Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Menghadapi berbagai perubahan di era globalisasi, diperlukan sumber

daya manusia yang memiliki kualitas keberdayaan yang lebih efektif agar

mampu mengatasi berbagai tantangan yang timbul. Bangsa Indonesia harus

siap menghadapi tantangan global di abad 21 ini. Tuntutan tersebut diantaranya

adalah anak membutuhkan pikiran, komunikasi verbal dan tulis, teamwork,

kreativitas, keterampilan meneliti dan problem solving untuk bersaing dan

tumbuh dengan baik di masa depan. Akan tetapi lingkungan pendidikan tidak

memposisikan untuk mengajarkan kemampuan tersebut kepada peserta didik.

Peserta didik pintar secara teoritis, tetapi mereka miskin aplikasi. Peserta didik

kurang bergaul dengan realita, asing terhadap fakta, asing terhadap konteks

pembelajarannya dengan dunia nyata dan juga asing terhadap proses

konseptualisasi (Djohar, 2006: 9). Selain itu, peserta didik sering berhasil

memecahkan masalah tertentu, tetapi gagal jika konteks masalah tersebut

sedikit diubah (Sudiarta, 2006) dalam Asri Widowati, 2015.


Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Council of Science and

Technology di Inggris menunjukkan bahwa sekitar 30% pekerja menggunakan

sains dalam beberapa aspek pekerjaannya dan problem solving skills sangat

selalu dibutuhkan pada berbagai profesi atau keahlian. Namun penelitian yang

dilakukan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)

sebagai lembaga penelitian internasional menunjukkan hasil bahwa pendidikan

di Indonesia berada pada urutan kedua paling rendah setelah Tunisia untuk

1
kompetensi problem solving dan berada pada urutan ketiga terbawah setelah

Brazil untuk kompetensi Sains (Munif Chatib, 2011: 22). Hasil tersebut

tentunya memprihatinkan. Alasan-alasan tersebut dapat dijadikan masukan

bagaimana seharusnya Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia dikembangkan

melalui pendidikan, khususnya pembelajaran sains (Asri Widowati, 2015: 1).


Upaya yang tepat untuk menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM)

yang berkualitas dan satu-satunya wadah yang dapat dipandang sebagai alat

untuk membangun SDM yang bermutu tinggi adalah pendidikan. Pendidikan

sebagai proses belajar mengajar bertujuan untuk mengembangkan seluruh

potensi yang ada pada diri peserta didik secara optimal. Potensi peserta didik

tersebut dapat semakin terlihat jika diimbangi dengan kualitas proses belajar

mengajar yang lebih baik. Proses belajar mengajar di kelas hendaknya

disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan kondisi peserta didik di kelas.

Sehingga akan terjadi interaksi guru dan peserta didik yang lebih optimal.
Pembelajaran merupakan suatu proses aktif dari peserta didik dalam

membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima

kucuran ceramah guru tentang suatu ilmu. Berdasarkan observasi yang

dilakukan di SMP N 2 Imogiri, rendahnya hasil belajar peserta didik

disebabkan proses pembelajaran yang didominasi oleh pembelajaran

konvensional. Pada pembelajaran ini suasana kelas cenderung teacher-

centered, sehingga peserta didik menjadi pasif. Meskipun demikian guru lebih

suka menerapkan model tersebut, sebab tidak memerlukan alat dan bahan

praktik, cukup menjelaskan konsep-konsep yang ada pada buku ajar atau

referensi lain. Dalam hal ini peserta didik tidak diajarkan strategi belajar yang

2
dapat memahami bagaimana belajar, berpikir, dan memotivasi diri sendiri.

Persoalan pembelajaran IPA di lapangan masih berkutat pada pencapaian a

body of knowledge atau IPA sebagai produk saja dan belum memperhatikan

aspek yang lainnya, yaitu IPA sebagai proses (a way of investigating), sikap (a

way of thinking), dan aplikasi (science and its interaction with technology and

society). Pembelajaran ini akan lebih bermakna bila peserta didik diberikan

kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas pembelajaran,

sementara guru berperan sebagai fasilitator dan mediator sehingga peserta

didik mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam mengaktualisasikan

kemampuannya di dalam dan di luar kelas (Rusman, 2010: 324).


Pembelajaran yang berlangsung tidak hanya memaksa otak peserta

didik untuk menghafal dan menimbun informasi tanpa dituntut memahami dan

mengkaitkannya dengan kehidupan sehari-hari. Jika hal demikian yang

berlangsung, maka peserta didik hanya pintar secara teoritis dan gagap

terhadap permasalahan. Padahal pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan

masalah dan masalah kehidupan merupakan masalah yang semakin lama

semakin kompleks. Di dalam kehidupan sehari-hari peserta didik pasti telah

dihadapkan dengan masalah baik dilingkungan sekolah, rumah ataupun

masyarakat. Kurangnya pengalaman peserta didik dalam menghadapi masalah

dalam kehidupan sehari-hari merupakan faktor yang menyebabkan peserta

didik tidak terlatih untuk melakukan pemecahan masalah (problem solving).


Berdasarkan pemaparan di atas, kemampuan pemecahan masalah

(problem solving) penting dijadikan orientasi pembelajaran IPA. Kemampuan

problem solving sebagai salah satu kompetensi yang harus dikembangkan pada

3
abad 21, namun saat ini juga masih belum berkembang. Hal ini disebabkan

karena belum adanya pendekatan yang cocok untuk menunjang kegiatan

problem solving dalam pembelajaran. Suatu pembelajaran yang mendukung

aktivitas problem solving harus mampu mengaitkan suatu permasalahan dalam

kehidupan sehari-hari kemudian dihubungkan dengan konsep untuk

menyelesaikannya (W.Gulo, 2002: 112). Kemampuan problem solving

diperlukan untuk melatih peserta didik dalam menghadapi berbagai masalah,

baik masalah pribadi maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau

bersama-sama.
Selain itu aspek sikap juga penting dalam pembelajaran IPA yang

dapat dibentuk pada diri peserta didik agar dapat menjadi sumber daya manusia

yang unggul. Sebagai seorang guru, untuk menanamkan sikap ilmiah dapat

melalui kegiatan penyelidikan, baik eksperimen maupun eksplorasi. Sikap

ilmiah merupakan suatu sikap yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk

melakukan proses ilmiah dalam mencapai suatu produk ilmiah yang sesuai.

Kemampuan problem solving akan tumbuh melalui ketertarikan terhadap suatu

permasalahan. Agar peserta didik tertarik dengan permasalahan tersebut,

peserta didik harus memiliki sikap ingin tahu yang tinggi. Oleh karena itu,

sikap ingin tahu dibutuhkan peserta didik untuk menyelesaikan suatu

permasalahan. Sikap ingin tahu (curiosity) mendorong peserta didik akan

penemuan hal-hal yang baru dalam lingkungan sekitarnya hingga menemukan

suatu konsep, teori dan hukum dalam pembelajaran IPA. Berdasarkan hasil

observasi pada pembelajaran IPA yang dilakukan di SMP N 2 Imogiri,

kemampuan problem solving dan sikap ingin tahu peserta didik masih rendah.

4
Hal ini terlihat ketika guru sedang menjelaskan materi, peserta didik tidak

memperhatikan guru, kemudian ketika guru memberikan kesempatan untuk

bertanya, tidak ada peserta didik yang mengacungkan tangan. Sedangkan

ketika guru memberikan pertanyaan kepada peserta didik, mereka tidak dapat

menjawab pertanyaan dari guru tersebut.


Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan suatu kumpulan

pengetahuan yang tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara

umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai

oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap

ilmiah (Trianto, 2010: 136). Secara umum IPA meliputi tiga bidang ilmu dasar,

yaitu biologi, fisika, dan kimia. IPA merupakan ilmu yang lahir dan

berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah,

penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan

kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep. Sikap, proses, produk dan

aplikasi pada sains tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pembelajaran IPA

diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri

sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam

menerapkannya didalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya

menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan

kompetensi agar dapat menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.

Sehingga dalam pembelajaran IPA peserta didik diberikan kesempatan lebih

banyak untuk berperan dan berpartisipasi aktif dalam aktivitas pembelajaran.

Dengan demikian akan terjadi perubahan proses pembelajaran dari

pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat

5
pada peserta didik. Oleh karena itu, diperlukan strategi ataupun pendekatan

pembelajaran inovatif yang dapat mewujudkan hal tersebut. Pendekatan

inovatif yang dimaksud di antaranya adalah pendekatan authentic learning dan

pendekatan inquiry.
Authentic learning adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang

memungkinkan peserta didik menggali, mendiskusikan, dan membangun

secara bermakna konsep-konsep dan hubungan-hubungan, yang melibatkan

masalah nyata dan proyek yang relevan dengan peserta didik (Donovan,

Bransford & Pallegrino, 1999). Authentic learning terjadi ketika guru

menyediakan kesempatan belajar bermakna dan sesuai untuk mendorong

peserta didik aktif berinkuiri, problem solving, berpikir kritis dan melakukan

refleksi tentang masalah dalam kehidupan sehari-hari. Untuk pendekatan

inquiry membelajarkan peserta didik bagaimana seorang ilmuwan bekerja.

Pendekatan ini mampu memotivasi peserta didik untuk menjadi pemikir, ingin

tahu, bekerja sama dan problem solver. Berdasarkan kajian teoritis tersebut,

maka sangat cocok adanya kombinasi antara pendekatan authentic learning

dan pendekatan inquiry untuk mewujudkan menjadi pembelajaran inovatif

yang mampu mendorong inquiry mereka sendiri terhadap perubahan dunia.

Guru dalam pembelajaran IPA dengan pendekatan authentic inquiry learning

dapat membelajarkan peserta didik menyelidiki objek dan fenomena alam,

dengan memanfaatkan potensi masyarakat sebagai sumber belajar dan menjadi

penghubung antara sekolah dengan lingkungannya. Selain itu pembelajaran

lebih ditekankan pada masalah-masalah aktual yang secara langsung berkaitan

dengan kehidupan nyata dan bermanfaat bagi kehidupan di masyarakat (Asri

6
Widowati, 2015: 4). Maka pendekatan yang tepat untuk menunjang

kemampuan problem solving dan sikap ingin tahu peserta didik dalam

pembelajaran yaitu pendekatan authentic inquiry learning.


Upaya dalam membelajarkan peserta didik dengan pendekatan

authentic inquiry learning diperlukan suatu bahan ajar. Salah satu bahan ajar

yang diperlukan dalam proses pembelajaran yaitu Lembar Kerja Peserta Didik

(LKPD). Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SMP N 2 Imogiri,

LKPD yang digunakan sebagai sarana pendukung proses pembelajaran di SMP

N 2 Imogiri yaitu LKPD yang terdapat pada buku paket kurikulum KTSP yang

berisi rangkuman materi disertai dengan suatu prosedur percobaan yang

tampilannya kurang menarik dan belum menekankan terhadap kemampuan

problem solving dan sikap ingin tahu peserta didik.. Berdasarkan hal tersebut,

LKPD yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah LKPD IPA dengan

pendekatan authentic inquiry learning guna memperoleh pengetahuan dan

mengaktifkan peserta didik dalam proses belajarnya melalui kegiatan

penyelidikan. Pembelajaran dengan pendekatan authentic inquiry learning

belum diterapkan oleh guru dikarenakan guru merasa kesulitan dalam

mengaplikasikannya melalui kegiatan pembelajaran yang menekankan proses

inkuiri. Sehingga, peserta didik juga belum terbiasa pada pembelajaran dengan

pendekatan authentic inquiry learning tersebut. Dengan demikian, perlu

adanya bimbingan, arahan, atau petunjuk guru kepada peserta didik selama

pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan authentic inquiry learning.

LKPD yang dikembangkan dalam penelitian ini menggunakan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menyesuaikan dengan penggunaan

7
kurikulum sekolah yang digunakan sebagai tempat penelitian. Dari

pengembangan LKPD IPA ini, diharapkan dapat menumbuhkan kemampuan

problem solving dan sikap ingin tahu peserta didik.


Materi yang akan digunakan dalam LKPD IPA dalam penelitian yaitu

Zat Aditif pada Makanan karena di SMP N 2 Imogiri terdapat jajanan-jajanan

makanan yang menggunakan zat-zat aditif dalam penambahan makanan yang

sangat berbahaya bagi kesehatan. Selain itu, materi tersebut dekat dengan

kehidupan kita sehari-hari sehingga dapat dilakukan suatu penyelidikan untuk

menemukan suatu konsep. LKPD ini diharapkan dapat menjadi media yang

dapat digunakan untuk menumbuhkan kemampuan problem solving dan sikap

ilmiah peserta didik dalam melakukan penemuan ilmiah. Berdasarkan hal

tersebut, penelitian ini mengambil judul “Pengembangan LKPD IPA Materi Zat

Aditif pada Makanan Berpendekatan Authentic Inquiry Learning untuk

Menumbuhkan Kemampuan Problem Solving dan Sikap Ingin Tahu Peserta

Didik SMP Kelas VIII.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah diuraikan, maka dapat

diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:


1. Pendidikan pada abad 21 menuntut untuk berlatih kemampuan problem

solving tetapi pembelajaran IPA dilapangan masih belum memfasilitasi

untuk pengembangan problem solving.


2. Proses pembelajaran IPA idealnya mengaktifkan peserta didik, tetapi

pembelajaran IPA yang berlangsung disekolah masih menggunakan

metode ceramah sehingga masih berpusat pada guru.

8
3. Penerapan hakikat IPA dalam proses pembelajaran IPA seharusnya

berorientasi pada proses, prosuk, sikap dan aplikasi tetapi secara realnya

hanya berkutat sebagai produk saja.


4. LKPD yang digunakan sebagai sarana pendukung proses pembelajaran di

SMP N 2 Imogiri yang terdapat pada buku paket kurikulum KTSP yang

berisi rangkuman materi disertai dengan suatu prosedur percobaan yang

tampilannya kurang menarik padahal seharusnya LKPD berisi petunjuk

pelaksanaan tugas kegiatan pembelajaran yang melibatkan peserta didik

aktif.

C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, agar permasalahan menjadi lebih

fokus dilakukan pembatasan masalah yaitu masalah nomor 1, nomor 3, dan

nomor 4 yaitu pengembangan suatu produk LKPD IPA dengan pendekatan

authentic inquiry learning untuk menumbuhkan kemampuan problem solving

dan sikap ingin tahu peserta didik dalam pembelajaran IPA pada materi Zat

Aditif pada Makanan untuk peserta didik SMP kelas VIII.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah, maka sebagai rumusan masalahnya

adalah sebagai berikut:


1. Bagaimana kelayakan produk hasil pengembangan LKPD IPA dengan

pendekatan authentic inquiry learning pada pembelajaran IPA materi zat

aditif makanan di kelas VIII di SMP N 2 Imogiri?


2. Apakah LKPD IPA berpendekatan authentic inquiry learning dapat

menumbuhkan kemampuan problem solving peserta didik SMP kelas

VIII?

9
3. Apakah LKPD IPA berpendekatan authentic inquiry learning dapat

menumbuhkan sikap ingin tahu peserta didik SMP kelas VIII?

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah, tujuan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:
1. Mengetahui kelayakan pengembangan LKPD IPA berpendekatan

authentic inquiry learning menurut penilaian dari validator dan respon

peserta didik ditinjau dari aspek kelayakan isi, komponen penyajian,

kebahasaan, dan kegrafisan.


2. Mengetahui pertumbuhan kemampuan problem solving peserta didik SMP

kelas VIII yang menggunakan LKPD IPA berpendekatan authentic inquiry

learning.
3. Mengetahui pertumbuhan sikap ingin tahu peserta didik SMP kelas VIII

yang menggunakan LKPD IPA berpendekatan authentic inquiry learning.

F. Spesifikasi Produk dan Keterbatasan Pengembangan

Produk yang diharapkan dalam penelitian pengembangan ini berupa

LKPD IPA berpendekatan authentic inquiry learning untuk menumbuhkan

problem solving dan sikap ingin tahu peserta didik pada materi Zat Aditif pada

Makanan yang mempunyai spesifikasi produk dan keterbatasan

pengembangan sebagai berikut.

a. Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) IPA yang disusun mengacu pada

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

b. Pengembangan Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) IPA

menggunakan pendekatan authentic inquiry learning.

10
c. Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) IPA yang dikembangkan ini

bertujuan untuk menumbuhkan problem solving dan sikap ingin tahu

peserta didik pada materi Zat Aditif pada Makanan.

G. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain:
1. Bagi guru bidang studi khususnya IPA, LKPD IPA hasil pengembangan

dapat dijadikan perangkat untuk membantu kegiatan pembelajaran kepada

peserta didik berdasarkan pendekatan authentic inquiry learning.


2. Bagi mahasiswa calon guru IPA, memberikan bekal pengalaman dalam

membuat LKPD IPA terutama yang berpendekatan authentic inquiry

learning dan sebagai referensi untuk melakukan penelitian.

H. Definisi Operasional

Istilah-istilah operasional yang akan digunakan dalam penelitian

pengembangan LKPD IPA ini antara lain:

1. Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD)

Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) didefinisikan sebagai

suatu bahan ajar yang berisi tugas ataupun panduan peserta didik untuk

melakukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran seperti kegiatan

penyelidikan atau pemecahan masalah sesuai dengan kompetensi dasar

dan indikator pencapaian hasil belajar yang harus dicapai.

11
2. Authentic Inquiry Learning
Authentic inquiry learning merupakan pendekatan yang menuntun

peserta didik untuk melakukan sendiri penyelidikan dari permasalahan

yang diangkat dari kehidupan sehari-hari.

3. Kemampuan Problem Solving


Problem solving merupakan suatu kemampuan untuk memecahkan

suatu permasalahan dilingkungan sekitar melalui kegiatan penyelidikan

meliputi 4 aspek yaitu mengindentifikasi masalah, merumuskan masalah,

menemukan alternatif-alternatif solusi dan memilih alternatif solusi

terbaik.
4. Sikap Ingin Tahu
Sikap ingin tahu merupakan bagian dari sikap ilmiah yang harus

dimiliki oleh peserta didik untuk menemukan hal-hal yang baru dalam

melakukan suatu kegiatan penyelidikan meliputi 5 aspek antara lain

perhatian terhadap hal baru, antusias mencari jawaban, antusias pada

proses sains, menanyakan setiap langkah kegiatan dan mencari informasi

dari sumber.

12

Anda mungkin juga menyukai