Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah

1.1.1 Latar belakang masalah

Pesatnya perrtumbuhan penduduk di dunia saat ini mengakibatkan salah satu

kebutuhan dasar manusia yaitu air yang digunakan manusia menjadi sangat

penting. Setiap aspek kehidupan manusia pasti bergantung pada air. Air dapat

diperoleh dari berbagai macam sumber, salah satunya adalah air tanah. Air tanah

dapat diambil dengan membuat sumur pada tanah yang memiliki simpanan air

tanah yang disebut akuifer. Pengambilan sumber daya air dari bawah tanah

dengan masif bisa menyebabkan ketimpangan tata air dan penurunan permukaan

tanah yang disebabkan oleh turunnya permukaan air tanah itu.

Pemanfaatan air tanah secara berlebihan mengakibatkn pengurangan gaya angkat

tanah sehingga terjadi peningkatan tegangan efektif tanah. Akibat meningkatnya

tegangan efektif ini akan menyebabkan penyusutan butiran tanah kembali dan

penurunan permukaan tanah. Kemungkinan lain yang dapat terjadi adalah erosi di

bagian dalam tanah akibat terangkutnya material tanah di bawah muka air tanah

yang disebabkan pemompaan sumur secara berlebihan.

Agar keberadaan air tanah tetap terjaga dan tidak merusak ekosistem,

pemanfaatan air tanah harus dilakukan secara efisien dan bijaksana. Pemanfaatan
air tanah harus dikelola dengan baik demi hajat hidup orang banyak. Pemakaian

air tanah pun harus mengikuti regulasi pemerintah yang berlaku agar pemanfaatan

air tanah dapat dikelola dengan baik. Pemanfaatan air tanah harus dilakukan

secara efisien dan efektif dalam rangka menjaga keberadaan air tanah, termasuk di

kota-kota besar, seperti Bandung.

Bandung merupakan salah satu kota besar yang ada di Indonesia memiliki

keadaan geografis yang unik. Seperti kita ketahui, Bandung dikelilingi oleh

pegunungan dan terletak pada ketinggian sekitar 768 meter di atas permukaan

laut. Bandung dilewati oleh sungai-sungai utama seperti Sungai Cikapundung dan

Sungai Citarum serta anak-anak sungainya yang mengalir ke arah selatan. Curah

hujan di Bandung juga tinggi, mencapai 1500-1400 mm/tahun. Dengan kondisi

geografis seperti ini membuat Bandung sebagai tempat yang subur dan memiliki

potensi air tanah yang cukup besar.

Tujuan penelitian ini ingin mengetahui cara memanfaatkan air tanah secara efisien

di Kota Bandung. Jika pemanfaatan air tanah tidak terkontrol, maka akan

menimbulkan permasalahan-permasalahan seperti terjadinya tanah longsor, erosi,

dan penurunan permukaan tanah. Untuk itu pemanfaatan air tanah sangat penting

dibahas agar setiap pengguna air tanah bijaksana dalam memanfaatkan air tanah.
1.1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, muncul persoalan yaitu:

1. Bagaimana pemanfaatan air tanah dalam kehidupan sehari-hari?

2. Bagaimana pemanfaatan air tanah secara efisien?

3. Bagaimana pemanfaatan air tanah di Bandung?

1.2 Tujuan Penelitian dan Manfaat

Tujuan yang hendak dicapai melalui penulisan laporan ini ialah untuk menemukan

cara bagaimana pemanfaatan air tanah secara efisien di Bandung. Diharapkan

tulisan ini dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Kota Bandung

mengenai pemanfaatan air tanah.

1.3 Ruang Lingkup Kajian

Untuk menjawab rumusan masalah di atas perlu pengkajan beberapa pokok, yaitu:

1. definisi air tanah

2. pemanfaatan air tanah dalam kehidupan sehari-hari

3. fungsi air tanah

4. manfaat air tanah

5. regulasi penggunaan air tanah di Indonesia

6. pemanfaatan air tanah secara efisien

7. usaha konservasi air tanah

8. kondisi geografis Kota Bandung

9. pengelolaan air tanah di Kota Bandung


10. dampak pemanfaatan air tanah

1.4 Anggapan Dasar

Air tanah merupakan air yang terdapat dalam lapisan tanah atau bebatuan di bwah

permukaan tanah. Air tanah mempunyai peranan yang sangat penting terutama

dalam menjaga keseimbangan dan ketersediaan bahan baku air untuk kepentingan

rumah tangga maupun kepentingan industri. Ketergantungan pasokan air bersih

dan air tanah mencapa 70%. Potensi air tanah di Bandung sekitar 912 juta meter

kubik per tahun.

1.5 Hipotesis

Pemanfaatan air tanah di Bandung akan efisien jika para penggunanya

menggunakannya secara bijaksana, dengan memperhatikan kelestarian sumber

daya air tanah ini..

1.6 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

1.6.1 Metode

Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu mendeskripsikan data baik dari literature

maupun dari lapangan kemudian dianalisis. Sehubungan dengan metode yang

digunakan dalam penelitian kali ini adalah metode deskriptif analitis dengan

pendekatan empiris dan rasional.


1.6.2 Teknik pengumpulan data

Pada penelitian kali ini kami menggunakan teknik pengumpulan data, berupa

studi literatur, dan observasi lapangan.

1.7 Sistematika Penulisan

Penulisan laporan penelitian ini terbagi menjadi empat bab, yaitu pendahuluan,

teori dasar air tanah, gambaran umum Bandung, dan simpulan. Pada bab satu akan

dibahas mengenai latar belakang penelitian ini, rumusan masalah, tujuan

penelitian, ruang lingkup kajian, metode dan teknik pengumpulan data pada

laporan penelitian ini, serta sistematika penulisan. Pada bab dua akan disajikan

penjelasan umum tentang air tanah, kandungan-kandungan yang terdapat dalam

air tanah, sumber air tanah, dan cara memperoleh air tanah serta pemanfaatan air

tanah dalam kehidupan sehari-hari. Bab tiga akan membahas mengenai gambaran

umum Bandung seperti letak geografis Bandung, kependudukan di Kota Bandung,

kandungan mineral tanah, iklim di Bandung, daerah aliran sungai di Bandung, dan

kondisi air tanah di Bandung. Bab empat berisi tentang simpulan dan saran dari

penulis mengenai permasalahan yang kami angkat terkait pemanfaatan air tanah,

khususnya di Bandung.
BAB II

TEORI DASAR AIR TANAH

2.1 Pengertian Air Tanah

Ada banyak pengertian atau definisi mengenai air tanah. Undang Undang Nomor

7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (UU No. 7/2004) mendefinisikan air

tanah sebagai air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah

permukaan tanah. Sementara beberapa ahli di dalam buku-buku teks memberikan

definisi yang berbeda-beda mengenai air tanah.

Air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam ruang

antarbutir-butir tanah yang meresap ke dalam tanah dan bergabung membentuk

lapisan tanah yang disebut akuifer. Lapisan yang mudah dilalui oleh air tanah

disebut lapisan permeabel, seperti lapisan yang terdapat pada pasir atau kerikil,

sedangkan lapisan yang sulit dilalui air tanah disebut lapisan impermeable, seperti

lapisan lempung atau geluh. Lapisan yang dapat menangkap dan meloloskan air

disebut akuifer. (Herlambang, 1996:5)

Air tanah adalah sejumlah air di bawah permukaan bumi yang dapat dikumpulkan

dengan sumur-sumur, terowongan atau sistem drainase atau dengan pemompaan.

Dapat juga disebut aliran yang secara alami mengalir ke permukaan tanah melalui

pancaran atau rembesan (Kodoatie, 1996:7). Dalam definisi lainnya, air tanah

adalah air yang menempati rongga-rongga dalam lapisan geologi. Lapisan tanah
yang terletak di bawah permukaan tanah dinamakan lajur jenuh (saturated zone),

dan lajur tidak jenuh terletak di atas lajur jenuh sampai ke permukaan tanah, yang

rongga-rongganya berisi air dan udara. (Soemarto, 1989:248)

Air yang berada pada lajur jenuh adalah bagian dari keseluruhan air bawah

permukaan yang biasa disebut air tanah (groundwater). Air bawah bawah tanah

(underground water dan sub-terranean water) adalah istilah lain yang digunakan

untuk air yang berada pada lajur jenuh, namun istilah yang lazim digunakan

adalah air tanah (Johnson, 1972:3).

Pada kedalaman tertentu, pori-pori tanah atau batuan mulai terisi air dan mulai

jenuh. Batas atas lajur jenuh air disebut dengan muka air tanah (water table). Air

yang tersimpan pada lajur jenuh disebut dengan air tanah, yang kemudian

bergerak sebagai aliran air tanah melalui batuan dan lapisan-lapisan tanah yang

ada di bumi sampai air tersebut keluar sebagai mata air, atau terkumpul masuk ke

kolam, danau, sungai, dan laut (Fetter, 1994:32).

Air bawah permukaan adalah segala bentuk aliran air hujan yang mengalir di

bawah permukaan tanah sebagai akibat struktur perlapisan geologi, beda potensi

kelembaban tanah, dan gaya gravitasi bumi. Air bawah permukaan tersebut biasa

dikenal dengan air tanah (Asdak, 2002:20). Air yang berada di bawah muka air

pada umumnya disebut air tanah, dan lajur di bawahnya disebut sebagai lajur

jenuh.
Curah hujan yang masuk ke dalam tanah dan meresap ke lapisan yang ada di

bawahnya, yang kemudian tertampung pada lapisan di bawah pemukaan tanah

disebut air tanah (Wilson, 1993:2).

Jumlah air tawar yang terbesar, menurut catatan yang ada, tersimpan di dalam

perut bumi, yang dikenal sebagai air tanah (Chow, 1978:56). Berdasarkan

perkiraan jumlah air di bumi (Chow et al, 1988:44) dijelaskan bahwa jumlah air

tanah yang ada di bumi ini jauh lebih besar dibanding jumlah air permukaan (98%

dari semua air di daratan tersembunyi di bawah permukaan tanah dalam pori-pori

batuan dan bahan-bahan butiran).

2.2 Kandungan-Kandungan Air Tanah

Air hujan yang meresap ke bawah permukaan tanah dalam bentuk penelusan

maupun peresapan, dalam perjalanannya membawa unsur-unsur kimia. Komposisi

kimia air tanah ini memberikan beberapa pengaruh terhadap berbagai kegiatan

pemanfaatannya seperti pertanian, industri maupun domestik. Komposisi zat

terlarut dalam air tanah dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelompok (dalam

Hadipurwo, 2006:74):

1. Unsur utama (major constituents), dengan kandungan 1,0-1000 mg/L,

yakni natrium, kalsium, magnesium, bikarbonat, sulfat, klorida, silika.

2. Unsur sekunder (secondary constituents), dengan kandungan 0,01-10

mg/L, yakni besi, stronsium, kalium, kabornat, nitrat, florida, boron.


3. Unsur minor (minor constituents), dengan kandungan 0,0001-0,1 mg/L,

yakni antimon, aluminium, arsen, barium, brom, kadmium, krom, kobalt,

tembaga, germanium, iodium, timbal, litium, mangan, molibdenum, nikel,

fosfat, rubidium, selenium, titanium, uranium, vanadium, seng.

4. Unsur langka (trace constituents), dengan kandungan biasanya kurang

dari 0,001 mg/L, yakni berilium, bismut, serium, sesium, galium, emas,

indium, lantanum, niobium, platina, radium, rutenium, skandium, perak,

talium, torium, timah, tungsten, itrium, zirkon.

2.3 Sumber Air Tanah

Adalah hal yang mutlak bagi para birokrat pengelola sumber daya air (tanah),

untuk memahami asal-usul dan sifat-sifat air tanah, agar tidak terjadi

kesalahpengertian tentang sumber daya yang dikelola. Kesalahpengertian tersebut

akan menjadikan tujuan mewujudkan kemanfaatan air tanah terutama bagi kaum

miskin pengelolaan tidak mencapai sasarannya, bahkan justru akan menimbulkan

dampak yang merugikan bagi keterdapatan air tanah itu sendiri.

Air tanah merupakan air yang berada di bawah permukaan tanah dan terletak pada

zona jenuh air. Air tanah berasal dari permukaan tanah, misalkan hujan, sungai,

danau. Dari dalam bumi sendiri, air tersebut terjadi bersama-sama dengan

batuannya, misalkan pada waktu terjadinya batuan endapan terdapat air yang

terjebak oleh batuan endapan tersebut. Contohnya air fosil yang biasanya asin dan
air vulkanik panas dan mengandung sulfur.

(http://klastik.wordpress.com/2008/03/27/dari-mana-asal-air-tanah/)

2.4 Cara Memperoleh Air Tanah

Dalam perjalananya, aliran air tanah ini sering kali melewati suatu lapisan akuifer

yang di atasnya memiliki lapisan penutup yang bersifat kedap air (impermeable).

Hal ini mengakibatkan perubahan tekanan antara air tanah yang berada di bawah

lapisan penutup dan air tanah yang berada diatasnya. Perubahan tekanan inilah

yang didefinisikan sebagai air tanah tertekan (confined aquifer) dan air tanah

bebas (unconfined aquifer). Dalam kehidupan sehari-hari pola pemanfaatan air

tanah bebas sering kita lihat dalam penggunaan sumur gali oleh penduduk,

sedangkan air tanah tertekan dalam sumur bor yang sebelumnya telah menembus

lapisan penutupnya. Air tanah bebas (water table) memiliki karakter berfluktuasi

terhadap iklim sekitar, mudah tercemar dan cenderung memiliki kesamaan

karakter kimia dengan air hujan. Kemudahannya untuk didapatkan membuat

kecenderungan disebut sebagai air tanah dangkal.

Air tanah tertekan inilah yang seringkali disebut sebagai air sumur artesis

(artesian well). Pola pergerakannya yang menghasilkan gradien potensial,

mengakibatkan adanya istilah artesis positif; kejadian dimana potensial air tanah

ini berada di atas permukaan tanah sehingga air tanah akan mengalir vertikal

secara alami menuju kesetimbangan garis potensial khayal ini. Artesis nol adalah

kejadian di mana garis potensial khayal ini sama dengan permukaan tanah
sehingga muka air tanah akan sama dengan muka tanah. Artesis negatif yakni

kejadian di mana garis potensial khayal ini di bawah permukaan tanah sehingga

muka air tanah akan berada di bawah permukaan tanah.

Gambar 1
Penampang Artesis
(Sumber: http://www.fishyforum.com/fishysalt/fishyronment/9689-air tanah-apa-
dan-bagaimana-mencarinya.html)

2.5 Pengembangan Air Tanah

Peningkatan eksploitasi air tanah yang sangat pesat di berbagai sektor di

Indonesia telah menuntut perlunya persiapan berupa langkah-langkah nyata untuk

menanganinya, khususnya memperkecil dampak negatif yang ditimbulkan. Air

tanah sebagai salah satu sumberdaya air saat ini telah menjadi permasalahan

nasional. Air tanah yang merupakan sumber daya alam terbarukan (renewable

natural resources) saat ini telah memainkan peran penting di dalam penyediaan

pasokan kebutuhan air bagi berbagai keperluan sehingga menyebabkan terjadinya

pergeseran nilai terhadap air tanah itu sendiri. Air tanah pada masa lalu

merupakan barang bebas (free goods) yang dapat dipakai secara bebas tanpa batas
dan belum memerlukan pengawasan pemanfaatan. Pada era pembangunan saat ini

yang disertai dengan peningkatan kebutuhan air tanah yang sangat pesat telah

mengubah nilai air tanah menjadi barang ekonomis (economic goods), artinya air

tanah diperdagangkan seperti komoditas yang lain bahkan di beberapa tempat air

tanah mempunyai peran yang cukup strategis. Air tanah berperan untuk

memenuhi kebutuhan air minum masyarakat, air irigasi, air untuk keperluan

industri, dan lain-lain.


BAB III

GAMBARAN UMUM BANDUNG

3.1 Letak Geografis

Kota Bandung terletak di antara 107 36 bujur timur dan 6 55 lintang selatan,

dengan keadaan geologis dan tanah terdiri atas lapisan aluvial hasil letusan

Gunung Tangkuban Perahu. Jenis material di bagian utara umumnya merupakan

jenis andosol, sedangkan di bagian selatan serta timur terdiri atas sebaran jenis

aluvial kelabu dengan bahan endapan tanah liat. Di bagian tengah dan barat

tersebar jenis tanah andosol.

(http://eprints.undip.ac.id/34565/5/1593_chapter_II.pdf)

3.2 Batas Administrasi Daerah

Kota Bandung secara administratif berbatasan dengan daerah kabupaten/kota

lainnya yaitu:

a. sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung, dan Kabupaten

Bandung Barat;

b. sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi;

c. sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bandung;

d. sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung.

Berdasarkan posisi tersebut, maka Kota Bandung berada pada lokasi yang cukup

strategis, dilihat dari segi komunikasi dan potensi perekonomian. Hal tersebut
disebabkan Kota Bandung terletak pada pertemuan poros jalan utama di Pulau

Jawa, yaitu :

a. Barat Timur, pada posisi ini Kota Bandung menjadi poros tengah yang

menghubungkan antara Ibukota Provinsi Banten dan Jawa Tengah;

b. Utara Selatan, selain menjadi penghubung utama ibukota negara dengan

wilayah selatan, juga menjadi lokasi titik temu antara daerah penghasil

perkebunan, peternakan dan perikanan.

(http://eprints.undip.ac.id/34565/5/1593_chapter_II.pdf)

Gambar 2
Peta Geografis Kota Bandung
(Sumber: http://www.indotravelers.com/ENGLISH/west-
java/bandung/bandung-map.html)
3.3 Luas Wilayah

Kota Bandung terdiri dari 30 Kecamatan dan 151 Kelurahan, mempunyai Luas

wilayah 16.729,65 Ha. Luas tersebut didasarkan pada Peraturan Daerah

Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung Nomor 10 Tahun 1989 tentang Perubahan

Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung yang merupakan tindak

lanjut dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 1987 tentang

Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung dengan

Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung.

(http://dinkes.bandung.go.id/wp-content/uploads/2013/10/BAB-II-PROFIL-

KESEHATAN-KOTA-BANDUNG-TAHUN-12.pdf)

3.4 Kondisi Topografis

Kota Bandung dikelilingi oleh pegunungan, sehingga bentuk morfologi

wilayahnya bagaikan sebuah mangkok raksasa. Secara geografis, kota ini terletak

di tengah-tengah provinsi Jawa Barat serta berada pada ketinggian sekitar 768

meter di atas permukaan laut dengan titik tertinggi berada di sebelah utara dengan

ketinggian 1.050 meter di atas permukaan laut dan sebelah selatan merupakan

kawasan rendah dengan ketinggian 675 meter di atas permukaan laut. Di wilayah

Kota Bandung bagian selatan sampai jalur lintasan kereta api, permukaan tanah

relatif datar, sedangkan di wilayah kota bagian utara memiliki kontur yang

berbukit-bukit.
3.5 Daerah Aliran Sungai (DAS)

Kota Bandung dialiri dua sungai utama, yaitu Sungai Cikapundung dan Sungai

Citarum beserta anak-anak sungainya yang pada umumnya mengalir ke arah

selatan dan bertemu di Sungai Citarum. Dengan kondisi yang demikian, Bandung

selatan sangat rentan terhadap masalah banjir terutama pada musim hujan.

Kota Bandung terletak pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum hulu yang

mempunyai luas total 1771 km2. DAS tersebut yang terdiri dari 14 sub-DAS

utama mempunyai karakteristik hidrotopografi yang unik berbentuk cekungan

yang dikelilingi oleh pegunungan. Di bagian utara terdapat Gunung Burangrang,

Tangkuban Perahu, Cikuray dan di selatan ada Gunung Malbar dan Gunung

Patuha. Bukit dan gunung tersebut mempunyai ketinggian kurang lebih 2000 m

sedangakan bagian tengah terdapat depresi yang dulu berbentuk Danau Bandung

dengan ketinggian kurang lebih 600 700 m dimana mengalir Sungai Citarum

sebagai outlet tunggal dari ke-14 anak sungai. Kemiringan lahan bergerak cepat

dari 70% di daerah hulu, sampai sangat datar kurang lebih 0,02% pada Sungai

Citarum.

Sungai sungai yang melewati Kotamadya Bandung, pada ummumnya

bersumber di Kecamatan Lembang (Kabupaten Bandung). Di tengah kota

mengalir Sungai Cikapundung, di bagian barat Sungai Cibereum dan di bagian

timur kota mengalir Sungai Cidurian. Selain ketiga sungai yang relatif besar

tersebut, terdapat beberapa sungai kecil yaitu Sungai Cikapundung Kolot, Sungai
Cipedes, Sungai Cibuntu, Sungai Leuwilimus, Sungai Citepus, Sungai Cilimus,

Sungai Ciroyom, Sungai Nyengseret, Sungai Cikamandilan, Sungai Cipaganti,

Sungai Cijengkol, Sungai Cikalintu, Sungai Cikudapateuh, Sungai Lobak Lorang

dan Sungai Cibeunying. Sungai-sungai kecil tersebut bersama dengan drainase

membentuk jaringan drainase yang semakin kompleks sejalan dengan

perkembangan kota. DAS Cikapundung dengan luas total 134 km2 berasal dari

rangkaian Gunung Sukatinggi, Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Kramat,

Gunung Lingkung, Gunung Pulasari di utara kotamadya Bandung dan bermuara

ke Sungai Citarum Hulu di daerah Dayeuh Kolot. Panjang sungai utama kurang

lebih 30 km dengan bentuk DAS melebar di daerah hulu dan sempit di bagian

hilir. (http://eprints.undip.ac.id/34565/5/1593_chapter_II.pdf)

3.6 Kependudukan Kota Bandung

Kota Bandung tercatat sebagai daerah terpadat di Jawa Barat. Tingkat kepadatan

penduduk Kota Bandung mencapai 14.228 orang per kilometer persegi. Disusul

Kota Cimahi dengan 13.134 orang per kilometer persegi. Hal tersebut terungkap

dalam konferensi pers Badan Pusat Statistik (BPS) Jabar tahun 2010. Jumlah

penduduk Kota Bandung mencapai 2.393.633 orang.


Gambar 3
Kondisi Permukiman di Kota Bandung
(http://www.bandungaktual.com)

Data lain dari BPS Kota Bandung menunjukkan, penduduk Kota Bandung

berdasarkan Proyeksi Sensus Penduduk 2010 adalah 2.424.957 orang dengan

komposisi penduduk laki-laki sebanyak 1.230.615 orang dan penduduk

perempuan sebanyak 1.194.324 orang. Rata-rata kepadatan penduduk Kota

Bandung 14,494 jiwa/Km2, dilihat dari segi kepadatan penduduk per kecamatan,

maka Kecamatan Bojongloa Kaler merupakan daerah terpadat dengan kepadatan

penduduk 38,983 jiwa/km2. Data Pemerintah Provinsi Jabar menyebutkan angka

2,536.649 jiwa. Data resmi di website Pemerintah Kota Bandung menunjukkan,

jumlah rumah tangga Kota Bandung adalah sebanyak 644.709 rumah tangga

dengan jumlah rata-rata 3,8 jiwa per rumah tangga.

Penduduk Kota Bandung menurut Registrasi Penduduk sampai dengan bulan

Maret 2004 berjumlah 2.510.982 jiwa dengan luas wilayah 16.729,50 Ha. (167,67

km2 ), sehingga kepadatan penduduknya per hektar sebesar 155 jiwa. Komposisi

penduduk warga negara asing yang berdomisili di Kota Bandung adalah sebesar
4.301 jiwa. Jumlah warga negara asing menurut catatan Kantor Imigrasi

Bandung yang berdiam tetap di Kota Bandung setiap bulannya rata-rata sebesar

2.511 orang, sedangkan jumlah warga negara asing yang berdiam sementara di

Kota Bandung setiap bulannya rata-rata sebesar 5.849 jiwa.

Gambar 4
Peta Persebaran Penduduk di Jawa Barat
(Sumber: pusdalisbang.jabarprov.go.id)

Kota Bandung merupakan kota terpadat di Jawa Barat, penduduknya didominasi

oleh etnis Sunda, sedangkan etnis Jawa merupakan penduduk minoritas terbesar

di kota ini dibandingkan etnis lainnya. Pertambahan penduduk Kota Bandung

awalnya berkaitan erat dengan ada sarana transportasi kereta api yang dibangun

sekitar tahun 1880 yang menghubungkan kota ini dengan Jakarta (sebelumnya
bernama Batavia) (Ekajati et al, 1985:63). Pada tahun 1941 tercatat sebanyak

226.877 jiwa jumlah penduduk Kota Bandung. Kemudian setelah peristiwa yang

dikenal dengan Long March Siliwangi, penduduk kota ini kembali bertambah

dimana pada tahun 1950 tercatat jumlah penduduknya sebanyak 644.475 jiwa.

(Sariyun, 1993:32)

Tabel I

Sejarah Kependudukan Kota Bandung

Tahun Jumlah penduduk

1941 226.877

1950 644.475

2005 2.315.895

2006 2.340.624

2007 2.364.312

2008 2.390.120

(Sumber: http://jabar.bps.go.id)

3.7 Penggunaan Lahan di Kota Bandung

Pada saat ini Kota Bandung yang digunakan sebagai lahan terbangun yang cukup

padat terutama di bagian pusat kota, sehingga memaksakan perlu adanya

pengembangan fisik ke arah pinggiran kota. Berdasarkan data Badan Pusat

Statistik (BPS) tahun 2011, penggunaan tanah berdasarkan jenis penggunaannya


yang paling terbesar yaitu untuk kegiatan pemukiman yaitu sebesar 8739,983 Ha.

Untuk lebih jelasnya mengenai penggunaan tanah berdasarkan jenis

penggunaannya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel II

Jenis Penggunaan Tanah di Kota Bandung

No. Jenis Penggunaan Tanah Luas (Ha)

1. Pemukiman 8739,983

2. Fasilitas Umum 191,413

3. Kantor & Pemerintahan 360,902

4. Kesehatan 37,288

5. Pendidikan 270,581

6. Perdagangan & Jasa 629,946

7. Pertahanan dan Keamanan 226,132

8. Bandara 71,068

9. Kuburan 137,576

10. Industri 774,471

11. Instalasi 27,530

12. Taman/rumput 265,118

13. Kebun Campuran 614,463

14. Pertanian Lahan Kering 614,463

15. Pertanian Lahan Basah 1955,047


16. Tanah Kosong 320,242

17. Jalan 1167,647

18. Kolam 14,454

19. Sungai 96,100

Jumlah 16.817,944

(Sumber: Kota Bandung Dalam Angka 2011)

Banyaknya jenis kegiatan yang berjalan di Kota Bandung, terjadinya perubahan

pemanfaatan ruang, terdapatnya pemukiman kumuh dengan kondisi lingkungan

yang tidak sehat, terbatasnya lahan untuk tempat pemakaman umum (TPU) dan

belum tersedianya lahan untuk sektor informal pada akhirnya memberikan

tekanan berat pada kondisi fisik alam Kota Bandung. Berbagai masalah

lingkungan muncul di antaranya: penurunan air tanah, penurunan kualitas air

tanah, suhu udara yang semakin meningkat, kualitas udara menurun, masalah

sampah yang belum dapat ditangani secara optimal, luas lahan terbuka yang

berfungsi lindung sangat sedikit dan terancam keberadaannya, ketidakseimbangan

kegiatan antarwilayah dan sebagainya.

(http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/587/jbptunikompp-gdl-mfahmiiska-29301-9-

unikom_m-i.pdf)
3.8 Iklim dan Cuaca Kota Bandung

Terletak sedikit di atas 750 meter di atas permukaan laut dan dikelilingi oleh

perbukitan vulkanik dan pegunungan, Bandung adalah ibu kota provinsi Jawa

Barat di Indonesia. Bandung memiliki iklim tropis tetapi tetap dingin daripada

kebanyakan tempat lain di Indonesia. Kota ini bersuhu sekitar 25-30 oC pada

siang hari dan 18-25 oC pada malam hari sepanjang tahun, memiiliki curah hujan

rata-rata 200,4 mm dan jumlah hari hujan rata-rata 21,3 hari per bulan Khas untuk

iklim tropis, Bandung tidak memiliki musim dingin atau musim panas yang

berbeda dan suhu tetap konstan sebagian besar sepanjang tahun dengan fluktuasi

ringan. Bahkan, cuaca di sini dapat diklasifikasikan menjadi basah dan kering

karena musim hujan memiliki peran penting dalam iklim tempat itu. Musim hujan

di Bandung dimulai dari awal Oktober dan berlangsung sampai akhir April

dengan kelembaban rata-rata 85 persen, suhu menyentuh hampir 30o C dan curah

hujan rata-rata 220 milimeter per bulan. Namun pada beberapa tahun belakangan

mengalami peningkatan suhu yang disebabkan antara lain oleh polusi dan

meningkatnya pemanasan global (global warming).

(http://forum.detik.com/cuaca-di-bandung-t343377.html).

3.9 Kondisi Air Tanah di Bandung

Akibat tingginya konsumsi air baku untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan

industri, termasuk perhotelan, cadangan air tanah di Cekungan Bandung semakin

memprihatinkan. Para ahli memperkirakan, pada 1020 tahun mendatang,

kawasan Bandung Raya terancam krisis air tanah. Mimpi buruk itu seakan nyata
lantaran pemerintah daerah tidak bias menyediakan air bersih dan air baku bagi

masyarakat. Kondisi air tanah di Bandung kian memprihatinkan. Meskipun masih

bisa dimanfaatkan, tetapi debit penggunaannya harus terus dibatasi. Selain itu,

pembangunan ekonomi yang dijalankan pemerintah pun harus tetap memerhatikan

aspek pelestarian alam.

Kini air tanah di Cekungan Bandung banyak dimanfaatkan untuk keperluan

industri, perniagaan, dan apartemen. Akibatnya, permukaan air di cekungan

Bandung, setiap tahun terus menurun dan pasokan air tanah di Kota Bandung

sudah kritis. Jika pengambilan air tanah ini terus berlangsung, maka pengaruhnya

sangat buruk. Permukaan air tanah akan terus menurun, dan hal ini sudah terjadi

di Rancaekek yang merupakan bagian dari Cekungan Bandung. Selain

itu, pengambilan air tersebut akan mengakibatkan pergeseran tanah dan

mengakibatkan pengeroposan tanah. Menipisnya pasokan air tanah, di antaranya

disebabkan semakin banyaknya sumur artesis dan peruntukan lahan yang tidak

sesuai dengan tata ruang. Akibatnya, penggunaan air sulit terkendali.

Sekarang air tanah sangat diandalkan untuk kegiatan perekonomian. Padahal,

prioritas penggunaan air tanah ialah untuk pemakaian rumah tangga. Ini terjadi

karena Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) tidak dapat memenuhi seluruh

kebutuhan industri, sementara pasokan air permukaan terbatas dan sudah banyak

yang tercemar serta pasokan air tanah saat ini mengalami penurunan sekitar 60
persen dari debit air semula yang berkisar 20-40 liter per detik, menjadi sekitar

lima liter per detik.

Saat ini pun air hujan sebagai sumber pengisi air tanah itu semakin berkurang

curahannya dari tahun ke tahun. Curah hujan yang mencapai 3000-an mm pada

tahun 1800-an menjadi hanya 2000-an mm pada tahun 2000. Sebaliknya, yang

menyedot air tanah semakin berlebihan. Para penyedot air untuk kepentingan

industri yang begitu boros air, serta semakin merebaknya bisnis air bening dalam

kemasan telah menyumbang semakin dalamnya muka air tanah. Akibatnya, sumur

harus dibor lebih dalam lagi karena muka air tanah dangkal (kedalaman 140 m)

telah turun sekitar 1-10 m, muka akuifer tengah (40-150 m) turun sekitar 10-80 m,

dan akuifer dalam (150 m) turun sekitar 50-80 m. Fakta berikutnya dari

penurunan muka air tanah itu adalah adanya beberapa kawasan yang amblas di

Cekungan Bandung, seperti terjadi di Leuwigajah, Rancaekek, Dayeuhkolot, dan

Kopo.

Muka air tanah di Bandung pada saat ini berada sekitar 100 meter di bawah muka

tanah, sebagai akibat penggunaan air tanah yang tidak terkendali dan daerah

resapan air yang semakin berkurang. Hal ini akan berdampak pada pencemaran

air, adanya daerah yang amblas, dan terjadinya kekeringan. Kemampuan manusia

untuk mencari sumber air tanah dalam purba begitu canggih, disertai teknologi

penyedotan air yang semakin luar biasa. Pompa air itu mampu menyedot air

dalam hitungan detik untuk sekian ribu kubik. Sementara perjalanan air hujan
sejak meresap ke dalam tanah hingga sampai di kedalaman lapisan tanah

memakan waktu puluhan ribu tahun. Perjalanan air tanah dari kawasan Bandung

Utara sampai di kedalaman Gedebage dan Tegalluar memakan waktu sekitar

30.000-45.000 tahun.

(http://kiagusrachmadi-kaem.blogspot.co.id/2011/09/kondisi-air-tanah-kota-

bandung.html)

Awalnya akuifer atau kandungan air tanah di Cekungan Bandung relatif produktif

dan tersebar merata. Selain mudah memperolehnya, juga tidak perlu membangun

sistem penyalur air. Kualitasnya pun jauh lebih baik daripada air permukaan.

Pemerhati lingkungan dari Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar

Sunda (DPKLTS) Sobirin Supardiono mengatakan, Pengambilan air tanah

memang memungkinkan karena Cekungan Bandung memiliki daerah imbuhan air

tanah yang cukup luas. Namun, lama kelamaan upaya memperoleh air menjadi

sulit karena muka air tanah semakin turun seiring meningkatnya jumlah penduduk

dan industri.

Berdasarkan hasil monitoring berbagai instansi dan penelitian para ahli, sejak

1972 2002, penurunan muka air tanah di cekungan Bandung berkisar 0,057,70

meter/tahun. Pada 2002, sebagian besar muka air tanah di Kota Bandung berada

sekitar 100 meter di bawah muka tanah. Dari hasil penelitian Direktorat Geologi

Tata Lingkungan, diketahui bahwa penurunan muka air tanah di Kota Bandung

dan sekitarnya rata-rata 4 meter/tahun. Lembaga ini mempunyai empat titik


pemantauan air tanah,yaitu Leuwigajah (Kota Cimahi), Majalaya (Kabupaten

Bandung), Rancaekek (Kabupaten Bandung), dan Kebon Kawung (Kota

Bandung). Di beberapa titik pantau tersebut, saat ini kedalaman muka air tanah

sudah mencapai minus 80 meter sampai minus 90 meter.Padahal, pada 2025

tahun yang lalu, muka air tanah di titik pantau tersebut antara 0 hingga plus 10

meter. Bila permukaan air tanah terus turun diperkirakan dalam kurun 20 tahun

mendatang, akan terjadi ancaman krisis air tanah. Untuk beberapa daerah tertentu,

krisis air ini bisa terjadi sekitar 10 tahun lagi. Berdasarkan kondisi ini, Pemprov

Jawa Barat telah menetapkan zona air bawah tanah kritis dan rawan.

Fenomena menarik dari hasil pengamatan Dinas Pertambangan dan Energi Jabar

ketika krisis moneter tahun 1998, muka air tanah Kota Bandung justru naik sekitar

2 meter. Kenaikan muka air tanah ini diduga banyak pabrik berhenti produksi

hingga penggunaan air tanah berkurang. Pengambilan air tanah dan jumlah sumur

sejak 19002003 menunjukkan awalnya perbandingan antara jumlah sumur dan

jumlah air yang diperoleh cukup tinggi. Kemudian, perbandingan ini terus

menurun Sejak awal 1990-an, untuk mendapatkan jumlah air yang sama

diperlukan lebih banyak sumur. Dengan demikian, produktivitas air tanah terus

menurun karena jumlah sumur bor dan persediaan air tanah ini tidak seimbang.

Dari 550 pabrik yang tersebar di cekungan Bandung, 80% di antaranya

merupakan industri tekstil yang mengambil kebutuhan airnya dari tanah.

Berdasarkan data Direktorat Geologi Tata Lingkungan dan Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah (Bappeda) Jabar, total kebutuhan air bersih di cekungan


Bandung pada 2000 sekitar 1.265.204 juta m3/tahun. Sedangkan, PDAM hanya

mampu menyediakan 43% dari kebutuhan tersebut.


BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Pemanfaatan air tanah di Bandung dengan metode konservasi sangat penting

untuk mendukung produktivitas dan kualitas air untuk masyarakat, khususnya

petani. Pemompaan air tanah hanya dapat diizinkan sesuai dengan kecepatan

sirkulasinya. Pemanfaatan air tanah bebas dalam lapisan yang dangkal di daerah

persawahan padi dapat dilaksanakan terdahulu karena tidak akan terjadi

penerobosan air asin, kecuali daerah pantai. Pemanfaatan air tanah bebas di

lapisan yang dalam tidak perlu dikhawatirkan karena jenis air tanah ini merupakan

air tanah celah. Pemanfaatan air tanah terkekang di lapisan yang dalam terdapat di

dataran aluvium dengan lapisan-lapisan endapan yang dalam sangat banyak

dilakukan maka penurunan tanah sering terjadi karena pemompaan. Konservasi

air tanah di daerah pertanian dengan pembuatan sistem pengamatan permukaan air

tanah dan neraca air. Metode lainnya adalah dengan melakukan pengisian kembali

secara buatan (recharge) dengan membuat lubang-lubang biopori.

4.2 Saran

Pemanfaatan air tanah di Bandung dapat dilakukan secara efisien tetapi

keberhasilannya sangat ditentukan oleh kondisi biofisik, sosial ekonomi, dan

keinginan masyarakat. Hal tersebut perlu dicermati mengingat tidak ada satupun
teknik konservasi yang sempurna. Setiap teknik konservasi membutuhkan

persyaratan tertentu agar teknik tersebut efektif.


DAFTAR PUSTAKA

Asdak, Chay. 2002. Hidrologi Dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

Yogyakarta: Penerbit Universitas Gadjah Mada.

Alam, M. Fahmi Iskandar. 2012. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

DAN KARAKTERISTIK PEMAKAMAN DI KOTA BANDUNG.

http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/587/jbptunikompp-gdl-mfahmiiska-

29301-9-unikom_m-i.pdf. Dikunjungi pada 14 November 2015.

Asmirawati, A.F. 2005. Perencanaan Jembatan Cable Stayed Pasupati

Bandung. http://eprints.undip.ac.id/34565/5/1593_chapter_II.pdf.

Dikunjungi pada 14 November 2015.

Bubs. 2013. Kota Bandung Mengalami Krisis.

http://www.kaskus.co.id/lastpost/525aa95859cb17a46c000009.

Dikunjungi pada 17 November 2015.

Chow, Ven te. 1978. Advances in Hydroscience. London: Academic Press.

Chow, Ven te, et al. 1988. Applied Hydrology. New York: McGraw-Hill.

Dinas Kesehatan Kota Bandung. 2013. Profil Kesehatan Kota Bandung Tahun

2012. http://dinkes.bandung.go.id/wp-content/uploads/2013/10/BAB-II-

PROFIL-KESEHATAN-KOTA-BANDUNG-TAHUN-12.pdf. Dikunjungi 14

November 2015.

Ekajati, Edi Suhardi et al. 1985. Sejarah Kota Bandung, 1945-1979. Jakarta:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai

Tradisional, Proyek Invetarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.


Fetter, C. W. 1994. Applied Hydrogeology. New Jersey: Prentice Hall.

Firman, Muhammad dan Amal Nur Ngazis. 2011. Air Tanah Jakarta dan

Bandung Mengkhawatirkan.

http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/263325-lipi--air-tanah-di-

perkotaan-mengkhawatirkan. Dikunjungi pada 17 November 2015.

Hadipurwo, Satriyo dan Danaryanto. 2006. Konservasi Sebagai Upaya

Penyelamatan Air Tanah di Indonesia. Direktorat Pembinaan

Pengusahaan Panas Bumi dan Pengelolaan Air Tanah Direktorat Jenderal

Mineral Batubara dan Panas Bumi Departemen Energi dan Sumber Daya

Mineral.

Hendrayana, Heru.2002.Dampak Pemanfaatan Air Tanah.Yogyakarta:

Departemen Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada.

Herlambang, A. 1996. Kualitas Air Tanah Dangkal di Kabupaten Bekasi.

Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Johnson, Gerald. 1972. Geology of the Yorktown, Poquoson West, and Poquoson

East Quadrangles, Virginia. Charlottesville: Virginia Division of Mineral

Resources.

Kalsum, Umi. 2010. Bandung Terancam Krisis Air, Tahura Ditambah.

http://nasional.news.viva.co.id/news/read/143221-

bandung_terancam_krisis_air__tahura_ditambah. Dikunjungi pada 22

November 2015.

Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral Badan Geologi. 2010. Kandungan

Unsur Air Tanah.


http://www.pag.bgl.esdm.go.id/siat/?q=content/kandungan-unsur-dalam-

air-tanah. Dikunjungi 3 November 2015.

Kodoatie, J. Robert. 1996. Pengantar Hidrogeologi. Yogyakarta: Andi Offset.

Pamungkas, Putra. 2008. Dari Mana Asal Air Tanah?.

https://klastik.wordpress.com/2008/03/27/dari-mana-asal-air-tanah/.

Dikunjungi pada 3 November 2015.

Pollling7. 2012. Cuaca di Bandung. http://forum.detik.com/cuaca-di-bandung-

t343377.html. Dikunjungi pada 22 November 2015.

Putra, Kiagus Rachmadi Eka. 2011. Kondisi Air Tanah Kota Bandung.

http://kiagusrachmadi-kaem.blogspot.co.id/2011/09/kondisi-air-tanah-

kota-bandung.html. Dikunjungi pada 22 November 2015.

Roel. 2007. Air Tanah? Apa dan Bagaimana Mencarinya?.

http://www.fishyforum.com/fishysalt/fishyronment/9689-airtanah-apa-dan-

bagaimana-mencarinya.html. Dikunjungi pada 3 November 2015.

Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun

2004 Jakarta: Sekretariat Negara.

Sariyun, Y. dan H. S. Martodirdjo. 1993. Pembinaan Disiplin di Lingkungan

Masyarakat Kota di Jawa Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan

Nilai Tradisional, Proyek Invetarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.

Sinta, Dwi Ari. 2010. Air Tanah Proses. http://arisinta.blogspot.co.id/p/air-tanah-

proses.html. Dikunjungi pada 3 November 2015.

Soemarto, C.D. 1986. Hidrologi Teknik. Surabaya: Usaha Nasional.


Suganda, Her. 2007. Jendela Bandung, Pengalaman Bersama Kompas. Jakarta:

Penerbit Buku Kompas.

Wilson, E.M. 1993. Hidrologi Teknik. Bandung: Penerbit Institut Teknologi

Bandung.
RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS
Nama : Keithcar Llang Mayo
Nama panggilan : Kicar
Tempat, tanggal lahir : Kotabumi, 12 November 1997
Jenis kelamin : Pria
Agama : Islam
Status perkawinan : Belum Menikah
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat asal : Jl. Kapten Mustofa No.36 Kotabumi, Lampung
Alamat di Bandung : Jl. Dago Pojok No.22a

RIWAYAT PENDIDIKAN
SD : SDN 4 Tanjungaman, Kotabumi, Lampung Utara (2003-2009)
SMP : SMPN 7 Kotabumi, Lampung Utara (2009-2012)
SMA : SMAN 2 Bandarlampung, Lampung (2012-2015)
PT : Institut Teknologi Bandung, FTTM (2015-sekarang)
IDENTITAS
Nama : Vicky Aji Pangestu
Nama panggilan : Aji
Tempat, tanggal lahir : Pringsewu, 25 April 1997
Jenis kelamin : Pria
Agama : Islam
Status perkawinan : Belum Menikah
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat asal : Gading Rejo, Lampung
Alamat di Bandung : Asrama ITB Kidang Pananjung

RIWAYAT PENDIDIKAN
SD : SDN 1 Karangsari, Padangratu, Lampung Tengah (2003-2009)
SMP : SMPN 1 Gadingrejo, Gadingrejo, Pringsewu (2009-2012)
SMA : SMAN 1 Gadingrejo, Gadingrejo, Pringsewu (2012-2015)
PT : Institut Teknologi Bandung, FTTM (2015-sekarang)
IDENTITAS
Nama : Gabriel Powericho Luo Daely
Nama panggilan : Gabriel/Pow/Erich
Tempat, tanggal lahir : Surabaya, 12 Februari 1998
Jenis kelamin : Pria
Agama : Kristen Protestan
Status perkawinan : Belum Menikah
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat asal : Jln. Purnawairawan Perum Taman Gunter Blok E11,
Tanjungkarang Barat, Bandarlampung
Alamat di Bandung : Jln. Sangkuriang Gg. Mamah Ating No. 37/154E, Bandung

RIWAYAT PENDIDIKAN
SD : SD Fransiskus 1 Tanjungkarang, Bandarlampung (2004-2010)
SMP : SMP Fransiskus Tanjungkarang, Bandarlampung (2010-2013)
SMA : SMAN 2 Bandarlampung, Bandarlampung (2013-2015)
PT : Institut Teknologi Bandung, FTTM (2015-sekarang)

Anda mungkin juga menyukai