya
adanya kontaminan Pseudomonas aeruginosa pada sediaan. Selain itu,
dipersyaratkan pula bahwa sediaan tetes mata harus bebas partikel asing.
Adanya partikel asing dalam sediaan ini dapat menyebabkan iritasi pada
mata.
Karena pada umumnya stabilitas terhadap panas dari bahan obat
untuk sediaan mata tidak diketahui, maka larutan paling sesuai disterilkan
dengan cara filtrasi. Oleh karena itu, sediaan dibuat dibawah Laminar Air
Flow Cabinet ( LAFC), untuk meminimalisir kontaminan pada sediaan dan

38
dilakukan sterilisasi filtrasi pada sediaan sebelum dimasukkan dalam botol
tetes.
Sterilisasi filtrasi dilakukan dengan menyaring sediaan dengan
menggunakan membran berdiameter tertentu sesuai ukuran mikroorganisme
yang ingin dipisahkan. Untuk memudahkan penyaringan membran tersebut
diletakkan dalam suatu filter holder. Jadi, sediaan yang telah melalui proses
klarifikasi, diambil sejumlah tertentu ( 5 ml) dengan spuit injeksi, setelah itu
jarum spuit diganti dengan filter holder, selanjutnya sediaan didorong
melewati membran dalam filter holder langsung masuk dalam botol tetes.
Pada saat melakukan filtrasi terjadi pemakaian tekanan sehingga
mungkin terjadi kebocoran. Untuk mengetahui ada tidaknya kebocoran filter
holder dilakukan uji Bubble Point Test. Uji tekanan titik gelembung ini
dilakukan untuk mengetahui integritas dari pasangan penyaring dan
dilakukan sebelum dan atau sesudah proses penyaringan
 Kejernihan (bebas bahan melayang) untuk menghindari rangsangan akibat
bahan padat.
 Pengawetan
Pengawet yang sering digunakan adalah thiomersal (0.002%), garam
fenil merkuri (0,002%), garam alkonium dan garam benzalkonium (0,002-
0,01%), dalam kombinasinya dengan natrium edetat (0,1%), klorheksidin
(0,005-0,01%), klorbutanol (0,5%), dan benzilalkohol (0,5-1%).
Obat tetes mata yang tidak perlu diberi pengawet antara lain sediaan
yang digunakan pada mata luka atau untuk tujuan pembedahan, dan sediaan
yang dapat dibuat sebagai obat bertakaran tunggal.
 Tonisitas
Sediaan tetes mata sebaiknya dibuat mendekati isotonis agar dapat
diterima tanpa rasa nyeri dan tidak dapat menyebabkan keluarnya air mata,
yang dapat mencuci keluar bahan obatnya. Untuk membuat larutan
mendekati isotonis, dapat digunakan medium isotonis atau sedikit hipotonis,
umumnya digunakan natrium-klorida (0,7-0,9%) atau asam borat (1,5-
1,9%) steril.

39
 Pendaparan
Mirip seperti darah, cairan mata menunjukan kapasitas dapar
tertentu. Yang sedikit lebih rendah oleh karena system yang terdapat pada
darah seperti asam karbonat, plasma, protein amfoter dan fosfat primer –
sekunder juga dimiliki mata, kecuali system – hemoglobin – oksi
hemoglobin. Harga pH mata juga seperti darah 7,4 akan tetapi hilangnya
karbondioksida dapat meningkatkan harga pH sampai 8 – 9. Pada
pemakaian tetes biasa yang tanpa rasa nyeri adalah larutan dengan harga pH
7,3 – 9s6,7, namun demikian daerah pH dari 5,5 – 11,4 masih dapat
diterima oleh mata. Tetes mata didapar atas dasar beberapa alasan yang
sangat berbeda. Misalnya untuk memperbaiki daya tahan (penisilina), untuk
mengoptimasikan kerja (misalnya oksitetrasiklin) atau untuk mencapai
kelarutan yang memuaskan (misalnya kloromfenikol). Pengaturan larutan
pada kondisi isohidri (pH = 7,4) adalah sangat berguna untuk mencapai rasa
bebas nyeri yang sempurna, meskipun hal ini sangat sulit direalisasikan
karena kelarutan dan stabilitas bahan obat serta sebagian bahan pembantu
termasuk efek optimum disamping aspek fisiologis (tersatukan) juga turut
berpengaruh.
Aspek-aspek tersebut sangat jarang dalam kondisi optimal pada
harga pH fisiologis. Harga pH yang tepat yang dimiliki larutan, merupakan
harga kompromis antara faktor-faktor yang telah disebutkan tadi. Harga itu
disebut sebagai harga euhidris misalnya garam alkaloida yang umumnya
dipakai sebagai tetes mata memiliki stabilitas maksimal dalam daerah pH 2
– 4 yang jelas sangat tidak fisiologis. Hal yang sama terjadi pada anestetikal
lokal untuk terapi mata (stabilitas maksimumnya pada harga pH 2,3 -5,4).
Namun yang terakhir ini dengan menaiknya harga pH menunjukan
peningkatan efektifitas atas dasar membaiknya penetrasi pada kornea.
Dengan mempertimbangkan keseimbangan fisiologisnya, larutan ini
dieuhidritkan sampai pada harga pH 5, 5 – 6,5.
Jika harga pH yang ditetapkan atas dasar stabilitas berada diluar
daerah yang dapat diterima secara fisiologis, diwajibkan untuk
menambahkan dapar dan melakukan pengaturan pH melalui penambahan
asam atau basa. Larutan yang dibuat seperti itu praktis tidak menunjukan
kapasitas dapar sehingga oleh cairan air mata lebih mudah diseimbangkan
40
pada harga fisiologis dari pada larutan yang didapar. Antara isotonis dan
euhidri terdapat kaitan yang terbatas dalam hal tersatukannya secara
fisiologis. Yakni jika satu larutan mendekati kondisi isotonis, meskipun
tidak berada pada harga pH yang cocok masih dapat tersatukan tanpa rasa
nyeri.
 Viskositas dan aktivitas permukaan
Tetes mata dalam air mempunyai kerugian, oleh karena mereka
dapat ditekan keluar dari saluran konjunktival oleh gerakan pelupuk mata.
Oleh karena itu waktu kontaknya pada mata menurun. Melalui peningkatan
viskositas dapat dicapai distribusi bahan aktif yang lebih baik didalam
cairan dan waktu kontak yang lebih panjang. Lagi pula sediaan tersebut
memiliki sifat lunak dan licin sehingga dapat mengurangi rasa nyeri. Oleh
karena itu sediaan ini sering dipakai pada pengobatan keratokonjunktifitis.
Sebagai peningkat viskositas digunakan metil selulosa dan
polivinilpiroridon (PVP).

 Bahan
Kloramfenikol

 Tugas Mahasiswa
Buatlah produksi sediaan tetes mata dengan bahan aktif kloramfenikol mulai
dari rancangan formulasi (R&D), produksi hingga evaluasi sediaan (QC)!

41

Anda mungkin juga menyukai