Anda di halaman 1dari 33

Prospek Energi Panas Bumi Di Indonesia

Dalam rangka memasuki era industrialisasi maka kebutuhan energi terus meningkat dan untuk mengatasi
hal ini perlu dipikirkan penambahan energi melalui pemilihan energi alternatif yang ramah terhadap
lingkungan. Salah satu energi altematif tersebut adalah pemanfaatan energi panas bumi yang cukup
tersedia di Indonesia. Tulisan ini akan menguraikan secara garis besar tentang kebutuhan energi dan
peranan energi panas bumi dalam rangka memenuhi kebutuhan energi serta prospeknya di Indonesia.

Keberhasilan pembangunan pada PELITA V telah meletakkan dasar-dasar pembangunan industri yang
akan dilaksanakan pada PELITA VI dan tahun-tahun berikutnya, ternyata mempunyai konsekwensi dalam
hal penyediaan energi listrik untuk dapat menggerakkan kegiatan industri yang dimaksud. Untuk
mengatasi kebutuhan energi listrik yang terus meningkat ini, usaha diversifikasi energi mutlak harus
dilaksanakan. Salah satu usaha diversifikasi energi ini adalah dengan memikirkan pemanfaatan energi
panas bumi sebagai penyedia kebutuhan energi listrik tersebut. Dasar pemikiran ini adalah mengingat
cukup tersedianya cadangan energi panas bumi di Indonesia, namun pemanfaatannya masih sangat
sedikit. Indonesia sebagai negara vulkanik mempunyai sekitar 217 tempat yang dianggap potensial untuk
eksplorasi energi panas bumi.

Bila energi panas bumi yang cukup tersedia di Indonesia dapat dimanfaatkan secara optimal, kiranya
kebutuhan energi listrik yang terus meningkat akan dapat dipenuhi bersama-sama dengan sumber energi
lainnya. Pengalaman dalam memanfaatkan energi panas bumi sebagai penyedia energi listrik seperti
yang telah dilaksanakan di Jawa Tengah dan Jawa Barat akan sangat membantu dalam pengembangan
energi panas bumi lebih lanjut.

Panas bumi adalah anugerah alam yang merupakan sisa-sisa panas dari hasil reaksi nuklir yang pernah
terjadi pada awal mula terbentuknya bumi dan alam semesta ini. Reaksi nuklir yang masih terjadi secara
alamiah di alam semesta pada saat ini adalah reaksi fusi nuklir yang terjadi di matahari dan juga di
bintang-bintang yang tersebar di jagat raya. Reaksi fusi nuklir alami tersebut menghasilkan panas
berorde jutaan derajat Celcius. Permukaan bumi pada mulanya juga memiliki panas yang sangat
dahsyat, namun dengan berjalannya waktu (dalam orde milyard tahun) suhu permukaan bumi mulai
menurun dan akhirnya tinggal perut bumi saja yang masih panas berupa magma dan inilah yang menjadi
sumber energi panas bumi.

Energi panas bumi digunakan manusia sejak sekitar 2000 tahun SM berupa sumber air panas untuk
pengobatan yang sampai saat ini juga masih banyak dilakukan orang, terutama sumber air panas yang
banyak mengandung garam dan belerang. Sedangkan energi panas bumi digunakan sebagai
pembangkit tenaga listrik baru dimulai di Italia pada tahun 1904. Sejak itu energi panas bumi mulai
dipikirkan secara komersial untuk pembangkit tenaga Isitrik.

Energi panas bumi adalah termasuk energi primer yaitu energi yang diberikan oleh alam seperti minyak
bumi, gas bumi, batubara dan tenaga air. Energi primer ini di Indonesia tersedia dalam jumlah sedikit
(terbatas) dibandingkan dengan cadangan energi primer dunia. Sebagai gambaran sedikitnya atau
terbatasnya energi tersebut adalah berdasarkan data pada Tabel I.

Cadangan energi primer dunia.

cadangan Minyak Bumi Indonesia 1,1 % Timur Tengah 70 %

Cadangan Gas Bumi Indonesia 1-2 % Rusia 25 %

Cadangan Batubara Indonesia 3,1 % Amaerika Utara 25 %

Sedangkan cadangan energi panas bumi di Indonesia relatif lebih besar bila dibandingkan dengan
cadangan energi primer lainnya, hanya saja belum dimanfaatkan secara optimal. Selain dari pada itu
panas bumi adalah termasuk juga energi yang terbarukan, yaitu energi non fosil yang bila dikelola
dengan baik maka sumberdayanya relatif tidak akan habis, jadi amat sangat menguntungkan.

Energi panas bumi yang ada di Indonesia pada saat ini dapat dikelompokkan menjadi:

1. Energi panas bumi "uap basah"

Pemanfaatan energi panas bumi yang ideal adalah bila panas bumi yang keluar dari perut bumi berupa
uap kering, sehingga dapat digunakan langsung untuk menggerakkan turbin generator listrik. Namun uap
kering yang demikian ini jarang ditemukan termasuk di Indonesia dan pada umumnya uap yang keluar
berupa uap basah yang mengandung sejumlah air yang harus dipisahkan terlebih dulu sebelum
digunakan untuk menggerakkan turbin.
Uap basah yang keluar dari perut bumi pada mulanya berupa air panas bertekanan tinggi yang pada
saat menjelang permukaan bumi terpisah menjadi kira-kira 20 % uap dan 80 % air. Atas dasar ini maka
untuk dapat memanfaatkan jenis uap basah ini diperlukan separator untuk memisahkan antara uap dan
air. Uap yang telah dipisahkan dari air diteruskan ke turbin untuk menggerakkan generator listrik,
sedangkan airnya disuntikkan kembali ke dalam bumi untuk menjaga keseimbangan air dalam tanah.
Skema pembangkitan tenaga listrik atas dasar pemanfaatan energi panas bumi "uap basah".

2. Energi panas bumi "air panas"

Air panas yang keluar dari perut bumi pada umumnya berupa air asin panas yang disebut "brine" dan
mengandung banyak mineral. Karena banyaknya kandungan mineral ini, maka air panas tidak dapat
digunakan langsung sebab dapat menimbulkan penyumbatan pada pipa-pipa sistim pembangkit tenaga
listrik. Untuk dapat memanfaatkan energi panas bumi jenis ini, digunakan sistem biner (dua buah sistem
utama) yaitu wadah air panas sebagai sistem primemya dan sistem sekundernya berupa alat penukar
panas (heat exchanger) yang akan menghasilkan uap untuk menggerakkan turbin.

Energi panas bumi "uap panas" bersifat korosif, sehingga biaya awal pemanfaatannya lebih besar
dibandingkan dengan energi panas bumi jenis lainnya. Skema pembangkitan tenaga listrik panas bumi
"air panas" .

3. Energi panas bumi "batuan panas"

Energi panas bumi jenis ini berupa batuan panas yang ada dalam perut bumi akibat berkontak dengan
sumber panas bumi (magma). Energi panas bumi ini harus diambil sendiri dengan cara menyuntikkan air
ke dalam batuan panas dan dibiarkan menjadi uap panas, kemudian diusahakan untuk dapat diambil
kembali sebagai uap panas untuk menggerakkan turbin. Sumber batuan panas pada umumnya terletak
jauh di dalam perut bumi, sehingga untuk memanfaatkannya perlu teknik pengeboran khusus yang
memerlukan biaya cukup tinggi. Skema pembangkitan tenaga listrik energi panas bumi "batuan panas"

Kebutuhan Energi di Indonesia

Sudah dikemukakan bahwa keberhasilan pembangunan terlebih lagi dalam rangka menggerakkan
perindustrian di Indonesia, maka kebutuhan energi akan terus meningkat dengan pesat. Masalah
kebutuhan energi dan usaha untuk mencukupinya merupakan masalah serius yang harus dipikirkan, agar
energi primer khususnya energi fosil yang ada tidak terkuras habis hanya "sekedar dibakar "untuk
menghasilkan tenaga listrik. Padahal sumber daya alam energi fosil merupakan sumber kekayaan yang
sangat berharga bila digunakan sebagai bahan dasar industri petrokimia. Dalam bidang industri
petrokimia ini Indonesia sudah cukup berpengalaman mulai dari mendesain, membangunnya sampai
dengan mengoperasikannya, sehingga pemanfaatan bahan bakar fosil melalui industri petrokimia jelas
akan mendatangkan devisa yang sangat besar.. Atas dasar pemikiran ini maka sebaiknya sumber daya
alam energi fosil difokuskan untuk industri petrokimia, sedangkan kebutuhan energi dipikirkan dari
sumber energi primer lainnya misalnya energi panas bumi.

Sebagai gambaran kebutuhan atau konsumsi energi di Indonesia berdasarkan sektor kebutuhan untuk
industri, transportasi dan rumah tangga pada Pelita Vl adalah seperti yang tampak pada Grafik 1.

Berdasarkan data yang telah diolah pada Grafik 1 tersebut di atas, tampak bahwa kebutuhan energi
meningkat dari 284,3 juta SBM pada akhir Pelita V menjadi 504,5 SBM pada akhir Pelita VI. Dalam
pengamatan tampak juga bahwa konsumsi energi sektor industri meningkat lebih cepat dibandingkan
sektor-sektor lainnya. Hal ini terlihat dari pangsa konsumsi energi sektor industri meningkat dari 38,0 %
pada akhir Pelita V menjadi 48,6 % pada akhir Pelita Vl.

Penyediaan Energi di Indonesia

Mengingat akan banyaknya kebutuhan energi yang diperlukan untuk menggerakkan pembangunan
khususnya dalam bidang industri seperti telah ditampilkan pada Grafik l di atas, maka persoalan
berikutnya adalah bagaimana mengenai penyediaan energi untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut.
Mengenai penyediaan energi tersebut usaha diversifikasi telah dilakukan agar kebutuhan energi tidak
semata-mata tergantung pada minyak bumi saja. Untuk itu dapat dilihat penyediaan energi primer
berdasarkan jenis energi yang ada di Indonesia .

Bila dikaji dari data yang telah diolah melalui Grafik 2 tersebut di atas, tampak bahwa usaha diversifikasi
energi primer telah berhasil menurunkan pangsa pemakaian minyak bumi dalam usaha memenuhi
kebutuhan energi dari 63,7 % pada akhir Pelita V menjadi 52,3 % pada akhir Pelita Vl. Sedangkan
pangsa pemakaian batubara mengalami kenaikan dari 8,2 % pada akhir Pelita V menjadi 17,5 % pada
tahun 1998/99 ini.
Selain dari pada itu, bila dikaji lebih cermat ternyata pemakaian energi panas bumi yang selama ini sering
terabaikan, temyata sudah mulai diperhatikan sebagai usaha mencukupi kebutuhan energi di Indonesia.
Hal ini tampak dari kenyataan bahwa pada tahun 1994/95 (akhir Pelita V) pangsa energi panas bumi
hampir tak berarti hanya sekitar 0,6 % saja dari seluruh pemenuhan kelzutuhan energi, akan tetapi pada
tahun 1998/99 pangsa energi panas bumi telah naik hampir 3 kali lipat menjadi 1,7 %. Keadaan ini sudah
barang tentu sangat memberikan harapan bagi pengembangan energi panas bumi pada masa
mendatang.

By LSiS FMIPA UGM April 17, 2016

Kebutuhan akan energi diprediksikan terus meningkat bahkan

mencapai 70% antara tahun 2000 hingga 2030. Keadaan tersebut

berbanding terbalik dengan ketersediaan enegi di muka bumi.

Cadangan sumber energi yang berasal dari fosil di seluruh dunia

diperkirakan hanya sampai 40 tahun untuk minyak bumi, 60 tahun

untuk gas alam, dan 200 tahun untuk batu bara. Fakta tersebut

memunculkan permasalahan-permasalahan mengenai sumber energi

alternatif. Banyak pemikiran sudah dicurahkan oleh para ilmuwan

guna mengantisipasi adanya kemungkinan krisis energi di masa yang

akan datang. Berbagai penelitian saat ini mulai banyak yang

mengangkat isu-isu penting mengenai alternatif energi lain yang lebih

efisien dan ramah lingkungan.

Salah satu energi terbarukan yang ramah lingkungan dan efisien

ialah energi panas bumi atau sering disebut geothermal. Telah

diketahui bahwa, suhu lapisan bumi bertambah 3 oC setiap

kedalaman bertambah 100 meter. Hal ini terjadi karena pada inti bumi

terdapat magma yang memiliki temperatur sekitar 1000 oC. Magma

dapat keluar hingga ke permukaan bumi seperti pada gunung berapi.

Lapisan bumi yang berada dekat dengan magma akan menerima

panas dan mengalami peningkatan temperatur. Energi panas ini


disebut dengan geothermal yang dapat dikonversikan dan

dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup manusia.

Beberapa PLTP yang sudah beroperasi di Indonesia antara lain

adalah PLTP Sibayak (12 MW), Salak (375 MW), Wayang Windu (227

MW), Kamojang (200 MW), Darajat (255 MW), Dieng (60 MW), dan

Lahendong (60 MW). Sebagian besar geothermal di Indonesia

digarap oleh Pertamina Geothermal Energy. PLTP Salak dan Darajat

dioperasikan oleh KOB-Chevron Geothermal, PLTP dieng

dioperasikan Geo Dipa Energi, dan PLTP Wayang Windu

dioperasikan oleh KOB-Star Energy Geothermal namun operator-

operator tersebut beroperasi dengan lisensi dari Pertamina

Geothermal Energy.

Operasi PLTP di berbagai wilayah tersebut tenyata belum

sepenuhnya mampu meyakinkan pemerintah untuk mengolah potensi-

potensi geothermal di daerah-daerah lain. Hal tersebut dikarenakan

pemerintah masih sulit menentukan jumlah harga per KWh karena

merasa bisa menyebabkan kerugian. Terlepas dari masalah harga,

sejatinya pengembangan PLTP perlu mendapatkan perhatian karena

memiliki prospek yang baik bagi masa depan energi terbarukan di

Indonesia.

Kegiatan eksplorasi geothermal di Indonesia dilakukan secara

luas sejak tahun 1972. Direktorat Vulkanologi dan Pertamina, dengan

bantuan Pemerintah Perancis dan New Zealand melakukan survei


pendahuluan di seluruh Indonesia. Dari hasil survei dilaporkan bahwa

di Indonesia terdapat 217 prospek geothermal, yaitu di sepanjang jalur

vulkanik mulai dari bagian barat Sumatera, Jawa, Bali, Nusa

Tenggara dan kemudian membelok ke Maluku dan Sulawesi. Survei

yang dilakukan selanjutnya telah berhasil menemukan beberapa

daerah prospek baru sehingga jumlahnya meningkat menjadi 256

prospek, yang meliputi 84 prospek di Sumatera, 76 prospek di Jawa,

51 prospek di Sulawesi, 21 prospek di Nusa Tenggara, 3 prospek di

Irian, 15 prospek di Maluku dan 5 prospek di Kalimantan.

Sistem geothermal di Indonesia umumnya merupakan sistem

hidrothermal yang memiliki temperatur tinggi (>225 oC), hanya

beberapa diantaranya yang memiliki temperatur sedang (150-225 oC).

Pada dasarnya sistem geothermal jenis hidrothermal terbentuk

sebagai hasil perpindahan panas secara konduksi dan konveksi.

Perpindahan panas secara konduksi terjadi melalui batuan,

sedangkan perpindahan panas secara konveksi terjadi karena adanya

kontak antara air dengan suatu sumber panas. Pengalaman dari

lapangan-lapangan geothermal yang telah dikembangkan

menunjukkan bahwa sistem geothermal bertemperatur tinggi dan

sedang sangat potensial bila diusahakan untuk pembangkit listrik.

Potensi sumber daya geothermal Indonesia sangat besar yaitu

mencapai 27.500 Mwe (megawatt elektrikal), atau sekitar 30% hingga

40% potensi geothermal dunia.


Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) pada umumnya

hampir sama dengan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Bedanya PLTU menggunakan batu bara untuk mengubah air menjadi

uap, sedangkan PLTP menggunakan panas bumi untuk menghasilkan

uap. Panas bumi ini diperoleh dengan melakukan pengeboran hingga

kedalaman tertentu. Uap yang dihasilkan digunakan untuk

menggerakan turbin. Turbin ini akan menggerakkan generator

sehingga dapat menghasilkan energy listrik. Setelah keluar dari turbin,

suhu dan tekanan uap akan berkurang dan akan dikondensasikan.

Cairan pendingin kemudian didinginkan di cooling tower. Air yang

keluar dari cooling tower akan diinjeksikan kembali ke dalam tanah

untuk dipanaskan kembali. Air yang diinjeksikan akan berubah

menjadi uap panas yang akan digunakan kembali untuk

menggerakkan turbin dan generator.

Geothermal merupakan energi yang relatif murah. Biaya

operasional energi geothermal sebesar 0,06 hingga 0,08 dollar AS per

kWh, sedangkan investasi yang diperlukan untuk membangun PLTP

sebesar 800 hingga 3000 dollar AS per kWh. Biaya tersebut meliputi

biaya survei eksplorasi, biaya pemboran sumur, biaya lahan dan jalan,

biaya fasilitas produksi, biaya, sarana pendukung, serta biaya operasi

dan perawatan.

Biaya survei eksplorasi terdiri atas biaya survei pendahuluan dan

biaya survei rinci. Biaya survei pendahuluan adalah biaya yang


dikeluarkan untuk survei geoscientifik awal yang terdiri dari survei

geologi dan geokimia pada daerah-daerah geothermal yang paling

potensial. Biaya survei rinci ialah biaya yang dikeluarkan untuk survei

geologi, geokimia dan geofisika dan pemboran dangkal yang

dilakukan untuk mencari gambaran daerah prospek geothermal. Biaya

pemboran sumur meliputi biaya penyewaan alat, dan pembelian

bahan-bahan pemboran sumur. Biaya lahan dan jalan terdiri dari

biaya pembelian dan pembebasan lahan, penyiapan jalan masuk, dan

perataan lahan. Biaya fasilitas produksi sangat bervariasi tergantung

fasilitas yang digunakan. Biaya sarana penunjang meliputi biaya

pembangunan perkantoran, laboratorium, serta fasilitas umum

lainnya. Biaya operasi dan pemeliharaan mencakup biaya untuk

monitoring, pemeliharaan, operasi lapangan, gaji pegawai dan lain-

lain berhubungan dengan efektifitas dan efisiensi management dan

operasi lapangan.

Pemanfaatan geothermal relatif ramah lingkungan, terutama

karena tidak memberikan kontribusi gas rumah kaca, sehingga perlu

didorong dan dipacu perwujudannya. Pemanfaatan geothermal akan

mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak sehingga

dapat menghemat cadangan minyak bumi. Tenaga ini juga tidak

berisik dan dapat diandalkan. PLTP menghasilkan listrik sekitar 90%,

dibandingkan pembangkit listrik berbahan bakar fosil yang hanya

menghasilkan listrik kisaran 65% hingga 75%.Geothermal merupakan


energi alternatif yang sangat menjanjikan karena panas yang

berpindah dari dalam bumi diperkirakan sekitar 42 terawatt yang

mengalir secara terus menerus hingga bertahun-tahun.

Mengingat potensi geothermal dunia yang terbesar di Indonesia

dan sifat sistem geothermal yang sangat baik, sudah semestinya

pengembangan lapangan geothermal Indonesia dikembangkan oleh

perusahaan nasional dengan tenaga ahli Indonesia yang diakui

kepakarannya tidak hanya di dalam negeri namun juga di dunia

Internasional.

Energi Panas Bumi


Energi panas bumi (atau energi geothermal) adalah sumber energi yang relatif ramah lingkungan
karena berasal dari panas dalam bumi. Air yang dipompa ke dalam bumi oleh manusia atau sebab-
sebab alami (hujan) dikumpulkan ke permukaan bumi dalam bentuk uap, yang bisa digunakan untuk
menggerakkan turbin-turbin untuk memproduksi listrik. Biaya eksplorasi dan juga biaya modal
pembangkit listrik geotermal lebih tinggi dibandinkan pembangkit-pembangkit listrik lain yang
menggunakan bahan bakar fosil. Namun, setelah mulai beroperasi, biaaya produksinya rendah
dibandingkan dengan pembangkit-pembangkit listrik berbahan bakar fosil.

Di samping menghasilkan listrik, energi geotermal juga bisa digunakan untuk pompa pemanas,
alat mandi, pemanas ruangan, rumah kaca untuk tanaman, dan proses-proses industri.

Tabel di bawah mendaftarkan lima negara yang paling banyak menghasilkan listrik
menggunakan energi geothermal:

1. Amerika Serikat 3,092 MWe


2. Filipina 1,904 MWe
3. Indonesia 1,197 MWe
4. Meksiko 958 MWe
5. Italia 843 MWe
MWe = megawatt electrical
Sumber: International Geothermal Association

Di beberapa tahun terakhir, pasar untuk tenaga geothermal meningkat tajam, terutama di pasar-
pasar negara berkembang karena - akibat pertumbuhan ekonomi - semakin banyak komunitas-
komunitas di pedesaan berpenghasilan rendah yang mendapat akses ke jaringan listrik. Banyak
pemerintah juga makin meningkatkan fokus untuk mengurangi kebergantungan pada bahan
bakar fosil yang mahal dan tidak ramah lingkungan.

Indonesia adalah salah satu dari negara-negara berkembang ini yang meghadapi perningkatan
permintaan listrik sebanyak 10% setiap tahunnya (terutama di pulau-pulau di luar Jawa) dan
karena itu negara ini membutuhkan tambahan kapasitas untuk menghasilkan listrik sekitar 6 Giga
Watt per tahun. Rasio kelistrikan Indonesia - yaitu persentase rumah tangga Indonesia yang
terhubung dengan jaringan listrik - sekitar 80,38% pada akhir 2013, mengimplikasikan bahwa
masih ada sekitar 50 juta penduduk Indonesia yang tidak memiliki akses listrik. Pemerintah
Indonesia memiliki harapan-harapan tinggi untuk energi geothermal. Indonesia memiliki
cadangan-cadangan geothermal terbesar di dunia, karena itu Pemerintah bertujuan meningkatkan
peran energi geothermal sebagai penghasil listrik. Karena permintaan energi meningkat tajam di
Indonesia (negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara) - karena pertambahan penduduk
dikombinasikan dengan ekspansi struktural ekonomi menyebabkan semakin bertambahnya
jumlah kalangan menengah dan juga pertumbuhan industrialisasi dan investasi-investasi baru -
Pemerintah, baru-baru ini, telah melakukan usaha-usaha untuk mempermudah investasi dalam
ekspansi geothermal setelah selama ini cenderung mengabaikan sektor ini. Di masa lalu
keadaannya terbalik, pemerintah bergantung pada batu bara, gas bumi, dan minyak mentah untuk
menjadi bahan bakar pembangkit-pembangkit listrik. Sejalan dengan masa lalu ini, pemerintah
juga telah mengabaikan potensi sumber-sumber energi terbarukan yang lain (seperti energi
hidroelektrik, tenaga surya, biofuel dan biomass). Pihak swasta juga kurang berminat untuk
berinvesatasi di sumber-sumber energi terbarukan di Indonesia karena iklim investasi negara ini
yang rumit (birokrasi yang buruk, korupsi, kurangnya infrastruktur yang layak, dan kurangnya
kepastian hukum). Terlebih lagi, berlimpahnya batu bara yang murah di Indonesia membuat
investasi dalam energi yang terbarukan kurang menarik.

ENERGI GEOTHERMAL DI INDONESIA

Produksi dan Konsumsi Energi Geothermal

Sekitar 40% cadangan energi geothermal dunia terletak di bawah tanah Indonesia, maka negara
ini diperkirakan memiliki cadangan-cadangan energi geotermal terbesar di dunia dan karena itu
memiliki potensi tinggi untuk sumber energi terbarukan. Namun, sebagian besar dari potensi ini
belum digunakan. Saat ini, Indonesia hanya menggunakan 4-5% dari kapasitas geothermalnya.

Faktor utama yang menghalangi investasi pengembangan geothermal di Indonesia adalah hukum
di Indonesia sendiri. Dulu aktivitas geothermal didefinisikan sebagai aktivitas pertambangan
(Undang-Undang No. 27/2003) yang mengimplikasikan bahwa hal ini dilarang untuk
dilaksanakan di wilayah hutan lindung dan area konservasi (Undang-Undang No. 41/1999),
walaupun faktanya aktivitas-aktivitas tambang geothermal hanya memberikan dampak kecil
pada lingkungan (dibandingkan aktivitas-aktivitas pertambangan yang lain). Namun, sekitar 80%
dari cadangan geothermal Indonesia terletak di hutan lindung dan area konservasi, oleh karena
itu mustahil untuk memanfaatkan potensi ini. Pada Agustus 2014, waktu periode kedua
administrasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hampir selesai, Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) Indonesia mengesahkan Undang-Undang Geothermal No. 21/2014 (menggantikan
Undang-Undang No. 27/2003) yang memisahkan geotermal dari aktivitas-aktivitas
pertambangan yang lain dan karena itu membuka jalan untuk eksplorasi geothermal di wilayah
hutan lindung dan area konservasi. Pengesahan Undang-Undang ini adalah gebrakan yang
penting. Namun, pada saat tulisan ini dibuat (Desember 2014), Undang-Undang baru ini masih
perlu diatur pelaksanaannya dengan peraturan-peraturan kementerian yang lain.

Pemerintah Indonesia juga telah melaksanakan berbagai upaya lain untuk membuat investasi
energi panas bumi lebih menarik. Geothermal Fund Facility (GFF) menyediakan dukungan
untuk memitigasi resiko-resiko dan menyediakan informasi mengenai biaya pengembangan awal
geothermal yang relatif tinggi.

Halangan lain di Indonesia adalah tarif listrik yang tidak kompetitif. Melalui subsidi pemerintah,
tarif listrik menjadi murah. Selain itu, Perusahaan Listrik Negara (PLN) memiliki monopoli
distribusi listrik di Indonesia dan karena itu energi listrik dari produsen-produsen independen
harus dijual kepada PLN. Namun, di Juni 2014, Pemerintah Indonesia mengumumkan akan
membuat harga pembelian (dibayar oleh PLN) menjadi lebih menarik melalui kebijakan
tarif feed-in yang baru.
Terakhir, eksplorasi geothermal di Indonesia dihalangi oleh keadaan infrastruktur yang buruk di
wilayah-wilayah terpencil, perlawanan masyarakat lokal pada proyek-proyek ini, dan juga
birokrasi yang buruk (prosedur perizinan yang panjang dan mahal yang melibatkan pemerintah
pusat provinsi, dan kabupaten).

Cadangan energi panas bumi yang terbesar terletak di wilayah barat Indonesia dimana ada
permintaan energi yang paling tinggi: Sumatra, Jawa dan Bali. Sulawesi Utara adalah provinsi
yang paling maju dalam penggunaan geotermal untuk energi listrik: sekitar 40% dari pasokan
listriknya didapat dari energi geothermal.

Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Geothermal Sarulla di Sumatra Utara

Diperlukan waktu lebih dari dua dekade untuk memulai pembangunan Pembangkit Listrik
Tenaga Geothermal Sarulla di Sumatra Utara (Kabupaten Tapanuli Utara) yang didesain untuk
menjadi pembangkit listrik tenaga panas bumi terbesar di dunia dengan total kapasitas bersih 330
Mega Watt yang terjamin untuk periode 30 tahun (cukup untuk menyediakan listrik pada
330.000 rumah). Setelah tertunda karena birokrasi yang buruk dan kurangnya sumber
pembiayaan, proses pembangunan proyek ini (yang membutuhkan investasi 1,6 milyar dollar
AS) akhirnya mulai dilaksanakan pada Juni 2014. Pembangkit listrik ini direncanakan untuk
mulai beroperasi pada 2016 dan akan beroperasi penuh di 2018. Total biaya 1,17 milyar dollar
AS dikumpulkan melalui pinjaman-pinjaman dari enam peminjam komersil (Bank of Tokyo-
Mitsubishi UFJ Ltd, ING Bank NV, Societe Generale, Sumitomo Mitsui Banking Corportation,
Mizuho Bank Ltd dan National Australia Bank), serta Asian Development Bank (ADB) dan
Japan Bank for International Cooperation (JBIC). Proyek Sarulla dipimpin oleh konsorsium yang
terdiri dari Medco Power Indonesia (37.5%), Itochu Corporation (25%), Kyushu Electric Power
Company (25%) dan Ormat International (12.5%).

Pembangkit Listrik Sarulla akan menggantikan Pembangkit Listrik Panas Bumi Wayang
Windu (milik Star Energy) sebagai pembangkit listrik tenaga geotermal terbesar di Indonesia.
Pembangkit Listrik Wayang Windu, terletak di wilayah selatan Bandung (Jawa Barat), memiliki
kapasitas total 227 Mega Watt.

Pengembangan Pembangkit Listrik Panas Bumi Sarulla adalah langkah penting untuk
meningkatkan peran sumber energi terbarukan dalam memenuhi kebutuhan listrik negara, untuk
menggunakan potensi tenaga geothermal yang luar biasa besar, dan untuk memenuhi permintaan
energi yang terus meningkat dari negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara.

Updated pada 1 Oktober 2015

Penjelasan Geothermal

Geothermal atau panas bumi merupakan salah satu sumber energy yang dapat diperbaharui
(renewable) dan sustainable atau berkelanjutan. Sumber energy ini memiliki prospek
menjanjikan untuk sumber energy terbarukan di masa depan. Panas bumi banyak ditemui di
daerah yang memiliki banyak gunung berapi aktif, seperti Indonesia, Selandia Baru, Amerika
Serikat, Jepang, Filipina, Meksiko, dan Islandia (detik.com).

Geothermal atau panas bumi berasal dari dalam permukaan bumi atau lebih tepatnya di bawah
kerak bumi. Di bawah kerak bumi tersebut terdapat lapisan batuan yang meleleh dan sangat
panas yang disebut magma. Panas tersebut terus menerus dihasilkan dan lelehan batuan panas
terbentuk secara alami dari planet ini. Selain terbentuk secara alami, lelehan batuan panas
tersebut juga berasal dari material radioaktif (radioactive decay) seperti uranium dan potassium.
Disebutkan di paragraph pertama bahwa energy panas bumi sangat menjanjikan selain karena
renewable dan sustaible, juga karena energy panas bumi memiliki kekuatan energy lebih besar
dari pada minyak dan gas alam. Disebutkan bahwa jumlah panas pada permukaan bumi di
kedalaman 10000 meter dapat menghasilkan energy 50000 kali lebih besar dari pada jumlah
seluruh sumber minyak dan gas alam diseluruh dunia (ucsusa.org).

Data jumlah energy panas bumi dari ucsusa.org pada paragraph dua tersebut jika disinkronkan
dengan jumlah penghasil panas bumi di Indonesia sungguh betapa luar biasanya bangsa
Indonesia jika secara 100 % memanfaatkan energy panas bumi ini. Mengingat cadangan minyak
dan gas alam semakin lama semakin menipis, maka alternative utama adalah harus segera
mungkin memanfaatkan sumber daya panas bumi ini dengan sebaik mungkin.

Seharusnya dengan memanfaatkan energy panas bumi Indonesia bisa berhemat anggaran untuk
sumber listrik secara besar-besar. Karena panas bumi ini tidak akan pernah habis, dia akan selalu
memperbaharui dirinya sendiri. Berdasarkan data kementerian ESDM, potensi panas bumi di
dunia yang bisa dimanfaatkan untuk sumber listrik mencapai 113 Giga Watt (GW), dimana 40%-
nya dimiliki oleh Indonesia, yaitu sebesar 28 GW (detik.com).

Proses Pembaharuan dan Pemanfaatan Geothermal di Indonesia

Proses pembaharuan energy geothermal yang sering dilakukan yaitu dengan cara yang disebut
“hydrothermal convection”. Proses ini terjadi dengan cara air dingin sisa pemanfaatan energy
geothermal, dimasukkan kembali ke dalam kerak bumi. Di kerak bumi air tersebut dipanaskan
lagi secara alami yang selanjutnya akan menjadi uap. Uap atau steam ini kemudian naik kembali
ke permukaan bumi (ucsusa.org). Proses yang sangat sederhana ini merupakan salah satu hal
positif kenapa kita harus segera menggunakan energy geothermal ini digunakan pada
pembangkit tenaga listrik.

Pemanfaatan energy geothermal dapat dibagi menjadi 3 menurut renewable-energyworld.com;


yaitu, untuk menghasilkan energy listrik, penggunaan geothermal secara langsung, dan
pemanfaatan geothermal untuk pompa panas. Dari 3 manfaat tersebut, kita akan fokuskan
pemanfaatan energy geothermal untuk menghasilkan energy listrik pada pembahasan
selanjutnya.
Di Indonesia pemanfaatan energy geothermal ini masih dibilang rendah, kenapa? Karena
menurut data dari detik.com, sebagian besar listrik di Indonesia 88% lebih dipasok lewat
pembangkit listrik berbahan bakar fosil, 42 % batubara, 23% BBM, dan 21% gas alam
(geothermal). Sungguh miris melihat situasi ini dimana Indonesia merupakan Negara yang
memiliki sumber energy geothermal yang sangat melimpah, yaitu sebesar 40% panas bumi di
dunia. Potensi Indonesia dari panas bumi ini untuk pembangkit listrik hampir 30.000 megawatt
(MW) atau 4 % saja yang masih dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia. Tidak tahu secara jelas
kenapa Indonesia belum beralih secara 100% ke geothermal, padahal jelas-jelas anggaran belanja
untuk listrik ini bisa dihemat secara besar-besaran.

Pemanfaatan geothermal untuk pembangkit listrik secara garis besar dilakukan dengan cara
melihat resource dari geothermal tersebut. Apabila suatu daerah yang memiliki panas bumi
tersebut mengeluarkan uap air (steam), maka steam tersebut langsung dapat digunakan. Steam
tersebut secara langsung diarahkan menuju turbin pembangkit listrik untuk menghasilkan energy
listrik. Setelah selesai steam tersebut diarahkan menuju condenser sehingga steam tersebut
terkondensasi menjadi air. Air ini selanjutnya di recycle untuk menjadi uap lagi secara alami.
Kemudian apabila suatu daerah itu penghasil air panas (hot water), maka air panas tersebut harus
di ubah terlebih dahulu menjadi uap air (steam). Proses perubahan ini membutuhkan peralatan
yang disebut dengan heat exchanger, dimana air panas ini dialirkan menuju heat exchanger
sehingga terbentuk uap air. Dari uap air (steam) ini proses selanjutnya sama dengan penjelasan
sebelumnya.

Sekian dahulu penjelasan singkat tentang geothermal, semoga membuka wawasan kita semua.
Dan semoga bangsa Indonesia segera menerapkan seoptimal mungkin energy geothermal yang
sangat melimpah di negeri ini.

Dalam rangka memasuki era industrialisasi maka kebutuhan energi terus


meningkat dan untuk mengatasi hal ini perlu dipikirkan penambahan energi
melalui pemilihan energi alternatif yang ramah terhadap lingkungan. Salah satu
energi altematif tersebut adalah pemanfaatan energi panas bumi yang cukup
tersedia di Indonesia. Untuk mengatasi kebutuhan energi listrik yang terus
meningkat, usaha diversifikasi energi mutlak harus dilaksanakan. Salah satu
usaha diversifikasi energi ini adalah dengan memikirkan pemanfaatan energi
panas bumi sebagai penyedia kebutuhan energi listrik tersebut. Dasar pemikiran
ini adalah mengingat cukup tersedianya cadangan energi panas bumi di
Indonesia, namun pemanfaatannya masih sangat sedikit. Indonesia sebagai
negara vulkanik mempunyai sekitar 217 tempat yang dianggap potensial untuk
eksplorasi energi panas bumi. Bila energi panas bumi yang cukup tersedia di
Indonesia dapat dimanfaatkan secara optimal, kiranya kebutuhan energi listrik
yang terus meningkat akan dapat dipenuhi bersama-sama dengan sumber
energi lainnya. Panas bumi adalah anugerah alam yang merupakan sisa-sisa
panas dari hasil reaksi nuklir yang pernah terjadi pada awal mula terbentuknya
bumi dan alam semesta ini. Reaksi nuklir yang masih terjadi secara alamiah di
alam semesta pada saat ini adalah reaksi fusi nuklir yang terjadi di matahari dan
juga di bintang-bintang yang tersebar di jagat raya. Reaksi fusi nuklir alami
tersebut menghasilkan panas berorde jutaan derajat Celcius. Permukaan bumi
pada mulanya juga memiliki panas yang sangat dahsyat, namun dengan
berjalannya waktu (dalam orde milyard tahun) suhu permukaan bumi mulai
menurun dan akhirnya tinggal perut bumi saja yang masih panas berupa magma
dan inilah yang menjadi sumber energi panas bumi. Energi panas bumi
digunakan manusia sejak sekitar 2000 tahun SM berupa sumber air panas untuk
pengobatan yang sampai saat ini juga masih banyak dilakukan orang, terutama
sumber air panas yang banyak mengandung garam dan belerang. Sedangkan
energi panas bumi digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik baru dimulai di
Italia pada tahun 1904. Sejak itu energi panas bumi mulai dipikirkan secara
komersial untuk pembangkit tenaga Iistrik. Energi panas bumi adalah termasuk
energi primer yaitu energi yang diberikan oleh alam seperti minyak bumi, gas
bumi, batubara dan tenaga air. Energi primer ini di Indonesia tersedia dalam
jumlah sedikit (terbatas) dibandingkan dengan cadangan energi primer dunia.
Energi panas bumi yang ada di Indonesia pada saat ini dapat dikelompokkan
menjadi:
1. Energi panas bumi “uap basah”
Pemanfaatan energi panas bumi yang ideal adalah bila panas bumi yang keluar
dari perut bumi berupa uap kering, sehingga dapat digunakan langsung untuk
menggerakkan turbin generator listrik. Namun uap kering yang demikian ini
jarang ditemukan termasuk di Indonesia dan pada umumnya uap yang keluar
berupa uap basah yang mengandung sejumlah air yang harus dipisahkan
terlebih dulu sebelum digunakan untuk menggerakkan turbin.Uap basah yang
keluar dari perut bumi pada mulanya berupa air panas bertekanan tinggi yang
pada saat menjelang permukaan bumi terpisah menjadi kira-kira 20 % uap dan
80 % air. Atas dasar ini maka untuk dapat memanfaatkan jenis uap basah ini
diperlukan separator untuk memisahkan antara uap dan air. Uap yang telah
dipisahkan dari air diteruskan ke turbin untuk menggerakkan generator listrik,
sedangkan airnya disuntikkan kembali ke dalam bumi untuk menjaga
keseimbangan air dalam tanah.
2. Energi panas bumi “air panas”
Air panas yang keluar dari perut bumi pada umumnya berupa air asin panas
yang disebut “brine” dan mengandung banyak mineral. Karena banyaknya
kandungan mineral ini, maka air panas tidak dapat digunakan langsung sebab
dapat menimbulkan penyumbatan pada pipa-pipa sistim pembangkit tenaga
listrik. Untuk dapat memanfaatkan energi panas bumi jenis ini, digunakan sistem
biner (dua buah sistem utama) yaitu wadah air panas sebagai sistem primemya
dan sistem sekundernya berupa alat penukar panas (heat exchanger) yang akan
menghasilkan uap untuk menggerakkan turbin. Energi panas bumi “uap panas”
bersifat korosif, sehingga biaya awal pemanfaatannya lebih besar dibandingkan
dengan energi panas bumi jenis lainnya.
3. Energi panas bumi “batuan panas”
Energi panas bumi jenis ini berupa batuan panas yang ada dalam perut bumi
akibat berkontak dengan sumber panas bumi (magma). Energi panas bumi ini
harus diambil sendiri dengan cara menyuntikkan air ke dalam batuan panas dan
dibiarkan menjadi uap panas, kemudian diusahakan untuk dapat diambil kembali
sebagai uap panas untuk menggerakkan turbin. Sumber batuan panas pada
umumnya terletak jauh di dalam perut bumi, sehingga untuk memanfaatkannya
perlu teknik pengeboran khusus yang memerlukan biaya cukup tinggi.
Masalah kebutuhan energi dan usaha untuk mencukupinya merupakan masalah
serius yang harus dipikirkan, agar energi primer khususnya energi fosil yang ada
tidak terkuras habis hanya “sekedar dibakar “untuk menghasilkan tenaga listrik.
Padahal sumber daya alam energi fosil merupakan sumber kekayaan yang
sangat berharga bila digunakan sebagai bahan dasar industri petrokimia. Dalam
bidang industri petrokimia ini Indonesia sudah cukup berpengalaman mulai dari
mendesain, membangunnya sampai dengan mengoperasikannya, sehingga
pemanfaatan bahan bakar fosil melalui industri petrokimia jelas akan
mendatangkan devisa yang sangat besar. Atas dasar pemikiran ini maka
sebaiknya sumber daya alam energi fosil difokuskan untuk industri petrokimia,
sedangkan kebutuhan energi dipikirkan dari sumber energi primer lainnya
misalnya energi panas bumi. Mengingat akan banyaknya kebutuhan energi yang
diperlukan untuk menggerakkan pembangunan khususnya dalam bidang
industri, maka persoalan berikutnya adalah bagaimana mengenai penyediaan
energi untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut. Mengenai penyediaan energi
tersebut usaha diversifikasi telah dilakukan agar kebutuhan energi tidak semata-
mata tergantung pada minyak bumi saja. Bila pemanfaatan energi panas bumi
dapat berkembang dengan baik, maka kota-kota di sekitar daerah sumber energi
panas bumi yang pada umumnya terletak di daerah pegunungan, kebutuhan
tenaga listriknya dapat dipenuhi dari pusat listrik tenaga panas bumi. Apabila
masih terdapat sisa daya tenaga listrik dari pemanfaatan energi panas bumi,
dapat disalurkan ke daerah lain sehingga ikut mengurangi beban yang harus
dibangkitkan oleh pusat listrik tenaga uap, baik yang dibangkitkan oleh batubara
maupun oleh tenaga diesel yang keduanya menimbulkan pencemaran
udara. Panasbumi merupakan sumber energi terbarukan, sehingga apabila tidak
secepatnya dimanfaatkan akan hilang karena waktu dan terlewatkan begitu saja.
Energi panasbumi merupakan energi yang dapat dieksport, sehingga berpotensi
untuk memacu pengembangan daerah yang terdapat sumber panasbumi, baik
untuk pembangkit listrik maupun untuk kegunaan lain. Selain itu pemanfaatan
panasbumi telah dinyatakan sebagai energi yang bersih, karena dengan teknik
reinjeksi air limbah ke dalam perut bumi akan membawa manfaat ganda yaitu
selain untuk menghindari adanya pencemaran air juga untuk mengisi kembali air
kondensat (pendingin) ke dalam reservoir. Jenis gas buang yang sebagian besar
(96%) terdiri dari gas CO2, ternyata dapat dimanfaatkan sebagai bahan
tambahan bagi proses pembuatan minuman kaleng seperti soft drink dan lain
sebagainya.

emua negara di dunia yang miskin akan sumber minyak dan gas bumi
semakin gelisah. Bahkan Amerika Serikat pun yang nyatanya mampu
menghasilkan minyak bumi lebih dari delapan juta barel per hari, selalu
khawatir. Amerika Serikat masih tergantung pada impor minyak sekitar
jumlah itu. Bahkan jika negara besar di dunia ini tidak mampu
mengendalikan pemanfaatan minyak buminya, diperkirakan, negara ini harus
mengimpor minyak sekitar 11,5 juta barel per hari pada 1985. Suatu jumlah
yang cukup mengerikan, karena akan menganggu pertumbuhan ekonomi
serta moneternya, bahkkan mengancam pertumbuhan industrinya. Terutama
akan selalu mengancam neraca pembayarannya.

Jika negara besar ini mampu berproduksi 5-6 kali dibandingkan dengan
produksi minyak Indonesia (yang sekitar 1,6 juta barel per hari) sudah sejak
lama gelisah dan berusaha dengan langkah-langkah kebijaksanaan energinya,
tidak heran kalau Indonesia pun harus demikian.

Menghadapi masalah harga minyak internasional yang terus meningkat dan


terlalu sering, masalah konsumsi minyak yang terus meningkat, prospek
penambahan jumlah produksi serta kekhawatiran bahwa cadangan minyak
akan habis, maka usaha mencari sumber-sumber energi di luar minyak dan
gas bumi di berbagai negara dunia, terutama yang miskin akan minyak, terus
ditingkatkan. Usaha ini diprioritaskan untuk menjaga kemungkinan, jika
kelak pengadaan minyak dunia semakin langka dan harganya pun sudah
melangit.

Tidak heran kalau kini batubara dimunculkan kembali, tenaga air


dikembangkan. Energi surya di teliti terus. Gelombang laut, angin, arus panas
dan dingin lautan, tumbuh-tumbuhan (untuk alkohol ataupun methanol, dan
sebagainya), energi nuklir mulai dicoba serta dimanfaatkan. Bahkan energi
panas bumi yang biasa dikenal dengan istilah energi geothermal mulai
digalakkan. Indonesia pun tak ketinggalan dengan usaha pengembangan
energi panas bumi.

Panas bumi terutama digunakan untuk menghasilkan tenaga listrik. Misalnya


di California utara, panas bumi digunakan untuk menghasilkan 180 megawatt
listrik. Diperhitungkan, biayanya akan lebih murah dibandingkan dengan
tenaga listrik yang menggunakan bahan bakar dari fosil ataupun nuklir.
Pembangkit listrik dengan tenaga panas bumi ini diusahakan oleh suatu
kelompok perusahaan, yang dipimpin oleh suatu perusahaan minyak
internasional yang terkenal di dunia, yaitu Union Oil Company (kini dikenal
dengan Chevron, Red). Perusahaan inilah yang berusaha membor serta
menghasilkan dan menjualnya kepada Pacific Gas and Electric.

Tenaga panas bumi di dunia untuk pembangkit listrik pada 1973 telah
digunakan di tujuh negara termasuk Selandia Baru, Jepang dan Uni Soviet.
Sedangkan pemanfaatan panas bumi sebagai sumber pembangkit tenaga
listrik telah digunakan di daerah sekitar Larderello, Italia, pada 1904. Dengan
makin langkanya serta mahalnya harga minyak, maka prospek pemanfaatan
panas bumi di dunia, termasuk Indonesia akan semakin cerah dan dapat
diandalkan dalam usaha diversifikasi energi.

Panas Bumi Bagi Indonesia

Salah satu sektor yang banyak menggunakan bahan bakar minyak, yang perlu
diperhatikan, ialah untuk pembangkit tenaga listrik. Apalagi adanya
peningkatan usaha pelistrikan desa dalam Pelita III ini. Gerak laju
pembangunan nasional yang mencakup pembangunan daerah-daerah, akan
merangsang pemanfaatan pembangkit listrik kecil-kecilan non-PLN, yang
akan banyak menggunakan bahan bakar minyak.

Pada 1977 jumlah kebutuhan energi Indonesia yang berupa minyak bumi
mencapai 21,67 juta ton ekuivalen batubara. Untuk pembangkit listrik PLN
sebanyak 5,55%-nya. Dilihat dari sektor perlistrikan itu sendiri, diperkirakan
hingga 1988 peranan pemanfaatan minyak bumi masih terbesar. Pada 1979
pemakaian energi berupa minyak masih 78%-nya, sisanya dari tenaga air.
Pada 1981 pemakaian energi untuk pembangkit listrik diperkirakan menjadi
79% minyak bumi, 20% tenaga air. Pada 1992, pemanfaatan energi menjadi
25% berupa minyak, tenaga air menjadi 16%, batubara menjadi 54% dan
panas bumi menjadi 5%. Pada 1992 jumlah energi yang dibutuhkan untuk
pembangkit listrik mencapai jumlah 44.937 (GWH), sedangkan pada 1979
hanya sebesar 5.780 (GWH).*data usaha-usaha diversifikasi energi dalam
sektor tenaga listrik

Jelas, usaha diversifikasi energi bagi Indonesia dapat diharapkan dari sektor
perlistrikan, terutama pembangkit listrik yang diusahakan PLN.

Khusus pemanfaatan panas bumi di Indonesia, dalam buku Repelita III


ditegaskan, antara lain, sumber daya energi panas bumi dalam bentuk
konvensional (air panas dan uap) di Indonesia diperkirakan berjumlah 1.500
MW. Dari jumlah itu, 890 MW-nya diperkirakan terdapat di Jawa.

Pemanfaatan panas bumi untuk listrik, direncanakan pada 1981 akan selesai
dibangung pusat listrik tenaga panas bumi (PLTP) yang pertama, yaitu di
Kamojang dengan kapasitas sebesar 30 MW. Selanjutnya pada 1984 di
daerah pegunungan Dieng dengan kapasitas yang sama. Dengan demikian
diharapkan, pada 1984 Indonesia sudah dapat menghasilkan tenaga listrik
sebanyak 60 MW yang berasal dari sumber energi panas bumi.

Kebutuhan energi Indonesia pada 1981-1983 yang berasal dari panas bumi
masing-masing sebesar 0,007 juta ton ekuivalen batubara. Pada 1984
meningkat menjadi 0,015 juta ton ekuivalen batubara berupa panas bumi.

Dengan pemanfaatan sumber energi panas bumi di Indonesia


berarti, pertama, Indonesia telah membuktikan dapat menghasilkan serta
memanfaatkannya sebagai sumber energi lain di luar minyak dan gas
bumi. Kedua, pemanfaatan panas bumi merupakan bantuan untuk
mengimbangi besarnya peningkatan kebutuhan energi dalam negeri. Ketiga,
pemanfaatan panas bumi berarti mengurangi beban terhadap peningkatan
besarnya kebutuhan bahan minyak di dalam negeri yang masih diharapkan
terus menjadi suber devisa utama bagi pembangunan nasional. Keempat,
munculnya panas bumi di Indonesia merupakan langkah mengurangi
ketergantungan PLN/energi dari bahan bakar minyak. Walau peranan panas
bumi sebagai sumber energi secara keseluruhan tak dapat dijadikan harapan
yang sangat berarti. Mungkin sangat tergantung pada sumber-sumber panas
bumi itu sendiri serta berapa besar potensinya dibandingkan dengan perkiraan
kebutuhan energi Indonesia yang semakin meningkat.
Pada 1984, kebutuhan energi Indonesia secara keseluruhan diperkirakan akan
mencapai 51,919 juta ton ekuivalen batubara. Dari panas bumi hanya sekitar
0,015 juta ton ekuivalen batubara. Namun demikian, pemanfaatan sumber
daya energi panas bumi perlu dikembangkan terus, karena cepat atau lambat
kebutuhan Indonesia akan minyak bumi akan lebih besar (seirama dengan
perkembangan lajunya hasil pembangunan) dibandingkan dengan
kemampuan produksinya sendiri. Contoh mutakhir adalah Amerika Serikat.

Dikhawatirkan, pada waktunya Indonesia bukan lagi menjadi anggota OPEC


(Organization of Petroleum Exporting Countries) seperti sekarang, tapi
menjadi “OPIC” (Organization of Petroleum Importing Countries). Kiranya
tak berlebihan, jika sejak pagi-pagi tokoh-tokoh pembangunan yang terutama
duduk di pemerintahan, mempropagandakan serta mengingatkan akan adanya
gerakan penghematan energi (terutama bahan bakar minyak) serta usaha
diversifikasi energi dan sebagainya.

Kenyataannya, bahwa baik dilihat dari perhitungan statistik, matematika


ataupun ekonometri serta perhitungan lain, bahwa pada akhirnya minyak
bumi yang terkandung di perut bumi ini akan habis juga. Apalagi jika diingat,
dengan laju pertumbuhan penduduk, pendapatan, dan pendidikan, bahwa
kesemuanya merupakan pendorong utama untuk peningkatan penggunaan
energi, terutama berupa bahan bakar minyak.

Sumber Panas Bumi

Usaha pencarian sumber daya panas bumi di Indonesia telah sejak sebelum
1928. Didasarkan atas catatan Direktorat Vulkanologi antara 1926-1928 telah
dilakukan pemboran sebanyak 5 buah sumur dengan kumulatif kedalaman
335,2 meter dengan hasul berupa uap berkekuatan 750 MW dengan pipa
ukuran 3” bertekanan 2,5 atm, pada sumur no. 3. Setelah penyelidikannya
dihentikan pada 1928, baru pada 1964 penyelidikan dimulai lagi. Yang
terlibat penyelidikan ialah Lembaga Masalah Ketenagaan/PLN, Direktorat
Geologi, ITB serta pihak asing, yaitu Unesco, Eurafrep, USGS/AID,
Colombo Plan New Zealand.

Didasarkan atas catatan dari Dit. Vulkanologi, pembentukan sumber daya


energi panas bumi di Indonesia rupaynya sangat erat hubungannya dengan
proses geologi sejak jaman kuarter. Kegiatan gunung api sepanjang jalur
gunung api di Indonesia rupanya telah mendangkalakn atau secara relatif
menaikkan sumber panas melalui kegiatan magmanya, yang berupa
terobosan-terobosan ke permukaan, yang kemudian membentuk gunung api
atau yang menerobos bagian atas kerak bumi. Pendangkalan panas bumi itu
memanaskan cadangan air tanah di bawah permukaan di sekitar sumber
panas tersebut. Akibatnya, berubah menjadi uap yang bertekanan serta
bersuhu tinggi. Tenaga yang kuat inilah yang dimanfaatkan.

Hasil penyelidikan lapangan-lapangan panas bumi yang dianggap prospektif


hingga 1979, yaitu Sumatera (Seulawah Agam-Nanggroe Aceh Darussalam;
Muaralabuh-Sumbar; Semurup-Lempur; Kerinci-Sumatera Tengah), di
Sulawesi Utara (Lahendong-Linow-Minahasa; Tompaso-Tempang-Minahasa;
Kotamobagu-Bolaang-Mongondow), di Flores (Ulumbu, Ruteng-Flores
Barat), di Jawa (penyelidikan bersama Dit. Geologi, Pertamina dan Genzl
yaitu di Jabar: Rawa Danau-Banten; Cisolok-Darajat), di Jateng (Dieng) dan
Bali (Tabanan).

Atas dasar penyelidikan serta usaha pemanfaatan, sumber energi panas bumi
untuk masa depan cukup cerah, walau tak dapat diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan energi Indonesia secara keseluruhan. Tetapi dilihat dari segi usaha
diversifikasi energi, usaha pencarian serta pengusahaan panas bumi untuk
waktu mendatang merupakan pertanda satu langkah maju dalam pelaksanaan
pembangunan nasional.

Daerah di Indonesia yang Memiliki Potensi Sumber Tenaga Panas Bumi Daerah di Indonesia yang
memiliki potensi sumber tenaga panas bumi cukup banyak, usaha pencarian sumber energi panas
bumi di Indonesia pertama kali dilakukan di daerah Kawah Kamojang pada tahun 1918. Pada tahun
1926 hingga tahun 1929 lima sumur eksplorasi dibor dimana sampai saat ini salah satu dari sumur
tersebut, yaitu sumur KMJ‐3 masih memproduksikan uap panas kering atau dry steam. Pecahnya
perang dunia dan perang kemerdekaan Indonesia mungkin merupakan salah satu alasan
dihentikannya kegiatan eksplorasi di daerah tersebut. Kegiatan eksplorasi panas bumi di Indonesia
baru dilakukan secara luas pada tahun 1972. Direktorat Vulkanologi dan Pertamina, dengan
bantuan Pemerintah Perancis dan New Zealand melakukan survey pendahuluan di seluruh wilayah
Indonesia. Dari hasil survey dilaporkan bahwa di Indonesia terdapat 217 prospek panas bumi, yaitu
di sepanjang jalur vulkanik mulai dari bagian Barat Sumatera, terus ke Pulau Jawa, Bali, Nusa
Tenggara dan kemudian membelok ke arah utara melalui Maluku dan Sulawesi. Survey yang
dilakukan selanjutnya telah berhasil menemukan beberapa daerah prospek baru sehingga
jumlahnya meningkat menjadi 256 prospek, yaitu 84 prospek di Sumatera, 76 prospek di Jawa, 51
prospek di Sulawesi, 21 prospek di Nusatenggara, 3 prospek di Irian, 15 prospek di Maluku dan 5
prospek di Kalimantan. Sistim panas bumi di Indonesia umumnya merupakan sistim hidrothermal
yang mempunyai temperatur tinggi (>225oC), hanya beberapa diantaranya yang mempunyai
temperatur sedang (150‐225oC). Potensi energi panas bumi di Indonesia dipastikan sangat besar
dengan kapasitas energi listrik yang bisa dihasilkan mencapai 29.000 Mega Watt atau setara 40%
potensi energi panas bumi di dunia. Daerah di Indonesia yang Memiliki Potensi Tertinggi Sumber
Tenaga Panas Bumi Dari kapasitas energi panas bumi yang ada di Indonesia itu, 22% diantaranya
atau sekitar 6.096 MW berlokasi di wilayah Provinsi Jawa Barat. Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan Indonesia memiliki potensi energi terbarukan berupa
panas bumi yang sangat luar biasa besar. “Bila ditaksir potensi energi panas bumi Indonesia
mencapai 40% dari potensi panas bumi di dunia. Kapasitas yang diperkirakan bisa diperoleh dari
hasil pengolahan panas bumi menjadi energi listrik di Indonesia bisa mencapai 29.000 MW,” Menteri
ESDM mengatakan bahwa Jabar menjadi wilayah yang memiliki potensi energi panas bumi yang
besar di Indonesia. Dari potensi 29.000 MW itu, Jabar bisa menyumbangkan potensi energi listrik
dari panas bumi sebesar 6.096 MW atau 22%-nya. sumber :
http://whatindonews.com/id/post/view/detail/296 Perhatikan gambar sebaran potensi energi panas
bumi di Indonesia berikut ini: Dari gambar diatas dapat kita lihat bahwa potensi sumber tenaga
panas bumi di Indonesia terletak di Jawa Barat, daerah lainnya yang juga memiliki potensi tenaga
panas bumi yang cukup tinggi adalah : Sumatera Utara, Lampung, Sumatera Selatan, Jawa Tengah
dan lain-lain.

Sumber: http://ipsgampang.blogspot.co.id/2015/01/potensi-sumber-tenaga-panas-bumi.html

Perusahaan Chevron Geothermal & Power proaktif mengincar sejumlah cadangan panas
bumi yang ada di Indonesia. Perusahaan ini ingin mengembangkan sumber energi
alternatif menjadi pembangkit listrik. Saat ini saja, perusahaan sedang melakukan survei
pendahuluan terhadap cadangan panas bumi di Lampung dan Aceh.

Paul E Mustakim, General Manager Policy, Government and Public Affair Chevron
Geothermal & Power Operations mengatakan pihaknya siap membantu pemerintah
Indonesia untuk mengembangkan panas bumi sebagai energi alternatif.

“Di Lampung, kami sedang melakukan survei 3G (Geologic, Geophysic dan


Geochemistry), sementara di Aceh kami baru saja melakukan survei pendahuluan untuk
mengetahui cadangan panas buminya,” katanya.

Paul meyakini kedua wilayah yang digarap Chevron itu memiliki cadangan panas bumi
yang layak untuk dikembangkan untuk pembangkit listrik berskala besar.
Sayangnya, Paul enggan berapa cadangan pasti panas bumi di kedua wilayah itu, karena
masih harus mengkoordinasikannya dengan pihak pemerintah.

Pengerjaan dua wilayah kerja pertambangan panas bumi itu menurutnya, masih belum
membutuhkan investasi besar, karena belum masuk tahap eksplorasi.

“Anggaran untuk tahun ini memang tidak terlalu besar, karena hanya untuk survei
awal. Melakukan survei 3G membutuhkan sekitar Rp50 miliar, kalau survei
pendahuluan itu lebih rendah. Jadi, sesuai kebutuhan,” ujarnya.

Proses pengembangan panas bumi di dalam negeri, lanjut Paul, masih memerlukan
waktu yang lama. Hal itu disebabkan proses perizinan dan tahapan pengembangan yang
membutuhkan waktu sekitar 8 tahun hingga cadangan panas bumi itu dapat di produksi.

Baca juga : Chevron Set to Drill 22 New Wells in Rokan Block

Saat ini sendiri, memiliki dua wilayah kerja pertambangan panas bumi yang saat ini telah
berproduksi di Salak dan Darajat. WKP panas bumi di Salak memiliki cadangan sebesar
337 megawatt, sedangkan di Darajat memiliki cadangan sebesar 270 megawatt.

Bangun listrik panas bumi senilai Rp6 triliun

Di kawasan Gunung Rajabasa, Lampung seluas 19.520 hektar terdapat potensi panas bumi yang
dapat diolah menjadi sumber energi, tentu saja jangan merusak status 5.189 hektar wilayah hutan
lindung.
Sementara itu, Kementerian ESDM berharap Supreme Energy berhasil merampungkan
proyek pembangkit listrik panas bumi (PLTP) meskipun belum mendapatkan izin pinjam
hutan dari Kementerian Kehutanan.

Direktur Panas Bumi Kementerian ESDM Tisnaldi berharap Supreme Energy diharapkan
tetap bisa menyelesaikan proyek PLTP Rajabasa kapasitas 110 MW.

Contohnya area PLTP Rajabasa seluas 19.520 hektar sebesar 5.189 hektarnya masuk
dalam wilayah hutan lindung. Namun, Supreme Energy tetap bisa menggarap wilayah
ini melalui pengajuan izin pinjam pakai hutan dari Kementerian Kehutanan sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan.
Pihak Supreme Energy belum mendapat izin dari Kementerian Kehutanan meski telah
mengajukan izin sejak 2011 dan mengantongi rekomendasi dari pemerintah daerah
setempat.

Presiden Direktur PT Supreme Energy Supramu Santosa menyatakan, pihaknya telah


memenuhi semua persyaratan teknis dan administrasi. Dia berharap izin pinjam pakai
segera keluar sehingga bisa melakukan pemboran sumur eksplorasi perdana.

“Meskipun telah menyiapkan investasi untuk proyek tersebut, namun kegiatan eksplorasi
pertama di WKP itu masih terkendala. Saat ini, kami masih menunggu keluarnya izin
pinjam pakai kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan,” kata Supramu.

Baca juga : Chevron Set to Drill 22 New Wells in Rokan Block

Hal ini berdampak pada jadwal operasi pembangkit panas bumi ini mundur menjadi
2017. Awalnya, Supreme merencanakan PLTP Rajabasa rampung pada 2016 menyusul
ditekennya jaminan kelayakan usaha untuk PLN atas proyek tersebut diteken bersamaan
dengan perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement).

Supreme juga telah mengeluarkan dana US$638 juta atau sekitar Rp6 triliun untuk
proyek ini. Rencananya, Supreme akan melakukan pemboran 4 hingga 5 sumur
eksplorasi dan dilanjutkan dengan pemboran 20 sumur pengembangan. Kapasitas PLTP
Rajabasa direncanakan mencapai 2 x 110 megawatt (MW) dengan harga listrik US$9,5
per kilowatt hour (kWh).

Sarulla Operations butuh US$1 miliar


Sedangkan Sarulla Operations Ltd (SOL) memperoleh pinjaman sekitar US$1 miliar dari
Japan Bank for International Cooperation (JBIC) dan Asian Development Bank (ADB)
yang digunakan untuk membiayai proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP)
Sarulla di Tapanuli Utara, Sumatera Utara.

Ibnu Nurzaman, Head of Corporate Counsel PT Medco Power Indonesia mengatakan


proyek pengembangan panas bumi sebesar 330 megawatt tersebut membutuhkan
investasi US$1,4 miliar. Sekitar 70 % pendanaan atau US$1 miliar diperoleh dari
pinjaman dari JBIC dan ADB.

Pengembangan Sarulla pertama kali dilakukan oleh Unocoal saat melakukan eksplorasi
pada 1997. Setelah dihentikan karena krisis moneter, proyek PLTP Sarulla kembali
dijalankan pada tahun 2002—setelah Keputusan Presiden No. 9/1997 dicabut dan
Unocoal menjualnya kepada PLN pada tahun 2003.

Setelah mengalami beberapa kali pergantian pemegang konsesi, pada 2006 proyek
Sarulla jatuh kepada konsorsium SOL yang beranggotakan Medco, Ormat, Itochu, dan
Kyushu. Akan tetapi proyek tersebut tidak dapat langsung dilaksanakan, karena
terkendala persoalan jaminan untuk pinjaman dan pajak pengalihan aset.

Baca juga : Chevron Set to Drill 22 New Wells in Rokan Block

Ibnu mengungkapkan setelah pihaknya melakukan penandatanganan joint operation


contract (JOC) dan energy sales contract (ESC), konsorsium akan melakukan financial
closing selama 12 bulan. Setelah itu, konsorsium akan mulai melakukan pengerjaan
proyek tahap pertama sebesar 108 megawatt yang ditargetkan dapat beroperasi secara
komersil pada 2016.
Chief Operating Officer Power, Mining and Downstream Medco Energy Budi Basuki
mengatakan pinjaman dari JBIC dan ADB memiliki tenor 20 tahun. Sementara ESC
dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) akan berlaku selama 30 tahun.

Budi menyebutkan pihaknya memiliki waktu 2 tahun setelah financial closing untuk
melakukan konstruksi PLTP tahap awal dengan kapasitas 108 megawatt. Setelah
itu, konsorsium akan membangun PLTP tahap kedua dengan kapasitas 104 megawatt
dan ditargetkan beroperasi secara komersial pada 2017, kemudian tahap ketiga akan
dibangun pembangkit 104 megawatt dan ditargetkan beroperasi secara komersil pada
2018. (Sumber: tender-indonesia.com)

Jakarta- PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya PT Pertamina Geothermal


Energy (PGE) bersama dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lainnya, yaitu PT
Geodipa Energi dan PT PLN (Persero) mendapatkan keistimewaan dari pemerintah
untuk mengembangkan potensi energi panas bumi di Tanah Air.

Direktur Panas Bumi, di Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan


Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yunus
Saefulhak, mengatakan salah satu terobosan yang dilakukan pemerintah untuk
meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan sebagai sumber energi adalah
memberikan penugasan kepada perusahaan pelat merah seperti Pertamina, Geodipa,
dan PLN tanpa harus mengikuti lelang wilayah kerja panas bumi. Apalagi
Pertamina satu-satunya perusahaan yang agresif dalam pengembangan panas bumi
di Indonesia. “Ini terbukti dari komitmen Pertamina dalam melakukan kegiatan
eksplorasi dan pemboran di beberapa wilayah kerjanya seperti Lahendong, Ulubelu,
Hululais, Lumut Balai, dan Sungai Penuh,” ujarnya, dalam keterangannya, Kamis
(29/12).

Sesuai UU No 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, pemerintah saat ini


membolehkan menugaskan BUMN melakukan kegiatan pada wilayah kerja tanpa
lelang. Menurut Yunus, hal ini merupakan terobosan untuk pengembangan panas
bumi di Indonesia sehingga Pertamina akan diberikan izin eksplorasi di beberapa
wilayah kerja yang ditugaskan. “Lender, investor atau partner dapat langsung
bekerja sama dengan BUMN tersebut untuk mengusahakan sampai hilirnya.
Pertamina akan berkontribusi lebih besar lagi,” katanya.

Pertamina menargetkan penambahan kapasitas pembangkitan panas bumi sebesar


1.037 MW pada 2021. Pada Selasa (27/12), Presiden Joko Widodo meresmikan tiga
proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) senilai US$ 532, 07 juta atau
sekiar Rp 6,128 triliun yang dikelola PGE. Proyek-proyek tersebut meliputi PLTP
Lahendong unit 5 dan 6 berkapasitas 2 x 20 MW di Tompaso, Sulawesi Utara
dengan investasi US$ 282,07 juta dan PLTP Unit 3 berkapasitas 1X55 MW di Ulu
Belu, Kabupaten Tanggumas, Lampung dengan investasi US$ 250 juta. Dengan
diresmikannya tiga PLTP baru ini maka kapasitas terpasang PLTP Indonesia
menjadi 1.533,5 MW atau 5,2 persen dari total potensi panas bumi sebesar 29,5
GW. Semua PLTP yang beroperasi saat ini, termasuk PLTP yang dikelola PLN,
semuanya uapnya berasal dari lapangan panas bumi yang digarap oleh PGE.

Menurut Yunus, selain penugasan kepada Pertamina, Geodipa dan PLN, terobosan
lain yang disiapkan pemerintah adalah penugasan Survei Pendahuluan dan
Eksplorasi (PSPE) kepada badan usaha swasta yang akan mendapatkan hak lelang
terbatas atau direct appointment. Selain itu, pemberlakuan tarif tetap untuk
menghilangkan negosiasi (power producer agreement/PPA) yang lama, dan
penyederhanan perizinan. “Kami juga menyiapkan insentif seperti PPN (pajak
pertambahan nilai), PPh (pajak penghasilan), Bea Masuk untuk dibebaskan dan
pemanfatan geothermal fund serta membolehkan dan menyederhanakan perizinan di
hutan lindung dan konservasi,” jelas dia.

Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Suryadarma,


menilai pengembangan panas bumi harus diproritaskan. “Semakin lama kita tunda
semakin lama kita mengalami kerugian," kata dia.

Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa,
menilai panas bumi salah satu energi terbarukan yang dikembangkan oleh
pemerintah. Target kapasitas terbangun pembangkit listrik panas bumi sebanyak
6.000 MW pada 2025. Dari jumlah itu, Pertamina berencana membangun hingga
1.000 MW pada 2020. “Panas bumi perlu dikembangkan secara ekonomis,
mengingat masih banyak potensi cadangan yang belum dikembangkan. Paling tidak
sampai dengan 2030, potensi pengembangan panas bumi bisa mencapai 12.000-
15.000 MW,” ujar dia.

← Stigi atau Drini (Pemphis acidula) Kayu Bertuah

Elang-alap Halmahera (Accipiter henicogrammus) Endemik Maluku →

Energi Panas Bumi (Geothermal Energy) di Indonesia


Posted on 14 Oktober 2014by alamendah

Energi panas bumi atau geothermal energy menjadi salah satu sumber energi
terbarukan yang diyakini melimpah dan ramah lingkungan, termasuk energi panas
bumi di Indonesia. Indonesia bahkan menjadi negara dengan kandungan panas bumi
yang besar, 40% potensi panas bumi dunia terdapat di Indonesia. Sayangnya, besarnya
cadangan panas bumi di Indonesia tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal. Dan
Indonesia masih saja bergantung dengan sumber energi dari fosil.
Energi panas bumi atau geothermal energy adalah energi thermal (panas) yang
dihasilkan dan disimpan di dalam bumi. Geothermal berasal dari bahasa Yunani “Geo”
yang berarti “bumi” dan ‘therm‘ yang berarti kalor atau panas. Energi dihasilkan dari
aktivitas tektonik yang terjadi di dalam bumi. Di samping itu dapat pula berasal dari
panas matahari yang diserap oleh permukaan bumi.
Lebih lanjut proses terbentuknya energi panas bumi (geothermal) dipicu oleh aktivitas
tektonik di dalam perut bumi. Inti bumi memiliki magma yang temperaturnya
mencapai 5.400 derajat celcius. Magma ini membuat lapisan bumi di sebelah atasnya
mengalami peningkatan temperatur. Ketika lapisan ini bersentuhan dengan air maka
akan menjadi uap panas bertekanan tinggi. Inilah energi potensial yang kemudian
dikenal sebagai energi panas bumi atau geothermal energy.
Pemanfaatan energi panas bumi diyakini menjadi salah satu sumber energi alternatif.
Kelebihan energi yang dihasilkannya adalah pertama, panas bumi merupakan salah satu
sumber energi terbersih. Kedua, merupakan jenis energi terbarukan yang relatif tidak
akan habis. Ketiga, ramah lingkungan yang tidak menyebabkan pencemaran
(baik pencemaran udara, pencemaran suara, serta tidak menghasilkan emisi karbon dan
tidak menghasilkan gas, cairan, maupun meterial beracun lainnya). Keempat,
dibandingkan dengan energi alternatif lainnya seperti tenaga surya dan angin, sumber
energi ini bersifat konstan sepanjang musim.
Peta Potensi Panas Bumi Indonesia

Potensi dan Pemanfaatan Sumber Energi Panas Bumi di Indonesia

Berbicara tentang potensi, Indonesia memiliki potensi energi panas bumi (geothermal)
yang besar. Menurut data PT Pertamina Geothermal Energy (pge.pertamina.com),
Indonesia memiliki 40% dari seluruh potensi panas bumi di dunia. Sumber-sumber
tersebut tersebar di 251 lokasi Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku, hingga ujung
barat Papua. Kementerian ESDM (2013) memperkirakan kapasitas seluruh cadangan
dan sumber daya energi panas bumi di Indonesia mencapai 28.994 MWe (megawatt
listrik). Jumlah energi tersebut, jika menggunakan BBM, setara lebih dari 200 milyar
barrel minyak.
Sayangnya dari potensi besar energi panas bumi di Indonesia tersebut, baru kurang dari
4 persen saja yang telah dimanfaatkan. Tidak banyak pembangkit listrik tenaga panas
bumi yang telah beroperasi di Indonesia. Dari yang sedikit tersebut antara lain : PLTP
Sibayak di Sumatera Utara, PLTP Salak (Jawa Barat), PLTP Dieng (Jawa Tengah), dan
PLTP Lahendong (Sulawesi Utara).
Memang sungguh disayangkan jika potensi panas bumi yang sedemikian besarnya,
belum dapat dimanfaatkan dengan maksimal oleh Indonesia. Indonesia masih
memilih kekeuhdengan sumber energi berbahan bakar fosil yang berdampak besar
pada pemanasan global, itupun belum mencukupi kebutuhan energi nasional. Dan
menyiakan 28,9 ribu MW sumber energi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan
yang disediakan panas bumi.
← Kodok Sumatera (Duttaphrynus sumatranus) Amfibi Paling Langka

Jenis Burung Pleci (Kacamata) di Indonesia →

Daftar Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)


di Indonesia
Posted on 12 November 2015by alamendah

Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Indonesia belum banyak baik dari
segi jumlah pembangkit maupun maupun kapsitas listrik yang dihasilkan. Dari sedikit
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Indonesia
tersebut, alamendah.orgmencoba membuat daftar PLTP di Indonesia. Daftar ini
berisikan PLTP yang telah beroperasi maupun yang masih dalam tahap pembangunan.
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi atau PLTP adalah pembangkit listrik yang
menggunakan panas bumi (geothermal) sebagai sumber energinya. Karena
menggunakan geothermal atau panas bumi, pembangkit ini termasuk salah
satu sumber energi terbarukan. Baca : Energi Panas Bumi (Geothermal Energy) di
Indonesia dan Kelebihan dan Kekurangan Energi Geothermal.
Indonesia diperkirakan menyimpan hingga 28,9 ribu MW listrik dari energi panas
bumi. Hal ini menurut data PT Pertamina Geothermal Energy, setara dengan 40% dari
seluruh potensi panas bumi di dunia. Namun sayangnya, dari potensi tersebut hingga
sekarang baru kurang dari 5 persen saja yang telah dimanfaatkan. Jumlah dan produksi
energi dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Indonesia tidak sebanding dengan
potensi geothermal yang dimiliki.

Peta Lokasi PLTP

Dari sedikit Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Indonesia yang telah beroperasi
dan menghasilkan listrik antara lain:

1. PLTP Kamojang
PLTP Kamojang terletak di Kab. Garut, Jawa Barat. Merupakan Pembangkit Listrik Tenaga
Panas Bumi tertua di Indonesia yang pertama kali dibuat pada tahun 1982. PLTP ini
dioperasikan oleh PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) yang mampu memproduksi
hingga 235 MW listrik. PLTP Kamojang terdiri atas lima unit yaitu PLTP Kamojang I, PLTP
Kamojang II, PLTP Kamojang III, PLTP Kamojang IV, dan PLTP Kamojang V.
2. PLTP Lahendong
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Lahendong terletak di Sulawesi Utara. Beroperasi
pertama kali pada tahun 2004. Dioperasikan oleh PT Pertamina Geothermal Energy (PGE)
dan mampu memproduksi listrik hingga 80 MW. Terdiri atas empat unit yaituPLTP
Lahendong I, PLTP Lahendong II, PLTP Lahendong III, dan PLTP Lahendong IV.
3. PLTP Sibayak
PLTP Sibayak terletak di Gunung Sibayak – Gunung Sinabung, Provinsi Sumatera Utara.
Pembangkit yang mampu menghasilkan listrik sebesar 12 MW ini terdiri atas tiga unit yaitu
PLTP Sibayak Unit 1, PLTP Sibayak Unit 2, dan PLTP Sibayak Unit 3.
4. PLTP Ulubelu
PLTP Ulubelu terletak di Kecamatan Ulubelu, Kab. Tanggamus, Lampung. Pembangkit
listrik yang mulai beroperasi pada tahun 2012 ini mampu menghasilkan listrik sebesar 11o
MW. PLTP Ulubelu terdiri atas dua unit yakni PLTP Ulubelu Unit 1 dan PLTP Ulubelu Unit
2.
5. PLTP Gunung Salak
PLTP Gunung Salak terletak di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Jawa Barat.
Memulai beroperasi pada tahun 1994. Pembangkit yang dioperasikan bersama oleh Chevron
Geothermal Indonesia dan PT Pertamina ini mampu menghasilkan energi listrik sebesar 375
MW.
6. PLTP Darajat
PLTP Darajat terletak di Gunung Papandayan di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pembangkit
yang dioperasikan bersama oleh Chevron Geothermal Indonesia dan PT Pertamina ini
mampu menghasilkan energi listrik sebesar 259 MW dan terdiri atas 3 unit.
7. PLTP Wayang Windu
PLTP Wayang Windu terletak di Kab. Bandung, Provinsi Jawa Barat. Beroperasi semenjak
tahun 1999. Pembangkit yang dioperasikan oleh Star Energy ini menghasilkan energi listrik
sebesar 227 MW

Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulubelu

Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sibayak

Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lahendong


Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang

Selain pembangkit-pembangkit yang telah beroperasi tersebut, pemerintah pun tengah


membangun berbagai Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di berbagai wilayah
Indonesia lainnya. PLTP yang tengah dalam pembangunan dan persiapan tersebut
antara lain:

1. PLTP Ulubelu Unit 4 dan 5 (Kab. Tanggamus, Lampung); Direncakan beroperasi pada 2016
dan 2017 dengan energi yang dihasilkan mencapai 110 MW.
2. PLTP Lumut Balai Unit 1 dan 2 (Desa Panindaian, Kecamatan Semendo, Kabupaten Muara
Enim, Sumatera Selatan); Direncakan beroperasi mulai tahun 2016 dan 2018 dengan
menghasilkan listrik sebesar 110 MW.
3. PLTP Lumut Balai Unit 3 dan 4 (Sumatera Selatan); Beroperasi pada 2022 dengan listrik
sebesar 110 MW.
4. PLTP Lahendong Unit 5 dan 6 (Sulawesi Utara); Beroperasi pada tahun 2016 dan 2017 dan
menghasilkan listrik sebesar 40 MW.
5. PLTP Karaha (Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Garut, Jawa Barat); Beroperasi pada
tahun 2017 dengan listrik yang dihasilkan sebesar 30 MW.
6. PLTP Hululais Unit 1 dan 2 (Kabupaten Lebong, Bengkulu); Beroprasi pada tahun 2018
dengan listrik yang dihasilkan sebesar 110 MW.
7. PLTP Sungai Penuh 1 dan 2 (Kec. Gunung Raya, Kab. Kerinci, Jambi); Beroperasi pada 2019
dengan listrik yang dihasilkan mencapai 110 MW.
8. PLTP Kotamobagu Unit 1, 2, 3, dan 4 (Kab. Bolaang Mongondow Timur, Sulawesi Utara);
Listrik yang dihasilkan mencapai 110 MW.
9. PLTP Sarulla (Tapanuli Utara, Sumatera Utara); Beroperasi pada tahun 2016 dan mampu
menghasilkan 330 MW listrik.
Energi geothermal atau panas bumi merupakan salah satu sumber energi alternatif dan
sumber energi terbarukan. Selain ketersediannya yang melimpah dan relatif tidak akan
habis, sumber energi ini sangat ramah lingkungan. Jauh lebih bersih dari sumber energi
fosil yang menimpulkan polusi udara atau emisi gas rumah kaca. Sayangnya
pemanfaatannya menjadi listrik melalui Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi belum
terlalu masif. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi masih sangat sedikit dan bisa
dihitung dengan jari. Pun jumlah energi listrik yang dihasilkan melalui Pembangkit
Listrik Tenaga Panas Bumi ini masih sangat sedikit, kalau jauh dengan sumber energi
fosil.
Kelebihan Energi Geothermal (Panas Bumi)

Pemanfaatan energi geothermal atau panas bumi sebagai salah satu sumber energi
alternatif diyakini mempunyai berbagai keuntungan dan kelebihan. Di antara kelebihan
dan keuntungan pemanfaatan energi geothermal tersebut adalah :
1. Panas bumi (geothermal energy) merupakan salah satu sumber energi paling bersih. Jauh
lebih bersih dari sumber energi fosil yang menimpulkan polusi atau emisi gas rumah kaca.
2. Geothermal merupakan jenis energi terbarukan yang relatif tidak akan habis. Sumber energi
ini terus-menerus aktif akibat peluruhan radioaktif mineral.
3. Energi Geothermal ramah lingkungan yang tidak menyebabkan pencemaran
(baik pencemaran udara, pencemaran suara, serta tidak menghasilkan emisi karbon dan
tidak menghasilkan gas, cairan, maupun meterial beracun lainnya).
4. Panas bumi (geothermal energy), dibandingkan dengan energi alternatif lainnya seperti
tenaga surya dan angin, bersifat konstan sepanjang musim. Di samping itu energi listrik
yang dihasilkan dari geothermal tidak memerlukan solusi penyimpanan energi (energy
storage) karena dapat dihasilkan sepanjang waktu.
5. Untuk memproduksi energi geothermal membutuhkan lahan dan air yang minimal, tidak
seperti misalnya pada energi surya yang membutuhkan area yang luas dan banyak air untuk
pendinginan. Pembangkit panas bumi hanya memerlukan lahan seluas 3,5 kilometer persegi
per gigawatt produksi listrik. Air yang dibutuhkan hanya sebesar 20 liter air tawar per MW /
jam.
Kekurangan Energi Geothermal (Panas Bumi)

Selain memiliki kelebihan, energi geothermal pun memiliki kekurangan. Di antara


kekurangan energi geothermal adalah :

1. Biaya modal yang tinggi. Pembangunan pembangkit listrik geothermal memerlukan biaya
yang besar terutama pada eksploitasi dan pengeboran.
2. Pembangkit listrik tenaga panas bumi hanya dapat dibangun di sekitar lempeng tektonik di
mana temperatur tinggi dari sumber panas bumi tersedia di dekat permukaan.
3. Pembangunan pembangkit listrik geothermal diduga dapat mempengaruhi kestabilan tanah
di area sekitarnya.

Kelebihan Pemanfaatan Energi Geothermal


1. Energi panas bumi yang langsung dihasilkan oleh panas matahari yang diserap bumi dan
adanya tekanan tektonik dalam inti bumi membuat energi ini dirasa lebih bersih dibanding
dengan penggunaan energi fosil yang menyebabkan adanya gas polusi yang menyebabkan
efek rumah kaca.
2. Energi yang berasal dari inti atom bumi ini diperkirakan tidak akan habis digunakan sebagai
energi alternatif sebab energi ini timbul akibat adanya radioktif energi mineral yang terus
berproduksi.
3. Energi panas bumi lebih ramah lingkungan dengan tingkat pencemaran yang dihasilkan
lebih kecil dibandingkan dengan energi pendahulunya seperti energi air dan energi tenaga
uap.
4. Memiliki tenaga hasil yang lebih besar sehingga dapat mencukupi kebutuhan energi bumi
saat ini yang terus meningkat penggunaannya.

Kekurangan Penggunaan Energi Geothermal


Selain memiliki beberapa kelebihan, tentu energi panas bumi juga memiliki beberapa
kekurangan dari pemanfaatannya yang dilakukan, di antaranya seperti:

1. Penggunaan energi geothermal memerlukan biaya yang lebih tinggi dan mahal.
Pembangunan energi pembangkit yang memanfaatkan tenaga geothermal membutuhkan
biaya yang cukup mahal terutama pada saat pengeksploitasian dan pengeboran yang
dilakukan.
2. Pembangunan energi ini tidak dapat dilakukan disembarang tempat, hanya tempat yang
dengan daerah lempeng tektoniklah yang dapat dimanfaatkan untuk tenaga pembangkit
yang menggunakan geothermal ini.
3. Adanya kerusakan kestabilan tanah akibat pemanfaatan energi panas bumi.
4. Hukum yang mengatur tentang penggunaan energi panas bumi terbilang masih sangat ketat
dengan adanya perlindungan kawasan konservasi dan hutan lindung yang memiliki energi
paans bumi yang cukup melimpah di bawahnya.
Tahapan Kegiatan Pengembangan Panas Bumi
18AUG

Indonesia merupakan salah satu negara dengan potensi panas bumi terbesar di dunia. Namun,
pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia baru sekitar 1 GWe dari potensi 28 GWe. Jumlah ini masih
tertinggal dari negara tetangga kita Filipina yang telah memiliki 2 GWe panas bumi dari potensi 6 GWe.
Pemerintah menargetkan produksi listrik panas bumi pada tahun 2025 mencapai 9500 MW. Untuk
mencapai target tersebut, eksplorasi panas bumi di berbagai wilayah harus dilakukan. Namun, eksplorasi
panas bumi ini mengalami hambatan pada masalah investasi. Eksplorasi panas bumi memerlukan biaya
yang tentunya tidak sedikit, seperti eksplorasi minyak bumi, namun energi panas bumi dijual jauh lebih
murah sehingga tidak banyak investor yang melakukan investasi di bisnis energi panas bumi.

Di Indonesia, tahapan kegiatan pengembangan panas bumi diatur dalam Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2003 tentang Panas Bumi. Kegiatan operasional panas bumi terdiri dari survei, eksplorasi, studi
kelayakan, eksploitasi, dan pemanfaatan. Menurut (Wards S.H dkk, 1982), tahapan eksplorasi panas
bumi beserta biayanya adalah sebagai berikut :

 Tahap Studi Literatur yang meliputi pengumpulan daya sekunder, analisa foto udara, studi
geomorfologi, geologi regional, geomagnet regional dan laporan geologi lainnya yang berkaitan.
Kegiatan ini diperlukan dana 20.000 dolar AS.
 Tahap Studi Tinjau pada suatu areal yang luas yang ditentukan dari hasil studi literatur. Kegiatannya
meliputi pengambilan contoh untuk analisa kimia dan isotop dari contoh air, pemetaan geologi
pendahuluan dengan sekala tertentu, dan pengukuran gradient geothermal. Kegiatan ini dimaksudkan
untuk menaksir temperatur dan kondisi geologi faktual di lapangan panas bumi. Tahap ini memerlukan
biaya 90.000 dolar AS.
 Tahap Pemetaan areal Prospek dengan sekala semi rinci pada areal terpilih yang mempunyai
peluang besar untuk memperoleh sumber uap panas bumi dari hasil eksplorasi tahap sebelumnya.
Kegiatan yang dilakukan meliputi pemetaan struktur geologi dengan tujuan mendapatkan data
patahan dan areal reservoar panas bumi. Biaya yang diperlukan 15.000 dolar AS.
 Penilaian areal prospek yang meliputi kegiatan pengukuran gradien geothermal dengan metoda
pemboran dengan biaya 100.000 dolar AS, kegiatan pengamatan unsur kimia jarang, mineral ubahan
dan pengukuran temperatur dengan biaya 25.000 dolar AS. Tujuannya memperoleh data geologi
bawah permukaan.
 Sistem modeling dengan kegiatan evalluasi data yang diperoleh sebelumnya sehingga dapat tersusun
model panas bumi daerah prospek. Pekerjaan ini memerlukan dana 10.000 dolar AS.
 Tahap Pembuatan Foto Udara Berwarna dengan sasaran membuat peta dasar rupa bumi (topografi).
Tujuannya untuk membuat peta dasar yang akan digunakan untuk pemetaan geologi rinci dan
kegiatan eksplorasi lainnya.
 Tahap Deliniasi Areal Prospek yakni penggambaran areal prospek dengan kegiatan pemetaan geologi
sekala rinci (1:6000) dan pengukuran tahan jenis (geolistrik) dan potensial diri. Biaya yang diperlukan
mencapai 70.000 dolar AS.
 Tahap Modelling, dengan menggunakan metode numerik dan komputerisasi dengan biaya 20.000
dolar AS.
 Pemboran Uji dengan tujuan menguji hasil eksplorasi yang dilakukan sebelumnya dengan pemboran
uji dengan kedalaman antara 500-800 m. Biaya yang diperlukan 240.000 dolar AS
 Evaluasi pemboran dengan melakukan analisa isotop dengan tujuan perkiraan temperatur reservoar,
sistem hidrotermal, perkiraan permeabilitas batuan inti bor dan serbuk pemboran, pengamatan
mineral ubahan, litologi, logging geofisika. Biaya yang diperlukan mencapai 55.000 dolar
AS.Penyelidikan struktur geologi dengan menggunakan metode sismik pantul dengan biaya antara
60.000 – 125.000 dolar AS. Pekerjaan ini dilakukan bila keyakinan penyelidikan sebelumnya masih
diragukan.
 Tahap Sistem Modeling dengan tujuan evaluasi data permukaan dan bawah permukaan yang
diperoleh dari pemboran. Pekerjaan khusus ini memerlukan waktu 2 bulan dengan menyerahkan
pekerjaan ke pihak ke-3 (konsultan ahli senior 2 orang) dengan biaya 40.000 dolar AS.
 Pemboran Uji Produksi berdasarkan hasil evaluasi seluruh data yang diperoleh termasuk masukan
dari konsultan. Biaya yang diperlukan 3.750.000 dolar AS untuk 3 sumur dengan total kedalaman
1.525 meter.
 Uji Produksi terhadap hasil pemboran uji produksi dengan kegiatan melakukan analisa isotop, mineral
ubahan dan logging dengan dana 35.000 dolar AS.
 Tahap Modeling Reservoar dengan menggunakan perekayasaan reservoar dengan biaya 40.000
dolar AS.
 Studi Kelayakan untuk pengembangan, kontruksi
Dari uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa untuk setiap daerah prospek panas bumi diperlukan
dana sekitar 4,5 juta dolar AS.

Selain sumur produksi panas bumi, diperlukan instalasi pembangkit tenaga uap seperti pada pembangkit
listrik batu bara. Fungsinya adalah untuk mengonversi energi panas bumi yang dibawa uap untuk
memutar turbin generator. Energi listrik yang dihasilkan oleh generator selanjutnya akan didistribusikan
konsumen. Beberapa komponen utama pembangkit panas bumi antara lain adalah:

 Sumur dan pipeline. Uap diproduksi dari sumur produksi dan diinjeksikan kembali melalui sumur
injeksi
 Separator dan demister. Uap yang berasal dari sumur produksi sebelum masuk separator dan
demister, diatur terlebih dahulu jumlah uap yang akan digunakan oleh control valve. Separator
berfungsi untuk memisahkan uap dari moisture air. Separator yang digunakan berjenis cyclone
dimana aliran uap diarahkan dan berputar menimbulkan gaya sentrifugal. Karena gaya buoyancy
yang kecil maka uap akan naik keatas dan air terlempar ke dinding dan dibuang melalui drain.
Demister berfungsi untuk memisahkan uap dari material padat. Uap dilewatkan pada kisi-kisi
penampang yang sangat kecil sehingga material-material padat terjebak dan uap yang akan masuk
kedalam turbin kering dan bersih.
 Rock Muffler. Rock muffler merupakan bangunan yang terbuka dan terdiri dari batu-batuan yang
berguna untuk meredam suara dari kebisingan uap. Sejumlah uap dibuang ke atmosfir saat unit tidak
beroperasi atau pada saat penurunan beban. Rock muffler juga berfungsi untuk mengontrol uap yang
akan dibuang. Pada saat unit tidak beroperasi (trip) uap yang berasal dari cluster seluruhnya akan
dibuang ke rock muffler, akan terlihat uap dengan kapasitas yang besar terbuang.
 Pompa. Pompa berfungsi untuk mengalirkan air.
 Cooling tower. Cooling tower berfungsi sebagai penyedia sumber air pendingin untu k digunakan
pada kondenser untuk mengkondensasi uap yang keluar dari turbin. Selain itu air di cooling tower juga
berfungsi untuk mengalirkan air ke aux cooling water dan fire water. Sebagian besar air dari cooling
tower disupply dari hotwell pump da aux cooling water. Apabila level pada cooling tower berkurang
maka penambahan air akan dilakukan oleh Raw Water Facility. Selain itu, pada bagian atas dari
cooling water terdapat fan yang salah satu fungsinya untuk menyemburkan hasil dari gas extraction.
 Non Ccondensable Gas Removal. Adanya sejumlah gas dan udara yang tidak terkondensasi (NCG)
akan mengurangi laju perpindahan panas. Pengurangan laju perpindahan panas antara uap bekas
dan air pendingin akan menyebabkan penurunan vakum di dalam kondensor yang berarti mengurangi
kemampuan kerjanya. Mengurangi dan membuang NCG dapat meningkatkan power output dari plant
dan mengurangi capital cost dan biaya maintenance.
 Water Treatment System. raw water akan masuk ke dalam 2 tank untuk diberi perlakuan khusus
agar air dalam kondisi yang baik. Setelah mendapat perlakuan khusus maka air akan disimpan dalam
wadah penampung. Wadah penampung ini akan menyalurkan air ke hotwell, chemical dosing
(mengatur PH), untuk distribusi air (penggunaan sendiri ex: WC), dan komponen cooling water.
 Chemical Dosing System. Sistem ini berfungsi untuk mengatur PH air yang akan di supply menuju
raw water dan reinjeksi pump. PH yang diinginkan adalah berkisar dipoint 7 (keadaan normal).
Pengaturan PH dilakukan dengan menggunakan zat basa kuat NaOH.
 Kondenser. Berfungsi untuk mongkondensasi uap.
 Turbin dan Generator. Berfungsi untuk mengonversi energi uap menjadi energi listrik.
 Transformator. Transformator tenaga berfungsi untuk menaikkan (step-up) dan menurunkan (step
down) tegangan. Tegangan output dari power plant yang akan di transmisi melalui jarak yang jauh
harus di naikkan dahulu melalui transformator step-up. Dengan demikian pada daya yang konstan,
tegangan di naikkan maka arus akan menjadi kecil, dalam hal ini dapat memperkecil kerugian
tegangan.
Setelah pembangkit panas bumi siap diproduksi, energi listrik dapat dijual dengan harga yang
disesuaikan dengan investasi yang telah dikeluarkan. Namun, ada ketentuan untuk harga listrik per kWh
sehingga investasi panas bumi ini dianggap kurang menguntungkan. Oleh karena itu, diperlukan
kebijakan baru yang mendukung pengembangan energi panas bumi di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai