Anda di halaman 1dari 10

KOMPETISI MAHASISWA NASIONAL

FORMASI LAW FAIR 2019

ARTIFICIAL INTELLIGENCE (AI) LAW PROGRESS


SYSTEM DALAM MENGHADAPI REVOLUSI INDUSTRI 4.0 DI
INDONESIA UNTUK MENCAPAI KEADILAN NYATA

Nama Anggota :

1. (Muhamad Fikri Haikal) NIM.018.04.0031 / Angkatan 2018


2. (Titi Tantri) NIM.017.00.0000 / Angkatan 2019

UNIVERSISTIAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM

NUSA TENGGARA BARAT


Pernyataan Orisinalitas

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Ketua : Muhamad Fikri Haikal

Nama Anggota : Titi Tantri

Instansi : Universitas Islam Al-Azhar Mataram

Dengan ini menyatakan bahwa esai yang berjudul : “ARTIFICIAL


INTELLIGENCE LAW PROGRESS SYSTEM DALAM MENGHADAPI REVOLUSI
INDUSTRI 4.0 DI INDONESIA DEMI MENCAPAI AKSESIBILITAS HUKUM YANG
BERKEADILAN NYATA” adalah benar-benar hasil karya sendiri dan bukan merupakan
plagiat atau saduran dari naskah penulis lain, serta belum pernah dilombakan dan
dipublikasikan dalam bentuk apa pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir naskah ini. Apabila pada kemudian
hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh
Panitia FORMASI Law Fair 2019.
ARTIFICIAL INTELLIGENCE LAW PROGRESS SYSTEM DALAM
MENGHADAPI REVOLUSI INDUSTRI 4.0 DI INDONESIA DEMI
MENCAPAIKEADILAN YANG NYATA

Penulis : 1.Muhamad Fikri Haikal

2. Titi Tantri

Dalam Pembangunan yang dilakukan oleh Bangsa Indoensia harus memihak


kepada kepentingan rakyat. Pembangunan sebagai suatu proses yang berkesinambungan
harus senantiasa tanggap dan peka terhadap Dinamika yang terjadi di dalam masyarakat,
baik di bidang Hukum, ekonomi, teknologi, sosial dan Masyarakat dan sebagainya.

Masyarakat modern (modern society) hidup dalam era teknologi informasi


(information technology) atau disebut juga dengan informative society yang saat ini
populer disebut dengan „disruptive era“ atau era revolusi industri 4.0. Artinya, dunia
global telah menempatkan kehidupan manusia berada di tengah-tengah arus teknologi
yang begitu cepat perkembangannya dan sekaligus menjadi ancaman bagi
manusia. Kemajuan dalam bidang teknologi (informasi) merupakan hasil karya
intelektual manusia yang telah banyak membawa perubahan luar biasa dalam pola hidup
manusia dewasa ini.

Konvergensi teknologi informasi ke dalam dunia perindustrian telah melahirkan


Revolusi Industri 4.0. Konvergensi tersebut dimotori oleh beberapa perkembangan
teknologi seperti Internet of Things (IoT), block chain, artificial inteligence (AI) atau
kecerdasan buatan, big data, cloud computing, 3D printing. 2 (dua) teknologi teratas yang
disebut mempengaruhi revolusi industri keempat adalah block chain dan kecerdasan
buatan. Kecerdasan buatan sendiri adalah aktivitas yang dikhususkan untuk membuat
mesin cerdas,

Dalam Kemajuan pesat yang terjadi dalam masyarakat dunia, termasuk juga
masyarakat Indonesia, perlu dibarengi dengan sentuhan hukum yang Progresif untuk
mencapai aksesibilitas hukum yang berkeadilan di tengah masyarakat, sehingga
eksistensi negara hukum yang di pegang Indonesia dapat terus dipertahankan. Sentuhan
Hukum yang Progresif adalah sebuah Cara hukum untuk berporgress mencari kebenaran
yang nyata, terkait masalah – masalah yang timbul di tengah masyakarat Indonesia dan
Sentuhan Hukum Progresif tidak selalui terpaku oleh regulasi yang tekstual semata, dan
kaku.

Artinya dukungan yang diberikan oleh pemerintah dalam pengembangan


teknologi informasi harus diikuti dengan perkembangan hukum mengikuti zaman,
sehingga kemajuan teknologi tersebut dapat bermanfaat secara maksimal bagi masyarakat
dan negara.

Richard Susskind menyebutkan terdapat ada 3 (tiga) faktor pendorong perubahan


dalam profesi hukum yaitu :

1. Tantangan yaitu kemauan klien untuk mendapatkan lebih banyak layanan dengan
harga yang lebih ekonomis, serta peluang dari firma hukum dan pengacara untuk
dapat menyediakan layanan tersebut.
2. Liberalisasi yang berarti bahwa meskipun dalam sejarah panjang diketahui bahwa
hanya pengacara berkualifikasi yang dapat . Menyediakan Sebuah layanan
hukum, namun saat ini telah terdapat perubahan dari pendekatan standar selama
ini bagaimana sebuah layanan hukum dapat diberikan karena garis batas antara
profesi hukum dan profesi non-hukum menjadi sangat kabur, hal ini berakibat
pada konsultasi hukum yang dapat diberikan pula oleh para professional di bidang
hukum, tetapi tidak sepenuhnya berprofesi sebagai pengacara.
3. Teknologi informasi. Teknologi ini menciptakan kemungkinan-kemungkinan
baru untuk menyediakan lebih banyak layanan hukum dengan biaya lebih sedikit
dan efisiensi, terutama setelah muncul start up atau legal tech yang mampu
memberikan konsultasi hukum secara lengkap dan tanpa biaya. memungkinkan
suatu entitas berfungsi dengan tepat serta memiliki pandangan jauh ke depan
berdasar pada lingkungannya

Kehadiran Bidang hukum dan kecerdasan buatan telah memiliki hubungan sejak
lama yaitu sekitar 30 (tiga puluh) tahun, yang berakibat pada kecerdasan buatan,ternyata
bukanlah hal baru bagi hukum. Namun, penggunaan teknologi kecerdasan buatan dalam
sistem pemerintahan, industri hukum, dan profesional hukum di tahun-tahun sebelumnya
berjalan sangat lambat.

Dengan Hadirnya Gebrakan revolusi industri 4.0, maka minat terhadap


kecerdasan buatan meningkat dan berkembang secara dramatis. Peningkatan ini terjadi
karena sangat dibutuhkan transformasi pada layanan hukum, dan ketersediaan data
hukum yang begitu pesat di tengah masyarakt Indonesia.

Kecerdasan buatan tidak hanya akan berpengaruh pada adanya revolusi industry
4.0, namun juga memiliki efek disrupsi hampir di setiap industri. Hal ini tentunya selain
berdampak pada produk dan layanan, juga akan berpengaruh pada kehidupan sehari-hari
warga di seluruh dunia. Disatu sisi, kecerdasan buatan akan membawa peluang dan
tantangan social ekonomi yang perlu diamati sejak dini. Sementara itu, disisi lain
yurisdiksi global di seluruh dunia saat ini masih memiliki perbedaan yang signifikan
dalam melakukan pendekatan regulasi terhadap teknologi kecerdasan buatan ini.

"Indonesia adalah negara hukum". Yang demikian itu merupakan penegasan dari
pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 bukan Negara atas undang-undang dan bukan negara atas
prosedural belaka.Terlepas dari kesederhanaan rumusan pasal yang tercantum terkandung
maksud suatu pertanyaan yang berkaitan dengan penegakan hukum dalam konteks negara
hukum, dan mengingat bahwa NKRI adalah negara demokratis, berarti hukum yang
ditegakkan adalah dalam lingkup masyarakat demokratis.

Dalam tingkatanya, Diatas hukum ada keadilan dibawah hukum ada aturan.
Sebuah fakta sosial yang kita bisa saksian terkait Sistem Hukum yang tidak berkeadilan.
Mengedepankan Undang - Undang semata tetapi menyengsarakan rakyat jelata atas
jeratan hukum yang di derita. Kepercayaan terhadap sistem hukum di tengah masyarakat
saat ini kia terggerus karena sistem hukum yang sangat statis untuk menegakan keadilan,
karena hanya terpaku oleh teks semata. Sesempurna apapun Undang – undang itu dibuat
namun ketika penerapan dan penegakan di berjalan sesuai Dengan baik, akan terjadi
ketidakpercayaan hukum di tengah masyarakat,sehingga hilangnya kewibawaan
konstitusi kita.
Ketika masyarakat bertajuk sepakat atas eksistensi keadilan, maka seharusnya
keadilan mampu mewarnai perilaku dalam kehidupan masyarakat. Karena tujuan dalam
hidup, keadilan haruslah terwujud di setiap sudut - sudut kehidupan.

Hadirnya Kecerdaan buatan dengan cepat telah masuk ke dalam praktik hukum,
berdasar pada sebuah survei terhadap mitra pengelola firma hukum di Amerika Serikat
yang beranggotakan 50 (lima puluh) pengacara atau lebih, menemukan bahwa lebih dari
36% (tiga puluh enam persen) firma hukum dan lebih dari 90% (sembilan puluh persen)
firma hukum besar yang mempekerjakan lebih dari 1.000 pengacara didalamnya
menggunakan secara aktif sistem kecerdasan buatan di praktik hukum mereka.

Robotika dan AI (Artificial Intellegence) sebagai teknologi landasan hukum yang


berprogres untuk mencapai keadilan yang nyata di tengah masyarakat saat ini, dan telah
mengakui perlunya investasi yang signifikan di bidang ini. Kebutuhan akan pendekatan
dan keterampilan baru terkait kecerdasan buatan, termasuk tantangan hukum sehingga
harus dipikirkan secara matang.

Pemikiran Satjipto Rahardjo dengan hukum progresifnya memposisikan manusia


sebagai Tolak Ukurunya. Hal ini seharusnya diikuti oleh para Pemikir, Pencipta dan
pengembang teknologi informasi agar teknologi yang diciptakan dapat membawa
kebahagiaan bagi manusia. Secara sosiologis, pembuatan hukum atau undang-undang
tidak dapat dilihat sebagai suatu kegiatan yang steril dan mutlak otonom.

Dalam perspektif ini pembuatan undang-undang memiliki asal-usul sosial, tujuan


sosial, mengalami intervensi sosial dan juga mempunyai dampak sosial. Adapun untuk
mengurangi ketegangan dalam konflik kepentingan diperlukan pendekatan partisipatoris
masyarakat agar apa yang dirasakan sebagai kepentingannya dapat terakomodasi dalam
perundang-undangan yang akan dibentuk sebagaimana pemikiran dalam teori hukum
responsif oleh Nonet dan Selznick dan teori hukum progresif.

Untuk Itulah Hukum Progresif yang harus dikembangkan tidak hanya hukum
untuk manusia kan tetapi berubah dan bertambah menjadi hukum untuk manusia dan
teknologi. Perkembangan teknologi pada umumnya dan teknologi informasi pada
khususnya membawa dampak pada kehidupan manusia dan lingkungan hidup di sekitar
manusia.

Menempatkan persoalan kemanusiaan sebagai titik tolak dari teknologi


kecerdasan buatan sesungguhnya merupakan upaya untuk menempatkan manusia dalam
posisi sentral sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila pada Sila Kedua yang berbunyi
“Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab.

Teknologi kecerdasan buatan adalah bagian sentral dari transformasi digital pada
Revolusi Industri 4.0 yaitu ketika teknologi big data memicu pembelajaran mesin
(machine learning) maka teknologi kecerdasan buatan akan semakin maju dan memiliki
dampak pada segala bidang kehidupan terutama dalam aspek Hukum . Sejak ribuan tahun
yang lalu, berbicara tentang hukum adalah berbicara tentang Keadilan dan Pencarian
keadilan (searching for truth). Dalam Dunia hukum pun menjadi ajang pertarungan hati
(keadilan) dan pikiran (rasio). Adapun dengan munculnya teknologi artificial intelligent
maka hukum juga akan terpengaruh untuk lebih bersifat teknis dan teknologis,

Dalam Penegakan Hukum di Indonesia mengahadapi Gebrakan Revolusi Industri


4.0 teknologi harus dimaknai tidak semata-mata sebagai teknologi, melainkan teknologi
yang dihasilkan harus mampu mengekspresikan nilai dan moral di dalamnya serta hukum
harus terus mengikuti zaman bukan zaman mengikuti hukum. Untuk itulah Indonesia
harus membuat Artificial inteligence (AI) Law System Progress,Sebagai Sebuah
Gebrakan Reformasi Birokrasi Layanan Hukum yang berbasis Digital untuk memperkuat
aspek Pelayanan Hukum Dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0 di Indonesia baik dari
Sektor Penegakan,Pembelajaran, Hingga Produk Hukum harus berbasis Web & Apps
atau kecerdasan buatan dalam sistem Hukum progresif yang saling terhubung, sehingga
Tujuanya adalah untuk mampu memberikan kemudahan akses mencari keadilan nyata di
tengah masyarakat Indonesia.

Pada akhirnya jika mendasarkan pada hukum yang Progresif atau dalam kata lain
Hukum yang terus mengalir mengikuti arus zaman maka hukum yang diciptakan terkait
teknologi kecerdasan buatan harus berbasis pada manusia dan kemanusiaan, yaitu mampu
menolong manusia yang susah dan juga menderita, yang bertujuan mewujudkan keadilan
yang membahagiakan bagi masyarakat.

Sehingga Aksesibiltas Hukum di Indonesia Mampu Menghadapi Gebrakan


Revolusi Industri 4.0 dari Segala Aspek Kehidupan baik Sosial, Hukum, dan teknologi
untuk Mencapai Keadilan Yang nyata di Indonesia.
Daftar Pustaka

Agus Raharjo, Ringkasan Disertasi Model Hibrida Hukum Cyberspace (Studi tentang
Model Pengaturan Aktivitas Manusia di Cyberspace dan Pilihan terhadap Model
Pengaturan di Indonesia), Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, 2008,
http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/fileku/Disertasi_Agus_Raharjo
Bhs_Indonesia.pdf.

http://journal.unpar.ac.id/index.php/veritas/article/download/3270/2712

Davide Carneiro et al, Online Dispute Resolution: Artificial Intelligence Perspective,


Artificial Intelligence Review 211, 2014.

Khudzaifah Dimyati, Sosiologi Hukum, Perkembangan, Metode dan Pilihan Masalahnya,


Muhammadiyah University Press, Surakarta, 2002.

Agus Raharjo, Ringkasan Disertasi Model Hibrida Hukum Cyberspace (Studi tentang
Model Pengaturan Aktivitas Manusia di Cyberspace dan Pilihan terhadap Model
Pengaturan di Indonesia), Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, 2008,
http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/fileku/Disertasi_Agus_Raharjo
Bhs_Indonesia.pdf.

https://uir.ac.id/opini_dosen/tantangan-hukum-di-era-revolusi-industri-4-0-oleh-
syafrinaldi

http://www.negarahukum.com/hukum/penegakan-hukum.html.

https://www.kompasiana.com/windamustika/5936ce4305c7210f9b53b8f2/rasionalkah-
antara-hukum-dan-keadilan-di-indonesia.
Biodata Peserta

1. Ketua Tim

1. Nama Lengkap Muahamad Fikri Haikal


2. Jenis Kelamin Laki – Laki
3. Tempat / Tanggal Lahir Aik Ampat,08 April 2000
4. Jurusan Hukum
5. Instansi Universitas Islam Al-Azhar Mataram.
6. Alamat Email xcalhaikal@gmail.com
7. No HP 087754506296
8. Nomor Whattshap 087754506296

2. Anggota

1. Nama Lengkap Titi Tantri


2. Jenis Kelamin Perempuan
3. Tempat / Tanggal Lahir Pringgasela, 30 Desember 1998
4. Jurusan Hukum
5. Instansi Universitas Islam Al-Azhar Mataram.
6. Alamat Email tititantri@gmail.com
7. No HP 081936544255
8. Nomor Whattshap 0878651765837

Anda mungkin juga menyukai