Anda di halaman 1dari 13

Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009

Susunan Panitia

Panitia Pengarah
Abdullah (UNDIP)
Farida Ali (UNSRI)
IGBN Makertihartha (ITB)
Marwan (UNSYIAH)
Sanggono Adisasmito (Ketua APTEKINDO)
Suryo Purwono (UGM)
Swastanti Brotowati (Politeknik Negeri Ujung Pandang)
Tri Widjaja (ITS)
Widodo Wahyu Purwanto (UI)

Panitia Pelaksana
Ketua : Yogi Wibisono Budhi
Wakil Ketua : Marsha Francinne
Sekretaris : Nina Nurchaeni
Sri Baardianti A.M.
Koordinator Program : I Dewa Gede Arsa Putrawan
Novita Saraswati
Koordinator Dana : Ronny Purwadi
Stephanie Liana Utami Sutoko
Koordinator Logistik : Dendy Adityawarman
Erick Saul

Bandung, 19-20 Oktober 2009 | iv


Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009

Daftar Isi

Kata Sambutan Ketua APTEKINDO

Kata Pengantar Ketua Panitia

Susunan Panitia

Daftar Isi

T e kn o l o g i Ke e ne r g i a n, T e r mo d i n a mi ka , d a n Si s t e m Ut i l i t a s
( ET U)

No Judul Artikel/Pengarang Halaman

ETU-01 Pemodelan Proses Pencairan Batubara Menggunakan CFD ETU01-1


(Software FLUENT 6.3)
(Novia, Lia Cundari, SD Sumbogo Mukti, dan Muhammad Faizal)

ETU-02 Simulasi Pengeringan Batubara Muda dengan Metode Rangkaian ETU02-1


Pori pada Kondisi Isothermal
(Anton Irawan dan Indar Kustiningsih)

ETU-03 Studi Karakteristik Desulfurisasi Batubara Aceh dengan Adsorben ETU03-1


Alami Berbasis Kalsium
(Asri Gani, Mahidin, Andrea K. Dewi, dan Listya Wati)

ETU-04 Study Eksperimental Aliran Gas Liquid dalam Mikroreaktor ETU04-1


(Aloysius Yuli W.)

ETU-05 Acid Pre-Treatment terhadap Minyak Biji Karet untuk Pembuatan ETU05-1
Biodiesel
(Dwi Ardiana Setyawardhani dan Sperisa Distantina)

ETU-06 Degradasi Gliserol dengan Proses Batch menggunakan Gelombang ETU06-1


Micro
(Lailatul Qadariyah, Mahfud, Novita D, dan Cempaka D. S.)

ETU-07 Efek Kualitas Minyak Jelantah Terhadap Harga Proses Produksi ETU07-1
dan Kualitas Biodiesel
(Maharani Dewi Solikhah, Imam Paryanto, dan Bina Restituta Barus)

Bandung, 19-20 Oktober 2009 | v


Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009

ETU-08 Inovasi Produksi Biodiesel Secara Kontinyu dengan Reactive ETU08-1


Distillation
(Aloysius Yuli W.)

ETU-09 Kajian Awal Korosi Baja Karbon dan Baja Tahan Karat Oleh
ETU09-1
Biodiesel
(Isdiriayani M. Nurdin, Murni Sugestyna, dan Devi)

ETU-10 Konversi Gliserol menjadi Energi Alternatif melalui Reaksi ETU10-1


Hidrotermal dan Sonokimia
(Shofiyya Julaika, Sumarno, Lailatul Qadariyah, dan Mahfud)

ETU-11 Pembuatan Biodiesel dari Minyak Biji Alpukat (Persea gratissima) ETU11-1
dengan Proses Transesterifikasi
(H. M. Rachimoellah, Kartika Yeni L., dan Riska Prawitasari)

ETU-12 Pembuatan Biodiesel dari Minyak Biji Bunga Matahari ETU12-1


(Rudi Hartono, Heri Heriyanto, Jayanudin dan Arnes S.)

ETU-13 Pembuatan Biodiesel dari Minyak Goreng Bekas dengan Proses ETU13-1
Catalytic Cracking
(Luqman Buchori dan Widayat)

ETU-14 Produksi Biodiesel Secara Non-Katalitik dalam Reaktor Kolom ETU14-1


Gelembung dengan Prinsip Distilasi Reaktif
(Joelianingsih, Tatang H. Soerawidjaya, Armansyah H. Tambunan, dan
Kamaruddin Abdullah)

ETU-15 Reaksi Dekarboksilasi Minyak Jarak Pagar Untuk Pembuatan ETU15-1


Hidrokarbon Setara Fraksi Diesel dengan Penambahan Ca(OH)2
(Setiadi dan Andres Suranto)

ETU-16 Sintesis Biodiesel dari Minyak Nabati melalui Rute Non Alkohol ETU16-1
secara Kontinyu menggunakan Candida rugosa lipase
(Heri Hermansyah, Rita Arbianti, dan Ahmad Waffa)

ETU-17 Efektivitas Kombinasi Proses Perendaman dengan Amoniak dan ETU17-1


Asam pada Pengolahan Awal Biomassa sebagai bahan Mentah
Pembuatan Bioetanol
(Silvi Octavia, Tatang Hernas Soerawidjaja, dan Ronny Purwadi)

ETU-18 Pengaruh Perbandingan Berat Solid terhadap Glukosa Terbentuk ETU18-1


pada Hidrolisis Bonggol Pisang untuk Pembuatan Bioetanol
(Sri Rahayu Gusmarwani, M. Sri Prasetyo Budi, Wahyudi Budi
Sediawan, dan Muslikhin Hidayat)

Bandung, 19-20 Oktober 2009 | vi


Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009

ETU-19 Biogas Production Kinetic from Cow Manure using Liquid Rumen ETU19-1
As Inoculum
(Budiyono, I. N. Widiasa, S. Johari, dan Sunarso)

ETU-20 Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Sirkulasi terhadap ETU20-1
Produksi Biogas dalam Digester Anaerob
(Muchayat, Nonot Soewarno, Aulia Bachtiar, dan Lintang Retno P.)

ETU-21 Pengolahan Sampah Organik untuk Memproduksi Biogas Sebagai ETU21-1


Energi Terbarukan
(Nonot Soewarno, Abas Sato, dan Muchayat)

ETU-22 Produksi Biogas dari Jerami Padi dengan Penambahan Kotoran


ETU22-1
Kerbau
(Rudi Hartono dan Teguh Kurniawan)

ETU-23 Analisis Kinerja Lingkungan Pilihan Pengelolaan Sampah untuk ETU23-1


Energi : Suatu Studi Life Cycle Assessment
(Made Gunamantha, Chafid Fandeli, Shalihuddin Djalal Tandjung, dan
Sarto)

ETU-24 Efisiensi dan Efektifitas Produk Briket Sampah Dengan ETU24-1


Pengembangan Alat Pressing
(Tri Poespowati)

ETU-25 Pemanfatan Sampah Organik Sebagai Bioenergi Serta Pemurnian ETU25-1


Gas Hasil Produksi dengan Teknik Adsorpsi untuk Mendapatkan
Sumber Energi Alternatif
(Ramli Thahir, Alwathan, dan Fitriyana)

ETU-26 Pengaruh Penambahan Fungi dalam Proses Pretreatment Tandan ETU26-1


Kosong Kelapa Sawit Menjadi Sumber Energi Terbarukan
(Sri Rachmania Juliastuti dan Nuniek Hendrianie)

ETU-27 Pengaruh Perbedaan Bakteri dan Nutrien Terhadap Penurunan ETU27-1


Konsentrasi Cr(Vi) di Tanah Menggunakan Metode Slurry Phase
Bioremediation
(Sandy Budihartono, Felycia Edi Soetaredjo, Laurentia Eka Setiawan,
Nancy Dian Nugraheni dan Raymond Prawira Adinugraha)

ETU-28 Ebulliometer Sederhana Untuk Pengukuran Tekanan Uap ETU28-1


Campuran Alkohol-Isooctane Secara Akurat
(Ignatius Gunardi, Rama Oktavian, Vika Amidelsi, dan Gede Wibawa)

Bandung, 19-20 Oktober 2009 | vii


Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009

ETU-29 Liquid-Liquid Equilibrium Ternary System for Water + ETU29-1


Propanoic acid + Methyl ethyl ketone
(Endarto Yudo)

ETU-30 Minimum Miscibility Pressure Estimation in Enhanced Oil ETU30-1


Recovery by the Multiple Mixing Cell Method
(T. Walmiki Samadhi, Hertanto Adidharma, dan Sugata P. Tan)

ETU-31 Pengukuran Kesetimbangan Uap-Cair untuk Sistem Air-Trietilen ETU31-1


Glikol pada Tekanan 200, 400, dan 600 mmHg
(Kuswandi, Dedy Rahadian, dan Vidya Putra)

ETU-32 Pengukuran Konstanta Henry dan Koefisien Transfer Massa ETU32-1


dengan Metode Diferensial
(Suhartono, Herri Susanto, Dwiwahju Sasongko, dan Azis Trianto)

ETU-33 Pengukuran Kelarutan Solven Kompleks dalam Larutan Polimer ETU33-1


Menggunakan Metode Quartz Crystal Microbalance
(Gede Wibawa, Anna Khoiroh, Grastayana Suki, Dicky Afrizal, dan
Kuswandi)

ETU-34 Proses Pirolisis Katalisis dari Ban Bekas Menjadi Bahan Bakar
ETU34-1
Cair
(Faleh Setia Budi, Didi Dwi Anggoro)

ETU-35 Perengkahan Katalitik Asam Oleat Untuk Menghasilkan Biofuel ETU35-1


Menggunakan HZS5 Sintesis
(Nurjannah, Irmawati, Achmad Roesyadi, Danawati)

ETU-36 Pengukuran Tekanan Uap Sistim Terner Ethanol – n-butanol – ETU36-1


Isooctane Menggunakan Inclined Ebulliometer
(Gede Wibawa, Zul Akbar AP, Agung Rasmito, Hyung Woo Lee dan
Kuswandi)

ETU-37 Thermodynamic Modelling on Grate Combustion of Mixed Palm ETU37-1


Shell and Empty Bunch Fuel in a Steam Boiler
(Yazid Bindar dan Helen Adelina)

ETU-38 Perbandingan Proses Pembuatan Biodiesel didalam Reaktor Batch ETU38-1


dan Fixed Bed Reaktor dengan Katalis Padat Alumina Berbasis
Logam
(Susila Arita)

Bandung, 19-20 Oktober 2009 | viii


ETU
Teknologi Keenergian,
Termodinamika, dan Sistem Utilitas
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009 ISBN 978-979-98300-1-2
Bandung, 19-20 Oktober 2009

STUDI KARAKTERISTIK DESULFURISASI BATUBARA


ACEH DENGAN ADSORBEN ALAMI BERBASIS KALSIUM

Asri Gani
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala
Jl. Tgk. Syech Abdul Rauf No. 7, Darussalam – Banda Aceh 23111

Khairil*), Lia Mairiza**)


*)
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala
**)
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala
Jl. Tgk. Syech Abdul Rauf No. 7, Darussalam – Banda Aceh 23111

Abstrak

Perkembangan pemakaian batubara hingga saat ini semakin meningkat seiring dengan adanya program
pemerintah yang menetapkan batubara sebagai sumber energi alternatif utama. Permasaalahan utama
yang akan timbul adalah adanya gas SO2 hasil pembakaran batubara yang dapat menimbulkan
pencemaran udara. Penelitian ini bertujuan untuk melihat karakteristik desulfurisasi dari masing-masing
jenis dan komposisi adsorben alami yang digunakan, serta mempelajari kondisi dan temperatur
pembakaran optimum. Studi ini diharapkan dapat memberikan solusi terhadap pemanfaatan batubara
Aceh sebagai energi serta pengembangan briket batubara yang lebih ramah lingkungan untuk keperluan
industri kecil dalam rangka mengatasi ketergantungan terhadap minyak bumi. Penelitian ini dilakukan
menggunakan horizontal electric furnace dengan variasi temperatur, jenis adsorben dan rasio kalsium
dan sulfur di dalam briket batubara yang berperekat lempung. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan
emisi gas SO2 seiring dengan kenaikan temperatur akibat laju kalsinasi CaCO 3 lebih rendah dari pada
laju pembentukan SO2. Laju penyerapan SO2 oleh batu kapur lebih besar dari adsorben lainnya baik
pada temperatur rendah maupun tinggi.
Kata Kunci :batubara, desulfurisasi, adsorben

Abstract

Recently the development of coal utilization was increased due to goverment program that stated coal as
an alternativeenergy. The main problem during utilization of coal as an energy is SO 2 gas that evolved
when it is burned which is affected to air pollution. This study is focused on desulfurization
characteristics during combustion of Aceh coals by added different kind natural adsorben and to find
optimum condition. The objective of this study is to give a better solution of Aceh coal utilization as an
energy that environmental friendly in a briquette form for small industries. The experiments were
conducted by electric furnace with different temperatures, adsorbens, ratio calcium in adsorben and sulfur
in coal briquette. The results show SO2 emission increases by increasing temperature due to calcination
rate of CaCO3 to CaO slower than rate of SO2 emission. SO2 absorbtion by lime is greater than aother
adsorbens.
Keyword : coal, desulfurization, adsorben

ETU03-1
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009 ISBN 978-979-98300-1-2
Bandung, 19-20 Oktober 2009

1. Pendahuluan menguap (volatile matter), kelembaban (moisture),


Dalam rangka pemecahan masalah dan abu (ash) dalam batubara serta analisis ultimat
ketergantungan energi dari bahan bakar minyak (ultimate analysis) untuk mendapatkan fraksi
maka diharapkan dapat terpenuhi dari sumberdaya massa karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O),
lain seperti batubara. Selain dapat dimanfaatkan sulfur (S), dan nitrogen (N) di dalam batubara
untuk energi pembangkit tenaga listrik dan sumber sekaligus dengan nilai pembakaran tinggi (HHV)
energi bagi industri berskala besar, batubara juga [Culp, 1996].
sangat potensial sebagai sumber energi untuk Hasil analisis batubara Aceh menunjukkan
keperluan industri kecil/rumah tangga. Usaha yang bahwa jenis batubara tersebut merupakan batubara
dilakukan dalam penelitian ini juga termasuk salah kadar rendah (Low Rank Coal) karena kandungan
satu kegiatan diversifikasi sumber-sumber energi. airnya yang tinggi seperti disajikan pada Tabel 2.1.
Cadangan total batubara Indonesia ±
38,90 miliar ton. Pulau Sumatera mengambil porsi Tabel 2.1 Karakterisasi Batubara Aceh
2/3 dari total cadangan batubara Indonesia (± 24,75 Parameter
[%] berat Basis
miliar ton), dan Aceh mempunyai cadangan 1,69 Analisis
miliar ton [Hoetman dkk, 2004]. Proximate :
Salah satu permasalahan pada proses Moisture 5,83 db
pembakaran batubara adalah kandungan sulfur Ash 5,40 db
yang akan menghasilkan gas sulfur dioksida (SO2) Volatile Matter 46,00 db
selama proses pembakaran. Dari informasi yang Fixed Carbon 42,77 db
tersedia menunjukkan bahwa untuk mengatasi SO2 Ultimate :
yang terbentuk selama proses pembakaran dapat Carbon 60,65 daf
dihilangkan dengan penambahan adsorben berbasis Hydrogen 5,75 daf
kalsium [Asri Gani dkk, 2005]. Nitrogen 0,48 daf
Batu bara Indonesia secara umum Total Sulfur 0,38 daf
memiliki kadar sulfur dan abu yang rendah, Oxygen 27,34 daf
masing-masing di bawah 1% (sulfur) dan 20% HHV 5904 daf
(abu). Hasil penelitian tekMIRA menunjukkan, Kandungan air yang relatif tinggi membuat
briket batubara yang diberi imbuhan kapur mampu batubara Aceh sulit terbakar, namun rasio fixed
menekan emisi sampai 50% [Balia, 2005]. carbon terhadap volatile matter masih dibawah 5
Oleh karena itu pada penelitian ini sehingga masih mudah terbakar.
digunakan adsorben alam berbasis kalsium seperti Pembriketan batubara adalah untuk
batu kapur, kulit kerang laut, kulit kerang hijau dan membuat bahan bakar padat serbaguna dari
kulit tiram untuk melihat karakteristik desulfurisasi batubara dengan kemasan dan komposisi yang
pada pembakaran briket batubara Aceh. Penelitian lebih baik agar mudah dan nyaman digunakan jika
ini dilakukan dengan menvariasikan temperatur dibandingkan dengan menggunakan batubara
dan juga rasio Ca di dalam adsorben dengan S di secara langsung. Tujuan lainnya adalah untuk
dalam batubara (Ca/S) mol/pellet. mendapatkan batubara yang ramah lingkungan
Studi ini diharapkan dapat memberikan dengan menambahkan adsorben penyerap bahan-
solusi terhadap pemanfaatan batubara Aceh bahan berbahaya seperti sulfur dan logam-logam
sebagai energi serta pengembangan briket batubara berat lainnya [Naruse, 1999]. Bahan imbuhan lain
yang lebih ramah lingkungan untuk keperluan seperti perekat juga harus dipilih dari kualitas yang
industri kecil dalam rangka mengatasi baik agar dapat berfungsi optimal sebagai perekat,
ketergantungan terhadap minyak bumi. serta tidak mempengaruhi karakteristik pembakaran
baik dari segi kualitas maupun kuantitas. bahan
2. Teori Dasar imbuhan yang digunakan biasanya berupa kapur
Variasi kandungan sulfur pada batubara (lime) yang dapat mengikat senyawa beracun, serta
berkisar antara 0,5 – 5 persen berat yang muncul lempung, kanji atau tetes tebu (molase) sebagai zat
dalam bentuk sulfur organik dan sulfur inorganik perekat [Balia, 2005].
dalam bentuk pirit. Sumber sulfur dalam batubara Teknologi bersih yang digunakan pada
berasal dari berbagai sumber. Pada batubara penelitian ini ialah pengurangan emisi pada saat
dengan kandungan sulfur rendah, sulfurnya berasal pembakaran dengan cara penambahan adsorben
material tumbuhan penyusun batubara. Sedangkan (Sugiyono, 2000). Selama proses pembakaran,
untuk batubara dengan kandungan sulfur sulfur yang ada di dalam batubara akan teroksidasi
menengah-tinggi, sulfurnya berasal dari air laut menjadi gas SO2. Untuk menangkap SO2 yang
[Al-Alasy, 2008]. Pengklasifikasian batubara dihasilkan pada proses pembakaran maka
diperlukan dua basis analisis, yaitu proksimat ditambahkan adsorben alami berbasis kalsium
(proximate analysis) untuk mendapatkan fraksi seperti batu kapur, kulit kerang laut, kulit kerang
massa dari karbon tetap (fixed carbon), bahan dapat

ETU03-2
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009 ISBN 978-979-98300-1-2
Bandung, 19-20 Oktober 2009

hijau dan kulit tiram. Adsorben tersebut akan C


F
terkalsinasi menjadi CaO dan gas CO2 pda K
B
A

temperatur ± 600ºC. Gas SO2 yang terbentuk


M G

kemudian bereaksi dengan CaO dalam suasana H

oksidasi membentuk CaSO4. CaSO4 ini akan


tertinggal sebagai residu bersama abu batubara
setelah proses pembakaran. Adapun reaksi yang I
J
terjadi selama proses pembakaran adalah sebagai L
D
berikut: E E

S + O2 SO2 ∆H = -282,7 Btu (1) Gambar 1. Electrically horizontal furnace


CaCO3 CaO + CO2 ∆H = 766 Btu (2) Keterangan Gambar:
CaO + SO2 + 1/2O2 CaSO4 A : Pipa pengambilan contoh uji
∆H = - 6733 Btu (3) B : Sampel
Sulfur merupakan unsur bukan logam, dimana C : Thermokopel
suatu unsur bukan logam, molekul-molekul D : Wadah pendingin
penyusunnya terikat satu sama lain karena adanya E1;E2 : Botol penjerap (impinger)
gaya van der waalls. Unsur bukan logam
F : Furnace
cenderung menangkap atau menerima elektron.
L : Kompressor
Reaksi (3) menunjukkan S2- menerima atau Uji karakteristik pembakaran dan desulfurisasi
menangkap elektron dari Ca2+ sehingga dilakukan pada berbagai variasi temperatur seperti
membentuk CaSO4. CaSO4 secara kimia stabil disajikan pada Tabel 2. Laju alir udara
pada temperatur operasi 850 oC-950oC dan dipertahankan pada 10 liter/menit untuk berat
selanjutnya dikeluarkan dari sistem dalam bentuk sampel 5 gram selama 20 menit. Briket yang
solid. Namun pada temperatur diatas 1000°C digunakan berbentuk silinder dengan dimensi 2,5
CaSO4 dapat terurai kembali menjadi CaO dan SO2 cm diameter dan tinggi 3 cm untuk mendapatkan
[Stultz dalam Meriza, 2007]. hasil yang optimal (Saptoadi, 2006).
3. Metodologi Tabel 2. Kondisi Operasi
Batubara yang digunakan pada penelitian
ini berasal dari Kaway XVI Kabubaten Aceh Barat, 600, 650, 700,
Temp. [oC]
sedangkan batu kapur dan berbagai kulit kerang 750, 800
dan tiram diperoleh dari sekitar lokasi penelitian. Laju alir udara [l/menit] 10
Perekat yang digunakan pada penelitian ini adalah Waktu
lempung atau tanah liat yang berasal dari sekitar [detik] 1200
pembakaran
lokasi penelitian di daerah Banda Aceh. Sedangkan
bahan-bahan pendukung lainnya yang digunakan Berat sampel [g] 5
untuk keperluan analisa, diantaranya yaitu larutan
penjerap hidrogen peroksida 30% (H2O2), larutan 1; 1,25; 1,5;
Rasio (Ca/S) mol/pellet
natrium hidroksida (NaOH) 0,05 M, hablur asam 1,75; 2
sulfamat (amido sulphuric acid) (HOSO2.NH2),
Ukuran briket

= 2,5 cm;
dan campuran indikator merah metil dan biru tinggi 3 cm.
metilen. Proses pembuatan briket diawali dengan
Percobaan dilakukan untuk menguji penggerusan batubara dan adsorben sampai
karakteristik pembakaran dengan menggunakan kehalusan 60 mesh. Kadar kalsium di dalam
vertical electrically heated furnace serta uji kalor adsorben dianalisa di Balai Riset dan Standarisasi
dengan menggunakan Diferensial Scanning Industri dan Perdagangan Kanwil Perindustrian
Calorimeter (DSC). Uji karakteristik desulfurisasi (Baristand) Provinsi Aceh, Banda Aceh seperti
dilakukan dengan menggunakan electrically heated ditunjukkan pada Tabel 3. Hasil analisis
horizontal furnace seperti ditunjukkan pada menunjukkan kandungan kalsium tertinggi pada
Gambar 1. Sampel yang digunakan pada penelitian adsorben batu kapur dan terendah pada kerang
ini berbentuk briket dan diuji kekerasannya. hijau (lokan).

ETU03-3
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009 ISBN 978-979-98300-1-2
Bandung, 19-20 Oktober 2009

Tabel 3. Kandungan kalsium berbagai adsorben Pengaruh berbagai jenis adsorben terhadap
Jenis Adsorben Kandungan Kalsium (%) kuat tekan briket batubara
Tabel 4 menunjukkan kuat tekan tertinggi
Batu kapur 29,30 adalah briket batubara dengan adsorben tiram yaitu
Tiram 29,10 0,07 kgf/mm2 pada rasio Ca/S 1,5/1 dengan tensile
Kerang biasa 27,80 strength 0,41 kgf/mm2. Nilai tensile strength yang
Kerang hijau (lokan) 27,60 rendah ditunjukkan oleh briket batubara dengan
adsorben lokan.
Selanjutnya batubara dan adsorben dengan kadar
Tabel 4. Jenis dan komposisi adsorben yang
tertentu dicampur dengan perekat sampai homogen
ditambahkan ke dalam briket batubara
dan diuji karakteristik desulfurisasinya pada
terhadap kekuatan tarik dan tekannya.
berbagai temperatur pembakaran.
No Jenis Ca/S Yield Tensile
4. Hasil dan Pembahasan Adsorben Strength Strength
Pembakaran briket batubara ini (kgf/mm2) (kgf/mm2)
menggunakan adsorben berbasis kalsium dengan 1 Batu Kapur 1:1 0,07 0,06
perekat tanah liat dilakukan dengan berbagai 1,5 : 1 0,07 0,02
kondisi seperti variasi temperatur, perbandingan 2:1 0,07 0,02
Ca/S, dan berbagai adsorben berbasis kalsium dari 2 Kerang 1:1 0,01 0,2
bahan alami. Biasa
Uji pembakaran ini dimaksudkan untuk 1,5 : 1 0,04 0,24
melihat sejauh mana pengaruh komposisi briket 2:1 0,03 0,21
terhadap laju pembakaran briket yang dalam hal ini 3 Tiram 1:1 0,04 0,35
dilakukan dengan mengamati laju kehilangan
1,5 : 1 0,07 0,41
massa briket terhadap waktu serta untuk
2:1 0,07 0,01
menemukan briket dengan laju pembakaran yang
baik, mengingat kebanyakan produk briket 4 Lokan 1:1 0,03 0,25
memiliki keterbatasan dalam hal penyulutan awal 1,5 : 1 0,03 0,01
untuk memulai pembakaran. 2:1 0,03 0,01

Karakteristik desulfurisasi batubara kadar


Pengaruh rasio Ca/S terhadap laju pembakaran
rendah dengan berbagai adsorben
Laju pembakaran briket batubara dengan
Faktor-faktor yang digunakan untuk
penambahan adsorben tiram pada temperatur 700
o menentukan besarnya desulfurisasi dalam
C dan berbagai variasi Rasio Ca/S disajikan pada batubara, diantaranya banyaknya kalsium yang
Gambar 2. Laju pembakaran briket batubara terkandung di setiap adsorben dan ratio yang
semakin menurun dengan meningkatnya rasio Ca/S diberikan serta temperatur panas yang di suplai.
seperti terlihat pada Gambar 2. Hal tersebut Selain itu, faktor udara berlebih juga memberikan
menunjukkan banyaknya Ca membuat karakteristik pengaruh yang besar terhadap berlangsungnya
pembakaran menurun dan cenderung menurun laju suatu proses pembakaran. Ini dikarenakan udara
pembakarannya dengan meningkatnya waktu.
merupakan salah satu syarat penting untuk
Penyimpangan laju pembakaran terlihat pada rasio
terjadinya proses pembakaran disamping
Ca/S 1,5 yang mana disebabkan oleh tidak
tersedianya bahan bakar dan sumber panas.
stabilnya laju alir udara.
Biasanya laju alir udara berlebih yang dianjurkan
sebesar 20-40% (Quack, 1999). Laju alir udara
berlebih yang dipakai adalah 20%. Tetapi apabila
laju alir udara yang disuplai sangat berlebih ke
dalam sistem, maka efisiensi reaksi akan
mengalami penurunan.
Adsorben yang berbasis kalsium seperti batu kapur
akan terkalsinasi menjadi CaO dan gas CO2 pda
temperatur ± 600ºC. Gas SO 2 tadi kemudian akan
bereaksi dengan CaO dalam suasana oksidasi
membentuk CaSO4. CaSO4 ini akan tertinggal
sebagai residu bersama abu batubara setelah proses
Gambar 2. Pengaruh rasio Ca/S terhadap laju pembakaran.
pembakaran Briket Batubara dengan
penambahan adsorben tiram pada temperatur Pengaruh temperatur terhadap konsentrasi SO2
700 oC.

ETU03-4
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009 ISBN 978-979-98300-1-2
Bandung, 19-20 Oktober 2009

Variasi temperatur pada proses Gambar 4 menunjukkan konsentrasi SO2


pembakaran batu bara memberikan pengaruh yang dihasilkan temperatur pembakaran 900ºC dan
terhadap konsentrasi SO2. Semakin besar rasio adsorben terhadap sulfur 1:1 pada batu kapur
temperatur pembakaran, gas SO2 yang dihasilkan lebih kecil dari pada adsorben lainnya. Karena batu
semakin besar karena pembakaran semakin kapur menyerap SO2 paling tinggi dibanding
sempurna sehingga konsentrasi SO2 mengalami adsorben lainnya pada setiap temperatur. Hal ini
kenaikan. Penelitian ini menggunakan sistem sesuai dengan hasil analisa laboratorium, bahwa
pembakaran FBC dimana temperatur pembakaran komposisi kalsium terbesar ada pada batu kapur
berkisar antara 820oC hingga 950oC (Miller, 2000). seperti ditunjukkan pada Tabel 3.
160
140 Pengaruh rasio Ca/S terhadap konsentrasi SO2
120
Batu Kapur
Konsentrasi SO2 di dalam larutan
100
penyerap gas mengalami penurunan dengan
[SO2], ppm

Tiram
80
60
Kerang Biasa penambahan rasio kalsium di dalam briket
40
Lokan
batubara. Hal ini terlihat pada Gambar 4.3, semakin
20 banyak penambahan kalsium di dalam briket
0 batubara, maka gas SO2 yang terikat akan semakin
800 850 900
besar sehingga konsentrasi SO2 di dalam larutan
Temperatur
penyerap gas semakin kecil. Gambar 5
Gambar 3 Pengaruh temperatur terhadap menunjukkan konsentrasi SO2 dengan adsorben
konsentrasi SO2 pada rasio 1:1 kulit tiram pada rasio Ca/S 2:1 ialah ialah lebih
kecil dari pada rasio 1,5:1 dan 1:1. Sehingga rasio
Hal lain yang menyebabkan tingginya konsentrasi pembanding terhadap konsentrasi SO2 yang paling
SO2 dengan kenaikan temperatur adalah akibat laju baik adalah pada rasio 2:1 dan yang kurang baik
kalsinasi CaCO3 menjadi CaO lebih kecil dari pada adalah 1:1. Tetapi kondisi ini belum diperoleh nilai
laju oksidasi sulfur menjadi SO2, sehingga SO2 optimumnya, karena perlakuan belum sampai pada
yang dihasilkan tidak dapat terserap secara titik optimum.
sempurna (Asri Gani, 2003). Gambar 3
menunjukkan pengaruh temperatur terhadap 60

konsentrasi SO2, dengan berbagai adsorben dengan 50


rasio Ca/S 1:1, mengindentifikasikan bahwa pada
temperatur 800ºC, kalsinasi pada CaCO3 dari 40
[SO2], ppm

1:1
semua adsorben belum begitu sempurna 30 1,5:1

dibandingkan dengan temperatur 850ºC dan 900ºC, 20


2:1

begitu juga dengan SO2 yang belum terbentuk atau


10
terkonversi menjadi SO2 karena belum
terdekomposisi dari batubara. 0
800 850 900
Temperatur
Pengaruh jenis adsorben terhadap konsentrasi
SO2 Gambar 5 Pengaruh rasio Ca/S terhadap
Jenis adsorben sangat berpengaruh konsentrasi SO2 pada kulit tiram
terhadap konsentrasi SO2 karena kandungan
kalsium setiap adsorben berbeda-beda, dimana 5. Kesimpulan
jenis adsorben yang mengandung kalsium paling Penambahan adsorben alami berbasis
banyak maka akan mengikat gas SO2 yang banyak kalsium secara umum tidak begitu berpengaruh
pula sehingga akan menurunkan konsentrasi gas terhadap karakteristik pembakaran. Temperatur
SO2 yang terserap di dalam larutan penyerap gas. yang tepat untuk proses kalsinasi adalah antara 800
160 – 900 oC dan semakin halus semakin baik laju
140 kalsinasinya.
120 Faktor udara berlebih juga memberikan
[SO2], ppm

Batu Kapur
100
Tiram pengaruh yang besar terhadap berlangsungnya
80
60
Kerang Biasa suatu proses pembakaran. Semakin tinggi
40
Lokan
temperatur maka gas SO2 yang terlepas ke udara
20 semakin besar karena pembakaran semakin
0 sempurna sehingga konsentrasi SO2 mengalami
1:1 1,5:1 2:1
Rasio Adsorben
kenaikan. Konsentrasi SO2 di dalam larutan
Gambar 4 Pengaruh jenis adsorben terhadap penyerap gas mengalami penurunan dengan
konsentrasi SO2 pada temperatur 900ºC. penambahan rasio kalsium di dalam briket
batubara. Batu kapur merupakan adsorben yang

ETU03-5
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009 ISBN 978-979-98300-1-2
Bandung, 19-20 Oktober 2009

paling baik dibandingkan jenis adsorben lainnya Sumber Batu Kecamatan Kaway XVI
terlihat pada konsentrasi SO2 batu kapur lebih kecil Kabupaten Aceh Barat Propinsi Daerah
dari pada adsorben lainnya. Istimewa Aceh, Kantor Wilayah
Departemen Pertambangan dan Energi
Ucapan Terima Kasih Provinsi Daerah Istimewa Aceh.
Penelitian ini dibiayai oleh panitia
pengembangan ilmu Universitas Syiah Kuala
sesuai dengan surat perjanjian pelaksanaan hibah
penelitian Nomor 10/TK-HP/PBI-Unsyiah/2007.

Daftar Pustaka
[1] Al-Alasy, Y., 2008, Batubara sebagai
Sedimen Organik.
[2] Asri Gani, Keiju Morishita, Ichiro Naruse,
(2005), Characteristics of Co-combustion of
Low-Rank Coal with Biomass, Energy
Fuels, Vol. 19(4), hal. 1652 -1659.
[3] Asri Gani, ISN Mkilaha, and Ichiro Naruse,
2003. The Influence of Moisture, Chlorine
and Sulfur on Heat Recovery and Emissions
Characteristics of Wastes Combustion,
Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan,
Vol. 1, No. 1, hal. 6-10.
[4] Balia, L. A. (2005), Briket Batubara :
Makin Dikenal, Makin Disayang.
[5] Culp, A. W., 1996, Prinsip-prinsip Konfersi
Energi, penerbit Erlangga, Jakarta.
[6] Ichiro Naruse, Heejoon Kim, Guoqing Lu,
Jianwei Yuan and Kazutomo Ohtake, Study
on characteristic of self-de-sulfurization and
self-denitrification in biobriquette
combustion, Twenty-seventh Symposium
on Combustion, pp. 2973-2979, (1998).
[7] Meriza, 2007, Simulasi Pembakaran
Campuran Batubara dan Cangkang Sawit
dengan Menggunakan Simulator Aspen
Plus, Laporan penelitian, Jurusan Teknik
Kimia, Fakultas Teknik Universitas Syiah
Kuala, Banda Aceh.
[8] Miller, B .G., 2005, Coal Energy Systems,
Elsevier Academic Press, San Diego,
California, USA.
[9] Saptoadi, S., 2006, The Best Biobriquette
Dimention and it Partikel Size, The 2nd
Joint International Conference on
“Suistanable Energy and Environment (SEE
2006)”, Bangkok, Thailand.
[10] Sugiyono, A., 2000, Prospek Penggunaan
Teknologi Bersih untuk Pembangkit Listrik
dengan Bahan Bakar Batubara di
Indonesia, Jurnal Teknologi Lingkungan,
Vol.1, No.1, Januari 2000 : 90-95, ISSN
1411-318X.

[11] Suprapto, S., 2006, Pembakaran Batubara


dan Masalah Lingkungan, PUSDIKLAT
Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung.
[12] Urrilijanto dan Yuskam, 1999, Laporan
Survey Eksplorasi Batubara di Desa

ETU03-6

Anda mungkin juga menyukai