PENDAHULUAN
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang penting manfaatnya bagi semua
makhluk hidup, terlebih lagi manusia. Sebagai makhluk yang diberi kelebihan berupa akal,
manusia mampu untuk mengelola sumber daya air sehingga dapat memaksimalkan fungsi
air bagi kehidupan manusia. Selain berperan penting bagi kehidupan, penataan lingkungan
yang buruk dapat menyebabkan hilangnya fungsi air dan mendatangkan musibah.
Permasalahan air yang sering terjadi sebagai akibat dari buruknya lingkungan adalah banjir.
Banjir sering kali terjadi didaerah yang tidak dapat menyerap atau mengalirkan air hujan,
sehingga air hujan yang turun akan menjadi aliran permukaan. Salah satu hal yang menjadi
penyebab banjir adalah alih fungsi lahan. Kondisi tanah yang masih alami, penuh dengan
rerumputan dan pohon akan mempermudah air hujan untuk meresap ke dalam tanah dan
mengurangi aliran permukaan yang terjadi di saat hujan. Perubahan muka tanah dengan
berbagai macam perkerasan diatasnya akan menyulitkan air hujan untuk meresap dan air
hujan yang turun seluruhnya akan menjadi aliran permukaan. Alih fungsi lahan identik
dengan perubahan muka tanah menjadi kawasan perumahan, tempat usaha, atau fasilitas
umum lainnya.
Kota Samarinda telah berkembang dari kota sedang menjadi kota besar
sebagaimana berkembangnya kotakota besar di Indonesia, yang membutuhkan peningkatan
penyediaan sarana dan prasarana bagi kehidupan penduduk (sosial-ekonomi), dengan
perwujudan semakin masifnya kawasan terbangun yang berada pada kawasan-kawasan
tangkapan air (catchment area). Dilema antara kepentingan pengembangan wilayah
(infrastruktur) dengan upaya pelestarian lingkungan di Kota Samarinda sebagaimana telah
digambarkan, mewakili kompleksitas konflik antara pembangunan dengan lingkungan yang
menuntut penyelesaian secara cermat. Pengembangan infrastruktur kota yang mengancam
kelestarian sumber daya lahan dalam meresapkan air hujan di Kota Samarinda mutlak harus
berdampingan dengan upaya konservasi, karena pembangunan berkelanjutan yang selaras
dengan keberlanjutan ekologi merupakan kunci keberhasilan dari pengembangan wilayah
(Sonny, 2002). Dalam teoritis Perubahan Penggunaan Lahan atau Perubahan tata guna
lahan adalah berubahnya penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang
lain diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke
waktu berikutnya atau berubahnya fungsi lahan suatu daerah pada kurun waktu yang
berbeda. Perubahan fungsi tutupan lahan dari kawasan konservasi (lahan hijau) menjadi
kawasan terbangun (permukiman) akan memperberat tekanan terhadap kondisi lingkungan
antara lain pengaruhi besarnya laju erosi dan sedimentasi di wilayah hulu, menimbulkan
banjir dan genangan diwilayah hilir, serta tanah longsor dan kekeringan.
Di Kota Samarinda, telah banyak di bangun perumahan dengan merubah bentuk
muka tanah, dari lahan pertanian atau kebun menjadi kawasan perumahan. Karena
tingginya kebutuhan tempat tinggal, daerah tersebut berubah menjadi kawasan perumahan.
Dengan adanya perumahan tersebut, secara langsung telah merubah bentuk muka tanah.
Perubahan muka tanah yang terjadi menimbulkan permasalahan bagi lingkungan,
khususnya dibidang air. Kondisi muka tanah yang berubah menjadi perumahan,
menyebabkan air hujan sulit untuk meresap dan menjadi aliran permukaan. Jika saluran
drainase kurang memadai, air hujan yang turun akan meluap dan dapat menimbulkan banjir
di perumahan. Berdasarkan masalah diatas, perlu adanya kajian banjir terhadap
pembangunan perumahan dan solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan banjir di
perumahan.
1.2 Tujuan Penulisan
1) Topografi
Kondisi topografi yang berpengaruh dalam resapan air adalah kemiringan lereng.
Derajat/prosentase kemiringan lereng yang berbeda akan menyebabkan nilai infiltrasi yang
berbeda. Pada lereng yang kemiringannya curam, air hujan yang jatuh di atasnya akan
semakin banyak yang menjadi runoff dan sedikit yang meresap ke dalam tanah. Hal ini
karena tarikan gaya gravitasi terhadap air pada permukaan lahan yang memiliki kemiringan
lereng curam lebih besar daripada tarikan gaya gravitasi didalam tanah dan gaya kapiler
tanah.
2) Tanah
Tanah memiliki ciri morfologi dan karakteristik yang beraneka ragam
yang berpengaruh terhadap resapan air. Penilaian daerah resapan air dapat menggunakan
salah satu parameter yang berhubungan dengan karakteristik tanah yaitu jenis tanah atau
dapat menggunakan nilai permeabilitas tanah. Menurut Darmawijaya (1990:189)
permeabilitas tanah atau derajat penglulusan air adalah kualitas tanah yang diukur dengan
derajat peresapan air
melalui satuan massa tanah dalam satuan waktu pada temperatur dan keadaaan air tertentu.
Berdasarkan pernyataan tersebut, keadaan temperatur dan air yangberbeda pada jenis tanah
yang sama memungkinkan nilai permeabilitas yangberbeda. Penelitian ini menggunakan
permeabilitas tanah untuk mengetahuikelas infiltrasi lahan. Permeabilitas tergantung pada
struktur dan tekstur daritiap jenis tanah (Wibowo, 2006: 4).
3) Curah hujan
Kondisi curah hujan suatu lahan akan berpengaruh terhadap kemampuan lahan dalam
meresapkan air. Lahan dengan berbagai besaran curah hujan yang berbeda-beda dalam
suatu periode tertentu akan mempengaruhi volume air yang dapat diresapkan tanah pada
suatu lahan. Dalam Permen Kehutanan RI No. P.32/ MENHUT-II/2009 disebutkan bahwa
secara potensial, infiltrasi akan lebih besar untuk hujan dengan periode waktu terjadinya
lebih panjang. Sehubungan dengan kondisi yang demikian maka dalam kaitannya dengan
infiltrasi ini, faktor hujan dikembangkan sebagai faktor ”hujan infiltrasi” atau disingkat
”RD” yaitu jumlah hujan tahunan X jumlah hari hujan/100. Berdasarkan pada pernyataan
dan formula hujan infiltrasi tersebut dapat disimpulkan bahwa hujan infiltrasi menunjukkan
volume hujan dalam periode tertentu. Periode hujan yang lebih panjang adalah hujan yang
terjadi dalam jangka waktu yang lebih lama atau memiliki hari hujan yang lebih banyak.
Kondisi itu juga menunjukkan bahwa periode hujan
yang lebih panjang sama dengan intensitas hujan yang rendah. Hal tersebut dikarenakan
intensitas hujan yang rendah dipengaruhi oleh hari hujan dalam jumlah banyak
dibandingkan tebal hujan yang tidak terlalu besar
2. Penggunaan Lahan
Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya merangkum semua tanda
pengenal biosfer, atmosfer, tanah, geologi, timbulan (relief), hidrologi, populasi tumbuhan,
dan hewan serta hasil kegiatan manusia masa lalu dan masa kini, yang bersifat mantap atau
mendaur (Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 17 Tahun 2009 tentang
Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah).
Menurut Arsyad (2010: 310) yang termasuk didalam lahan juga hasil kegiatan manusia di
masa lalu dan sekarang seperti hasil reklamasi laut, pembersihan vegetasi dan juga hasil
yang merugikan seperti tanah tersalinasi. Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang
mencakup sifat iklim, relief, tanah, air, vegetasi serta hasil campur tangan manusia, yang
mana sifat itu melekat pada suatu lingkungan fisik yang membedakannya dengan
lingkungan fisik yang
lain.
Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi
(campurtangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik
materiil maupun spirituil. (Arsyad, 2010: 311). Penggunaan lahan dapat dikelompokan ke
dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan
pertanian. Arsyad (2010: 311) menyebutkan bahwa penggunaan lahan pertanian dibedakan
berdasarkan atas penyediaan air dan komoditi yang diusahakan, dimanfaatkan atau atas
jenis tumbuhan atau tanaman yang terdapat diatas lahan tersebut. Berdasarkan hal ini
dikenal macam penggunaan lahan seperti tegalan, sawah, kebun kopi, kebun karet, padang
rumput, hutan produksi, hutan lindung, padang alang-alang dan sebagainya. Dit. Land Use
(1967) dalam Arsyad (2010: 311) menyebutkan bahwa penggunaan lahan bukan pertanian
dapat dibedakan ke dalam penggunaan kota atau desa (permukiman), industri, rekreasi,
pertambangan, dan sebagainya.
Penggunaan lahan adalah suatu perlakuan manusia terhadap lahan baik dalam
bentuk pelestarian ataupun eksploitasi untuk mengambil manfaat dari suatu lahan.
Perlakuan tersebut berhubungan dengan daerah resapan, karena setiap perlakuan terhadap
lahan akan memiliki dampak secara langsung ataupun tidak langsung terhadap kemampuan
lahan dalam meresapkan air.
3. Distribusi Keruangan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia distribusi dapat diartika “persebaran benda di
suatu wilayah geografi tertentu”. Definisi tersebut menunjukkan bahwa kata distribusi
terkait dengan kajian geografi, terutama berhubungan dengan sebaran suatu benda atau
fenomena. Menurut Yunus (2010:49- 50) pola keruangan (spatial pattern) dapat diartikan
sebagai kekhasan sebaran keruangan (special spatial distribution) gejala geosfera
dipermukaan bumi. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa sebaran suatu fenomena
geosfer memiliki suatu pola keruangan tertentu. Untuk melakukan analisis pola keruangan,
harus mengetahui konsep yang digunakan yaitu pola (pattern) dan ruang (space). Pola
dalam geografi dapat diartikan sebagai abstraksi suatu fenomena dalam bentuk titik, garis
maupun bidang. Ruang merupakan suatu tempat yang menjadi wadah dari suatu fenomena.
Berdasarkan pengertian itu, diketahui bahwa dalam melakukan analisis suatu fenomena
terkait dengan polanya, maka fenomena tersebut harus dibatasi oleh suatu ruang. Hal ini
dilandasi karena keberagaman ruang di permukaan bumi, sehingga suatu fenomena tertentu
dimungkinkan memiliki pola yang berbeda pada ruang yang berbeda. Menurut Yunus
(2010:50) untuk mengetahui distribusi keruangan suatu fenomena dibutuhkan beberapa
tahapan. Tahapan tersebut yaitu
(1) mengabstarksikan kenampakan yang akan diteliti menjadi bentuk elementer sepertititik,
garis atau bidang;
(2) mengklasifikasikan kekhasan sebaran dari elemen pembentuk ruang;
(3) menjawab perntanyaan geografis 5W+1H, yaitu what, where, when, why, who dan how.
Dengan tahapan tersebut, suatu fenomena geografis akan dapat dengan mudah untuk
dianalisis distribusi keruangannya. Pada akhirnya suatu
fenomena tersebut akan dapat dipahami lebih lanjut untuk dicarikan solusinya.
4. Daerah Aliran Sungai (DAS)
DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai
dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air
yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat
merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas daratan (Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan RI No.P.32/Menhut-
II/2009: 8, Tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan Dan Lahan
Daerah Aliran Sungai). Nugraha, dkk (2006: 2) menyatakan bahwa Daerah Aliran Sungai
(DAS) adalah suatu kawasan ekosistem yang dibatasi oleh topografi pemisah air
(punggung-punggung bukit) dan berfungsi sebagai penampung, penyimpan dan penyalur
air dalam sistem sungai dan keluar melalui satu outlet tunggal. Dari definisi ini dapat
diketahui bahwa suatu DAS adalah suatu sistem sungai yang menuju pada satu outlet,
didalamnya terjadi interaksi antar komponen alam, yang mana antara suatu sistem tersebut
dipisahkan dari wilayah DAS dengan batas alam berupa igir, punggung bukit dan gunung.
DAS merupakan suatu ekosistem dimana didalamnya terjadi suatu proses interaksi antara
faktor-faktor biotik, nonbiotik dan manusia (Suripin, 2001: 183). Di dalam DAS terdapat
tumbuhan, hewan, tanah, air dsb, dimana semua komponen itu saling berpengaruh.
Ekosistem terdiri atas komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi membentuk
satu kesatuan yang teratur. Dengan demikian tidak ada satu komponen pun yang dapat
berdiri sendiri, melainkan semuanya mempunyai keterkaitan dengan komponen yang lain
secara langsung atau tidak langsung, besar atau kecil.
BAB III
PEMBAHASAN
Pada tahun 2000, tercatat sebagian wilayah Kota Samarinda masih berupa lahan
kosong yang belum terbangun (80 %) yang masih berupa semak, sawah, tegalan, kebun,
vegetasi hijau dan rawa. Sementara lahan terbangun yang ada di Kota Samarinda pada
tahun 2000 masih terpusat pada wilayah perkotaan Samarinda berupa jenis penggunaan
lahan permukiman, perdagangan, pemerintahan, pendidikan dan industri. Selain berada
pada kawasan perkotaan, guna lahan permukiman dan perdagangan juga berada di kawasan
pinggiran Kota Samarinda yang memiliki pola linear disepanjang jaringan jalan Kota
Samarinda. Pada tahun 2016, perubahan guna lahan di wilayah Kota Samarinda terlihat
cukup signifikan, terutama pada aktifitas guna lahan permukiman berupa pembukaan
kawasan-kawasan perumahan baru yang menyebar di setiap wilayah kecamatan di Kota
Samarinda, disamping aktifitas guna lahan permukiman, aktifitas guna lahan perdagangan
dan jasa, serta guna lahan industri juga mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan
yang berada di beberapa kawasan strategis perkotaan dan pinggiran Kota Samarinda.
Kondisi ini apabila tidak dikelola dengan baik akan berdampak buruk bagi Kota Samarinda,
karena akan menyebabkan menurunnya kualitas lahan dalam menyerap air kedalam tanah.
No Jenis Penggunaan LUAS (Ha)
Lahan 2000 2006 2010 2011 2014 2016
I. Lahan Pertanian 53.651 37.985 34.782 33.435 31.470 30.398
1 Lahan Sawah 33.815 8.753 7.562 6.729 5.520 7.630
Tabel 3.1 Komposisi Perubahan Guna Lahan Kota Samarinda Tahun 2000 dan Tahun
2016
(Badan Pertanahan Kota Samarinda, 2017)
Berdasarkan Tabel 3.1 komposisi penggunaan lahan di kota Samarinda pada tahun 2000
sampai dengan tahun 2016, menunjukan bahwa perubahan penggunaan lahan pertanian
terus mengalami penurunan pada tahun 2000 seluas 53.651 ha, menjadi 30.398 ha pada
tahun 2016. Dilihat dari prosentasi dengan luas wilayah kota Samarinda yang sebelum
mencapai 74,72 % turun menjadi 42,33 % dari total luas wilayah kota Samarinda.
Penggunanan lahan bukan pertanian meningkat pada tahun 2000 seluas 18.149 ha atau
25,27 % dari total luas wilayah Kota Samarinda menjadi 41.402 ha pada tahun 2016 atau
57,66 % dari luas kota Samarinda, perubahan ini terutama lahan terbangun berupa rumah
dan bangunan dari 6.797 ha pada tahun 2000 menjadi 29.126 ha pada tahun 2016. Dalam
arti bahwa perubahan tata guna lahan dari lahan pertanian kepenggunaan lahan non
pertanian di kota Samarinda selama kurun waktu 15 tahun intensitasnya sangat tinggi.
Berdasarkan gambar 1 dan gambar 2, terlihat komposisi perubahan guna lahan
khususnya pada jenis penggunaan lahan permukiman memiliki peningkatan yang cukup
signifikan. Kondisi tersebut terlihat dari sebaran guna lahan permukiman pada tahun 2000
yang sebelumnya hanya memusat pada sekitar area sungai Mahakam, dan pada tahun 2016
tersebar pada beberapa wilayah utara dan selatan Kota Samarinda yang tadinya merupakan
area dengan jenis penggunaan lahan sawah dan lahan bukan sawah (area terbuka) yang
berfungsi sebagai resapan air (catchment area) dan telah berubah fungsi menjadi lahan
terbangun, sehingga meningkatkan intensitas air limpasan (run off) lebih besar dan
terjadinya air genangan atau banjir
Dalam penanganan bencana peran masyarakat menjadi elemen yang paling penting
karena kekuatan pemerintah semata sangatlah kecil jika dibandingkan dengan tantangan
yang begitu besar. Peran masyarakat dalam penanganan bencana dapat diwujudkan dalam
beberapa bentuk, seperti relawan lapangan dengan menyumbangkan tenaga dengan
keahlian.
Untuk perusahaan, lebih banyak lagi yang dapat dilakukan, misalnya sebuah
perusahaan di Bekasi dapat menghemat ribuan meter kubik air per bulan hanya dari
mendaur ulang air bekas wudu karyawannya.
Kedua, resapan air. Selain membuat sumur resapan, cara sederhana untuk
meresapkan air, yang dapat dilakukan bahkan di permukiman padat sekalipun adalah
dengan membuat lubang sedalam minimal 1 meter, kemudian dipenuhi batu atau kerikil
dan mengalirkan air hujan langsung ke dalamnya. Prinsipnya adalah meresapkan air hujan
ke dalam tanah secara langsung sehingga tidak melimpas ke gorong-gorong yang akhirnya
menggenangi jalan dan membuat banjir cileuncang.
Pada gilirannya, air hujan yang meresap ini akan mengisi sumur-sumur dangkal
penduduk. Resapan air tanah dalam memang membutuhkan teknologi khusus. Pada saat ini
tengah dikaji secara intensif upaya-upaya pengisian kembali akuifer dalam secara artifisial
oleh beberapa institusi.
Ketiga, tidak membuang sampah atau limbah ke perairan umum. Menjaga kualitas
air permukaan sangat penting bagi pasokan air baku yang mencukupi. Kualitas dan
kuantitas air permukaan yang mencukupi akan menjamin pasokan air baku untuk PDAM
sehingga tersedia air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan, bahkan pada saat kemarau
sekalipun.
Keempat, menanam pohon keras. Rasanya tidak perlu lagi diulas di sini betapa
pentingnya fungsi tanaman keras bagi peresapan air, menjaga kelembaban udara, pemasok
oksigen, ataupun pemberi keteduhan. Dengan menanam pohon keras di lahan terbatas
sekalipun berarti Anda turut menabung air untuk hari ini dan hari esok.
UU 7/2004 tentang Sumber Daya Air merupakan salah satu undang-undang yang
pertama memuat mengenai peran masyarakat, bahkan diatur dalam bab tersendiri. Apabila
merasa dirugikan oleh suatu pihak mengenai sumber daya air ini, masyarakat dapat melapor
kepada pihak berwenang.
Ketentuan mengenai sanksi di dalam undang-undang ini juga sangat keras, yaitu
sanksi pidana. Apabila, misalnya, suatu perusahaan membuat sumur bor dan kemudian
sumur-sumur rumah tangga di sekitarnya menjadi kering, hal tersebut adalah perbuatan
pidana karena terjadi kerusakan sumber daya air. Demikian pula apabila suatu perusahaan
membuang limbah ke perairan umum.
Sekali lagi, upaya bersama seluruh masyarakat dalam mengatasi ketersediaan air ini
sangat penting. Kesadaran semua pihak akan kondisi sumber daya air serta upaya-upaya
yang terfokus, baik secara bersama-sama maupun perseorangan, diharapkan dapat
menjamin tersedianya sumber air yang cukup untuk masyarakat ataupun untuk berbagai
keperluan lainnya.