Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Sebuah negara yang baik tentunya memperhatikan kebutuhan hidup dasar


setiap penduduknya secara layak. Hal ini mencakup berbagai macam bidang
kehidupan, seperti misalnya pendidikan dan kesehatan. Namun tidak jarang terjadi
kasus di mana penduduk tidak dapat memperoleh akses pada kedua hal mendasar
tersebut. Padahal, kesejahteraan umum suatu negara dapat terukur dari pemenuhan
kebutuhan dasar penduduknya. Hal ini pun secara tidak langsung akan
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara yang bersangkutan. Atau dapat juga
dikatakan: negara yang sejahtera, negara yang kaya.

Negara Indonesia, seperti yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945,


berkeinginan untuk mewujudkan “suatu pemerintah negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia”. Hal ini berarti negara Indonesia
berkeinginan untuk mewujudkan suatu negara yang memiliki “kesejahteraan
umum”, dimana semua kebutuhan dasar penduduknya terpenuhi. Untuk
mewujudkan hal tersebut, dibentuklah Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
yang salah satu tujuannya yaitu untuk mengelola kebutuhan dana yang diperlukan
untuk “membebaskan” semua penduduk Indonesia dari biaya kesehatan, yang
manfaatnya tentu akan dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, terlebih lagi bagi
penduduk miskin yang saat ini masih belum bisa mendapatkan fasilitas kesehatan
yang layak dikarenakan keterbatasan biaya. Program Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) ini diwujudkan melalui pembentukan BPJS bidang Kesehatan. Selain itu,
dibentuk juga BPJS bidang Ketenagakerjaan untuk menjamin hak-hak tenaga
kerja di Indonesia.

Ide untuk menjamin kesehatan dan perlindungan atas resiko ekonomi


seluruh rakyat Indonesia ini merupakan ide yang sangat bagus. Namun,
implementasinya pasti tidak mudah. Banyak perangkat regulasi dan aspek teknis
operasional yang harus disiapkan dan dirumuskan secara jelas, terukur, dan
terencana agar dapat diterapkan dengan baik dan tepat sasaran. Juga diperlukan

1
anggaran yang cukup guna membantu dan menanggung iuran asuransi bagi
golongan miskin, tidak mampu, dan kaum rentan. Kesalahan pada implementasi
sistem ini dapat mengakibatkan kerugian yang besar bagi pihak BPJS, yang
sebagian besar dananya disponsori oleh pemerintah. Untuk menghindari kerugian
bagi negara, maka perlu dikaji sistem yang bagus untuk menangani asuransi bagi
seluruh penduduk Indonesia ini. Salah satu metode yang digunakan yaitu melalui
penggunaan IT untuk mencegah kemungkinan “kebocoran” dana ke pihak-pihak
yang tidak bertanggung jawab.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1.Pengertian BPJS

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan lembaga yang dibentuk


untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia menurut Undang-
undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS. BPJS terbagi menjadi
dua, yaitu BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Proses pembentukan BPJS
dilakukan dengan melakukan transformasi pada lembaga-lembaga yang
sebelumnya berwewenang menangani permasalahan jaminan sosial di Indonesia,
antara lain yaitu PT Askes, PT Jamsostek, PTASABRI, dan PT TASPEN. Proses
transformasi ini dilakukan secara bertahap, yaitu pada awal 2014, PT Askes akan
menjadi BPJS Kesehatan, selanjutnya pada 2015 giliran PT Jamsostek menjadi
BPJS Ketenagakerjaan. Berdasarkan UU BPJS, program jaminan sosial ini
mencakup:

1. BPJS Ketenagakerjaan, menyelenggarakan program:


a. jaminan kecelakaan kerja
b. jaminan hari tua
c. jaminan pensiun
d. jaminan kematian
2. BPJS Kesehatan, menyelenggarakan program jaminan kesehatan yang
meliputi:
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan
kesehatan non spesialistik mencakup:
i. Administrasi pelayanan
ii. Pelayanan promotif dan preventif
iii. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis
iv. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun
non operatif

3
v. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
vi. Transfusi darah sesuai kebutuhan medis
vii. Pemeriksaan penunjang diagnosis laboratorium tingkat
pertama
viii. Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi
b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan
kesehatan mencakup:
i. Rawat jalan, meliputi:
1. Administrasi pelayanan
2. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi
spesialistik oleh dokter spesialis dan sub
spesialis
3. Tindakan medis spesialistik sesuai dengan
indikasi medis
4. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
5. Pelayanan alat kesehatan implant
6. Pelayanan penunjang diagnostic lanjutan sesuai
dengan indikasi medis
7. Rehabilitasi medis
8. Pelayanan darah
9. Pelayanan kedokteran forensik
10. Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan
ii. Rawat Inap yang meliputi:
1. Perawatan inap non intensif
2. Perawatan inap di ruang intensif
3. Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh
Menteri

2.2. Peserta BPJS Kesehatan

Peserta BPJS Kesehatan adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja
paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran, meliputi:

4
1. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI): fakir miskin dan orang
tidak mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan
perundang- undangan.
2. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), yaitu yang
terdiri dari:
a. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya
i. Pegawai Negeri Sipil;
ii. Anggota TNI;
iii. Anggota Polri;
iv. Pejabat Negara;
v. Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri;
vi. Pegawai Swasta; dan
vii. Pekerja yang tidak termasuk huruf i sampai vi yang
menerima Upah, termasuk WNA yang bekerja di Indonesia
paling singkat 6 (enam) bulan.
b. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya
i. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri
ii. Pekerja yang tidak termasuk huruf i yang bukan penerima
Upah. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling
singkat 6 (enam) bulan.
3. Bukan pekerja dan anggota keluarganya, antara lain:
a. Investor
b. Pemberi Kerja
c. Penerima Pensiun, terdiri dari :
i. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun
ii. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak
pensiun
iii. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun
iv. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun
yang mendapat hak pensiun
v. Penerima pensiun lain

5
vi. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun
lain yang mendapat hak pensiun
d. Veteran
e. Perintis Kemerdekaan
f. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis
Kemerdekaan
g. Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd e yang mampu
membayar iuran.

Selain itu, terdapat juga anggota keluarga yang ditanggung oleh peserta
BPJS, yang terbagi berdasarkan tipe peserta BPJS, yang rinciannya dapat dilihat
berikut ini.
1. Pekerja Penerima Upah
a. Keluarga inti meliputi istri/suami dan anak yang sah (anak
kandung, anak tiri dan/atau anak angkat), sebanyak-
banyaknya 5 (lima) orang.
b. Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan
anak angkat yang sah, dengan kriteria:
i. Tidak atau belum pernah menikah atau tidak
mempunyai penghasilan sendiri
ii. Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum
berusia 25 (dua puluh lima) tahun yang masih
melanjutkan pendidikan formal.
2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja: Peserta dapat
mengikutsertakan anggota keluarga yang diinginkan (tidak
terbatas).
3. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang
meliputi anak ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua.
4. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang
meliputi kerabat lain seperti Saudara kandung/ipar, asisten rumah
tangga, dll.

6
2.3. Tugas BPJS

Berdasarkan Pasal 10 UU BPJS, dalam menjalankan fungsinya BPJS bertugas


untuk:

a. melakukan dan/atau menerima pendaftaran Peserta


b. memungut dan mengumpulkan Iuran dari Peserta dan Pemberi Kerja
c. menerima Bantuan Iuran dari Pemerintah
d. mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan Peserta
e. mengumpulkan dan mengelola data Peserta program Jaminan Sosial
f. membayarkan Manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai
dengan ketentuan program Jaminan Sosial
g. memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program Jaminan
Sosial kepada Peserta dan masyarakat.

2.4. Masalah yang dihadapi BPJS Kesehatan

Pada pelaksanaannya mulai dari 1 Januari 2014 hingga saat ini, ada beberapa
kendala yang telah dihadapi pada pelaksanaan BPJS Kesehatan, antara lain yaitu:

1. Pendaftaran yang ribet karena tidak semua kabupaten dapat menerima


pendaftaran secara online melainkan harus melalui kantor BPJS terdekat
2. Pelayanan yang kurang memuaskan, karena sebgaian penyelenggara
pelayanan kantor BPJS masih kurang memahami sistem INA CBG yang
diimplementasikan.
a. Hak peserta Askes dan Jamsostek dikurangi
Salah satu kasus yang sempat mencuat adalah kasus Nabhan Ihsan,
seorang anak berusia 5 tahun yang merupakan penderita Hemofilia
A. Saat masih menggunakan Askes, obat yang biasa diberikan
masih bisa diklaim dan memang masih terdaftar sebagai obat yang
bisa diklaimkan. Namun setelah diganti menjadi BPJS, obat yang
biasa diberikan bukan lagi termasuk daftar obat yang bisa
diklaimkan.
b. Hak peserta Jamkesmas / Jamkesda dikurangi

7
Sebagaimana kasus yang sama dengan Askes, kasus ini menimpa
Inem salah satu penderita kanker payudara. Sebelumnya ketika
masih menggunakan Jamkesmas, biaya operasi dan pengobatan
semuanya gratis. Namun setelah diganti BPJS, biaya operasi gratis,
namun beberapa biaya obat dibebankan kepada pasien. Intinya
sama dengan kasus pertama, yaitu kemungkinan pengurangan
daftar obat yang bisa diklaimkan.

c. Jampersal tidak berlaku lagi di BPJS

Selain kasus besar seperti kasus 1 dan 2, ternyata Jampersal sudah


tidak diakui di era BPJS. Jadi kalau memang sedang dalam kondisi
hamil dan akan mengandung, Untuk mencari rujukan puskesmas
atau RSUD harus menggunakan kartu jamkesmas atau jamkesda
sebagai rujukan agar bisa langsung terdaftar sebagai anggota BPJS.
Jika hanya memiliki Jampersal, maka harus registrasi kembali.

d. Ruang Perawatan Tidak Sesuai Dengan Jenis Iuran BPJS

Sebagaimana tertera dalam klausul BPJS, jika menjadi anggota


non-DPI dengan golongan 1. Tentunya akan mendapatkan
perawatan minimal di kelas 1 di RSUD. Namun dalam
kenyataannya, ada beberapa rumah sakit yang memang tidak
merawat pasien tersebut di kamar yang seharusnya. Biasanya
mereka mengatakan bahwa peserta BPJS hanya bisa di kelas 3.
Karena memang kelas 1 biasanya sudah dipenuhi pasien non BPJS.

e. Tarif jasa dokter yang kecil

Sesuai Permenkes 69/2013 itu tarif jasa dokter tingkat 1 atau setara
puskesmas hanya sebesar Rp3.000 hingga Rp6.000. Tarif untuk
dokter gigi hanya Rp2.000

8
2.5. Sistem Pelaksanaan BPJS Eksisting

Sistem BPJS Kesehatan yang saat ini berjalan dapat dilihat pada buku
Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan bagi Peserta JKN. Pada buku ini dapat
ditemukan beberapa alur pelayanan kesehatan sesuai dengan skenario yang
terjadi. Secara umum, pelayanan kesehatan atas keluhan ditangani terlebih dahulu
oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama (klink atau puskesmas), baru kemudian
dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua (rumah sakit, dokter spesialis).

Pada alur pelayanan kesehatan yang tercantum pada buku panduan tersebut
sudah cukup jelas alur yang akan dilewati pasien untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan, baik itu pelayanan rawat jalan seperti yang terlihat pada gambar
berikut, pelayanan rawat inap, kasus gawat darurat, maupun pelayanan lanjutan ke
fasilitas kesehatan tingkat kedua. Pasien yang merupakan peserta BPJS Kesehatan
perlu melakukan identifikasi peserta, yang kemudian akan diverifikasi kembali
oleh fasilitas kesehatan tempat pasien berobat. Setelah melalui proses pendaftaran,
pasien baru boleh menerima pelayanan kesehatan yang sesuai.

Gambar 2.1. Alur Pelayanan Kesehatan BPJS

Sumber: Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan bagi Peserta JKN

9
2.6. Proposal Solusi IT

Meskipun sistem yang tercantum dalam buku Panduan Praktis Pelayanan


Kesehatan bagi Peserta JKN sudah memberikan detail yang cukup jelas, namun
pada alur tersebut tidak dijelaskan mengenai proses identifikasi peserta BPJS serta
alur aliran dana bagi pelayanan kesehatan tersebut. Salah satu contohnya yaitu
mekanisme pengambilan obat, dimana pada buku Panduan Praktis Administrasi
Klaim Fasilitas Kesehatan BPJS Kesehatan, biaya obat tidak sepenuhnya
ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Namun pada alur seperti pada gambar di
bawah, pasien dipersilahkan untuk langsung mengambil resep di apotek sebelum
pulang. Selain itu, belum lagi permasalahan tarif tindakan pelayanan kesehatan
BPJS Kesehatan yang dianggap masih terlalu rendah. Diagram alur yang
diberikan juga tidak memberikan informasi mengenai tindakan pelayanan
kesehatan seperti cuci darah yang perlu dilakukan secara berkala oleh pasien.

Kelemahan lain dari sistem BPJS Kesehatan yang saat ini berjalan yaitu
kurang jelasnya sistem pembayaran atas pelayanan kesehatan. Pada sistem BPJS
Kesehatan, seharusnya pembayaran atas pelayanan kesehatan dilakukan oleh
BPJS kepada pihak rumah sakit/puskesmas/klinik sesuai dengan besaran tarif
dasar yang telah ditentukan oleh BPJS. Tarif dasar ini mencakup tarif atas
konsultasi dokter, obat, dan lain sebagainya, namun tidak mencakup keseluruhan
tarif pengobatan yang berlaku sehingga pasien masih harus membayarkan
sebagian biaya pengobatan, yang dapat dilakukan secara individual maupun
melalui pihak ketiga (asuransi selain BPJS). Semua dana ini dikumpulkan ke
dalam suatu rekening kesehatan, yang akan menerima pembayaran dari bank,
asuransi kesehatan, serta dari BPJS, yang kemudian akan membayarkan tarif
tindakan pelayanan kesehatan kepada masing-masing fasilitas kesehatan dan
dokter.

Permasalahan lain yang terdapat pada sistem ini yaitu adalah sistem rekam
medis yang belum terintegrasi. Pada sistem BPJS, pasien atau peserta BPJS
diharapkan untuk konsultasi ke puskesmas atau klinik terlebih dahulu saat

10
menderita suatu penyakit, baru kemudian pergi ke rumah sakit rujukan yang
ditunjuk oleh puskesmas atau klinik apabila diperlukan tindakan pengobatan yang
melebihi kapasitas puskesmas/klinik. Untuk mempermudah pelayanan kesehatan
pada fasilitas kesehatan yang berbeda seperti ini, sebaiknya setiap pasien memiliki
rekam medis terintegrasi yang dapat diakses oleh setiap fasilitas kesehatan yang
bekerja sama dengan sistem BPJS. Sistem rekam medis terintegrasi ini akan
sangat memudahkan dokter untuk mengetahui catatan kesehatan pasien dan
memberikan diagnosa penyakit yang lebih baik, sehingga dokter dapat
memberikan tindakan pelayanan kesehatan yang tepat terhadap pasien.

Untuk mencegah hal-hal seperti data ganda pada pasien, setiap data pasien
termasuk dengan status keanggotaannya pada asuransi BPJS Kesehatan perlu
dicocokkan lagi dengan database kependudukan yang berlaku. Sehingga, secara
umum ilustrasi mengenai sistem IT BPJS Kesehatan yang kami usulkan dapat
dilihat pada gambar berikut.

11
Gambar 2.2. Proposal Solusi IT BPJS Kesehatan

12
BAB III
PENUTUP

Sistem BPJS Kesehatan merupakan jaminan sosial yang telah dicanangkan oleh
pemerintah Indonesia dalam rangka menjamin pelayanan kesehatan bagi seluruh
warga Indonesia. Untuk memudahkan pelaksanaan sistem ini serta menghindari
kerugian-kerugian yang mungkin didapatkan oleh pemerintah atas kesalahan
pelaksanaan sistem, maka kami mengusulkan penggunaan sistem IT untuk
mempermudah verifikasi keanggotaan peserta BPJS, rekam medis terintegrasi,
serta sistem pembayaran yang terpisah bagi fasilitas kesehatan dan dokter. Kami
berharap sistem IT yang kami ajukan ini dapat menjadi referensi alternatif bagi
pelaksanaan sistem IT BPJS Kesehatan yang telah diterapkan di Indonesia.

13
REFERENSI

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem


Jaminan Sosial Nasional

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan


Penyelenggara Jaminan Sosial

Panduan Praktis Administrasi Klaim Fasilitas Kesehatan BPJS Kesehatan

Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan bagi Peserta JKN

http://www.setkab.go.id/artikel-11646-sjsn-menuju-negara-kesejahteraan-ala-
indonesia.html

Indiyani, drg.Isti. Skenario Perubahan Sistem Informasi Rumah Sakit. URL:


http://simkes.fk.ugm.ac.id/data/upload/2013/03/makalah-19-3-2013-drg.-
Isti-Indiyani-MM-Compatibility-Mode.pdf

14

Anda mungkin juga menyukai