Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINAJAUN PUSTAKA

A. Transtheoretical Model
1. Sejarah
Transtheoretical Model (TTM) atau yang biasa kita sebut dengan
“the stages of change model” merupakan model perubahan perilaku
yang berfokus pada kemampuan individu dalam mengambil keputusan
daripada pengaruh sosial dan biologis seperti pada pendekatan lain.
TTM berusaha memasukkan dan mengintegrasikan konsep dasar dari
berbagai teori menjadi sebuah teori yang komprehensif untuk dapat
diaplikasikan pada berbagai macam perilaku, populasi dan berbagai
macam latar belakang.
Teori ini dikembangkan oleh Prochaska and DiClemente pada akhir
1970, melalui penelitiannya tentang alasan mengapa beberapa orang
mau berhenti merokok dengan sendirinya. Dari penelitian itu dapat
diketahui bahwa alasan orang untuk berhenti merokok adalah karena
terdapat kesiapan untuk berhenti merokok pada dirinya. Dari penelitian
awalnya tentang merokok tersebut, kemudian berkembang dalam
penyelidikan dan aplikasi dengan berbagai perilaku kesehatan dan
kesehatan mental, antara lain penggunaan dan penyalahgunaan alkohol,
eating disorder dan obesitas, pencegahan AIDS, dan lain sebagainya.
2. Definisi dan Konsep
Dalam teori ini terdapat 4 konsep dasar yakni stages of change, process
of changes, decisional balance, dan self-efficacy.
a. Stages of changes
Stages of change merupakan aspek yang temporal dalam TTM.
Teori ini beranggapan bahwa perubahan merupakan proses yang
akan terus terjadi sepanjang waktu. Ada 6 tahapan perubahan, yakni:
1) Pre-Contemplation
Tahap precontemplation terjadi ketika seseorang tidak
memiliki niat untuk mengganti perilakunya. Individu yang
berada di tahap ini bisa saja sudah mendapat informasi atau
belum mendapat informasi tentang konsekuensi perilakunya.
Atau dia sudah pernah mencoba untuk merubahnya dan menjadi
tidak peduli tentang hal tersebut.
2) Contemplation
Tahap ini adalah tahap dimana individu telah memiliki
kesadaran akan problem yang dihadapinya dan mulai berpikir
untuk itu. Namun pada tahap ini, individu belum membentuk
komitmen untuk segera mengubah perilaku lamanya. Individu
masih menimbangnimbang pro dan kontra dalam mengubah
perilakunya agar menjadi lebih sehat.
3) Preparation
Di tahap ini, individu mulai berniat untuk merubah
perilakunya. Rencana dibuat untuk mengurangi perilaku yang
menjadi masalah dimana individu dapat memilih beberapa solusi
yang potensial. Individu dapat lanjut pada tahap selanjutnya
ketika individu telah menetapkan rencananya dan yakin bahwa
dia dapat mengikutinya
4) Action
Merupakan tahap di mana individu membuat modifikasi
spesifik dalam perilakunya untuk menghadapi masalahnya
dalam kata lain untuk mencapai target behavior. Tindakan
memerlukan komitmen waktu dan energy untuk dapat benar-
benar mengubah perilakunya. Termasuk dalam menghentikan
perilaku lama dan memodifikasi gaya hidup serta lingkungan
yang bisa membuatnya kembali ke perilaku lamanya.
5) Maintenance
Tahap di mana individu telah membuat perubahan yang
terlihat/besar dalm gaya hidup mereka dan juga berusaha untuk
mencegah perilaku lamanya kembali, tetapi mereka tidak
mengaplikasikan proses sebanyak ketika tahapan action. Di
tahapan ini, individu akan kurang tergoda untuk kembali ke
perilaku lamanya dan kepercayaan diri merka akan bertambah
untuk meneruskan perubahan mereka.
6) Termination
Individu yang telah berada pada tahap ini memiliki
kepercayaan diri 100% dan terhindar dari godaan. Sekalipun
mereka depresi, cemas, bosan, kesepian, marah, atau stress,
individual pada tahapan ini yakin bahwa mereka tidak akan
kembali ke gaya hidup tidak sehat sebagai salah satu cara coping.
Seolah-olah, perilaku baru mereka telah menjadi suatu kebiasaan.
b. Process of changes
Processes of Changes merupakan aktivitas yang dilakukan individu
untuk maju di tiap tahapnya. Hal ini penting sebagai panduan dalam
program intervensi seperti variabel yang perlu disiapkan individu
dalam proses berpindah dari satu tahap ke tahap yang lain. Ada 10
proses di dalamnya, yakni:
1) Conciousness raising merupakan peningkatan kesadaran tentang
penyebab, konsekuensi, cara penanganan suatu perilaku.
2) Dramatic relief merupakan proses dimana individu diharapkan
untuk mengekspresikan perasaannya terhadap perilaku yang
menjadi masalah.
3) Self-re-evaluation merupakan pandangan individu bagaimana
dirinya dengan perilaku yang menjadi masalahnya dan
bagaimana jika tidak.
4) Enviromental re-evaluation merupakan pandangan individu
melihat lingkungan sekitarnya jika ia melakukan hal yang
menjadi masalah dan bagaimana jika tidak.
5) Self-liberation merupakan keyakinan individu bahwa dia
mampu berkomitmen dan bertindak merubah kebiasaan
buruknya.
6) Social liberation merupakan kebutuhan peningkatan sosial atau
alternatif khususnya untuk orang-orang yang tertindas
(minoritas).
7) Counterconditioning merupakan kebutuhan individu untuk
mempelajari perilaku sehat yang bertujuan untuk mengganti
perilaku tidak sehat
8) Stimulus control menghapus petunjuk untuk perilaku/kebiasaan
yang tidak sehat dan menambah petunjuk untuk perilaku sehat
9) Contingency management merupakan reward atau punishment
yang diri kita berikan saat melakukan perilaku sehat maupun
tidak sehat
10) Helping relationship merupakan dukungan yang diterima
individu dari orang lain ketika ia melakukan perilaku sehat
3. Decisional balance
Keseimbangan pemilihan (Decisional balance) adalah suatu keadaan
dimana individu menimbang pro dan kontra dari perilakunya
4. Self-efficacy
Keadaan dimana keyakinan individu untuk dapat mengatasi
masalahnya dan tidak kembali pada hal tersebut
B. Perilaku Merokok
1. Pengertian Perilaku Merokok
Perilaku merokok menurut Leavy (dalam Nasution, 2007) adalah
sesuatu yang dilakukan seseorang berupamembakar dan menghisapnya
serta dapat menimbulkan asap yang dapat terisapoleh orang orang
disekitarnya. Perilaku merokok dapat juga didefinisikan sebagai
aktivitas subjek yangberhubungan dengan perilaku merokoknya, yang
diukur melalui intensitasmerokok, waktu merokok, dan fungsi merokok
dalam kehidupan sehari-hari. perilaku merokok adalah aktivitas
menghisap atau menghirup rokok dengan menggunakan pipa atau rokok.
Perilaku merokok adalah suatu aktivitas atau tindakan menghisap
dukungan tembakau yang tergulung kertas yang telah dibakardan
menghembuskannya keluar sehingga dapat menimbulkan asap yang
dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya serta dapat menimbulkan
dampak buruk baik bagi perokok orang itu sendiri maupun orang-orang
disekitarnya.
2. Tahapan Perilaku Merokok
Menurut Leventhal dan Clearly (dalam Nasution, 2007), terdapat
empat tahapan seseorang menjadi perokok tetap yaitu:
a. Tahap Persiapan (preparatoty)
Seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai
merokok dengan cara mendengar, melihat, aau dari hasil bacaan.
hal-hal ini menimbulkan minat untuk merokok.
b. Tahap inisiasi (initiation)
Tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan
meneruskan ataukah tidak terhadap perilaku merokok.
c. Tahap menjadi perokok (becoming a smoker)
Apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak empat
batang per hari mereka mempunyai kecenderungan menjadi
merokok.
d. Tahap perokok tetap (maintenance of smoking)
Tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara
pengaturan diri (self-regulating). Tahap ini terjadi saat faktor
psikologi dan mekanisme biologis bergabungm dan semakin
mendorong perilaku merokok.
3. Aspek-Aspek dalam Perilaku Merokok
Aspek-aspek dalam perilaku merokok menurut Nasution (2007), yaitu:
a. Fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari
Fungsi merokok ditunjukkan dengan perasaan yang dialami si
perokok, seperti perasaan yang positif maupun perasaan negative
b. Intensitas merokok
Smet (dalam Nasution, 2007) mengklasifikasikan perokok
berdasarkan banyaknya rokok yang dihisap yaitu:
1) Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam
sehari
2) Perokok sedang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari
3) Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari
c. Tempat merokok
Tipe perokok berdasarkan tempat ada dua, yaitu :
1) Merokok ditempat-tempat umum/ruang public
2) Merokok ditempat pribadi
d. Waktu merokok
Menurut Presty (dalam Nasution, 2007) merokok dipengaruhi oleh
keadaan yang dialaminya yang pada saat itu misalnya ketika sedang
berkumpul dengan teman, cuaca yang dingin, setelah dimarahi rang
tua.
4. Faktor- Faktor yang mempengaruhi Perilaku Merokok
Menurut teori pengaruh Triadis oleh Flay, Synder dan Patritis (2009)
perilaku merokok mahasisiwa dapat dipengaruhi oleh tiga agen yaitu,
lingkungan budaya, situasi sosial, dan personal dengan sub-agen dari
setiap agen tersebut, yaitu:
a. Pengaruh personal adalah karakteristik personal yang berkontribusi
pada diri sendiri, seperti:
1) Pendidikan
Pendidikan berhubungan dengan kebiasaan merokok seseorang,
semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin
mengetahui akan dampak yang ditimbulkan dari perilaku
merokok, sehingga orang tersebut akan berhenti secara bertahan
dari kebiasaan merokok.
2) Umur
Umur turut mempengaruhi kebiasaan merokok, biasanya pada
remaja kebiasaan merokok meningkat drastis yang disebabkan
oleh pemahaman yang salah tentang kebolehan merokok ketika
sudah menginjak umur remaja, dan pada umur lansia kebiasaan
merokok menjadi turun drastis yang disebabkan oleh banyaknya
tubuh diserang oleh penyakit dan mengharuskan untuk berhenti
merokok.
3) Jenis kelamin
Perokok laki-laki jumlahnya lebih banyak daripada perokok
perempuan, hal ini menunjukan bahwa dimasyarakat orang laki-
laki yang tidak merokok dianggap kurang jantan atau kurang
berani ambil resiko, ada juga anggapan bahwa seorang anak
gadis tidak pantas merokok. Adanya anggapan-anggapan
tersebut dimasyarakat akan mempermudah kesempatan
merokok pada laki-laki. Faktor yang mempermudah seseorang
untuk menjadi perokok adalah seseorang berjenis kelamin laki-
laki.
4) Stres
Merokok mempunyai pengaruh menenangkan, membius dan
banyak menggunakannya sebagai cara menghadapi stres.
Keadaan stres tidak secara langsung menimbulkan seseorang
untuk merokok akan tetapi stres memicu untuk memperoleh atau
menggunakan sesuatu yang dapat menenangkan misalnya
menghilangkan stres dengan merokok. Didalam rokok terdapat
zat berupa nikotin. Nikotin bereaksi dibagian otak yang
mengatur bagian perasaan nyaman dan dihargai.
b. Situasi sosial adalah konteks atau mikro-lingkungan yang
berkontribusi terhadap keyakinan sosial normatif tentang perilaku
seperti:
1) Pengaruh Orang Tua
Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama dalam interaksi,
membentuk pola perilaku dan sikap seseorang yang dipengaruhi
norma dan nilai yang terdapat dilingkungan keluarga,
kemungkinan seseorang menjadi perokok lebih tinggi pada
keluarga yang orang tuanya perokok.
2) Pengaruh Teman
Teman merupakan lingkungan sosial kedua yang mempengaruhi
perilaku merokok. Meskipun lingkungan sosial kedua tetapi
dalam mempengaruhinya lebih kuat daripada lingkungan
keluarga. Faktor yang mempermudah seseorang untuk menjadi
perokok adalah sahabat yang merokok.
c. Budaya lingkungan pengaruh, faktor lingkungan yang berkontribusi
terhadap sikap terhadap perilaku merokok.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution. 2007. Perilaku Merokok pada Remaja. Medan: Program Studi Psikologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara.

Anda mungkin juga menyukai