Anda di halaman 1dari 24

1.

RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT JANTUNG KORONER

1. Definisi Penyakit Jantung Koroner (PJK)

Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh

adanya penyempitan dan penyumbatan arteri koronaria yang mengalirkan darah ke

otot jantung. Apabila penyempitan ini menjadi parah, dapat menimbulkan serangan

jantung. (Soeharto, 2004).

Pada jantung, gangguan atau penyakit yang sering terjadi adalah penyakit

jantung koroner, yaitu terhalangnya aliran darah di pembuluh arteri koroner yang

menyuplai oksigen dan nutrisi untuk menggerakkan jantung. (Soeharto, 2001).

Gambar 1. Penyempitan arteri koronari pada PJK

Penyakit Jantung Koroner (PJK) ialah penyakit jantung yang terutama

disebabkan karena penyempitan arteri koronaria akibat proses aterosklerosis atau

spasme atau kombinasi keduanya. (Majid, 2007).


Menurut CDC, penyakit arteri koroner terjadi ketika zat yang disebut plak

menumpuk di arteri yang memasok darah ke jantung (disebut arteri koroner). Plak

terdiri dari endapan kolesterol, yang dapat terakumulasi dalam arteri. Ketika ini

terjadi, arteri dapat menyempit dari waktu ke waktu. Proses ini disebut

aterosklerosis.

2. Riwayat Alamiah Penyakit Jantung Koroner


Riwayat alamiah penyakit (natural of disease) adalah deskripsi tentang

perjalanan waktu dan perkembangan penyakit pada individu, dimulai sejak terjadinya

paparan dengan agen kausal hingga terjadinya akibat penyakit, seperti kesembuhan

atau kematian, tanpa terinterupsi oleh suatu intervensi preventif maupun terapetik.

(Bhisma Murti, 2010)

Fase prepatogenesis dimulai setelah usia 12 tahun. Timbunan lemak dalam

pembuluh darah dimulai. Bila saat remaja, anak cenderung malas berolahraga, suka

makan makanan berlemak, bahkan merokok, berarti berada pada fase rentan. Jika

kondisi ini berlangsung terus, bahkan meningkat lebih parah ketika memasuki usia

sukses (30 tahun ke atas), maka fase subklinis dimulai. Jika usia antara 30 -40

tahun terjadi hipertensi berarti fase klinis dimulai. Jika hipertensi tidak dapat

dikendalikan, maka pada usia 45 tahun ke atas, kemungkinan terjadi penyumbatan

lemak pada pembuluh darah coroner. Terjadilah penyakit jantung koroner. (Sayono,

2010).

Riwayat alamiah penyakit jantung coroner secara lengkap yakni : (Afni

Husyaini, 2010)

1. Tahap Pre-patogenesis
Pada tahap ini terjadi proses etiologis, dimana faktor penyebab (agent) untuk

pertama kalinya bertemu dengan pejamu. Tetapi, faktor penyebab (agent) belum

menimbulkan penyakit, hanya saja terjadi interaksi dengan pejamu dan meletakkan

dasar-dasar bagi berkembangnya penyakit. Hal ini berarti merupakan faktor resiko.

Faktor Resiko untuk penyakit jantung koroner adalah hal-hal dalam kehidupan

yang dihubungkan perkembangan penyakit secara dini, beberapa faktor resiko

mempunyai pengaruh sangat kuat dan yang lainnya. Beberapa factor resiko tersebut

antara lain:

 Tingkat sosial ekonomi

Tingkat sosial ekonomi yang tinggi mempunyai resiko terkena penyakit

jantung koroner. Karena orang dengan sosial ekonomi tinggi mempunya

kecenderungan untuk terjadinya perubahan pola konsumsi makan dengan kadar

kolesterol tinggi.

 Kadar kolesterol yang tidak seimbang

Ketidakseimbangan antara kolesterol HDL dan LDL dan LDL yang lebih tinggi

akan engakibatkmanm penyakit jantung koroner.

 Tekanan darah tinggi (hipertensi)

Tekanan darah tinggi secara terus menerus akan menimbulkan kerusakan

dinding pembuluh arteri koroner secara perlahan-lahan. Jika kerusakan itu


diperparah dengan endapan lemak/kolesterol akan menimbulkan penyempitan

pembuluh darah arteri koronari.

 Merokok

Peranan rokok terhadap penyakit jantung koroner dapat timbul dalam

beberapa cara, diantaranya :

a) Karbonmonoksida (CO) yang terkandung di dalam asap roko lebih kuat menarik atau

menyerap oksigen dibandingkan sel darah merah dengan hemoglobinnya, sehingga

menurunkan kapasitas darah merah tersebut untuk mambawa oksigen ke jaringan

termasuk jantung.

b) Perokok memiliki kadar kolesterol HDL yang lebih rendah, berarti pelindung

terhadap peyakit jantung koroner menurun.

c) Merokok dapat menyembunyikan angina, yaitu sakit dada yang merupakan tanda

terhadap adanya sakit jantung. Tanpa adanya gejala itu, penderita tidak akan sadar

penyakit berbahaya yang sedang menyerangnya.

 Diabetes Melitus

Pengidap diabetes lama yang sudah berkomplikasi ke arah koroner jantung.

 Kegemukan
 Riwayat keturunan penyakit jantung dalam keluarga
 Kurang olahraga
 Stress
Adanya dua atau lebih faktor resiko akan berlipat kali menaikkan resiko total

terhadap penyakit jantung koroner.

2. Tahap Patogenesis

1. Tahap Inkubasi

Masa inkubasi PJK tidak ditentukan waktunya secara pasti, inkubasi ini

dipengaruhi oleh banyak factor resiko yang memungkinkan terjadinya

kardiovaskuler. Faktor resiko ini menyebabkan penumpukan kolesterol pada

pembuluh-pembuluh darah yang mengakibatkan terbentuknya flak-flak yang

mengakibatkan tersumbatnya pembuluh darah.

Penumpukan kolesterol pada pembuluh darah yang telah mencapai titik jenuh

mengakibatkan ketidakseimbangan kondisi tubuh dan memacu terbentuknya

penyakit kardiovaskuler.

Pada tahap ini belum terjadi gangguan fungsi organ dan belum menunjukkan

gejala. Terjadi perubahan anatomi dan histology. Pada penyakit jantung koroner

terjadi aterosklerotik pada pembuluh darah koroner yang mengakibatkan

penyempitan pembuluh darah. Fase ini sulit untuk didiagnosa secara klinis karena

belu menimbulkan gejala yang pasti.

2. Tahap Penyakit Dini

Merupakan kondisi ketika telah terjadi perubahan fungsi organ yang terkena

dan menimbulkan gejala. Penyakit jantung sering kali menyebabkan gejala yang

pertama berupa nyeri atau sesak di dada. Nyeri akibat suatu serangan jantung,

biasanya terasa pada bagian tengah dada. Biasanya bersifat berat dan dapat

menyebar kearah mana saja, tetapi lebih cenderung menyebar kearah dagu dan
lengan. Nyeri berlangsung, penderita merasa sesak dan sakit, tetapi nyerinya dapat

bersifat ringan dan has untuk suatu serangan jantung terutama pada orangtua.

Nyeri jantung terjadi jika jantung kekurangan darah. karena kebanyakan penyakit

jantung terutama mengenai bilik kiri jantung, maka paru-paru akan mengalami

bendungan dan akan mengakibatkan rasa sesak.

Penderita jantung koroner yang mengalami sesak nmafas engalami

penyumbatan arteri koroner akan kekurangan aliran darah ke otot jantung yang

artinya otot-otot jantung tidak mendapat nutrisi dan oksigen sehingga timbulah

suatu keadaan yang dikenal sebagai iskemik (ischemia). Dinding arteri koroner yang

mengandung serabut-serabut otot polos, oleh suatu sebab dapat berkerut (spasme)

dengan akibat menyempitnya pembuluh darah secara tiba-tiba, sehingga penderita

merasakan nyeri dada, bahkan sampai terjadi serangan jantung mendadak.

Manifestasi gejala yang timbul dapat berupa angina pectoris (biasanya timbul

karena adanya kekurangan suplai oksigen ke otot jantung pada saat aktivitas

ataupun dalam keadaan istirahat) dengan sakit yang khas yaitu sesak nafas di

tengah dada yang dapat menyebar sampai leher dan rahang, pundak kiri atau kanan

dan lengan bahkan sampai terasa tembus ke punggung, kadang-kadang juga

dirasakan seperti “sulit bernafas”. Serangan gejala nyeri dada semakin hari semakin

berlangsung lama. Nyeri dada yang semakin hari semakin lama mencerminkan

sumbatan koroner makin menebal dan sumbatan koroner semakin menutup

penampang pipa pembuluh yang berarti pasokan oksigen buat otot jantung yang

dilayani makin tipis.

Kondisi lainnya dikenal dengan acute myocard infarct (AMI) yaitu rusaknya

otot jantung akibat penyumbatan arteri secara total yang disebabkan pecahnya plak

lemak atherosclerosis pada arteri koroner secara tiba-tiba dan akan menimbulkn
gejala sakit dada yang hebat, nafas pendek dan seringkali penderita akan kehilangan

kesadaran sesaat.

3. Tahap Penyakit Lanjut

Keadaan dimana penyakit jantung koroner sudah pernah terjadi dalam diri

seseorang untuk berulang atau menjadi lebih berat. Pada tahap ini penderita telah

tidak dapat lagi melakukan pekerjaan dan jika datang berobat, umumnya telah

memerlukan perawatan.

Penyakit jantung koroner timbul akibat timbunan lemak atau karang yang

disebut atheroma, terjadi di dalam dinding arteri pemasok darah beroksigen ke

jantung dan menyempit hingga aliran darah terganggu. Pada tahap ini pembuluh

darah penderita sudah terbentuk “karat lemak” (akibat dari lemak darah/kolesterol

yang dibiarkan tinggi untuk waktu yang lama) yang disebabkan tidak mengontrol

lemak darah dengan obat dan diet, diperkirakan hanya perlu waktu sepuluh tahun

untuk menjadikan pipa pembuluh koroner menjadi tersumbat total. Hal –hal

tersebut yang kemudian dapat menyebabkan terjadinya cardiac arrest yang bisa

menyebabkan kematian mendadak.

4. Tahap Akhir Penyakit

Sembuh sempurna, dalam fase ini penderita sudah sembuh, ditandai dengan tidak

tersumbatnya pembuluh darah oleh flak.

Kronis, dalam fase ini gejala penyakit tidak berubah dalam arti tidak bertambah

berat ataupun tidak bertambah ringan, pada dasarnya masih dalam keadaan sakit.

Meninggal, dalam fase ini penderita sudah tidak dapat disembuhkan sehingga

mengakibatkan kematian.
3. Pencegahan Penyakit Jantung Koroner
1. Pencegahan Primordial

Pencegahan Primordial yaitu pencegahan dari faktor-faktor yang

memungkinkan terjadinya jantung koroner. Seperti:

Mengurangi naiknya tekanan darah dan mengurangi kadar lemak darah dalam

tubuh

Mengendalikan berat badan dan diet

Mengurangi stress

Melakukan olahraga dan relaksasi

Mengubah kebiasaan makan

2. Pencegahan Primer

Pencegahan primer merupakan upaya awal pencegahan PJK sebelum seorang

menderita. Dilakukan dengan pendekatan komuniti berupa penyuluhan factor-faktor

resiko PJK terutama pada kelompok resiko tinggi. Pencegahan primer ditujukan

kepada pencegahan terhadap berkembangnya proses atherosclerosis secara dini.

Dengan demikian, sasarannya adalah kelompok usia muda. Dan setiap orang yang

perlu merubah cara hidup untuk menyelamatkan dirinya sendiri seperti:

Health Promotion (Promosi Kesehatan)

Pada tahap pencegahan ini, dilakukan pada saat masih sehat. Tidak hanya untuk

mengantisipasi penyakikit aterosklerosis saja tetapi juga penyakit-penyakit yang

lain.Karena upaya ini bertujuan agar kondisi kesehatan tetep terjaga. Promosi

kesehatan yang dilakukan adalah memberi penyuluhan tentang pengetahuan

kesehatan khususnya penyakit jantung koroner, olahraga secara teratur,


menyeimbangkan asupan gizi dalam tubuh, melakukan pemeriksaan secara berkala,

dan pegetahuan secara genetis tentang riwayat penyakit.

Specific Protection (Perlindungan Khusus)

Bagi yang beresiko tinggi terhadap penyakit jantung diharapkan untuk bisa

menghindari hal-hal yang bisa meninggalakan kebiasaan-kebiasaan seperti merokok,

tidak mengkonsumsi alcohol, menjaga kadar kolesterol, tekanan darah dan diabetes

di bawah kontol dengan sering berkonsultasi dengan dokter.

3. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder ditujukan untuk menjelaskan tindakan-tindakan

pencegahan yang dilakukan setelah penyakit terjadi, misalnya setelah suatu

serangan jantung.

Tahap-tahap untuk memperbaiki diri penderita setelah serangan jantung,

dimulai dengan pencagahan sekunder yaitu jangan merokok, diet rendah lemak

hewan, latihan fisik secara teratur dan control tekanan darah tinggi. Dapat pula

dilakukan usaha-usaha untuk menghancurkan bekuan thrombus yang menyebabkan

pembuluh nadi coroner perlu dilakukan pengobatan sedini mungkin untuk

mendapatkan keberhasilan yang lebih baik. Pengobatan yang cepat dan sederhana

untuk menghilangkan nyeri dan ansietas dapat digunakan obat seperti morfin.

Industri makanan mempunyai peran penting untuk mencegah penyakit jantung

dengan mengurangi kandungan lemak, gula dan garam dalam produk mereka. Adapun

pemanfaatan lain yaitu memberikan label pada semua kemasan makanan dengan

analisis kandungan protein, karbohidrat, lemak, garam dan kalorinya. Menyediakan

lebih banyak fasilitas olahraga dan guru olahraga serta jauh lebih banyak dorongan

bagi orang-orang dewasa untuk melanjutkan kegiatan fisik setelah mereka


meninggalkan bangku sekolah. Adapun tahapan untuk mendeteksi penyakit jantung

pada tahap awal dinamakan skrining.

Selain itu pencegahan sekunder untuk penyakit jantung koroner juga dapat

dilakukan dengan:

Early Diagnosis and Prompt treatment (Diagnosis dan Pengobatan segera)

Sebelum terjadinya komplikasi, aterosklerosis mungkin tidak akan

terdiagnosis. Komplikasi yang terjadi adalah, terdengarnya bruit (suara meniup)

pada pemeriksaan dengan stetoskop bisa merupakan petunjuk dari aterosklerosis.

Denyut nadi pada daerah yang terkena bisa berkurang.

Pada tahap ini menemukan penderita dilakukan dengan melakukan survey pada

kelompok beresiko dan melakukan pelaporan. Dalam survey yang dilakukan dapat

melakukan pemeriksaan untuk memdiagnosis penderita. Pemeriksaan yang bisa

dilakukan untuk mendiagnosis aterosklerosis yaitu :

ABI (ankle-brachial index), dilakukan pengukuran tekanan darah di pergelangan

kaki dan lengan.

Pemeriksaan Doppler di daerah yang terkena.

Skening ultrasonik Duplex.

CT scan di daerah yang terkena.

Arteriografi resonansi magnetik di daerah yang terkena.

IVUS (intravascular ultrasound).

Pengobatan bisa dilakukan dengan memberikan obat-obatan untuk menurunkan

kadar lemak dan kolesterol dalam darah (contohnya colestyramine, kolestipol, asam

nikotinat, gemfibrozil, probukol, lovastatin). Aspirin, ticlopidine dan clopidogrel atau

anti-koagulan bisa diberikan untuk mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah.


4. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier, yaitu pencegahan yang dilakukan dengan mencegah

terjadinya komplikasi yang lebih berat (kemungkinan menimbulkan penyakit) atau

kematian. Yaitu dapat dilakukan dengan:

Disability Limitation (Pembatasan Disabilitas)

Jika terdapat gejala yang akut, sumbatan akut yang mengancam kemampuan

otot dan jaringan kulit untuk berkontraksi atau salah satu

organ sudah tidak dapat berfungsi sempurna, mungkin dapat dilakukan

pengobatan selanjutnya, seperti:

Pembedahan Angioplasti balon dilakukan untuk meratakan plak dan meningkatkan

aliran darah yang melalui endapan lemak.

Enarterektomi merupakan suatu untuk mengangkat endapan.

Pembedahan bypass merupakan prosedur yang sangat invasif, dimana arteri atau

vena yang normal dari penderita digunakan untuk membuat jembatan guna

menghindari arteri yang tersumbat.

Thrombolytic. Jika arteri tersumbat oleh adanya gumpalan darah, biasanya diberi

obat untuk melarutkan gumpalan ke dalam arteri sampai gumpalan itu kembali

normal.

Penggunaan Angiography. Dengan cara memasukkan catheter kecil ke dalam arteri

dan di celup, dan kemudian sumbatan tersebut di tolong dengan sinar X

Rehabilitation (Rehabilitasi)

Rehabilitasi pengobatan yang spesifik ditentukan berdasarkan :

Usia, kesehatan secara menyeluruh dan riwayat kesehatan.

Perluasan dari penyakit tersebut


Daerah yang mengalami sumbatan

Tanda-tanda dan gejala-gejala yang dialami pasien

Riwayat kesehatahan dan pengobatanan seseorang terkait dengan sensivitasnya

terhadap terapi&prosedur pengobatan yang pernah dialami

Arah yang di harapkan untuk penyakit ini ke depannya.

Pendapat atau pilihan.

Rehabilitasi yang dilakukan adalah penerapan perilaku sehat dalam keseharian

seperti menghindari konsumsi alcohol dan rokok serta olahraga secara teratur,

asupan gizi yang sesuai, menghindari makanan-makanan yang tinggi kolesterol,

pemeriksaan secara berkala, dan psikoterapi untuk mengendalikan.

2. Fase Riwayat Alamiah


1. Fase Rentan/ Kerentanan
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis
Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak
dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini
terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang
disebut CD4. didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti
retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif.
Walaupun demikian virus dalam tubuh penghisap HIV selalu dianggap infectious yang
setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut. HIV
termasuk dalam famili retrovirus dan subfamily lentivirus. Virus ini berbentuk
lonjong, diameter 100 um, terdiri dari inti dan kapsul, inaktif dengan alcohol,
pemutih klorine, aldehida, desinfectan, pelarut lemak, detergen, dan pada
pemanasan 500C selama 30 menit, resisten dengan radiasi sinarX dan sinar
ultraviolet. Sampai saat ini telah ditemukan 2 subtipe HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2.
kedua virus tersebut dapat menyebabkan AIDS, namun perjalanan penyakit yang
disebabkan oleh HIV-2 berlangsung lebih lama.
HIV dapat menular dari suatu satu manusia ke manusia lainnya melalui kontak cairan
pada alat reproduksi, kontak darah (misalnya trafusi darah, kontak luka, dll),
penggunaan jarum suntik secara bergantian dan kehamilan. Penularan melalui produk
darah secara teori dapat saja terjadi, namun pada kenyataannya prosesntasinya
sangat kecil.
Pada fase ini orang tersebut tidak memperlihatkan gejala-gejala walaupun jumlah
HIV semakin banyak dan semakin menggerogoti kekebalan tubuhnya. Fase ini
berlangsung selama lebih kurang lima sampai sepuluh tahun. Jika dilakukan tes
antibody untuk mengetahui keberadaan HIV, hasilnya akan negatif.

2. Fase Presimtomatis
Pada fase ini didalam tubuh terdapat HIV namun penderita tidak menunjukkan
gejala apapun, tetapi jika dilakukan tes antibody hasilnya sudah menunjukkan
positif. Fase ini berlangsung selama 1 sampai 6 bulan. Pada fase ini penderita
mengalami perubahan patologi seperti sindrom retroviral akut berupa pembesaran
kelenjar, pembesaran hati atau ginjal, nyeri otot, nyeri tenggorokan dan sebagainya
seeprti pada infeksi virus lain.

3. Fase Klinis
Pada fase ini virus akan menghancurkan sebagian besar atai keseluruhan system
immune penerita dan penderita dapa dinyatakan positif mengidap AIDS. Gejala
klinis pada orang dewasa ialah jika ditemukan dua dari tiga gejala utama dan satu
dari lima gejala minor. Gejala utamanya antara lain demam berkepanjangan,
penurunan berat badan lebih dari 10% dalam kurun waktu tiga bulan, dan diare
kronis selama lebih dari satu bulan secara berulang-ul;ang maupun terus menerus.
Gejala minornya yaitu batuk krois selama lebih dari 1 bulan, munculnya Herpes
zoster secara berulang-ulang, infeksi pad amulut dan tenggorokan yang disebabkan
oleh Candida albicans, bercak-bercak gatal di seluruh tubuh, serta pembengkakan
kelenjar getah bening secara menetap di seluruh tubuh. Akibat rusaknya system
kekebalan, penderita menjadi mudah terserang penyuakit-penyakit yang disebut
penyakit oportunitis. Penyakit yang biasa menyerang orang normal seperti flu, diare,
gatal-gatal, dan lain-lain. Bias menjadi penyakit yang mematikan di tubuh seorang
penderita AIDS.
a. Tahap inkubasi
Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak seseorang terpapar virus HIV
sampai dengan menunjukkan gejala-gejala AIDS. Waktu yang dibutuhkan rata-rata
cukup lama dan dapat mencapai kurang lebih 12 tahun dan semasa inkubasi penderita
tidak menunjukkan gejala-gejala sakit.
Selama masa inkubasi ini penderita disebut penderita HIV. Pada fase ini terdapat
masa dimana virus HIV tidak dapat tedeteksi dengan pemeriksaan laboratorium
kurang lebih 3 bulan sejak tertular virus HIV yang dikenal dengan masa window
periode.
Selama masa inkubasi penderita HIV sudah berpotensi untuk menularkan virus HIV
kepad aorang lain dengan berbagai caa sesuai pola transmisi virus HIV. Mengingat
masa inkubasi yang relatif lama, dan penderita HIV tidak menunjukkan gejala-gejala
sakit, maka sangat besar kemungkinan penularan terjadi pada fase inkubasi ini.
b. Tahap penyakit dini
Penderita mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh
saat mendapat kontak virus HIV tersebut. Setelah kondisi membaik, orang yang
terkena virus HIV akan tetap sehat dalam beberapa tahun dan perlahan kekebalan
tubuhnya menurun/ lemah hingga jatuh sakit Karena serangan demam yang berulang.
Satu cara untuk mendapat kepastian adalah dengan menjalani uji antibody HIV
terutamanya jika seseorang merasa telah melakukan aktivitas yang berisiko terkena
virus HIV.
c. Tahap penyakit lanjut
Pada tahap ini penderita sudah tidak bias melakukan aktivitas apa-apa. Penderita
mengalami nafas pendek, henti nafas sejenak, batuk serta nyeri dada.penderita
mengalami jamur pad arongga mulut dan kerongkongan.
Terjadinya gangguan pad apersyarafan central mengakibatkan kurang ingatan, sakit
kepala, susah berkonsentrasi, sering tampak kebingungan dan respon anggota gerak
melambat. Paa system persyarafan ujung (peripheral) akan menimbulkan nyeri dan
kesemutan pada telapak tangan dan kaki, reflek tendon yang kurang selalu
mengalami tensi darah rendah dan impotent.
Penderita mengalami serangan virus cacar air (herpes simplex) atau cacar api
(herpes zoster) dan berbagai macam penyakit kulit yang menimbulkan rasa nyeri
pada jaringan kulit. Lainnya adalah mengalami infeksi jaringan rambut pad akulit
(folliculities), kulit kering berbeca-bercak.

4. Fase Terminal
Fase ini merupakan fase terakhir dari perjalanan penyakit AIDS pada tubuh
penderita. Fase akhir dari penderita penyakit AIDS adalah meninggal dunia.

3. Riwayat Alamiah Penyakit

(Difteri)

Difteri merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya pada anak anak.

Penyakit ini mudah menular dan menyerang terutama daerah saluran pernafasan

bagian atas. Penularan biasanya terjadi melalui percikan ludah dari orang yang

membawa kuman ke orang lain yang sehat. Selain itu penyakit ini bisa juga ditularkan

melalui benda atau makanan yang terkontaminasi.

1. Tahap Prepatogenesis

Difteri disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae, suatu bakteri

gram positif yang berbentuk polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora.

Gejala utama dari penyakit difteri yaitu adanya bentukan pseudomembran yang

merupakan hasil kerja dari kuman ini. Pseudomembran sendiri merupakan lapisan

tipis berwarna putih keabu abuan yang timbul terutama di daerah mukosa hidung,

mulut sampai tenggorokan. Disamping menghasilkan pseudomembran, kuman ini juga

menghasilkan sebuah racun yang disebut eksotoxin yang sangat berbahaya karena

menyerang otot jantung, ginjal dan jaringan syaraf. Timbulnya lesi yang khas

disebabkan oleh cytotoxin spesifik yang dilepas oleh bakteri. Lesi nampak sebagai

suatu membran asimetrik keabu-abuan yang dikelilingi dengan daerah inflamasi

Sumber penularan penyakit difteri ini adalah manusia, baik sebagai penderita

maupun sebagai carier. Cara penularannya yaitu melalui kontak dengan penderita
pada masa inkubasi atau kontak dengancarier. Caranya melalui pernafasan

ataudroplet infection dan difteri kulit yang mencemari tanah sekitarnya.

2. Tahap Patogenesis

a. Tahap Inkubasi

Tahap inkubasi merupakan tenggang waktu antara masuknya bibit penyakit ke

dalam tubuh manusia yang peka terhadap penyebab penyakit, sampai timbulnya

gejala penyakit.

Masa inkubasi penyakit difteri ini 2 – 5 hari, masa penularan penderita 2-4

minggu sejak masa inkubasi, sedangkan masa penularan carier bisa sampai 6 bulan.

b. Tahap Dini

Gejala penyakit difteri ini adalah :

1. Panas lebih dari 38 °C

2. Ada psedomembrane bisa di pharynx, larynx atau tonsil

3. Sakit waktu menelan

4. Leher membengkak seperti leher sapi (bullneck), disebabkan karena

pembengkakan kelenjar leher

c. Tahap Lanjut

Biasanya bakteri berkembangbiak pada atau di sekitar permukaan selaput lendir

mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Bila bakteri sampai ke

hidung, hidung akan meler. Peradangan bisa menyebar dari tenggorokan ke pita
suara (laring) dan menyebabkan pembengkakan sehingga saluran udara menyempit

dan terjadi gangguan pernafasan..

Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah dari batuk penderita atau benda

maupun makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Ketika telah masuk dalam

tubuh, bakteri melepaskan toksin atau racun. Toksin ini akan menyebar melalui

darah dan bisa menyebabkan kerusakan jaringan di seluruh tubuh, terutama jantung

dan saraf.

Toksin biasanya menyerang saraf tertentu, misalnya saraf di tenggorokan.

Penderita mengalami kesulitan menelan pada minggu pertama kontaminasi toksin.

Antara minggu ketiga sampai minggu keenam, bisa terjadi peradangan pada saraf

lengan dan tungkai, sehingga terjadi kelemahan pada lengan dan tungkai. Kerusakan

pada otot jantung (miokarditis) bisa terjadi kapan saja selama minggu pertama

sampai minggu keenam, bersifat ringan, tampak sebagai kelainan ringan pada EKG.

Namun, kerusakan bisa sangat berat, bahkan menyebabkan gagal jantung dan

kematian mendadak. Pemulihan jantung dan saraf berlangsung secara perlahan

selama berminggu-minggu. Pada penderita dengan tingkat kebersihan buruk, tak

jarang difteri juga menyerang kulit.

Pada serangan difteri berat akan ditemukan pseudomembran, yaitu lapisan

selaput yang terdiri dari sel darah putih yang mati, bakteri dan bahan lainnya, di

dekat amandel dan bagian tenggorokan yang lain. Membran ini tidak mudah robek

dan berwarna abu-abu. Jika membran dilepaskan secara paksa, maka lapisan lendir

di bawahnya akan berdarah. Membran inilah penyebab penyempitan saluran udara

atau secara tiba-tiba bisa terlepas dan menyumbat saluran udara, sehingga anak

mengalami kesulitan bernafas.

3. Tahap Pasca pathogenesis/Tahap Akhir


Dengan pengobatan yang cepat dan tepat maka komplikasi yang berat dapat

dihindari, namun keadaan bisa makin buruk bila pasien dengan usia yang lebih muda,

perjalanan penyakit yang lama, gizi kurang dan pemberian anti toksin yang

terlambat.

Walaupun sangat berbahaya dan sulit diobati, penyakit ini sebenarnya bisa

dicegah dengan cara menghindari kontak dengan pasien difteri yang hasil lab-nya

masih positif dan imunisasi.

Pengobatan khusus penyakit difteri bertujuan untuk menetralisir toksin dan

membunuh basil dengan antibiotika (penicilin procain, Eritromisin, Ertromysin,

Amoksisilin, Rifampicin, Klindamisin, tetrasiklin).

Pencegahan dan Penanggulangan

Setiap orang dapat terinfeksi oleh difteri,tetapi kerentanan terhadap

infeksi tergantung dari pernah tidaknya ia terinfeksi oleh difteri dan juga pada

kekebalannya. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kebal akan mendapat kekebalan

pasif, tetapi taka akan lebih dari 6 bulan dan pada umur 1 tahun kekebalannya habis

sama sekali. Seseorang yang sembuh dari penyakit difteri tidak selalu mempunyai

kekebalan abadi. Paling baik adalah kekebalan yang didapat secara aktif dengan

imunisasi.

Berdasarkan penelitian Basuki Kartono bahwa anak dengan status imunisasi

DPT dan DT yang tidak lengkap beresiko menderita difteri 46.403 kali lebih besar

dari pada anak yang status imunisasi DPT dan DT lengkap. Keberadaan sumber

penularan beresiko penularan difteri 20.821 kali lebih besar daripada tidak ada

sumber penularan. Anak dengan ibu yang bepengetahuan rendah tentang imunisasi

dan difteri beresiko difteri pada anak-anak mereka sebanyak 9.826 kali

dibandingkan dengan ibu yang mempunyai pengetahuan tinggi tentang imunisasi dan

difteri. Status imunisasi DPT dan DT anak adalah faktor yang paling dominan
dalam mempengaruhi terjadinya difteri.(Kartono,2008)

Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan dengan tetanus

dan pertusis (DPT) sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan dengan selang

penyuntikan satu – dua bulan. Pemberian imunisasi ini akan memberikan kekebalan

aktif terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus dalam waktu bersamaan. Efek

samping yang mungkin akan timbul adalah demam, nyeri dan bengkak pada

permukaan kulit, cara mengatasinya cukup diberikan obat penurun panas .

Berdasarkan program dari Departemen Kesehatan RI imunisasi perlu diulang pada

saat usia sekolah dasar yaitu bersamaan dengan tetanus yaitu DT sebanyak 1 kali.

Sayangnya kekebalan hanya diiperoleh selama 10 tahun setelah imunisasi, sehingga

orang dewasa sebaiknya menjalani vaksinasi booster (DT) setiap 10 tahun sekali.

Selain pemberian imunisasi perlu juga diberikan penyuluhan kepada

masyarakat terutama kepada orang tua tentang bahaya dari difteria dan perlunya

imunisasi aktif diberikan kepada bayi dan anak-anak. Dan perlu juga untuk menjaga

kebersihan badan, pakaian dan lingkungan. Penyakit menular seperti difteri mudah

menular dalam lingkungan yang buruk dengan tingkat sanitasi rendah. Oleh karena

itulah, selain menjaga kebersihan diri, kita juga harus menjaga kebersihan

lingkungan sekitar. Disamping itu juga perlu diperhatikan makanan yang kita

konsumsi harus bersih. Jika kita harus membeli makanan di luar, pilihlah warung

yang bersih. Jika telah terserang difteri, penderita sebaiknya dirawat dengan baik

untuk mempercepat kesembuhan dan agar tidak menjadi sumber penularan bagi yang

lain. Pengobatan difteri difokuskan untuk menetralkan toksin (racun) difteri dan

untuk membunuh kuman Corynebacterium diphtheriae penyebab difteri. Setelah

terserang difteri satu kali, biasanya penderita tidak akan terserang lagi seumur

hidup.
Perawatan umum penyakit difteri yaitu dengan melakukan isolasi, bed rest :

2-3 minggu, makanan yang harus dikonsumsi adalah makanan lunak, mudah dicerna,

protein dan kalori cukup, kebersihan jalan nafas, pengisapan lendir.

Penanggulangan melalui pemberian imunisasi DPT (Dipteri Pertusis Tetanus )

dimana vakisin DPT adalah vaksin yang terdiri dari toxoid difteri dan tetanus yang

dimurnikan serta bakteri pertusis yang telah diinaktifkan. Imunisasi DPT diberikan

untuk pemberian kekebalan secara simultan terhadap difteri, pertusis dan tetanus,

diberikan pertama pada bayi umur 2 bulan, dosis selanjutnya diberikan dengan

interval paling cepat 4 (empat) minggun (1 bulan ). DPT pada bayi diberikan tiga kali

yaitu DPT1, DPT2 dan DPT 3. Imunisasi lainnya yaitu DT (Dipteri Pertusis )

merupakan imunisasi ulangan yang biasanya diberikan pada anak sekolah dasar kelas

4. penyakit diare

Riwayat Alamiah Penyakit

1. Tahap prepatogenesis

Pada tahap ini disebabkan oleh mikroorganisme baik bakteri, parasit, maupun
virus diantaranya rotavirus, E.coli, dan shigella. Penyebaran mikroorganisme in dapat
terjadi melalui jalan fecal dan oral. Pada tahap ini belum di temukan tanda-tanda
penyakit bila daya tahan tubuh penjamu baik maka tubuh tidak terserang penyakit
dan apabila daya tubuh penjamu lemah maka sangat mudah bagi virus masuk dalam
tubuh

2. Patogenesis

a. tahap inkubas

Virus (salmonella, shigella, E,coli , V.cholerae, ) masuk kedalam tubuh dengan


menginfeksi usus baik pada jeyenum,ileum dan colon. Setelah virus menginfeki usus
virus menembus sel dan mengadakan lisis kemudian virus berkembang dan
memproduksi enterotoksin. Masa`inkubasi biasanya sekitar 2-4hari,pasien sudah
buang air bessar lebih dari 4x tetapi belum tanpa gejala-gejala lain.

b. Tahap Penyakit Dini

- Kehilangan cairan 5% berat badan.


- Kesadaran baik (somnolen).
- Mata agak cekung.
- Turgor kulit kurang dan kekenyalan kulit normal.
- Berak cair 1-2 kali perhari.
- Lemah dan haus.
- Ubun-ubun besar agak cekung.

c. Tahap Penyakit Lanjut

- Kehilangan cairan lebih dari 5-10% berat badan.


- Keadaan umum gelisah.
- Rasa haus (++)
- Denyut nadi cepat dan pernapasan agak cepat.
- Mata cekung
- Turgor dan tonus otot agak berkurang.
- Ubun-ubun besar cekung.
- Kekenyalan kulit sedikit kurang dan elastisitas kembali sekitar 1-2 detik.
- Selaput lendir agak kering.

d. Tahap Akhir

- Kehilangan cairan lebih dari 10% berat badan.


- Keadaan umum dan kesadaran koma atau apatis.
- Denyut nadi cepat sekali
- Pernapasan kusmaull (cepat dan dalam).
- Ubun-ubun besar cekung sekali.
- Mata cekung sekali.
- Turgor/tonus kurang sekali.
- Selaput lendir kurang/asidosis.
Pada tahap ini bila mendapat penanganan yang baik maka pasien dapat sembuh
sempurna tetapi bila tahap ini tidak mendapat penanganan yang baik maka dapat
mengancam jiwa(kematian).
B. Analisis triad epidemiologi
1. Host
factor-faktor yang dapat menimbulkan penyakit pada penjamu adalah
a. Daya tahan tubuh terhadap penyakit
apabila daya tubuh host baik maka virus tidak dapat masuk ke dalam
tubuh,apabila daya tahan tubuh jelek dan host tidak memelihara personal hygiene
yang baik maka virus dengan mudah nasuk dalam tubuh host.

b. Umur
kebanyakan host yang terkena diare lebih sering pada kelompok usia 21-40th
(51,2%) dan pada anak-anak (75%) jadi diare lebih sering menyerang pada anak-
anak.
c. Jenis kelamin
jenis kelamin laki-laki mendominasi angka kejadian diare sekitar 86,8% dan
jumlamnya lebih banyak dari pada perempuan sekitar 21% di karenakan laki-laki
kurang bias memelihara personal hygiene yang baek.
d. Adat kebiasaan
bila host kurang bias memelihara personal hygiene maka sangat mudah virus
masuk dalam tubuh.
2. Agent
a. Golongan biologi
virus: retovirus, E.coli, Shigella dan salmonella, virus colerae
b. golongan fisik
diare di sebabkan karena infeksi pada usus,

3. Lingkungan
a. Lingkungan fisik
keadaan lingkungan yang stuktur cuaca kering lebih sering terkena diare
.daerah dengan stuktur keadaan geografis kurang baik lebih sering terkena diare di
karenakan kurang pengetahuan.
b. Lingkungan non fisik
Lingkungan dengan social ekonomi yang rendah serta adapt kebiasaan yang
kurag baik atau perilaku yang kurang baik dalam memelihara personal hygiene
sangat berpontensial terjadinya diare
c. Linkungan biologis
lingkungan yang dekat dengan hewan-hewan peliharaan yang kurang terjaga
kebersihannya seperti kotoran binatang maka dapat dengan mudah virus masuk
dalam tubuh apabila host tidak menjaga kebersihan. Virus dari diare dapat dibawa
oleh human reservoir.
C. Tingkat Pencegahaan Massalah Kesehatan
1 Pencegahan Primer
pencegahan dapat di lakukan pada prepatogenesi yaitu dengan :
a. melakukan promosi kesehatan tentang pentingnya cuci tangan sebelum dan
sesudah kegiatan.
b. melakukan pencegahan dengan metode preventif:
1.memelihara personal hygiene yang baik
2.menutup makanan supaya tidak di hinggapi lalat
3.menjaga kebersihan alat-alat makan ddan minum
4.mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan kegiatan
2. Pencegahan Skunder
a. Tahap inkubasi
Pada tahap ini pasien dapat di beri :
1.diberi orallit
2.makanan harus di teruskan bakan di tingkatkan selama diare untuk menhindari efek
buruk pada status gizi
3.berikan anak lebih banyak cairan dari pada biasanya untuk mencegah dehidrasi
b. Tahap penyakit dini
1. 3jam pertama berikan oralit sesuai dengan ketentuan.
2. Setelah 3-4jam nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian anak kemudian oilih
rencana A, B, atau C untuk melanjutkan pengobatan:
a. bila tidak ada rehidrasi, anak biasanya kencing dan lelah kemudian mengantuk
dan tidur
b. bila tanda menunjukan dehidrasi ringan atau sedang tawarkan makanan susu dan
sari buah,
c. bila tanda menunjukan dehidrasi berat maka secepatnya rehidrasi cairan dan
amati dengan seksama anak.
c. Penyakit lanjut
Berikan antibiotic seperti tetrasiklin , doksisiklin dan berikan cairan melalui
intra vena
d. Tahap akhir
biasanya pasien diamati kurang lebih 6jam setelah pemberian oralit terus
berikan antibiotic dan berikan caiarn intra vena. Pada tahap ini bila penanganan baik
pasien bisa sembuh sempurna.

5. Riwayat Alamiah Penyakit Anemia


Prepatogenesis- M e n s t r u a s i -Tidak terbiasa mengkonsumsi
makanan yang mengandung Fe.

Tahap Patogenesa1 ) I n k u b a s i - a d a r F e t i d a k n o r m a l ! m u l a i
t u r u n ) - adar "b turun #) Penyakit $ini - Muka Pu%at - &'
!'emah('etih('esu('unglai('elah)(bibr pu%at( tangan pu%at(kurang tenaga(kepala terasa
melayang.- a r n a k e l o p a k d a l a m b a w a h m a t a p u % a t . - a r n a
p a n g k a l l i d a h p u % a t *) Penyakit 'an+ut - ,tatus gi i yang kurang ) Tahap akhir
penyakitPada rema+a +ika anemia terus ter+adi dapat menyebabkan keguguran dan pendarahan
ketika hamil( dapat +uga berakhir dengan stroke dan serangan +antung. ,erta mengalami
kematian +ika anemia rema+a tersebut sangat parah

Anda mungkin juga menyukai