Anda di halaman 1dari 28

PRAKTIKUM VII

BIOLOGI MANUSIA
Kegiatan I
A. Judul
Golongan Darah
B. Tujuan
Mempelajari cara-cara untuk menentukan golongan darah A, B, AB, O dan
Rh.
C. Dasar Teori
Darah merupakan bagian dari cairan ekstrasel yang berfungsi untuk
mengambil O2 dari paru-paru, bahan-bahan nutrisi dari saluran cerna dan
mengangkat hormone dari kelenjar endokrin. Bahan-bahan tersebut diangkat ke
seluruh sel dan jaringan, dimana bahan-bahan tersebut akan berdifusi dari
kapiler ke jaringan interstitial, masuk ke dalam sel dan selanjutnya akan
dipergunakan untuk semua aktifitas sel. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
darah mempunyai tiga peranan penting yaitu: fungsi transport, fungsi regulasi
dan fungsi pertahanan tubuh. Darah terdiri dari tiga jenis unsur sel khusus,
eritrosit, leukosit dan trombosit yang terendam dalam cairan kompleks plasma,
dimana masing-masing sel ini memiliki fungsi yang saling menunjang dalam
melaksanakan kerja dari darah tersebut (Siregar, 1995 : 68).
Menurut Suryo (1997 : 345) Fungsi darah antara lain:
1) Sebagai alat transportasi yaitu pembawa zat-zat makanan dari system
pencernaan keseluruhan sel tubuh;
2) Mengangkut oksigen dari sistem pernapasan, yitu paru-paru ke seluruh
tubuh;
3) Mengangkut sisa-sisa metabolisme, misalnya karbondioksida, dari
seluruh sel tubuh ke organ ekskresi, misalnya paru-paru;
4) Mengangkut hormon dari kelenjar hormon ke organ sasaran;
5) Memelihara keseimbangan cairan tubuh;
6) Mempertahankan tubuh terhadap penyakit menular dan infeksi
kuman-kuman atau antibody (oleh sel-sel darah putih);

1
7) Mengatur keseimbangan asam dan basa, untuk menghindari
kerusakan-kerusakan jaringan.
Darah selalu dihubungkan dengan kehidupan, baik berdasarkan
kepercayaan saja maupun secara langsung ke dalam pembuluh darah juga
sudah lama pula dilakukan, paling tidak sejak abad pertengahan. Pada mulanya,
pemberian darah seperti ini dan yang kini dikenal sebagai transfusi tidak
dilakukan dengan landasan ilmiah, tidak mempunyai indikasi yang jelas dan
dilakukan secara sembarangan saja. Tindakan ini lebih banyak dilakukan atas
dasar yang lebih bersifat kepercayaan, misalnya darah sebagai lambing
kehidupan. Indikasi juga tidak jelas, pelaksanaan juga tidak didasarkan atas
pengetahuan yang cukup. Oleh karena itu tidak heran bila pada masa itu
banyak korban karena tindakan yang dilakukan secara sembarangan ini, baik
pada donor maupun pada penerima darah. Bahkan pernah ada suatu masa,
tepatnya abad ke-17 dan 18, transfuse dilarang dilakukan di Eropa. Akan tetapi,
Dr. Karl Landsteiner dalam tahun 1901 yang bekerja di laboratorium di Wina
menemukan bahwa sel-sel darah merah (eritrosit) dari beberapa individu akan
menggumpal (beraglutinasi) dalam kelompok-kelompok yang dapat dilihat
dengan mata telanjang, apabila dicampur dengan serum dari beberapa orang,
tetapi tidak dengan semua orang. Kemudian diketahui bahwa dasar dari
menggumpalnya eritrosit tadi ialah adanya reaksi antigen-antibodi. Apabila
suatu substansi asing (disebut antigen) disuntikkan ke dalam aliran darah dari
seekor hewan akan mengakibatkan terbentuknya antibody tertentu yang akan
bereaksi dengan antigen (Suryo, 1997 : 345).
Ahli imunologi (ilmu kekebalan tubuh) kebangsaan Austria bernama Karl
Landsteiner (1868-1943) mengelompokkan golongan darah manusia.
Penemuan Karl Landsteiner diawali dengan penelitiannya, yaitu ketika eritrosit
seseorang dicampur dengan serum darah orang lain, maka terjadi
penggumpalan (aglutinasi). Tetapi ada orang lain, campuran itu tidak
menyebabkan penggumpalan darah. Aglutinogen (aglutinin) yang terdapat pada
eritrosit orang tertentu dapat bereaksi dengan zat aglutinin (antibodi) yang
terdapat pada serum darah. Aglutinogen dibedakan menjadi dua yaitu :

2
Aglutinogen A: memiliki enzim glikosil transferase yang mengandung
glutiasetil glukosamin pada rangka glikoproteinnya. Aglutinogen B: memiliki
enzim galaktose pada pada rangka glikoproteinnya. Aglutinin dibedakan
menjadi aglutinin α dan β. Darah seseorang memungkinkan dapat mengandung
aglutinogen A saja atau aglutinogen B saja. Tetapi kemungkinan juga dapat
mengandung aglutinogen A dan B. ada juga yang tidak mengandung
aglutinogen sama sekali. Adanya aglutinogen dan aglutinin inilah yang menjadi
dasar penggolongan darah manusia berdasarkan sistem ABO
(Harris, 1994 : 402).

Gambar 1.1 Golongan Darah Sistem ABO


(Hak cipta milik © 2002 Pearson Education, Inc)

Menurut Harris (1994 : 402) Berdasarkan ada atau tidaknya aglutinogen,


golongan darah dikelompokkan menjadi:
1) Golongan darah A, yaitu jika eritrosit mengandung aglutinogen-A dan
aglutinin-b dalam plasma darah.
2) Golongan darah B, yaitu jika eritrosit mengandung aglutinogen-B dan
aglitinin-a dalam plasma darah.
3) Golongan darah AB, yaitu jika eritrosit mengandung aglutinogen-A
dan B, dan plasma darah memiliki aglutinin-a dan b.
4) Golongan darah O, yaitu jika eritrosit tidak memiliki aglutinogen-A
dan B, dan plasma darah memiliki aglutinin-a dan b.

3
Frekuensi populasi dari keempat golongan ini menunjukkan bahwa mereka
diwariskan, dan menuntun ke hipotesis bahwa mereka menentukan oleh tiga
gen alelik, alel A yang menentukan kekhususan A, alel B yang menentukan
kekhususan B, dan alel O yang tak aktif. Sesuai dengan pengertian ini, maka
individu golongan O semuanya homozigot OO dan individu golongan AB
semuanya heterozigot AB. Tetapi individu golongan A mungkin homozigot
AA maupun heterozigot AO, dan individu golongan B mungkin homozigot BB
maupun heterozigot BO (Harris, 1994 : 402)
Setelah darah ditetesi serum, maka akan terjadi beberapa kemungkinan
yang akan menunjukkan golongan darah tersebut. Beberapa kemungkinan
tersebut, yaitu jika serum anti-A menyebabkan aglutinasi pada tetes darah
maka individu tersebut aglutinogen tipe A (golongan darah A). Jika serum
anti-B menyebabkan aglutinasi, individu tersebut memiliki aglutinogen tipe B
(golongan darah B). jika kedua serum anti-A dan anti-B menyebabkan
aglutinasi, individu tersebut memiliki aglutinogen tipe A dan tipe B (golongan
darah AB). Jika kedua serum anti-A dan anti-B tidak mengakibatkan aglutinasi,
maka individu tersebut tidak memiliki aglutinogen (golongan darah O)
(Oktari dan Silvia, 2016).

4
D. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Blood Lancet
b. Tusuk gigi
c. Gelas obyek
d. Kapas
2. Bahan
a. Satu set antisera ABO
b. Anti Rh serum
c. Alkohol 70%

5
E. Prosedur Kerja
1. Orang pertama
Rahma R. Yusuf

Menghapus ujung jari dengan menggunakan


kapas yang telah direndam dalam alkohol
70%
Menusuk jari dengan menggunakan blood
lancet steril

Menghapus tetesan darah pertama dengan


menggunakan kapas beralkohol hingga
bersih
Memijit jari tersebut dengan perlahan hingga
keluar darah dari luka tadi, kemudian
meneteskan darah yang keluar pada gelas
obyek di tiga tempat berbeda

Meneteskan satu tetes antisera A pada salah


satu sisi dari tetesan darah, dengan cara yang
sama meneteskan satu tetes antisera B dan
AB pada masing-masing dua sisi tetesan
darah lainnya

Mengaduk tetesan masing-masing antisera


dengan darah dengan menggunakan ujung
tusuk gigi secara terpisah

Membiarka beberapa saat


Memperhatikan apa yang terjadi pada
masing-masing campuran darah dan antisera
tersebut,campuran mana yang terjadi
penggumpalan dan mana yang tidak terjadi
penggumpalan

6
2. Orang kedua
Siti Hadidjah Dade

Menghapus ujung jari dengan menggunakan


kapas yang telah direndam dalam alkohol
70%
Menusuk jari dengan menggunakan blood
lancet steril

Menghapus tetesan darah pertama dengan


menggunakan kapas beralkohol hingga
bersih
Memijit jari tersebut dengan perlahan hingga
keluar darah dari luka tadi, kemudian
meneteskan darah yang keluar pada gelas
obyek di tiga tempat berbeda

Meneteskan satu tetes antisera A pada salah


satu sisi dari tetesan darah, dengan cara yang
sama meneteskan satu tetes antisera B dan
AB pada masing-masing dua sisi tetesan
darah lainnya

Mengaduk tetesan masing-masing antisera


dengan darah dengan menggunakan ujung
tusuk gigi secara terpisah

Membiarka beberapa saat


Memperhatikan apa yang terjadi pada
masing-masing campuran darah dan antisera
tersebut,campuran mana yang terjadi
penggumpalan dan mana yang tidak terjadi
penggumpalan

7
3. Orang ketiga
Sumarni Mantawali

Menghapus ujung jari dengan menggunakan


kapas yang telah direndam dalam alkohol
70%
Menusuk jari dengan menggunakan blood
lancet steril

Menghapus tetesan darah pertama dengan


menggunakan kapas beralkohol hingga
bersih
Memijit jari tersebut dengan perlahan hingga
keluar darah dari luka tadi, kemudian
meneteskan darah yang keluar pada gelas
obyek di tiga tempat berbeda

Meneteskan satu tetes antisera A pada salah


satu sisi dari tetesan darah, dengan cara yang
sama meneteskan satu tetes antisera B dan
AB pada masing-masing dua sisi tetesan
darah lainnya

Mengaduk tetesan masing-masing antisera


dengan darah dengan menggunakan ujung
tusuk gigi secara terpisah

Membiarka beberapa saat


Memperhatikan apa yang terjadi pada
masing-masing campuran darah dan antisera
tersebut,campuran mana yang terjadi
penggumpalan dan mana yang tidak terjadi
penggumpalan

8
4. Orang keempat
Beatrix V. Mongkau

Menghapus ujung jari dengan menggunakan


kapas yang telah direndam dalam alkohol
70%
Menusuk jari dengan menggunakan blood
lancet steril

Menghapus tetesan darah pertama dengan


menggunakan kapas beralkohol hingga
bersih
Memijit jari tersebut dengan perlahan hingga
keluar darah dari luka tadi, kemudian
meneteskan darah yang keluar pada gelas
obyek di tiga tempat berbeda

Meneteskan satu tetes antisera A pada salah


satu sisi dari tetesan darah, dengan cara yang
sama meneteskan satu tetes antisera B dan
AB pada masing-masing dua sisi tetesan
darah lainnya

Mengaduk tetesan masing-masing antisera


dengan darah dengan menggunakan ujung
tusuk gigi secara terpisah

Membiarka beberapa saat


Memperhatikan apa yang terjadi pada
masing-masing campuran darah dan antisera
tersebut,campuran mana yang terjadi
penggumpalan dan mana yang tidak terjadi
penggumpalan

9
F. Hasil Pengamatan

Golongan
No. Nama Anti-A Anti-B Anti-AB
Darah
1 Rahma R. Yusuf - - - O
2 Siti Hadidjah Dade - + + B
3 Sumarni Mantawali - - - O
4 Beatrix V. Mongkau - - - O

Keterangan : + (menggumpal)
- (tidak menggumpal)

10
G. Pembahasan

Kegiatan pertama untuk praktikum dengan judul Biologi Manusia ini


yaitu Golongan Darah. Pada kegiatan pertama ini praktikan menentukan
golongan darah dari beberapa individu dengan sistem ABO.

Menurut Harris (1994 : 402) Ahli imunologi (ilmu kekebalan tubuh)


kebangsaan Austria bernama Karl Landsteiner (1868-1943) mengelompokkan
golongan darah manusia. Penemuan Karl Landsteiner diawali dengan
penelitiannya, yaitu ketika eritrosit seseorang dicampur dengan serum darah
orang lain, maka terjadi penggumpalan (aglutinasi). Tetapi ada orang lain,
campuran itu tidak menyebabkan penggumpalan darah. Aglutinogen (aglutinin)
yang terdapat pada eritrosit orang tertentu dapat bereaksi dengan zat aglutinin
(antibodi) yang terdapat pada serum darah. Aglutinogen dibedakan menjadi dua
yaitu : Aglutinogen A: memiliki enzim glikosil transferase yang mengandung
glutiasetil glukosamin pada rangka glikoproteinnya. Aglutinogen B: memiliki
enzim galaktose pada pada rangka glikoproteinnya. Aglutinin dibedakan
menjadi aglutinin α dan β. Darah seseorang memungkinkan dapat mengandung
aglutinogen A saja atau aglutinogen B saja. Tetapi kemungkinan juga dapat
mengandung aglutinogen A dan B. ada juga yang tidak mengandung
aglutinogen sama sekali. Adanya aglutinogen dan aglutinin inilah yang menjadi
dasar penggolongan darah manusia berdasarkan sistem ABO.

Penentuan golongan darah pada kegiatan pertama ini dilakukan pada


semua anggota kelompok 6 yang berjumlah empat orang. Masing-masing
melakukan tahap-tahap mulai dari sebelum pengambilan darah hingga
penentuan golongan darah dalam penentuan golongan darah ini.

Untuk menentukan golongan darah seseorang, tentunya kita membutuhkan


darah orang tersebut. Sebelum pengambilan darah dilakukan, ujung jari
dibersihkan dengan kapas yang telah direndam dengan alkohol 70%. Setelah
dibersihkan, jari ditusuk dengan menggunakan blood lancet steril (yang telah
direndam didalam alkohol 70%) hingga luka dan mengeluarkan darah. Darah
pertama yang keluar dihapus dengan kapas beralkohol hingga bersih.
Kemudian jari dipijit perlahan hingga keluar lagi darah dari luka tadi. Darah
yang keluar tersebut selanjutnya diteteskan pada gelas obyek di tiga tempat
berbeda. Kemudian pada tetesan darah pertama di gelas obyek diteteskan satu
tetes antisera A, tetesan darah yang kedua diteteskan satu tetes antisera B, dan
pada tetesan darah yang ketiga diteteskan antisera AB. Setelah itu, tetesan
darah dan antisera pada masing-masing ketiga tempat tersebut di aduk dengan
menggunakan tusuk gigi yang berbeda secara terpisah untuk masing-masing
tetesan. Setelah di aduk, campuran masing-masing tetesan dibiarkan beberapa

11
saat. Langkah terakhir adalah memperhatikan campuran mana yang terjadi
penggumpalan dan mana yang tidak terjadi penggumpalan. Dari langkah
terakhir inilah, golongan darah seseorang dapat ditentukan apakah orang
tersebut memiliki golongan darah A, B, AB atau O.

Menurut Oktari dan Silvia (2016) Setelah darah ditetesi serum, maka akan
terjadi beberapa kemungkinan yang akan menunjukkan golongan darah
tersebut. Beberapa kemungkinan tersebut, yaitu jika serum anti-A
menyebabkan aglutinsai pada tetes darah maka individu tersebut aglutinogen
tipe A (golongan darah A). Jika serum anti-B menyebabkan aglutinasi,
individu tersebut memiliki aglutinogen tipe B (golongan darah B). jika kedua
serum anti-A dan anti-B menyebabkan aglutinasi, individu tersebut memiliki
aglutinogen tipe A dan tipe B (golongan darah AB). Jika kedua serum anti-A
dan anti-B tidak mengakibatkan aglutinasi, maka individu tersebut tidak
memiliki aglutinogen (golongan darah O).

Pada penentuan golongan darah yang telah dilakukan pada empat orang
anggota kelompok 6, diperoleh dua golongan darah yaitu golongan darah B dan
O. Tiga orang diantaranya memiliki golongan darah O, sedangkan yang
satunya lagi memiliki golongan darah B.

Pada ketiga orang yang memiliki golongan darah O, campuran tetesan


darah baik dengan antisera A, antisera B, maupun antisera AB yang telah di
aduk dan didiamkan beberapa saat hasilnya tidak mengalami aglutinasi atau
penggumpalan darah, sehingga dapat ditentukan bahwa ketiga orang tersebut
memiliki golongan darah O. Sedangkan pada orang yang memiliki golongan
darah B, Campuran tetesan darah dengan antisera A tidak mengalami
aglutinasi, sedangkan campuran tetesan darah pada dua tempat lainnya yaitu
dengan antisera B dan AB mengalami aglutinasi, sehingga dapat ditentukan
bahwa orang tersebut memiliki golongan darah B.

12
H. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa


penentuan golongan darah A, B AB, dan O dapat dilakukan dengan cara
mencampurakan tetesan darah dengan satu set antisera ABO yaitu antisera A,
antisera B, dan antisera AB secara terpisah. Kemudian memperhatikan apakah
terjadi penggumpalan (aglutinasi) atau tidak terjadi penggumpalan. Pada golongan
darah A terjadi penggumpalan pada campuran tetesan darah dengan antisera A
serta dengan antisera AB, pada golongan darah B terjadi penggumpalan pada
campuran tetesan darah dengan antisera B serta dengan antisera AB, pada
golongan darah AB terjadi penggumpalan pada campuran tetesan darah dengan
masing-masing ketiga antisera, dan pada golongan darah O tidak terjadi
penggumpalan pada campuran tetesan darah dengan masing-masing ketiga
antisera.

13
I. Jawaban Tugas

1. Buatlah diagram hubungan transfusi antara golongan darah ABO, mana


yang dimaksud donor universal dan resipien universal?
Jawab :

a. Donor universal adalah golongn darah yang bias memberikan sejumlah


darahnya ke orang lain. Golongan darah yang dimaksud adalah
golongan darah O.
b. Resipien universal adalah golongan darah yang dapat menerima
sejumlah darah dari golongan darah lain. Golongan darah yang
dimaksud adalah gol ongan darah AB.

2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan antigen, antibody, aglutinogen, dan


aglutinin serta Rh+ jelaskan hubungannya dengan transfusi darah.
Jawab :
- Antigen merupakan sebuah zat yang digunakan untuk merangsang
respon imun didalam darah dan kemudian menghasilkan antibody
didalam darah tersebut.
- Antibody merupakan susunan glikoprotein dengan struktur tertentu
yang disekresi dari pencerap limfosit-B yang sudah teraktivasi menjadi
sel plasma di dalam sel darah.
- Aglutinogen adalah protein darah yang terdapat di dalam eritrosit dan
memiliki fungsi sebagai antigen didalam darah.
- Aglutinin adalah protein yang terkandung di dalam plasma darah,
dimana protein ini dapat menyebabkan aglutinasi. Aglutinasi adalah
proses menempel atau menggumpalnya darah sebagai bentuk antibody.
- Rhesus (Rh) adalah protein (antigen) yang terdapat pada permukaan sel
darah merah. Mereka yang mempunyai faktor protein ini disebut rhesus

14
positif (Rh+). Sedangkan yang tidak memiliki faktor protein ini disebut
rhesus negatif (Rh-).
- Transfusi darah adalah proses pemindahan darah dari tubuh seseorang
ke dalam tubuh orang lain. Orang yang menerima darah disebut
penerima atau resipien. Adapun orang yang memberikan darahnya
disebut pemberi atau donor. Hal yang harus diperhatikan dalam tranfusi
darah adalah jenis aglutinogen donor dan aglutinin resipien. Aglutinin
memiliki kemampuan untuk menggumpalkan eritrosit. Jadi, apabila
aglutinogen donor bercampur dengan aglutinin resipien, darah resipien
akan menggumpal. Darah donor yang bercampur dalam tubuh resipien
akan dianggap sebagai antigen oleh tubuh.
- Orang yang memiliki darah dengan rhesus negatif (A-, B-, AB- dan O-),
hanya bisa menerima transfusi darah dari orang yang golongan dan
rhesus-nya sama. Orang dengan Rh- tidak bisa menerima donor dari
orang dengan Rh+, demikian juga sebaliknya. Apabila orang dengan
Rh- diberikan transfusi darah Rh+ maka kemungkinan bisa terjadi hal
yang fatal. Dalam darah Rh+ terdapat kandungan antigen, ketika darah
ini masuk ke dalam tubuh orang dengan Rh-,akan dianggap sebagai
benda asing sehingga antibodi akan berusaha menghancurkan benda
asing tersebut dan akibatnya terjadi penggumpalan darah dan bisa
menyebabkan kematian.

3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan erythoblastosis fetalis?


Jawab :
Erythoblastosis Fetalis merupakan kelainan darah (pecahnya sel darah
merah) yang berpotensi mengancam nyawa janin atau bayi yang baru lahir.
Umumnya disebabkan terjadinya isoimunisasi, yaitu proses pembentukan
antibody terhadap antigen individu lain yang berbeda.

15
Kegiatan II
A. Judul
Pengukuran Berat dan Tinggi Badan
B. Tujuan
1. Menentukan berat badan ideal
2. Mencari Luas Permukaan Tubuh dan Indeks Massa Tubuh (IMT)
C. Dasar Teori
1. Berat Badan
Berat Badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam
keadaan normal, di mana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan anatara
konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, berat badan berkembang mengikuti
pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, terdapat dua
kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau
lebih lambat dari keadaan normal. Berat badan harus selalu dimonitor agar
memberikan informasi yang memungkinkan intervensi gizi yang preventif
sedini mungkin guna mengatasi kecenderungan penurunan atau penambahan
berat badan yang tidak dikehendaki. Berat badan harus selalu dievaluasi dalam
konteks riwayat berat badan yang meliputi gaya hidup maupun status berat
badan yang terakhir. Penentuan berat badan dilakukan dengan cara
menimbang (Anggraeni, 2012).
Berat badan ideal merupakan dambaan dari setiap manusia baik tua
maupun muda, karena baik dari segi penampilan fisik maupun dari segi
kesehatan. Terutama kaum muda lebih banyak yang mendambakan karena
dengan berat yang ideal penampilan fisik akan menjadi lebih menarik.
Berbagai cara dilakukan agar dapat mencapai berat badan yang ideal baik dari
mengatur pola makan, diet ketat, berolahraga yang teratur sampai dengan
meminum obat-obatan (Thomas, 2008).
Sering kali dijumpai di tempat-tempat seperti apotik, praktek dokter
umum, tempat kebugaran orang yang sedang menimbang berat badan dan
mengukur tinggi badannya pada alat timbangan untuk mengetahui apakah
berat badannya telah ideal atau tidak. Umumnya masyarakat masih banyak

16
yang belum mengetahui berapa berat badan yang sesuai untuk dirinya dengan
hanya menerka-nerka saja atau hanya melihat sebatas pandangannya untuk
menentukan berat badannya. Hal ini disebabkan kurangnya penyebaran
informasi untuk menentukan berat badan yang ideal. Oleh karena itu bagi
yang tidak mengetahui perhitungan rumus berat badan ideal akan mengalami
kesulitan dalam menentukan berat badan yang ideal untuk dirinya
(Thomas, 2008).
Menurut hasil survei yang telah dilakukan di beberapa penyedia alat
timbangan berat badan seluruhnya masih menyediakan alat timbang berat
badan yang analog dan pengukur tinggi hanya berupa mistar . Ada juga
beberapa tempat yang hanya menyediakan alat timbang berat badan saja tanpa
ada alat untuk mengukur tinggi badan. Sehingga dengan alat timbangan biasa
hanya dapat mengetahui berat badannya saja tanpa mengetahui berat badannya
ideal atau tidak ideal (Thomas, 2008).
Tempat-tempat seperti pusat perbelanjaan juga menyediakan alat timbang
dengan hasil berat badan ideal atau tidak ideal. Penentuan untuk kategori
ukuran tubuhnya juga hanya ada 3 yaitu kurus, normal, dan gemuk
(Thomas, 2008).
Alat timbangan digital yang dijual dipasaran juga ada yang berfungsi
untuk menentukan berat badan ideal atau tidak, tetapi untuk mengukur tinggi
badan tidak dapat dilakukan oleh alat ini. Terlebih dahulu harus dimasukkan
tinggi badan melalui tombol yang tersedia. Setelah berat dan tinggi diketahui
maka akan diketahui beratnya ideal atau tidak. Alat ini hanya dapat untuk
menimbang berat badan dan menentukan berat badan ideal (Thomas, 2008).
Menurut Sarwono (2001) Penentuan berat tubuh ideal dapat digunakan
dengan 2 metoda yaitu:ƒ
a. Metoda Brocca
Berat Badan ideal
(Tinggi badan-100) - 10%(Tinggi badan-100).
Batas ambang yang diperbolehkan adalah ± 10% dari berat badan ideal.
Bila 10% sudah kegemukan dan bila >20% sudah terjadi obesitas.

17
Contoh: seorang wanita dengan tinggi badan 161 cm dan berat badan 58 kg.
Maka BB ideal = (161-100)-10%(161-100)
= 61-6,1
= 54,9 kg
Wanita ini dengan berat badan 58 kg masih tergolong dalam batas ≥ 10%,
(dikatakan normal) ƒ
b. Indeks Massa Tubuh (IMT)
IMT (kg/m²)= Berat badan (kg) / (Tinggi badan)² (m²)
IMT adalah metoda yang dikeluarkan oleh WHO (Badan Kesehatan Dunia)
dan yang paling sering dipakai untuk penentuan berat badan ideal.
Penggunaan IMT hanya dapat diterapkan pada orang dewasa baik itu lelaki
atau perempuan yang berumur diatas 18 tahun, dengan batas ambang untuk
lelaki dan perempuan Indonesia dianggap sama yaitu kurus sekali 27 kg/m².
Contoh:
Seorang wanita dengan tinggi badan 161 cm dan berat badan = 58 kg
Maka besar nilai IMT = 58 / (1.61x1.61) = 22,37
Wanita ini dengan berat badan 58 kg masih tergolong dalam batas 18,5–
25,0 kg/m², (dikatakan normal).
2. Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan salah satu parameter yang dapat melihat keadaan
status gizi sekarang dan keadaan yang telah lalu. Pertumbuhan tinggi/panjang
badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif pada masalah
kekurangan gizi pada waktu singkat (Anggraeni, 2012).
Pertumbuhan tinggi badan mengikuti pola pertumbuhan tipe umum. Umur
dua tahun pertama, tinggi badan tumbuh cepat, dengan pertumbuhan 20 cm
pada umur satu tahun dan 10 cm pada umur dua tahun, sehingga tinggi badan
anak umur dua tahun mencapai kira-kira setengah tinggi badan dewasa. Awal
masa sekolah, pertambahan tinggi badan kira-kira 6 cm pertahun, hal ini
menunjukkan pertumbuhan yang melambat, bahkan akan makin lambat
sampai menjelang remaja kira-kira umur dua belas tahun. Masa pubertas,
pertumbuhan tinggi badan melonjak kembali sampai umur kira-kira enam

18
belas tahun, kemudian melambat lagi dan berhenti pertumbuhannya kira-kira
pada umur 18 – 20 tahun (Hanom, 2012). Berhentinya pertumbuhan ini karena
menutupnya lempeng-lempeng epifisis. Penutupan epifisis terjadi pada umur
kira-kira 16 – 18 tahun pada wanita dan umur 18 – 21 tahun pada pria
(Sinclair, 1978).
Tinggi badan (TB) merupakan komponen yang fundamental sebagai
indikator status gizi, dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi
badan. Sehingga pengukuran tinggi badan seseorang secara akurat sangatlah
penting untuk menentukan nilai Indeks Massa Tubuh (IMT), selain itu tinggi
badan dapat digunakan sebagai pengukur Basal Metabolism Rate (BMR)
(Yabanci et al., 2009).
Tinggi badan ini diukur dengan menggunakan alat ukur microtoise dengan
ketepatan 1 cm. Pengukuran tinggi badan hanya dibutuhkan peralatan yang
berupa lantai yang permukaannya datar untuk tempat berdiri, apabila
menggunakan dinding sebagai media bantu maka permukaan dinding tersebut
tidak bergelombang dan vertikal sehingga dapat berdiri tegak dengan tumit,
pantat, panggul dan punggung menempel pada dinding. Pengukuran tersebut
dilakukan tanpa mengenakan alas kaki, berdiri tegak dengan punggung
menempel ke dinding, dagu ditekuk sedikit kebawah, kemudian microtoise
ditempakan atau ditekan di atas kepala secara mendatar (Dillon, 2007).

Gambar 2.1 Pengukuran Tinggi Badan (Dillon, 2007)

19
Cara pengukuran tinggi badan yang sering terlewatkan adalah, menarik
napas panjang dan menahannya untuk beberapa saat ketika pengukuran
berlangsung, kemudian rambut ataupun ornamen yang berada di kelapa
haruslah disingkirkan, selain itu tumpuan berat badan haruslah seimbang
berada di kedua kaki, posisi menghadap lurus kedepan, bahu rileks, tangan di
samping, kaki lurus, tumit berdempetan, dengan kepala scapula bokong tumit
menempel pada bidang vertical (Dillon, 2007).

20
D. Alat dan Bahan
1. Timbangan berat badan (Kg)
2. Alat pengukur tinggi badan

21
E. Prosedur Kerja

Relawan

Memilih dari kelompok 4 relawan, masing-masing yang


harus gemuk dan normal menurut penglihatan

Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan


relawan, kemudian menentukan berat badan menurut
rumus : Berat badan ideal = (tinggi – 100)(Kg)

Menentukan apakah berat badan probandus ideal atau


tidak

Menentukan luas permukaan tubuh dengan cara


menghitung Indeks Massa Tubuh/Basa Metabolic Indeks
(IMT/BMI) masing-masing relawan dengan
menggunakan rumus : IMT = BB (Kg) / TB2 (m)

No. Nama Hasil Keterangan


1 Rahma R. Yusuf 20,7 Normal
2 Siti Hadidjah Dade 18,9 Normal
3 Sumarni Mantawali 20,9 Normal
4 Beatrix V. Mongkau 18,5 Normal

22
F. Hasil Pengamatan

a. Perhitungan IMT

BB (Kg) 51 51
1. Rahma R. Yusuf : IMT = TB2 (m) = 1,572 = 2,4649 = 20,7
BB (Kg) 45 45
2. Siti Hadidjah Dade : IMT = TB2 (m) = 1,542 = 2,3716 = 18,9
BB (Kg) 47 47
3. Sumarni Mantawali : IMT = TB2 (m) = 1,52 = 2,25 = 20,9
BB (Kg) 40 40
4. Beatrix V. Mongkau : IMT = TB2 (m) = 1,472 = 2,1609 = 18,5

b. Tabel hasil perhitungan IMT (Indeks Massa Tubuh)

No. Nama Hasil Keterangan


1 Rahma R. Yusuf 20,7 Normal
2 Siti Hadidjah Dade 18,9 Normal
3 Sumarni Mantawali 20,9 Normal
4 Beatrix V. Mongkau 18,5 Normal

23
G. Pembahasan
Kegiatan kedua untuk praktikum dengan judul Biologi Manusia ini yaitu
Pengukuran Berat dan Tinggi Badan. Pada kegiatan kedua ini praktikan
menentukan luas permukaan tubuh atau indeks massa tubuh suatu individu.
Pada praktikum ini, luas permukaan tubuh atau indeks massa tubuh dilakukan
pada empat orang anggota kelompok 6 sebagai relawan.
Menurut Sarwono (2001) IMT (kg/m²)= Berat badan (kg) / (Tinggi
badan)² (m²). IMT adalah metoda yang dikeluarkan oleh WHO (Badan
Kesehatan Dunia) dan yang paling sering dipakai untuk penentuan berat badan
ideal. Penggunaan IMT hanya dapat diterapkan pada orang dewasa baik itu
lelaki atau perempuan yang berumur diatas 18 tahun, dengan batas ambang
untuk lelaki dan perempuan Indonesia dianggap sama yaitu kurus sekali 27
kg/m².
Langkah awal dalam penentuan indeks massa tubuh ini adalah melakukan
pengukuran berat dan tinggi badan setiap relawan. Hasil yang diperoleh dari
pengukuran ini yaitu relawan 1 (Rahma) memiliki berat 51 Kg dan tinggi 157
cm, relawan 2 (Siti) memiliki berat 45 Kg dan tinggi 154 cm, relawan 3
(Sumarni) memiliki berat 47 Kg dan tinggi 150 cm, dan relawan 4 (Beatrix)
memiliki berat 40 Kg dan tinggi 147 cm.
Setelah diperoleh hasil pengukuran berat dan tinggi badan dari masing-
masing relawan, langkah selanjutnya adalah menghitung IMT dengan rumus
BB (Kg)
IMT = TB2 (m). Perhitungan IMT untuk setiap relawan adalah sebagai berikut.
BB (Kg) 51 51
1. Rahma R. Yusuf : IMT = TB2 (m) = 1,572 = 2,4649 = 20,7
BB (Kg) 45 45
2. Siti Hadidjah Dade : IMT = TB2 (m) = 1,542 = 2,3716 = 18,9
BB (Kg) 47 47
3. Sumarni Mantawali : IMT = TB2 (m) = 1,52 = 2,25 = 20,9
BB (Kg) 40 40
4. Beatrix V. Mongkau : IMT = TB2 (m) = 1,472 = 2,1609 = 18,5

Langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah menentukan apakah


masing-masing keempat relawan tersebut dapat di klasifikasikan bertubuh

24
kurus, normal atau gemuk. Penentuan ini dapat dilakukan dengan
memperhatikan klasifikasi BMI dari WHO sebagai berikut.

Berdasarkan klasifikasi BMI dari WHO dapat ditentukan bahwa keempat


relawan tersebut memiliki indeks massa tubuh pada rentang 18,50 – 24,99,
jadi, keempat relawan tersebut di klasifikasikan bertubuh Normal.

25
H. Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
penentuan berat badan ideal dapat ditentukan dengan rumus berat badan ideal
yaitu Berat Badan Ideal = (tinggi-100)(Kg) dan pengukuran Indeks Massa Tubuh
BB (Kg)
(IMT) ditentukan dengan rumus IMT, yaitu IMT = TB2 (m) .

26
I. Jawaban Tugas
1. Apakah yang dimaksud dengan berat badan ideal?
Jawab :
Berat badan ideal adalah bobot optimal dari tubuh untuk menjaga
kesehatan dan kebugaran. Rentang dari berat badan ideal seseorang dapat
diperhitungkan berdasarkan berbagai macam faktor, di antaranya: ras,
jenis kelamin, usia, serta tinggi badan.

2. Jelaskan fungsi pengukuran IMT?


Jawab :
Fungsi pengukuran IMT antara lain :
a. Indeks massa tubuh adalah ukuran yang digunakan untuk mengetahui
status gizi seseorang yang didapatkan dari perbandingan berat dan
tinggi badan. Maka itu, setiap orang harus menghitung berapa nilai
IMT-nya agar tahu status gizi tubuhnya normal atau tidak.
b. Indeks massa tubuh adalah alat penilaian yang dapat dilakukan untuk
membantu diagnosis salah satu penyakit. Namun menghitung IMT saja
tidak cukup untuk menegakkan uatu diagnosis penyakit Dokter
biasanya akan menganjurkan Anda untuk melakukan berbagai
pemeriksaan medis lainnya

27
DAFTAR PUSTAKA

Anggreani, Adisty C.2012.Asuhan Gizi Nutritional Care Process.Yogyakarta


Dillon, D. H. 2007. Nutritional Assesment. Universitas Indonesia. Jakarta.
Harris, H. 1994.Dasar-dasar Genetika Biokemis Manusia.Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press
Oktari, Anita dan Silvia, N. D.2016.Pemeriksaan Golongan Darah Sistem ABO
Metode Slide dengan Reagen Serum Golongan Darah A, B, O.Jurnal
Teknologi Laboratorium.ISSN: 2338-5634.Vol 5.No 2.
Sinclair, J.B. 1987. Seedborne pathogens, p. 17-76. In Principles of Seed
Pathology Vol I. CRC Press, Inc. Florida.
Siregar, H., Yusuf, I dan Gani, A.1995.Fisiologi Sel dan Cairan Tubuh.
Makassar : Universitas Hasanuddin
Suryo.1997.Genetika. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Thomas.2008.Sistem Pengukur Berat dan Tinggi Badan Menggunakan
Mikrokontroler AT89S51.Jurna Teknik Elektro.Vol 10.No 2
Yabanci, N., Kiliç, S., & Şimşek, I. 2009. The relationship between height and
arm span, mid-upper arm and waist circumferences in children. Annals
of human biology, 37(1), 70-75.

28

Anda mungkin juga menyukai