Anda di halaman 1dari 20

STUDI PERBANDINGAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 45

TAHUN 2009 TERHADAP PERMEN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

LARANGAN PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN IKAN PUKAT HELA

(TRAWLS) DAN PUKAT TARIK (SEINE NETS) DI WILAYAH PENGELOLAAN

PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, wilayah daratan Indonesia

(1.9 juta km2) tersebar pada sekitar 17.500 buah pulau yang disatukan oleh laut

yang sangat luas (sekitar 5.8 juta km2). Panjang garis pantai yang mengelilingi

daratan tersebut adalah sekitar 81.000 km, yang merupakan garis pantai tropis

terpanjang atau terpanjang kedua setelah Kanada. Secara geografis kepulauan dan

perairan Indonesia terletak di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia; dan

antara benua Asia dan Australia, termasuk di dalamnya paparan Sunda di bagian

barat dan paparan Sahul di bagian timur. Wilayah pesisiran dan lautan Indonesia

memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (mega biodiversity).1

Kondisi tanah air Indonesia dengan sinar matahari sepanjang tahun, lahan

subur dari perut bumi dan lautan luas tropis menghasilkan alam dengan

keanekaragaman ekosistem beserta sumber daya alam yang mampu

mensejahterakan kehidupan manusia. Maka, lahirlah manusia dan masyarakat

Indonesia yang akrab dengan alam. Dari semula penduduk kita mengenal pola

pertanian yang mengikuti irama alam. Waktu tanam, waktu menuai memungut

1
Rokhimin Dahuri, Keanekaragaman Hayati Laut, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama), hlm 3.

1
hasil, begitu pula waktu turun ke laut menangkap ikan dipengaruhi oleh tanda-

tanda alam.2

Namun, jika melihat pada realita yang ada sekarang, manusia tidak

menjadikan lingkungan sebagai teman akrab, melainkan sebagai obyek yang harus

dikuras habis manfaatnya tanpa memikirkan dampak yang muncul dan hanya

berporos pada keuntungan semu. Sehingga, perusakan lingkungan baik di darat

maupun di laut marak terjadi. Mengutip pendapat Otto Soemarto3, yang

menyatakan bahwa sumber daya lingkungan mempunyai daya regenerasi dan

asimilasi yang terbatas. Selama eksploitasi atau permintaan pelayanan ada di

bawah batas daya regenerasi atau asimilasi, sumber daya terbarui itu dapat

digunakan secara lestari. Akan tetapi, apabila batas itu dilampaui, sumber daya itu

akan mengalami kerusakan dan fungsi sumber daya itu sebagai faktor produksi

dan konsumsi atau sarana pelayanan akan mengalami gangguan.

Sepertinya pendapat tersebut sejalan dengan kebijakan Menteri Kelautan

dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, yang pada tanggal 08 Januari 2015 secara resmi

menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan

Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine

Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Peraturan ini

didasari oleh penurunan Sumber Daya Ikan (SDI) yang mengancam kelestarian,

sehingga demi keberlanjutannya perlu diberlakukan pelarangan penggunaan alat

penangkapan ikat pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets)4. Di sisi lain

2
Salim Emil, Ratusan Bangsa Merusak Satu Bumi, (Jakarta: Kompas, 2010), hlm 205-
206
3
Supriadi, Hukum Lingkungan di Indonesia Sebuah Pengantar, (Jakarta: Sinar Grafika,
2008), hlm 4.
4
Nanik Ermawati dan Zuliyati dengan judul “Dampak Sosial dan Ekonomi atas Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2/PERMEN-KP/2015 (Studi Kasus Kecamatan Juwana
Kabupaten Pati)”

2
juga, diterbitkannya Permen ini karena masih ada nelayan atau pengusaha

perikanan tangkap yang menggunakan jenis-jenis alat tangkap yang destructive

(merusak) atau bahan-bahan yang berbahaya dalam kegiatan operasi penangkapan

ikannya. Masih maraknya kegiatan IUU fishing5di Indonesia secara nyata telah

menimbulkan kerugian yang tidak sedikit, baik dari sisi ekonomi, sosial, maupun

lingkungan, sehingga aktivitas ini dapat dinyatakan sebagai kendala utama bagi

Indonesia dalam mewujudkan perikanan tangkap yang berkelanjutan.6

Permen ini diterbitkan sebagai tindak lanjut dari pelanggaran dan

perusakan lingkungan yang terus terjadi. Keluarnya Permen ini menimbulkan pro-

kontra di kalangan masyarakat. Adapun pihak yang pro, salah satunya adalah

Badan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (BPP) FPIK Universitas Brawijaya

Malang, berdasarkan telaah akademis yang telah dilakukan, kebijakan PERMEN

Nomor 2 Tahun 2015 didasarkan pada kondisi sumber daya ikan yang mengalami

tangkap lebih dan menyebabkan kerusakan habitat seperti di Indonesia saat ini.

Pemberlakuan PERMEN KP No. 2 Tahun 2015 akan berdampak pada pemulihan

stok dan habitat sumber daya ikan. Hal ini akan meningkatkan hasil tangkap per

satuan usaha (CpUE)7 dari nelayan karena stok mengalami pemulihan (heal the

ocean).8

5
IUU Fishing merupakan singkatn dari Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing
adalah penangkapan ikan yang dilakukan dengan melanggar hukum yang telah ditetapkan di
perairan suatu Negara.
6
Kementrian PPN/Bappenas Direktorat Kelautan dan Perikanan 2014 dengan judul
“Kajian Strategi Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan”.
7
Catch Per-unit of effort (CPUE) adalah merupakan hasil tangkapan per unit alat tangkap
pada kondisi biomassa yang maksimum atau merupakan angka yang menggambarkan
perbandingan antara hasil tangkapan per unit upaya atau usaha (King, 1995 dalam murniati 2011),
https://upzonesia.wordpress.com, akses 11 November 2016.
8
Tinjauan Akademis Terhadap Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.2/2015
Tentang Pelarangan Penggunaan Beberapa Alat Penangkapan Ikan di Wiayah Pengelolaan
Perikanan Negara Republik Indonesia (Tim BPP FPIK Universitas Brawijaya Malang).

3
Pihak yang kontra menanggap bahwa Permen akan menimbulkan dampak

negatif, baik secara sosial maupun ekonomi. Dalam waktu singkat, beberapa

dampak ekonomi yang langsung dirasakan adalah9:

1. Puluhan ribu nelayan bersama rumah tangga perikanan akan kehilangan

pekerjaan dan unit usaha bisnis di bidang perikanan tangkap;

2. Hasil tangkapan ikan akan turun secara mendadak sampai terjadi

keseimbangan yang baru;

3. Unit usaha pengelolahan ikan akan kekurangan bahan baku secara

mendadak sampai terjadi keseimbangan yang baru (pengalihan usaha

bisnis);

4. Berkurangnya lapangan pekerjaan (serapan tenaga kerja) secara mendadak,

sebelum adanya alternatif lapangan pekerjaan yang baru.

Beberapa dampak sosial yang ditimbulkan antara lain10, pertama,

pengangguran, sebagai akibat peraturan tersebut menimbulkan kapal alat tangkap

cantrang tidak boleh beroperasi. Hal ini menyebabkan timbulnya pengangguran

bagi anak buah kapal. Hal ini tergambar dari salah satu daerah di Indonesia, yaitu

Kabupaten Pati, di Pati, setiap satu kapal cantrang terdiri dari 15 anak buah kapal.

Untuk kapal cantrang jumlahnya ada 200 lebih kapal, jika kapal tersebut dilarang

melaut itu artinya ada 3000 orang kehilangan pekerjaan. Kedua, kesejahteraan

nelayan menurun, akibat pengangguran. Ketika seseorang tidak bekerja maka

penghasilannya mulai terhambat sehingga kesejahteraan nelayan akan menurun.

Ketiga, kejahatan akan terjadi akibat pengangguran dan kesejahteraan yang

menurun.

9
Ikbar Al Asyari (Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya) dengan judul “Analisa Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015”
10
Ibid.

4
Masih pada ranah kontra, ombudsman Republik Indonesia pun menilai

Permen ini menyalahi administrasi, karena penerbitannya menyimpang dari

prosedur atau tidak sesuai dengan tata cara pembentukan perundang-undangan

sesuai UU 12/2012. Penerbitan peraturan ini melampaui kewenangan yang

terdapat pada ketentuan induknya, yakni UU 31/2004 Tentang Perikanan, dan

mengandung unsur perbuatan yang tidak patut lantaran proses penerbitannya tidak

melalui proses sosialisasi dan waktu transisi yang cukup.11

Bertolak dari kubu pro dan kontra, dalam ajaran Islam, dikenal konsep

yang berkaitan dengan penciptaan manusia dan alam semesta yakni konsep

khilafah dan amanah. Konsep khilafah menyatakan bahwa manusia telah dipilih

oleh Allah di muka bumi ini (khalifatullah fil’ardh). Sebagai wakil Allah, manusia

wajib untuk dapat merepresentasikan dirinya sesuai dengan sifat-sifat Allah. Salah

satu sifat Allah tentang alam ialah sebagai pemelihara atau penjaga alam

(rabbul’alamin).12

Sebagai khalifah Allah di bumi, hal di atas sangatlah penting untuk

diindahkan, mengingat ada 3 visi dalam Islam tentang lingkungan13, yaitu:

a. Tauhid, tauhid kepada Allah SWT dan tauhid kepada makhluk-Nya.

Dalam ranah tauhid kepada makhluk Allah, terbagi menjadi 2, tauhid

sosial yang mana antar sesama manusia haruslah hidup dalam kerukunan

dan tauhid lingkungan yang mana manusia haruslah harmoni dengan

lingkungannya.

11
Agus Supriadi. 2015. ”Ombudsman Desak Menteri Susi Cabut Larangan Penggunaan
Pukat”. CNN Indonesia. 05Juli 2015. Diakses pada 13 November 2016.
12
Arif Sumantri, Kesehatan Lingkungan & Perspektif Islam, (Jakarta: Kencana, 2010)
hlm 279.
13
Catatan penyusun saat perkuliahan mata kuliah Fiqh Lingkungan pada tanggal 02
Maret 2016.

5
b. Posisi manusia sebagai khalifah, yaitu manusia haruslah amanah, adil, dan

menjunjung kemaslahatan. Apabila lingkungan rusak, maka dapat

disimpulkan bahwa manusia tidak amanah dalam menjadi khalifah Allah,

begitupun sebaliknya.

c. Kode etik. Lingkungan alam oleh Islam dikontrol oleh dua konsep

(instrumen) yakni halal dan haram14. Halal bermakna segala sesuatu yang

baik, menguntungkan, menentramkan hati, atau yang berakibat baik bagi

seseorang, masyarakat maupun lingkungan. Sebaliknya segala sesuatu

yang jelek, membahayakan atau merusak seseorang, masyarakat dan

lingkungan ialah haram. Jika konsep tauhid, khalifah, dan kode etik ini

kemudian digabungkan dengan konsep keadilan, keseimbangan,

keselarasan, dan kemaslahatan, maka terbangunlah suatu kerangka yang

lengkap dan komprehensif tentang etika lingkungan dalam perspektif

Islam.

Kemaslahatan umum (al-istishlah) atau mementingkan kemaslahatan umat

merupakan salah satu syarat mutlak dalam pertimbangan pemeliharaan

lingkungan. Visi yang diberikan Islam terhadap lingkungan termasuk usaha

memperbaiki (ishlah) terhadap kehidupan manusia. Kepentingan itu bukan saja

untuk hari ini namun juga untuk masa yang akan datang yaitu 20, 30, 50 bahkan

berabad-abad berikutnya. Allah menyediakan alam dan isinya yang harmonis

sejalan dengan keseimbangan ekosistem yang telah terjadi secara ilmiah. Manusia

dilarang untuk merusak anugerah ini sesuai dengan firman-Nya15:

14
Ibid.
15
Ibid.

6
َ ‫عوهُ خ َْوفًا َو‬
َ ‫ط َمعًا ۚ ِإ َّن َر ْح َم‬
‫ت‬ ُ ‫ص ََل ِح َها َوا ْد‬ ِ ‫َو ََل ت ُ ْف ِسدُوا فِي ْاْل َ ْر‬
ْ ‫ض َب ْع َد ِإ‬

َ‫يب ِمنَ ْال ُم ْح ِسنِين‬


ٌ ‫َّللا قَ ِر‬
ِ َّ

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)

memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan

diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat

dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”(Al-Araf:56).

Berdasarkan pemaparan yang ada, munculah ide untuk menyusun skripsi

ini. Karena, PERMEN Nomor 2 Tahun 2015 tidaklah mungkin diterbitkan tanpa

sebelumnya ada suatu koreksi dan kajian terlebih dahulu dari pemangku kebijakan

yang tak lain tujuannya adalah kemaslahatan. Sehingga, hal ini menjadi menarik

untuk diangkat ke permukaan agar bisa diteliti dan ditelaah lebih lanjut. Dengan

demikian, penulis tertarik untuk meneliti bagaimana pemufakatan antara hukum

Islam dan UU Nomor 45 Tahun 2009 dalam menanggapi PERMEN Nomor 2

Tahun 2015 dan hal ini menarik untuk dikaji dengan pembuktian dari dalil-dalil

maupun argumentasi yang selaras.

B. Pokok Masalah

1. Bagaimana ketentuan larangan menangkap ikan dengan menggunakan alat

tangkap Ikan Pukat Hela (Trawis) dan Pukat Tarik (Seine Nets) terhadap

PERMEN Nomor 2 Tahun 2015 dan kaitannya dengan UU Nomor 45 Tahun

2009?

2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap PERMEN Nomor 2 Tahun 2015?

3. Bagaimana komparasi antara Hukum Islam dan UU Nomor 45 Tahun 2009

terhadap PERMEN Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Larangan Penggunaan Alat

7
Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawis) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di

Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia?

C. Tujuan dan Kegunaan

Hal yang menjadi tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui ketentuan larangan menangkap ikan dengan menggunakan

alat tangkap Ikan Pukat Hela (Trawis) dan Pukat Tarik (Seine Nets) terhadap

PERMEN Nomor 2 Tahun 2015 dan kaitannya dengan UU Nomor 45 Tahun

2009

2. Untuk menjelaskan tinjauan hukum Islam terhadap PERMEN Nomor 2 Tahun

2015

3. Untuk menjelaskan komparasi antara Hukum Islam dan UU Nomor 45 Tahun

2009 terhadap PERMEN Nomor 2 Tahun 2015 Larangan Penggunaan Alat

Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawis) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di

Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia

Adapun kegunaan penyusunan skripsi ini secara teoritis, pertama,

pembahasan yang telah dijabarkan, diharapkan dapat memberikan pemahaman

dan pengetahuan bagi pembaca mengenai pandangan antara Hukum Islam dan UU

Nomor 45 Tahun 2009 dalam menyikapi PERMEN Nomor 2 Tahun 2015. Kedua,

secara praktis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk semua pembaca

terutama akademisi maupun praktisi yang berada pada lingkup syariah dan

hukum.

D. Studi Pustaka

Terdapat beberapa kajian yang sejalur dengan tema penelitian ini. Namun,

dapat dikatakan bahwa obyek tema yang ada pada penelitian ini, yaitu PERMEN

Nomor 2 Tahun 2015, tergolong baru. Adapun penelitian yang ada sebelumnya,

8
mayoritas membahas penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing). Namun,

perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah pada pembahasan

penelitian, pembahasan pada penelitian ini adalah bagaimana pandangan Hukum

Islam dan UU Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan terhadap PERMEN

Nomor 2 Tahun 2015.

Penelitian-penelitian sebelumnya yang membahas kebijakan Menteri

Kelautan dan Perikanan yaitu sebagian besar berbentuk jurnal dan karya ilmiah,

adapun penelitian tersebut, sebagai berikut:

Skripsi karya Firhat Syauqi Aulia Ula dengan judul “Penerapan Peraturan

Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 2/PERMEN-KP/2015 Tentang

Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat

Tarik (Seine Nets) di Kabupaten Lamongan. Membahas tentang efektifitas

penerapan PERMEN Nomor 2 Tahun 2015 di Kabupaten Lamongan. Persamaan

dengan skripsi penyusun adalah sama-sama mengangkat tema tentang PERMEN

Nomor Tahun 2015. Sedangkan, perbedaannya adalah penelitian ini berfokus pada

tinjauan hukum Islam dan UU Nomor 45 Tahun 2009.16

Skripsi karya Rokhman Nur Hijriyatmoko dengan judul “Sanksi Bagi

Pelaku Illegal Fishing Perspektif Undang-Undang Perikanan dan Hukum Islam.

Membahas tentang kriteria tindak pidana dan sanksi dilihat dari sudut pandang

Undang-undang Perikanan dan Hukum Islam. Pembahasan pada penelitian ini

mencakup teori kepemilikan dalam hukum Islam, pandangan Hukum Islam

16
Firhat Syauqi Aulia Ula, “Penerapan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI
Nomor 2/PERMEN-KP/2015 Tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela
(Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Kabupaten Lamongan”, Skripsi Sarjana Fakultas Syariah
dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2016.

9
terhadap Illegal Fishing, serta dampak yang ditimbulkan dari kegiatan Illegal

Fishing.17

Dokumen (kajian tertulis) yang ditebitkan Kementrian Perencanaan

Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

(PPN/Bappenas) Direktorat Kelautan dan Perikanan 2015 dengan judul “Kajian

Strategi Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan”. Mengkaji tentang upaya

terwujudnya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan, sesuai dengan 4 aspek

utama yaitu keberlanjutan ekologi (ecological sustainability), keberlanjutan sosio-

ekonomi (socioeconomic sustainability), keberlanjutan komunitas (community

sustainability), dan keberlanjutan kelembagaan (institutional sustainability) yang

harus diimbangi dengan regulasi dan kebijakan yang tepat dan efektif.18

Telaah akademis yang disusun Ir. Sukandar, MP., Ir. Dewa Gede Raka W.,

M.Sc., Dr. Daduk Setyohadi, MP., Dr. Abu Bakar Sambah, S.Pi, MT., Dr. Gatut

Bintoro, MP., Dr. Darmawan, MP., Ledhyane Ika H, S.Pi, M.Sc., Fuad, S.Pi, MT

(tim Badan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (BPP) Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang) dengan judul “Tinjauan Akademis

Terhadap Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2/2015 Tentang

Pelarangan Penggunaan Beberapa Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan

Perikanan Negara Republik Indonesia”. Persamaan dengan penelitian ini adalah

sama-sama membahas tentang dampak yang terjadi dari diberlakukannya

PERMEN Nomor 2 Tahun 2015. Perbedaannya adalah pada penelitian ini, fokus

mengkaji pandangan hukum Islam dan UU Nomor 45 Tahun 2009, sedangkan

17
Rokhman Nur Hijriyatmoko, “Sanksi Bagi Pelaku Illegal Fishing Perspektif Undang-
undang Perikanan dan Hukum Islam”, Skripsi Sarjana Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta 2012.
18
Direktorat Kelautan dan Perikanan 2015 dengan judul “Kajian Strategi Pengelolaan
Perikanan Berkelanjutan”, Jurnal Kementrian PPN/Bappenas 2014.

10
penelitian pada jurnal tersebut fokus mengkaji dampak ekonomi dan sosial yang

muncul akibat pemberlakuan PERMEN Nomor 2 Tahun 2015.19

Jurnal karya Nanik Ermawati dan Zuliyati dengan judul “Dampak Sosial

dan Ekonomi Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

2/PERMEN-KP/2015 (Studi Kasus Kecamatan Juwana Kabupaten Pati)”. Jurnal

tersebut membahas tentang dampak sosial dan ekonomi yang timbul khususnya

bagi masyarakat perikanan dengan diterapkan peraturan Menteri Kelautan dan

Perikanan Nomor 2/PERMEN-KP/2015.

Dari studi pustaka yang telah ditelusuri dan melihat penelitian yang

sejenis, maka dengan tegas penyusun menyatakan bahwa belum ada penelitian

yang membahas secara khusus terkait apa yang dibahas penyusun dalam

penyusunan skripsi ini, yaitu pandangan Hukum Islam terhadap PERMEN Nomor

2 Tahun 2015 dan dikuatkan dengan UU Nomor 45 Tahun 2009.

E. Kerangka Teoritik

Penelitian ini berfokus pada persoalan tentang bagaimana pandangan

Hukum Islam dan UU Nomor 45 Tahun 2009 terhadap PERMEN Nomor 2 Tahun

2015 Tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls)

dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik

Indonesia. Selanjutnya, bagaimana kita menilai dengan sebuah analisis objek dari

Permen ini, apakah telah sesuai dan efektif dengan konsep kesejahteraan yang

dalam hal ini kemaslahatan dengan berdasarkan pandangan para tokoh.

19
Telaah akademis dari Tim Badan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (BPP)
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang dengan judul “Tinjauan
Akademis Terhadap Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2/2015 Tentang Pelarangan
Penggunaan Beberapa Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik
Indonesia”

11
Ada 2 konsep yang ditawarkan dalam mengupas permasalahan yang ada

di dalam skripsi ini, yang mencakup:

a. Konsep Maqashid Syariah

Dalam hukum Islam, konsep kemaslahatan dikenal dengan maqashid al-

syariah. Konsep maqashid al-syariah menjadi kunci keberhasilan seorang

mujtahid dalam melakukan istinbath hukum, karena kepada landasan tujuan

hukum itulah persoalan dalam kehidupan manusia akan dikembalikan, baik

terhadap masalah-masalah yang baru dan yang belum ada secara harfiah dalam

wahyu maupun dalam kepentingan untuk mengetahui apakah suatu kasus dapat

diterapkan suatu ketentuan hukum atau tidak, karena terjadinya pergeseran nilai

akibat perubahan-perubahan sosial.20

Konsep maqashid al-syariah dapat menjadi metode dalam pengembangan

hukum Islam agar adaptif terhadap perubahan sosial. Prinsip-prinsip dalam

maqashid al-syariah ditujukan untuk membangun hukum yang mengedepankan

sisi humanis manusia sebagai subyek sekaligus objek hukum. Konsep ini dapat

menjadi alat analisis terhadap permasalahan-permasalahan hukum yang tidak

ditemukan secara jelas dimensi kemaslahatannya, dengan cara melihat ruh

syari’ah dan tujuan umum dari agama Islam. Dalam implementasinya perlu

diupayakan pemanfaatan ilmu-ilmu lain sebagai alat analisis dan pendekatan

dalam memahami permasalahan yang terjadi dalam masyarakat.21

Menurut Imam Asy-Syatibi ada lima pokok syariat Islam, yaitu dalam

rangka melindungi agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Kelima pokok tersebut

dinamakan dengan kulliyah al-khams atau al-qawaid al-kulliyyat.22 Dalam usaha

20
Syamsul Bahri, Metodologi Hukum Islam, (Yogyakarta: Teras, 2008) hlm 105-106.
21
Ali Sodiqin, Fiqh Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Beranda Publishing, 2012), hlm 167.
22
Mardani, Ushul Fiqh, (Depok: Rajagrafindo Persada, 2013) hlm 337.

12
mewujud dan memelihara lima unsur pokok tersebut, Imam Asy-Syatibi membagi

kepada tiga tingkat maqashid atau tujuan syariah, yaitu23:

1. Maqashid al-daruriyat

2. Maqashid al-Hajiyat

3. Maqashid al Tahsiniyat

Ketiga model kemaslahatn (maqashid) ini merupakan ini merupakan ruh

yang terdapat dalam Islam, antara yang satu dengan yang lainnya saling

menyempurnakan. Tetapi yang perlu mendapat penekanan dari ketiga model

kemaslahatan, yaitu kemaslahatan primer (maqashid al-daruriyat). Karena

kemaslahatan primer menjadi kebutuhan mendasar setiap manusia untuk

meneguhkan dimensi kemanusiaanya. Jika nilai-nilai tersebut dilanggar maka bisa

dipastikan hak-haknya akan hilang dan identitas kemanusiaannya akan sirna, baik

disebabkan kekuasaan politik maupun kekuasaan agamawan. Karena itu nilai-nilai

tersebut sejatinya harus menjadi pijakan keberagaman sehingga pandangan

keagamaan dengan isu-isu kemanusiaan seperti kebebasan beragama, kebebasan

berpendapat dan berekspresi, hak reproduksi, hak hidup, hak atas kepemilikan

harta benda.24

Setelah adanya klasifikasi dari Imam Asy-Syatibi (melindungi agama,

jiwa, akal, keturunan, dan harta), sebagian Ulama menambah hifz al-‘Ird (menjaga

kehormatan), untuk menggenapkan kelima al-Maqasid itu menjadi enam tujuan

primer/pokok atau keniscayaan. Melestarikan keenam hal tersebut adalah

keharusan, yang tidak bisa tidak ada, jika kehidupan manusia dikehendaki untuk

23
Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqashid Syariah Menurut Al-Syatibi, (Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 1996) hlm 71-72.
24
Ali Yafie, Merintis Fiqh Lingkungan Hidup, (Jakarta Selatan: Tama Printing, 2006)
hlm.179.

13
berlangsung dan berkembang. Kehidupan manusia akan menghadapi bahaya jika

akal mereka terganggu, oleh karena itu Islam melarang keras khamr, narkoba, atau

sejenisnya. Kehidupan manusia akan berada dalam keadaan bahaya jika nyawa

mereka tidak dijaga dan dilestarikan dengan berbagai tindakan pencegahan

penyakit dan atau jika tidak tersedia sistem penjaminan lingkungan dari polusi,

maka, dalam rangka inilah kita dapat memahami pelarangan Nabi SAW akan

penyiksaan terhadap manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan.25 Yang sepadan

dengan hal ini tak lain adalah alam (lingkungan).

Al-Maqashid syariah merupakan salah satu cara intelektual dan

metodologis paling penting saat ini utnuk melakukan reformasi dan pemabaruan

islami. Media populer dan literatur studi Islam seringkali menyoroti dan

mengajukan berbagai usulan untuk melakukan reformasi hukum islami, dalam

rangka mengadakan ‘integritas’ kaum minoritas Muslim ke dalam masyarakat

Barat. Namun sayang, usulan-usulan tersebut seringkali melalui pendekatan-

pendekatan yang tidak ramah terhadap Islam dan kaum Muslimin.26

Dengan istilah-istilah kontemporer, pengkajian maqashid syariah

diperkenalkan sebagai upaya untuk mencapai ‘pembangunan’ dan merealisasikan

‘hak asasi manusia’. Kemudian, maqashid syariah diperkenalkan sebagai asas

peluncuran gagasan-gagasan baru dalam hukum Islami; khususnya gagasan

penting tentang ‘perbedaan antara sarana dan tujuan’. Adapun maqashid syariah

diilustrasikan sebagai strategi penting dalam menginterpretasi ulang Quran dan

tradisi kenabian. Pengkajian berikut akan mengemukakan metode fikih ‘fath al-

25
Jaser Audah, Al-Maqasid Untuk Pemula, Alih bahasa ‘Ali ‘Abdelmon’im, (Yogyakarta:
SUKA-Press UIN Sunan Kalijaga, 2013) hlm 8.
26
Ibid.

14
zarai (membuka sarana)’ sebagai perluasan dari metode klasik ‘memblokir

sarana’ (sad al-zara’i). 27

b. Konsep Konstitusi Hijau28

Salah satu aspek yang menjadi gagasan materi muatan konstitusi adalah

kebijakan hukum pengelolaan lingkungan. Konstitusi yang memuat kebijakan

hukum pengelolaan lingkungan inilah yang oleh Jimly Asshiddiqie disebut

“konstitusi hijau” atau “green constitution”. Konstitusi hijau atau green

constitution dengan demikian menunjukkan kadar muatan konstitusi tentang

pengelolaan lingkungan hidup. Semakin lengkapnya hal-hal mendasar mengenai

norma pengelolaan lingkungan dimuat dalam konstitusi, maka semakin hijaulah

suatu konstitusi atau semakin disebut konstitusi hijau. Demikian pula sebaliknya.

Istilah green constitution adalah relatif baru, yang di Indonesia pertama

kali diperkenalkan oleh mantan ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie

pada Mei 2009 dalam publikasi bukunya berjudul “Green Constitution Nuansa

Hijau Undang-Undang Dasar 1945”. Kendati demikian, oleh Jimly diakui bahwa

gagasan green constitution bukanlah sama sekali baru, karena sudah sering

digunakan dalam berbagai jurnal ilmiah. Kalau ditelusuri lebih jauh, gagasan ini

sudah muncul tidak lama setelah dilaksnakannya Konferensi PBB tentang

lingkungan hisup di Stockholm, Swedia, pada tahun 1972. Hal ini terbukti dengan

semakin banyaknya negara-negara yang mencantumkan kebijakan lingkungan di

dalam konstitusi. Sampai tahun 2004-2005 Tim Hayward mencatat lebih dari

seratus negara telah memuat ketentuan lingkungan di dalam konstitusi.

27
Ibid.
28
Muhammad Akib, Politik Hukum Lingkungan Dinamika dan Refleksinya dalam Produk
Hukum Otonomi Daerah, (Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2012) hlm 13-14.

15
Lebih lanjut, pendekatan yang dilakukan dalam skripsi ini yaitu melalui

pendekatan fiqh lingkungan. Pemahaman masalah lingkungan hidup (fiqh al-

bi’ah) dan penanganannya perlu diletakkkan di atas suatu fondasi moral untuk

mendukung segala upaya yang sudah dilakukan dan dibina selama ini yang

ternyata belum mampu mengatasi kerusakan lingkungan hidup yang sudah ada

dan masih terus berlangsung. Fiqh lingkungan hidup berupaya menyadarkan

manusia yang beriman supaya menginsafi bahwa masalah lingkungan hidup tidak

dapat dilepaskan dari tanggungjawab manusia yang beriman dan merupakan

amanat yang diembannya untuk memelihara dan melindungi alam yang

dikaruniakan Sang Pencipta Yang Maha Pengasih dan Penyayang sebagai hunian

tempat manusia dalam menjalani hidup di bumi ini. Manusia yang beriman

dituntut untuk memfungsikan imannya dengan meyakini bahwa pemeliharaan

lingkungan hidup adalah juga bagian dari iman itu sendiri. Itulah wujud nyata dari

statusnya sebagai khalifah di bumi. Lingkungan hidup harus terpelihara dengan

baik dan terlindungi dari pengrusakan yang berakibat mengancam hidupnya

sendiri.29

Menilik pemaparan di atas, maka hal yang harus digarisbawahi adalah

bagaimana negara menjamin kepentingan hidup seluruh masyarakatnya tanpa

melupakan penyelamatan terhadap lingkungan, karena dengan adanya tindakan

semacam ini, maka secara zhahir negara telah mewujudkan konsep maqashid

syariah berupa pencapaian membangun hak asasi manusia sesuai syariat dan

konsep konstitusi hijau yang terwujud dari perlindungan konstitusional terhadap

lingkungan hidup.

29
Ibid.

16
F. Metodologi Penelitian

Penelitian ini termasuk pada kategori penelitian kualitatif. Yaitu

penelitian yang menghsilkan penemuan-penemuan yang tidak dicapai dengan

menggunakan prosedur statistik atau dengan cara-cara kuantifikasi. Penelitian

kualitatif dapat menunjukkan kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku,

fungsional organisasi, pergerakan sosial, dan hubungan kekerabatan.30

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif dengan studi pustaka

(library research). Pada seluruh sumber yang berkenaan dengan penelitian ini

mengacu kepada sumber-sumber data tertulis dan data-data baik dari buku, jurnal,

artikel, ataupun internet.

2. Objek Penelitian

Objek pada penelitian ini adalah Peraturan Menteri (PERMEN) Nomor 2

Tahun 2015 Tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela

(Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan

Republik Indonesia. Dalam penelitian ini, Menteri Kelautan dan Perikanan

melarang adanya penangkapan ikan dengan alat penangkapan ikan pukat hela

(trawls) dan pukat tarik (seine nets) yang akan dianalisis berdasarkan hukum

Islam dan dikuatkan dengan UU Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan.

3. Pendekatan Masalah

Pendekatan yang digunakan melalui pendekatan yuridis-normatif,

dengan jalan mengidentifikasi hukum Islam lebih tepatnya pada teori maqashidu

syariah terhadap PERMEN Nomor 2 Tahun 2015 dan dikuatkan dengan UU

Nomor 45 Tahun 2009.

30
M. Djunaidi Ghony & Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif,
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012) hlm 25.

17
4. Tahapan Penelitian

Penyusunan dan penelitian ini diawali dengan mengumpulkan data-data

maupun informasi yang sejalan dengan pandangan hukum Islam terhadap

PERMEN Nomor 2 Tahun 2015 lalu kemudian dikuatkan dengan UU Nomor 45

Tahun 2009 dan menjadi rujukan dalam penelitian ini. Data-data dan informasi

tersebut, penyusun peroleh dari buku, jurnal, artikel, dan lain sebagainya.

a. Pengumpulan Data

1. Data Primer

Mencakup data terikat yang terdiri dari Undang-Undang Dasar 1945,

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, PERMEN

Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Larangan Penggunaan Alat

Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di

Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik.

2. Data Sekunder

Data-data sekunder didapat dari buku-buku karangan para ahli, artikel,

surat kabar, maupun karya ilmiah yang terdiri dari skripsi ataupun

jurnal. Serta bahan atau data lainnya yang berkaitan dengan penelitian

ini.

b. Seleksi Data

Seleksi terhadap data yang diperoleh dilakukan dengan pemilahan atas

data yang sesuai, selanjutnya dilakukan pemilihan dan pengelompokkan

data secara selektif yang sesuai dengan bahasannya, sehingga diharapkan

memudahkan penelitian ini terutama dalam menganalisa data yang ada.

18
5. Analisis Data

Untuk mendapatkan hasil akhir dengan valid dan reliabel dari penelitian

ini, peneliti melakukan analisa data dengan menggunakan pendekatan deduktif-

analitis. Pendekatan dengan metode deduktif yaitu suatu pembahasan yang

bertolak dari pengertian bahwa sesuatu yang berlaku bagi keseluruhan peristiwa

atau kelompok/jenis, berlaku juga bagi tiap-tiap unsur di dalam peristiwa

kelompok/jenis tersebut. 31

Sedangkan, pendekatan dengan menggunakan metode pendekatan

analitis yaitu pendekatan yang dilakukan dengan mencari makna pada istilah-

istilah hukum yang terdapat di dalam perundang-undangan, dengan begitu peneliti

memperoleh pengertian atau makna baru dari istilah-istilah hukum dan menguji

penerapannya secara praktis dengan menganalisis putusan-putusan hakim.32

Analisis ini dilakukan pada bab ke-empat dengan berdasarkan data yang telah ada.

6. Sistematika Pembahasan

Agar pembahasan skripsi ini lebih terarah sehingga pemaparan yang ada

dapat dipahami dengan baik, maka penyusun membagi pembahasan menjadi 5

bab, dan masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab, yaitu:

Bab pertama, berisi pondasi penelitian yang mencakup pendahuluan,

yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan

penelitian, telaah pustaka, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab ke-dua, membahas ketentuan yuridis tentang larangan dalam objek

penelitian yaitu PERMEN Nomor 2 Tahun 2015 yang tertuang dalam Undang-

31
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009) hlm 109-110.
32
Ibid.

19
Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan, dan dipertegas dengan Pasal

28H Ayat (1) dan Pasal 33 Ayat (4) UUD 1945.

Bab ke-tiga, membahas tentang ketentuan hukum Islam dalam

pelestarian lingkungan khususnya lingkungan kelautan. Dalam hal ini, pelestarian

lingkungan sesuai ketentuan hukum Islam yang dimaksud adalah keterkaitan

konsep maqasidu syariah dari tokoh Imam Asy-Syatibi dan Jasser Auda dengan

penerbitan PERMEN Nomor 2 Tahun 2015.

Bab ke-empat, membahas tentang analisis yang dilakukan penyusun atas

permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini sesuai dengan konsep yang telah

ditawarkan.

Bab ke-lima, berisi penutup, yang terdiri dari kesimpulan dari hasil

pembahasan pada bab-bab sebelumnya sebagai jawaban pokok terhadap objek

skripsi, dan saran-saran yang diperlukan.

20

Anda mungkin juga menyukai