Anda di halaman 1dari 19

Jurnal InFestasi

Vol. 11, No.2, Desember 2015


Hal. 118 - 136

PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI


DAERAH DENGAN ALOKASI BELANJA MODAL SEBAGAI VARIABEL INTERVENING
(Studi pada Pemerintah Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta)

Kurni Adi Suwandi


Afrizal Tahar
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Abstract

This study aims to to test empirically the influence of the financial performance of the
local government which measured by the ratio of fiscal decentralization degrees, fiscal
dependence, financial independence, the effectiveness of local revenue (PAD), and the
degree of the contribution of BUMD to the ratio allocation capital expenditure. The
population of this research is all local governments districts/city in D.I.Yogyakarta year
2003-2012. The result of this research shows thatthe ratio of degrees fiscal
decentralization and fiscal dependence have a negative influence on the allocation of
capital expenditure, the ratio of the effectiveness of local revenue (PAD) have a positive
influence on the allocation of capital expenditure, and the ratio of the contribution of
BUMD degrees does not affect the allocation of capital expenditure. The allocation of
capital expenditure have a positive influence on the growth of regional economic. The
allocation of capital expenditure cannot mediate the affect between the ratio of fiscal
decentralization degrees, the effectiveness of local revenue (PAD), and the degree of the
contribution of bumd on the growth of regional economic. But the allocation of capital
expenditure can mediate the affect between fiscal dependence on the growth of regional
economic.

Keywords :Degrees Fiscal Decentralization, Fiscal Dependence, Financial Independence,


The Effectiveness of Local Revenue, The Contribution of BUMD Degrees, The
Allocation of Capital Expenditure, and Regional Economic Growth.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh kinerja keuangan
pemerintah daerah yang diukur dengan rasio derajat desentralisasi fiskal,
ketergantungan fiskal, kemandirian finansial, efektivitas pendapatan asli daerah
(PAD), dan tingkat kontribusi BUMD terhadap belanja modal alokasi rasio. Populasi
penelitian ini adalah seluruh pemerintah daerah kabupaten / kota di D.I. Yogyakarta
tahun 2003-2012. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasio derajat
desentralisasi fiskal dan ketergantungan fiskal memiliki pengaruh negatif pada
alokasi belanja modal, rasio efektivitas pendapatan asli daerah (PAD) memiliki
pengaruh positif pada alokasi belanja modal, dan rasio kontribusi BUMD derajat tidak
mempengaruhi alokasi belanja modal. Alokasi belanja belanja modal memiliki
pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Belanja modal daerah tidak
memiliki efek memediasi atas hubungan rasio derajat desentralisasi fiskal, efektivitas
pendapatan asli daerah (PAD), dan tingkat kontribusi BUMD terhadap pertumbuhan
ekonomi daerah. Namun alokasi belanja modal dapat memediasi hubungan antara
ketergantungan fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi regional.

Kata kunci: Derajat Desentralisasi Fiskal, Ketergantungan Fiskal, Keuangan


Kemerdekaan, Efektifitas Pendapatan Daerah, Kontribusi BUMD
Degrees, Alokasi Belanja Modal, dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah.

118
119

Kurni Adi Suwandi, Afrizal Tahar Jurnal InFestasi Vol.11, No.2, Desember 2015

PENDAHULUAN analisis rasio keuangan pemerintah


daerah. Pengukuran kinerja pemerintah
Krisis ekonomi yang terjadi pada awal daerah dapat dijadikan sebagai penilaian
tahun 1996 dan puncaknya pada tahun akuntabilitas dan kemampuan suatu
1997 mendorong pemerintah pusat daerah penyelenggara otonomi daerah.
mendelegasikan sebagian wewenang Dengan demikian maka suatu daerah
untuk pengelolaan keuangan kepada yang kinerja keuangannya dinyatakan
daerah sehingga diharapkan daerah baik berarti daerah tersebut memiliki
dapat membiayai pembangunan dan kemampuan keuangan untuk membiayai
pelayanan atas dasar keuangan sendiri pelaksanaan otonomi daerah (Sularso
(Azhar, 2008). Otonomi daerah dan Restianto, 2011).
merupakan kebijakan yang diambil oleh Pengelolaan keuangan yang harus
pemerintah pusat agar pemerintah dilakukan sendiri oleh pemerintah
daerah dapat mengelola daerah menuntut adanya kemandirian
pemerintahannya sendiri tanpa campur daerah dalam menggali menggali potensi
tangan dari pemerintah pusat (Fitriyanti lokal dan meningkatkan kinerja
dan Pratolo, 2009). Otonomi daerah keuangannya. Kemandirian daerah ini
diberlakukan dengan diterbitkannya UU dicerminkan dengan kemampuan daerah
No. 22 dan 25 tahun 1999 kemudian menghasilkan penerimaan pendapatan
direvisi melalui UU No. 32 tahun 2004 yang diperoleh daerah yang berasal dari
tentang Pemerintahan Daerah. Dengan potensi-potensi ekonomi daerah atau
demikian, pemerintah daerah diharapkan yang disebut juga pendapatan asli
dapat mengelola sumber daya yang daerah (Rusydi, 2010). PAD dapat
dimilikinya dan melaksanakan tata dialokasikan untuk kegiatan publik yang
kelola pemerintahan yang baik sehingga merupakan salah satu harapan
akan berdampak pada pelayanan yang masyarakat kepada pemerintah di era
diberikan kepada masyarakat (Handra desentralisasi fiskal ini (Kawa, 2011).
dan Maryati, 2009). Pemerintah daerah Namun, kenyataannya tidak semua
mempunyai hak dan wewenang yang luas daerah mampu untuk lepas dari
untuk menggunakan sumber-sumber pemerintah pusat, dikarenakan tingkat
keuangan yang dimilikinya sesuai kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka
dengan kebutuhan dan aspirasi pemerintah pusat tidak dapat begitu saja
masyarakat yang berkembang di daerah. lepas tangan terhadap kebijakan
Hal ini juga menegaskan bahwa daerah otonominya. Oleh karena itu, pemerintah
memiliki kewenangan untuk menentukan pusat pada akhirnya akan melakukan
alokasi sumber daya ke dalam belanja transfer dana, yang berupa dana
dengan menganut asas kepatutan, perimbangan yang ditujukan untuk
kebutuhan, dan kemampuan daerah keperluan pemerintah daerah. untuk
(Nugroho, 2010). sebagian daerah alokasi dana transfer ini
Pengelolaan keuangan daerah yang justru menjadi sumber pendapatan
baik akan berpengaruh terhadap daerahnya, sehingga kemandirian daerah
kemajuan suatu daerah. Pengelolaan sebenarnya belum sepenuhnya
keuangan daerah yang dilakukan secara terlaksana (Christy dan Adi, 2009).
ekonomis, efisien, dan efektif atau Akan tetapi otonomi daerah yang
memenuhi prinsip value for money serta saat ini sudah berjalan di tiap Kabupaten
partisipasi, transparansi, akuntabilitas dan Kota D.I. Yogjakarta tetap
dan keadilan akan dapat mendorong menimbulkan persoalan baru, karena
pertumbuhan ekonomi. Pengelolaan ternyata potensi fiskal pemerintah
keuangan daerah yang baik tidak hanya daerah yang satu dengan daerah yang
membutuhkan sumber daya manusia lainnya masih beragam. Hal ini
yang handal tetapi juga harus didukung disebabkan oleh kesiapan fiskal dari
oleh kemampuan keuangan daerah yang masing-masing daerah yang berbeda
memadai. Tingkat kemampuan suatu dalam pelaksanaan otonomi daerah
daerah dapat diukur dengan besarnya (Nordiawan, Iswahyudi, dan Maulidah,
penerimaan daerah. Upaya pemerintah 2007 dalam Kawa, 2011). Perbedaan
daerah dalam menggali kemampuan yang terjadi ini akan menghasilkan
daerah dapat diukur menggunakan pertumbuhan ekonomi yang beragam
120

Kurni Adi Suwandi, Afrizal Tahar Jurnal InFestasi Vol.11, No.2, Desember 2015

pula. Hal ini disebabkan karena dengan dan rasio keserasian berpengaruh positif
adanya peningkatan Pendapatan Asli secara signifikan terhadap pertumbuhan
Daerah (PAD), maka dana yang dimiliki ekonomi, sedangkan rasio efektivitas
oleh pemerintah daerah tersebut akan tidak berpengaruh secara signifikan
lebih tinggi, sehingga pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi.
akan berinisiatif untuk menggali potensi- Harianto dan Adi (2007), mengatakan
potensi daerah dan akhirnya akan bahwa pendapatan asli daerah
meningkatkan pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap pertumbuhan
(Harianto dan Adi, 2007). ekonomi. Kawa (2011), menyatakan
Pemberian otonomi daerah memang bahwa rasio kemandirian daerah, rasio
berpengaruh terhadap pertumbuhan efektifitas PAD, dan rasio efisiensi
ekonomi suatu daerah karena anggaran tidak berpengaruh signifikan
memberikan kebebasan kepada terhadap pertumbuhan ekonomi, rasio
pemerintah daerah untuk membuat keserasian belanja operasional dan rasio
rencana keuangannya sendiri dan keserasian belanja modal berpengaruh
membuat kebijakan-kebijakan yang positif secara signifikan terhadap
dapat berpengaruh pada kemajuan pertumbuhan ekonomi.
daerahnya. Pertumbuhan ekonomi Berdasarkan paparan di atas, maka
mendorong pmerintah daerah untuk penelitian ini bertujuan untuk menguji
melakukan pembangunan ekonomi pengaruh kinerja keuangan (rasio derajat
dengan mengelola sumber daya yang ada desentralisasi, ketergantungan
dan membentuk lapangan kerja baru keuangan, kemandirian keuangan,
yang akan mempengaruhi perkembangan efektivitas PAD, dan derajat kontribusi
kegiatan ekonomi daerah tersebut BUMD) terhadap alokasi belanja modal.
(Utomo, 2012). Namun, kenyataan yang Selain itu, penelitian ini juga akan
terjadi dalam pemerintahan saat ini menguji pengaruh alokasi belanja modal
adalah dengan adanya peningkatan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah,
pertumbuhan ekonomi daerah ternyata serta pengaruh mediasi alokasi belanja
tidak selalu diikuti dengan peningkatan modal antara kinerja keuangan terhadap
alokasi belanja modal yang dianggarkan pertumbuhan ekonomi daerah.
lebih kecil dari belanja pegawai dari total
anggaran belanja tiap tahunnya (Utomo, Desentralisasi dan Federalisme Fiskal
2012). Padahal belanja modal merupakan Secara umum, desentralisasi dapat
stimulus bagi pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai pelimpahan wewenang
daerah. Konsekuensinya, pemerintah dari pemerintah pusat ke level
perlu memberikan alokasi belanja pemerintahan yang ada di bawahnya.
modal yang lebih besar (Nugroho, 2010). Secara teoritis ada beberapa tipe
Adapun yang menyatakan, bahwa desentralisasi, yaitu desentralisasi
pemerintah memang perlu untuk politik, desentralisasi administratif, dan
meningkatkan investasi modal guna desentralisasi fiskal (Osoro, 2003
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam Khusaini, 2006). Menurut
daerah (Lin dan Liu, 2000 dalam Kawa, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
2011). Pasal 7 Desentralisasi adalah penyerahan
Adi (2007), menyatakan bahwa wewenang pemerintah oleh pemerintah
pertumbuhan ekonomi yang selama ini pusat kepada daerah otonom dalam
terjadi sangat ditentukan oleh faktor kerangka Negara Kesatuan Republik
belanja pembangunan daerah. Hal ini Indonesia. Desentralisasi fiskal dapat
sejalan dengan pendapat Kuncoro (2004) dimaknai sebagai pelimpahan
yang mengemukakan bahwa kewenangan di bidang penerimaan
pembangunan sarana dan prasarana anggaran atau keuangan yang
oleh pemerintah daerah berpengaruh sebelumnya tersentralisasi, baik secara
positif pada pertumbuhan administrasi maupun pemanfaatannya
ekonomi.Hamzah (2008), menyatakan diatur atau dilakukan oleh pemerintah
bahwa pertumbuhan ekonomi suatu pusat (Khusaini, 2006). Pengertian di
daerah dipengaruhi oleh kinerja atas mengisyaratkan bahwa
keuangan pemerintah daerah, desentralisasi memberikan ruang gerak
ditunjukkan dengan rasio kemandirian yang lebih bagi pemerintah daerah
121

Kurni Adi Suwandi, Afrizal Tahar Jurnal InFestasi Vol.11, No.2, Desember 2015

untuk berimprovisasi dalam hal menjalankan tugas sesuai dengan


pemanfaatan sumber daya dan potensi kehendak prinsipal.
daerah serta kebijakan-kebijakan yang
berorientasi pada kebutuhan daerah, Kinerja Keuangan
seperti pelaksanaan tugas-tugas rutin, Kinerja keuangan adalah suatu
pelayanan publik, dan peningkatan ukuran kinerja yang menggunakan
investasi yang produktif (capital indikator keuangan. Analisis kinerja
investment) di daerahnya. Secara teori, keuangan pada dasarnya dilakukan
desentralisasi akan mendekatkan untuk menilai kinerja di masa lalu
pemerintah kepada masyarakat sehingga dengan melakukan berbagai analisis
dalam sistem pemerintahan yang sehingga diperoleh posisi keuangan yang
desentralistik akan tercipta efisiensi mewakili realitas entitas dan potensi-
dalam perekonomian, sehingga pada potensi kinerja yang akan berlanjut.
gilirannya akan meningkatkan Menurut (Halim, 2008) analisis
kesejahteraan masyarakat. keuangan adalah usaha mengidentifikasi
Berdasarkan Undang-Undang ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan
Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang- keuangan yang tersedia. Dalam
Undang Nomor 33 Tahun 2004, tujuan organisasi pemerintah untuk mengukur
dari desentralisasi fiskal di Indonesia kinerja keuangan ada beberapa
adalah : (1) Kesinambungan fiskal (fiscal ukuran kinerja, yaitu derajat
sustainability) dalam konteks ekonomi desentralisasi, ketergantungan
makro, (2) Mengoreksi vertical keuangan, rasio kemandirian keuangan
imbalance, yaitu mereduksi daerah, rasio efektivitas, rasio efisiensi,
ketimpangan antara keuangan rasio keserasian, dan pertumbuhan
pemerintah pusat dengan pemerintah (Sularso dan Restianto, 2011).
daerah. Hal ini dilakukan dengan
memperbesar taxing power daerah, (3) Rasio Derajat Desentralisasi
Mengoreksi horizontal imbalance, yaitu Derajat Desentralisasi menunjukkan
memperkecil disparitas antar daerah derajat kontribusi PAD terhadap total
dengan mekanisme block grant/transfer penerimaan daerah. Semakin tinggi
dan memperbesar kewenangan daerah kontribusi PAD maka semakin tinggi
untuk menerapkan kebijakan kemampuan daerah dalam
pembangunan yang sesuai dengan penyelenggaraan desentralisasi (Halim,
kebutuhan, potensi, dan sumber daya 2008 dalam Utomo, 2012).
yang dimiliki, (4) Mengurangi tingkat
ketergantungan daerah terhadap pusat, Rasio Ketergantungan Keuangan
(5) Meningkatkan akuntabilitas, Dana Alokasi Umum (DAU), adalah dana
efektivitas dan efisiensi dalam rangka yang berasal dari APBN yang
peningkatan kinerja daerah, (6) dialokasikan dengan tujuan pemerataan
Meningkatkan kualitas pelayanan publik, keuangan antara daerah untuk
dan (6) Memperbesar partisipasi membiayai kebutuhan pengeluarannya
masyarakat dalam pengambilan dalam rangka pelaksanaan
keputusan di sektor publik. desentralisasi. Berkaitan dengan
perimbangan keuangan antara pusat dan
Teori Keagenan daerah, hal tersebut konsekuensi adanya
Teori keagenan merupakan teori tentang penyerahan kewenangan pemerintah
suatu hubungan yang terjalin pusat kepada pemerintah daerah.
berdasarkan kontrak perjanjian antara 2 Dengan demikian terjadi transfer yang
pihak atau lebih dimana pihak pertama cukup signifikan di dalam APBN dari
disebut prinsipal dan pihak yang lainnya pemerintah pusat ke pemerintah daerah,
disebut dengan agen. Prinsipal pemerintah daerah secara leluasa dapat
merupakan pihak yang bertindak menggunakan dana ini apakah
sebagai pemberi perintah dan bertugas digunakan untuk memberi pelayanan
untuk mengawasi, memberikan penilaian yang lebih baik kepada masyarakat atau
dan masukan atas tugas yang telah untuk keperluan lain yang tidak penting
dijalankan oleh agen. Agen adalah (Yustikasi, dan Darwanto, 2007 dalam
pihak yang menerima dan Utomo, 2012).
122

Kurni Adi Suwandi, Afrizal Tahar Jurnal InFestasi Vol.11, No.2, Desember 2015

Rasio Kemandirian Keuangan kinerja keuangan (Budiarto, 2007 dalam


Rasio kemandirian keuangan daerah Sularso dan Restianto, 2011).
(otonomi fiskal) menunjukkan
kemampuan daerah dalam membiayai Rasio Kontribusi BUMD
sendiri kegiatan pemerintahan, Derajat Kontribusi BUMD digunakan
pembangunan, dan pelayanan kepada untuk mengetahui tingkat kontribusi
masyarakat yang telah membayar pajak perusahaan daerah/BUMD dalam
dan retribusi sebagai sumber pendapatan mendukung pendapatan daerah.
yang diperlukan daerah. Rasio Semakin tinggi rasio ini berdampak pada
kemandirian keuangan daerah naiknya pendapatan daerah (Sularso,
menggambarkan ketergantungan daerah dan Restianto, 2011).
terhadap sumber dana eksternal.
Semakin tinggi rasio kemandirian Belanja Modal
mengandung arti bahwa tingkat Belanja modal adalah pengeluaran
ketergantungan daerah terhadap pemerintah daerah yang manfaatnya
bantuan pihak eksternal (terutama lebih dari satu tahun anggaran dan akan
pemerintah pusat dan provinsi) semakin menambah aset atau kekayaan daerah
rendah, dan demikian pula sebaliknya. dan berakibat menambah belanja bersifat
Rasio kemandirian juga menggambarkan rutin. Belanja modal diklasifikasikan
tingkat partisipasi masyarakat dalam dalam dua kelompok, kelompok pertama
pembangunan daerah. Semakin tinggi adalah belanja publik yaitu belanja yang
rasio kemandirian, semakin tinggi manfaatnya dapat langsung dinikmati
partisipasi masyarakat dalam membayar masyarakat. Kelompok kedua adalah
pajak dan retribusi daerah yang belanja aparatur yaitu belanja yang
merupakan komponen utama PAD manfaatnya tidak dinikmati langsung
(Halim, 2008 dalam Utomo, 2012). oleh masyarakat tetapi dapat dirasakan
langsung oleh aparatur.
Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Belanja modal sangat erat
daerah kaitannya dengan investasi yang
Rasio efektivitas menggambarkan dilakukan oleh pemerintah daerah. Halim
kemampuan pemerintah daerah dalam (2008), menyatakan bahwa kata investasi
merealisasikan PAD yang direncanakan dapat diartikan macam-macam
dibandingkan dengan target yang tergantung pada titik pandang atau
ditetapkan berdasarkan potensi riil konteks mengartikannya. Dalam bahasa
daerah. Kemampuan pemerintah daerah ekonomi makro investasi dapat diartikan
dalam menjalankan tugas dan fungsinya berbeda dengan bahasa ekonomi mikro,
dikategorikan efektif apabila rasio yang dan dapat berbeda pula dengan bahasa
dicapai minimal sebesar satu atau 100%. akuntansi. Dalam bahasa akuntansi
Namun demikian, semakin tinggi rasio pada konteks jenis belanja/biaya,
efektivitas maka kemampuan pemerintah investasi dapat dimunculkan dari adanya
daerah pun semakin baik (Halim, 2008 perbedaan antara revenue expenditure
dalam Utomo, 2012). Pengertian dan capital expenditure. Investasi
efektivitas berhubungan dengan derajat termasuk dalam pengertian belanja
keberhasilan operasi pada sektor publik modal adalah capital expenditure, yang
sehingga suatu kegiatan dikatakan efektif didefinisikan sebagai belanja/biaya/
jika kegiatan tersebut mempunyai pengeluaran yang memberi manfaat lebih
pengaruh besar terhadap kemampuan dari satu tahun. Dalam PP No. 58 tahun
menyediakan pelayanan masyarakat 2005 disebutkan bahwa belanja modal
yang merupakan sasaran yang telah adalah pengeluaran yang dilakukan
ditetapkan sebelumnya. Semakin besar dalam rangka pembelian/pengadaan aset
realisasi penerimaan PAD dibanding tetap dan aset lainnya yang mempunyai
target penerimaan PAD, maka dapat masa manfaat lebih dari 12 (dua belas)
dikatakan semakin efektif, begitu pula bulan untuk digunakan dalam kegiatan
sebaliknya. Nilai efektivitas diperoleh dari pemerintahan, seperti dalam bentuk
perbandingan sebagaimana tersebut di tanah, peralatan, dan mesin, gedung dan
atas, diukur dengan kriteria penilaian bangunan, jaringan, buku perpustakaan
dan hewan.
123

Kurni Adi Suwandi, Afrizal Tahar Jurnal InFestasi Vol.11, No.2, Desember 2015

Pertumbuhan Ekonomi Daerah dikumpulkan daerah tidak sebanding


Secara umum pertumbuhan ekonomi dengan besarnya dana perimbangan yang
dapat diartikan sebagai perkembangan diterima daerah. Hal ini oleh Dollrey
yang menyebabkan barang dan jasa yang Worthington (1999) diindikasikan sebagai
diproduksi dalam masyarakat bertambah ilusi fiskal dimana peningkatan PAD yang
dan kemakmuran masyarakat tidak seimbang dengan peningkatan
meningkat. Todaro (1997) dalam Adi dana perimbangan terhadap belanja,
(2007) secara spesifik menyebutkan ada sehingga belanja didominasi oleh dana
tiga faktor atau komponen utama perimbangan (dalam Rusydi, 2010).
pertumbuhan ekonomi, yaitu akumulasi Berdasarkan argumen tersebut maka
modal, pertumbuhan penduduk dan hal- hipotesis yang dirumuskan adalah
hal yang berhubungan dengan kenaikan sebagai berikut:
jumlah angkatan kerja yang dianggap H1 : Desentralisasi fiskal berpengaruh
secara positif merangsang pertumbuhan positif terhadap alokasi belanja modal.
ekonomi.
Dalam upaya peningkatan Hubungan Antara Ketergantungan
kemandirian daerah juga dituntut untuk Keuangan Dengan Belanja Modal
mengoptimalkan potensi pendapatan Holtz-Eakin et, al. (1985) menyatakan
yang dimiliki dan salah satunya dnegan bahwa ada keterkaitan sangat erat
memberikan proporsi belanja modal yang antara transfer dari pemerintah pusat
besar untuk pembangunan di sektor- dengan belanja pemerintah daerah
sektor yang produktif. Salah satu faktor (dalam Yustikasari dan Darwanto, 2007).
yang mendorong semakin tingginya Sebagai konsekuensinya, adanya
kemampuan keuangan daerah adalah penyerahan kewenangan pemerintah
pertumbuhan ekonomi. Saragih (2003) pusat ke pemerintah daerah, terjadi
mengemukakan bahwa kenaikan PAD transfer yang cukup signifikan di dalam
merupakan ekses dari pertumbuhan APBN berkaitan dengan dana
ekonomi. Sependapat dengan hal itu, perimbangan dari pemerintah pusat ke
Bappenas (2004) menyatakan bahwa pemerintah daerah, dan pemerintah
pertumbuhan PAD seharusnya sensitif daerah secara leluasa dapat
terhadap pertumbuhan ekonomi. Kedua menggunakan dana ini apakah untuk
pendapat ini menyiratkan perlunya memberikan pelayanan yang lebih baik
prioritasi kebijakan yang lebih tinggi kepada masyarakat atau keperluan lain
terhadap upaya-upaya untuk yang tidak penting (Yustikasari dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi Darwanto, 2010 dalam Utomo, 2012).
daripada kebijakan yang lebih Tingginya tingkat ketergantungan belanja
menekankan pada upaya peningkatan daerah terhadap pendanaan dana
PAD secara langsung (dalam Sularso, perimbangan, menunjukkan tingginya
dan Restianto, 2011). ketergantungan keuangan daerah
terhadap pendanaan pemerintah pusat
Hubungan Antara Derajat (Rusydi, 2010). Hal ini sejalan dengan
Desentralisasi Dengan Belanja Modal Sularso dan Restianto (2011) yang
Besarnya nilai transfer yang diberikan menyatakan bahwa ketergantungan
pemerintah pusat kepada pemerintah keuangan berpengaruh signifikan
daerah dalam bentuk dana perimbangan, terhadap alokasi belanja modal.
seharusnya menjadi insentif untuk Berdasarkan argumen tersebut maka
meningkatkan pendapatan daerah. hipotesis yang dirumuskan adalah
Berdasarkan fungsinya, Pendapatan Asli sebagai berikut:
Daerah (PAD) merupakan aspek penting H2: Ketergantungan keuangan
dalam keberhasilan pelaksanaan otonomi berpengaruh positif terhadap alokasi
daerah yang ditandai dengan adanya belanja modal.
desenralisasi fiskal (Rusydi, 2010 dalam
Utomo, 2012). Kenyataan yang terjadi Hubungan Antara Kemandirian
adalah dana transfer dijadikan sumber Keuangan Dengan Belanja Modal
utama penerimaan daerah dibandingkan Saat ini, tingkat kemandirian daerah
dengan PAD. Kondisi ini ditunjukkan belum dapat menunjukkan kemajuan
dengan nilai PAD yang mampu yang berarti bahkan bila melihat kondisi
124

Kurni Adi Suwandi, Afrizal Tahar Jurnal InFestasi Vol.11, No.2, Desember 2015

pemerintahan saat ini kemandirian Hubungan Antara Kontribusi BUMD


daerah cenderung menurun. Adi (2007) Dengan Belanja Modal
dalam Utomo (2012), mengindikasikan Derajat kontribusi BUMD digunakan
kurang seriusnya daerah dalam untuk mengetahui tingkat kontribusi
mengoptimalkan potensi yang dimiliki, perusahaan daerah/BUMD dalam
dengan lebih mengandalkan penerimaan mendukung pendapatan daerah.
DAU yang bersifat hibah. Sebagai Semakin tinggi rasio ini berdampak pada
pertimbangan praktis, upaya ini lebih naiknya pendapatan daerah (Sularso dan
dipilih daripada meningkatkan PAD Restianto, 2011). Sularso dan Restianto,
secara signifikan, sehingga sebagai (2011) juga mengemukakan bahwa
konsekuensinya PAD yang diterima derajat kontribusi BUMD berpengaruh
menjadi lebih kecil. Kondisi ini membuat terhadap alokasi belanja modal. Utomo
kemandirian daerah semakin rendah. (2012), menyatakan bahwa kontribusi
Sularso dan Restianto, (2011) BUMD mempunyai pengaruh yang
menyatakan bahwa kemandirian signifkan terhadap alokasi belanja modal.
keuangan berpengaruh terhadap alokasi Berdasarkan argumen tersebut maka
belanja modal. Hal tersebut juga hipotesis yang dirumuskan adalah
konsisten dengan apa yang dipaparkan sebagai berikut:
oleh Harianto, dan Adi, (2007). H5: Derajat Kontribusi BUMD
Berdasarkan argumen tersebut maka berpengaruh positif terhadap alokasi
hipotesis yang dirumuskan adalah belanja modal.
sebagai berikut:
H3 : Kemandirian keuangan berpengaruh Hubungan Antara Belanja Modal
positif terhadap alokasi belanja modal. Dengan Pertumbuhan Ekonomi
Todaro (1997) dalam Adi (2007) secara
Hubungan Antara Efektivitas PAD spesifik menyebutkan ada tiga faktor
Dengan Alokasi Belanja Modal atau komponen utama pertumbuhan
Undang-undang No. 32 tahun 2004, ekonomi, yaitu akumulasi modal,
salah satu sumber pendapatan daerah pertumbuhan penduduk dan hal-hal
adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berhubungan dengan kenaikan
yang terdiri dari hasil pajak daerah, jumlah angkatan kerja yang dianggap
retribusi daerah, hasil pengelolaan secara positif merangsang pertumbuhan
kekayaan daerah yang dipisahkan dan ekonomi. Adi (2007) yang menyatakan
lain-lain PAD yang sah. Menurut bahwa pertumbuhan ekonomi yang
Nugroho, (2010) peningkatan PAD selama ini terjadi sangat ditentukan oleh
diharapkan dapat meningkatkan faktor belanja pembangunan daerah.
investasi belanja modal pemerintah Menurut Kuncoro (2004),
daerah sehingga kualitas pelayanan pembangunan sarana dan prasarana
publik semakin baik. Yustikasari dan oleh pemerintah daerah berpengaruh
Darwanto, (2007) juga mengemukakan positif pada pertumbuhan ekonomi.
bahwa peningkatan PAD akan Peningkatan pelayanan sektor publik
memberikan dampak meningkatnya secara berkelanjutan akan
pendapatan daerah yang dapat meningkatkan sarana dan prasarana
digunakan untuk meningkatkan alokasi publik, investasi pemerintah juga
belanja modal. Sularso dan Restianto, meliputi perbaikan fasilitas pendidikan,
(2011) menyatakan bahwa efektivitas kesehatan, dan sarana penunjang
PAD berpengaruh terhadap alokasi lainnya. Berdasarkan argumen tersebut
belanja modal. Utomo, (2012) bahwa maka hipotesis yang dirumuskan adalah
efektivitas PAD mempunyai pengaruh sebagai berikut:
signifikan terhadap alokasi belanja H6: Alokasi belanja modal berpengaruh
modal. Berdasarkan argumen tersebut positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
maka hipotesis yang dirumuskan adalah
sebagai berikut:
H4: Efektivitas PAD berpengaruh positif
terhadap alokasi belanja modal.
125

Kurni Adi Suwandi, Afrizal Tahar Jurnal InFestasi Vol.11, No.2, Desember 2015

Hubungan Antara Desentralisasi Fiskal Hubungan Antara Kemandirian


Dengan Pertumbuhan Ekonomi Daerah Keuangan Dengan Pertumbuhan
Dengan Dimediasi Belanja Modal Ekonomi Daerah Dengan Dimediasi
Desentralisasi fiskal memungkinkan Belanja Modal
daerah untuk dapat mengelola Rasio kemandirian menggambarkan
kemampuan keuangannya sendiri dalam ketergantungan daerah terhadap sumber
rangka membiayai pembangunan di dana dari luar. Rasio kemandirian juga
daerahnya tersebut. Pembangunan menggambarkan tingkat partisipasi
berbagai fasilitas sektor publik akan masyarakat dalam pembangunan daerah.
berujung pada peningkatan pendapatan Semakin tinggi partisipasi masyarakat
daerah yang berdampak pada maka semakin tinggin rasio kemandirian,
pertumbuhan ekonomi daerah dimana tersedia dana yang cukup bagi
(Yustikasari dan Darwanto, 2007 dalam alokasi belanja modal. Semakin tinggi
Utomo,2012). Brasoveanu (2007), dalam rasio kemandirian maka pembangunan
Utomo, (2012), menemukan hubungan daerah akan semakin maju, sehingga
antara kenaikan fiskal dengan pertumbuhan ekonomi pun dapat
pertumbuhan ekonomi. Utomo, (2012) meningkat (Halim, 2002 dalam Sularso
bahwa belanja modal tidak memediasi dan Restianto, 2011). Ani dan Dwirandra
hubungan antara desentralisasi fiskal (2012), menyatakan bahwa kinerja
dengan pertumbuhan ekonomi daerah. keuangan daerah berupa rasio
Hal ini sejalan dengan penelitian Sularso kemandirian berpengaruh positif dan
dan Restianto, (2011) menyatakan bahwa signifikan terhadap pertumbuhan
belanja modal tidak memediasi pengaruh ekonomi. Berdasarkan argumen tersebut
desentralisasi fiskal terhadap maka hipotesis yang dirumuskan adalah
pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan sebagai berikut:
argumen tersebut maka hipotesis yang H9 : Belanja modal memediasi pengaruh
dirumuskan adalah sebagai berikut: kemandirian terhadap pertumbuhan
H7: Belanja modal memediasi pengaruh ekonomi.
desentralisasi fiskal terhadap
pertumbuhan ekonomi daerah. Hubungan Antara Efektivitas PAD
Dengan pertumbuhan Ekonomi Daerah
Hubungan Antara Ketergantungan Dengan Dimediasi Belanja Modal
Keuangan Dengan Pertumbuhan Rasio efektivitas menggambarkan
Ekonomi Daerah Dengan Dimediasi kemampuan daerah dalam
Belanja Modal merealisasikan PAD yang direncanakan
Tingginya tingkat ketergantungan belanja dibandingkan dengan target yang
daerah terhadap pendanaan dana ditetapkan berdasarkan potensi riil
perimbangan, menunjukkan tingginya daerah. Kemampuan daerah dalam
ketergantungan keuangan daerah menjalankan tugasnya dikatakan efektif
terhadap pendanaan pemerintah pusat apabila rasio yang dicapai sebesar 1
(Rusydi, 2010). Semakin tingginya rasio (satu) atau 100 (seratus) persen. Namun
ketergantungan menunjukkan bahwa demikian semakin tinggi rasio efektivitas
porsi dana transfer dalam pendapatan menggambarkan kemampuan daerah
daerah semakin tinggi dan demikian pula yang semakin baik. Semakin tinggi
sebaliknya. Semakin rendah rasio kemampuan daerah dalam
ketergantungan menunjukkan bahwa merealiasasikan PAD yang ditargetkan
porsi dana transfer semakin rendah yang maka semakin dapat memenuhi
berarti kemampuan daerah semakin kebutuhan belanja pembangunan untuk
meningkat untuk melaksanakan meningkatkan pertumbuhan ekonomi
pembangunan daerahnya (Sularso dan daerah (Sularso dan Restianto, 2011).
Restianto, 2011). Berdasarkan argumen Utomo, (2012) menyatakan bahwa
tersebut maka hipotesis yang belanja modal memediasi hubungan
dirumuskan adalah sebagai berikut: antara efektivitas PAD dengan
H8 : Belanja modal memediasi pengaruh pertumbuhan ekonomi. Hal ini sejalan
ketergantungan keuangan terhadap dengan penelitian Sularso dan Restianto,
pertumbuhan ekonomi daerah. (2012). Berdasarkan argumen tersebut
maka hipotesis yang dirumuskan adalah:
126

Kurni Adi Suwandi, Afrizal Tahar Jurnal InFestasi Vol.11, No.2, Desember 2015

H10 : Belanja modal memediasi pengaruh pertumbuhan ekonomi di daerah


efektivitas PAD terhadap pertumbuhan tersebut (Harianto dan Adi, 2007).
ekonomi daerah. Semakin tinggi rasio ini berdampak pada
naiknya pendapatan daerah yang
Hubungan Antara Kontribusi BUMD berdampak pada pertumbuhan ekonomi
Dengan Pertumbuhan Ekonomi Daerah (Sularso dan Restianto, 2011). Utomo,
Dengan Dimediasi Belanja Modal (2012) menyatakan bahwa belanja modal
Pemerintah daerah dengan persetujuan memediasi hubungan antara derajat
DPRD dapat melakukan investasi dalam kontribusi BUMD dengan pertumbuhan
bentuk saham, modal pada Badan Usaha ekonomi. Berdasarkan argumen tersebut
Milik Pemerintah dan/atau milik swasta. maka hipotesis yang dirumuskan adalah:
Derajat kontribusi BUMD digunakan H11 : Belanja modal memediasi pengaruh
untuk mengetahui tingkat kontribusi kontribusi BUMD terhadap pertumbuhan
perusahaan daerah/BUMD dalam ekonomi.
mendukung pendapatan daerah. Dengan
adanya upaya dari pemerintah untuk METODE PENELITIAN
menggali potensi-potensi daerah yang
dimiliki pemerintah daerah melalui Model Penelitian
BUMD dapat meningkatkan PAD, Konsekuensi logis diberlakukannya
sehingga PAD tersebut dapat digunakan otonomi daerah adalah menyebabkan
untuk memenuhi kebutuhan diberlakukannya desentralisasi fiskal.
infrastruktur baik pembangunan Dengan desentralisasi fiskal maka
maupun perbaikan sarana dan pemerintah daerah mempunyai
prasarana. Tersedianya infrastruktur wewenang lebih luas dalam pengelolaan
yang baik diharapkan dapat keuangan daerah. Berdasarkan
menciptakan efisiensi dan efektivitas di penjelasan literatur diatas maka secara
berbagai sektor, produktivitas skematis kerangka pemikiran penelitian
masyarakat pun menjadi semakin tinggi dikembangkan dalam sebuah model
dan pada akhirnya terjadi peningkatan seperti dibawah ini.

Derajat
Desentralisasi

Ketergantungan
Keuangan

Pertumbuhan
Kemandirian Belanja Modal
Keuangan Ekonomi

Efektivitas PAD

Derajat Kontribusi
BUMD

Gambar 1. Model Penelitian

Obyek/Subyek Penelitian Kabupaten Sleman, Kabupaten Gunung


Populasi atau Obyek dalam penelitian ini Kidul, dan Kabupaten Kulon Progo yang
adalah seluruh Kabupaten dan Kota yang mempublikasikan Laporan Keuangan
ada di D.I.Yogjakarta, yang berjumlah 4 Pemerintah Daerah (LKPD) secara
Kabupaten dan 1 Kota, yaitu Kota berturut-turut dari tahun 2003 hingga
Yogjakarta, Kabupaten Bantul, tahun 2012. Metode penentuan sampel
127

Kurni Adi Suwandi, Afrizal Tahar Jurnal InFestasi Vol.11, No.2, Desember 2015

yang digunakan adalah metode sensus, Definisi Operasional Variabel


yaitu metode yang menggunakan seluruh Penelitian
Kabupaten/Kota dijadikan sampel dalam
penelitian ini. Variabel Independen (X)
Derajat desentralisasi menunjukkan
Jenis Data derajat kontribusi PAD terhadap total
Jenis data yang digunakan dalam penerimaan daerah. Semakin tinggi
penelitian ini adalah data sekunder, kontribusi PAD, maka semakin tinggi
yaitu data sekunder berupa Laporan kemampuan daerah dalam
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) penyelenggaraan desentralisasi.
Kabupaten/Kota di D.I. Yogjakarta tahun
2003-2012, serta data non keuangan 𝑃𝑒𝑛𝑑. 𝐴𝑠𝑙𝑖 𝐷�数𝑒𝑟𝑎𝑕
𝐷𝑒𝑟𝑎𝑗𝑎𝑡 𝑑𝑒𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑙 = 𝑥100%
seperti data PDRB. Instrumen penelitian 𝑇𝑜𝑡. 𝑃𝑒𝑛𝑑. 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎𝑕
ini menggunakan data Anggaran Belanja
dan Pendapatan Daerah (APBD) dan Ketergantungan keuangan dihitung
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dalam dengan menggunakan jumlah
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah pendapatan transfer dengan total
(LKPD), serta data PDRB dalam penerimaan daerah. Semakin tinggi rasio
laporanPertumbuhan Ekonomi tiap ini, maka semakin besar ketergantungan
Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta. daerah terhadap pemerintah
pusat/provinsi.
Populasi dan Sampling
Populasi dalam penelitian ini adalah 𝑇𝑜𝑡 𝑃𝑒𝑛𝑑 𝑇𝑟𝑎𝑛𝑠𝑓𝑒𝑟
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐾𝑡𝑒𝑟𝑔𝑡𝑛𝑔 = 𝑥 100%
seluruh Kabupaten dan Kota yang ada di 𝑇𝑜𝑡 𝑃𝑒𝑛𝑑 𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎𝑕
D.I. Yogjakarta, yang berjumlah 4
Kemandirian keuangan adalah
Kabupaten dan 1 Kota, yaitu Kota
kemampuan daerah dalam membiayai
Yogjakarta, Kabupaten Bantul,
Kabupaten Sleman, Kabupaten Gunung sendiri kegiatan pemerintahan,
Kidul, dan Kabupaten Kulon Progoyang pembangunan, dan pelayanan kepada
mempublikasikan Laporan Keuangan masyarakat yang telah membayar pajak
dan retribusi sebagai sumber pendapatan
Pemerintah Daerah (LKPD) secara
yang diperlukan daerah.
berturut-turut dari tahun 2003 hingga
tahun 2012, sehingga jumlah data LKPD
𝑃𝑒𝑛𝑑 𝐴𝑠�捬𝑖 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎𝑕
yang digunakan hingga tahun 2012 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑚𝑎𝑛𝑑𝑖𝑟𝑖 = 𝑥 100%
𝑇𝑜𝑡 𝑃𝑒𝑛𝑑 𝑇𝑟𝑎𝑛𝑠𝑓𝑒𝑟
sebanyak 50 LKPD. Metode penentuan
sampel dalam penelitian ini merupakan
Efektivitas PAD adalah kemampuan
tehnik sensus, seluruh Kabupaten/Kota
pemerintah daerah dalam merealisasikan
dijadikan sampel dalam penelitian ini,
dan penelitian ini tidak dimaksudkan PAD yang direncanakan dibandingkan
dengan target yang ditetapkan
untuk menggeneralisasi suatu
berdasarkan potensi riil daerah.
permasalahan tetapi menguji pengaruh
antar variabel yang diteliti. 𝑃𝐴𝐷
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑃𝐴𝐷 = 𝑥 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝐴𝐷
Tehnik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk
mengumpulkan data dalam penelitian ini Derajat kontribusi BUMD digunakan
adalah metode dokumentasi, yaitu untuk mengetahui tingkat kontribusi
dengan cara mengumpulkan, mencatat, perusahaan daerah dalam mendukung
dan mengkaji data sekunder yang berupa pendapatan daerah.
Laporan Realisasi APBD yang diperoleh
dari Badan Pemeriksa keuangan (BPK) 𝑃𝑒𝑛𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝐵𝑈𝑀𝐷
serta Dinas Pengelola Keuangan dan Aset 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟 𝐵𝑈𝑀𝐷 = 𝑥100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝐴𝐷
Daerah tiap Kabupaten/Kota D.I.
Yogyakarta dan data PDRB dalam
Pertumbuhan Ekonomi yang diperoleh
dari Badan Pusat Statistik (BPS).
128

Kurni Adi Suwandi, Afrizal Tahar Jurnal InFestasi Vol.11, No.2, Desember 2015

Variabel Intervening dilakukan dengan menggunakan model


Alokasi belanja modal adalah alokasi regresi linier berganda untuk menguji
pengeluaran anggaran untuk perolehan pengaruh masing-masing variabel
aset tetap dan aset lainnya yang memberi independen terhadap variabel dependen
manfaat lebih dari satu periode secara parsial.
akuntansi, dibandingkan dengan total
belanja dalam APBD. PEMBAHASAN

𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 =
𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙
𝑥 100%
Hasil uji asumsi klasik.
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 Pengujian selanjutnya adalah uji asumsi
klasik pada data. Uji asumsi klasik yang
Variabel Dependen dilakukan dalam penelitian ini meliputi
Pertumbuhan ekonomi daerah adalah uji normalitas, uji multikolinearitas, uji
kenaikan (GDP) atau PDRB tanpa heteroskedasitas, uji autokolerasi.
memandang apakah kenaikan itu lebih Berikut ini adalah hasil uji asumsi
besar atau lebih kecil dari tingkat klasik. Pengujian terhadap ada tidaknya
pertumbuhan penduduk atau apakah pelanggaran terhadap asumsi-asumsi
terjadi perubahan struktur ekonomi. klasik yang merupakan dasar dalam
model regresi linier berganda. Hal ini
𝑃𝐷𝑅𝐵𝑡2 − 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑡1 dilakukan sebelum pengujian hipotesis.
𝐺= 𝑥 100%
𝑃𝐷𝑅𝐵𝑡1 Dari semua tahapan uji asumsi klasik
yang dilakukan, ditemukan bahwa data
Teknik Analisis Data berdistribusi normal dan data
Analisis data adalah cara yang dinyatakan layak untuk dilakukan
digunakan dalam mengolah data yang pengujian hipotesis.
diperoleh sehingga dihasilkan suatu hasil
analisis (Suryabrata, 2000). Hal ini Pengujian Parsial (Uji t)
disebabkan data yang diperoleh dari Pengujian hipotesis uji t digunakan
penelitian tidak dapat digunakan secara untuk melihat apakah tiap variabel bebas
langsung tetapi perlu diolah agar data mempunyai pengaruh yang bermakna
tersebut dapat memberikan keterangan terhadap variabel terikat. Dari hasil
yang dapat dipahami, jelas, dan teliti. pengujian parsial diperoleh sebagai
Penelitian menggunakan pendekatan berikut:
kuantitatif dan pengujian hipotesis

Tabel 1. Hasil Uji Hipotesis Terhadap Belanja Modal

Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta T Sig.
1 (Constant) 51.414 17.293 2.973 .005
Desentralisasi -.677 .191 -.896 -3.546 .001
Ketergantungan -.511 .172 -.733 -2.972 .005
Efektivitas PAD .133 .065 .293 2.038 .047
Kontribusi BUMD -.268 .323 -.137 -.829 .411

Sumber : Data yang diolah dengan SPSS, 2014

Dari Tabel 1 dapat disimpulkan anggaran belanja modal sebesar -0,896.


bahwa variabel derajat desentralisasi Variabel ketergantungan keuangan
fiskal berpengaruh negatif terhadap berpengaruh negatif terhadap anggaran
anggaran belanja modal dengan nilai belanja modal dengan nilai koefisien
koefisien Beta sebesar -0,896, artinya sebesar -0,733, artinya setiap
setiap pertambahan 1% variabel derajat pertambahan 1% variabel
desentralisasi fiskal akan menurunkan ketergantungan keuangan akan
129

Kurni Adi Suwandi, Afrizal Tahar Jurnal InFestasi Vol.11, No.2, Desember 2015

menurunkan anggaran belanja modal berpengaruh signifikan terhadap


sebesar -0,733. Variabel efektivitas PAD anggaran belanja modal di
berpengaruh positif terhadap anggaran Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta dimana
belanja modal dengan nilai koefisien nilai thitung > ttabel. Nilai Sig
sebesar 0,293, artinya setiap 0,005<0,05, namun memiliki nilai
pertambahan 1% variabel efektivitas PAD Standardized Coefficients Beta -0,733
akan menaikkan anggaran belanja modal sehingga arah pangaruhnya negatif.
sebesar 0,293. Variabel derajat Dengan demikian menolak H2. Variabel
kontribusi BUMD berpengaruh negatif efektivitas PAD (2,038>1,679)
terhadap anggaran belanja modaldengan berpengaruh signifikan terhadap
nilai koefisien sebesar -0,137, artinya terhadap anggaran belanja modal di
setiap pertambahan 1% variabel derajat Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta dimana
kontribusi BUMD akan menurunkan nilai thitung > ttabel. Nilai Sig
anggaran belanja modal sebesar -0,137. 0,047<0,05, akan tetapi memiliki nilai
Dari Tabel 1 dapat disimak variabel Standardized Coefficients Beta 0,293,
derajat desentralisasi fiskal sehingga arah pangaruhnya positif.
(-3,546>1,679) berpengaruh signifikan Dengan demikian menerima H4. Variabel
terhadap anggaran belanja modal di derajat kontribusi BUMD (-0,829<1,679)
Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta dimana tidak berpengaruh terhadap anggaran
nilai thitung > ttabel. Nilai Sig belanja modal di Kabupaten/Kota
0,001<0,05, namun memiliki nilai D.I.Yogyakarta dimana nilai thitung <
Standardized Coefficients Beta -0,896 ttabel. Nilai Sig 0,411>0,05. Dengan
sehingga arah pangaruhnya negatif. demikian menolak H5.
Dengan demikian menolak H1. Variabel
ketergantungan keuangan (-2,972>1,679)

Tabel 2. Hasil Uji Hipotesis Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta T Sig.
1 (Constant) 46.136 19.897 2.319 .025
Desentralisasi -.351 .227 -.449 -1.543 .130
Ketergantungan -.416 .198 -.578 -2.105 .041
Efektivitas PAD .015 .072 .033 .216 .830
Kontribusi BUMD -.009 .342 -.055 -.027 .039
Belanja Modal .334 .157 .324 2.132

Sumber : Data yang diolah dengan SPSS, 2014

Dari Tabel 2 di atas dapat disimak pertumbuhan ekonomi sebesar -0,125.


bahwa variabel belanja modal Variabel ketergantungan keuangan
berpengaruh positif terhadap dimediasi oleh belanja modal
pertumbuhan ekonomi dengan nilai berpengaruh negatif terhadap
koefisien Beta sebesar 0,324, artinya pertumbuhan ekonomi dengan nilai
setiap pertambahan 1% variabel belanja koefisien sebesar -0,254 (-0,578KGT +
modal akan menaikkan pertumbuhan 0,324BM), artinya setiap pertambahan
ekonomi sebesar 0,324. Variabel derajat 1% variabel ketergantungan keuangan
desentralisasi fiskal dimediasi oleh akan menurunkan pertumbuhan
belanja modal berpengaruh negatif ekonomi sebesar -0,254. Variabel
terhadap pertumbuhan ekonomi dengan efektivitas PAD dimediasi oleh belanja
nilai koefisien sebesar -0,125 modal berpengaruh positif terhadap
(–0,449DSCR + 0,324BM), artinya setiap pertumbuhan ekonomi dengan nilai
pertambahan 1% variabel derajat koefisien sebesar 0,357(0,033 EPAD +
desentralisasi fiskal akan menurunkan 0,324BM), artinya setiap pertambahan
130

Kurni Adi Suwandi, Afrizal Tahar Jurnal InFestasi Vol.11, No.2, Desember 2015

1% variabel efektivitas PAD akan (PAD) terbilang masih kecil, karena


menaikkan pertumbuhan ekonomi penerimaan pendapatan asli daerah
sebesar 0,357. Variabel derajat (PAD) belum sebanding atau masih
kontribusi BUMD dimediasi oleh belanja terlalu kecil apabila dibandingkan
modal berpengaruh positif terhadap dengan dana transfer (dana
pertumbuhan ekonomi dengan nilai perimbangan) dari pemerintah
koefisien sebesar 0,319 (- 0,005KBUMD + pusatHasil temuan pada penelitian ini
0,324BM), artinya setiap pertambahan berhasil mendukung penelitian dari
1% variabel derajat kontribusi BUMD Utomo (2012), yang mengatakan bahwa
akan menaikkan pertumbuhan ekonomi derajat desentralisasi fiskal tidak
sebesar 0,319. mempunyai pengaruh signifkan terhadap
Selanjutnya, variabel belanja modal rasio belanja modal. Hal ini sejalan
(2,132>1,680) berpengaruh siginifikan dengan penelitian yang dilakukan oleh
terhadap pertumbuhan ekonomi di Sularso dan Restianto (2011), bahwa
Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta dimana derajat desentralisasi tidak berpengaruh
nilai thitung > ttabel. Nilai Sig terhadap alokasi belanja modal.
0,039<0,05, dan memiliki nilai Transfer yang terjadi dari
Standardized Coefficients Beta 0,324 pemerintah pusat ke pemerintah daerah
sehingga arah pengaruhnya positif. berupa dana perimbangan memang
Dengan demikian menerima H6. Derajat cukup besar, namun penggunannya
desentralisasi fiskal dengan dimediasi dalam belanja modal belum menjadi
oleh belanja modal (-1,543<1,680) tidak prioritas. Dengan kata lain, sebagian
berpengaruh terhadap pertumbuhan besar dana perimbangan digunakan
ekonomi di Kabupaten/Kota D.I. untuk membiayai belanja pegawai dan
Yogyakarta dimana nilai thitung < ttabel. belanja operasional, sehingga porsi
Nilai Sig 0,130>0,05, dengan demikian belanja modal relatif kecil. Hasil temuan
menolak H7. Variabel ketergantungan pada penelitian ini tidak berhasil
keuangan dengan dimediasi oleh belanja mendukung penelitian dari Sularso dan
modal (-2,105>1,680) berpengaruh Restianto (2011), menyatakan bahwa
signifikan terhadap pertumbuhan ketergantungan keuangan berpengaruh
ekonomi di Kabupaten/Kota D.I. signifikan terhadap alokasi belanja
Yogyakarta dimana nilai thitung > ttabel. modal. Hidayat (2013), menunjukkan
Nilai Sig 0,041<0,05, akan tetapi bahwa tingkat kemandirian tahun lalu
memiliki nilai Standardized Coefficients berpengaruh signifikan terhadap alokasi
Beta -0,125, sehingga arah pengaruhnya belanja modal. Namun hal ini sejalan
negatif. Dengan demikian menolak H8. dengan penelitian Utomo (2012), bahwa
Variabel efektivitas PAD dengan bahwa ketergantungan keuangan tidak
dimediasi oleh belanja modal mempunyai pengaruh signifikan
(0,216<1,680) tidak berpengaruh terhadap alokasi belanja modal.
terhadap pertumbuhan ekonomi di Rasio efektifiitas PAD mempunyai
Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta dimana pengaruh signifikan terhadap rasio
nilai thitung < ttabel. Nilai Sig alokasi belanja modal dengan arah
0,830>0,05, dengan demikian menolak pengaruh positif, hal ini dimungkinkan
H10. Variabel derajat kontribusi BUMD karena penetapan target PAD yang
dengan dimediasi oleh belanja modal ditetapkan masih tergolong rendah
(-0,027<1,680) tidak berpengaruh sehingga dapat dicapai, atau bisa jadi
terhadap pertumbuhan ekonomi di penggalian potensi PAD ini dapat
Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta dimana dikatakan maksimal sebagai sumber
nilai thitung < ttabel. Nilai Sig pendapatan dalam membangun daerah.
0,979>0,05, dengan demikian menolak Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota D.I.
H11. Yogyakarta dari tahun 2003-2012
Penelitian ini mengindikasikan mengalami peningkatan pendapatan asli
bahwa penggalian potensi-potensi daerah (PAD) yang cukup signifikan.
penerimaan pendapatan asli daerah Pemerintah daerah berupaya
(PAD) dapat dikatakan sudah baik, mengoptimalkan potensi pendapatan asli
walaupun begitu penetapan target daerah sebagai bagian utama dalam
penerimaan pendapatan asli daerah penyusunan APBD dalam pengalokasian
131

Kurni Adi Suwandi, Afrizal Tahar Jurnal InFestasi Vol.11, No.2, Desember 2015

belanja daerah sebagai upaya rendahnya penerimaan laba dan


meminimalkan ketergantungan kurangnya manajamen yang baik
penerimaan dari pemerintah pusat. sehingga menyebabkan rendahnya
Walaupun kenyataanya penggunaan penerimaan Pendapatan Asli Daerah
dana pendapatan asli daerah sudah (PAD) Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta.
dioptimalkan guna membiayai Hasil temuan pada penelitian ini tidak
pengeluaran/belanja daerah khususnya berhasil mendukung penelitian dari
belanja modal, tetapi belum sepenuhnya Sularso dan Restianto (2011), yang
kebutuhan belanja daerah terpenuhi. mengemukakan bahwa derajat kontribusi
Di sisi lain belanja modal juga di BUMD berpengaruh terhadap alokasi
pengaruhi oleh dana perimbangan, belanja modal. Utomo (2012), juga
walaupun penggunaan dana menyatakan bahwa kontribusi BUMD
perimbangan untuk pengalokasian mempunyai pengaruh yang signifkan
belanja modal masih relatif kecil, terhadap alokasi belanja modal.
dikarenakan penggunaan dana Selanjutnya, alokasi belanja modal
perimbangan digunakan untuk belanja ditemukan tidak berpengaruh terhadap
yang lainnya, seperti belanja pegawai dan pertumbuhan ekonomi daerah. Hal ini
belanja operasional. Oleh karena itu dimungkinkan karena dalam periode
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota D.I. penelitian ini porsi belanja modal
Yogyakarta berupaya maksimal dalam digunakan sebagaimana mestinya untuk
menggali potensi-potensi penerimaan membangun sarana dan prasarana
daerah dalam rangka meningkatkan kebutuhan masyarakat secara tepat
alokasi belanja modal guna sasaran. Belanja modal dipergunakan
pembangunan daerah. Sebenarnya untuk untuk membiayai penambahan
perealisasian PAD untuk Kabupaten/ infrastruktur yang ada atau sarana dan
Kota D.I. Yogyakarta sudah efektif, prasarana yang memadai. Kuncoro
karena pencapaian sudah sebesar 1 (2004), pembangunan sarana dan
(satu) atau 100%. Hasil temuan pada prasarana oleh pemerintah daerah
penelitian ini berhasil mendukung berpengaruh positif pada pertumbuhan
penelitian dari Sularso dan Restianto, ekonomi. Peningkatan pelayanan sektor
(2011) menyatakan bahwa efektivitas publik secara berkelanjutan akan
PAD berpengaruh terhadap alokasi meningkatkan sarana dan prasarana
belanja modal. Sejalan dengan hal ini publik, investasi pemerintah juga
penelitian Utomo (2012), bahwa meliputi perbaikan fasilitas pendidikan,
efektivitas PAD mempunyai pengaruh kesehatan, dan sarana penunjang
signifikan terhadap alokasi belanja lainnya. Syarat fundamental untuk
modal. pembangunan ekonomi adalah tingkat
BUMD secara ideal merupakan pengadaan modal pembangunan yang
salah satu sumber penerimaan dari seimbang dengan pertambahan
sebuah pemerintahan daerah. BUMD penduduk. Pembentukan modal
adalah sebuah perwujudan dari peran tersebut harus didefinisikan secara
pemerintah daerah dalam pembangunan luas sehingga mencakup semua
ekonomi daerah. Namun demikian dalam pengeluaran yang sifatnya menaikkan
perkembangannya BUMD justru menjadi produktivitas (Ismerdekaningsih dan
salah satu titik lemah keuangan daerah. Rahayu, 2002). Dengan ditambahnya
Alih-alih menjadi sumber penerimaan, infrastruktur dan perbaikan
BUMD justru membebani keuangan infrastruktur yang ada oleh pemerintah
daerah. Penelitian yang dilakukan, daerah, diharapkan akan memacu
memberikan temuan-temuan menarik pertumbuhan perekonomian di daerah
terkait dengan kinerja BUMD. BUMD di (Adi dan Harianto, 2007). Hasil temuan
beberapa Kabupaten/Kota ternyata tidak pada penelitian ini berhasil mendukung
efisien dalam operasionalnya. BUMD penelitian dari Sularso dan Restianto
pada umumnya menghadapi berbagai (2011), yang menyatakan bahwa belanja
kendala klasik dalam pengoperasiannya modal berpengaruh terhadap
seperti masalah modal, sistem pertumbuhan ekonomi. Sejalan dengan
manajemen, dan sumber daya manusia. hal ini, Utomo (2012), juga
Oleh karena itu menjadikan masih mengemukakan bahwa belanja modal
132

Kurni Adi Suwandi, Afrizal Tahar Jurnal InFestasi Vol.11, No.2, Desember 2015

berpengaruh terhadap pertumbuhan dalam pendapatan daerah semakin tinggi


ekonomi. dan demikian pula sebaliknya. Semakin
Belanja modal juga tidak memiliki rendah rasio ketergantungan
pengaruh signifikan terhadap rasio menunjukkan bahwa porsi dana transfer
pertumbuhan ekonomi. Hal itu semakin rendah yang berarti
dikarenakan belanja modal dari tahun kemampuan daerah semakin meningkat
2003-2012 untuk kabupaten/kota untuk melaksanakan pembangunan
D.I.Yogyakarta mengalami kenaikan dan daerahnya (Sularso dan Restianto, 2011).
penurunan yang signifikan. Seharusnya Namun hasil temuan pada penelitian ini,
dengan meningkatnya desentralisasi, tidak sejalan dengan penelitian dari
meningkatnya dana perimbangan dari Sularso dan Restianto, (2011) yang
tahun ke tahun mampu meningkatkan menyatakan bahwa belanja modal
alokasi anggaran belanja modal guna memediasi pengaruh ketergantungan
membiayai pembangunan di daerahnya keuangan terhadap pertumbuhan
tersebut. Sehingga pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi penelitian ini
ekonominya pun akan meningkat. Akan sejalan dengan penelitian Utomo (2012),
tetapi seperti yang sudah dijelaskan di bahwa belanja modal tidak memediasi
awal, bahwa alokasi belanja modal lebih pengaruh ketergantungan keuangan
dititikberatkan kepada penggunaan PAD terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.
yang di dapat, hal itu disebabkan dana Berdasarkan penelitian yang dilakukan
perimbangan yang selama ini porsinya Kusumadewi, dan Arif Rahman, (2007)
lebih di anggarkan ke belanja pegawai. juga menemukan bahwa dana transfer
Desentralisasi akan berdampak terhadap DAU pemerintah pusat tidak mempunyai
pertumbuhan ekonomi apabila pengaruh terhadap belanja modal
desentralisasi fiskal dipusatkan pada sebagai stimulus pertumbuhan ekonomi.
pengeluaran atau pembelanjaan publik, Belanja modal juga tidak memiliki
seperti belanja modal guna pengaruh terhadap rasio pertumbuhan
pembangunan di daerah tersebut. Hasil ekonomi.Hal ini mengindikasikan bahwa
temuan pada penelitian ini berhasil daerah yang memiliki tingkat efektifitas
mendukung penelitian dari Utomo, PAD yang tinggi tidak selalu tingkat
(2012) bahwa belanja modal tidak pertumbuhan ekonomi daerah tersebut
memediasi hubungan antara tinggi juga dikarenakan tidak diimbangi
desentralisasi fiskal dengan dengan alokasi belanja modal yang tinggi
pertumbuhan ekonomi daerah. Hal ini juga. Rasio efektivitas menggambarkan
sejalan dengan penelitian Sularso dan kemampuan daerah dalam
Restianto, (2011) menyatakan bahwa merealisasikan PAD yang direncanakan
belanja modal tidak memediasi pengaruh dibandingkan dengan target yang
desentralisasi fiskal terhadap ditetapkan berdasarkan potensi riil
pertumbuhan ekonomi. daerah. Kemampuan daerah dalam
Rasio ketergantungan keuangan menjalankan tugasnya dikatakan efektif
mempunyai pengaruh signifikan apabila rasio yang dicapai sebesar 1
terhadap pertumbuhan ekonomi daerah (satu) atau 100%. Namun demikian
dengan dimediasi belanja modal, dan semakin tinggi rasio efektivitas
memiliki arah pengaruh negatif, hal ini menggambarkan kemampuan daerah
dimungkinkan karena penggunaan dana yang semakin baik. Semakin tinggi
perimbangan dalam alokasi belanja kemampuan daerah dalam
modal masih relatif kecil, sebagian besar merealiasasikan PAD yang ditargetkan
dana perimbangan masih digunakan maka semakin dapat memenuhi
untuk belanja pegawai dan belanja kebutuhan belanja pembangunan untuk
operasional. Tingginya tingkat meningkatkan pertumbuhan ekonomi
ketergantungan belanja daerah terhadap daerah (Sularso dan Restianto, 2011).
pendanaan dana perimbangan, Hasil temuan pada penelitian ini sejalan
menunjukkan tingginya ketergantungan dengan penelitian yang dilakukan oleh
keuangan daerah terhadap pendanaan Kawa, (2011) menyatakan bahwa rasio
pemerintah pusat (Rusydi, 2010). efektivitas PAD tidak berpengaruh
Semakin tingginya rasio ketergantungan signifikan terhadap pertumbuhan
menunjukkan bahwa porsi dana transfer ekonomi. Dan didukung oleh penelitian
133

Kurni Adi Suwandi, Afrizal Tahar Jurnal InFestasi Vol.11, No.2, Desember 2015

yang dilakukan oleh Hamzah (2008), perimbangan. Hasil penelitian ini tidak
yang juga menyatakan bahwa rasio berhasil mendukung penelitian dari
efektivitas PAD tidak berpengaruh Prasetyo Utomo, (2012) menyatakan
terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun, bahwa belanja modal memediasi
hasil penelitian ini tidak berhasil hubungan antara derajat kontribusi
mendukung penelitian dari Utomo, BUMD dengan pertumbuhan ekonomi.
(2012) menyatakan bahwa belanja modal Hal ini sejalan dengan penelitian, Sularso
memediasi hubungan antara efektivitas dan Restianto, (2011) menyatakan bahwa
PAD dengan pertumbuhan ekonomi. belanja modal memediasi hubungan
Sularso dan Restianto, (2012) bahwa antara derajat kontribusi BUMD dengan
belanja modal memediasi hubungan pertumbuhan ekonomi.
antara efektivitas PAD dengan
pertumbuhan ekonomi.
Kontribusi BUMD dengan dimediasi PENUTUP
oleh belanja modal dalam penelitian ini
tidak memiliki pengaruh terhadap rasio Simpulan
pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya Berdasarkan analisis data dan
upaya dari pemerintah untuk menggali pembahasan yang telah dilakukan maka
potensi-potensi daerah yang dimiliki dapat diambil kesimpulan bahwa
pemerintah daerah melalui BUMD dapat hipotesis pertama tidak didukung atau
meningkatkan PAD, sehingga PAD dapat dikatakan bahwa derajat
tersebut dapat digunakan untuk desentralisasi fiskal berpengaruh negatif
memenuhi kebutuhan infrastruktur baik dan signifikan terhadap anggaran belanja
pembangunan maupun perbaikan sarana modal. Derajat desentralisasi
dan prasarana. Namun penyerapan atau menunjukkan derajat kontribusi PAD
penggalian potensi-potensi pendapatan terhadap total penerimaan daerah.
asli daerah melalui Badan Usaha Milik Semakin tinggi kontribusi PAD, maka
Daerah (BUMD) sudah optimal tetapi semakin tinggi kemampuan daerah
hasilnya belum maksimal dikarenaka dalam penyelenggaraan desentralisasi.
masih terbatasnya perusahaan- Hasil penelitian ini sejalan dengan
perusahaan daerah yang ada di penelitian dari Prasetyo Utomo (2012),
Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta. mengatakan bahwa derajat desentralisasi
Tersedianya infrastruktur yang baik fiskal tidak mempunyai pengaruh
diharapkan dapat menciptakan efisiensi signifkan terhadap rasio belanja modal.
dan efektivitas di berbagai sektor, Hipotesis kedua tidak didukung
produktivitas masyarakat pun menjadi atau dapat dikatakan bahwa
semakin tinggi dan pada akhirnya terjadi ketergantungan keuangan berpengaruh
peningkatan pertumbuhan ekonomi di negatif dan signifikan terhadap anggaran
daerah tersebut (Harianto dan Adi, 2007). belanja modal. Ketergantungan keuangan
Semakin tinggi rasio ini berdampak pada dihitung dengan menggunakan jumlah
naiknya pendapatan daerah yang pendapatan transfer dengan total
berdampak pada pertumbuhan ekonomi penerimaan daerah. Semakin tinggi rasio
(Sularso dan Restianto, 2011).Namun ini, maka semakin besar ketergantungan
penggalian potensi-potensi penerimaan daerah terhadap pemerintah pusat/
asli daerah melalui perusahaan daerah provinsi. Hasil penelitian ini sejalan
(BUMD) tampaknya masih belum optimal dengan penelitian dari Sularso dan
dan tepat sasaran dikarenakan Restianto (2011), menyatakan bahwa
penggunaan PAD untuk memenuhi ketergantungan keuangan berpengaruh
kebutuhan infrastruktur baik signifikan terhadap alokasi belanja
pembangunan maupun perbaikan sarana modal.
dan prasarana masih belum maksimal, Hipotesis keempat didukung atau
dikarenakan porsi belanja modal yang dapat dikatakan bahwa efektivitas PAD
digunakan untuk memenuhi kebutuhan berpengaruh positif dan signifikan
infrastruktur tidaklah cukup apabila terhadap anggaran belanja modal.
hanya mengandalkan PAD yang diperoleh Efektivitas PAD adalah kemampuan
dari perusahaan daerah, tetapi lebih pemerintah daerah dalam merealisasikan
mengandalkan penerimaan dana PAD yang direncanakan dibandingkan
134

Kurni Adi Suwandi, Afrizal Tahar Jurnal InFestasi Vol.11, No.2, Desember 2015

dengan target yang ditetapkan Hipotesis kesepuluh tidak


berdasarkan potensi riil daerah. Hasil didukung atau dapat dikatakan bahwa
penelitian ini sejalan dengan penelitian efektivitas PAD dengan dimediasi oleh
dari Prasetyo Utomo, (2012) bahwa belanja modal tidak berpengaruh
efektivitas PAD mempunyai pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan
signifikan terhadap alokasi belanja ekonomi daerah. Hasil penelitian ini
modal. sejalan dengan penelitian Erlangga Pati
Hipotesis kelima tidak didukung Kawa, (2011) menyatakan bahwa rasio
atau dapat dikatakan bahwa derajat efektivitas PAD tidak berpengaruh
kontribusi BUMD tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan
signifikan terhadap anggaran belanja ekonomi. Namum tidak sejalan dengan
modal. Derajat kontribusi BUMD penelitian dari Prasetyo Utomo, (2012)
digunakan untuk mengetahui tingkat menyatakan bahwa belanja modal
kontribusi perusahaan daerah dalam memediasi hubungan antara efektivitas
mendukung pendapatan daerah. Hasil PAD dengan pertumbuhan ekonomi.
penelitian ini tidak sejalan dengan Hipotesis kesebelas tidak didukung
penelitian dari Sularso dan Restianto, atau dapat dikatakan bahwa kontribusi
(2011) yang mengemukakan bahwa BUMD dengan dimediasi oleh belanja
derajat kontribusi BUMD berpengaruh modal tidak berpengaruh signifikan
terhadap alokasi belanja modal. terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.
Hipotesis keenam didukung atau Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
dapat dikatakan bahwa belanja modal penelitian Sularso dan Restianto, (2011)
berpengaruh positif dan signifikan menyatakan bahwa belanja modal
terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. memediasi hubungan antara derajat
Alokasi belanja modal adalah alokasi kontribusi BUMD dengan pertumbuhan
pengeluaran anggaran untuk perolehan ekonomi.
aset tetap dan aset lainnya yang memberi
manfaat lebih dari satu periode Keterbatasan
akuntansi, dibandingkan dengan total Penelitian ini tidak terlepas dari
belanja dalam APBD. Hasil penelitian ini keterbatasan dan kekurangan.
sejalan dengan penelitian dari Prasetyo Keterbatasan dalam penelitian ini adalah
Utomo (2012), juga mengemukakan dihilangkannya variabel kemandirian
bahwa belanja modal berpengaruh keuangan, dikarenakan variabel tersebut
terhadap pertumbuhan ekonomi. memiliki korelasi nilai VIF paling besar
Hipotesis ketujuh tidak didukung sehingga menyebabkan gejala
atau dapat dikatakan bahwa derajat multikolinearitas pada regresi persamaan
desentralisasi dengan dimediasi oleh 1 dan persamaan 2. Beberapa tahap yang
belanja modal tidak berpengaruh telah dilakukan untuk menghilangkan
signifikan terhadap pertumbuhan gejala multikolinearitas pada variabel
ekonomi daerah. Hasil penelitian ini independen pada persamaan 1 dan
sejalan dengan penelitian dari Sularso persamaan 2, yaitu mentransformasikan
dan Restianto, (2011) menyatakan bahwa data ke dalam bentuk lain, misalnya
belanja modal tidak memediasi pengaruh logaritma natural, akar kuadrat atau
desentralisasi fiskal terhadap bentuk first difference delta. Kemudian
pertumbuhan ekonomi. menambah jumlah observasi dan
Hipotesis kedelapan tidak mengganti atau mengeluarkan variabel
didukung atau dapat dikatakan bahwa yang mempunyai korelasi yang tinggi.
ketergantungan keuangan dengan
dimediasi oleh belanja modal
berpengaruh negatif dan signifikan Saran
terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Berdasarkan keterbatasan dan hasil
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan, maka
penelitian Utomo (2012), bahwa belanja peneliti memberikan beberapa saran
modal tidak memediasi pengaruh untuk penelitian selanjutnya, yaitu
ketergantungan keuangan terhadap memperbanyak populasi penelitian
pertumbuhan ekonomi daerah. sehingga jumlah sampel juga lebih
mampu untuk dapat dilakukan
135

Kurni Adi Suwandi, Afrizal Tahar Jurnal InFestasi Vol.11, No.2, Desember 2015

generalisasi atas hasil tersebut, Development Goals). Jakarta:


menambahkan indikator untuk Bappenas.
mengukur variabel kinerja keuangan Endah Kusumawati, Vegasari. 2011.
daerah, dan menguji pengaruh langsung Faktor-Faktor Yang Menentukkan
antara kinerja keuangan daerah dengan Pendapatan Asli Daerah dan
pertumbuhan ekonomi daerah. Belanja Modal di Indonesia Survey
pada Pemerintah di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA Bagian Barat dan tengah.
Fitriyanti & Pratolo. (2008). “Pengaruh
Abdullah, Syukriy and Halim Abdul, Pendapatan Asli Daerah dan
2004. “Pengaruh Dana Alokasi Belanja Pembangunan Terhadap
Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Rasio Kemandirian dan
Daerah (PAD) terhadap Belanja Pertumbuhan Ekonomi.” Proceeding
Pemerintah Daerah: Studi Kasus Konferensi Penelitian Keuangan
Kabupaten/Kota di Jawa dan Bali.” Sektor Publik, Jakarta.
Proceeding Simposium Nasional Ghozali, Imam, 2006. Aplikasi Analisis
Akuntansi VI, 16-17 Oktober 2003, Multivarite dengan SPSS, Cetakan
Surabaya, hal. 1140. Keempat, Badan Penerbit
Abimanyu, Anggito. 2005. Format Universitas Dipenogoro, Semarang.
Anggaran Terpadu Menghilangkan Halim, A. (2007). Akuntansi Sektor Publik;
Tumpang Tindih. Bapekki Depkeu. Akuntansi Keuangan Daerah,
Adi, P.H. 2005. “Dampak Desentralisasi Salemba Empat, Jakarta
Fiskal terhadap Pertumbuhan Halim, A. and Abdullah, S. 2006.
Ekonomi (Studi pada Kabupaten “Hubungan dan Masalah
dan Kota se Jawa-Bali)”. Jurnal Keagenan di Pemerintahan
Kritis Universitas Kristen Satya Daerah (Sebuah Peluang
Wacana Salatiga. Penelitian Anggaran dan
Adi, P. H. 2007. “Hubungan antara Akuntansi).” Jurnal Akuntansi
Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Pemerintah Vol.2 No.1, hal 53-64.
Belanja Pembangunan dan Hamzah, A. (2008). Analisa Kinerja
Pendapatan Asli Daerah (Studi Keuangan terhadap Pertumbuhan
pada Kabupaten dan Kota se Jawa- Ekonomi, Pengangguran dan
Bali)”. Jurnal Akuntansi dan Kemiskinan: Pendekatan Analisis
Keuangan Sektor Publik, Vol 08, Jalur, Universitas Trunojoyo.
No.1. Handra, Hefrizal and Maryati, Sri. 2009.
Andrea Christy, Fhino and Priyo Hari Adi. “Analisis Pendapatan Asli Daerah
2009. “Hubungan Antara Dana (PAD) Bukan Pajak Pemerintah
Alokasi Umum, Belanja Modal dan Propinsi Sumatra Barat.”
Kualitas Pembangunan Manusia.” Konferensi Penelitian Keuangan
Makalah disampaikan dalam Sektor Publik II Badan Litbang
Konferensi Nasional UKWMS. Departemen Dalam Negeri.
Surabaya 10 0ktober 2009. Harianto, David and Priyo Hari Adi, 2007.
Ani and Dwirandra (2012). Pengaruh “Hubungan Antara Dana Alokasi
Kinerja Keuangan Pada Umum, Belanja Modal, Pendapatan
Pertumbuhan Ekonomi, Asli Daerah, dan Pendapatan
Pengangguran, dan Kemiskinan PerKapita.” Simposium Nasional
Kabupaten dan Kota. Akuntansi X, Makassar.
Ardhini and Handayani (2011). Pengaruh Hidayat, Mochamad Fajar. 2013.
Rasio Keuangan Daerah terhadap Analisis Pengaruh Kinerja
Belanja Modal untuk Pelayanan Keuangan Daerah terhadap Alokasi
Publik dalam Perspektif Teori Belanja Modal. Universitas
Keagenan (Studi Pada Kabupaten Brawijaya, Malang.
dan Kota Di Jawa Tengah) Hendarmin. 2013. Pengaruh Belanja
Bappenas. 2004. Indonesia. Laporan Modal Pemerintah Daerah dan
Perkembangan Pencapaian Tujuan Investasi Swasta terhadap
Pembangunan Millenium (Millenium Pertumbuhan Ekonomi, Kesempatan
Kerja dan Kesejahteraan
136

Kurni Adi Suwandi, Afrizal Tahar Jurnal InFestasi Vol.11, No.2, Desember 2015

Masyarakat di Kabupaten/Kota Rusydi, Bahrul Ulum. 2010. Analisis


Propinsi Kalimantan Barat. UNTAN. Determinan Kinerja Keuangan
Ismerdekaningsih, Herlina, SE & Endah Pemerintah Daerah Dan Deteksi
Sri Rahayu, SE. 2002, ”Analisis Ilusi Fiskal. Universitas Dipenogoro,
Hubungan Penerimaan Pajak Semarang.
Terhadap Product Domestic Bruto Saragih, Juli Panglima. 2003.
Di Indonesia (Studi Tahun 1985- Desentralisasi Fiskal dan Keuangan
2000).” ITB Central Library Daerah dalam Otonomi. Cetakan
Kawa, Erlangga Pati. 2011. Pengaruh Pertama. Penerbit Ghalia Indonesia:
Kinerja Keuangan Pemerintah Jakarta.
Daerah terhadap Pertumbuhan Sekaran, Uma., 2006, Research Methods
Ekonomi Daerah Pasca For Bussiness Metodologi Penelitian
Pelaksanaan Undang-Undang untuk bisnis buku 1, Jakarta:
Otonomi Daerah (Studi pada Salemba Empat.
Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumadi Suryabrata, 2000. Metode
Indonesia). Universitas Sebelas Penelitian. PT. Raja Grafindo
Maret, Surakarta. Persada, Jakarta.
Khusaini, Mohammad. 2006. Ekonomi Sularso dan Restianto. 2011. Pengaruh
Publik: Desentralisasi Fiskal dan Kinerja Keuangan Terhadap Alokasi
Pembangunan Daerah. Malang: Belanja Modal dan Pertumbuhan
BPFE Unibraw. Ekonomi Kabupaten/Kota Di jawa
Kuncoro,Haryo. (2004). Pengaruh Tengah. Universitas Jendral
Transfer antar Pemerintah Pada Soedirman, Purwokerto.
Kinerja Fiscal Pemerintah Daerah Susanto, Azhar. 2008. Sistem Informasi
Kota dan Kabupaten Di Indonesia. Akuntansi, Struktur-Pengendalian
Vol.9 no.1 Resiko-Pengembangan. Bandung:
Kusumadewi and Arif Rahman (2007). Lingga Jaya.
Flypaper Effect pada Dana Alokasi Republik Indonesia, Undang-Undang
Umum (DAU), dan Pendapatan Asli Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Daerah (PAD) terhadap Belanja Pemerintah Daerah
Daerah pada Kabupaten/Kota di Republik Indonesia, Undang-Undang
Indonesia Nomor 25 tahun 1999 tentang
Nugroho, Fajar dan Rohman, Abdul. Perimbangan Keuangan Antara
(2012). Pengaruh Belanja Modal Pemerintah Pusat Dan Daerah
Terhadap Pertumbuhan Kinerja Republik Indonesia, Undang-Undang
Keuangan Daerah Dengan Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 7
Pendapatan Asli Daerah Sebagai tentang Pemerintah Daerah
Variabel Intervening (Studi Kasus Di Utomo, Susilo Prasetyo. 2012. Pengaruh
Provinsi Jawa Tengah). Universitas Kinerja Keuangan Terhadap
Dipenogoro, Semarang. Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor Dengan Alokasi Belanja Modal
13 Tahun 2006 tentang Pedoman Sebagai Variabel Pemediasi.
Pengelolaan Keuangan Daerah. Universitas Sebelah Maret,
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun Surakarta.
2005 tentang Standar Akuntansi Yustikasari dan Darwanto (2007).
Pemerintahan. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun Pendapatan Asli Daerah, Dan Dana
2005 tentang Pengelolaan Alokasi Umum Terhadap
Keuangan Daerah. Pengalokasian Anggaran Belanja
PSAP Nomor 2 Laporan Realisasi Modal.
Anggaran
Rahmawati, Nur Indah. 2010. Pengaruh
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dan
Dana Alokasi Umum (DAU)
Terhadap Alokasi Belanja Daerah.
UNDIP. Semarang.

Anda mungkin juga menyukai